Referat Kelompok i

Embed Size (px)

Citation preview

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

ASPEK NEUROBIOLOGI PADA GANGGUAN SKIZOFRENIA

PENDAHULUAN Hingga sekarang penanganan penderita Skizofrenia belumlah memuaskan, hal ini terutama terjadi di Negara-negara yang sedang berkembang, disebabkan ketidaktahuan (ignorancy) keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini. Diantaranya adalah masih terdapat pandangan yang negatif (stigma) dan bahwa Skizofrenia bukanlah suatu penyakit yang dapat diobati dan disembuhkan. Kedua hal tersebut diatas memyebabkan penderita Skizofrenia mengalami perlakuan yang diskriminatif dan tidak mendapatkan pertolongan yang memadai.

STIGMA Kata stigma berasal dari bahasa Inggris yang artinya noda atau cacat. Dalam kaitannya dengan gangguan jiwa Skizofrenia ini, yang dimaksud dengan stigma adalah sikap keluarga dan masyarakat yang menganggap bahwa bila salah seorang anggota keluarganya menderita Skizofrenia, hal ini merupakan aib bagi keluarga. Oleh karenanya seringkali penderita Skizofrenia disembunyikan bahkan dikucilkan, tidak dibawa ke dokter karena rasa malu. Di beberapa daerah di Indonesia sebagian dari penderita Skizofrenia bahkan sampai dipasung. Selain dari hal tersebut di atas, sebahagian keluarga dan masyarakat masih menganggap Skizofrenia merupakan gangguan atau penyakit yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak rasional ataupun supranatural. Sebagai contoh misalnya ada anggapan bahwa orang yang mengidap Skizofrenia ini dianggap sebagai orang gila yang disebabkan karena guna-guna, kemasukan setan, kemasukanroh jahat, melanggar larangan atau tabu jenis lainnya. Dengan adanya stigma sebagaimana di uraikan di muka banyak diantara penderita Skizofrenia tidak dibawa ke dokter sehingga tidak memperoleh pengobatan yang rasional (medic-psikiatrik), melainkan dibawa berobat ke cara-cara yang tidak rasional; misalnya dibawa ke dukun, paranormal dan lain sejenisnya. Dengan demikian dapat dimengerti kalau

1

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

penderita Skizofrenia tidak mendapatkan terapi atau pengobatan yang tepat sehingga bukan lah sembuh melainkan bertambah parah

SKIZOFRENIA SEBAGAI PENYAKIT Kemajuan dibidang ilmu kedokteran jiwa dan di bidang ilmu obat-obatan (psikofarmaka) telah banyak mengungkapkan perjalanan gangguan jiwa Skizofrenia ini (the nature of disease) dan keberhasilan pengpobatannya. Bila di masa lalu banyak orang meragukan Skizofrenia ini sebagai penyakit yang dapat disembuhkan, maka kini anggapan itu telah berangsur hilang dan di akui bahwa Skizofrenia sebenarnya termasuk gangguan kesehatan dan karenanya termasuk dalam ilmu kedokteran khususnya ilmu kedokteran jiwa dan merupakan penyakit, yang penanganannya sesuai dengan azas-azas kedokteran sebagaimana halnya penyakit-penyakit fisik (jasmani) lainnya.

SEJARAH Besarnya masalah klinis Skizofrenia secara terus-menerus telah menarik perhatian tokoh-tokoh utama psikiatri dan neurologi sepanjang sejarah gangguan ini. Dua tokoh tersebut adalah Emil Kraepelin (1856-1926) dan Eugen Bleuler (1857-1939). Sebelumnya, Benedict Morel (1809-1873), seorang psikiater perancis menggunakan istilah demence precoce untuk pasien dengan penyakit yang dimulai pada masa remaja yang mengalami perburukan; Karl Ludwig Kahlbaum (1828-1899) menggambarkan gejala katatonia; Ewold Hacker (1843-1909) menulis mengenai perilaku aneh pada pasien dengan hebefrenia.

EMIL KRAEPELIN Kraepelin menerjemahkan istilah demence precoce dari morel menjadi demnesia prekoks, suatu istilah yang menekankan proses kognitif (demensia) dan awitan dini (prekoks) yang nyata dari gangguan ini. Pasien dengan demensia prekoks digambarkan memiliki perjalan penyakit yang memburuk dalam jangka waktu lama dan gejala klinis umum berupa halusinasi dan waham. Kraepelin membedakan pasien ini dengan mereka yang diklasifikasikan menderita psikosis manic-depresif yang mengalami episode nyata penyakit yang berselang-seling dengan periode berfungsi normal. Gejala utama pasien dengan paranoia adalah waham kejar persisten dan pasien tersebut di gambarkan tidak begitu mengalami perjalanan penyakit demensia prekoks yang memburuk serta gejala intermiten psikosis manic-depresif. Meski Kraepelin telah mengakui bahwa sekitar 4% pasiennya

2

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

sembuh sempurna dan 13% mengalami remisi yang signifikan, para peneliti di kemudian hari seringkali salah menyatakan bahwa Kraepelin menganggap demensia prekoks memiliki perjalanan penyakit dengan perburukan yang tak terhindarkan.

EUGEN BLEULER Bleuler mencetuskan istilah skizofrenia, yang menggantikan demensia prekoks dalam literature. Ia memilih istilah tersebut untuk menunjukan adanya skisme (perpecahan, pen) antara pikiran, emosi, dan perilaku pada pasien dengan gangguan ini. Bleuler menekankan bahwa, tak seperti konsep Kraepelin tentang demensia prekoks, skizofren tak seharusnya memiliki perjalanan penyakit yang memburuk. Sebelumnya dipublikasikannya edisi ketiga diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM- III), insiden skizofrenia di amerika serikat (dengan para psikiater mengikuti prinsip Bleuler) meningkat hingga mungkin mencapai 2 kali insiden di eropa (dengan para psikiater mengikuti prinsip Kraepelin). Setelah DSM-III diterbitkan diagnosis skizofrenia dari Bleuler menjadi label yang diterima secara internasional untuk gangguan ini. Istilah ini disalahartikan terutama oleh orang awam, sebagai kepribadian ganda. Kepribadian ganda, kini disebut gangguan identitas disosiatif, di kategorikan dalam DSM-IV-TR sebagai gangguan disosiatif dan oleh sebab itu sepenuhnya berbeda dengan skizofrenia.

EPIDEMIOLOGI Di Amerika Serikat, prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5%; konsisten dengan rentang tersebut, penelitian Epidemiological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3%. Kira-kira 0,025 sampai 0,05% populasi total diobati untuk skizofrenia dalam satu tahun. Walaupun dua pertiga dari pasien yang diobati tersebut membutuhkan perawatan di rumah sakit, hanya kira-kira setengah dari semua pasien skizofrenik mendapat pengobatan, tidak tergantung pada keparahan penyakit.

Gender dan Usia Skizofrenia setara prevalensinya pada pria dan wanita. Namun, kedua jenis kelamin tersebut berbeda awitan dan perjalanan penyakitnya. Awitan terjadi lebih dini pada pria dibanding wanita. Lebih dari separuh pasien skizofrenik pria namun hanya sepertiga dari semua pasien skizofrenik wanita pertama kali dirawat di rumah sakit psikiatri sebelum usia

3

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

25 tahun. Usia puncak awitan adalah 8-25 tahun untuk pria dan 25-35 tahun untuk wanita. Kurang lebih 3-10% wanita mengalami awitan penyakit di atas usia 40 tahun. Hampir 90% pasien yang menjalani pengobatan skizofrenia berusia antara 15-55 tahun. Bila awita terjadi setelah usia 45, gangguan ini dicirikan sebagai skizofrenia awitan lambat.

Infeksi dan Musim Saat Lahir Semua temuan kuat dalam penelitian skizofrenia adalah bahwa orang yang kemudian menderita skizofrenia lwbih mungkin dilahirkan di musim dingin dan awal musim semi dan lebih jarang yang dilahirkan pada akhir musim semi dan musim panas. Di belahan bumi utara, termasuk di Amerika Serikat, orang dengan skizofrenia lebih sering dilahirkan pada bulan Januari-April. Di belahan bumi selatan, orang dengan skizofrenia lebih sering dilahirkan pada bulan juli-september.

Distribusi Geografik Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh Amerika Serikat atau diseluruh dunia. Prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah lebih tinggi daripada daerah lainnya, walaupun distribusi yang tidak sama tersebut telah terkikis. Para peneliti menginterpretasikan kantung geografis untuk skizofrenia tersebut sebagai dukungan untuk suatu penyebab infektif (contohnya, viral)

Faktor Reproduktif Penggunaan obat psikoterapeutik, kebijakan terbuka di rumah sakit,

deinstitusionalisasi di rumah sakit pemerintah, penekanan pada rehabilitasi dan perawatan berbasis masyarakat untuk pasien skizofrenia, semuanya telah menyebabkan peningkatan angka pernikahan dan kesuburan di antara pasien skizofrenia. Akibat faktor tersebut, jumlah anak yang dilahirkan dari orangtua skizofrenia terus meningkat. Keluarga biologis derajat pertama pasien skizofrenik memiliki risiko terkena penyakit 10 kali lebih besar di banding populasi umum.

Penyakit Medis Orang dengan skizofrenia memiliki angka kematian akibat kecelakaan dan penyebab alami yang lebih tinggi daripada populasi umum. Sejumlah studi menunjukkan bahwa hingga

4

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

80% dari pasien skizofrenik mengalami penyakit medis yang signifikan pada saat yang bersamaan dan bahwa hingga 50% kondisi ini mungkin tidak terdiagnosis.

Risiko Bunuh Diri Bunuh diri merupakan penyebab utama kematian pada orang yang menderita skizofrenia. Taksirannya bervariasi, namun hingga 10% orang dengan skizofrenia mungkin meninggal akibat percobaan bunuh diri. Faktor risiko utama untuk bunuh diri di antara orang skizofrenia adalah adanya gejala depresif, usia muda, dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi (khususnya pendidikan perguruan tinggi).

ETIOLOGI Banyak teori yang mengemukakan tentang berbagai etiologi skizofrenia. Namun, penyakit ini tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi melainkan gabungan antara berbagai faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai dari faktor biologis maupun psikososial. Satu faktor mungkin muncul sebagai faktor predisposisi dan mungkin juga onset belum bermula. Namun, dengan adanya faktor lain sebagai presipitasi, gejala dapat muncul sebagai manifestasi dari penyakit tersebut, dan dapat juga semakin berat dengan dukungan dari faktor yang lain. Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang mempunyai gejalagejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya beberapa individu penderita skizofrenia mempunyai kerentanan genetik herediter. Penelitian Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status

hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia. Faktor predisposisi meliputi biologis, psikologis, dan sosiokutural dan lingkungan. Faktor biologis dari skizofrenia meliputi berbagai gangguan dalam fungsi dan anatomi otak,

5

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

neurotransmitter, maupun faktor genetik. Perkembangan teknologi berbagai pencitraan otak telah mengungkap gangguan pada anatomi otak penderita skizofrenia. Dari pencitraan Computed Tomograph (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) ditemukan adanya pengecilan volume otak pada pasien skizofrenia dan atrofi lobus frontal, cerebelum, dan limbik. Sedangkan pencitraan melalui Positron Emission Tomography (PET) menunjukkan penurunan aliran darah ke lobus frontal yang menyebabkan gangguan pada perhatian, perencanaan, dan pembuatan keputusan. Selain itu, gangguan pada sistem limbik yang secara normal berfungsi untuk mengendalikan emosi, dan juga gangguan pada ganglia basalis mengakibatkan gangguan atau keanehan pada pergerakan termasuk gaya berjalan, ekspresi wajah facial grimacing, termasuk gangguan gerakan diskinesia tardive yang merupakan efek samping pengobatan. Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmiter juga diidentifikasi sebagai penyebab skizofrenia. Ketidakseimbangan terjadi antara lain pada dopamin yang mengalami peningkatan dalam aktivitasnya. Selain itu, terjadi juga penurunan pada serotonin, norepinefrin, dan asam amio gamma-aminobutyric acid (GABA) yang pada akhirnya juga mengakibatkan peningkatkan dopaminergik. Terdapat empat fungsi dopamin dalam otak: a. Mesokortikal: menginervasi lobus frontal dan berfungsi pada insight, penilaian, kesadaran sosial, menahan diri, dan aktifitas kognisi tingkat tinggi. Gangguan pada fugsi ini mengakibatkan gejala negatif; b. Mesolimbik: menginervasi sistem limbik dan fungsinya berhubungan dengan memori, indera pembau, efek viseral automatis, dan perilaku emosional. Gangguan pada fungsi ini mengakibatkan gejala positif; c. Tuberoinfundibular: organisasi dalam hipotalamus dan memproyeksikan pada pituitari. Fungsi dopamin disini mengambil andil dalam fungsi endokrin, menimbulkan rasa lapar, haus, fungsi metabolisme, kontrol temperatur, pencernaan, gairah seksual, dan ritme sirkardian. Obat- obat antipsikotik mempunyai efek samping pada fungsi ini dimana terdapat gangguan endokrin. d. Nigrostriatal: berfungsi menginervasi sistem motorik dan ekstrapiramidal. Obat- obatan antipsikotik juga mempengaruhi fungsi ini yaitu gangguan pada pergerakan. Pada aspek biologis lain, hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh genetik terhadap terjadinya scizophrenia dimana terjadi peningkatan risiko pada kembar identik atau

6

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

monozigotik. Risiko pada kembar identik yang salah satunya menderita skizofrenia adalah 50%. Anak yang salah satu orang tuanya menderita skizofrenia, mempunyai risiko 15 % dan meningkat menjadi 35% jika kedua orang tuanya menderita skizofrenia. Selain faktor biologis, faktor psikososial juga turut berpengaruh dalam munculnya gejala skizofrenia. Faktor psikologis yang dapat menyebabkan munculnya skizofrenia diantaranya adanya konflik keluarga, dan gagalnya beberapa tahap perkembangan. Sedangkan yang dapat memperberat gejala skizofrenia adalah stres yang terus menerus dimana stres tersebut dapat berasal dari diri sendiri, yaitu faktor sikap / perilaku dan kesehatan. maupun lingkungannya termasuk keluarga. Kaplan mengemukakan bahwa terdapat pengaruh yang kuat dari keluarga dan pola dukungan di dalamnya terhadap tejadinya skizofrenia. Sedangkan faktor sosial yang dapat memperparah atau mempercepat onset skizofrenia diantaranya lingkungan industri dan urbanisasi. Selain itu, kemiskinan, isolasi sosial, lingkungan yang kritis, stigmatisasi, tekanan pekerjaan, dan kesulitan hubungan interpersonal juga diidentifikasi sebagai faktor sosial yang dapat memicu munculnya gejala skizofrenia.

Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil berdasarkan sebagian pada : a. Tanda dan gejala yang ada b. Rriwayat psikiatri

7

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

c. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan dan putus obat akut.

Penyebab skizofrenia dapat diuraikan sebagai berikut : 1. MODEL DIATESIS-STRES Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan lingkungan yang merupakan model diatesis. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) ada kemungkinan lingkungan akan menimbulkan stres. Pada model diatesis-stres yang paling umum maka diatesis atau stres dapat berupa biologis atau lingkungan atau keduanya. Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (sebagai contohnya, situasi keluarga yang penuh ketegangan atau kematian orang terdekat).Dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma. 2. FAKTOR NEUROBIOLOGI Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya simptom skizofrenia. Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.

3.

FAKTOR BIOLOGI Komplikasi kelahiran Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia. Infeksi

8

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia. Hipotesis Dopamin Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik. Hipotesis Serotonin Rumusan yang paling sederhana dari hipotesis dopamin untuk skizofrenia menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut timbul dari dua pengamatan. Pertama, Clozapine, dinyatakan mempunyai khasiat dan potensi anti psikotik serta berhubungan dengan kemampuannya untuk bertidak sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2 (D2). Kedua, obat-obatan yang meningkatkan dopaminergik, yang paling jelas adalah amfetamin, yang merupakan salah satu psikotomimetik.

Hipotesis tersebut memiliki dua masalah. Pertama, antagonis dopamin efektif dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien yang teragitasi berat, tidak tergantung pada diagnosis. Dengan demikian tidak mungkin menyimpulkan bahwa terjadi hiperaktivitas dopaminergik. Sebagai contohnya antagonis dopamin digunakan juga untuk mengobati mania akut. Kedua, beberapa data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat anti psikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien ini mungkin melibatkan keadaan hipodominergik.

4.

STRUKTUR OTAK Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang

9

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.

5.

GENETIKA Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.

10

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

6.

FAKTOR PSIKOSOSIAL TEORI TENTANG INDIVIDU PASIEN Teori Psikoanalitik Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk. Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain. Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh kesulitan interpersonal yangyang terjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan. Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak. Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat

11

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.

Teori Psikodinamik Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal. Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar. Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia.

Teori Belajar Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah emosional. TEORI TENTANG KELUARGA Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrikberasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia, antara lain:

Double Bind

12

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua berkaitan dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu.

Schims and Skewed Families Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.

Pseudomutual and Pseudohostile Families Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

Ekspresi Emosi Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia TEORI SOSIAL Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.

13

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

MANIFESTASI KLINIS Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat jelas oleh orang lain. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang tidak dapat dimengerti. Mereka mungkin memiliki keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi. Misalnya, mereka meyakini bahwa mereka mempunyai sesuatu kekuatan dan sensitivitas khusus dan mempunyai suatu kekuatan dan sensitivitas khusus dan mempunyai pengalamam mistik. Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami kemunduraan serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat mempertahankan intelegensia mereka yang mendekati normal, sebagian besar performa uji kognitifnya buruk. Pasien dapat mengalami anhedonia, yaitu tidak dapat merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deeteriorisasi, yaitu perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur. Episode pertama psikotik sering didahului oleh suatu periode misalnya perilaku dan pikiran eksentrik (fase prodormal). Kepribadian prepsikotik; dapat ditemui pada beberapa pasien skizofrenia yang ditandai dengan penarikan diri dan terlalu kaku secara social, sangat pemalu, dan sering mengalami kesulitan di sekolah meskipun IQ nya normal. Suatu pola yang sering ditemui yaitu keterlibatan dalam aktivitas antisocial ringan dalam satu atau dua tahun sebelum episode psikotik. Beberapa pasien, sebelum didiagnosis skizofrenia, mempunyai gangguan kepribadian skizotipal, ambang, antisocial, atau skizotipal. Skizofrenia sering

memperlihatkan berbagai campuran gejala-gejala di bawah ini:

1.

Gangguan pikiran: Gangguan proses pikir: Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak menyambung. Ide tersebut seolah dapat melompat dari satu topic ke topic lain yang tak berhubungan sehingga

14

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

membingungkan pendengar. Gangguan ini sering terjadi misalnya di pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak koheren. Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus-menerus mengalami gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan. Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka mungkin mengandung arti simbolik). Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan kalimat) dan disambung kembali beberapa saat kemudian, biasanya dengan topic yang lain. Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan bunyi kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya. Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja diucapkan sesorang. Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat buruk kemampuan berpikir abstraknya Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disebabkan oleh resistensi yang disengaja atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat sedikit ide yang disampaikan.

2.

Gangguan isi pikir Waham Waham adalah suatu keyakinan yang menetap yang tidak sesuai dengan fakta, dan kepercayaan tersebut mungkin aneh atau bias pula tidak aneh dan tetap dipertahankan Waham kejar Waham kebesaran Waham rujukan, yaitu pasien meyakini ada arti di balik peristiwa-peristiwa dan meyakini bahwaperistiwa atau perbuatan orang tersebut seolah-olah diarahkan kepada mereka. Waham penyiaran pikiran yaitu kepercayaan bahwa orang lain dapat membaca pikiran mereka. meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk

mengoreksinya. Contohnya:

15

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

Waham penyisipan pikiran yaitu kepercayaan bhwa pikiran orang lain dimasukan ke dalam benak pasien.

Tilikan Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhadap pengobatan, meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat orang lain.

3.

Gangguan persepsi Halusinasi Halusinasi paling sering ditemui,biasanya berbentuk pendengaran tetapi bias juga berbentuk penglihatan, penciumam, dan perabaan. Halusinasi pendengaran (paling serng suara, satu atau beberapa orang) dapat pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa sekitar pasien. Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada fase awal skizofrenia. Ilusi dan depersonalisasi Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya misintepretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap lingkungan sekitarnya, misalnya dunia terlihat tidak nyata.

4.

Gangguan emosi Pasien skizofrenia dapat memperlihatkan berbagai emosi ke emosi lain dalam jangka waktu singkat. Ada tiga afek dasar yang sering (tetapi tidak patognomnik): Afek tumpul atau datar: ekspresi pasien sangat sedikit bahkan ketika afek tersebut seharusnya diekspresikan. Pasien tidak menunjukkan kehangatan.

16

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

Afek tidak serasi: afeknya mungkin bersemangat atau kuat tetapi tidak sesuai dengan pikiran dan pembicaraan pasien. Afek labil: dalam jangka pendek terjadi perubahan afek yang jelas.

5.

Gangguan perilaku Berbagai perilaku tidak sesuai atau aneh dapat terlihat seperti gerakan tubuh yang aneh,wajah dan menyeringai, perilaku ritual, sangat ketolol-tololan, agresif, dan perilaku seksual yang tidak pantas. Skizofrenia dapat berlangsung beberapa bulan atau tahun. Kebanyakan pasien mengalami kekambuhan, dalam bentuk episode aktif, secara periodic, dalam kehidupannya, secara khas dengan jarak beberapa bulan atau tahun. Selama masa pengobatan, pasien biasanya memperlihatkan gejala residual (sering dengan derajat keparahan yang meningkat setelah beberapa tahun). Walaupun demikian, ada sebagian kecil pasien mengalami remisi. Sebagian besar pasien-pasien skizofrenia yang dalam keadaan remisi dapat memperlihatkan tanda-tanda awal kekambuhan. Tanda-tanda awal tersebut meliputi peningkatan kegelisahan dan ketegangan, penurunan nafsu makan, depresi ringan, dan anhedonia, tidak bias tidur dan konsentrasi terganggu.

Secara umum, gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala positif dan gejala negatif.

Gejala Positif Skizofrenia Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah sebagai berikut: 1. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. 2. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-suara/bisikan di telinganya padahal sebenarnya tidak ada sumbernya. 3. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

17

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

4.

Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan. Merasa dirinya Orang Besar, merasa serba bisa, serba mampu dan sejenisnya. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.

5. 6.

7.

Menyimpan rasa permusuhan.

Gejala Negatif Skizofrenia Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan adalah sebagai berikut: 1. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran perasaan ini terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi. 2. Menarik diri atau mengungsikan diri (with-drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming). 3. 4. 5. 6. 7. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial. Sulit dalam berpikir abstrak. Pola pikir stereotip. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisatif, tidak ada upaya dan usaha, setra tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu)

PEDOMAN DIAGNOSTIK SUBTIPE SKIZOFRENIA : 1. Skizofrenia Paranoid Pedoman Diagnostik : Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Sebagai tambahan : o Halusinasi dan/atau waham harus menonjol :

18

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

a.

Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).

b.

Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

c.

Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delusion passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

o

Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

2.

Skizofrenia Hebefrenik Pedoman Diagnostik : Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia : Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary). Untuk diagnosis hebefrenia diperlukan pengamatan yang terus menerus selama 2-3 bulan lamanya, untuk memastikan gambaran yang khas berikut memang benar bertahan : o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme, ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (sollitary) dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan. o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (paranks), keluhan hipokondrikal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases).

19

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

o

Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.

Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita menunjukkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).

3.

Skizofrenia Katatonik Pedoman Diagnostik : Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya : a. Stupor (sangat berkurang dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara). b. Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal). c. d. Menampilkan posisi tubuh tertentu (posisi tubuh tertentu yang tidak wajar). Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan). e. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan

menggerakkan dirinya). f. Fleksibilitas cerea (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar). g. Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

4.

Skizofrenia Tak Terinci Pedoman Diagnostik : Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik atau katatonik.20

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

5.

Depresi Pasca Skizofrenia Pedoman Diagnostik : Diagnosis dapat ditegakkan hanya apabila : a. b. Pasien telah menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada, tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya. c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk eposide depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi Episode Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

6.

Skizofrenia Residual Pedoman Diagnostik : Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan

psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh serta kinerja sosial yang buruk. Paling tidak ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia. Paling tidak sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia. Tidak terdapat dementia atau gangguan organik lain.

7.

Skizofrenia Simpleks Pedoman Diagnostik Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :21

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

a.

Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan

b.

Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe skizofrenia lainnya.

TATALAKSANA A. Terapi biologis Secara umum antipsikotik sebaiknya dimulai pada dosis rendah. Dosis tersebut dipertahankan selama 4 - 6 minggu, kecuali terdapat gejala psikotik atau agresif atau sulit tidur yang parah. Peningkatan dosis yang terlalu cepat akan meningkatkan risiko terjadinya gejala ekstrapiramidal dan gejala negative sekunder tanpa adanya kegunaan dari antipsikotik itu sendiri. Penggunaan obat parenteral short-acting untuk pasien baru sebaiknya dihindari. Namun terapi dengan obat long-acting tidak boleh diberikan kecuali pada pasien dengan riwayat tidak responsive dengan bentuk pengobatan lain. Penggunaan dosis tinggi untuk pengobatan skizofren akut tidak memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan penggunaan dosis rata-rata. Beberapa studi mengatakan bahwa penundaan pemberian antipsikotik akan memberikan outcome yang lebih buruk, diperkirakan karena beberapa aspek pada psikosis secara biologis toksik terhadap struktur otak.1 Beberapa pasien memberikan respon terhadap antipsikotik dalam minggu pertama pengobatan atau bahkan pada hari pertama. Kebanyakan akan tidak memberikan respon dalam 2 6 minggu. Namun tidak disarankan untuk memutuskan obat dan mengganti dengan jenis yang lain sebelum pengobatan mencapai 4 6 minggu, kecuali terdapat efek samping atau gejala ekstrapiramidal yang tidak sesuai dengan pengobatan. Penggunaan beberapa antipsikotik pada waktu bersamaan harus dihindari, khususnya penggunaan antipsikotik tipikal yang diberikan secara oral dan parenteral, kecuali pengobatannya memang sedang dialihkan dari intramuscular menjadi oral terapi. Pada

22

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

beberapa kasus bila antipsikotik tidak dapat mengontrol rasa cemas dan agitasi yang berlebihan, penggunaan benzodiazepine dapat diberikan.

A.1. Antipsikotik tipikal Obat antipsikotik tipikal disebut juga antipsikotik konvensional atau antipsikotik generasi 1 (APG-1).2 Obat antipsikotik tipikal ini memiliki mekanisme kerja sebagai dopamin reseptor antagonis (DRA). Sejak ditemukannya klorpromazine (CPZ) pada tahun 1950, pengobatan skizofren mengalami kemajuan. CPZ dan antipsikotik lainnya yang mirip mengurangi gejala positif dari skizofren sampai 70 %, Namun untuk gejala negatifnya, antipsikotik tipikal memiliki efek yang kurang, begitu juga efek terhadap gangguan mood dan gangguan kognisinya. APG-1 memiliki cara kerja mengurangi aktifitas dopaminergik dengan cara memblok reseptor D2. dengan pemanjangan inaktifasi mesolimbik dan dopamine mesokortikal dan dopamine pada badan nigra pada otak, akan memberikan efek antipsikotik dan ekstrapiramidal. Pada penggunaan benzamide (sebagai contoh sulpiride dan amisulpride) sebagai terapi substitusi, dimana benzamide merupakan antagonis D2 yang kuat dan juga selektif, obat ini juga memiliki kemampuan untuk mengikat reseptor neurotransmitter lainnya. Dengan kesamaan cara kerja ini, obat tersebut menunjukan sedikit perbedaan kemanjuran pada pengobatan. Pemilihan obat antipsikotik tipikal didasarkan oleh banyak pertimbangan, termasuk adanya preparat obat long-acting. Obat potensi ringan (dosis maksimal 300 mg/ hari seperti CPZ, thioridazine, mesoridazine) lebih memiliki efek sedative dan hipotensi dibanding dengan obat dengan potensi tinggi seperti haloperidol dan fluphenazine. Obat potensi tinggi dapat mengakibatkan gejala ekstrapiramidal lebih sering disbanding dengan potensi rendah. Namun kedua obat ini memberikan efek yang sama dalam mengurangi agitasi. Jika pasien memiliki riwayat pengobatan dan tidak terdapat gejala ekstrapiramidal, obat potensi tinggi seperti haloperidol dan fluphenazine menjadi pilihan utama.1 jika terdapat gejala ekstrapiramidal, obat antikolinergik seperti benztropine, biperiden atau trihexyphenidyl dapat digunakan atau dapat diganti obat menjadi obat potensi sedang (seperti trifluoperazine) atau potensi ringan. Antipsikotik atipikal juga menjadi pilihan jika terdapat gejala

23

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

ekstrapiramidal. Gejala ekstrapiramidal yang tidak teratasi dapat menyebabkan gejala negative dan kurangnya kepatuhan minum obat. Kemampuan terhadap reseptor D2, 5-HT dan muskarinik merupakan kunci dari sebuah obat antipsikotik menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Efek samping lainnya adalah ginekomastia, impotensi dan amenorea merupakan sebab dari blockade reseptor DA. Peningkatan berat badan adalah karena blockade reseptor 5-HT dan H1. Penelitian mengatakan bahwa dosis rendah antipsikotik tipikal (haloperidol dan risperidone) lebih efisien karena dapat memberi perbaikan secara cepat dan tanpa efek samping yang berarti. Sebagai contoh, dosis haloperidol 5 10 mg/hari sudah cukup untuk kebanyakan pasien dengan psikosis akut. Meningkatkan dosis tidak boleh dilakukan sebelum 4 minggu terapi. Untuk risperidone 1 4 mg/hari sudah cukup untuk menghindari efek samping ekstrapiramidal. Untuk pasien kronik yang tidak patuh untuk terapi oral, setiap 2 minggu atau setiap bulan dapat diberikan injeksi fluphenazine decanoate 12.5 50 mg atau haloperidol decanoate 25 100 mg. Hal tersebut akan mengurangi gejala kambuh secara signifikan.

A.2. antipsikotik atipikal a. Clozapine Clozapine merupakan satu-satunya antipsikotik yang memperlihatkan efek yang dapat mengurangi gejala positif dan negatif pada pasien yang gagal dengan terapi antipsikotik tipikal. Obat ini juga hampir tidak memberikan efek ekstrapiramidal, termasuk akathisia. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena clozapine memiliki daya ikat yang kuat terhadap reseptor serotonin (5-HT), adrenergik (1,2), muskarinik, dan histaminergik. Clozapine telah digunakan pada ratusan pasien di negara barat selama kurang lebih 20 tahun dan tidak ada kasus tardive diskinesia yang dilaporkan. Respon terhadap penggunaan clozapine bisa mencapai 6 bulan. Sindrom negatif cenderung membaik paling lama. Respon terhadap clozapine biasanya hanya sebagian, namun untuk pasien-pasien parah yang tidak memberikan respon terhadap terapi lain, perubahan dengan obat ini bisa terlihat drastis. Keuntungan terbesar dari clozapine adalah rendahnya kemungkinan untuk menyebabkan

24

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

granulositopeni dan agranulositosis (sekitar 1%)1. Sehingga di Amerika Serikat, clozapine digunakan hanya untuk pasien-pasien skizofren yang telah gagal dengan terapi antipsikotik tipikal atau dengan antipsikotik tipikal memberikan gejala ekstrapiramidal atau tardive diskinesia. Meskipun jarang terdapat efek agranulositosis, sel darah putih pasien harus dimonitor setiap 2 minggu. Bila sel darah putih turun di bawah 3000 /mm3, pemakaian harus dihentikan. Clozapine juga dapat menyebabkan leukositosis dan eosinofilia pada tahap-tahap awal. Perkembangan dari gangguan tersebeut tidak dapat dijadikan patokan sebagai terjadinya agranulositosis. Efek samping lainnya dari clozapine adalah sedasi, peningkatan berat badan, kejang, gejala obsesif kompulsif, hipersalivasi, takikardi, hipotensi, hipertensi, gagap, inkontinensia urin, konstipasi, dan hiperglikemi. Efek samping tersebut biasanya dapat diatasi dengan penurunan dosis. Untuk kejang harus ditangani dengan anti konvulsan seperti asam valproat. Dosis clozapine untuk kebanyakan pasien antara 100 900 mg/hari. Peningkatan dosis harus dilakukan perlahan-lahan mengingat adanya efek samping takikardi dan hipotensi. Dosis biasanya dimulai pada 25 mg/hari, kemudian sampai pada dosis 500 mg/hari dan biasanya diberikan sehari 2x. Clozapine terbukti dapat mengurangi depresi dan gejala ingin bunuh diri. Clozapine juga dilaporkan dapat meningkatkan beberapa aspek kognitif terutama kemampuan bicara, pemusatan pikiran, dan memory recall. Clozapine juga menunjukan dapat meningkatkan fungsi bekerja dan kualitas kehidupan pasien. Tidak ada data yang menunjukan bahwa clozapine efektif terhadap kasus skizotipal atau gangguan personalitas skizoid.

b. Risperidon Risperidon merupakan golongan benzisoxazole. Risperidon memiliki efek

mengurangi gejala positif dan negatif yang lebih baik daripada haloperidol. Namun tidak terdapat bukti yang menunjukan bahwa risperidon efektif terhadap pasien yang gagal terapi dengan antipsikotik tipikal. Risperidon juga dapat meningkatkan fungsi kognitif. Risperidon mempunyai kecenderungan untuk dapat menyebabkan tardive diskinesia, sehingga pemakaian risperidon biasanya dalam dosis rendah (4 8 mg/hari) namun lebih efektif dibanding dengan obat antipsikotik tipikal dengan dosis yang sama. Beberapa pasien

25

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

memberi efek pada dosis 2 mg/hari, namun ada juga yang memberi respon pada 10 16 mg/hari. Pada dosis 2 -4 mg/hari, gejala ekstrapiramidal biasanya ringan. Risperidon memiliki ikatan pada reseptor D2 yang lebih kuat daripada clozapine. Risperidon merupakan pilihan untuk pasien yang memberi respon baik terhadap antipsikotik tipikal yang ditandai dengan penurunan gejala positif, namun memiliki efek samping gejala ekstrapiramidal dan gejala negatif sekunder. Risperidon juga efektif untuk menekan tardive diskinesia. Efek samping risperidon selain gejala ekstrapiramidal adalah akathisia, peningkatan berat badan, disfungsi seksual, penurunan libido, dan galaktorea. Tidak seperti clozapine, risperidon meningkatkan serum prolaktin. Tidak ada laporan bahwa risperidon dapat menyebabkan agranulositosis.

c. Olanzapine Merupakan salah satu obat antipsikotik tipikal yang terbaru. Olanzapine memiliki struktur yang mirip dengan clozapin, dan memiliki risiko yang rendah untuk terjadinya gejala ekstrapiramidal, efektif terutama dalam mengatasi gejala negatif, dan memiliki efek minimal terhadap prolaktin. Olanzapine terbukti lebih efektif daripada haloperidol dalam mengatasi gejala positif. Dosis anjuran olanzapin dimulai pada 10 mg/hari, sehari sekali. Kebanyakan pasien memerlukan 10 25 mg/hari, namun dosis sebaiknya dinaikan secara perlahan. Sama seperti clozapine, respon perngobatan dapat baru terlihat setelah beberapa bulan. Olanzapine memberi efek samping gangguan ekstrapiramidal dan tardive diskinesia yang lebih ringan dibanding haloperidol. Efek samping terbesar dari olanzapin adalah peningkatan berat badan dan sedasi. Efek samping lainnya adalah mengantuk dan peningkatan kadar transaminase hepar.

d. Quetiapine, Sertindole dan Ziprasidone Ketiga obat tersebut merupakan obat antipsikotik terbaru yang dapat memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal lebih sedikit. Seperti clozapine, risperidon dan olanzapin, ketiga obat ini lebih poten terhadap reseptor 5HT antagonis dibanding dengan D2 antagonis.

26

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

Quentiapine merupakan dibenzothiazepine dengan potensi yang kuat tehadap reseptor 5-HT2, 1, dan H1. Quentiapine juga memiliki kemampuan memblok yang sedang terhadap reseptor D2 dan kemampuan yang kecil pada reseptor M. Dengan dosis 150 180 mg/hari dalam 2 3 sehari, quetiapine memberi hasil dalam mengatasi gejala positif dan negatif. Efek samping utama dari obat ini adalah rasa mengantuk, mulut kering, peningkatan berat badan, agitasi, konstipasi, dan hipotensi ortostatik. Sertindole merupakan golongan imidazolidonone yang memiliki potensi kuat terhadap reseptor 5-HT2, D2, dan 1. untuk mengurangi gejala positif, digunakan dosis 12 24 mg/hari, setara dengan haloperidol dengan dosis 4 16 mg/hari. Sertindole pada dosis 20 24 mg/hari memiliki efek lebih besar pada gejala negatif dibanding dengan haloperidol. Efek samping dari obat ini adalah sakit kepala, takikardi, pemanjangan interval Q-T, penurunan pompa jantung, peningkatan berat badan, kongesti nasal, mual, dan insomnia. Sertindole memiliki masa kerja yang panjang, yaitu 1 4 hari, sehingga dapat diberikan sehari 1x. Ziprasidone memiliki potensi 10x lebih kuat terhadap reseptor 5-HT2 dibanding dengan reseptor D2. Ziprasidone hampir tidak memberikan gejala ekstrapiramidal namun sama efektifnya dengan penggunaan haloperidol. Ziprasidone efektif untuk menangani gejala positif dan negatif pada pasien dengan gejala skizofren akut. Efek samping ziprasidone adalah terutama sedasi.

B. Terapi Kejang Listrik Terapi kejang listrik (TKL) atau yang dalam bahasa Inggris Electroconvulsive Treatment (ECT) jarang digunakan saat ini karena begitu mudahnya pemakaian obat-obatan antipsikotik. Terapi TKL dapat berguna sebagai terapi tambahan pada terapi obat antipsikosis berbagai jenis, termasuk clozapine, terutama untuk pasien yang memiliki respon yang kurang terhadap dan perlu pengontrolan perilaku agitasi dengan cepat. TKL dapat digunakan pada pasien yang tidak merespon terhadap obat-obatan, namun tidak ada data yang menunjukan pemakaian TKL dapat dilakukan pada pasien skizofren.

C. Terapi Psikososial

27

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

Meskipun obat antipsikotik merupakan pilihan utama dari pengobatan skizofrenia, terapi nonfarmakologis juga mempunyai peran yang penting bagi kesembuhan pasien. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan minum obat, mendukung pasien, melatih pasien untuk mandiri, meningkatkan fungsi social dan fungsi bekerja serta mengurangi beban orang yang menanggungnya. Memberi pelatihan dan dukungan kepada anggota keluarga merupaqkan hal yang penting terhadap keseluruhan proses pengobatan. Pada kebanyakan system kesehatan, program manajemen pengobatan telah dikembangkan menjadi model program yang tidak mahal, dibandingakan dengan pasien yang dirawat di rumah sakit. Terdapat seorang pengelola yang akan membantu pasien mencari tempat tinggal, mengatur keuangan, memperoleh akses ke klinik psikiatri maupun tempat rehabilitasi, dan akan menjelaskan tentang kegunaan obat-obat yang dipakai. Dengan demikian, hal tersebut akan memunkinkan pasien untuk hidup seminimal mungkin, atau bahkan tidak sama sekali, dalam pengawasan tenaga medis, khususnya tenaga medis bagian kejiwaan.

PROGNOSIS Pada umumnya prognosis untuk gangguan jiwa adalah dubia dikarenakan banyaknya faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyembuhan pasien. Untuk menetapkan prognosisnya, kita harus mempertimbangkan semua faktor di bawah ini: 1. Kepribadian prepsikotik: Bila skizoid dan hubungan antar-manusia memang kurang memuaskan, maka prognosa lebih jelek. 2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosa akan lebih baik daripada bila penyakit itu mulai secara pelan-pelan. 3. Jenis: Prognosa jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis. Sering penderitapenderita dengan katatonia sembuh dan kembali ke kepribadian prepsikotik. Kemudian menyusul jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat dikembalikan ke masyarakat. Hebefrenia dan skizofrenia simplex mempunyai prognosa yang sama jelek. Biasanya penderita dengan jenis skizofrenia ini menuju ke arah kemunduran mental. 4. Umur: Makin muda umur permulaannya, makin jelek prognosanya. 5. Pengobatan: Makin cepat diberi pengobatan, makin baik prognosanya.

28

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

6. Dikatakan bahwa bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres psikologik, maka prognosa lebih baik. 7. Faktor keturunan: Prognosa lebih berat bila di dalam keluarga terdapat seorang atau lebih yang juga menderita skizofrenia.

Menurut Robin & Guze : Baik Personalitas premorbid baik Faktor pencetus jelas Tidak ada riwayat keluarga Kesaradan berawan Terjadi akut Affect atau mood tidak datar Gejala-gejala paranoid

Menurut Kaplan & Sadocks: Mengevaluasi prognosis dengan melihat riwayat longitudinal dari penyakit, dimulai dengan riwayat keluarga sampai pada sistem penanganan Menentukan baik atau buruknya prognosis pada skizofrenia : Prognosis baik : Riwayat keluarga ttg gangguan mood / affect Perilaku dan personalitas premorbid yang baik Sudah menikah Onset akut Gejala kelainan mood terutama kelainan depresif Gejala positif (Positive symptoms) Sistem pembantu (support systems) yang baik

Prognosis buruk : Riwayat keluarga skizofrenia Riwayat trauma perinatal Onset pada usia muda Perilaku dan personalitas premorbid yang buruk

29

KEPANITERAAN JIWA RSKO JAKARTA FK UKRIDA 2012

-

Lajang, bercerai, atau menjanda Insidious onset Tanpa sebab yang jelas Tanda dan gejala gangguan neurologis Cenderung menarik diri autistic behavior Gejala negatif (Negative symptoms) Tidak ada remisi dalam 3 tahun Sering kambuh Riwayat kekerasan

DAFTAR PUSTAKA Saddock BJ, Saddock VA. Schizophrenia In:Kaplan & Saddocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. New York: Lippicontt Williams & Wilkins. 2007. 2. Maramis, W.E. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Erlangga University Press. Surabaya 2005. 3. Meltzer HY, Fatemi SH. Schizophrenia. Dalam Ebert MH, Loosen PT, Nurcombe B, editor. Current diagnosis & treatment in psychiatry. Singapore: McGrew-Hill, 2000. 2715. 4. 5. Amir N. Dalam Buku ajar psikiatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.178-94.

1.

30