Upload
syaifularis
View
917
Download
39
Embed Size (px)
DESCRIPTION
penyakit hishprung pada anak
Citation preview
BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN ReferatUNIVERSITAS HASANUDDIN Oktober 2011
HIRSCHSPRUNG DISEASE
DISUSUN OLEH:Azila Aidawati Binti Hazwan
C11108807
PEMBIMBING :dr. Radus Pakadang
KONSULEN :dr. Amir Sp. Rad
PENGUJI :
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKUNIVERSITAS HASANUDDIN, FAKULTAS KEDOKTERAN
BAGIAN RADIOLOGI MAKASSAR
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Azila Aidawati Binti Hazwan
NIM : C111 08807
Judul refarat : Hirschsprung Disease.
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Oktober 2011
Penguji Konsulen ` Pembimbing
dr. Amir, Sp. Rad dr. Radus Pakadang
Mengetahui,
Ketua Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K).
1
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan 1
Daftar Isi 2
I. Pendahuluan ………………………………………………………………....3
II. Insidens……………………………………………………………….….......3
III. Anatomi dan fisiologi………………………………………………...….…..4
IV. Etiologi……………………………………………………………………….9
V. Patogenesis…………………………………………………………………..9
VI. Diagnosis
Gambaran Klinis…………………………………………………………….10
Gambaran Radiologi………………………………………………………...12
Pemeriksaan lainnya………………………………………………….……..21
VII. Diagnosis Banding..…………………………………………………...…....22
VIII. Penatalaksanaan...…….…………………………………………………….23
IX. Komplikasi……………………………………………………………….....24
X. Daftar Pustaka……………………………………………………………….25
Lampiran Referensi
2
PENYAKIT HIRSCHSPRUNG
Azila Aidawati Bt Hazwan, Radus Pakadang, Amir.
I. Pendahuluan.
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik
usus, mulai dari spinkter ani interna ke arah proksimal dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum
dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus. Penyakit ini pertama kali
ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun dimana Robertson dan
Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini
disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian usus akibat defisiensi ganglion.(1)
Kelainan pada penyakit ini biasanya ditemukan mulai dari bagian distal
kolon yaitu di peralihan antara usus dengan anus. Panjang dari bagian segmen
yang tidak mempunyai sel ganglion (aganglionik) itu biasanya berbeda-beda ;
75% pasien terbatas pada bagian rektum dan sigmoid, 8% pasien mengalami
segmen aganglionik pada seluruh bagian kolon, dan jarang melibatkan usus kecil.(2)
II. Insiden
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.(1,2) Dari jumlah kasus yang didapatkan,
94% daripadanya adalah pada bayi yang berusia di bawah 5 tahun. Kasus yang
melibatkan orang dewasa itu sedikit dan sangat jarang.(3)
Insidens penyakit Hirschsprung pada pria itu lebih besar di banding
perempuan. Rasionya sekitar 4:1. Penyakit ini juga sangat sering ditemukan pada
bayi-bayi dengan kelainan kongenital lain seperti hidrosefalus, ventricle septal
defect, dan divertikulum Merckel.(4)
3
Dari seluruh jumlah kasus, didapatkan sebanyak 80% hingga 90% pasien
menunjukkan gejala klinis dan terdiagnosa sewaktu masih dalam periode
neonatus. Salah satu tanda yang penting untuk mencurigai penyakit ini adalah
terlambatnya pengeluaran mekonium pada bayi yang baru lahir. Sebanyak 90%
pada bayi yang mendapat penyakit ini tidak mengeluarkan mekoniumnya dalam
waktu 24 jam pertama setelah lahir. (5)
Penyakit Hirschsprung dengan derajat yang lebih ringan dan tidak
terdiagnosis akan berkembang secara progresif hingga penderita mencapai usia
dewasa. Ini adalah karena terjadi kompensasi pada bagian kolon proksimal dari
bagian distal yang mengalami obstruksi. Penderita dengan derajat ringan seperti
ini mungkin dapat mengonsumsi bahan atau obat yang bisa mengurangkan gejala
yang timbul akibat obstruksi tersebut, namun apabila keadaan ini berkelanjutan
lebih lama, bagian proksimal kolon itu akan mengalami dilatasi dan tidak dapat
mengkompensasi proses obstruksi yang terjadi. (3)
III. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi Anorektal
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior
kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior.(1)
4
Gambar 1. Rektum dan saluran anal (anal canal). (6)
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi
sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh
spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi
rektum ke dunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan
depan.(1)
5
Gambar 2. Muskulus spinkter ani externa: pandangan sisi penrineum. (6)
Persarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis
(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf
parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis
serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani
dipersarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensarafi spinkter ani
eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum.
Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Kontinensia
sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (saraf
parasimpatis).(1)
6
Gambar 3. Saraf pada perineum (laki laki).(6)
Sistem saraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada
ketiga-tiga pleksus tersebut.(1)
7
Gambar 4. Pleksus autonomik intrinsik pada usus.(6)
Fungsi Saluran Anal
Pubo-rektal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung jawab atas
penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat, akan
menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan
peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus ) maka diperlukan kontraksi spinkter
eksterna dan sling yang kuat secara sadar. Sleeve and sling dapat membedakan
antara gas, benda padat, benda cair, maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan
salah satu tanpa mengeluarkan yang lain.
8
Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat.
Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol pada waktu
dan tempat yang diinginkan. Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks,
namun dapat dikelompokkan atas 4 tahapan:
Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih proksimal
ke rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik kolon dan sigmoid (2-3
kali/hari) serta refleks gastrokolik.
Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory reflex,
yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi spinkter ani
interna secara involunter.
Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara involunter.
Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan relaksasi akibat
kegagalan kontraksi spinkter itu sendiri.
Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal
secara volunter dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut,
hingga defekasi dapat terjadi. (1)
IV. Etiologi.
Penyakit Hirschsprung terjadi karena tidak ada pleksus mienterikus
Auerbach dan submukosa Meissener pada rektum dan atau kolon. Neuron enterik
berasal dari neural crest dan bermigrasi secara kaudal bersama dengan serat saraf
vagus di sepanjang usus. Sel-sel ganglion tiba di kolon proksimal pada 8 minggu
usia kehamilan dan pada rektum pada 12 minggu usia kehamilan. Kegagalan
migrasi neuron enterik pada kolon dan atau rektum ini akan membentuk segmen
aganglionik. Hal ini mengakibatkan penyakit Hirschsprung klinis. (7)
V. Patogenesis.
Perengangan kolon sampai garis tengahnya lebih dari 6 atau 7 cm
(megakolon) dapat terjadi sebagai gangguan kongenital atau didapat. Penyakit
Hirschsprung (megakolon kongenital) terjadi bila, saat perkembangan, migrasi sel
yang berasal dari neural crest ke arah kaudal di sepanjang saluran cerna terhenti
9
di suatu titik sebelum mencapai anus. Oleh karena itu, terbentuk suatu segmen
aganglionik yang tidak memiliki pleksus submukosa Meissener dan pleksus
mienterikus Auerbach. Hal ini menyebabkan obstruksi fugsional dan peregangan
progresif daripada kolon yang terletak proksimal dari segmen yang terkena. Pada
sebagian besar kasus, hanya rektum dan sigmoid yang aganglionik, tetapi pada
sekitar seperlima kasus yang terkena adalah segmen yang lebih panjang, dan
bahkan keseluruhan kolon (walaupun jarang).
Secara genetis, penyakit Hirschsprung ini bersifat heterogen, dan diketahui
terdapat beberapa defek berlainan yang menimbulkan akibat yang sama. Sekitar
50% kasus terjadi akibat mutasi di gen RET dan ligan RET, karena merupakan
jalur sinyal yang diperlukan untuk membentuk pleksus saraf mienterikus. Banyak
kasus sisanya terjadi akibat mutasi di endotelin 3 dan reseptor endotelin. (4)
VI. Diagnosis
Gambaran klinis
Penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala klinis
mulai terlihat :
Periode Neonatal.
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran meconium yang
terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan.
Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala
mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan
ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang
dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu,
meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diare,
distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat
hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis,
bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.
10
Gambar 5. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen
sangat distensi dan pasien kelihatan menderita sekali.(1)
Periode anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik
usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces
biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap.
Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan
biasanya sulit untuk defekasi. (1)
Gambar 6. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah tindakan definitif
bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi.(1)
11
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen (BNO)
Sulit untuk membedakan antara distensi kolon dengan distensi pada usus
kecil jika hanya melalui foto polos abdomen. Oleh karena itu, harus dilakukan
pemeriksaan radiologi lanjutan untuk mendiagnosa penyakit ini. Pemeriksaan
dengan barium enema adalah pemeriksaan yang terbaik untuk melihat obstruksi
yang disebabkan oleh penyakit Hirschsprung ini. (8)
Pemeriksaan barium enema
Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa
Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi;
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah
daerah dilatasi;
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto
setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya
adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon.
Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan
obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daereah rectum dan
sigmoid.(1)
12
Gambar 7. Pemeriksaan barium enema menunjukkan zona transisi. Zona ini
merupakan transisi dari dilatasi usus yang biasanya diinervasi normal. (7)
Gambar 8. Pemeriksaan barium enema pada penderita dengan penyakit
Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid
serta pelebaran di bagian atas dari zona transisi. (1)
13
Gambar 9. Zona transisi yang khas, tampak dilatasi di antara kolon yang terisi
massa feses dibagian atas dan rektum yang relatif menyempit di bagian bawah. (9)
Gambar 10. Rektum pada bayi baru lahir ini kelihatan lebih kecil dari sigmoid dan
kolon descendens, tetapi tidak terdapat zona transisi yang jelas. (9)
14
Gambar 11. Pemeriksaan dengan kontras (barium enema) pada bayi lainnya
menunjukkan segmen aganglionik yang ireguler dan mengalami spasme. (9)
Gambar 12. Tampak penyempitan dibagian rektum dan sigmoid pada foto barium
enema sisi lateral.(10)
Semakin lanjut usia pasien saat terdeteksi penyakit ini, maka semakin jelas
perbedaan yang tampak antara usus yang normal dan abnormal.(8)
15
Gambar 13. Pemeriksaan barium enema pada bayi baru lahir dengan penyakit
Hirschsprung. Biasanya perubahan klasik dari penyakit ini tidak begitu jelas pada
periode neonatal.(9)
Gambar 14. Pemeriksaan barium enema yang dilakukan selanjutnya
memperlihatkan gambaran megakolon yang tipikal, zona transisi serta bagian
aganglionik yang tidak melebar.(9)
16
Gambar 15. Pemeriksaan barium enema pada seorang pria muda dengan penyakit
Hirschsprung tipe segmen pendek. Pria ini mengalami konstipasi kronis yang
berlangsung sepanjang hidupnya. Perhatikan adanya dilatasi usus besar dan residu
feses. (9)
Gambar 16. Penyakit Hirschsprung. Pemeriksaan barium enema tampak
pengurangan kaliber rektum dan dilatasi loop usus besar dengan permukaan
mukosa yang ireguler (diskinesia).(10)
17
Gambar 17. Penyakit Hirschsprung pada bayi yang berusia 6 bulan dengan
riwayat konstipasi kronis. Foto barium enema sisi lateral ini menunjukkan dilatasi
pada sigmoid kolon proksimal dan kolon asendens.(11)
Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya
terbatas pada bagian sigmoid kolon atau rektum. Pemeriksaan yang dilakukan
pada penderita dewasa itu hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang
dilakukan ke atas bayi, iaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu
studi, didapatkan pemeriksaan dengan CT scan juga bermanfaat untuk
menentukan letak zona transisi dari penyakit ini. Hasil gambaran CT scan yang
didapatkan juga sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologis pada biopsi
rektum. (3)
18
Gambar 18. Gambaran penyakit Hirschsprung dengan segmen aganglionik di
bagian atas rektum pada seorang pria muda berusia 19 tahun. AC = ascending
colon, DC = descending colon. Segmen kolon yang lain dalam batas normal.(3)
Gambar 19. Pemeriksaan double kontras barium enema tampak dilatasi bagian
atas dari rektum dan rectosigmoid junction yang terisi massa feses (pada anak
panah).(3)
19
Gambar 20. Foto CT scan dengan kontras potongan transversal tampak dilatasi
bagian proksimal rektum serta bagian rektosigmoid yang terisi massa feses. (3)
Gambar 21. Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi
dan penyempitan di bagian distal rektum.(3)
20
Pemeriksaan lainnya
Laboratorium Studi
CBC count: Tes ini dilakukan untuk mendeteksi terjadinya komplikasi
seperti enterokolitis yang disebabkan oleh penyakit Hirschsprung. Peningkatan
WBC count atau bandemia harus dicurigai terjadinya enterokolitis.(7)
Anorektal manometri
Pada anak berusia lebih lanjut dengan keluhan sembelit kronis dan riwayat
atipikal baik untuk penyakit Hirschsprung atau konstipasi fungsional, manometri
anorektal dapat membantu dalam membuat diagnosis. Anak-anak dengan penyakit
Hirschsprung gagal untuk menunjukkan reflex relaksasi pada spinkter ani interna
dalam menanggapi inflasi balon dubur. (7)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat refleks anorektal pada pasien
yang dicurigai dengan penyakit Hischsprung. Orang yang menderita penyakit ini
biasanya akan kehilangan atau berkurang refleks anorektalnya. Penurunan refleks
anorektal yang dimaksudkan adalah kurangnya relaksasi pada bagian anus setelah
dilakukan inflasi balon di bagian rektum. Bagaimanapun, terdapat banyak
perbedaan pendapat tentang penilaian pada tes diagnostik ini. (12)
Biopsi rektum
Biopsi rektum merupakan tes yang paling akurat untuk mendeteksi
penyakit Hirschsprung. Dokter mengambil bagian sangat kecil dari rektum untuk
dilihat di bawah mikroskop. Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung tidak
memiliki sel-sel ganglion pada sampel yang diambil. Pada biopsi hisap, jaringan
dikeluarkan dari kolon dengan menggunakan alat penghisap. Karena tidak
melibatkan pemotongan jaringan kolon maka tidak diperlukan anestesi.
Jika biopsi menunjukkan adanya ganglion, penyakit Hirschsprung tidak
terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel ganglion pada jaringan contoh, biopsi full-
thickness biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi penyakit Hirschsprung. Pada
biopsi full-thickness lebih banyak jaringan dari lapisan yang lebih dalam
21
dikeluarkan secara bedah untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Tidak
adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit Hirschsprung.(13)
VII. Diagnosis Banding.
Kegagalan bayi cukup bulan yang sihat mengeluarkan mekonium pada
waktu 24 jam pertama setelah lahir dapat dicurigai adanya obstruksi pada usus
bayi tersebut. Diagnosis banding untuk obtsruksi usus besar adalah seperti
penyakit Hirschprung sendiri dan beberapa penyakit lain seperti malformasi
anorektal dan Meconium Plug syndrome. Untuk membedakan ketiga jenis
penyakit ini, maka harus dilakukan pemeriksaan radiologi yang tepat. Pada foto
polos penderita dengan kelainan Meconium Plug syndrome, tampak distensi
daripada bagian usus kecil dan usus besar yang mengisi seluruh bagian abdomen,
namun tidak terlihat air fluid level. Sementara pada pemeriksaan barium enema,
akan tampak gambaran meconium plug. Pemeriksaan ini dikatakan memiliki efek
terapeutik apabila mekonium keluar dengan sendirinya setelah beberapa waktu
kemudian. Pada sebagian bayi, stimulasi pada bagian rektum dengan
menggunakan termometer rektal, pemeriksaan rectal touché, dan pemberian saline
enema biasanya akan menginduksi keluarnya mekonium terebut. Bagaimanapun,
bayi dengan kelainan organik seperti penyakit Hirschsprung ini juga terkadang
akan mengeluarkan meconium plug dan selanjutnya akan menjadi normal untuk
sementara. Oleh karena ini, harus dilakukan observasi secara terus menerus untuk
bayi yang meskipun telah mengeluarkan meconium plug mereka. Apabila gejala
obstruksi menetap, maka pemeriksaan lebih lanjut harus dilakukan. (14)
22
Gambar 20. Tampak multiple meconium plug yang terdapat pada seorang bayi
baru lahir dengan Meconium Plug syndrome. (14)
Diagnosis banding kelainan ini antara lain mekonium ileus akibat penyakit
fibrokistik, atresia ileum, atresia rekti, malrotasi, duplikasi intestinal dan sindrom
pseudo obstruksi intestinal. Puri (1997) menyatakan banyak kelainan-kelainan
yang menyerupai penyakit Hirschsprung akan tetapi pada pemeriksaan patologi
anatomi ternyata didapatkan sel-sel ganglion. Kelainan-kelainan tersebut antara
lain Intestinal neuronal dysplasia, hypoganglionosis, Immature ganglia, Absence
of argyrophyl plexus, Internal sphincter achalasia dan kelainan-kelainan otot
polos.(15)
VIII. Penatalaksanaan
1. Penanganan umum
Stabilisasi penderita, mencakup keseimbangan cairan dan elektrolit, antibiotika
jika terjadi enterokolitis, serta evakuasi kolon dengan enema.
2. Penanganan khusus
Tindakan bedah: dilakukan kolostomi, dan kemudian dilanjutkan dengan
pembedahan definitif. (16)
23
Kesimpulannya, selain kasus bayi sehat dengan segmen aganglionosis
yang pendek, operasi merupakan pilihan terapi yang terbaik untuk dilakukan.
Bagaimanapun, biasanya setelah prosedur operasi ini, keadaan kolon tetap dalam
kedaan abnormal (kurang baik) dan hasil penanganan operasi selanjutnya akan
lebih bervariasi. (17)
IX. Komplikasi
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit
Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis,
enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter. Sedangkan tujuan utama dari setiap
operasi definitif adalah menyelesaikan secara tuntas penyakit Hirschsprung,
dimana penderita mampu menguasai dengan baik fungsi spinkter ani dan
kontinen. (1)
24
Daftar Pustaka
1. Budi Irawan , Bab 1 dan Bab 2 dalam; Pengamatan fungsi anorektal pada
penderita penyakit Hirschprung pasca operasi pull- through .Bagian ilmu
bedah fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara 2003. Halaman
1,3,4,5,6,7,8,9,10,11 dan 15.
2. Samuel Nurko MD, MPH, Hirschprung Disease dalam; American Motility
Society (AMS) and the International Foundation For Functional
Gastrointestinal Disorders (IFFGD)
3. Hye Jin Kim, MD, Ah Young Kim,MD, Choong Wok Lee, MD, Chang Sik
Yu, MD,Jung Sun Kim, MD, Pyo Nyun Kim,MD, Moon Cayu Lee, MD and
Hyun Kwon Ha, MD .Hirschprung Disease and Hypoaganglionosis In Adults.
May 2008.
4. Kumar Abbas, and Fausto Mitchell, Chapter 15, Developmental Anomalies
dalam Robin Pathologic Basis of Disease 8th Edition 2005. Halaman 601.
5. Puri and M.Hollwarth dalam ; Pediatric Surgery. Springer-Verby Berlin 2006.
Halaman 275.
6. Frank H. Netter, MD ;Atlas of Netter 4 th Edition 2006. Plate 312, Plate 369,
plate 371, dan plate 386
7. Holly L Neville, MD; Chief Editor: Carmen Cuffari, MD. Penyakit
Hirschprung Pediatric, updated on Jul 13, 2010.. Diundah
www.emedicine.com
8. Pediatric Surgical Problem, Chapter 18.Colon and Rectal Surgery.Marwin
L.Corman. Edisi ke 5. Lippincott Williams and Wilkins 2005. Halaman 559
dan 560.
9. Pediatric Radiology , Chapter 52 ,Pediatric Abdomen and PelvisFundamentals
of Diagnostic Radiology dalam 3rd Edition ditulis oleh William E. Brant MD,
FACR dan Clyde A. Helms MD. Halaman 1293.
10. Ciro Yoshida, Jr, MD ; Hirschprung Disease Imaging, dalam Medscape
Referrence, Drug. Disease and Procedure updated on May 25,2011. Diundah
dari www.emedicine. medscape.com
11. Teresa Berrocal, MD, Manuel Lamas, MD, Julia Gutierrez, MD, Isabel
Torres, MD, Consuelo Prieto, MD, and Maria Luisa del Hoyo, MD.
25
Congenital anomalies of the small intestine, colon, and rectum. Diundah dari
Radiographics.rsna.org. September 1999.
12. Alberto Pena dan Marc A Levitt, Surgical Therapy of Hirschprung Disease
dalam Constipation Etiology, Evaluation and Management. Ditulis oleh;
Steven Wexner dan Graeme S. Duthie. Springer- Verlag London Limited
2006. Pediatric Surgical Problem Chapter 18 dalam Colon and Rectal Surgery
ditulis oleh Marwin L.Corman. Edisi ke 5. Lippincott Williams and Wilkins
2005.
13. Penatalaksanaan Pasien dengan penyakit Hirschprung, diundah di
www.infokedokteran.com.
14. Vera Loening-Baucke ,MD and Ken Kimura,MD, Failur to Pass meconium:
Diagnosing Neonatal Intestinal Obstruction 1999, diundah dari website
www.American Family Physician.com
15. Megacolon Kongenital/Hirschprung Disease , 2010 diundah dari website
www.infokedokteran UGM.com.
16. Alpha Fardah A, IG.M Reza Gunadi Ranuin Sulajanto Marto Sudarno,
Penyakit Hirschprung , 2011 diundah dari www.pediatric.com.
17. Jon A. Vanderhoof And Rosemary J. Young, Chapter 130, Hirschprung
Disease dalam Current Pedaitric Therapy 18th Edition. Saundey 2006.
26