35
1 A. Definisi Penyakit Hischsprung adalah kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak adanya ganglion di pleksus myenterikus (Auerbach’s) dan pleksus submukosa (Meissner’s) dalam lapisan dinding usus, mulai dari sfingter ani ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi. Tujuh puluh sampai delapan puluh persen terbatas di daerah rektosigmoid, 10% sampai seluruh kolon dan sekitar 5% kurang dapat mengenai seluruh usus sampai pylorus. Insiden penyakit ini diperkirakan satu diantara 5000-10.000 kelahiran. Laki-laki lebih sering dijumpai daripada wanita. 1,2 Penyakit Hirschsprung juga disebut dengan aganglionik megakolon kongenital yang dimana penyakit ini merupakan salah satu penyebab paling umum dari obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari). 3 B. Anatomi dan Fisiologi Usus Besar Panjang dari usus besar adalah dari katup ileocecal sampai dengan anus. Usus besar dibagi secara anatomi dan fungsional menjadi kolon, rektum dan saluran anal/ anal canal. Dinding dari kolon dan rektum terdiri dari lima lapisan yang berbeda yakni : mukosa, submukosa, otot sirkular interna,

Referat penyakit Hirschsprung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

-----

Citation preview

Page 1: Referat penyakit Hirschsprung

1

A. Definisi

Penyakit Hischsprung adalah kelainan kongenital yang ditandai

dengan tidak adanya ganglion di pleksus myenterikus (Auerbach’s) dan

pleksus submukosa (Meissner’s) dalam lapisan dinding usus, mulai dari

sfingter ani ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi. Tujuh puluh

sampai delapan puluh persen terbatas di daerah rektosigmoid, 10% sampai

seluruh kolon dan sekitar 5% kurang dapat mengenai seluruh usus sampai

pylorus. Insiden penyakit ini diperkirakan satu diantara 5000-10.000

kelahiran. Laki-laki lebih sering dijumpai daripada wanita. 1,2

Penyakit Hirschsprung juga disebut dengan aganglionik megakolon

kongenital yang dimana penyakit ini merupakan salah satu penyebab paling

umum dari obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari).3

B. Anatomi dan Fisiologi Usus Besar

Panjang dari usus besar adalah dari katup ileocecal sampai dengan

anus. Usus besar dibagi secara anatomi dan fungsional menjadi kolon, rektum

dan saluran anal/ anal canal. Dinding dari kolon dan rektum terdiri dari lima

lapisan yang berbeda yakni : mukosa, submukosa, otot sirkular interna, otot

longitudinal eksterna dan serosa. Di dalam kolon, otot longitudinal eksterna

dipisah menjadi tiga teniae coli, bagian proksimalnya berkumpul pada

appendiks dan bagian distal pada rektum, dimana lapisan otot longitudinal

eksterna ini melingkar. Dalam rectum bagian distal, lapisan otot polos dalam

bersatu membentuk sfingter anal internal. Kolon intraperitoneal dan 1/3

proksimal dari rectum dibungkus oleh serosa, bagian tengah dan bawah

rectum serosanya kurang.4

Page 2: Referat penyakit Hirschsprung

2

Gambar 1. Letak Anatomis Usus Besar dalam Rongga Abdomen

Kolon merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5

kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani, diameter

usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5

inci (sekitar 6,5 cm, tetapi makin dekat ke anus diameternya semakin kecil.

Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung

sekum. Sekum menepati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar.

Katup ilosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Sekum adalah

bagian usus besar dengan diameter terluas (biasanya 7,5-8,5 cm) dan memiliki

dinding otot tipis. Akibatnya, sekum yang paling rentan terhadap perforasi dan

paling rentan terhadap obstruksi. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens,

transversum, desendens, dan  sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk

belokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut

dinamakan fleksura hepatica dan fleksura lienalis. Kolon asendens biasanya

terfiksasi di retroperitoneum. Fleksura hepatica menandai transisi ke kolon

Page 3: Referat penyakit Hirschsprung

3

transversum. Kolon transversum intraperitoneal relatif mobile, namun

ditambatkan oleh ligament gastrokolik dan mesenterium usus. Omentum

mayor melekat pada anterior/ tepi superior kolon transversum. Penambahan

ini menjelaskan karakteristik triangular appearance dari kolon transversa yang

diamati selama kolonoskopi. Fleksura lienalis menandai transisi dari kolon

transversum ke kolon desendens. Penambahan fleksura lienalis dan limpa

(ligament lienocolic) bisa pendek dan padat, membuat pergerakan dari

fleksura ini lentur selama kolektomi. Kolon desendens relatif terfiksasi di

retroperitoneum.1,4,5,6

Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu

lekukan berbentuk-S. lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon

sigmoid bersatu dengan rectum, yang menjelaskan alasan anatomis

meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi enema. Kolon sigmoid adalah

bagian tersempit dari usus besar dan sangat mobile. Meskipun kolon sigmoid

biasanya berada di kuadran kiri bawah, pergerakan dapat mengakibatkan

sebagian dari kolon sigmoid berada dalam kuadran kanan bawah. Pergerakan

ini menjelaskan mengapa vovulus paling sering terjadi pada kolon sigmoid

dan mengapa penyakit yang mempengaruhi kolon sigmoid seperti

diverticulitis mungkin kadang-kadang dihadirkan sebagai nyeri perut bagian

kanan. Ukuran sempit dari kolon sigmoid membuat segmen usus besar ini

yang paling rentan terhadap obstruksi. Satu inci terakhir dari rectum

dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfinter ani eksternus dan internus.

Panjang rectum dan kanalis ani sekitar (5,9 inci (15 cm).4

Page 4: Referat penyakit Hirschsprung

4

Gambar 2. Ileum terminal dan Usus Besar

Usus besar memiliki lapisan morfologik seperti  juga bagian usus

lainnya. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul

dalam tiga pita yang dinamakan teniae coli. Panjang tenia lebih pendek

daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan terkerut membentuk

kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra. Pendises eipploika adalah

kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang

teniae. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa

usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kriptus Lieberkuhn

(kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel

goblet daripada usus halus.1,5,6

Page 5: Referat penyakit Hirschsprung

5

Gambar 3. Struktur Makroskopis Usus Besar

Pasokan arteri ke kolon sangat bervariasi. Secara umum, cabang-

cabang arteri mesenterika superior ke arteri ileocolic, yang memasok aliran

darah ke ileum terminal dan proksimal kolon ascenden; arteri colic dextra,

yang mensuplai kolon ascenden; dan arteri colic media, yang mensuplai kolon

transversum. Cabang dari arteri mesenterika inferior ke dalam arteri colic kiri,

yang mensuplai kolon descenden; beberapa cabang sigmoidal yang mensuplai

kolon sigmoid; dan arteri rectal superior yang mensuplai proksimal rektum.

Suplai darah tambahan untuk rektum adalah melalui arteri sakralis media dan

arteri hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka

interna dan aorta abdominalis. Kecuali untuk vena mesenterika inferior, vena-

vena dari kolon menyertai arteri-arteri yang sesuai dan menunjang terminologi

yang sama. Vena mesenterika inferior naik ke retroperitoneal di otot psoas dan

berlanjut ke posterior pankreas untuk bergabung dengan vena splenika.

Selama kolektomi, vena ini sering dimobilisasi secara independen dan diligasi

pada tepi inferior dari pankreas.4,7

Page 6: Referat penyakit Hirschsprung

6

Gambar 4. Suplai darah arteri ke kolon

Gambar 5. Drainase vena dari kolon

Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom dengan

perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Serabut

parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum,

Page 7: Referat penyakit Hirschsprung

7

dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai bagian distal.

Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus

untuk mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan

sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum,  sedangkan

perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Sistem saraf

autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : (1) Pleksus Auerbach :

terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal, (2) Pleksus Henle :

terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler, (3) Pleksus Meissner : terletak

di sub-mukosa. Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai

ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.

Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan

inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi,

sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile.

Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian

anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal)

adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus

yang lebih proximal; dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan internal)

serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar.

Page 8: Referat penyakit Hirschsprung

8

Gambar 6. Struktur Anatomis Rektum

Gambar 7. Lapisan kanalis anal

Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf

simpatis (N.hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut

saraf parasimpatis (N.splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua

jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus

levator ani dipersarafi oleh N.sakralis III dan IV. Nervus pudendalis

mempersarafi sphincter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak

mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh

N.splanknikus (parasimpatis). Akibatnya kontinensia sepenuhnya dipengaruhi

oleh N.pudendalis dan N.splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).7

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi

mukus serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700

- 1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang

dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan,

minum, atau menelan ludah. Oksigen dan karbondioksida di dalamnya di

serap di usus, sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari

peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500

ml sehari. Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat

obstruksi usus gas tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi.7

Page 9: Referat penyakit Hirschsprung

9

C. Etiologi dan Patofisiologi

Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal

bagian atas dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke

kaudal. Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di

suatu tempat dan tidak mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut gagal

bermigrasi ke dalam dinding usus dan berkembang ke arah kraniokaudal di

dalam dinding usus.8 Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab

terjadinya penyakit Hirschsprung. Mutasi pada Ret proto-onkogen telah

dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung.

Gen lain yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel

neurotrofik glial yang diturunkan dari faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan

gen endothelin -3.9

Gambar 8. Dilatasi kolon akibat tidak ditemukannya sel saraf pada bagian akhir usus

Pleksus Myenterik (Auerbach) dan Pleksus Submukosal (Meissner)

Istilah megakolon aganglionik menggambarkan adanya kerusakan

primer dengan tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada

pleksus submukosa (Meissner) dan myenterik (Auerbach) pada satu segmen

kolon atau lebih. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak

adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik), yang menyebabkan akumulasi/

penumpukan isi usus dan distensi usus yang berdekatan dengan kerusakan

(megakolon). Selain itu, kegagalan sfingter anus internal untuk berelaksasi

Page 10: Referat penyakit Hirschsprung

10

berkontribusi terhadap gejala klinis adanya obstruksi, karena dapat

mempersulit evakuasi zat padat (feses), cairan, dan gas.

Persarafan parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang

aganglionik mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan obstruksi usus

fungsional. Di bagian proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan

pelebaran dinding usus dengan penimbunan tinja dan gas yang banyak.

Penyakit Hirschsprung disebabkan dari kegagalan migrasi

kraniokaudal pada prekursor sel ganglion sepanjang saluran gastrointestinal

antara usia kehamilan minggu ke-5 dan ke-12. Distensi dan iskemia pada usus

bisa terjadi sebagai akibat distensi pada dinding usus, yang berkontribusi

menyebabkan enterokolitis (inflamasi pada usus halus dan kolon), yang

merupakan penyebab kematian pada bayi/anak dengan penyakit Hirschsprung.

Dasar patofisiologi dari penyakit Hirschprung adalah tidak adanya

gelombang propulsif dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter

anus internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau

disganglionosis pada usus yang terkena.

D. Tipe Penyakit Hirschsprung

Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang

terkena. Tipe Hirschsprung disease meliputi:

a. Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil

dari rektum.

b. Short segment: Ganglion tidak ada pada rektum dan sebagian kecil dari

kolon.

c. Long segment: Ganglion tidak ada pada rektum dan sebagian besar colon.

d. Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rektum dan

kadang sebagian usus kecil.

Page 11: Referat penyakit Hirschsprung

11

Pada penyakit ini, bagian kolon dari yang paling distal sampai pada

bagian usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion

parasimpatik intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat

mengembang sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat gangguan

defekasi ini kolon proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang

tertimbun, membentuk megakolon. Pada Morbus Hirschsprung segmen

pendek, daerah aganglionik meliputi rectum sampai sigmoid, ini disebut

penyakit Hirschsprung klasik. Penyakit ini terbanyak (80%) ditemukan pada

anak laki-laki, yaitu 5 kali lebih sering daripada anak perempuan. Bila daerah

aganglionik meluas lebih tinggi dari sigmoid disebut Hirschsprung segmen

panjang. Bila aganglionosis mengenai seluruh kolon disebut kolon

aganglionik total, dan bila mengenai kolon dan hampir seluruh usus halus,

disebut aganglionosis universal.10

E. Diagnosis

Diagnosis penyakit Hirschsprung harus ditegakkan sedini mungkin.

Keterlambatan diagnosis dapat meyebabkan berbagai komplikasi yang

merupakan penyebab kematian tersering, seperti enterokolitis, perforasi usus,

dan sepsis. Melakukan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang teliti,

pemeriksaan radiografik, serta pemeriksaan patologi anatomi biopsi rektum,

diagnosis penyakit Hirschsprung pada sebagian besar kasus dapat ditegakkan. 1,6

1. Anamnesis

Trias tanda yang khas pada penyakit Hirschsprung adalah

keterlambatan evaluasi mekonium, muntah hijau dan distensi abdomen.2

Diagnosis penyakit ini dapat dibuat berdasarkan adanya konstipasi pada

neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya

pengeluaran mekonium dalam waktu 24 jam setelah lahir. Gejala lain yang

biasanya terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor

feeding, vomiting. Apabila penyakit ini terjadi pada neonatus yang berusia

Page 12: Referat penyakit Hirschsprung

12

lebih tua maka akan didapatkan kegagalan pertumbuhan. Hal penting lainnya

yang harus diperhatikan adalah didapatkan periode konstipasi pada neonatus

yang diikuti periode diare yang massif, kita harus mencurigai adanya

enterokolitis. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khusus di sekitar

umbilikus, punggung, dan disekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat

komplikasi peritonitis. Faktor genetik adalah faktor yang harus diperhatikan

pada semua kasus.11

Gambar 9. Gambaran klinis pasien dengan penyakit Hirschsprung

2. Pemeriksaan Fisik

Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang

pandang. Apabila keadaan sudah parah, akan terlihat pergerakan usus pada

dinding abdomen. Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi, terdengar bising

usus melemah atau jarang. Untuk menentukan diagnosis penyakit

Hirschsprung dapat pula dilakukan pemeriksaan rectal touche dapat dirasakan

sfingter anal yang kaku dan sempit, saat jari ditarik terdapat explosive

stool.12,13

Page 13: Referat penyakit Hirschsprung

13

Gambar 10. Foto penderita penyakit Hirschsprung berumur 3 hari

3. Pemeriksaan Penunjang

Diagnostik utama pada penyakit Hirschsprung adalah dengan

pemeriksaan:

a. Foto Polos Abdomen

PH pada neonatus cenderung menampilkan gambaran obstruksi usus

letak rendah. Daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara. Gambaran

obstruksi usus letak rendah dapat ditemukan penyakit lain dengan

sindrom obstruksi usus letak rendah, seperti atresia ileum, sindrom

sumbatan mekonium, atau sepsis, termasuk diantaranya enterokolitis

nekrotikans neonatal. Foto polos abdomen dapat menyingkirkan

diagnosis lain seperti peritonitis intrauterine ataupun perforasi gaster.

Pada foto polos abdomen neonatus, distensi usus halus dan distensi usus

besar tidak selalu mudah dibedakan. Pada pasien bayi dan anak

gambaran distensi kolon dan gambaran masa feses lebih jelas dapat

terlihat. Selain itu, gambaran foto polos juga menunjukan distensi usus

karena adanya gas. Enterokolitis pada PH dapat didiagnosis dengan foto

polos abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari kolon

yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase dari

dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan barium

enema.11

Page 14: Referat penyakit Hirschsprung

14

Gambar 11. Foto polos abdomen pada neonates dengan penyakit Hirschsprung

b. Barium enema

Pemeriksaan yang digunakan sebagai standar untuk menentukan

diagnosis Hirschsprung adalah contrast enema atau barium enema. Pada

bayi dengan penyakit Hirschsprung, zona transisi dari kolon bagian

distal yang tidak dilatasi mudah terdeteksi. Pada total aganglionsis colon,

penampakan kolon normal. Barium enema kurang membantu penegakan

diagnosis apabila dilakukan pada bayi, karena zona transisi sering tidak

tampak. Gambaran penyakit Hirschsprung yang sering tampak, antara

lain; terdapat penyempitan di bagian rectum proksimal dengan panjang

yang bervariasi; terdapat zona transisi dari daerah yang menyempit

(narrow zone) sampai ke daerah dilatasi; terlihat pelebaran lumen di

bagian proksimal zona transisi.14

Page 15: Referat penyakit Hirschsprung

15

Gambar 12. Pemeriksaan Barium Enema pada PH

c. Foto Retensi Barium

Retensi barium 24-48 jam setelah pengambilan foto barium enema

merupakan hal yang penting pada PH, khusunya pada masa neonatus.

Foto retensi barium dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan foto

polos abdomen untuk melihat retensi barium. Gambaran yang terlihat

yaitu barium membaur dengan feses ke arah proksimal di dalam kolon

berganglion normal. Retensi barium dengan obtipasi kronik yang bukan

disebabkan PH terlihat semakin ke distal, menggumpal di daerah rektum

dan sigmoid. Foto retensi barium dilakukan apabila pada foto enema

barium ataupun yang dibuat pasca-evakuasi barium tidak terlihat tanda

PH.11

Page 16: Referat penyakit Hirschsprung

16

Gambar 13. Foto retensi barium 24 jam menunjukan rettensi barium dengan zona transisi pada fleksura splenik pada bayi berumur 10 hari

d. Anorectal manometry

Pada individu normal, distensi pada ampula rectum menyebabkan

relaksasi sfingter internal anal. Efek ini dipicu oleh saraf intrinsic pada

jaringan rectal, absensi/kelainan pada saraf internal ini ditemukan pada

pasien yang terdiagnosis penyakit Hirschsprung. Proses relaksasi ini bisa

diduplikasi ke dalam laboratorium motilitas dengan menggunakan

metode yang disebut anorectal manometry. Selama anorektal

manometri, balon fleksibel didekatkan pada sfingter anal. Normalnya

pada saat balon dari posisi kembang didekatkan pada sfingter anal,

tekanan dari balon akan menyebabkan sfingter anal relaksasi, mirip

seperti distensi pada ampula rectum manusia. Namun pada pasien

dengan penyakit Hirschsprung sfingter anal tidak bereaksi terhadap

tekanan pada balon. Pada bayi baru lahir, keakuratan anorektal

manometri dapat mencapai 100%.14

Page 17: Referat penyakit Hirschsprung

17

Gambar 14. gambaran manometri anorekatal,yang memakai balon berisi udara sebagai transducernya. Pada penderita Hirschsprung (kanan), tidak terlihat relaksasi sfingter ani.

e. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Diagnosa histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas absennya

sel ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus submukosa

(Meissner). Disamping itu akan terlihat dalam jumlah banyak penebalan

serabut syaraf (parasimpatis). Akurasi pemeriksaan akan semakin tinggi

jika menggunakan pengecatan immunohistokimia asetilkolinesterase,

suatu enzim yang banyak ditemukan pada serabut syaraf parasimpatis,

dibandingkan dengan pengecatan konvensional dengan haematoxylin

eosin.5,6

Page 18: Referat penyakit Hirschsprung

18

f. Biopsi rektal

Merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit

hirschprung. Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan

morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsi

rektum. Metode ini biasanya harus menggunakan anestesi umum

karena contoh yang diambil pada mukosa rektal lebih tebal.

Gambar 15. Lokasi Pengambilan Sampel Biopsi pada Penyakit Hirschprung

F. Diagnosis Banding

Pada masa neonatus, harus dipikirkan kemungkinan atresia ileum atau

sumbatan anorektum oleh mekonium yang sangat padat (meconium plug

sindrome). Penyakit ini hampir tidak pernah dijumpai di Indonesia. Sedangkan

pada masa bayi dan anak, obstipasi dapat disebabkan oleh obstipasi dietik,

retardasi mental, hipotiroid, dan psikogenetik.5

Banyak kelainan-kelainan yang menyerupai penyakit Hirschsprung

akan tetapi pada pemeriksaan patologi anatomi ternyata didapatkan sel-sel

ganglion. Kelainan-kelainan tersebut antara lain Intestinal neuronal dysplasia,

Hypoganglionosis, Immature ganglia, Internal sphincter achalasia dan

kelainan-kelainan otot polos.15

Page 19: Referat penyakit Hirschsprung

19

G. Tatalaksana

Sampai pada saat ini, penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya

dapat dilakukan dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat

dilakukan tetapi untuk menangani distensi abdomen dengan pemasangan pipa

anus atau pemasangan pipa lambung dan irigasi rektum. Pemberian antibiotika

dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk enterokolitis dan

mencegah terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk menjaga

keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa tubuh.

Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap

pertama dengan pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan

operasi definitif. Tahap pertama dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk

mencegah komplikasi dan kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi,

sehingga akan menghilangkan distensi abdomen dan akan memperbaiki

kondisi pasien. Tahapan kedua adalah dengan melakukan operasi definitif

dengan membuang segmen yang ganglionik dengan bagian bawah rektum.

Dikenal beberapa prosedur tindakan definitif yaitu prosedur Swenson’s

sigmoidectomy, prosedur Duhamel, prosedur Soave’s Transanal Endorectal

Pull-Through, prosedur Rehbein dengan cara reseksi anterior, prosedur

Laparoskopic Pull-Through, prosedur dan prosedur miomektomi anorektal.

Setelah diagnosis penyakit Hirschsprung ditegakkan maka sejumlah

tindakan praoperasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Apabila penderita dalam

keadaan dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi dan resusitasi

dengan pemberian cairan intravena, antibiotik, dan pemasangan pipa lambung.

Apabila sebelum operasi ternyata telah mengalami enterokolitis maka cairan

resusitasi cairan dilakukan secara agresif, pemberian antibiotik broad

spektrum secara ketat kemudian segera dilakukan tindakan dekompresi usus.11

1. Tindakan Bedah

Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung

adalah berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling

Page 20: Referat penyakit Hirschsprung

20

distal. Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan

mencegah enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya.15

Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus

preternaturalis yang di buat untuk sementara atau menetap. Indikasi

kolostomi adalah dekompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untuk

bedah reseksi usus pada radang, atau perforasi, dan sebagai anus setelah

reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal.15

Kolostomi dikerjakan pada:

1. Pasien neonatus : Tindakan Bedah defenitif langsung tanpa kolostomi

menimbulkan banyak komplikasi dan kematian. Kematian dapat

mencapai 28,6%, sedangkan pada bayi 1,7%. Kematian ini disebabkan

oleh kebocoran anastomosis dan abses dalam rongga pelvis.

2. Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis. Kelompok

pasien ini mempunyai kolon yang sangat terdilatasi, yang terlalu besar

untuk dianastomosiskan dengan rektum dalam bedah defenitif.

Dengan tindakan kolostomi, kolon dilatasi akan mengecil kembali

setelah 3 sampai 6 bulan pasca bedah, sehingga anastomosis lebih

mudah dikerjakan dengan hasil yang lebih baik.

3. Pasien dengan enterokolitis berat dan dengan keadaan umum yang

buruk. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi

pascabedah, dengan kolostomi pasien akan cepat mencapai perbaikan

keadaan umum.

Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan

penyakit hirschsprung:

1. Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen

kemudian lakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsi

seromuskuler.

2. Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschsprung ada 3

metode15:

Page 21: Referat penyakit Hirschsprung

21

a) Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas

sphincter ani interna dan dilakukan anastomosis koloanal pada

perineum

Gambar 16. Metode Swenson

b) Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian

yang ganglionik ditarik ke bagian belakang ujung daerah

aganglioner. stapler GIA kemudian dimasukkan melalui anus.

Gambar 17. Metode Duhamel

c) Teknik Soave: pemotongan mukosa endorektal dengan bagian distal

aganglioner.

Page 22: Referat penyakit Hirschsprung

22

Gambar 18. Metode Soave

H. Komplikasi

Komplikasi potensial untuk operasi kompleks terkait dengan penyakit

Hirschsprung mencakup seluruh spektrum komplikasi dari tindakan bedah

gastrointestinal. Komplikasi termasuk peningkatan insiden enterokolitis pasca

operasi dengan prosedur Swenson, sembelit setelah perbaikan Duhamel, dan

diare dan inkontinensia dengan prosedur Soave.

Secara umum, komplikasi kebocoran anastomosis dan pembentukan

striktur (5-15%), obstruksi usus (5%), abses pelvis (5%), infeksi luka (10%),

dan membutuhkan re-operasi kembali (5%). seperti prolaps atau striktur.

Kemudian, komplikasi yang terkait dengan manajemen bedah penyakit

Hirschsprung termasuk enterocolitis, gejala obstruktif, inkontinensia, sembelit

kronis (6-10%), dan perforasi.

1. Enterokolitis

Enterokolitis menyumbang morbiditas dan mortalitas yang signifikan

pada pasien dengan penyakit Hirschsprung. Hasil enterokolitis dari proses

inflamasi pada mukosa dari usus besar atau usus kecil. Sebagai penyakit

berlangsung, lumen usus menjadi penuh dengan eksudat fibrin dan berada

pada peningkatan risiko untuk perforasi. Proses ini dapat terjadi di kedua

bagian aganglionik dan ganglionik usus transisi. Pasien mungkin hadir pasca

operasi dengan distensi perut, muntah, sembelit atau indikasi obstruksi yang

Page 23: Referat penyakit Hirschsprung

23

sedang berlangsung. Obstruksi mekanik dapat dengan mudah didiagnosis

dengan rektal digital dan barium enema.

2. Aganglionosis Persistent

Jarang terjadi dan mungkin karena kesalahan patologis, reseksi tidak

memadai, atau hilangnya sel ganglion setelah di tarik keluar.

3. Internal sphincter achalasia

Dapat mengakibatkan obstruksi persisten. Hal ini dapat diobati dengan

sfingterotomi internal intrasphincteric toksin botulinum, atau nitrogliserin

pasta. Sebagian besar kasus akan menyelesaikan pada usia 5 tahun.

4. Inkontinensia

Hal ini mungkin hasil dari fungsi sfingter normal, ataupun kesalahan

dalam tindakan operasi sehingga penurunan sensasi, atau inkontinensia

sekunder. Secara umum manometri anorectal dan USG harus membantu

dalam membedakan antara diagnosa ini.17

I. Prognosis

Prognosis baik kalau gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pasca bedah

seperti kebocoran anastomosis atau striktur anastomosis umumnya dapat

diatasi. Kurang lebih 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung

membutuhkan kolostomi permanen untuk memperbaiki inkontinensia.

Umumnya, lebih dari 90% pasien dengan penyakit Hirschsprung memiliki

hasil memuaskan.11

Page 24: Referat penyakit Hirschsprung

24

Daftar Pustaka

1. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in:

Schwartz’s PRINCIPLES OF SURGERY. 8th edition. McGraw-Hill. New

York. Page 1496-1498

2. Reksoprodjo, S., dkk. 2013. Penyakit Hirschsprung Neonatus dalam

Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara Publisher. Tangerang.

3. Greene, E. 2010. Hirschsprung Disease : A Personal Perspective.

www.springer.com/cda/content/.../cda.../9783540339342-c1.pdf. Diakses pada

tanggal 20 Maret 2015.

4. Brunicardi, F.C., et al. 2015. Colon, Rectum, and Anus in : Schwartz’s

Principles of Surgery Tenth Edition. McGraw-Hill. New York.

5. Kenneth P., 2012. Penyakit Kolon dan Rektum. Dalam: Sabiston Buku Ajar

Ilmu Bedah.Vol 2. Hal.14-20

6. Sjamsuhidajat.R, De Jong,Wim. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi III.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 763-786.

7. Richard S Snell., 2006 Anatomi Klinik. Jakarta: EGC. Hal. 231-33

8. Sodikin, 2011. Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier. Salemba

Medika. Jakarta

9. Eketjall, S. dan Carlos F. I., 2002. Functional Characterization of Mutations

in the GDNF gene of Patients with Hirschsprung Disease. Human Molecular

Genetics, 2002, Vol. 11, No.3 hal. 325-32. Diakses pada tanggal 20 Maret

2015

10. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies

of The Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging 10th

edition. Elsevier-Mosby. Philadelphia. Page 148-153.

11. Trisnawan, I.P. dkk. 2013. Metode Diagnosis Penyakit Hirschsprung. Bagian

Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

12. Kessmann; J. 2006. Hirschsprung’s Disease: Diagnosis and Management.

American Family Physician; 74: 1319-1322

Page 25: Referat penyakit Hirschsprung

25

13. Lakshmi, P; James, W. 2008. Hirschsprung’s Disease. Hershey Medical

Center; 44-46

14. Surya, P.A.N, dkk. 2014. Gejala dan Diagnosis Penyakit Hirschsprung.

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

15. Charles B., 2010. Pediatric Surgery in: Schwartz’s PRINCIPLES OF

SURGERY. 10th edition. McGraw-Hill. New York. Page 1624-1626

16. Kartono, D., 2010. Penyakit Hirschsprung. Cetakan Kedua. Sagung

Seto.Jakarta

17. Lee,S,2012. Hirschprung disease. http://emedicine.medscape.com/article

/178493-overview. Hal 1-4.