47
REFERAT MANIFESTASI KLINIS TORCH PADA MATA Pembimbing : dr. Hariindra Pandji Soediro, Sp.M Oleh : Sherhaniz Melissa Abidin 030.10.253 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata RS Budhi Asih Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Periode 16 Maret 2015 s.d 18 April 2015 Jakarta 1

Referat Torch

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TORCH

Citation preview

REFERATMANIFESTASI KLINIS TORCH PADA MATA

Pembimbing :dr. Hariindra Pandji Soediro, Sp.M

Oleh :Sherhaniz Melissa Abidin030.10.253

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata RS Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiPeriode 16 Maret 2015 s.d 18 April 2015

Jakarta

DAFTAR ISIDaftar Isi1BAB IPENDAHULUAN2BAB IIPEMBAHASAN32.1Embriologi Mata32.2Embriologi Retina42.3Anatomi Mata92.4 Fisiologi Mata102.5TORCH132.5.1Toxoplasma132.5.2 Rubella152.5.3Cytomegalovirus202.5.3Herpes Simplex Virus23BAB IIIKESIMPULAN28Daftar Pustaka29

BAB IPENDAHULUAN

Infeksi TORCH merupakan gangguan pada kehamilan yang bisa membahayakan janin. Jika infeksi ini diketahui di awal masa kehamilan, risiko penularan dari ibu pada janin bisa dikurangi sehingga cacat bawaan bisa dicegah.Infeksi TORCH dapat menyebabkan 5-10 persen keguguran dan cacat bawaan pada janin yang meliputi gangguan pendengaran, retardasi mental serta kebutaan. Sebagian besar cacat itu bisa dicegah dengan melakukan skrining TORCH di trimester pertama kehamilan. Di Indonesia, dari 54.000 kehamilan yang terinfeksi toksoplasma 70 persennya memiliki antibodi. Sementara itu, 60 persen wanita memiliki antibodi terhadap virus herpes simplex. Meskipun demikian, 50-85 persen ibu hamil yang terinfeksi rubela di trimester pertama kehamilan janinnya beresiko tinggi mengalami cacat organ.Pada 10.000 ibu hamil yang hasil skriningnya positif TORCH, hanya 10 saja yang hasil diagnostiknya juga positif. Karena itu, skrining TORCH masih diperdebatkan keakuratannya. Skrining prenatal hanya disarankan untuk mereka yang termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, misalnya ibu yang terinfeksi HIV. Untuk memberikan pengobatan pun standarnya adalah hasil diagnostiknya positif.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 EMBRIOLOGI MATAMata berkembang dari tiga lapisan embrional primitive: ektoderm permukaan, termasuk derivatnya crista neuralis, ektoderm neural dan mesoderm. Endoderm tidak ikut dalam pembentukan mata. Mesenkim, yang berasal dari mesoderm atau crista neuralis, adalah istilah untuk jaringan ikat embrional. (1)Ektoderm permukaan membentuk lensa, kelenjar lakrimal, epitel kornea, konjungtiva, dan kelenjar-kelenjar adneksa, serta epidermis palpebral. (1)Crista neuralis, yang berasal dari ektoderm permukaan di daerah tepat di sebelah plica neuralis (neural fold) ektoderm neural, berfungsi membentuk keratosit kornea, endotel kornea dan anyaman trabekula, stroma iris dan koroid, musculus ciliaris, fibroblast sclera, vitreus, dan meninges nervus optikus. Crista neuralis juga terlibat dalam pembentukan tulang dan tulang rawan orbita, jaringan ikat dan saraf orbita, otot-ptpt ekstraokular, dan lapisan-lapisan subepidermal palpebral. (1)Ektoderm neural menghasilkan vesikel optik dan cawan optik sehingga berfungsi membentuk retina dan epitel pigmen retina, lapisan-lapisan berpigmen dan tidak berpigmen epitel ciliaris, epitel posterior, musculus dilator dan sphincter pupillae pada iris, dan serat-serat nervus optikus dan glia. (1)Mesoderm berkontribusi membentuk vitreous, otot-otot palpebral dan ekstraokular, serta endotel vascular orbita dan ocular. (1)

Tahap Vesikel OptikLempeng embrional adalah tahap paling awal dalam perkembangan janin yang struktur-struktur matanya sudah dapat dikenali. Pada usia 2 minggu, tepian sulcus neuralis (neural groove) menebal membentuk plica neuralis. Lipatan ini kemudian menyatu membentuk tuba neuralis, yang tenggelam ke dalam mesoderm di bawahnya dan melepaskan diri dari epitel permukaan. Tempat sulcus optikus (optic groove) adalah di dalam plica neuralis cephalica, parallel pada kedua sisi sulcus neuralis. Sulcus ini terbentuk saat plica neuralis mulai menutup pada minggu ke-3. (1)Pada usia 4 minggu, sesaat sebelum bagian anterior tuba neuralis menutup seluruhnya, ektoderm neural bertumbuh ke luar dan ke arah ektoderm permukaan di kedua sisi untuk membentuk vesikel optik yang bulat. Vesikel optik berhubungan dengan otak-depan melalui tangkai optik. Pada tahap ini pula mulai terjadi penebalan ektoderm-permukaan (lempeng lensa). (1)

Tahap Cawan OptikSaat vesikel optik berinvaginasi membentuk cawan optik, dinding luar vesikel mendekati dinding dalamnya. Invaginasi permukaan ventral tangkai optik dan invaginasi vesikel optik terjadi bersamaan dan menghasilkan alur, yaitu fissure opticum (embrional). Tepian cawan optik kemudian tumbuh mengelilingi fissure opticum. Pada saat yang sama, lempeng lensa berinvaginasi, pertama membentuk cawan, kemudian bola berongga yang dikenal sebagai vesikel lensa. Setelah 6 minggu, vesikel lensa memisahkan diri dari ektoderm permukaan dan terletak bebas di tepian cawan optic. (1)Fissura opticum memungkinkan mesenkim mesoderm memauski tangkai optik dan akhirnya membentuk sistem hyaloid rongga vitreus. Setelah invaginasi selesai, fissure opticum menyempit dan menutup, menyisakan lubang permanen yang kecil di ujung anterior tangkai optik, yang dilalui arteria hyaloidea. Pda usia 4 bulan, arteria dan venae retinae malalui lubang ini. (1)Setelah fissure opticum tertutup, bentuk umum akhir mata telah ditetapkan. Perkembangan selanjutnya adalah diferensiasi struktur optik individual. Umumnya, perkembangan struktur optik terjadi lebih cepat di segmen posterior daripada anterior mata pada tahap awal kehamilam dan lebih cepat di segmen anterior pada tahap akhir kehamilan. (1)

2.2 EMBRIOLOGI RETINAInput sensorik pada manusia 80% terjadi melalui retina, melibatkan sekitar sepertiga otak manusia dalam proses pengolahan informasi sensorik. Retina merupakan bagian dari sistem saraf pusat (SSP) yang mudah terlihat sehingga retina dapat menjadi jendela untuk memeriksa bagian SSP dan sistem kardiovaskular.(2)Trimester PertamaPerkembangan retina dimulai pada minggu keempat kehamilan (gambar 1). Neuroretina, EPR (epitel pigmen retina/retinal pigment epithelium) dan saraf optik berasal dari neuro-ektoderm. Vesikel optik mulai mengalami invaginasi dan membentuk optik cup yang berdinding rangkap segera setelah menempel pada ektoderm permukaan. Dua lapisan optik cup merupakan calon retina, lapisan eksternal adalah calon EPR dan lapisan internal adalah calon retina sensoris (sensoric retina).Perkembangan EPR terlihat pada minggu kelima dan terdiri dari dua atau tiga lapis sel kolumnar, yang kemudian akan menipis pada minggu keenam sampai memiliki ketebalan satu sel. EPR memanjang secara posterior sebagai lapisan luar dari sel tangkai optik pada minggu ketujuh, dan minggu kedelapan mengalami maturasi. Calon retina sensoris terdiri dari lapisan luar inti (zona proliferasi atau zona germinativum) dan zona marginal yang tidak berinti (anuclear marginal zone) saat minggu kelima, dan kemudian akan menebal pada minggu keenam. Sel ganglion dan sel Mller mulai bermigrasi ke arah dalam pada lapisan neuroblastik interna. Akson sel ganglion akan mulai menembus tangkai optik pada minggu kedelapan, akson ini merupakan awal dari lapisan serat saraf (nerve fiberlayer). Proliferasi retina dimulai dari zona inti luar dan berlangsung ke arah dalam pada bulan ketiga, sementara diferensiasi berlangsung dari lapisan dalam menuju ke luar. Sel ganglion interna merupakan sel pertama yang berdiferensiasi dan fotoreseptor eksterna adalah sel terakhir yang berdiferensiasi. Diferensiasi juga dimulai dari polus posterior dan berlangsung secara bertahap ke arah perifer. Calon sel horizontal dan sel bipolar bermigrasi ke arah, kemudian membentuk lapisan pleksiform eksterna (external plexiform layer).(3)

Gambar 1. Embriologi MataTrimester KeduaSemua pendukung utama retina seperti fotoreseptor, lapisan plaksiform eksterna, lapisan inti dalam, lapisan pleksiform interna, lapisan sel ganglion, lapisan serat saraf, dan membrana limitans interna telah muncul saat trimester kedua. Apoptosis menyebabkan penurunan jumlah sel ganglion dan akson-aksonnya di saraf optik, proses ini lebih besar pada bagian perifer, menyebabkan distribusi sentrifugal sel ganglion pada retina fetal. Makula muncul sebagai daerah tonjolan dengan lapisan sel ganglion yang menebal.(3) Proses penting dari tahap ini adalah munculnya vaskularisasi retina yang berlangsung secara cepat. Kapiler yang baru terbentuk memanjang ke arah perifer kemudian membentuk arteri dan vena. Sel yang melakukan kontak langsung dengan aliran darah menjadi sel. Kanalis arteri dan vena mulai terbentuk, sementara beberapa cabang mengalami retraksi dan atrofi, membentuk zona perivaskular bebas kapiler; hal ini disebut dengan remodeling retina. Maturasi retina mendahului pertumbuhan pembuluh darah. (3)

Trimester KetigaDiferensiasi fotoreseptor batang terlihat saat bulan ketujuh. Makula masih terlihat menonjol pada tahap ini dan perkembangan fovea berlanjut di makula. Pembentukan celah fovea (foveal pit), lekuk fovea (foveal slope), serta migrasi fotoreseptor ke arah dalam merupakan hasil migrasi sel ganglion ke arah luar. Makula dikelilingi oleh kapiler yang tidak berproliferasi ke arah sentral sehingga fovea menjadi daerah yang avaskular. Vaskularisasi retina berlanjut ke arah perifer namun tidak memanjang ke ora serrata, sehingga pada saat ini zona avaskular retina tetap berada di perifer. Kapiler sudah berkembang secara normal di dalam lapisan serabut saraf pada tahap yang sudah berdiferensiasi penuh, sementara pada tahap ini sel endotel akan memiliki beberapa taut longgar (gap junctions). Jumlah taut longgar akan bertambah dan dapat bertindak sebagai sawar untuk perkembangan kapiler intraretinal lebih lanjut saat sel endotel mengalami aktivasi. (3)Retina sudah berdiferensiasi dengan baik pada bulan kehamilan kesembilan yang ditandai dengan maturasi sel EPR dan fotoreseptor. Pigmentasi makular terjadi saat minggu ke-34-35 kehamilan dan menghasilkan penampakan merah gelap yang berbeda dari retina sekitarnya. Hal ini disebabkan karena perubahan histologis pada sel EPR di daerah makula. Refleks perimacular annular muncul pada minggu ke-34-36 kehamilan, berbentuk sirkular mengelilingi pusat fovea dengan diameter sekitar 1,5 mm. Refleks ini disebabkan karena perubahan histologis pada lapisan sel ganglion retina, ketika sel ganglion, sel amakrin, sel bipolar, sel Mller, dan sel horizontal berpindah dari fovea. Refleks fovea merupakan temuan oftalmoskopis terakhir pada bayi matur, umumnya dapat terlihat pada minggu ke-37 kehamilan dan menjadi matur pada minggu ke-42 kehamilan. Hal ini berhubungan dengan penipisan lapisan inti dalam dan luar fovea, yang menghasilkan cekungan pada bagian tengah makula. Makula mungkin tampak matur pada minggu ke-42 kehamilan, namun maturitas histologis tidak terlihat sampai masa kanak-kanak. (3)Pembuluh darah retina berlanjut ke ora serrata bagian temporal pada usia gestasi 40 minggu dan akan berkembang lengkap sampai beberapa minggu setelah lahir. (3)Perkembangan Retina Setelah LahirMakula merupakan bagian permukaan okular yang paling belum berkembang saat lahir. Bayi baru lahir memang sudah memiliki bagian perifer retina yang sudah berkembang dengan baik secara histologi dan fungsional, namun bagian polus posterior terutama daerah makular, sangat imatur sehingga diyakini belum dapat berfungsi dengan baik. Perkembangan tajam penglihatan berlanjut dengan cepat sampai sekitar usia 4 tahun. Peningkatan tajam penglihatan dipengaruhi oleh 3 proses yaitu, diferensiasi fotoreseptor kerucut, reduksi diameter zona bebas sel batang, dan peningkatan densitas fovea kerucut. Perubahan yang paling terlihat adalah pigmentasi makula, perkembangan cincin anular, diferensiasi refleks fovea, dan diferensiasi fotoreseptor sel kerucut.(4)

2.3 ANATOMI RETINALetak RetinaRetina membentang ke anterior sejauh korpus siliaris dan berakhir pada ora serata. Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,23 pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat macula lutea. Secara klinis, macula ada daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm atau daerah yang dibatasi arcade-arkade pembuluh darah retina remporal. Definisi histologis macula adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunya lebih dari satu lapis sel.(5)Di tengah makula, 3,5 mm diskus optikus terdapat fovea yaitu zona avascular di retina pada angiografi fluoresens. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, foto reseptornya 35.000 kerucut, tidak ada sel batang dan bagian retina yang paling tipis. Fovea luasnya kurang dari 1 mm2 berfungsi untuk penglihatan cepat dan rinci. Fovea sentralis hanya berdiameter 0,3 mm. (5)

Lapisan RetinaRetina terdiri dari 10 lapisan yang berturut-turut dari dalam ke luar adalah sebagai berikut: (5) Lapisan membran limitans interna Lapisan serat saraf, mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus Lapisan sel ganglion Lapisan pleksiformis dalam, mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan bipolar Lapisan inti dalam, mengandung badan sel bipolar, amakrin, dan sel horizontal Lapisan pleksiformis luar, mengandung sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor Lapisan inti luar sel fotoreseptor Lapisan membran limitans eksterna Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut Lapisan epitel pigmen retina

Vaskularisasi RetinaRetina menerima darah dari dua sumber yaitu arteri sentralis retina dan arteri koriokapilaris. Arteri sentralis retina memperdarahi 2/3 daerah retina bagian dalam, sementara 1/3 daerah retina bagian luar diperdarahi oleh arteri koriokapilaris. Fovea sentralis sendiri diperdarahi hanya oleh arteri koriokapilaris dan rentan untuk mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang, sehingga membentuk sawar darah-retina. (5)

2.4 FISIOLOGI RETINARetina merupakan reseptor yang peka terhadap cahaya. Retina adalah mekanisme persyarafan untuk penglihatan. Retina memuat ujung-ujung nervus optikus. Bila sebuah bayangan tertangkap (tertangkap oleh mata) maka berkas- berkas cahaya benda yang dilihat, menembus kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus guna merangsang ujung-ujung saraf dalam retina. Rangsangan yang diterima retina bergerak melalui traktus optikus menuju daerah visual dalam otak, untuk ditafsirkan. Kedua daerah visual menerima berita dari kedua mata, sehingga menimbulkan lukisan dan bentuk. Papil saraf optik berfungsi meneruskan rangsangan cahaya yang diterima dari retina menuju bagian otak yang terletak pada bagian belakang kepala (korteks oksipital). Bagian mata yang sangat penting dalam memfokuskan bayangan pada retina adalah kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus. Seperti yang selalu terjadi dalam menafsirkan semua perasaan yang datang dari luar, maka sejumlah stasiun penghubung bertugas untuk mengirimkan perasaan, dalam hal ini penglihatan. Sebagian stasiun penghubung ini berada dalam retina. Sebelah dalam tepi retina, terdapat lapisan-lapisan batang dan kerucut yang merupakan sel-sel penglihat khusus yang peka terhadap cahaya. Sela-sela berupa lingkaran yang terdapat di antaranya, disebut granula. Ujung proximal batang-batang dan kerucut-kerucut itu membentuk sinapsis (penghubung) pertama dengan lapisan bipoler dalam retina. Proses kedua yang dilakukan sel-sel itu adalah membentuk sinapsis kedua dengan sel-sel ganglion besar, juga dalam retina. Axon-axon sel-sel ini merupakan serabut-serabut dalam nervus optikus. Serabut-serabut saraf ini bergerak ke belakang, mula-mula mencapai pusat yang lebih rendah dalam badan-badan khusus talamus, lantas akhirnya mencapai pusat visual khusus dalam lobus oksipitalis otak, di mana penglihatan ditafsirkan.Makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna ( fotopik) sedangkan bagian retina lainnya sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang untuk penglihatan perifer dan malam ( skotopik). (5)Retina mata terdiri dari dua sel, yaitu sel batang dan sel kerucut. Kedua sel ini mempunyai kerja yang berbeda. Sel kerucut berfungsi menangkap bermacam-macam warna cahaya yang masuk ke mata, sedangkan sel batang hanya menangkap cahaya yang berwarna hitam putih saja. (5)Sel kerucut lebih banyak digunakan pada siang hari dan pada tempat-tempat yang terang, sedangkan pada malam hari dan di tempat-tempat yang gelap, sel batang lebih banyak digunakan. Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm masing-masing untuk sel kerucut peka-biru, -hijau, dan merah. Selain itu, kerusakan pada sel kerucut, akan menyebabkan gangguan pada mata seperti buta warna, dan hanya bisa melihat hitam putih saja. Ataupun buta warna parsial (buta warna sebagian), jika terjadi kerusakan hanya bagian-bagian tertentu saja pada reseptor sel kerucut ini. (5)Setiap retina mengandung kira kira 100 juta sel batang dan 3 juta sel kerucut, sedangkan sel ganglion hanya 1,6 juta. Jadi, rata rata terdapat 60 sel batang dan 2 sel kerucut dalam setiap serat saraf. Pada bagian perifer retina, sel batang berdiameter 2-5 m, sel kerucut berdiameter 5-8 m. Sel kerucut di dalam fovea berdiameter hanya 1,5 m. (5)Adaptasi Gelap dan Terang pada RetinaAdaptasi terang retinaBila seseorang berada di tempat yang sangat terang untuk waktu lama, maka banyak sekali fotokimiawi dalam sel batang dan sel kerucut berkurang karena diubah menjadi retinal dan opsin. Retinal akan diubah menjadi vitamin A sehingga sensitivitas mata terhadap cahaya berkurang. (5)Adaptasi gelap retinaBila seseorang berada di tempat yang gelap untuk waktu lama, maka banyak vitamin A diubah menjadi retinal . Batas akhir jumlah vitamin A yang diubah ditentukan jumlah opsin dalam sel batang dan sel kerucut . (5)Jenis jenis sel saraf retina (5): Fotoreseptor : sel batang dan sel kerucut Sel horizontal, menjalarkan sinyal secara horizontal pada lapisan fleksiform luar dari sel batang dan sel kerucut ke dendrit sel bipolar Sel bipolar, menjalarkan sinyal dari sel batang, sel kerucut dan sel bipolar ke lapisan fleksiform bagian dalam Sel amakrin, menjalarkan sinyal 2 arah, dari sel bipolar ke sel ganglion atau secara horizontal dalam lapisan fleksiform dalam antara akson sel bipolar, dendrit sel ganglion, dan atau sel amakrin lainnya. Sel ganglion, menjalarkan sinyal keluar dari retina ke nervus optikus.

2.5 TORCHTORCH merupakan sebuah singkatan yang terdiri dari infeksi Toxoplasmosis, Rubella virus, Cytomegalovirus dan Herpex Simplex virus. Grup infeksi ini merupakan kondisi yang dapat mengancam dari infeksi kongenital saat kehamilan, yang mana dapat menyebabkan kerusakan pada janin atau kelainan lainnya. Pada hampir seluruh kasus, infeksi ini menyebabkan kerusakan yang lebih serius pada bayi daripada sang ibu. Usia kehamilan janin mempengaruhi derajat keparahan penyakit.(6) Plasenta akan membentuk barrier antara ibu dan janin saat trimester pertama kehamilan dan melindungi janin dari respon imunologis, baik humoral maupun sel. Namun, meskipun janin mendapat imunitas dari ibunya, mereka tetap dapat terinfeksi oleh virus-virus ini akibat kurangnya imunitas setelah trimester pertama kehamilan. Seluruh infeksi tersebut memiliki agen penyebab masing-masing dan mereka dapat menular melalui kondisi higienitas yang buruk, darah, air, dan tanah yang terkontaminasi dan droplet melalui udara sekitar. Infeksi primer dapat merusak lebih banyak dibandingkan dengan infeksi sekunder ataupun infeksi reaktivasi. Pada dasarnya, masing-masing agen penyebab memiliki perbedaan dalam manifestasi klinis tetapi beberapa diantaranya memiliki kemiripan. Akan sangat berbahaya jika janin menunjukan adanya mikrosefali dan kalsifikasi intrakranial.(7) Infeksi intrauterin adalah penyebab utama inflamasi pada mata neonatus. Infeksi in utero dapat menyebabkan resorpsi embrio, aborsi atau kelahiran mati. Jika bayi berhasil hidup ia pun akan lahir prematur, menderita kemunduran pertumbuhan dalam intrauterin, menjadi cacat dan infeksi juga dapat masih berlangsung. Infeksi tersebut dapat tetap ada setelah lahir, menyebabkan gangguan perkembangan. Beberapa diantaranya, seperti toxoplasma, rubella, cytomegalovirus dan herpes simplex sering memberikan manifestasi klinis yang mirip. Contoh yang tersering adalah purpura, jaundice, anemia, mikrosefali/hidrosefali, pneumonia, mikroopthalmia, katarak dan korioretinitis. Tetapi beberapa abnormalitas ini dapat terjadi lebih sering daripada lainnya, contohnya saja katarak lebih sering terjadi pada rubella, tapi jarang pada toxoplasmosis yang lebih sering dihubungkan dengan ablasio retina. Optalmologis berperan penting pada diagnosis serta masalah-masalah mata yang terjadi pada penyakit-penyakit ini.(8) Beberapa gejala spesifik pada infeksi-infeksi ini dicantumkan di Tabel 1.. Penyebab paling umum dari penyakit ini juga dideskripsikan di Gambar 2.

Tabel 1. Gambaran klinis yang berhubungan dengan infeksi TORCH

Gambar 2. Penyebab dan siklus penularan infeksi TORCH

Berikut akan dibahas mengenai infeksi TORCH satu persatu beserta manifestasi klinis pada mata yang berhubungan disertai tatalaksana masing-masing.

A. TOXOPLASMAInfeksi okular terdapat pada 70 hingga 80 % pasien dengan toxoplasmosis kongenital. Toxoplasmosis okular adalah suatu infeksi parasit sistemik disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Toksoplasmosis adalah penyebab korioretinitis paling umum pada manusia dan merupakan 28 % dari kasus uveitis posterior.(9)Manusia dapat terinfeksi oleh parasit ini oral (melalui makanan) yang mengandung kista parasit, transplasental organ atau melalui tangan yang terkontaminasi (misalnya pada petugas labolatorium, perkebunan, peternakan dan lain-lain).(13)Toxoplasmic korioretinitis merupakan manifestasi klinis yang paling sering terjadi pada infeksi kongenital Toxoplasma gondii. Retina adalah lokasi utama dari infeksi Toxoplasma gondii pada mata. Pada awalnya protozoa ini menyebabkan sebuah lesi fokal berwarna putih di retina yang dikelilingi dengan inflamasi. Lesi aktif yang disertai dengan inflamasi vitreous berat memiliki gambaran khas yaitu headlight in the fog. Koroid adalah yang selanjutnya mengalami inflamasi, tetapi lesi koroidal ini tidak akan muncul tanpa adanya infeksi retina terlebih dahulu. Kedua lesi ini berlainan dan dapat muncul dimana saja di retina dengan predileksi utama yaitu di area makula (58%). Predileksi ini dapat disebabkan oleh vaskularisasi pada area posterior yang paling awal muncul dibandingkan bagian lainnya di retina, atau karena vaskularisasi makula fetal yang unik yang mengandung end arteries. Biasanya, keadaan ini dapat sembuh sendiri dengan meninggalkan jaringan parut atrofi berwarna putih kekuning-kuningan dikelilingi hiperpigmentasi. Dikarenakan dapat sembuh sendiri, pada kelainan ini sering kali terlihat hanya jaringan parut saat bayi lahir, tapi bagaimanapun juga pada beberapa pasien lesi retinal ini dapat berkembang beberapa bulan hingga tahun setelah lahir. Lesi bilateral telah dipertimbangkan sebagai tanda dari sebuah penyakit kongenital, sedangkan pada penyakit infeksi yang diperoleh lebih banyak yang unilateral. (12) Terdapat dua bentuk toksoplasmosis dari cara penularannya(14)1. Bentuk kongenitalInfeksi terjadi in utero pada sepertiga bayi yang lahir dari ibu yang terjangkit toksoplasmosis sewaktu hamil, terutama selama trimester ketiga akan terkena. Parasit mencapai fetus melalui plasenta. Biasanya ibu tidak menunjukkan tanda-tanda toxoplasmosis yang jelas. Transmisi tranplasental Toxoplasma gondii meningkat ketika terjadi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan, akan tetapi penyakit yang diderita oleh janin akan lebih parah ketika infeksi terjadi pada trimester pertama. (8,14)2. Bentuk didapatParasit ini ditemukan pada darah, liur, urin dan kotoran binatang penjamu (host). Manusia dapat terkontaminasi dengan bahan yang mengandung parasit ini :a. Terutama melalui jalan napasb. Makanan yang kotor/mentah.Walaupun penularan lebih mudah terjadi tetapi hanya 1% populasi yang terinfeksi yang menunjukkan tanda-tanda korioretinitis. Kelainan pada mata biasanya unilateral. Toxoplasmosis didapat mengenai orang dewasa muda dan ditandai oleh malaise generalisata, limfadenopati, nyeri tenggorokan, dan hepatosplenomegali yang serupa dengan gejala pada mononukleosis infeksiosa. (14)

Diagnosis1. Gambaran klinisGejala subyektif berupa:a. Penurunan tajam penglihatan Lesi retinitis atau retinokoroiditis di daerah sentral retina yang disebut makula Terkenanya nervus optikus. Kekeruhan vitreus yang tebal. Edema retinab. Biasa tidak ditemukan rasa sakit, kecuali bila sudah timbul gejala lain yang menyertai yaitu iridosiklitis atau uveitis anterior yang juga disertai rasa silau. Pada keadaan ini ,mata menjadi merah.c. Floaters atau melihat bayangan-bayangan yang bergerak-gerak oleh adanya sel-sel debris dalam korpus vitreus.

Gejala obyektif berupa:a. Mata tampak tenang.b. Pada pemeriksaan oftalmoskop tampak gambaran sebagai berikut : Retinitis atau retinikoroiditis yang nekrotik. Lesi berupa fokus putih kekuningan yang soliter atau multipel, yang terletak terutama di polus posterior, tetapi dapat juga di bagian perifer retina. Papilitis atau edema papil. Kelainan vitreus atau vitritis. Pada vitritis yang ringan akan tampak sel-sel. Sering sekali vitritis begitu berat, sehingga visualisasi fundus okuli terganggu. Uveitis anterior atau iridosiklitis, dan skleritis Gejala ini dapat mengikuti kelainan pada segmen posterior mata yang mengalami serangan berulang yang berat.(13)

Gambar 3. Toxoplasmosis Okular pada Funduskopi.

Untuk mendapatkan diagnosis pasti dapat digunakan beberapa cara sebagai berikut :a. Pemeriksaan langsung tropozoit atau kistab. Isolasi parasitc. Biopsi kelenjard. Pemeriksaan serologie. Pemeriksaan radiologis

2. Pemeriksaan Serologis (9,13,14)a. Uji antibody fluoresens IgG (IgG IFA)Uji antibodi fluoresen IgG mengukur antibodi yang sama seperti pada uji pewarnaan, dan titernya cenderung parallel. Anti body ini biasanya tampak 1-2 minggu sesudah infeksi, mencapai titer tinggi (>1:1000) sesudah 6-8 minggu, dan kemudian menurun dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.b. Uji antibody fluoresens IgM ( IgM IFA )Uji antibodi fluoresens IgM berguna untuk diagnosis infeksi T. gondii akut pada anak yang lebih tua karena antibodi IgM tampak lebih awal ( sering pada 5 hari sesudah infeksi) dan menghilang lebih cepat dari pada antibody IgG. Baik uji IgG IFA maupun IgM IFA dapat menunjukan hasil positif palsu yang disebabkan oleh faktor rheumatoid.c. Reaksi rantai polymerase (PCR)Reaksi rantai polimerase digunakan untuk memperbesar DNA T. gondii, yang kemudian dapat di deteksi dengan menggunakan probe DNA. Pada pemeriksaan ini penderita korioretinitis akibat toksoplasmosis biasanya terdapat titer IgG yang rendah dan IgM yang negatif.3. Pemeriksaan RadiologisKalsifikasi serebral merupakan salah satu tanda toksoplasmosis kongenital. Gambaran ini dapat noduler atau linier. Pemeriksaan CT scan akan lebih jelas menunjukkan tingkat beratnya kerusakan terjadi.(14)

PenatalaksanaanToxoplamosis okular adalah penyakit yang berulang dan progresif yang memerlukan pemberian terapi multipel. Lesi kecil di perifer retina yang tidak disertai banyak sel-sel di dalam vitreus dapat dibiarkan tanpa pengobatan. (9)Pengobatan retinokoroiditis toksoplasmik dapat dimulai dengan serentak memberikan pirimetamin 25 mg per oral per hari, dan sulfadiazin 0,5 1 g per oral empat kali sehari selama 4 minggu. Dosis makan sebanyak 75 mg pirimetamin dan 2 g sulfadiazin diberikan pada awal pengobatan. Selain ini, pasien diberi 3 mg kalsium leukovorin per oral dua kali seminggu dan urin harus dijaga agar tetap alkalis dengan minum 1 sendok teh natrium bikarbonat setiap hari. Karena pirimetamin dapat menimbulkan depresi sum-sum tulang, fungsi hematopoetik harus dipantau.(9,13)Alternatif lain untuk menghadapi toxoplasmosis okular adalah pemberian clindamicin 300 mg per oral empat kali sehari, dengan trisulfapyrimidine, 0,5 1 g per oral empat kali sehari. Clindamicin dapat menimbulkan kolitis pseudomembranosa pada 10-15% pasien. (9)

Antibiotika lain yang ternyata efektif untuk toxoplasmosis okular adalah spiramycin dan minocyclin. Spiramycin khususnya berguna selama kehamilan. Pernah dianjurkan fotokoagulasi dan krioterapi, namun prosedur ablatif ini dapat mengakibatkan komplikasi seperti perdarahan retina atau ablasio retina. Membran-membran neovaskular tertentu yang disebabkan toksoplasmosis dapat dirawat dengan fotokoagulasi.(9)Uveitis anterior pada toxoplasmosis okular dapat diobati dengan tetes mata prednisolon 1 % tiga sampai empat kali sehari dan tetes mata homatropin 5 % dua kali sehari. Dapat ditambahkan timolol maleat (tetes mata 0,25%) jika tekanan intraokuler meningkat.(9) Suntikan steroid periokuler dikontraindikasikan. Kortikosteroid sistemik bersama obat antimikroba dapat diberikan untuk lesi radang yang mengancam penglihatan. Kortikosteroid jangan diberikan tanpa dukungan antimikroba secukupnya.(9,13)Tanpa terapi, korioretinitis sering kambuh. Keterlambatan diagnosis dengan terapi, hipoglikimia perinatal, hipoksia, hipotensi, infeksi pirau (shunt) berulang, dan gangguan penglihatan berat dihubungkan dengan prognosis yang lebih jelek pada bayi-bayi yang terinfeksi.(14)

B. RUBELLARubella telah menjadi perhatian khusus di bidang opthalmologis selama lebih dari 60 tahun. Pada tahun 1941, Gregg, seorang pakar ophthalmologi dari Australia melaporkan katarak pada 78 bayi, banyak diantaranya terkena penyakit jantung kongenital dan gangguan perkembangan. Sebagian besar ibu dari anak-anak ini terkena rubella saat awal kehamilan, dan kemudian Gregg menyimpulkan bahwa virus rubella lah yang menyebabkan kelainan-kelainan pada bayi tersebut, yang lalu disebut oleh Congenital Rubella Syndrome.(16)

Katarak RubellaCRS mengenai hampir seluruh struktur okular. Katarak rubella merupakan gejala okular yang paling sering ditemui. Virus memasuki lensa sebelum kapsul lensa tersebut dapat berkembang, yang mana sebenarnya lensa ini memiliki fungsi sebagai pertahanan terhadap virus tersebut di masa mendatang. Saat virus terperangkap di lensa, ia akan mengganggu metabolisme lensa dan menyebabkan perubahan-perubahan seperti katarak. Setelah lahir lensa akan berperan sebagai wadah dari virus tersebut, menyebabkan infeksi yang persisten, sehingga katarak dapat terus berkembang menjadi bentuk yang total. Virus dikatakan menetap pada lensa selama 3 sampai 4 tahun. Meskipun seringkali ditemukan bilateral, tapi katarak unilateral juga dapat ditemukan. (15)Hipoplasia pada iris dibuktikan dengan absennya kripta pada iris, tidak berkembangnya otot sfingter ditandai dengan pupil yang pinpoint dengan respon buruk terhadap midriatik yang berhubungan denga katarak rubella. Diagnosis dari sindrom rubella sendiri dapat ditegakkan dari klinis jika ditemukan katarak yang berhubungan dengan mikropthalmus, iris abnormal dengan atau tanpa corneal clouding. Corneal clouding terjadi akibat virus yang menginvasi endotel kornea yang sedang berkembang dan menyebabkan kekaburan atau clouding tersebut. Kekaburan ini diakibatkan oleh adanya respon inflamasi yang menyebabkan edema pada kornea yang disertai dengan keratitis interstisial yang ditandai dengan hilangnya membrane Descemet dan rusaknya sel-sel endothelial. Hal ini terkadang dapat menyebabkan edema permanen dan jaringan parut yang nantinya akan meningkatkan ketebalan kornea. (15)

Gambar 4. Katarak Rubella Kongenital

Glaukoma KongenitalGlaukoma kongenital merupakan keadaan yang jarang ditemukan pada rubella maternal. Glaukoma ini bisa dikarenakan gagalnya absorpsi ataupun karena kegagalan dari kanalis schlem untuk berdiferensiasi, dan seringkali dijumpai dengan mikropthalmus.(!5)

Retinopati RubellaRetinopati pada CRS dilaporkan sebanyak 13,3 hingga 61%. Penumpukan pigmen dapat dalam bermacam-macam bentuk, bisa seperti serbuk, butiran ataupun granular di seluruh retina, khususnya pada bagian posterior, atau seperti lesi hitam yang ukuran dan lokasinya menyerupai retinitis pigmentosa. Visus pada kelainan ini tidak terganggu oleh adanya perubahan dari pigmen dan retinopati ini tidak berkembang semakin parah. Retinopati ini dikatakan memiliki hubungan dengan gangguan pendengaran karena sama-sama mengenai sel pigmen. Gangguan pada pergerakkan (strabismus dan nistagmus) sering ditemukan dan banyak gangguan sensoris yang terjadi akibat kemungkinan besar adanya lesi organik di mata. Atrofi optik pada CRS dapat terjadi akibat sequel dari meningitis atau encephalitis.(15)

DiagnosisCRS mungkin dapat ditegakkan secara klinis, tapi CRS ini dikonfirmasi dengan tes- tes laboratorium, seperti: Kultur darah untuk mengisolasi virus rubella Menemukan antibodi IgM spesifik rubella Menemukan antibodi IgG spesifik rubella Deteksi RNA virus rubella dengan PCR Dan untuk tatalaksana, sayangnya, tatalaksana dengan antiviral atau agen-agen biologis tidak dapat mengurangi gejala klinis dari CRS ini. Terapi suportif dan pencegahan merupakan satu-satunya pilihan yang direkomendasi saat ini. Monitoring secara ketat pada 6 hingga 12 bulan pertama kehidupan juga sangat disarankan. Tindakan pencegahan termasuk vaksinasi, tes imunitas terhadap rubella pada wanita hamil dan konseling yang tepat untuk menghindari terpaparnya virus ini. (17)

C. CYTOMEGALOVIRUSRetinitis CMV sekarang dipercaya sebagai salah satu penyebab tunggal dari uveitis posterior di banyak negara di dunia. Infeksi okular CMV pada dasarnya adalah sebuah kelainan pada retina, meskipun telah diberitakan bahwa infeksi ini mengikutsertakan struktur lain dari mata. Retinitis CMV yang dalam masa penyembuhan menghasilkan jaringan parut difus di retina dan menyebabkan gangguan visus. Uveitis dan katarak dapat terjadi akibat komplikasi dan selanjutnya menyebabkan gangguan penglihatan. (15)Kelainan pada retina yang terjadi adalah korioretinitis, yang menghasilkan jaringan parut serupa dengan toxoplasmosis, tetapi disertai pigmentasi yang lebih nyata. Pada temuan histopatologi didapatkan banyak badan inklusi di retina dan sedikit di daerah koroid, disertai dengan korioretinitis yang meluas. Akumulasi dari badan inklusi di retina menyebabkan destruksi fokal dan menimbulkan perkembangan dari pseudocoloboma. Manifestasi okular lain termasuk mikropthalmus, katarak, keratitis dan atrofi optic. (15)Gambar 4. Aktif retinitis CMV (a), post retinitis CMV (b)

DiagnosisPada neonatus, kultur virus merupakan alat diagnostik utama, diagnosis maternal dapat juga ditegakkan dengan tes serologis. CMV kongenital didiagnosis jika ditemukan virus pada urin atau cairan tubuh lainnya didapatkan pertama kali dalam waktu 2 minggu pertama kehidupan. Setelah 2 minggu, hasil kultur positif dapat mengindikasikan infeksi perinatal. Darah lengkap dan fungsi hati dapat membantu. CT Scan kranial dan evaluasi optalmologik juga harus dilaksanakan. (18)

Tatalaksana dan PrognosisNeonatus dengan gejala klinis memiliki tingkat kematian sebesar 30 %. 70 hingga 90% yang selamat akan mengalami gangguan neurologis, seperti gangguan pendengaran, retardasi mental dan gangguan visual. Sebagai tambahan, 10% dari neonatus yang asimptomatik mengalami gejala-gejala neurologis sequel di kemudian hari. Tidak ada terapi spesifik untuk CMV kongenital ini. Ganciclovir menurunkan pertumbuhan virus pada neonatus dan mencegah kemunduran fungsi pendengaran pada usia 6 bulan. Tapi jika terapi dihentikan maka virus akan berkembang biak kembali, sedangkan pemakaian Ganciclovir sendiri memberikan efek depresi sumsum tulang jika dipakai dalam janga waktu panjang, maka dari itu terapi ini masih kontroversi. Prognosis untuk fungsi penglihatan sangat buruk akibat adanya CMV kongenital retinitis.(15)

D. HERPES SIMPLEX VIRUSHSV adalah salah satu anggota dari grup Herpes viridae dan memasuki tubuh host melalui penularan secara oral, genitalia atau mukosa konjungtiva. Penularan dapat juga terjadi melalui luka terbuka di kulit. Penyebaran dari virus ini pada akhirnya membebaskan virus tersebut mencapai akar ganglia dorsalis, dimana disana virus akan dorman selama seumur hidup sang host. Sebagai catatan, obat antivirus tidak dapat memberikan efek kepada virus yang telah laten, untuk itu infeksi virus ini bersifat seumur hidup.(19)Infeksi HSV kongenital seringkali ditemukan pada neonatus yang lahir dengan ibu dengan infeksi genital herpes simplex aktif. Tidak seperti Toxoplasmosis dan Rubella yang ditularkan dengan cara transplasenta kepada janin yang sedang berkembang, HSV biasanya ditularkan saat lahir akibat neonatus yang terpajan virus melalui jalan lahir. Dapat juga ditemukan akibat infeksi ascending dari ruptur membran, tapi hal ini lebih jarang.(15)Sekitar 45 persen dari neonatus yang terinfeksi oleh HSV mengalami kelainan pada kulit, mata dan mulut (SEM Skin, Eye and Mouth Disease). Hal ini dapat terlihat saat 2 hingga 6 minggu pertama kehidupan dan pada awalnya tampak seperti kelainan yang ringan, namun jika tidak ditindaklajuti akan berpengaruh ke sistem saraf pusat dan organ lain.(19) Tiga belas persen neonatus dengan infeksi HSV memiliki manifestasi pada mata. Segmen anteriorKeterlibatan mata yang paling sering dijumpai terdiri dari konjungtivitis folikular, blepharokonjungtivitis dengan vesikel pada kelopak mata dan keratitis. Mata berair, kotoran mata yang keluar terus menerus dan hasil tes fluorescein pada kornea yang menunjukkan lesi dendritic menunjukkan tanda khas HSV keratokonjungtivitis pada bayi baru lahir. Ulkus dendritik adalah tampilan klinis paling umum ditemukan pada HSV keratitis. (20) Terkadang dapat dijumpai uveitis dan katarak sekunder pada kasus-kasus yang tidak ditangani. Infeksi rekuren pada virus ini tidaklah jarang, hal ini dapat menghasilkan jaringan parut pada kornea dan gangguan visus permanen. (15)

Gambar 6 . Keratitis dendritik pada infeksi HSV

RetinaRetinitis, korioretinitis, jaringan parut pada korioretina dan gumpalan vitreous berwarna putih telah ditemukan pada kelainan ini. Perubahan pada fundus bermacam-macam dari atrofi epitel retina hingga atrofi dari optic disc, dan juga arteriol dan vena yang berliku-liku berlebihan. Korioretinitis membuat retina di bagian perifer mengalami jaringan parut. Rekurensi dari HSV di kemudian hari, dapat menjadikan jaringan parut ini nekrosis retina akut. (15)

Gambar 7. Atrofi dari epitel retinaDiagnosis HSV Isolasi dari kultur HSV Deteksi DNA dengan PCR assay Deteksi antigen spesifik HSV menggunakan immunofluorescence atau enzim immunoassayHasil yang negative dari tes-tes ini tidak menyingkirkan diagnosis dari infeksi HSV, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan EEG dan neuroimaging untuk skrining keterlibatan HSV pada otak.(21)

TatalaksanaUntuk penyebaran infeksi herpes, acyclovir merupakan obat pilihan, diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kg per hari untuk 10 hari hingga 4 minggu. Efek samping yang paling ditakuti adalah nefrotoksisitas, hepatotoksisitas dan supresi sum-sum tulang. Antivirus topikal (vidarabine, trifluorothymidine dan idoxuridine) digunakan untuk menangani keratitis.(15)

BAB IIIKESIMPULAN

Seluruh penyakit yang termasuk dalam infeksi TORCH memberikan manifestasi klinis pada mata dengan dominansi berbeda-beda. Toxoplasma paling sering menyebabkan korioretinitis, rubella paling sering menyebabkan katarak yang disertai beberapa gejala khas lainnya, CMV paling sering juga menyebabkan korioretinis namun dengan gambaran histopatologis yang berbeda dari Toxoplasma, dan herpes simplex paling sering menyebabkan keratitis dengan gambaran khas yaitu ulkus dendritik. Hampir seluruh manifestasi pada mata yang disebabkan oleh TORCH ini dapat berlanjut pada hal terburuk, yaitu kebutaan. Selain itu mayoritas kelainan juga terjadi pada bagian posterior mata sehingga dapat memberi gejala gangguan visus. Untuk infeksi TORCH sendiri, masih ada yang pengobatannya masih kontroversi seperti CMV, maka dari itu yang paling diutamakan dari infeksi TORCH ini adalah pencegahan. Skrining adanya antibodi terhadap infeksi-infeksi ini sangat dibutuhkan pada trimester awal kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Opthalmogy. Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2010.2. Riordan-Eva P. Anatomy and embryology of the eye. In: Riordan- Eva P, Whitcher JP, editors. Vaughan & asbury's general ophthalmology. 17th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2008. p. 1-27.3. Barishak YR, Spierer A. Embryology of the retina and developmental disorders. In: Hartnett ME, editor. Pediatric retina. 1st ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. p. 3-12.4. Eustis HS, Guthrie ME. Postnatal development. In: Wright KW, Spiegel PH, editors. Pediatric ophthalmology and strabismus. 2nd ed. New York: Springer; 2003. p. 39-53. 5. Guyton, C. Arthur dkk. 1997. Anatomi Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC6. Boyer SG and Boyer KM. Update on TORCH Infections in the Newborn Infant, Newborn and Infant Nurs. Rev. 2004; 4: 70- 80.7. Pizzo JD. Focus on Diagnosis: Congenital Infection, Ped. in Review 2011; 32: 537-542.8. Editorial: TORCH syndrome and TORCH screening. Lancet1990,335: l559-6l.9. Sidarta Ilyas, G.D, Asbury T, Riordan,P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Penerbit Widya Medika. Jakarta: 2000. Hal 162-163,335.10. Sidarta Ilyas, dkk. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, cetakan 2, 2000.11. Widjana, Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal, cetakan 6, 1993.12. Johns, K,J et al. Basic and Clinical Science Course: Retina and Vitreous; Focal and Diffuse Chorioretinal Inflammation. United States: American Academy Of Ophthalmology. 2008.13. Suhardjo, Utomo PT, Agni AN. 2003. Clinical Manifestations of Ocular Toxoplasmosis in Yogyakarta, Indonesia: Clinical Review of 173 Cases. Volume 34 No.2, available from http://www.erfilts.multiply.com.journalitem43-19k diakses tanggal 23 Maret 201514. Gandahusada S, Diagnosis dan Tatalaksana Penanganan Toksoplasmosis, Jakarta: 1998.15. Deka Deepika, Congenital Intrauterine Infection, New Delhi: Jaypee Brothers Publisher, 2011. 16. Gregg NMCA: Congenital cataract following German measles in the mother. Trans Ophthalmol Soc Aust 1941,3: 35.17. Remington, Klein, Wilson, Nizet, Maldonado. Infectious Diseases of the Fetus and Newborn Infant. Philadelphia.:Elsevier Saunders.18. Ratnayake PR. Infectious Comorbidities Encountered in Obstetrics and Neonatology. Neonatal TORCH Infections. USA: OMICS book publishing, 2011.19. Vasileiadis GT, Roukema HW, Romano W, Walton JC, Gagnon R Intrauterine herpes simplex infection. Am J Perinatol 20: 55-58. 2013.20. Wilhelmus KR. Diagnosis and management of herpes simplex stromal keratitis. Cornea. 1987;6(4):286-91.21. Mahnert N, Roberts SW, Laibl VR, Sheffield JS, Wendel GD Jr. The incidence of neonatal herpes infection. Am J Obstet Gynecol 196: 55-56. 2007.

1