28
BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi HIV pada manusia dianggap sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO). Dari penemuan pada tahun 1981 sampai 2006, AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang. HIV menginfeksi sekitar 0,6% dari populasi dunia. Pada tahun 2005 saja, penderita AIDS lebih dari 570.000 adalah anak-anak. Dengan pertumbuhannya yang semakin pesat, perlu untuk kita mengetahui apa saja komplikasi neurologis yang dapat terjadi. Dampak AIDS terhadap sel saraf yaitu dimana virus tampaknya tidak menyerang sel saraf secara langsung tetapi membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf. Peradangan yang diakibatkan dapat merusak otak dan saraf tulang belakang. Penelitian menunjukkan bahwa infeksi HIV secara bermakna dapat mengubah struktur otak tertentu yang terlibat dalam proses belajar dan pengelolaan informasi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel saraf, menyebabkan kerusakan neurologis. 31-60% pasien AIDS memiliki kelainan neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan sedikit ke sistem saraf tepi. Infeksi yang mengenai SSP pada AIDS ada dua jenis yaitu infeksi opportunis sekunder atas imunosupresi yang diinduksi oleh hilangnya imunitas sel-T, dan infeksi HIV langsung yang tampil sebagai meningitis atau kompleks dementia AIDS, manifestasi ensefalitis HIV yang secara klinis dan biologis berjangkauan luas. Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS, akibatnya mudah 1

Referat HIVAIDS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

Page 1: Referat HIVAIDS

BAB 1

PENDAHULUAN

Infeksi HIV pada manusia dianggap sebagai pandemi oleh World Health Organization

(WHO). Dari penemuan pada tahun 1981 sampai 2006, AIDS telah membunuh lebih dari 25

juta orang. HIV menginfeksi sekitar 0,6% dari populasi dunia. Pada tahun 2005 saja,

penderita AIDS lebih dari 570.000 adalah anak-anak. Dengan pertumbuhannya yang semakin

pesat, perlu untuk kita mengetahui apa saja komplikasi neurologis yang dapat terjadi.

Dampak AIDS terhadap sel saraf yaitu dimana virus tampaknya tidak menyerang sel

saraf secara langsung tetapi membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf. Peradangan yang

diakibatkan dapat merusak otak dan saraf tulang belakang. Penelitian menunjukkan bahwa

infeksi HIV secara bermakna dapat mengubah struktur otak tertentu yang terlibat dalam

proses belajar dan pengelolaan informasi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi

sel-sel saraf, menyebabkan kerusakan neurologis. 31-60% pasien AIDS memiliki kelainan

neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan sedikit ke sistem saraf tepi. Infeksi yang

mengenai SSP pada AIDS ada dua jenis yaitu infeksi opportunis sekunder atas imunosupresi

yang diinduksi oleh hilangnya imunitas sel-T, dan infeksi HIV langsung yang tampil sebagai

meningitis atau kompleks dementia AIDS, manifestasi ensefalitis HIV yang secara klinis dan

biologis berjangkauan luas.

Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita

HIV/AIDS, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi

disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa dan jamur dan juga mudah terkena penyakit

keganasan. Dalam referat ini, akan dibahas secara singkat mengenai beberapa jenis infeksi

oportunistik susunan saraf pusat pada pasien AIDS yang disebabkan oleh patogen viral :

ensefalitis sitomegalovirus dan leukoensefalopati multifokal progresif, serta yang disebabkan

oleh patogen non-viral : ensefalitis toksoplasma dan meningitis kriptokokus.

1

Page 2: Referat HIVAIDS

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM SARAF PUSAT

A. Otak

a. Perkembangan Otak

Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25%

oksigen dan menerima 1,5% curah jantung. Bagian cranial pada tabung saraf membentuk tiga

pembesaran (vesikel) yang berdiferensiasi untuk membentuk otak : otak depan, otak tengah

dan otak belakang. Otak depan (proensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : telensefalon

dan diensefalon. _ Telensefalon merupakan awal hemisfer serebral atau serebrum dan basal

ganglia serta korpus striatum (substansi abu-abu) pada serebrum. Diensefalon menjadi

thalamus, hipotalamus dan epitalamus. Otak tengah (mesensefalon) terus tumbuh dan pada

orang dewasa disebut otak tengah. Otak belakang (rombensefalon) terbagi menjadi dua

subdivisi : metensefalon dan mielensefalon. _ Metensefalon berubah menjadi batang otak

(pons) dan serebelum. Mielensefalon menjadi medulla oblongata. Rongga pada tabung saraf

tidak berubah dan berkembang menjadi ventrikel otak dan kanal sentral medulla spinalis.

b. Lapisan Pelindung

Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut

meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid dan durameter.

Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada otak.

Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung sedikit

pembuluh darah. Ruang araknoid memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan

mengandung cairan cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung serta

selaput yang mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di bawahnya.

Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan.

Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik.

Lapisan periosteal luar pada durameter melekat di permukaan dalam kranium dan

berperan sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak. Lapisan meningeal dalam

pada durameter tertanam sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali di arahnya

untuk membentuk falks serebrum, falks serebelum, tentorium serebelum dan sela

2

Page 3: Referat HIVAIDS

diafragma. Ruang subdural memisahkan durameter dari araknoid pada regia cranial

dan medulla spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial antara perioteal luar dan

lapisan meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.

c. Cairan Cerebrospinalis

Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan medulla

spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan cerebrospinalis menyerupai

plasma darah dan cairan interstisial, tetapi tidak mengandung protein. Cairan serebrospinalis

dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh

darah serebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis

adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan

sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla

spinalis.

d. Serebrum

Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian terbesar otak.

Koterks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf. Ventrikel I dan II (ventrikel

lateral) terletak dalam hemisfer serebral. Korpus kolosum yang terdiri dari serabut

termielinisasi menyatukan kedua hemisfer. Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer dibagi oleh

fisura dan sulkus menjadi 4 lobus (frontal, paritetal, oksipital dan temporal) yang dinamakan

sesuai tempat tulangnya berada. Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer kiri

dan kanan. Fisura transversal memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Sulkus pusat /

fisura Rolando memisahkan lobus frontal dari lobus parietal. Sulkus lateral / fisura Sylvius

memisahkan lobus frontal dan temporal. Sulkus parieto-oksipital memisahkan lobus parietal

dan oksipital. Girus merupakan permukaan hemisfer serebral memiliki semacam konvolusi

yang disebut girus.

e. Area Fungsional Korteks Serebri

Area motorik primer pada korteks

Area primer terdapat dalam girus presentral. Disini neuron mengendalikan kontraksi

volunteer otot rangka. Area pramotorik korteks terletak tepat di sisi anterior girus

presentral. Neuron mengendalikan aktivitas motorik yang terlatih dan berulang seperti

mengetik. Area broca terletak di sisi anterior area premotorik pada tepi bawahnya.

Area sensorik korteks

Terdiri dari area sensorik primer, area visual primer, area auditori primer. Area

olfaktori primer dan area pengecap primer (gustatory).

Area asosiasi traktus serebral

3

Page 4: Referat HIVAIDS

Terdiri area asosiasi frontal, area asosiasi somatic, area asosiasi visual, area wicara

Wernicke.

Ganglia basal

Substansi abu-abu yang terletak jauh di dalam substansi putih serebrum.

f. Diensefalon

Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di balik hemisfer

serebral, kecuali pada sisi basal. Talamus terdiri dari dua massa oval (lebar 1 ¼ cm dan

panjang 3 ¾ cm) substansi abu-abu yang sebagian tertutup substansi putih. Masing-masing

massa menonjol ke luar untuk membentuk sisi dinding ventrikel ketiga. Hipotalamus terletak

di didi inferior thalamus dan membentuk dasar serta bagian bawah sisi dinding ventrikel

ketiga. Hipotalamus berperan penting dalam pengendalian aktivitas SSO yang melakukan

fungsi vegetatif penting untuk kehidupan, seperti pengaturan frekwensi jantung, tekanan

darah, suhu tubuh, keseimbangan air, selera makan, saluran pencernaan dan aktivitas seksual.

Hipotalamus juga berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri,

kegembiraan dan kemarahan. Hipotalamus memproduksi hormon yang mengatur pelepasan

atau inhibisi hormon kelenjar hipofise sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.

Epitalamus membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu massa berukuran kecil,

badan pineal yang mungkin memiliki fungsi endokrin, menjulur dari ujung posterior

epitalamus.

g. Sistim Limbik

Terdiri dari sekelompok struktur dalam serebrum dan diensefalon yang terlibat dalam

aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tak sadar. Girus singulum, girus

hipokampus dan lobus pitiformis merupakan bagian sistem limbic dalam korteks serebral.

h. Otak Tengah

Merupakan bagian otak pendek dan terkontriksi yang menghubungkan pons dan

serebelum dengan serebrum dan berfungsi sebagai jalur penghantar dan pusat refleks. Otak

tengah, pons dan medulla oblongata disebut sebagai batang otak.

i. Pons

Hampir semuanya terdiri dari substansi putih. Pons menghubungkan medulla yang

panjang dengan berbagai bagian otak melalui pedunkulus serebral. Pusat respirasi terletak

dalam pons dan mengatur frekwensi dan kedalaman pernapasan. Nuclei saraf cranial V, VI

dan VII terletak dalam pons, yang juga menerima informasi dari saraf cranial VIII

j. Serebelum

4

Page 5: Referat HIVAIDS

Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua otak. Terdiri dari

bagian sentral terkontriksi, vermis dan dua massa lateral, hemisfer serebelar. Serebelum

bertanggung jawab untuk mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dengan

baik. Bagian ini memastikan bahwa gerakan yang dicetuskan di suatu tempat di SSP

berlangsung dengan halus bukannya mendadak dan tidak terkordinasi. Serebelum juga

berfungsi untuk mempertahankan postur.

k. Medulla Oblongata

Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons sampai medulla spinalis dan terus

memanjang. Bagian ini berakhir pada area foramen magnum tengkoral. Pusat medulla adalah

nuclei yang berperan dalam pengendalian fungsi seperti frekwensi jantung, tekanan darah,

pernapasan, batuk, menelan dan muntah. Nuclei yang merupakan asal saraf cranial IX, X, XI

dan XII terletak di dalam medulla.

l. Formasi Retikular

Formasi retukular atau sistem aktivasi reticular adalah jarring-jaring serabut saraf dan

badan sel yang tersebar di keseluruhan bagian medulla oblongata,pons dan otak tengah.

Sistem ini penting untuk memicu dan mempertahankan kewaspadaan serta kesadaran.

B. Medulla Spinalis

a. Fungsi Medulla Spinalis

Medulla spinalis mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam tubuh. Bagian ini

mentransmisi impuls ke dan dari otak melalui traktus asenden dan desenden.

b. Struktur Umum

Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun diameter

medulla spinalis bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran jari kelingking.

Panjang rata-rata 42 cm. Dua pembesaran, pembesaran lumbal dan serviks menandai sisi

keluar saraf spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai. Tiga puluh satu pasang (31)

saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina intervertebral.

c. Struktur Internal

Terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang diselubungi substansi putih. Kanal

sentral berukuran kecil dikelilingi oleh substansi abu-abu bentuknya seperti huruf H. Batang

atas dan bawah huruf H disebut tanduk atau kolumna dan mengandung badan sel, dendrite

asosiasi dan neuron eferen serta akson tidak termielinisasi. Tanduk dorsal adalah batang

vertical atas substansi abu-abu. Tanduk ventral adalah batang vertical bawah. Tanduk lateral

adalah protrusi di antara tanduk posterior dan anterior pada area toraks dan lumbal sistem

5

Page 6: Referat HIVAIDS

saraf perifer. Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu di sisi kiri dan kanan

medulla spinalis. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal dan satu radiks ventral.

d. Traktus Spinal

Substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi, dibagi menjadi funikulus

anterior,posterior dan lateral. Dalam funikulus terdapat fasiukulus atau traktus. Traktus diberi

nama sesuai dengan lokasi, asal dan tujuannya.

EPIDEMIOLOGI HIV/ AIDS

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertama kali diidentifikasi pada tahun

1981, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah diketahui sebagai penyebab pada

tahun 1984. Desember 2002, WHO (World Health Organization) memperkirakan sebanyak

42 juta penduduk mengidap HIV. Dari penemuan pada tahun 1981 sampai 2006, AIDS telah

membunuh lebih dari 25 juta orang. HIV menginfeksi sekitar 0,6% dari populasi dunia. Di

Indonesia, kasus pertama HIV/AIDS ditemukan pada tahun 1987. Hingga Maret 2010 tercatat

terjadi 20.564 kasus AIDS dengan 3.936 orang korban meninggal dunia. Jumlah tersebut

semakin bertambah seiring dengan banyaknya faktor dan sarana penularan HIV/AIDS yaitu

penggunaan narkotika jenis suntik (Injection Drug User/IUD).

INFEKSI VIRUS HIV

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus yang tergolong virus RNA

(Ribonucleic Acid), yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa

informasi genetik. HIV mempunyai enzim reverse transcriptase yang terdapat di dalam inti

HIV dan akan mengubah informasi genetika dari RNA virus menjadi deoxy-ribonucleid acid

(DNA). Enzim ini adalah polimerase DNA yang mampu bergabung dengan kromosom tubuh.

Sekali berintegrasi, ia digunakan sebagai pembawa pesan transkripsi untuk sintesis virus.

HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas kekebalan tubuh.

HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4.

Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4 adalah : sel monosit, sel

makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan sel langerhans. Infeksi

limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatan virus ke permukaan sel reseptor CD4, yang

menyebabkan kematian sel dengan meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi

Selain menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem saraf dan

dapat mengakibatkan kelainan pada saraf. Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan

6

Page 7: Referat HIVAIDS

kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf

yang membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf.

Perjalanan alamiah infeksi HIV dapat dibagi dalam tahapan sebagai berikut:

Infeksi virus (2-3 minggu)

Sindrome retroviral akut (2-3 minggu)

Gejala menghilang + serokonversi

Infeksi kronis HIV asimptomatik (rata-rata 8 tahun, di negara berkembang lebih

pendek)

Infeksi HIV/AIDS simptomatik (rata-rata 1,3 tahun)

Kematian

Berdasarkan hasil pemeriksaan CD4, infeksi HIV dapat dibedakan menjadi beberapa

fase:

Fase I - Infeksi HIV primer ( infeksi HIV akut )

Fase II - Penurunan imunitas dini ( sel CD4 > 500/ µl )

Fase III - Penurunan imunitas sedang ( sel CD4 500-200 /µl )

Fase IV - Penurunan imunitas berat ( sel CD4 <200 /µl )

Infeksi HIV primer dapat bersifat asimptomatik, atau pada 50-70% penderita muncul

dalam bentuk akut, self-limiting mononucleosis-like illness dengan demam, nyeri kepala,

mialgia, malaise, lethargi, sakit tenggorokan, limfadenopati, dan bintik makulopapular.

Infeksi akut ditandai dengan viremia, dijumpai angka replikasi virus yang tinggi, mudahnya

isolasi virus dari limfosit darah perifer dan level serum antigen virus yang tinggi. AIDS

(Acquired Immuno Deficiency Syndrome) didefinisikan sebagai suatu sindrome atau

kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik defisiensi imun yang berat, dan merupakan

manifestasi stadium akhir infeksi HIV.

Kriteria diagnosis presumtif untuk indikator AIDS a. Kandidiasis esophagus: nyeri

retrosternal saat menelan bercak putih di atas dasar kemerahan. b. Retinitis citomegalo virus

c. Mikobakteriosis d. Sarkoma Kaposi: bercak merah atau ungu pada kulit atau selaput

mukosa. e. Pneumonia pnemosistisis karini: sesak nafas/batuk non produktif dalam 3 bulan

terakhir. f. Ensefalitis Toksoplasmosis.

7

Page 8: Referat HIVAIDS

KELAINAN NEUROLOGI PADA INFEKSI HIV

Penyakit saraf sering terjadi pada seseorang yang terinfeksi HIV, sebanyak 31-60%.

Penelitian di Jakarta mendapatkan hasil bahwa 90% penderita HIV/AIDS mengalami

kelainan pada sistem sarafnya. Kegagalan fungsi tubuh menyebabkan kerentanan seluruh

sistem organ, termasuk sistem saraf sentral, perifer dan otot. Keterlibatan sistem saraf dapat

sebagai akibat infeksi primer oleh virus atau infeksi oportunistik, efek imunosupresif atau

keduanya.

Kelainan neurologi yang timbul pada penderita AIDS secara umum dapat

dikelompokkan menjadi:

a) Infeksi HIV Primer Komplikasi langsung terlibat pada sistem saraf yang terinfeksi

HIV dengan perubahan patologi diakibatkan langsung oleh HIV itu sendiri. Harus

diingat bahwa lesi SSP pada AIDS dapat disebabkan proses neoplastik. Limfoma SSP

primer ditemukan sekitar 3 % dari pasien AIDS, dan limfoma sistemik juga bisa

menyebar pada mening. Beberapa sarkoma Kaposi yang metastase ke otak pernah

dilaporkan. Contoh lainnya adalah AIDS Dementia dan neuropati perifer.

b) Infeksi Oportunistik SSP Sekunder/komplikasi tidak langsung sebagai akibat dari

proses immunosupresi konkomitan berupa infeksi opportunistik dan neoplasma.

Patogen viral

Ensefalitis sitomegalovirus

Leukoensefalopati multifokal progresif

Patogen non-viral

Ensefalitis toksoplasmas

Meningitis kriptokokus

HIV merupakan virus yang bersifat imunotropik dan neurotropik yang berarti organ

targetnya selain sel imun juga menyerang sistem saraf. HIV melewati sawar darah otak

melalui aksis makrofagmonosit. Mekanisme yang memungkinkan mencakup transport

intraseluler melewati blood-brain barrier dalam makrofag yang terinfeksi, penempatan virus

bebas pada leptomeningens, atau virus bebas setelah replikasi dalam pleksus khoroideus atau

epithelium vaskular.

Infeksi virus herpes sering terlihat pada pasien AIDS. Pada orang yang terpajan

dengan herpes zoster, virus dapat tidur di jaringan saraf selama bertahun-tahun hingga

8

Page 9: Referat HIVAIDS

muncul kembali sebagai ruam. Reaktivasi ini umum pada orang yang AIDS karena sistem

kekebalannya melemah. Neurosifilis, akibat infeksi sifilis yang tidak diobati secara tepat,

tampak lebih sering dan lebih cepat berkembang pada orang terinfeksi HIV. Neurosifilis

dapat menyebabkan degenerasi secara perlahan pada sel saraf dan serat saraf yang membawa

informasi sensori ke otak

Seperti halnya penyakit infeksi yang lainnya, tuberkulosis pada penyakit AIDS juga

infeksius ada individu sehat. Gejala klinisnya bervariasi tergantung pada tahap penyakit HIV-

nya. Pada stadium awal, dimana relatif ada kekebalan dalam sel (cell mediated immunity),

maka penyakit tuberkulosisnya akan menunjukkan gambaran penyakit primer klasik seperti

pada orang dewasa yakni dengan adanya infiltrat di lobus atas dan adanya kavitasi; dimana

tes tuberkulin biasanya akan positif. Bila penyakit HIV-nya melanjut maka cell mediated

immunity akan rusak disertai gejala non spesifik, yaitu demam, turunnya berat badan dan

fatigue (kelelahan), dengan atau tanpa adanya gejala batuk.

PENATALAKSANAAN HIV/AIDS

Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari pengobatan, perawatan/rehabilitasi dan

edukasi. Pengobatan pada pengidap HIV/penderita AIDS ditujukan terhadap: virus HIV (obat

antiretroviral), infeksi opportunistik, kanker sekunder, status kekebalan tubuh, simptomatis

dan suportif. Obat-obat antiretroviral dapat memperbaiki morbiditas pada HIV dan dapat

memperpanjang survival. Sesuai perkembangan pada terapi HIV terdapat tiga kelas obat

antiretroviral yang telah diakui penggunaannya yaitu: nucleoside reverse transcriptase

inhibitors (NRTIs), nonnucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs), dan protease

inhibitors (PIs). Agar tercapainya penggunaan obat secara potensial maka digunakan paling

sedikit tiga jenis obat dari paling sedikit dua kelas obat antiretroviral. Secara khusus meliputi

dua obat NRTIs dan lainnya satu NNRTIs atau PIs.

Pengobatan untuk infeksi oportunistik dan kanker sekunder bergantung pada penyakit

infeksi atau kanker apa yang ditimbulkan. Pengobatan status kekebalan tubuh dengan

menggunakan immune restoring agents, diharapkan dapat memperbaiki fungsi sel limfosit,

dan menambah jumlah limfosit.

INFEKSI OPORTUNISTIK SUSUNAN SARAF PUSAT PADA PASIEN AIDS

CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah

putih manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel ini berfungsi dalam memerangi infeksi yang

9

Page 10: Referat HIVAIDS

masuk ke dalam tubuh. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, jumlah CD4 berkisar

antara 1400-1500 sel/ L. Pada penderita HIV/AIDS jumlah CD4 akan menurun dan dapat

menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik. Umumnya muncul jika dijumpai keadaan

immunodefisiensi berat (jumlah limfosit CD4 < 200 sel/mm3).

Hubungan infeksi oportunistik dan jumlah sel CD4 pada penderita HIV (secara umum) :

10

Page 11: Referat HIVAIDS

INFEKSI OPORTUNISTIK SSP AKIBAT PATOGEN VIRAL

ENSEFALITIS SITOMEGALOVIRUS

a) Etiologi dan Penularan

Sitomegalovirus merupakan virus DNA yang tergolong famili

herpetoviridae. CMV merupakan patogen opportunistik. Resiko CMV

tertinggi adalah pada saat jumlah CD4 di bawah 50/mcl. Manusia adalah satu-

satunya inang yang diketahui untuk cytomegalovirus. Penularan memerlukan

kontak langsung dari orang ke orang. Virus mungkin dikeluarkan dalam urin,

air liur, air susu, dan sekresi servikal dan dibawa dalam sel darah putih yang

bersirkulasi. Penyebaran secara oral dan pernapasan kemungkinan merupakan

jalur utama penularan sitomegalovirus. Virus ini dapat menyebar melalui

placenta, melalui transfusi darah, melalui transplantasi organ, dan melalui

kontak seksual.

b) Tanda dan Gejala

Demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf pusat

yang menimbulkan kejang, kesadaran menurun, atau tanda-tanda neurologis

fokal. Gejala yang timbul pada sistem saraf tepi termasuk lemas pada lengan

dan kaki, masalah pendengaran dan keseimbangan, tingkat mental yang

berubah, demensia, neuropati perifer, koma dan penyakit retina yang dapat

mengakibatkan kebutaan. Infeksi CMV pada urat saraf tulang belakang dan

saraf dapat mengakibatkan lemahnya tungkai bagian bawah dan beberapa

paralisis, nyeri bagian bawah yang berat dan kehilangan fungsi kandung

kemih. Infeksi ini juga dapat menyebabkan pneumonia dan penyakit lambung-

usus.

c) Diagnosis

Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk membantu menegakkan

diagnosis ensefalitis CMV : 1. Pungsi Lumbal dan pemeriksaan cairan

serebrospinal Hasil pemeriksaan cairan menunjukkan cairan yang jernih,

tekanannya tinggi, banyak mengandung sel darah putih dan protein, kadar

gulanya normal. 2. Elektroensefalografi (EEG) Hasil EEG yang abnormal,

kemungkinan adalah suatu ensefalitis, tetapi hasil EEG yang normal tidak bisa

menyingkirkan diagnosis ensefalitis. 3. CT Scan dan MRI CT Scan dan MRI

dikerjakan untuk memastikan bahwa penyebab dari timbulnya gejala bukan

11

Page 12: Referat HIVAIDS

karena abscess otak, stroke, atau kelainan struktural (tumor, hematoma,

aneurisma) Jika diduga suatu ensefalitis, CT Scan / MRI ini dikerjakan

sebelum pungsi lumbal untuk mengetahui adanya peningkatan intrakranial. 4.

Biopsi otak 5. Pemeriksaan darah : Pemeriksaan serologis untuk mengukur

kadar antibodi terhadap virus.

d) Penatalaksanaan

Pengobatan ensefalitis sitomegalovirus pada pasien dengan AIDS

membutuhkan obat khusus terhadap CMV dan pemulihan fungsi kekebalan

melalui penggunaan terapi anti retroviral (ART). Untuk virus CMV nya dapat

diberikan asiklovir (5mg/kgBB 2 kali sehari parenteral selama 14-21 hari,

selanjutnya 5mg/kgBB sekali sehari dianjurkan sampai CD4>100 sel/ml).

Sedangkan pengobatan kausatif dapat diberikan diazepam 10-20 mg iv untuk

mengatasi kejang, dan dapat pula diberikan manitol 20% untuk anti udem

serebri.

LEUKOENSEFALITIS MULTIFOKAL PROGRESIF

a) Etiologi

Disebabkan oleh papovirus JC,yang 70% populasinya ada di tubuh

manusia dalam masa laten dan menyebabkan penyakit pada hanya sistem

kekebalan sangat lemah. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat

mengendalikan virus JC agar tidak menyebabkan penyakit.

b) Tanda dan Gejala

Tidak ada penampakan patognomonik, tetapi pasien sering

menunjukkan hilangnya neurologi multifokal. Pasien juga dapat

memperlihatkan perubahan status mental yang parah, termasuk delirium,

hilangnya kemampuan kognitif, sikap yang labil atau psikosis, dan perubahan

kepribadian.

c) Pemeriksaan Penunjang

Pada pencitraan CT scan terdapat lesi berwarna putih pada parenkim

otak. Terdapat demielinisasi pada MRI, dan mendeteksi virus JC melalui

polymerase chain reaction (PCR) dalam cairan serebrospinal. Pada pasien

yang PCR-negatif, biopsi otak umumnya dianjurkan bila PML dicurigai.

d) Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang menyembuhkan, tetapi pengobatan dengan

ART umumnya dianjurkan. Bukti mengesankan bahwa ART mungkin

12

Page 13: Referat HIVAIDS

merupakan pengobatan untuk dan juga melindungi terhadap Progresif

Multifokal Leukoensefalopati, tetapi juga ada bukti yang bertentangan; pasien

dengan Progresif Multifokal Leukoensefalopati yang mengalami perbaikan

kekebalan dengan ART tidak mengalami perbaikan secara neurologi.

Penatalaksanaan ini bersifat mengurangi gejala.

INFEKSI OPORTUNISTIK OLEH PATOGEN NON VIRAL

ENSEFALITIS TOKSOPLASMA (TOKSOPLASMOSIS OTAK)

a) Etiologi dan Penularan

Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing,

burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh

tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu

parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana; tetapi sistem

kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga

tuntas, mencegah penyakit. Transmisi pada manusia terutama terjadi bila

memakan daging babi atau domba yang mentah yang mengandung oocyst

(bentuk infektif dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau

kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dpat terjadi transmisi lewat

transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada

individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia

dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten.

Yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi

di otak.

b) Tanda dan Gejala

Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak

respon terhadap pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan,

kebingungan yang meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara

dan berjalan, muntah dan perubahan kepribadian. Tidak semua pasien

menunjukkan tanda infeksi. Nyeri kepala dan rasa bingung dapat

menunjukkan adanya perkembangan ensefalitis fokal dan terbentuknya abses

sebagai akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini hampir selalu

merupakan suatu kekambuhan akibat hilangnya kekebalan pada penderita-

penderita yang semasa mudanya telah berhubungan dengan parasit ini. Gejala-

13

Page 14: Referat HIVAIDS

gejala fokalnya cepat sekali berkembang dan penderita mungkin akan

mengalami kejang dan penurunan kesadaran.

c) Diagnosis

Pemeriksaan Serologi Didapatkan seropositif dari anti-T.gondii IgG

dan IgM. Deteksi juga dapat dilakukan dengan indirect fluorescent

antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme linked immunosorbent assay

(ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah

terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.

Pemeriksaan cairan serebrospinal Menunjukkan adanya pleositosis

ringan dari mononuklear predominan dan elevasi protein

Pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR) Mendeteksi DNA

T.gondii. PCR untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan

bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita

toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada

jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat

bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut.

CT scan Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens

multiple disertai dan biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau

penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik pada jaringan

sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal

atau tanpa lesi.

Biopsi otak Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak

d) Penatalaksanaan

Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan

sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak. Toxoplasma

gondii membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat

pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat penggunaannya.

Dosis normal obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-4g sulfadiazin per

hari. Kedua obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat

mengakibatkan anemia. Orang dengan toksoplasmosis biasanya memakai

kalsium folinat (semacam vitamin B) untuk mencegah anemia.

Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap toksoplasmosis. Lebih dari

80% orang menunjukkan kebaikan dalam 2-3 minggu. Orang yang pulih dari

toksoplasmosis seharusnya terus memakai obat antitokso dengan dosis

14

Page 15: Referat HIVAIDS

rumatan yang lebih rendah. Jelas bahwa orang yang mengalami

toksoplasmosis sebaiknya mulai terapi antiretroviral (ART) secepatnya. Bila

CD4 naik menjadi di atas 200 selama lebih dari tiga bulan, terapi rumatan

toksoplasmosis dapat dihentikan.

MENINGITIS KRIPTOKOKUS

a) Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, yang

umum ditemukan pada tanah dan tinja burung. Jamur ini pertama menyerang

paru dan menyebar ke otak dan saraf tulang belakang, menyebabkan

peradangan. Risiko infeksi paling tinggi jika jumlah CD4 di bawah 50.

b) Tanda dan Gejala

Gejala meningitis termasuk demam, kelelahan, leher pegal, sakit

kepala, mual dan muntah, kebingungan, penglihatan kabur, dan kepekaan pada

cahaya terang. Gejala ini muncul secara perlahan. Tanda-tanda seperti

meningismus, termasuk kuduk kaku, timbul < 40% penderita. Kejang dan

defisit neurologik fokal sering timbul dan merupakan tanda koma

kriptokokosis dan tromboflebitis sinus venosus. Manifestasi ekstraneural,

dapat terjadi dengan/tanpa meningitis, termasuk infiltrasi pulmoner, lesi di

kulit, abses prostat dan hepatitis.

c) Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium dipakai untuk menentukan diagnosis meningitis. Tes

laboratorium ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Darah

atau cairan sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua

cara. Tes yang disebut CRAG mencari antigen (sebuah protein) yang dibuat

oleh kriptokokus. Tes biakan mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari

sampel. Tes biakan membutuhkan satu minggu atau lebih untuk menunjukkan

hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila

diwarnai dengan tinta India (70% positif) dan ditemukan antigen kriptokokus

dalam darah dan LCS (95-100% positif). LCS jumlah sel, glukosa, protein

dapat terjadi tetapi tidak selalu. Kultur darah dan urin (+).

d) Penatalaksanaan

Meningitis kriptokokus diobati dengan obat antijamur. Beberapa klinisi

memakai flukonazol namun ada juga yang memilih kombinasi amfoterisin B

dan kapsul flusitosin. Amfoterisin B adalah yang paling manjur, tetapi obat ini

15

Page 16: Referat HIVAIDS

dapat merusak ginjal. Walau jarang, meningitis kriptokokus tampaknya dapat

kambuh atau menjadi lebih berat bila terapi antiretroviral (ART) dimulai

dengan jumlah CD4 yang rendah. Hal ini disebabkan karena adanya

pengembangan sindrom pemulihan kekebalan (immune reconstruction

inflammatory syndrome/IRIS). Hal ini karena obat anti-HIV dapat

memulihkan kemampuan sistem kekebalan untuk menanggapi infeksi dan

menghasilkan pemberantasan bakteri secara cepat. ART sering ditunda hingga

terapi awal untuk mengobati infeksi sudah diselesaikan.

16

Page 17: Referat HIVAIDS

BAB 3

KESIMPULAN

Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak

negara di seluruh dunia. Infeksi HIV pada manusia dianggap sebagai pandemi oleh World

Health Organization (WHO). Dengan pertumbuhannya yang semakin pesat, perlu untuk kita

mengetahui apa saja komplikasi neurologis yang dapat terjadi. 31-60% pasien AIDS memiliki

kelainan neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan sedikit ke sistem saraf tepi. Infeksi yang

mengenai SSP pada AIDS ada dua jenis yaitu infeksi opportunis sekunder atas imunosupresi

yang diinduksi oleh hilangnya imunitas sel-T, dan infeksi HIV langsung yang tampil sebagai

meningitis atau kompleks dementia AIDS, manifestasi ensefalitis HIV yang secara klinis dan

biologis berjangkauan luas. Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan

tubuh pada penderita HIV/AIDS, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti

penyakit infeksi disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa dan jamur dan juga mudah terkena

penyakit keganasan.

Pengobatan untuk infeksi oportunistik bergantung pada penyakit infeksi yang

ditimbulkan. Pengobatan status kekebalan tubuh dengan menggunakan immune restoring

agents, diharapkan dapat memperbaiki fungsi sel limfosit, dan menambah jumlah limfosit.

Penatalaksanaan HIV/AIDS bersifat menyeluruh terdiri dari pengobatan,

perawatan/rehabilitasi dan edukasi. Pengobatan pada pengidap HIV/penderita AIDS

ditujukan terhadap: virus HIV (obat ART), infeksi opportunistik, kanker sekunder, status

kekebalan tubuh, simptomatis dan suportif.

17

Page 18: Referat HIVAIDS

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid

III. Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006

2. Sylvia Price dan Lorraine Wilson. Human Immunodeficiency (HIV)/Acquired

Immunodeficiency Sindrome). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC,2006

3. Patric Davey. Infeksi HIV dan AIDS. At a Glance Medicine. Jakarta: EMS. 2006

Profesor.dr.H.Jusf Misbach, dkk. HIV-AIDS Susunan Saraf Pusat. Neurologi. Jakarta:

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2006.

4. Gilroy J. Basic Neurology. Mc Graw-Hill. 3rd edition. New York. 2000 : 482-90.

Belman Anita L,Maletic-Savatic Mirjana. Human Immunodeficiency Virus and

Acquired Immunodeficiency Syndrome. In Textbook Clinical Neurology. Goetz.

2003:955-89.

5. Harrington Robert. Opportunistic Infection in HIV Disease. Best Practice Medicine.

Januari 2003.

6. Howard L. Weiner, dkk. AIDS dan system saraf. Buku Saku Neurologi. Jakarta: EGC.

2001

7. HIV and Hepatitis. 2008. Di unduh dari

http://www.hivandhepatitis.com/recent/2008/09c.html

8. HIV insite. 2003. Di unduh dari http://hivinsite.ucsf.edu/InSite?page=kb-04-01-0

Yayasan Spirita.2009.

9. Neuropati Perifer. Diunduh dari http://spiritia.or.id/hatip/pdf/h01331.pdf Yayasan

Spirita. 2007. Oleh National institude of Neurological Disorders and Stroke. Diunduh

dari http://www.spirita.or.id

10. Meningitis Kriptokokus. Di unduh dari http://spiritia.or.id/li/bacali.php?.

18