34
BAB I PENDAHULUAN Hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina. (1) Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga hidung dan nasofaring. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik dan sumber perdarahan yang paling sering adalah dari pleksus Kiessel-bach’s. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat berhenti sendiri. Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2-10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin dan kering. (1,2) Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma,kelainan anatomi,kelainan pembuluh darah,infeksi lokal, benda asing,tumor,pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik seperti penyakit kardiovaskuler,kelainan darah,infeksi sistemik, 1

Referat Epistaksis Final

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Epistaksis Final

BAB I

PENDAHULUAN

Hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan

yang tidak menguntungkan. Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian

depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman

pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat

banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri

sphenopalatina.(1)

Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga hidung dan

nasofaring. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik dan sumber perdarahan

yang paling sering adalah dari pleksus Kiessel-bach’s. Epistaksis bukan suatu penyakit,

melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat berhenti sendiri. Epistaksis

terbanyak dijumpai pada usia 2-10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin

dan kering.(1,2)

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas

disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau

kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma,kelainan anatomi,kelainan pembuluh

darah,infeksi lokal, benda asing,tumor,pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik seperti

penyakit kardiovaskuler,kelainan darah,infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir, kelainan

hormonal dan kelainan kongenital.(2)

1

Page 2: Referat Epistaksis Final

BAB II

Anatomi dan Fisiologi

Anatomi

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh

kulit,jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari os nasal, prosesus frontalis os maksila,dan prosesus

nasalis os frontalis. Kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yaitu

sepasang kartilago nasalis lateralis superior,sepasang kartilago nasalis lateralis inferior,tepi

anterior kartilago septum.(1,2,3)

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dipisahkan oleh septum nasi di

bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah

dinding. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang

rawan. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan dan periosteum pada

bagian tulang sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.(2,3)

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka yaitu konka inferior,media,superior,dan

suprema yang biasanya rudimenter. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat

rongga sempit yang disebut meatus.Ada 3 meatus yaitu meatus inferior,media,dan superior.

Dinding inferior rongga hidung dibentuk oleh os maksila dan palatum. Dinding superior atau

atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis.(3)

Gambar 1 : Hidung(1)

2

Page 3: Referat Epistaksis Final

Gambar 2 : Dinding Nasi Lateral(2)

Vaskularisasi hidung

Gambar 3 : Vaskularisasi hidung(2)

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan karotis

interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui :

3

Page 4: Referat Epistaksis Final

1) Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen

sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral

hidung.

2) Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui

kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi.

Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior

dan posterior yang mendarahi septum dan dinding lateral superior. (4)

Gambar 4 : Pleksus Kiesselbach(4)

Gambar 5: Pleksus Kiessalbach(4)

4

Page 5: Referat Epistaksis Final

Fisiologi Hidung

Fungsi Respirasi

Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Suhu udara yang melalui

hidung diatur sehingga berkisar 370C. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya

pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas. Partikel

debu, virus, bakteri, dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh :

rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, palut lend.lir. Debu dan bakteri akan melekat pada

palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan reflex bersin.(4,5)

Fungsi Penghidu

Hidung bekerja sebagai indra penghidu dan pencecap dengan adanya mukosa olfaktorius pada

atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat

mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.

Fungsi hidung untuk membantu indra pencecap adalah untuk membedakan rasa manis yang

berasal dari berbagai macam bahan.(5)

Gambar 6 : Regio mukosa(5)

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan

hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,sehingga terdengar suara sengau 5

Page 6: Referat Epistaksis Final

(rhinolalia). Terdapat 2 jenis rhinolalia yaitu rhinolalia aperta yang terjadi akibat kelumpuhan

anatomis atau kerusakan tulang di hidung dan mulut. Yang paling sering terjadi karena stroke

dan rhinolalia oklusa yang terjadi akibat sumbatan benda cair (ketika pilek)  atau padat (polip,

tumor, benda asing) yang menyumbat.(5,6)

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor reflex yang berhubungan dengan saluran

cerna,kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan reflex bersin dan

napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan

pancreas.(6) 

6

Page 7: Referat Epistaksis Final

BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI

Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga

hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari

suatu kelainan yang hampir 90 % dapat berhenti sendiri(1,3). Perdarahan dari hidung

dapat merupakan gejala yang sangat mengganggu dan dapat mengancam nyawa. Faktor etiologi

harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif(3).

ETIOLOGI

Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa

hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach (area

Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan

mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis(4). Epistaksis dapat ditimbulkan

oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik(3,4,5,6).

1) Lokal

a) Trauma

Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung, benturan ringan,

bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma yang lebih hebat seperti

kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Trauma karena sering mengorek hidung dapat

menyebabkan ulserasi dan perdarahan di mukosa bagian septum anterior. Selain itu epistaksis

juga bisa terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma pembedahan.(1,2)

Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Perdarahan dapat

terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila konka itu

sedang mengalami pembengkakan. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau

perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung.

7

Page 8: Referat Epistaksis Final

Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital.

Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian

perdarahan. (1,2,3)

Benda asing yang berada di hidung dapat menyebabkan trauma local, misalnya pada pipa

nasogastrik dan pipa nasotrakea yang menyebakan trauma pada mukosa hidung.(2)

Trauma hidung dan wajah sering menyebabkan epistaksis. Jika perdarahan disebabkan

karena laserasi minimal dari mukosa biasanya perdarahan yang terjadi sedikit tetapi trauma

wajah yang berat dapat menyebabkan perdarahan yang banyak.(3,4)

Gambar 7 : Epistaksis(3)

b) Infeksi lokal

Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis atau

sinusitis.(4)

Infeksi akan menyebabkan inflamasi yang akan merusak mukosa. Inflamasi akan

menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah setempat sehingga memudahkan

terjadinya perdarahan di hidung.(4,5)

c) Neoplasma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten, kadang-

kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemangioma, angiofibroma dapat

menyebabkan epistaksis berat. Karena pada tumor terjadi pertumbuhan sel yang abnormal

8

Page 9: Referat Epistaksis Final

dan pembentukan pembuluh darah yang baru (neovaskularisasi) yang bersifat rapuh sehingga

memudahkan terjadinya perdarahan.(5,6)

Gambar 8 : Epistaksis pada neoplasma(5)

d) Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan telangiektasis

heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease). Juga sering terjadi pada Von

Willendbrand disease. Telengiectasis hemorrhagic hereditary adalah kelainan bentuk pembuluh

darah dimana terjadi pelebaran kapiler yang bersifat rapuh sehingga memudah kan terjadinya

perdarahan.(6)

Gambar 9 : Osler’s Disease(6)

9

Page 10: Referat Epistaksis Final

Jika ada cedara jaringan, terjadi kerusakan pembuluh darah dan akan menyebabkan

kebocoran darah melalui lubang pada dinding pembuluh darah. Pembuluh dapat rusak dekat

permukaan seperti saat terpotong. Atau dapat rusak di bagian dalam tubuh sehingga terjadi

memar atau perdarahan dalam. (7)

Jika pembuluh darah terluka, ada empat tahap untuk membentuk bekuan darah yang normal.(7)

Gambar 9a. Pembekuan darah normal Gambar 9b. Pembekuan darah tidak normal

Tahap 1 Pembuluh darah terluka dan mulai mengalami perdarahan.

Tahap 2 Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran darah ke daerah yang luka.

Tahap 3 Trombosit melekat dan menyebar pada dinding pembuluh darah yang rusak. Ini disebut

adesi trombosit. Trombosit yang menyebar melepaskan zat yang mengaktifkan

trombosit lain didekatnya sehingga akan menggumpal membentuk sumbat trombosit

pada tempat yang terluka. Ini disebut agregasi trombosit.

Tahap 4 Permukaan trombosit yang teraktivasi menjadi permukaan tempat terjadinya bekuan

darah. Protein pembekuan darah yang beredar dalam darah diaktifkan pada permukaan

trombosit membentuk jaringan bekuan fibrin.

10

Page 11: Referat Epistaksis Final

Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII dan XIII dan Faktor Von Willebrand )

bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini disebut cascade.

   

Gambar 10a. cascade koagulasi normal(7) Gambar 10b. cascade koagulasi hemophilia(7)

VWD dapat terjadi pada dua tahap terakhir pada proses pembekuan darah.(6,7)

1. Pada tahap ke 3, seseorang dapat berkemungkinan tidak memiliki cukup Faktor Von

Willebrand (VWF) di dalam darahnya atau faktor tersebut tidak berfungsi secara normal.

Akibatnya VWF tidak dapat bertindak sebagai perekat untuk menyangga trombosit di

sekitar daerah pembuluh darah yang mengalami kerusakan. Trombosit tidak dapat

melapisi dinding pembuluh darah.

2. Pada tahap ke 4, VWF membawa Faktor VIII. Faktor VIII adalah salah satu protein yang

dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang kuat. Tanpa adanya faktor VIII dalam dalam

jumlah yang normal maka proses pembekuan darah akan memakan waktu yang lebih

lama. Akibatnya VWF tidak dapat bertindak sebagai perekat untuk menyangga trombosit

di sekitar daerah pembuluh darah yang mengalami kerusakan.

e) Pengaruh lingkungan

Kelembaban udara yang rendah dapat menyebabkan iritasi mukosa. Epistaksis sering

terjadi pada udara yang kering dan saat musim dingin yang disebabkan oleh dehumidifikasi

mukosa nasal selain itu bisa di sebabkan oleh zat-zat kimia yang bersifat korosif yang dapat

menyebabkan kekeringan mukosa sehingga pembuluh darah gampang pecah.(4,5)

f) Deviasi septum

11

Page 12: Referat Epistaksis Final

Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum nasi dari

letaknya yang berada di garis medial tubuh. Selain itu dapat menyebabkan turbulensi udara

yang dapat menyebabkan terbentuknya krusta. Pembuluh darah mengalami ruptur bahkan

oleh trauma yang sangat ringan seperti mengosok-gosok hidung.(2,3)

2) Sistemik

a) Kelainan darah

Beberapa kelainan darah yang dapat menyebabkan epistaksis adalah trombositopenia,

hemofilia dan leukemia.

Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti dan dibentuk di

sumsum tulang. Trombosit berfungsi untuk pembekuan darah bila terjadi trauma. Trombosit

pada pembuluh darah yang rusak akan melepaskan serotonin dan tromboksan A₂ (prostaglandin),

hal ini menyebabkan otot polos dinding pembuluh darah berkonstriksi. Pada awalnya akan

mengurangi darah yang hilang. Kemudian trombosit membengkak, menjadi lengket, dan

menempel pada serabut kolagen dinding pembuluh darah yang rusak danmembentuk plug

trombosit. Trombosit juga akan melepas ADP untuk mengaktivasi trombosit lain, sehingga

mengakibatkan agregasi trombosit untuk memperkuat plug. Trombositopenia adalah keadaan

dimana jumlah trombosit kurang dari 150.000/ µl. Trombositopenia akan memperlama waktu

koagulasi dan memperbesar resiko terjadinya perdarahan dalam pembuluh darah kecil di seluruh

tubuh sehingga dapat terjadi epistaksis pada keadaan trombositopenia. (4,5)

Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara X-linked

resesif. Gangguan terjadi pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, dimana terjadi

defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B). Darah

pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses

pembekuan darah berjalan amat lambat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya epistaksis(4,5,6)

Leukemia adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi

oleh .sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia

memproduksi tiga tipe sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh

melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oksigen kedalam tubuh) dan trombosit

(bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah). Pada Leukemia terjadi

12

Page 13: Referat Epistaksis Final

peningkatan pembentukan sel leukosit sehingga menyebabkan penekanan atau gangguan

pembentukan sel-sel darah yang lain di sumsum tulang termasuk trombosit. Sehingga terjadi

keadaan trombositpenia yang menyebabkan perdarahan mudah terjadi.(4,5,6)

Obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenilbutazon dapat pula mempredisposisi

epistaksis berulang. Aspirin mempunyai efek antiplatelet yaitu dengan menginhibisi produksi

tromboksan, yang pada keadaan normal akan mengikat molekul-molekul trombosit untuk

membuat suatu sumbatan pada dinding pembuluh darah yang rusak. Aspirin dapat menyebabkan

peoses pembekuan darah menjadi lebih lama sehingga dapat terjadi perdarahan. Oleh karena

itu,aspirin dapat menyebabkan epistaksis.(3)

b) Penyakit kardiovaskuler

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, sirosis hepatis,

diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya

hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.(3,4,5)

1. Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan

tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmhg. Epistaksis sering terjadi pada tekanan darah

tinggi karena kerapuhan pembuluh darah yang di sebabkan oleh penyakit hipertensi yang

kronis terjadilah kontraksi pembuluh darah terus menerus yang mengakibatkan mudah

pecahnya pembuluh darah yang tipis.(4,5)

2. Arteriosklerosis

Pada arteriosklerosis terjadi kekakuan pembuluh darah. Jika terjadi keadaan tekanan

darah meningkat, pembuluh darah tidak bisa mengompensasi dengan vasodilatasi,

menyebabkan rupture dari pembuluh darah.(5)

3. Sirosis hepatis

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X dan

vitamin K. Pada sirosis hepatis fungsi sintesis protein-protein dan vitamin yang 13

Page 14: Referat Epistaksis Final

dibutuhkan untuk pembekuan darah terganggu sehingga mudah terjadinya perdarahan.

Sehingga epistaksis bisa terjadi pada penderita sirosis hepatis.(6)

4. Diabetes mellitus

Terjadi peningkatan gula darah yang meyebabkan kerusakan mikroangiopati dan

makroangiopati. Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan sel endotelial pada

pembuluh darah mengambil glukosa lebih dari normal sehingga terbentuklah lebih

banyak glikoprotein pada permukaannya dan hal ini juga menyebabkan basal membran

semakin menebal dan lemah. Dinding pembuluh darah menjadi lebih tebal tapi lemah

sehingga mudah terjadi perdarahan. Sehingga epistaksis dapat terjadi pada pasien

diabetes mellitus.(3,4)

c) Infeksi akut

Demam berdarah

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi

selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan

mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua

faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi

sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit

mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat

satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo

endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan

menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati

konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP

(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Oleh

karena itu epistaksis sering terjadi pada kasus demam berdarah.(3,4,5)

3. Gangguan hormonal

14

Page 15: Referat Epistaksis Final

Pada saat hamil terjadi peningkatan estrogen dan progestron yang tinggi di pembuluh

darah yang menuju ke semua membran mukosa di tubuh termasuk di hidung yang

menyebabkan mukosa bengkak dan rapuh dan akhirnya terjadinya epistaksis.(4)

4. Alkoholisme

Alkohol dapat menyebabkan sel darah merah menggumpal sehingga menyebabkan

terjadinya sumbatan pada pembuluh darah. Hal ini menyebabkan terjadinya hipoksia dan

kematian sel. Selain itu hal ini menyebabkan peningkatan tekanan intravascular yang

dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi epistaksis.(5)

Patofisiologi

Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang sukar

ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari bagian anterior dan

posterior.(6)

1) Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber perdarahan

paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoid anterior.

Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan

sederhana(3,5,6).

15

Page 16: Referat Epistaksis Final

Gambar 11: Epistaksis anterior(6)

2) Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.

Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat

menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan

penyakit kardiovaskular(3,5,6).

Gambar 12. Epistaksis posterior(6)

GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang

hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada

bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah(5).

Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh mengorek

hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat pengeringan mukosa hidung

berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma terperinci. Riwayat pengobatan atau

penyalahgunaan alkohol terperinci harus dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur

untuk banyak alasan. Aspirin merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat menyebabkan 16

Page 17: Referat Epistaksis Final

pemanjangan atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung beberapa waktu

dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyak produk. Alkohol

merupakan senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah fungsi pembekuan secara

bermakna(6).

Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala, speculum hidung dan

alat penghisap(bila ada) dan pinset bayonet, kapas, kain kassa (6).

Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian

yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau

mengeksplorasi sisi dalam hidung.(6)

Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran

dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan

semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab

perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan

anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin

1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh

darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara(3,5,7). Sesudah 10 sampai 15 menit

kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi(7).

Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang bersifat

kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan hidung

aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan. Pemeriksaan yang diperlukan

berupa(5,6):

a) Rinoskopi anterior : Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke

posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan

konkha inferior harus diperiksa dengan cermat.

17

Page 18: Referat Epistaksis Final

Gambar 13 : Rhinoskopi Anterior(7)

b) Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan

epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma(7)

c) Pengukuran tekanan darah

Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi

dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.(7)

d) Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI

Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau infeksi.(4,5)

e) Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya.(5)

18

Page 19: Referat Epistaksis Final

Gambar 14: Tampilan endoskopi epistaksis posterior(5)

f) Skrining terhadap koagulopati

Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial,

jumlah platelet dan waktu perdarahan. (6)

g) Riwayat penyakit

Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang

mendasari epistaksis. (6)

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan. Hal-hal yang

penting dicari tahu adalah(1,5,6):

1. Riwayat perdarahan sebelumnya.

2. Lokasi perdarahan.

3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung

depan (anterior) bila pasien duduk tegak.

4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya

5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

6. Hipertensi

7. Diabetes melitus

8. Penyakit hati

9. Gangguan koagulasi

10. Trauma hidung yang belum lama

11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu : menghentikan perdarahan,

mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu

kedaan umum pasien(6). Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:(3,6,7)

19

Page 20: Referat Epistaksis Final

a) Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila

penderita sangat lemah atau keadaaan syok.

b) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan

cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum

selama beberapa menit (metode Trotter).(7)

‘;

Gambar 15. Metode Trotter(7)

c) Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi

dengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat penghisap untuk

membersihkan bekuan darah. (3,4,5)

d) Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan

kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan

elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu.(4)

e) Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan

tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin yang dicampur betadin

atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga

menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar

sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal

perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari. (5,6)

20

Page 21: Referat Epistaksis Final

Gambar 16 :Tampon anterior(6)

f) Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq,

dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2

buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana

(nares posterior). Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat.(6,7)

Gambar 17: Tampon Bellocque(7)

g) Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balon

diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air. (7)

Gambar 18. Tampon posterior dengan Kateter Foley(7)

h) Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan tetapi ada

yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya. (7)

i) Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan

pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah sakit.(7)

21

Page 22: Referat Epistaksis Final

KOMPLIKASI

Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya.

Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium sinus tersumbat), air

mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara retrograd melalui duktus

nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media,

haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan

melalui mulut terlalu kencang ditarik.(1,2,3)

Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan darah yang

turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan infark miokard dan

akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian infus atau transfusi darah(6).

DIAGNOSIS BANDING

Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir keluar dari

hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah, perdarahan di basis cranii yang

kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid ataupun tuba eustachius.(2,3)

PENCEGAHAN

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya epistaksis antara

lain :(3)

a. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat dibeli, pada kedua

lubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat tetes larutan ini dapat mencampur

1 sendok the garam ke dalam secangkir gelas, didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampai

hangat kuku.

b. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.

c. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan masukkan cotton

bud melebihi 0,5 – 0,6cm ke dalam hidung.

d. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.

e. Bersin melalui mulut.

22

Page 23: Referat Epistaksis Final

f. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.

g. Batasi penggunaan obat – obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin atau

ibuprofen.

h. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi biasa.

i. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan menyebabkan

iritasi.

PROGNOSIS

Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada pasien

hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan

prognosisnya buruk(6).

KESIMPULAN

Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suatu penyakit, yang

disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan tertentu. Epistaksis bisa bersifat

ringan sampai berat yang dapat berakibat fatal. Epistaksis disebabkan oleh banyak hal, namun

dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sebab lokal dan sebab sistemik. Epistaksis dibedakan

menjadi dua berdasarkan lokasinya yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior. Dalam

memeriksa pasien dengan epistaksis harus dengan alat yang tepat dan dalam posisi yang

memungkinkan pasien untuk tidak menelan darahnya sendiri.(1,2,3,4)

Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi

dan mencegah berulangnya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memeriksa

pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan

tekanan darah, foto rontgen sinus atau dengan CT-Scan atau MRI, endoskopi, skrining

koagulopati dan mencari tahu riwayat penyakit pasien. Tindakan-tindakan yang dilakukan pada

epistaksis adalah: (5,6,7)

a. Memencet hidung

b. Pemasangan tampon anterior dan posterior 23

Page 24: Referat Epistaksis Final

c. Kauterisasi

d. Ligasi (pengikatan pembuluh darah)

Epsitaksis dapat dicegah dengan antara lain tidak memasukkan benda keras ke dalam

hidung seperti jari, tidak meniup melalui hidung dengan keras, bersin melalui mulut,

menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan perdarahan, dan terutam berhenti merokok.

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam GL, Boies LR, Higler PA. (eds) Buku Ajar Penyakit THT, Edisi Keenam, Philadelphia

: WB Saunders, 1989. Editor Effendi H. Cetakan III. Jakarta, Penerbit EGC, 1997.

2. Iskandar N, Supardi EA. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi

Keempat, Jakarta FKUI, 2000; 91, 127-31.

3. Schlosser RJ. Epistaxis. New England Journal Of Medicine [serial online] 2009 feb 19 [cited

2009 feb 28] Available from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784

4. Suryowati E. Epistaksis. Medical Study Club FKUII [cited 2009 Mar 1] Available from:

http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?attId=2175&page=LEM%20FK%20UII

5. Evans JA. Epistaxis: Treatment & Medication. eMedicines Specialities 2007 Nov 28 [cited

Mar 2] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment

6. Anias CR. Epistaxis. Otorrhinolaryngology [serial online] cited 2009 Mar 4 Available

from :http://www.medstudents.com.br/otor/otor3.htm

24

Page 25: Referat Epistaksis Final

7. Freeman R. Nosebleed. Health Information Home [serial online] 2007 Feb 2 [cited 2009 Mar

4] Available from :

http://my.clevelandclinic.org/disorders/Nosebleed/hic_Nosebleed_Epistaxis.aspx

25