23
BAB I PENDAHULUAN Sejak diperkenalkannya chlorpromazine (obat antipsikotik pertama) sudah jelas terlihat bahwa terdapat sejumlah besar pasien penderita skizofrenia yang resisten terhadap pengobatan. Diperkirakan bahwa antara 20% dan 60% dari pasien penderita skizofrenia yang mengalami resisten terhadap pengobatan. 1,2 Hubungan antara skizofrenia resisten-obat dan skizofrenia merespon-obat tidak sepenuhnya berbeda secara jelas. Tidak ada psikopatologi skizofrenia tertentu yang secara khusus menunjukkan penyakit tersebut resisten-obat. Brenner dan Merlo menunjukkan bahwa skizofrenia resisten-obat dipertimbangkan pada salah satu akhir spektrum respon obat antipsikotik tidak secara jelas dibedakan dari skizofrenia yang merespon-obat. Namun, pasien dengan skizofrenia resisten-obat cenderung memiliki gejala negatif yang menonjol dan gejala kognitif dan psikopatologi lebih parah dibandingkan pasien yang kondisinya merespon terhadap obat antipsikotik. 3 1

Referat Skizofrenia Resisten Obat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ilmu kesehatan jiwa

Citation preview

BAB IPENDAHULUANSejak diperkenalkannya chlorpromazine (obat antipsikotik pertama) sudah jelas terlihat bahwa terdapat sejumlah besar pasien penderita skizofrenia yang resisten terhadap pengobatan. Diperkirakan bahwa antara 20% dan 60% dari pasien penderita skizofrenia yang mengalami resisten terhadap pengobatan.1,2Hubungan antara skizofrenia resisten-obat dan skizofrenia merespon-obat tidak sepenuhnya berbeda secara jelas. Tidak ada psikopatologi skizofrenia tertentu yang secara khusus menunjukkan penyakit tersebut resisten-obat. Brenner dan Merlo menunjukkan bahwa skizofrenia resisten-obat dipertimbangkan pada salah satu akhir spektrum respon obat antipsikotik tidak secara jelas dibedakan dari skizofrenia yang merespon-obat. Namun, pasien dengan skizofrenia resisten-obat cenderung memiliki gejala negatif yang menonjol dan gejala kognitif dan psikopatologi lebih parah dibandingkan pasien yang kondisinya merespon terhadap obat antipsikotik.3Berbagai faktor dapat bertanggung jawab terhadap resistensi pengobatan yang terlihat, yang dapat dibingungkan dengan resistensi pengobatan yang sebenarnya. Sejumlah besar pasien mengalami skizofrenia yang tidak merespon terhadap pengobatan karena pengobatan farmakologis, psikologis, dan psikososial yang tidak memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan resistensi pengobatan -yang sebagian besar dapat diobati- perlu diidentifikasi secara agresif dan dikoreksi secara aktif untuk meningkatkan efektivitas terapi.2,3Prevalensi resistensi pengobatan sulit untuk ditentukan mengingat kurangnya kesepakatan dalam mendefinisikan istilah ini. Telah diperkirakan bahwa 20% -45% dari orang dengan skizofrenia dengan durasi lebih dari dua tahun hanya sebagian yang responsif terhadap obat antipsikotik, dan 5% -10% dari pasien tidak memperoleh manfaat sama sekali. Namun, angka-angka ini mencerminkan hasil pengobatan dengan antipsikotik ("tipikal") generasi pertama (FGA). Dengan telah tersedianya antipsikotik ("atipikal") generasi kedua (SGA) sekarang ini, kita perlu mempertimbangkan kembali pengobatan skizofrenia yang tidak merespon terhadap obat.4

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 SKIZOFRENIA RESISTEN OBATMeskipun telah ada kemajuan terbaru dalam obat antipsikotik, masih ada proporsi signifikan dari pasien yang tidak merespon terhadap intervensi farmakologis manapun. Pasien tersebut biasanya disebut dengan resisten-obat, meskipun hanya sedikit konsensus yang dilakukan mengenai definisi dari istilah tersebut.2,4Istilah resistensi-obat (treatment resistance) terutama digunakan terhadap pasien yang positif mengalami gejala skizofrenia (termasuk delusi dan halusinasi) yang tidak merespon terhadap pengobatan. Fokus terhadap gejala positif terutama muncul karena domain lainnya tidak dikenal atau dipahami dengan baik secara klinis (misalnya, gejala kognitif), atau dianggap tidak responsif terhadap pengobatan (misalnya, gejala negatif seperti amotivasi, apatis, penarikan sosial, afek tumpul dan kurang berbicara). Dengan demikian, pengobatan farmakologi untuk psikosis terutama dievaluasi pengaruhnya terhadap gejala positif, fokus yang sempit mungkin mengabaikan hasil penting lainnya seperti integrasi masyarakat, kualitas hidup atau kembali ke pekerjaan yang berguna.2,4Sejak diperkenalkannya chlorpromazine (obat antipsikotik pertama) sudah jelas terlihat bahwa terdapat sejumlah besar pasien penderita skizofrenia yang resisten terhadap pengobatan. Diperkirakan bahwa antara 20% dan 60% dari pasien penderita skizofrenia yang mengalami resisten terhadap pengobatan.1,2Hubungan antara skizofrenia resisten-obat dan skizofrenia merespon-obat tidak sepenuhnya berbeda secara jelas. Tidak ada psikopatologi skizofrenia tertentu yang secara khusus menunjukkan penyakit tersebut resisten-obat. Brenner dan Merlo menunjukkan bahwa skizofrenia resisten-obat dipertimbangkan pada salah satu akhir spektrum respon obat antipsikotik tidak secara jelas dibedakan dari skizofrenia yang merespon-obat. Namun, pasien dengan skizofrenia resisten-obat cenderung memiliki gejala negatif yang menonjol dan gejala kognitif dan psikopatologi lebih parah dibandingkan pasien yang kondisinya merespon terhadap obat antipsikotik.3Kronisitas penyakit sering sulit ditentukan pada skizofrenia resisten-obat. Skizofrenia merupakan gangguan kronis yang berkembang menjadi berbagai tingkat kerusakan klinis adanya tanpa remisi berkelanjutan atau pemulihan penuh. Berbeda dengan skizofrenia resisten-obat, kronisitasnya dikaitkan dengan respon yang baik terhadap terapi obat, di mana fitur skizofrenia sebagian besar dapat dikontrol kontrol selama 6 bulan atau lebih atau ada pemulihan parsial ke tingkat fungsional premorbid.4,5

2.2 Mengidentifikasi Resistensi ObatMeskipun tidak ada kriteria yang diterima secara universal, suatu konvensi umum menunjukkan bahwa pengobatan yang memadai membutuhkan durasi 4 sampai 10 minggu, dosisnya setara dengan klorpromazin 1000 mg/hari, dan dicoba berikan obat antipsikotik 2 sampai 3 kelas yang berbeda.6Tabel 1 menunjukkan dosis pemberian antipsikotik atipikal yang disarankan berdasarkan perbandingan efikasi baru-baru ini.7

Pedoman dari American Psychiatric Association, Schizophrenia Patient Outcomes Research Team, dan Texas Medication Algorithm Project telah menunjukkan bahwa manajemen skizofrenia resisten-obat relevan untuk praktek klinis. Pedoman pengobatan saat ini merekomendasikan 2 atau lebih percobaan pengobatan antipsikotik atipikal pada dosis yang memadai. Antipsikotik tipikal dapat digunakan selama 4 sampai 6 minggu untuk menskrining skizofrenia resisten-obat, setelah dapat dipertimbangkannya pengobatan dengan clozapine.6The International Psychopharmacology Algoritma Project (IPAP) mengusulkan skrining berbasis penilaian klinis praktis untuk pengobatan skizofrenia resisten-obat (Tabel 2).

Respon yang memadai terhadap pengobatan telah didefinisikan ada setidaknya penurunan sebesar 20% pada gejala yang diukur dengan skala penilaian. Kane dkk mempersempit definisi skizofrenia resisten-obat untuk mengidentifikasi kelompok pasien yang lebih homogen (Tabel 3). Studi mereka menunjukkan bahwa clozapine paling efektif untuk skizofrenia resisten-obat.

Variasi pada kriteria Kane telah digunakan dalam penelitian dan praktek selama 2 dekade terakhir. Semuanya mencakup 3 elemen umum, yaitu:1,6 Riwayat resistensi pengobatan Gejala yang parah saat ini Resistensi terhadap obat antipsikotik saat ini Berbagai faktor dapat bertanggung jawab terhadap resistensi pengobatan yang terlihat, yang dapat dibingungkan dengan resistensi pengobatan yang sebenarnya. Sejumlah besar pasien mengalami skizofrenia yang tidak merespon terhadap pengobatan karena pengobatan farmakologis, psikologis, dan psikososial yang tidak memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan resistensi pengobatan -yang sebagian besar dapat diobati- perlu diidentifikasi secara agresif dan dikoreksi secara aktif untuk meningkatkan efektivitas terapi.6Kepatuhan pengobatan yang buruk adalah faktor yang paling penting dalam hal ini. Ketidakpatuhan minum obat secara konsisten dikaitkan dengan kejadian efek samping, kurangnya insight, dan kurangnya aliansi terapeutik. Komorbiditas kejiwaan, gangguan fisik, dan dukungan sosial yang tidak memadai juga menjadi faktor penting yang dapat menyebabkan tidak memadainya pengobatan.7,8Analisis klinis menunjukkan bahwa pasien dengan skizofrenia resisten-obat lebih cenderung berjenis kelamin laki-laki, memiliki onset penyakit yang lebih awak (berusia di bawah 20 tahun), lebih sering dirawat inap akibat gangguan kejiwaan dan episode psikotik, periode remisi yang sedikit, durasi psikosis tidak diobati yang lebih lama, dan riwayat penyalahgunaan zat.11Karena gejala kognitif dan gejala negatif tidak merespon secara memadai terhadap obat antipsikotik, respon keseluruhan untuk obat-obat ini sangat memberi perubahan pada gejala positif. Namun, pasien dengan skizofrenia resisten-obat sering memiliki gejala negatif yang terus-menerus dan gangguan kognitif yang menonjol. Oleh karena itu, IPAP membagi skizofrenia resisten-obat ke dalam 2 bentuk: Skizofrenia Kraepelinian dengan kerusakan kognitif persisten dan parah Skizofrenia defisit dengan gejala negatif utama yang menonjol Di antara penemuan neurobiologis pada skizofrenia resisten-obat, jenis yang berasal dari studi pencitraan otak telah menjadi yang paling menonjol. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara ventrikel dan pembesaran sulkus. Tidak ada kelainan struktural tertentu dari otak yang berkorelasi erat dengan respon yang buruk terhadap obat antipsikotik.1,2,6

2.3 Penatalaksanaan Skizofrenia Resisten ObatManajemen yang efektif terhadap skizofrenia resisten-obat telah menjadi tantangan sejak lama. Pada tahun 1988, Kane dkk menunjukkan bahwa clozapine dapat efektif dalam skizofrenia resisten-obat. Sejak saat itu, antipsikotik atipikal telah hampir digantikan antipsikotik tipikal. Tinjauan, meta-analisis, dan uji coba jangka panjang praktis jelas menunjukkan bahwa clozapine adalah obat yang paling efektif dalam pengobatan skizofrenia resisten-obat.6,11Baru-baru ini, IPAP mengusulkan sebuah algoritma sebagai pedoman praktis untuk pengobatan skizofrenia resisten-obat. Temuan dari penelitian double-blind open-label dan studi praktis menunjukkan bahwa clozapine lebih efektif dibandingkan dengan antipsikotik atipikal untuk skizofrenia resisten-obat. Meta-analisis dan tinjauan komprehensif menyimpulkan bahwa clozapine lebih efektif daripada antipsikotik tipikal untuk pengobatan gejala positif dan negatif. Meskipun tidak semua studi secara tegas mengkonfirmasi kemanjuran dan keunggulan clozapine, penelitian praktis jangka panjang telah melaporkan bahwa obat ini dapat mengurangi psikopatologi, meningkatkan kualitas hidup, dan berhubungan dengan tingkat penghentian obat yang lebih rendah.6,11Atas dasar dari meta-analisis, Cochrane Center telah menyimpulkan bahwa clozapine jelas lebih efektif untuk meningkatkan gejala psikotik positif aktif daripada antipsikotik atipikal maupun tipikal. Namun, tidak jelasapakah clozapine lebih efektif dalam mengobati gejala negatif dan meningkatkan hasil jangka panjang.2,3,6Sejumlah percobaan double-blind telah menemukan bahwa antipsikotik atipikal lebih unggul daripada antipsikotik tipikal, terutama untuk pengobatan gejala positif. Penelitian juga menunjukkan bahwa adanya keberhasilan yang bervariasi pada pemberian antipsikotik atipikal. Misalnya, olanzapine dan risperidone lebih unggul daripada antipsikotik atipikal lainnya dalam keberhasilan klinisnya terhadap gejala positif. Data ini menunjukkan bahwa antipsikotik atipikal adalah kelompok heterogen, dan tingkat keberhasilan dan efek sampingnya dapat bervariasi. Menariknya, meta-analisis baru-baru ini melaporkan bahwa hanya beberapa antipsikotik atipikal --seperti clozapine, amisulpride, olanzapine, dan risperidone yang lebih efektif dibandingkan antipsikotik tipikal.6,12Penelitian Clinical Antipsychotic Trials of Intervention Effectiveness (CATIE) menunjukkan bahwa perphenazine hampir sama efektifnya dengan olanzapine dalam hal waktu penghentian, dan perphenazine berhubungan dengan efek samping metabolik yang lebih sedikit. Sebuah studi tindak lanjut yang dilakukan baru-baru ini juga melaporkan bahwa walaupun perphenazine tidak berbeda dari antipsikotik atipikal pada tingkat kualitas hidup, khasiat, dan efek samping, biaya perawatan kesehatan dengan obat ini yang lebih rendah secara keseluruhan.13Umumnya telah disepakati bahwa antipsikotik atipikal bisa lebih baik dibanding antipsikotik tipikal dengan sedikit risiko sindrom ekstrapiramidal atau tardive dyskinesia. Namun, dengan catatan bahwa sebagian besar penelitian telah membandingkan antipsikotik atipikal dengan haloperidol dengan asumsi bahwa potensi antipsikotik tipikal tinggi dan rendah memiliki khasiat yang sama dan bahwa antipsikotik atipikal yang pasti lebih efektif daripada antipsikotik tipikal. Namun, peningkatan jumlah studi menunjukkan bahwa antipsikotik atipikal mungkin secara kategoris tidak berbeda dari antipsikotik tipikal, dan bahwa kegagalan untuk mengapresiasi hal ini dapat menyebabkan keputusan klinis yang suboptimal. Suatu kumpulan bukti menunjukkan bahwa kedua antipsikotik atipikal dan antipsikotik tipikal terlihat heterogen dalam efikasi, efek samping, dan profil farmakologisnya.2,6

2.4 Pengobatan Skizofrenia yang Resisten terhadap Clozapine Meskipun clozapine dianggap sebagai farmakoterapi standar dan yang terakhir dalam pengelolaan skizofrenia resisten-obat, 40% sampai 70% dari pasien skizofrenia resisten-obat gagal untuk merespon pengobatan dengan clozapine. Karakteristik dari skizofrenia resisten-clozapine termasuk gejala psikotik aktif yang persisten meskipun diberikan dosis harian 300-900 mg selama 8 minggu sampai 6 bulan, dengan kadar obat plasma dari 350 ng/mL atau lebih tinggi. Pasien yang mengalami hal ini telah lama bermasalah dalam perawatan klinis karena tidak ada strategi terapi lainnya yang terbukti efektif.6,8Sejak munculnya clozapine sebagai prototipe antipsikotik atipikal, telah dilakukan berbagai upaya untuk menggambarkan prediktor klinis dan biologis respon terhadap obat ini. Di antara hasil yang bertentangan , beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai prediktor respon yang potensial. Hal ini termasuk gejala klinis yang parah, tingkat fungsional yang lebih tinggi sebelum timbulnya skizofrenia, rendahnya kadar asam homovanillic dan asam 5- hidroksiindolasetat di dalam cairan serebrospinal, berkurangnya metabolisme pada korteks prefrontal, berkurangnya volume kaudatus, dan peningkatan P50 gating di interval Prepulse 500-ms. Namun, tidak satupun dari faktor-faktor ini konsisten atau spesifik sebagai prediktor respon clozapine.14Kadar clozapine plasma dari 350 sampai 500 ng/mL berkorelasi dengan respon terapi yang menguntungkan. Kadar plasma ini sesuai dengan dosis 150-800 mg/hari. Meskipun tidak jelas apakah clozapine memiliki jendela terapeutik, kadar obat plasma yang lebih tinggi dapat mengurangi perbaikan klinis dan meningkatkan risiko efek samping.14,15Penambahan suatu antipsikotik atipikal untuk clozapine telah digunakan secara luas dalam pengobatan skizofrenia resisten-clozapine. Studi double blind dan open-label telah menunjukkan bahwa menambahkan risperidone atau sulpiride pada clozapine dapat mengurangi gejala klinis schizophrenia. Kombinasi penelitian, laporan kasus, dan studi tindak lanjut tentang menambah clozapine dengan olanzapine, ziprasidone, quetiapine masih terbatas dan masih tahap awal.6Efektivitas yang sebenarnya dari terapi augmentasi masih tidak meyakinkan. Dengan demikian augmentasi clozapine dan obat antipsikotik membutuhkan penilaian yang hati-hati terhadap tolerabilitas, efek samping, potensi keuntungan, dan riwayat respon terhadap antipsikotik tersebut.6Strategi untuk beralih dari clozapine terhadap obat antipsikotik lain mungkin perlu dipertimbangkan ketika augmentasi gagal, ketika efek samping dari clozapine tidak dapat ditoleransi, atau ketika pengobatan menjadi beban ekonomi. Penelitian open-label dan laporan kasus telah melaporkan bahwa pada beberapa pasien, skizofrenia resisten-clozapine merespon baik terhadap olanzapine. Sudi kasus follow-up telah menunjukkan respon parsial untuk risperidone pada pasien yang sudah memakai clozapine. Jadi, pengalihan dari clozapine ke antipsikotik atipikal termasuk olanzapine atau risperidone bisa menjadi pilihan yang menguntungkan.1,6Hasil studi yang dilakukan oleh Kho dkk menunjukkan bahwa terapi electroconvulsive (ECT) yang ditambahkan pada terapi clozapine dapat memperbaiki gejala positif dan negatif pada skizofrenia. Meskipun beberapa studi yang melibatkan pasien skizofrenia yang kondisinya tidak resisten terhadap terapi clozapine, secara umum studi tersebut menunjukkan bahwa ECT dapat menjadi strategi augmentasi yang berguna.6

BAB IIIKESIMPULAN

Diperkirakan bahwa antara 20% dan 60% dari pasien penderita skizofrenia yang mengalami resisten terhadap pengobatan. Hubungan antara skizofrenia resisten-obat dan skizofrenia merespon-obat tidak sepenuhnya berbeda secara jelas. Tidak ada psikopatologi skizofrenia tertentu yang secara khusus menunjukkan penyakit tersebut resisten-obat.Berbagai faktor dapat bertanggung jawab terhadap resistensi pengobatan yang terlihat, yang dapat dibingungkan dengan resistensi pengobatan yang sebenarnya. Sejumlah besar pasien mengalami skizofrenia yang tidak merespon terhadap pengobatan karena pengobatan farmakologis, psikologis, dan psikososial yang tidak memadai.Manajemen yang efektif terhadap skizofrenia resisten-obat telah menjadi tantangan sejak lama. Sejak 1988, antipsikotik atipikal telah hampir digantikan antipsikotik tipikal. Tinjauan, meta-analisis, dan uji coba jangka panjang praktis jelas menunjukkan bahwa clozapine adalah obat yang paling efektif dalam pengobatan skizofrenia resisten-obat.

DAFTAR PUSTAKA1. Miller A, McEvoy J, Jeste D, et al. Treatment of chronic schizophrenia. In: Lieberman J, Stroup TS, Perkins D, eds. Textbook of Schizophrenia. Washington, DC: American Psychiatric Publishing; 2006:365-381.2. Meltzer H, Kostacoglu A. Treatment-resistant schizophrenia. In: Lieberman J, Murray R, eds. Comprehensive Care of Schizophrenia: A Textbook of Clinical Management. London: Martin Dunitz; 2001:181-203.3. Andreasen NC, Carpenter WT Jr, Kane JM, et al. Remission in schizophrenia: proposed criteria and rationale for consensus. Am J Psychiatry. 2005;162:441-449.4. Pantelis C, Lambert TJ. Managing patients with treatment-resistant schizophrenia. Med J Aust. 2003;178(suppl):S62-S66.5. Elkis H. Treatment-resistant schizophrenia. Psychiatr Clin North Am. 2007;30:511-533.6. Shim SS. 2009. Treatment-Resistant Schizophrenia. Diakses dari http://www.psychiatrictimes.com/schizophrenia/treatment-resistant-schizophrenia. Tanggal akses 7 Desember 2013.7. Kane JM, Marder SR, Schooler NR, et al. Clozapine and haloperidol in moderately refractory schizophrenia: a 6-month and double-blind comparison. Arch Gen Psychiatry. 2001;58:965-972.8. Kinon BJ, Ahl J, Stauffer VL, et al. Dose response and atypical antipsychotics in schizophrenia [published correction appears in CNS Drugs. 2004;18:1052]. CNS Drugs. 2004;18:597-616.9. Lehman AF, Lieberman JA, Dixon LB, et al; American Psychiatric Association; Steering Committee on Practice Guidelines. Practice guideline for the treatment of patients with schizophrenia, second edition. Am J Psychiatry. 2004;161(2 suppl):1-56.10. Miller AL, Hall CS, Buchanan RW, et al. The Texas Medication Algorithm Project antipsychotic algorithm for schizophrenia: 2003 update. J Clin Psychiatry. 2004;65:500-508.11. Lindenmayer JP. Treatment refractory schizophrenia. Psychiatr Q. 2000;71:373-384.12. Kane JM, Marder SR, Schooler NR, et al. Clozapine and haloperidol in moderately refractory schizophrenia: a 6-month and double-blind comparison. Arch Gen Psychiatry. 2001;58:965-972.13. Rosenheck RA, Leslie DL, Sindelar J, et al; CATIE Study Investigators. Cost-effectiveness of second-generation antipsychotgics and perphenazine in a randomized trial of treatment for chronic schizophrenia. Am J Psychiatry. 2006;163:2080-2089. 14. Chung C, Remington G. Predictors and markers of clozapine response. Psychopharmacology (Berl). 2005;179:317-335. 15. Schulte P. What is an adequate trial with clozapine? Therapeutic drug monitoring and time to response in treatment-refractory schizophrenia. Clin Pharmacokinet. 2003;42:607-618.2