40
REFERAT MOLA HIDATIDOSA Perceptor: dr. Taufiqurrahman Rahim, Sp.OG (K) dr. Dino Rinaldy, Sp.OG (K) Onk dr. Ody Wijaya, Sp.OG Oleh: Angga Alpiansyah, S.Ked KEPANITERAAN KLINIK SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Referat Mola Hidatidosa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

j

Citation preview

Page 1: Referat Mola Hidatidosa

REFERATMOLA HIDATIDOSA

Perceptor:dr. Taufiqurrahman Rahim, Sp.OG (K)

dr. Dino Rinaldy, Sp.OG (K) Onkdr. Ody Wijaya, Sp.OG

Oleh:Angga Alpiansyah, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

2015

Page 2: Referat Mola Hidatidosa

KATA PENGATAR

Pertama penulis ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Mola Hidatidosa”

tepat pada waktunya. Adapun salah satu tujuan pembuatan laporan kasus ini

adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Dr. H.

Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Taufiqurrahman Rahim, Sp.OG(K),

dr. Dino Rinaldi, Sp.OG(K)Onk dan dr. Ody Wijaya, Sp.OG yang telah

meluangkan waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini.

Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu

saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus

ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga bagi siapa pun yang

membacanya.

Bandar Lampung, 18 Oktober 2015

Penulis

i

Page 3: Referat Mola Hidatidosa

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I LAPORAN KASUS............................................................................. 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3

A. Definisi.................................................................................................. 3

B. Epidemiologi......................................................................................... 3

C. Klasifikasi............................................................................................. 4

D. Etiologi.................................................................................................. 4

E. Patologi................................................................................................. 6

F. Patogenensis.......................................................................................... 7

G. Manifestasi Klinis................................................................................. 8

H. Diagnosis............................................................................................... 8

I. Penatalaksanaan.................................................................................... 15

J. Komplikasi............................................................................................ 19

BAB III PENUTUP......................................................................................... 21

A. Kesimpulan........................................................................................... 21

B. Saran..................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 4: Referat Mola Hidatidosa

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana

tidak ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan

hidrofili dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan

edematus. Jaringan trofoblast pada villus berploriferasi, dan mengeluarkan

hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.

Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.1

Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di dalam

rahim pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola

merupakan hasil dari produksi jaringan berlebihan yang seharusnya

berkembang menjadi plasenta. Mola hidatidosa merupakan penyakit

trofoblastik gestasional (PTG).2

Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan Amerika

latin dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit

wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun.

Penderita dengan kehamilan mola mempunyai risiko untuk terjadinya

kehamilan mola juga pada kehamilan berikutnya. Insiden molahidatidosa

ulangan tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari seluruh kehamilan yang

terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan kehamilan

molahidatidosa ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi

penyakit trofoblas ganas yang persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3

1

Page 5: Referat Mola Hidatidosa

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan referat ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk memenuhi tugas dalam kepaniteraan klinik di SMF Obstetri dan

Ginekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.

2. Untuk menambah wawasan khususnya bagi penulis tentang mola

hidatidosa.

3. Memberikan gambaran penatalaksanaan terbaru pada mola hidatidosa.

2

Page 6: Referat Mola Hidatidosa

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana

tidak ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan

hidrofili dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan

edematus. Jaringan trofoblast pada villus berploriferasi, dan mengeluarkan

hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.

Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.1

Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di dalam

rahim pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola

merupakan hasil dari produksi jaringan berlebihan yang seharusnya

berkembang menjadi plasenta. Mola hidatidosa merupakan penyakit

trofoblastik gestasional (PTG).2

B. Epidemiologi

Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan Amerika

latin dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit

wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun.

Penderita dengan kehamilan mola mempunyai risiko untuk terjadinya

kehamilan mola juga pada kehamilan berikutnya. Insiden mola hidatidosa

ulangan tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari seluruh kehamilan yang

terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan kehamilan

3

Page 7: Referat Mola Hidatidosa

mola hidatidosa ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi

penyakit trofoblas ganas yang persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3

Dalam penelitian terbaru disebutkan bahwa insidensi mola hidatidosa

bervariasi dari 0,57/1000 kehamilan hingga 2,0/1000 kehamilan. Insidensi

tinggi berasal dari Asia Tenggara dan Jepan. Sedangkan insidensi rendah

berasal dari Amerika Utara, Australia, Selandia Baru dan Eropa.4

Mola hidatidosa biasanya menyerang wanita pada usia reproduksi ekstrim.

Wanita pada masa remaja awal atau usia perimenopause adalah yang paling

berisiko. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki peningkatan risiko

2 kali lipat. Wanita yang berusia lebih dari 40 tahun memiliki peningkatan

risiko 5-10 kali dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Jumlah paritas

tidak mempengaruhi risiko.5

C. Klasifikasi

Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kehamilan mola

parsial dan kehamilan mola komplit. Pada kehamilan mola parsial, terdapat

plasenta abnormal dan sedikit perkembangan fetus. Pada kehamilan mola

komplit terdapat plasenta abnormal tetapi tanpa adanya fetus. Kedua bentuk

mola tersebut disebabkan oleh masalah ketika fertilisasi. Penyebab pasti dari

masalah tersebut belum diketahui secara pasti.5

D. Etiologi

Etiologi penyakit trofoblas sampai saat ini belum juga diketahui dengan pasti.

Namun ada beberapa teori yang mencoba menerangkan terjadinya penyakit

trofoblas yaitu teori desidua, teori telur, teori infeksi dan teori hipofungsi

ovarium.1

4

Page 8: Referat Mola Hidatidosa

1. Teori desidua

Menurut teori ini terjadinya molahidatidosa ialah akibat perubahan-

perubahan degeneratif sel-sel trofoblas dan stroma vili korialis. Dasar

teori ini adalah selalu ditemukan desidual endometritis, pada binatang

percobaan dapat terjadi molahidatidosa bila pembuluh darah uterus dirusak

sehingga terjadi gangguan sirkulasi pada desidua.

2. Teori telur

Menurut teori ini molahidatidosa dapat terjadi bila terdapat kelainan pada

telur, baik sebelum diovulasikan maupun setelah dibuahi.

3. Teori infeksi

Bagshawe, melaporkan bahwa ada sarjana yang dapat mengisolasi sejenis

virus pada molahidatidosa. Virus ini kemudian ditransplantasikan pada

selaput korioalantoin mudigah ayam, ternyata kemudian terjadi perubahan-

perubahan khas menyerupai molahidatidosa, baik secara makroskopik

maupun mikroskopik. Selain itu molahidatidosa diduga disebabkan oleh

toksoplasmosis, teori ini dikemukakan oleh Bleier. Teori ini didasarkan

pada penemuan toksoplasmosis Gondii dalam jumlah besar pada darah

penderita molahidatidosa.

4. Teori hipofungsi ovarium

Teori ini dikemukakan oleh Hasegawa, berdasarkan penelitian beberapa

orang ahli yaitu Courrier dan Gros yang melakukan kastrasi pada seekor

kucing, 15-17 hari setelah pembuahan. Ternyata kemudian pada

plasentanya ditemukan perubahan-perubahan yang menyerupai

molahidatidosa. Karzafina melaporkan bahwa 60% penderita

molahidatidosa yang ditelitinya berumur 18–21 tahun, disertai oleh

hipofungsi ovarium. Smalbreak melaporkan bahwa dari hasil

penelitiannya ditemukan angka kejadian molahidatidosa yang tinggi pada

perempuan muda, dimana fungsi seksualnya masih imatur. Menurut

Hasegawa molahidatidosa diduga disebabkan oleh teori defisiensi

5

Page 9: Referat Mola Hidatidosa

estrogen, yang didukung oleh data-data penelitian yang melaporkan bahwa

60% penderita molahidatidosa berumur 18–21 tahun dan disertai

hipofungsi ovarium. Serta insidens molahidatidosa yang tinggi pada

perempuan muda dan pada perempuan tua dimana fungsi ovarium telah

menurun.

Walaupun etiologi mola hidatidosa masih belum jelas, terdapat faktor-faktor

yang meningkatkan risiko terjadinya mola hidatidosa. Fator-faktor tersebut

antara lain:6

1. Usia

Kehamilan mola komplit sering terjadi pada wanita pada usia remaja dan

wanita berusia lebih dari 45 tahun. Usia memiliki sedikit atau bahkan tidak

ada pengaruh pada kehamilan mola parsial.

2. Kehamilan mola sebelumnya

Apabila terdapat riwayat kehamilan mola sebelumnya, penderita memiliki

kemungkinan 1-2% dibandingkan 0,167% orang pada wanita yang tidak

pernah mengalami kehamilan mola. Apabila kehamilan mola terjadi dua

kali atau lebih, maka kemungkinananya meningkat menjadi 15-20%.

3. Ras

Kehamilan mola lebih sering terjadi di negara-negara Asia seperti Taiwan,

Filipina dan Jepang, serta beberapa Native American. Akan tetapi, pada

beberapa tahun terakhir, perbedaan insidensi pada komunitas tersebut dan

populasi secara umum telah menjadi lebih sedikit.

E. Patologi

Secara mikroskopik pada mola komplet terlihat trias:1,12

1. Proliferasi dari trofoblast bersifat difus.

2. Degenerasi hidrofik dari stroma villi bersifat difus.

3. Hilangnya pembuluh darah dan stroma bersifat difus.

6

Page 10: Referat Mola Hidatidosa

Sedangkan pada mola parsialis struktur histologisnya bersifat:1,7-9

1. Campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak menentu.

Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh darah

angioma melingkari villi avaskular lainnya. stroma villi mempunyai

struktur retikular, beberapa villi bersifat fibrotik.

2. Proliferasi trofoblastik Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola

hidatidosa komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada.

3. Perubahan hidropik bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada

trimester pertama biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik.

Pada mola yang telah lama terdapat sisterna yang besar, jarang terlihat

pada aborsi hidropik.

4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus

juga amnion.

F. Patogenesis

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit

ini. Pertama, teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-

5 minggu, saat di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk,

menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami

hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi

darah ibu, diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi

yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan

interstitial yang menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG.1

Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang

abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal

pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga

timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan

kematian mudigah. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-

gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola

7

Page 11: Referat Mola Hidatidosa

parsialis kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar

butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi

seluruh kavum uterus.1

Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus

mola susunan kromatin seksnya adalah wanita (46xx). Secara makroskopik,

mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih,

tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa

millimeter sampai satu atau dua sentimeter.1

G. Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul pada kehamilan mola adalah sebagai berikut.2

1. Pertumbuhan uterus abnormal, dimana ukuran uterus dapat lebih besar

ataupun lebih kecil daripada usia kehamilannya.

2. Mual dan muntah yang cukup berat sehingga memerlukan perawatan di

Rumah Sakit.

3. Perdarahan pervaginam pada 3 bulan pertama kehamilan.

4. Gejalan hipertiroidisme seperti intoleransi panas, BAB cair, takikardia,

gugup berlebihan, kulit yang hangat dan lembab, tremor pada tangan,

ataupun penurunan berat badan yang sulit dijelaskan.

5. Gejala yang mirip dengan preeklampsia yang terjadi pada trimester

pertama atau permulaan trimester kedua seperti terkanan darah tinggi,

pembengkakan pada kaki, pergelangan kaki dan tungkai bawah (yang

hampir selalu menjadi tanda mola hidatidosa karena pada preeklampsia

sangat jarang terjadi pada awal kehamilan).

H. Diagnosis

1. Anamnesis1,2,5

a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata

dari kehamilan biasa.

8

Page 12: Referat Mola Hidatidosa

b. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna

tengguli tua atau kecoklatan.

c. Pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan

dengan usia kehamilan seharusnya.

d. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu

ada) yang merupakan diagnosa pasti.

2. Gejala Klinis1,2,5,6

a. Perdarahan

Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling

umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif.

Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan

ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat

sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten,

sedikit-sedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau

kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia

sering dijumpai terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari

hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola yang lebih besar.

Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula halnya dengan

kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang tidak

mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai peningkatan

kebutuhan asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas.

Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan mola. Darah

yang keluar berwarna kecoklatan.

b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia

kehamilan)

Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat

daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari

semua pasien mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil

atau sama besarnya dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya

belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak

9

Page 13: Referat Mola Hidatidosa

terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying

mole. Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti

dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan

karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang kaku.

Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat

sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.

c. Tidak adanya aktifitas janin

Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak

ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin

terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplet yang

bertumbuh bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat

normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplet pada

plasenta yang disertai janin hidup.

d. Eklampsia dan preeklampsia

Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2.

Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat

sebelum usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang

terjadi sebelum waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.

e. Hiperemesis

Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu

gejala mola hidatidosa.

f. Tirotoksikosis

Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering

meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry

insidennya 1%, tetapi Martaadisoebrata menemukan angka lebih

tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa

berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin

besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola

dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata

10

Page 14: Referat Mola Hidatidosa

menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda

tirotoksikosis secara aktif. Mola yang disertai tirotoksikosis

mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian

maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita

meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin

karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan

normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat

thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin hormone.

Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi

hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 IU/L yang bersifat tirotoksis.

Mola hidatidosa komplit:

a. Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplit. Jaringan

mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus mungkin

membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk ke

dalam vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus.

b. Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG

c. Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan

kulit yang hangat.

Mola hidatidosa parsial

a. Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama

dengan mola komplit. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda

seperti abortus inkomplet atau missed abortion.

b. Perdarahan pervaginam

c. Adanya denyut jantung janin

3. Pemeriksaan Fisik1,5,6,7,9,12

Pada pemeriksaan fisik ditemukan:

a. Inspeksi

Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-

kuningan yang disebut muka mola (mola face).

11

Page 15: Referat Mola Hidatidosa

Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.

b. Palpasi

Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek.

Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak

janin.

Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar,

dan fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah

baru.

c. Auskultasi

Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

Terdengar bising dan bunyi khas

d. Pemeriksaan dalam

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian

janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan

vagina, serta evakuasi keadaan serviks.

4. Pemeriksaan Penunjang1,2,5,6,7,9,12

a. Pemeriksaan sonde

Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika

sonde masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar

360o dengan deviasi sonde kurang dari 10o, berarti merupakan

kehamilan mola.

b. Pemeriksaan laboratorium

Pengukuran kadar β-hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan

diagnosis mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial

diperlukan untuk mendeteksi penyakit PTG yang persisten setelah

pengeluaran mola. Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon β-

hCG, karena karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah

kemampuannya dalam memproduksi hormon β-hCG, sehingga jumlah

hormon ini lebih meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan

normal pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di

12

Page 16: Referat Mola Hidatidosa

urin maupun dalam serum penderita. Namun pemeriksaan yang

dilakukan pada serum terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada

yang di urin. Terdapat tiga jenis pemeriksaan β-hCG, yaitu:

β-hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 –

10 mIU/ml.

β-hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50

mIU/ml.

β-hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2

juta mIU/ml.

Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar β-hCG serum kehamilan

normal pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar β-hCG kuantitatif

>100.000 mIU/L mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang

berlebihan dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya

kehamilan mola namun kadang-kadang kehamilan mola dapat

memiliki nilai hCG normal. Biasanya tes β-hCG normal setelah 8

minggu post evakuasi mola.

Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat

kehamilan tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa

dibuat. Kadar hormon β-hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau

lebih setelah menstruasi terakhir. Pemantauan secara hati-hati dari

kadar β-hCG, penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak

lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon β-hCG

yang ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-

sel tumor yang ada.

c. Ultrasonografi

Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran

seperti “badai salju” tanpa disertai kantong gestasi atau janin.

Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah

13

Page 17: Referat Mola Hidatidosa

mengalami perdarahan pada trisemester awal kehamilan dan memiliki

ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya.

USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan

antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus

diingat bahwa beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan

gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa termasuk myoma uteri

dengan kehamilan ini dan kehamilan janin > 1. Pada kehamilan

trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali

sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus

incomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran

mola hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa

ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter

antara 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti

gambaran sarang tawon (honey comb) atau badai salju (snow storm).

Gambar USG mola Hidatidosa

d. Amniografi

Dengan menggunakan bahan radioopague yang dimasukkan ke dalam

uterus secara transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik

yang khas untuk mola hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan

jarum amniosentesis. Suntikan 20 ml hypague segera. Dibuat foto

14

Page 18: Referat Mola Hidatidosa

anteroposterior 5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang terjadi seperti

sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi

gelombang-gelombang korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang

digunakan lagi semenjak adanya USG yang lebih mudah.

I. Penatalaksanaan1,7-9,12

Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:

1. Perbaikan keadaan umum

Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan

srok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti

preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan

biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit

dalam, antara lain dengan inderal.

2. Pengeluaran jaringan mola

Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi

a. Kuret hisap

Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan

mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU

oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60

tetes/menit. Oksitosin diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus

mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi

perdarahan dari tempat implantasi dan dengan terjadinya retraksi

miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian resiko

perforasi dapat dikurangi. Bila sudah terjadi abortus maka kanalis

servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis

belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis dilator

15

Page 19: Referat Mola Hidatidosa

(setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola

dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi

dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati

dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang

diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua

dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak

diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret

pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih besar

kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang

bersih. Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12

minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus

dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika

bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret

sebaiknya disediakan persediaan darah untuk menjaga kemungkinan

terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.

b. Histerektomi

Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk

pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun

histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup

umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan

histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi karena hal

tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan. Batasan yang

dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang

bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan

histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif. Ada

beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan

melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah

ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel

tumor trofoblastik, namun mampu untuk mengurangi kekambuhan

penyakit ini.

16

Page 20: Referat Mola Hidatidosa

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika

Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan

di bawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan paritas tinggi yang

menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil

histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau

Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan

jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika

merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian

sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta

mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar

hCG >100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk

perubahan ke arah keganasan, pertimbangan untuk memberikan

Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal.

Metastasis yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen kemoterapi

tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi.

4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)

Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang

mengarah keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut.

Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun,

mematuhi jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1x pada triwulan pertama,

tiap 2 minggu pada triwulan kedua, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya,

tiap 2 bulan pada tahun berikutnya, selanjutnya tiap 3 bulan.

Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu.

Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan

atau pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut.

Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan

pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama

1 tahun

Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian.

17

Page 21: Referat Mola Hidatidosa

Setiap periksa ulang penting diperhatikan:

Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lain

Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang

keadaan serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain

Reaksi biologis atau imunologis air seni, 1x seminggu sampai hasil

negatif, 1x 2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6

bulan selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau reaksi

titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan

masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa.

Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6 minggu, 62,1% dalam

12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2% dalam 1 tahun

setelah mola keluar.

Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat

kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-

gejala choriocarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase

mola: perdarahan yang terus menerus, involusi rahim tidak terjadi,

kadang-kadang malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor

yang biru ungu, rapuh dan mudah berdarah. Selama pengawasan, secara

berkala dilakukan ginekologis, kadar -hCG dan ultrasonografi. Cara yang

paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap

untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-

sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah

dengan radioimmunoassay terhadap -hCG sub-unit. Pemeriksaan kadar

-hCG diselenggarakan setiap minggu sampai kadar menjadi negatif

selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin

juga timbul metastasis di paru-paru yang menimbulkan batuk dan

haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala yang mencurigakan

harus dibuat foto rontgen paru.

18

Page 22: Referat Mola Hidatidosa

J. Diagnosis Banding1,2,7-12

Kehamilan normal

Kehamilan dengan mioma uteri

Abortus

Kehamilan ektopik terganggu

K. Komplikasi1-12

Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang

membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam

bimbingan laparaskopi.

Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus

diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga

diberikan.

Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya

pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post

evakuasi sampai hasilnya negatif.

DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik.

Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.

Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut.

Faktor resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang

diharapkan pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir

fatal.

kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat

menyebabkan pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran

yang beragam, dari diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau

lebih. Hal ini terjadi pada 25-60% penderita mola. Kista teka lutein

multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan pembesaran satu atau

kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri. Ruptur, perdarahan atau

infeksi mudah terjadi.

Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang

berlebihan oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah besar yang

19

Page 23: Referat Mola Hidatidosa

disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi dengan pemeriksaan klinis,

insiden kista lutein + 10,2%, tetapi bila menggunakan USG angkanya

meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko

empat kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian

hari daripada kasus-kasus tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah

beberapa minggu yang biasanya seiring dengan penurunan kadar B-hCG.

Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau

ovarium yang membesar tadi mengalami infeksi. umumnya ukuran

kembali normal dalam 12 minggu.

Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang

Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh

pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus

oleh karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena

evakuasi jaringan mola.

Infeksi sekunder

20

Page 24: Referat Mola Hidatidosa

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa

pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus

dicurigai terhadap kemungkinan adanya penyakit mola hidatidosa.

2. Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

3. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung-gelembung mola atau

jaringan mola yang keluar.

4. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan diagnosa, cara yang

sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan memberikan

gambaran badai salju. Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan

dalam mendeteksi penyakit trofoblas ganas yang terjadi setelah evakuasi

jaringan mola.

5. Terdapat 2 cara pengeluaran jaringan mola, yaitu kuretase hisap ataupun

histerektomi.

6. Pemeriksaan tindak lanjut dilakukan pada 1x seminggu sampai hasil

negatif, 1x 2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6

bulan selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun berikutnya.

B. Saran

Dalam penulisan ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali

kekurangan, oleh karena itu penulis berusaha memberikan saran terutama bagi

para pembaca agar:

1. Selalu memperbaharui ilmu karena ilmu dapat berubah dari waktu ke

waktu karena peningkatan pemahaman atau bahkan pembaharuan yang

lebih tepat.

21

Page 25: Referat Mola Hidatidosa

2. Selama belajar, sangat wajar apabila terdapat kesalahan. Akan tetapi

sebaiknya tidak mengulangi kesalahan yang sama dan mengambil

pelajaran dari kesalahan sebelumnya agar dapat diperbaiki ke depannya.

22

Page 26: Referat Mola Hidatidosa

DAFTAR PUSTAKA

1. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1999.

2. White CD. Hydatidiform mole. 2014. Tersedia dari: https://www.nlm.nih.gov/ medlineplus/ency/article/000909.htm [diakses pada 15 Oktober 2015].

3. Igwegbe AO dan Eleje GU. Hydatidiform mole: A Review of Management Outcomes in a Tertiary Hospital in South-East Nigeria. Ann Med Health Sci Res. 2013; 3(2): 210-4.

4. Heidarpour M dan Khanahmadi M. Diagnostic value of P63 in differentiating normal gestation from molar pregnancy. J Res Med Sci. 2013; 18(6): 462-6.

5. Moore LE dan Hernandez E. Hydatidiform Mole. 2014. Tersedia dari: http:// emedicine.medscape.com/article/254657-overview#showall [diakses pada 15 Oktober 2015].

6. NHS. Molar pregnancy. 2014. Tersedia dari: http://www.nhs.uk/conditions/ Molar-pregnancy/Pages/Introduction.aspx [diakses pada 15 Oktober 2015].

7. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Penyakit Trofoblas Gestasional; Obstetri Patologi; 1983; 28-33.

8. Berek AS, Adashi EY, Hillard PA. Novak’s Gynecology. 20th ed, Wiliams & Wilkins, Baltimore, 1996.

9. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic Disease: Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2001; 835-43.

10. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput Janin. ILMU KEBIDANAN. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta. 2002. Hal 341-8.

11. Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas: Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1. Penerbit buku Kedokteran. EGC. Hal. 238-43.

12. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. OBSETETRI PATOLOGIK. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. ELSTAR OFFSET. Bandung. 1981. Hal 38-42.