REFERAT urologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

urologi

Citation preview

19

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangVarikokel merupakan dilatasi abnormal dari pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran balik vena spermatika interna. Peningkatan tekanan di dalam pleksus pampiniformis tersebut dapat memberikan kesan pada perabaan yaitu seperti kumpulan cacing (Graham, 2009). Varikokel terjadi pada 15-20% pria yang merupakan salah satu penyebab infertilitas pria. Insidensi varikokel tertinggi pada pria remaja dan dewasa sedangkan pada anak jarang ditemukan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sekitar 21-41% pria yang infertil menderita varikokel. Akan tetapi tidak semua pasien varikokel mengalami infertilitas, diperkirakan sekitar 20-50% hanya mengalami gangguan kualitas semen dan perubahan histologi jaringan testis yang secara klinis berupa penurunan volume testis. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa varikokel kiri lebih sering dibandingkan varikokel kanan (Purnomo, 2012).Pembahasan varikokel mendapat perhatian karena potensinya sebagai penyebab terjadinya disfungsi testis dan infertilitas pada pria. Infertilitas pria akibat varikokel dapat terjadi karena peningkatan suhu skrotal yang menyebabkan disfungsi gonadal bilateral, refluks renal, metabolit adrenal dari vena renalis, hipoksia, dan akumulasi gonadotoksin (Schneck,2007). Penelitian Zorgniotti dan MacLeod menyebutkan bahwa pria oligosperma memiliki suhu intraskrotal 0.60C lebih tinggi dibandingkan pada pasien dengan oligosperma tanpa varikokel. Trauma hipertermi konsisten dengan penurunan jumlah spermatogonal akibat adanya apoptosis yang ditemukan dari biopsi sampel pasien dengan varikokel. Teori lain yaitu berdasarkan penelitian MacLeod menyebutkan bahwa derivat derivat dari ginjal atau adrenal dapat menuju ke vena gonadal. Jika metabolit ini bersifat vasoaktif (mis: prostaglandin), maka dapat menjadi berbahaya pada fungsi testis (Tanagho, 2008). Penegakan diagnosis secara cepat dan tepat dari kelainan ini sangat penting mengingat bahwa kelainan ini dapat menyebabkan infertilitas pada pria. Dengan penulisan referat ini diharapkan menambah pengetahuan tentang varikokel sehingga dapat diterapkan dalam membantu penegakkan diagnosis serta tatalaksana yang cepat dan tepat.

B. Tujuan Penulisan1. UmumPenulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai varikokel dan infertilitas2. Khususa. Mengetahui hubungan varikokel dengan infertilitas.b. Mengetahui penegakkan diagnosis varikokel dalam praktek klinis.

C. Manfaat Penulisan1. Manfaat TeoritisPenulisan referat ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai varikokel dan infertilitas2. Manfaat Praktisa. Bagi KlinisiMemberikan gambaran mengenai varikokel dan infertilitasb. Bagi Penulis LainReferat ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dan referensi bagi penulis lain

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi TestisPada pria dewasa, masing-masing testis merupakan suatu organ berbentuk oval yang terletak didalam skrotum. Berat masing-masing testis kira-kira 10-12 gram, dengan panjang 4 cm, lebar 2 cm, dan ukuran anteroposterior 2,5 cm. Fungsi testis yaitu memproduksi sperma dan androgen (hormon seks pria) (Purnomo, 2012). Tiap testis pada bagian anterior dan lateral dilapisi oleh membran serosa, tunika vaginalis. Membran ini berasal dari peritoneum cavum abdominal. Pada tunika vaginalis terdapat lapisan parietal (bagian luar) dan lapisan visceral (bagian dalam) yang dipisahkan oleh cairan serosa. Kapsul fibrosa yang tebal, keputihan disebut dengan tunika albuginea yang membungkus testis dan terletak pada sebelah dalam lapisan visceral dari tunika vaginalis. Pada batas posterior testis, tunika albuginea menebal dan berlanjut ke dalam organ sebagai mediastinum testis. Tunika albuginea berlanjut ke dalam testis dan membentuk septum jaringan konektif halus, yang membagi kavum internal menjadi 250 lobulus terpisah. Tiap-tiap lobulus mengandung sampai empat tubulus seminiferus yang sangat rumit, tipis dan elongasi (Purnomo, 2012).Tubulus seminiferus mengandung dua tipe sel yaitu kelompok nondividing support cells disebut sel-sel sustentacular dan kelompok dividing germ cells yang terus menerus memproduksi sperma pada awal pubertas. Cavum yang mengelilingi tubulus seminiferus disebut kavum intersisial. Dalam cavum intersisial ini terdapat sel-sel intersisial (sel leydig). Luteinizing hormone menstimulasi sel-sel intersisial untuk memproduksi hormon disebut androgen. Terdapat beberapa tipe androgen, yang paling umum ialah testosteron. Duktus dalam testis; rete testis merupakan suatu jaringan berkelok-kelok saling terhubung di mediastinum testis yang menerima sperma dari tubulus seminiferus. Saluran-saluran rete testis bergabung membentuk ductulus eferen. Kira- kira 12-15 ductulus eferen menghubungkan rete testis dengan epididimis. Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma terdiri dari suatu duktus internal dan duktus eksternal melingkupi jaringan konektif. Head epididimis terletak pada permukaan superior testis, dimana body dan tail epididimis pada permukaan posterior testis. Pada bagian dalam epididimis berisi duktus epididimis panjang, berkelok yang panjangnya kira-kira 4 sampai 5 meter dan dilapisi oleh epitel berlapis silindris yang memuat stereocilia (microvilli panjang) (Purnomo, 2012).Duktus deferens juga disebut vas deferens, saluran ini meluas dari tail epididimis melewati skrotum, kanalis inguinalis dan pelvis bergabung dengan duktus dari vesica seminalis membentuk duktus ejakulatorius pada glandula prostat.

Gambar 1. Anatomi TestisTestis diperdarahi oleh arteri testicular, arteri yang bercabang dari aorta setinggi arteri renal. Banyak pembuluh vena dari testis pada mediastinum dengan suatu kompleks pleksus vena disebut pleksus vena pampiniformis, yang terletak superior. Epididimis dan skrotum diperdarahi oleh pleksus vena kremaster. Kedua pleksus beranastomose dan berjalan superior, berjalan dengan vas deverens pada spermatic cord (Purnomo, 2012).Spermatic cord dan epididimis diperdarahi oleh cabang arteri vesical inferior dan arteri epigastrik inferior (arteri kremaster). Skrotum diperdarahi cabang dari arteri pudendal internal (arteri scrotal posterior), arteri pudendal eksternal cabang dari arteri femoral, dan cabang dari arteri epigastrik inferior (kremaster). Aliran vena testis melalui pleksus vena pampiniformis, terbentuk pada bagian atas epididimis dan berlanjut ke vena testikularis melalui cincin inguinal. Vena testikularis kanan bermuara ke vena kava inferior dengan suatu acute angle, dimana vena testikularis sinistra mengalir ke vena renalis sinistra dengan suatu right angle.

B. DefinisiVarikokel merupakan varikositas pleksus pampiniformis korda spermatika, yang membentuk benjolan skrotum yang terasa seperti kantong cacing(Dorland, 2002). Dilatasi abnormal vena-vena dari spermatic cord biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan katup pada vena spermatik internal (Cooper, 2006).

Gambar 2. Dilatasi Vena dari Spermatic CordInfertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Stright, 2005).

C. EpidemiologiInsidensi varikokel pada pria sekitar 15-20% dimana usia remaja dan dewasa lebih sering dibandingkan usia anak. Varikokel sering terdiagnosis setelah pria mengalami infertilitas. Prevalensi varikokel adalah 30-40% pada pria dengan infertilitas primer dan 50-80% pada pria infertilitas sekunder. Pada 80-90% kasus, varikokel hanya terdapat pada sebelah kiri, sedangkan varikokel bilateral mencapai 20% kasus, dan varikokel sebelah kanan sangat jarang terjadi 1-2% (Graham, 2009). Varikokel terbagi atas varikokel ekstratestikuler dan varikokel intratestikuler. Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan yang umum terjadi yaitu sekitar 15-20% pria, sedangkan varikokel intratestikular jarang ditemukan yaitu kurang dari 2%.

D. EtiologiTerdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks ileospermatik, neoplastik, atau penyakit retroperitoneal lainnya, sindrom malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada regio inguinal dan skrotum. Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi testikular ipsilateral terkait kelainan parenkhimal, tetapi apakah varikokel intratestikular merupakan suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular tetap belum jelas. Varikokel intratestikular biasanya berkaitan dengan suatu varikokel ekstratestikular ipsilateral. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa varikokel kiri lebih sering daripada kanan yaitu sekitar 70-93%. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan berikut ini: vena testikular kiri lebih panjang, vena testikular sinistra memasuki vena renal sinistra pada suatu right angle, arteri testikular sinistra pada beberapa pria melengkung diatas vena renal sinistra, dan menekan vena renal sinistra, dan distensi colon descendens karena feses dapat mengkompresi vena testikular sinistra (Schneck, 2007). Berbagai penyebab dapat menjadi etiologi dari varikokel, diantaranya adalah:1. Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur penunjang/atrofi otot kremaster.2. Kelemahan kongenital dan proses degeneratif pleksus pampiniformis.3. Hipertensi vena renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.4. Turbulensi dari vena supra renalis ke dalam juxta vena renalis internus kiri berlawanan dengan kedalam vena spermatika interna kiri.5. Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal vena spermatika yang mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdomen.6. Tekanan vena spermatika interna meningkat letak sudut turun vena renalis 90 derajat.7. Sekunder : tumor retro, trombus vena renalis, hidronefrosis.

E. Manifestasi KlinikPasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri skrotal dan pembengkakan, sedangkan pada remaja biasanya bersifat asimptomatis. Kadang pasien datang karena adanya massa skrotum atau rasa tak nyaman (mengganjal) di skrotum, seperti berat atau rasa nyeri setelah berdiri sepanjang hari. Benjolan yang teraba pada skrotum berkelok-kelok seperti kumpulan cacing dengan konsistensi lunak. Tidak jarang pasien baru datang ke dokter karena gejala infertilitas dan penurunan aktivitas seksual karena varikokel yang bersifat asimptomatis (Cooper, 2006). Varikokel ekstratestikular dan intratestikular secara klinis berupa benjolan dengan atau tanpa nyeri skrotal yang selanjutnya menyebabkan infertilitas. Manifestasi klinis paling umum pada varikokel intratestikular adalah nyeri testikular (30%) dan pembengkakan (26%). Nyeri testis diperkirakan berhubungan dengan peregangan tunika albuginea. Manifestasi klinis lain yang telah dilaporkan mencakup infertilitas (22%) dan epididimorchitis (11%).

F. Penegakan DiagnosisDiagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesisa. Rasa mengganjal pada lipatan pahab. Teraba benjolan yang lunak berkelok-kelok seperti kumpulan cacingc. Terasa nyeri pada skrotum d. Gejala infertilitas e. Penurunan aktivitas seksual2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan dilakukan di ruangan yang hangat dimana pasien dalam posisi berdiri tegak, untuk melihat dilatasi vena. Inspeksi skrotum menunjukkan adanya distensi kebiruan akibat dilatasi vena. Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus dipalpasi, dengan valsava manuever ataupun tanpa valsava. Varikokel yang dapat diraba dapat dideskripsikan sebagai bag of worms, walaupun pada beberapa kasus didapatkan adanya asimetri atau penebalan dinding vena.

Gambar 3. Pemeriksaan fisik varikokelPemeriksaan dilanjutkan dengan pasien dalam posisi supinasi, untuk membandingkan dengan lipoma cord (penebalan, fatty cord ditemukan dalam posisi berdiri, tapi tidak menghilang dalam posisi supinasi) dari varikokel.

Tabel 1. Klasifikasi Varikokel Berdasarkan Pemeriksaan FisikGradeTemuan dari pemeriksaan fisik

Grade IDitemukan dengan palpasi, dengan valsava

Grade IIDitemukan dengan palpasi, tanpa valsava, tidak terlihat dari kulit skrotum

Grade IIIDapat dipalpasi tanpa valsava, dapat terlihat di kulit skrotum

Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal.

Gambar 4. Pemeriksaan OrchidometerPemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varikokel menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).3. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan radiologi yang digunakan yaitu pemeriksaan ultrasonografi, CT scan, MRI dan angiografi. Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pilihan pertama dalam mendeteksi varikokel. Pemeriksaan ultrasonografi terutama Color Doppler menjadi metode pemeriksaan paling terpecaya dan berguna dalam mendiagnosis varikokel subklinis. Gambaran ultrasonografi varikokel tampak sebagai stuktur serpiginosa predominan echo free dengan ukuran diameter lebih dari 2 mm.

Gambar 5. Pemeriksaan USG DopplerPada CT scan dapat menunjukkan gambaran vena vena serpiginosa yang berdilatasi. Pada MRI varikokel tampak sebagai suatu massa dari dilatasi, serpiginosa pembuluh darah, biasanya berdekatan dengan caput epididimis. Spermatic canal melebar, dan intrascrotal spermatic cord atau pleksus pampiniformis prominen. Spermatic cord memiliki intensitas signal heterogen. Spermatic cord memuat struktur serpiginosa dengan intensitas signal tinggi. Venografi dapat menunjukkan dilatasi vena testikular, dapat menunjukkan aliran retrograde bahan kontras ke arah skrotum.

Gambar 6. Pemeriksaan venografi varikokel

G. Patogenesis Infertilitas Pada VarikokelBerbagai teori menjelaskan pengaruh varikokel terhadap fungsi testis, tetapi tidak ada satu pun yang sepenuhnya dapat menjelaskan efek varikokel terhadap spermatogenesis dan infertilitas pada pria. Gambar 7. Patofisiologi Infertilitas pada varikokel

Berikut adalah beberapa teori yang menjelaskan pengaruh varikokel terhadap fungsi testis: 1. HipertermiTemperatur skrotum dipertahankan pada beberapa derajat dibawah suhu inti tubuh untuk mengoptimalkan spermatogenesis. Spermatogenesis yang optimal tersebut terjadi pada suhu 2,5C dibawah suhu inti tubuh. Darah yang masuk ke arteri testis didinginkan dalam korda spermatika dengan cara mengembalikan darah vena dalam pleksus pampiniformis, sehingga dilatasi dari pleksus vena akan mempengaruhi system ini (Eisenberg dan Lipshultz, 2011).Pada keadaan varikokel, terjadi peningkatan temperatur pada skrotum yang disebabkan oleh refluks darah panas dari cavitas abdomen. Penyebab utama hal tersebut adalah karena adanya insufisensi katup vena internal spermatika, selain itu hal tersebut juga dapat disebabkan karena malfungsi dari katup eksternal spermatika dan vena kremaster (Kantartzi et al., 2007).Mekanisme bagaimana panas dapat mempengaruhi spermatogenesis masih belum jelas, tetapi terdapat bukti bahwa panas mempengaruhi produksi androgen yang berperan dalam produksi sperma. Rajfer et al., menunjukan bahwa varikokel dapat menyebabkan penurunan enzim 17,20-desmolase dan 17 -hydroxylase pada jalur biosintesis steroid. Selain itu, beberapa data juga menunjukkan bahwa hipertermia skrotum meningkatkan apoptosis sel germinal (Eisenberg dan Lipshultz, 2011). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stress panas dapat menghasilkan stress oksidatif. Stress panas tersebut menginduksi peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) di dalam membrane plasma mitokondria, sitoplasma dan peroksisomal. Selain itu, stress panas juga menyebabkan pembentukan nitrit oksida (NO) yang berlebihan dari sel endothelial sehingga semakin memperburuk keadaan stress oksidatif (Agarwal et al., 2012).

Gambar 8. Pembentukan ROS dan NO pada varikokel (Agarwal et al., 2012).

2. Aliran Darah Testis dan Perubahan Tekanan VenaPenelitian pada hewan menunjukkan baik peningkatan maupun penurunan aliran darah testis berhubungan dengan varikokel. Aliran darah testis meningkat pada percobaan induksi varikokel pada tikus dewasa dan kembali ke level kontrol dalam waktu singkat mengikuti perbaikan varikokel tersebut. Oleh karena itu, peneliti menduga hal ini menyebabkan infertilitas karena berhubungan dengan hipertermia testis (Naughton et al., 2001).Sebagian penelitian menunjukkan adanya peningkatan aliran darah testis bilateral pada unilateral varikokel. Penyebab hal tersebut masih kurang dipahami, diduga bahwa organ kontralateral mungkin berespon karena adanya mekanisme hormonal dan neural. Sebuah penelitian menunjukkan efek terhadap aliran darah testis kanan setelah testis kiri yang mengalami varikokel dilakukan orchiectomy. Aliran darah testis kanan tersebut tetap meningkat meskipun telah dilakukan orchiectomy pada testis kiri, sehingga hal tersebut tidak menunjukan bahwa efek bilateral disebabkan oleh sinyal hormonal dari testis kiri. Peran baroreseptor atau reseptor regang pada vena spermatika kiri ataupun jenis umpan balik neural/non-neural pada kasus ini masih belum diketahui (Naughton et al., 2001).Penelitian lain menunjukkan adanya mekanisme perubahan tekanan vena yang berhubungan dengan varikokel, tetapi hal ini juga masih dalam perdebatan. Peningkatan tekanan vena mempengaruhi suplai darah pada testis dengan cara menurunkan aliran darah arteri untuk memelihara homeostasis tekanan intratestis sehingga hal tersebut dapat mengganggu suplai nutrisi testis yang pada akhirnya dapat mempengaruhi spermatogenesis. Selain itu, peningkatan tekanan vena dapat mengubah tekanan onkotik dan hidrostatik sehingga terjadi perubahan transport hormone secara parakrin dan merubah pertukaran cairan mikrovaskular (Eisenberg dan Lipshultz, 2011).

3. Refluks Produk Metabolit Renal/AdrenalKarena adrenal kiri dan vena gonadal menuju ke proksimitas terdekat satu sama lain dari vena renalis, Macleod menyebutkan bahwa derivat-derivat dari ginjal atau adrenal dapat menuju ke vena spermatika. Sekitar 50% dari laki-laki memiliki aliran retrograde dalam vena spermatika kiri. Pada pasien dengan varicoceles ditemukan peningkatan refluks vena yang didokumentasikan oleh venography. Hal tersebut memungkinkan katekolamin yang merupakan produk dari adrenal berpindah dari vena ke arteri testis sehingga terjadi peningkatan konsentrasi katekolamin dalam arteri testis yang menyebabkan vasokonstriksi dari arteriol intratestis. Vasokonstriksi tersebut menyebabkan hipoksia testis.Respon selular hipoksia dimulai dengan aktivasi dan stabilisasi dari hypoxia inducible factor-1 (HIF-1) yang dapat menstimulasi angiogenesis dan mengatur pembentukan energy melalui proses glikolisis. HIF-1 dapat mengaktivasi pembentukan ROS melalui mekanisme yang belum diketahui. Selain itu, tingginya kadar HIF-1 dapat mengaktivasi eNOS untuk memproduksi sejumlah NO untuk vasodilatasi sebagai kompensasi mikrosirkulasi testis (Agarwal et al., 2012).4. Disfungsi HormonalSebuah penelitian multisenter yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa pria berusia diatas 30 tahun dengan varikokel memiliki kadar testosterone yang signifikan lebih rendah dibandingkan dengan yang berusia lebih muda, tetapi hal tersebut tidak dikonfirmasi dengan pria yang bukan penderita varikokel. Oleh karena itu, penelitian ini gagal menunjukkan bahwa penurunan testosterone tersebut diakibatkan oleh varikokel atau oleh karena adanya kegagalan testis primer (Kantartzi et al., 2007).5. AutoimunitasSawar darah testis dan protein imunoregulatoritas pada tingkat sel Sertoli, rete testis, dan ductulus eferen memberikan proteksi imunologis dari antigen sperma dan menghambat proliferasi limfosit dan komplemen yang memediasi lisis sel. Etiologi dari rusaknya sawar darah testis tersebut diantaranya adalah obstruksi duktus, torsio testis, infeksi/epididimitis, prostatitis, trauma testis dan varikokel (Naughton et al., 2001).6. Stres OksidatifHipotesis yang ada saat ini menyebutkan bahwa stres oksidatif merupakan mediator patogenik yang umum dalam kerusakan testis akibat varikokel, dimana pada varikokel pajanan panas, hipoksia dan toksik metabolit adrenal serta renal menstimulasi pembentukan ROS.Peningkatan ROS dan reduksi anti oksidan akan menimbulkan stres oksidatif, yaitu suatu keadaan dimana jumlah radikal bebas dalam tubuh sudah melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisirnya (Tsuboi et al., 2006). Penelitian menunjukan terjadi peningkatan ROS sebesar 25-40% pada sampel semen pria infertil (Cocuzza et al., 2007). Dalam kondisi fisiologis, spermatozoa memproduksi ROS dalam jumlah yang kecil yang dibutuhkan untuk regulasi fungsi sperma, kapasitasi sperma dan reaksi akrosom, tetapi kadar ROS yang tinggi dalam sel dapat mengoksidasi lipid, protein, dan DNA (Sanocka et al., 2004).Membran plasma sel germinal terdiri dari lipid yang kaya akan asam lemak tidak jenuh ganda dan karena itu sangat rentan terhadap serangan ROS. Peroksidasi lipid menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel. Perubahan permeabilitas membran sel tersebut menyebabkan sitokrom C terlepas yang selanjutnya akan mengaktifasi caspase-9. Caspase-8 dan 9 yang aktif akan mengakibatkan aktifnya caspase-3. Pengaktifan teratur beberapa sinyal kaskade tersebut menyebabkan terjadinya apoptosis sel Leydig (Gao et al., 2003).Peningkatan ROS juga menyebabkan oksidasi basa DNA, hasil oksidasi basa DNA tersebut menghasilkan produk basa DNA berupa 8-hidroksi-2-deoksiguanosin yang dapat menyebabkan mutasi dan delesi dari inti serta mitokondria DNA sperma (Kregel & Zhang, 2007).

Kerusakan proteinLipid peroksidasiKerusakan biomembranKerusakan DNAKerusakan spermainfertilitasGambar 9. Hubungan peningkatan ROS dengan infertilitas (Cocuzza et al., 2007)

H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan varikokel pada pria infertil bertujuan untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi testis. Saat ini, tata laksana untuk varikokel adalah dengan pembedahan atau embolisasi perkutaneus dari vena spermatika interna. Konsep dasar dari teknik tata laksana varikokel adalah dengan menyumbat dilatasi vena dari plexus pampiniformis (Esteves, -)1. PembedahanPembedahan dilakukan dengan cara ligasi tinggi vena spermatika interna melalui pendekatan retroperitoneal (Palomo), atau dengan cara ligasi vena spermatika eksterna dan vena kremaster dengan pendekatan inguinal (Ivanissevich) atau subinguinal. 2. Embolisasi perkutaneusPrinsipnya tata laksana ini adalah menghambat aliran darah balik dengan caranya memasukkan kateter ke vena femoralis dengan dibantu oleh X-ray kateter diarahkan ke tempat varicocele. Setelah itu, coil (gulungan) akan dilewatkan melalui catheter dan akan mengarahkan darah dari vena yang rusak ke vena yang baik.

I. Prognosis6 bulan setelah operasi didapatkan perbaikan signifikan volume testis kiri dan konsentrasi spermatozoa. Kehamilan terjadi pada 3 bulan pasca operasi berkisar 25% dan meningkat menjadi 50% pada 6 bulan pasca operasi. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk pasangan menjadi hamil setelah dilakukan operasi adalah mendekati 5 bulan sampai 7 bulan (Esteves, -)

BAB IIIKESIMPULAN.1. Varikokel adalah dilatasi abnormal vena-vena dari spermatic cord biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan katup pada vena spermatik internal 2. Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi.3. Etiologi varikokel dapat intratestikular maupun ekstratestikular.4. Diagnosis varikokel ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.5. Teori mekanisme infertilitas pada varikokel meliputi hipertermia, aliran darah testis dan tekanan vena, refluks produk metabolit renal dan adrenal, autoimunitas, disfunsi hormonal serta stress oksidatif.6. Penatalaksanaan varikokel dapat berupa pembedahan maupun embolisasi

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, A. Alaa, H., Sandro Esteves. 2012. Insight into oxidative stress in varicocelle-associated male infertility: part 1. Nature Reviews Urology. 10.1038: pp 1-10.Cooper, S Christopher et all. 2006. Varicocele. In : Poherty, M Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery 13rd edition. Mc-Graw Hill Companies. New York. USA. Hal 961-963.Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta.Eisenberg, M.L., Lipshultz, L.I. 2011. Varicocele-induced infertility: Newer insights into its pthophysiology. Indian Journal of Urology. Vol 27(1): pp 58-64.Esteves, Sandro. Varicocele and Infertility. San Paulo Brazil.Gao, H.B., Ming-Han, T., Yan-Qin, H., Hai-Yan, Y., Qiang-Su, G., Ren-Shan, G., Matthew, P.H. 2003. Mechanisms of glucocorticoid-induced Leydig cell apoptosis. Molec. Cell. Endocrinol. 199: 153-163.Graham, Sam D, Keane Thomas E. 2009. Varicocele. In : Glenns Urologic Surgery. Lippincott Williams and Wilkins. Hal 397-401. Kantatzi, P.D., Goulis, Ch.D., Goulis, G.D., Papadimas. 2007. Male infertility and varicocele: myths and reality. Hipokratia. Vol 11(3): pp 99-104.Kregel, K.C., Zhang, H.J. 2007. An integrated view of oxidative stress in aging: basic mechanisms, functional effects, and pathological considerations. Am J. Physiol. Regul. Integr. Comp. Physiol. 292: R18-R36.Naughton, C.K., Ajay, K.N., Ashok, A. 2001. Varicocele and male infertility: Part II Pathophysiology of varicoceles in male infertility. Human Reproduction Update. Vol 7(5): pp 473-481.Purnomo, Basuki B. 2012. Varikokel. In : Dasardasar Urologi. Edisi 3. EGC, JakartaSchneck FX, Bellinger MF. 2007. Varicocele:Abnormalities of the testes and scrotum and their surgical management. In: Wein AJ, ed. Campbell-Walsh Urology. 9th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. Chap. 67 hal. 3793-3798.Tanagho EA, McAninch JW. 2008. Varicocele. In : Smith General Urology. McGraw Hill-Companies. Ed 17. Chap 44 hal 14, 690-691, 704.