Upload
ayyash13
View
480
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Penjelasan tentang obat epidosin untuk akselerasi pematangan serviks
Citation preview
1 | R e f e r a t E p i d o s i n
Valthamate Bromide (Epidosin)
PENGANTAR
Persalinan yang lama memberikan kontribusi dalam meningkatnya angka morbiditas
perinatal dan maternal. Proses dari persalinan terhantung dari kekuatan dan frekuansi dari
kontraksi uterus untuk mendorong bayi ke luar dimana dilatasi servikal secara bersamaan juga
berdilatasi untuk memberikan jalan. Dilatasi serviks sendiri merupakan hasil dari kontraksi
uterus melawan resistensi jaringan serviks. Proses ini dikontrol secara alami oleh sistem hormon
yang memainkan peran penting pada serviks dan uterus. Tetapi terkadang, dilatasi serviks
berjalan lebih lambat dibandingkan dengan frekuensi kontraksi sehingga menyebabkan nyeri
perut, pemanjangan waktu persalinan. Akibatnya terjadi peningkatan insiden maternal distress,
perdarahan post partum, dan sepsis. Janin juga terancam terjadinya infeksi dan asfiksia.
Hambatan impuls dalam pembentukan spasme sering menganggu dilatasi serviks dan
mengakibatkan durasi persalinan yang memanjang meskipun kontraksi uterus sudah baik.
Pematangan serviks menunjukkan remodeling dari jaringan penghubung pada serviks. Penelitian
biokimia terbaru juga menunjukkan bahwa serviks dapat menghambat persalinan dengan spasme
yang dipertahankan akibat dari remodeling jaringan penghubung yang tidak adekuat. Saat ini
dibutuhkan dilatator servikal dari sumber eksternal untuk mendorong dilatasi serviks agar sesuai
dengan kontraksi uterus dan mempercepat proses persalinan.
Valethamate Bromide merupakan obat yang digunakan luas oleh ahli kandungan untuk
memfasilitasi dilatasi cerviks pada tahap pertama persalinan. Obat ini memiliki banyak merek
dagang yakni epidosin, dilaton, valosin, valamate, osdil, dan lain-lain.
Obat ini merupakan agen antikolinergik yang bekerja sentral dan perifer dengan menjadi
inhibitor kompetitif dari asetilkolin pada reseptor muskarinik. Valethamate bromide merupakan
anti kolinergik golongan tertiery amonium compound (USP) yang mempunyai efek secara umum
yakni sebagai parasimpatolitik otot polos pada sistem pencernaan dan urogenital. Kelebihan obat
ini adalah efek spasmolitik (melemaskan otot) yang muncul tidak mengganggu kontraksi rahim
kala I, II, III, IV, Daya dorong untuk melahirkan janin juga tidak terganggu. Obat ini tidak
menpengaruhi pelepasan ari-ari karena tidak bekerja pada otot uterus dan obat ini tidak
menimbulkan perdarahan paska persalinan. Efek maksimal timbul 10 menit setelah penyuntikan
IM.
2 | R e f e r a t E p i d o s i n
STRUKTUR KIMIA
Diethyl(methyl)(2-(3-methyl-2-phenylvaleryloxy)ethyl) dengan rumus molekuler C19H32NO2Br
Gambar 1.1 Struktur Kimia Valethamate Bromide
FARMAKODINAMIK
Hambatan pada reseptor muskarinik yang ditimbulkan bersifat reversibel dan dapat
diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah banyak atau pemberian antikolinesterase. Zat
antikolinergik memblok asetilkolin eksogen ataupun endogen, tetapi hambatannya jauh lebih
kuat terhadap yang eksogen. Kepekaan reseptor muskarinik terhadap anti muskarinik berbeda
antar organ. Penghambatan pada reseptor muskarinik ini merip denervasi serabut pascaganglion
kolinergik dan pada keadaan ini biasanya efek adrenergik menjadi lebih nyata.
Susunan Saraf Pusat. Pada dosis kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan saraf pusat
dan pada dosis toksik memperlihatkan efek depresi setelah melampaui fase eksitasi yang
berlebihan. Pada dosis yang kecil, obat ini merangsang N. Vagus sehingga frekuensi denyut
jantung berkurang. Pada dosis yang sangat besar, obat ini menyebabkan depresi napas, eksitasi,
disorientasi, delirium, halusinasi dan perangsangan lebih jelas di pusat-pusat yang lebih tinggi.
Sistem Kardiovaskular. Pengaruh obat ini terhadap jantung bersifat bifasik. Pada dosis yang
kecil dapat menyebabkan denyut jantung berkurang yang mungkin disebabkan perangsangan
pusat N. Vagus. Bradikardia biasanya tidak nyata dan tidak disertai perubahan tekanan darah
2 | R e f e r a t E p i d o s i n
STRUKTUR KIMIA
Diethyl(methyl)(2-(3-methyl-2-phenylvaleryloxy)ethyl) dengan rumus molekuler C19H32NO2Br
Gambar 1.1 Struktur Kimia Valethamate Bromide
FARMAKODINAMIK
Hambatan pada reseptor muskarinik yang ditimbulkan bersifat reversibel dan dapat
diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah banyak atau pemberian antikolinesterase. Zat
antikolinergik memblok asetilkolin eksogen ataupun endogen, tetapi hambatannya jauh lebih
kuat terhadap yang eksogen. Kepekaan reseptor muskarinik terhadap anti muskarinik berbeda
antar organ. Penghambatan pada reseptor muskarinik ini merip denervasi serabut pascaganglion
kolinergik dan pada keadaan ini biasanya efek adrenergik menjadi lebih nyata.
Susunan Saraf Pusat. Pada dosis kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan saraf pusat
dan pada dosis toksik memperlihatkan efek depresi setelah melampaui fase eksitasi yang
berlebihan. Pada dosis yang kecil, obat ini merangsang N. Vagus sehingga frekuensi denyut
jantung berkurang. Pada dosis yang sangat besar, obat ini menyebabkan depresi napas, eksitasi,
disorientasi, delirium, halusinasi dan perangsangan lebih jelas di pusat-pusat yang lebih tinggi.
Sistem Kardiovaskular. Pengaruh obat ini terhadap jantung bersifat bifasik. Pada dosis yang
kecil dapat menyebabkan denyut jantung berkurang yang mungkin disebabkan perangsangan
pusat N. Vagus. Bradikardia biasanya tidak nyata dan tidak disertai perubahan tekanan darah
2 | R e f e r a t E p i d o s i n
STRUKTUR KIMIA
Diethyl(methyl)(2-(3-methyl-2-phenylvaleryloxy)ethyl) dengan rumus molekuler C19H32NO2Br
Gambar 1.1 Struktur Kimia Valethamate Bromide
FARMAKODINAMIK
Hambatan pada reseptor muskarinik yang ditimbulkan bersifat reversibel dan dapat
diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah banyak atau pemberian antikolinesterase. Zat
antikolinergik memblok asetilkolin eksogen ataupun endogen, tetapi hambatannya jauh lebih
kuat terhadap yang eksogen. Kepekaan reseptor muskarinik terhadap anti muskarinik berbeda
antar organ. Penghambatan pada reseptor muskarinik ini merip denervasi serabut pascaganglion
kolinergik dan pada keadaan ini biasanya efek adrenergik menjadi lebih nyata.
Susunan Saraf Pusat. Pada dosis kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan saraf pusat
dan pada dosis toksik memperlihatkan efek depresi setelah melampaui fase eksitasi yang
berlebihan. Pada dosis yang kecil, obat ini merangsang N. Vagus sehingga frekuensi denyut
jantung berkurang. Pada dosis yang sangat besar, obat ini menyebabkan depresi napas, eksitasi,
disorientasi, delirium, halusinasi dan perangsangan lebih jelas di pusat-pusat yang lebih tinggi.
Sistem Kardiovaskular. Pengaruh obat ini terhadap jantung bersifat bifasik. Pada dosis yang
kecil dapat menyebabkan denyut jantung berkurang yang mungkin disebabkan perangsangan
pusat N. Vagus. Bradikardia biasanya tidak nyata dan tidak disertai perubahan tekanan darah
3 | R e f e r a t E p i d o s i n
atau curah jantung. Pada dosis yang besar, terjadi hambatan pada N. Vagus sehingga terjadi
takikardia. Obat ini tidak mempengaruhi pembuluh darah atau tekanan darah secara langsung,
tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin atau ester kolin yang lain. Obat ini tidak
berefek terhadap sirkulasi darah bila diberikan sendiri karena pembuluh darah tidak dipersarafi
oleh saraf parasimpatis. Pada dosis yang toksik dapat terjadi dilatasi kapiler pada wajah dan
leher. Vasodilatasi ini merupakan kompensasi kulit untuk melepaskan panas dan naiknya suhu
kulit akibat penghentian evaporasi.
Mata. Obat ini dapat menghambat M. Constrictor pupillae dan M. Cilliaris lensa mata sehingga
menyebabkan midriasis dan siklopegia (paralisis mekanisme akomodasi). Midriasis
menyebabkan fotofobia, sedangkan siklopegia menyebabkan hilangnya kemampuan melihat
jarak dekat. Tekanan intraokuler pada mata yang normal tidak banyak mengalami perubahan,
tetapi pada pasien glaukoma terutama glaukoma sudut sempit, penyaluran cairan intraokuler
melalui kanal schlemm akan terhambat karena muaranya terjepit dalam keadaan midriasis.
Saluran Napas. Tonus bronkus sangat dipengaruhi oleh sistem parasimpatis melalui reseptor
M3. Demikian juga sekresi kalenjar submukosanya. Obat ini dapat mengurangi sekret hidung,
mulut, faring dan bronkus. Obat ini juga berfek terhap bronkodilatasi.
Saluran Cerna. Karena menghambat perilstaltik lambung dan usus, obat ini juga disebut
antispasmodik. Penghambatan terhadap asetilkolin eksogen (atau esterkolin) terjadi lengkap,
tetapi terhadap asetilkolin endogen bersifat parsial. Obat ini menyebabkan berkurangnya sekresi
liur dan sebagian juga sekresi lambung. Gejala ulkus peptikum akibat obat ini diakibatkan oleh
gangguan motilitas lambung, bukan karena sekresi HCl karena pengeluaran asam lambung lebih
dipengaruhi oleg fase gaster daripada N. Vagus. Obat ini hampir tidak mengurangi sekresi cairan
pankreas, empedu dan cairan usus yang lebih banyak dikontrol oleh faktor hormonal.
Otot Polos Lain. Saluran kemih dipengaruhi oleh obat ini dalam dosis yang agak besar. Pada
pielogram akan terlihat dilatasi kaliks, pelvis, ureter dan kandung kemih. Hal ini dapat
mengakibatkan retensi urin. Retensi urin diakibatkan oleh relaksasi otot detrusor dan konstriksi
sfinter uretra. Efek antispasmodik pada saluran empedu tidak cukup kuat untuk menghilangkan
4 | R e f e r a t E p i d o s i n
kolik yang diakibatkan oleh batu empedu. Pada uterus yang inervasi otonomnya berbeda dari
otot polos lainnya, tidak terlihat efek relaksasi.
Kalenjar Eksokrin. Kalenjar eksokrin yang jelas dipengaruhi oleh obat ini adalah kalenjar
saliva dan bronkus. untuk menghambat aktivitas kalenjar keringat diperlukan dosis yang lebih
besar yang kemudian akan menyebabkan kulit menjadi kering, panas, dan merah terutama di
bagian wajah dan leher. Hal ini menjadi lebih jelas lagi pada keraacunan yaitu suhu badan
meningkat. Efek terhadap kalenjar air mata dan air susu tidak jelas.
FARMAKOKINETIK
Setelah melewati sistem pencernaan, obat ini akan masuk ke dalam peredaran darah. Di dalam
sirkulassi darah, obat ini cepat memasuki jaringan dan separuhnyaa mengalami hidrolisis
enzimatik di hepar. Sebagian diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk asal. Obat ini tidak
melewati sawar darah otak. Absorbsi obat ini dipengaruhi oleh adanya makanan di dalam
lambung. Absorbsinya lebih baik jika dikombinasi dengan antasida. Sebagian besar dari obat ini
akan diekskresikan lewat urin dan feses. Dalam bentuk senyawa asalnya. Pada pasien gagal
ginjal, kadar obat meningkat hingga 30-40% namun belum menyebabkan efek toksik.
MEKANISME KERJA
Acethylcholin berperan di synaptic cleft (celah synaps). Saat impuls berjalan menuju ujung
sinaps maka impuls akan menyebabkan pelepasan acethylcholine ke celah sinaps yang kemudian
akan berikatan dengan reseptornya pada sel syaraf yang selanjutnya,, yang kemudian akibatnya
terbuka kanal natrium sehingga natrium dapat masuk ke dalam sel syaraf berikkutnya, dan
menyebabkan depolarisasi sel syaraf tersebut sehingga impuls dapat disalurkan. Mekanisme
kerja epidosin adalah dengan menghambat secara kompetitif dari asetilkolin di celah sinaps
sehingga impuls tidak dapat di salurkan. Bila impuls tidak dapat disalurkan, maka spasme otot
polos pada serviks juga akan terhambat, karena spasme ini berasal dari impuls yang salurkan
lewat asetilkolin. Akibat penghambatan ini, akan terjadi efek parasimpatolitik dan antispasmodik
yang menyebabkan relakasasi otot polos dari serviks sehingga pematangan serviks akan lebih
cepat.
5 | R e f e r a t E p i d o s i n
Gambar 1.2 Proses Relaksasi Otot Polos
Secara molekuler jika impuls dihambat pada reseptor muskarinik, maka akan terjadi
efflux kalsium di dalam sel sehingga di dalam sel sendiri kekurangan kalsium. Akibat
kekurangan kalsium ini membuat MLC kinase yang awalnya aktif menjadi tidak aktif. Di saat
yang sama MLC fosfatase menjadi aktif sehingga membuat protein kontraktil di dalam otot polos
menjadi relaksasi.
INDIKASI
Saluran Cerna. Obat-obat antikolinergik digunakan untuk menghambat motilitas lambung dan
usus. Terutama dipakai pada ulkus peptikum dan sebagai pengobatan simptomatik pada berbagai
keadaan seperti disentri, kolitis, diverkulitis dan kolik karenaa obat atau sebab lain.
Saluran Napas. Obat ini berguna untuk untuk mengurangi sekresi lendir hidung dan saluran
napas misalnya pada rinitis akut, koriza dan hay fever tetapi terapi ini tidak memperpendek masa
sakit.
6 | R e f e r a t E p i d o s i n
Dilatasi Cerviks. Syarat pemberian obat ini adalah kontraksi uterus harus sudah memadai,
pembukaan serviks ≥ 3 cm dan denyut nadi ibu < 140 kali/menit. Pada sebuah penelitian pada
450 ibu yang mengalami persalinan (Review Of Global Medicine And Healthcare Research, 2011)
yang membandingkan penggunaan Valthamate Bromida (Epidosin) dan Hyoscine Butylbromide
(Buscopan) didapatkan hasil bahwa epidosin memiliki efikasi yang lebih baik dalam hal
mempercepat dilatasi serviks (5 jam) dibandingkan dengan buskopan (6,7 jam).
KONTRAINDIKASI
Glaukoma sudut sempit, BPH (benign prostatic hyperplasia), ileus paralitik, stenosis
pilorus, kolitis ulseratif, megakolon, takiaritmia, gangguan ginjal dan liver yang berat.
EFEK SAMPING
Efek samping obat ini hampir semuanya merupakan efek farmakodinamiknya. Mulut
kering, pandangan kabur, kesulitan dalam menelan dan berbicara, konstipasi, retensi urine,
midriasis, aritmia. Pada orang yang masih muda, efek sampingnya adalah mulut kering,
gangguan miksi, meterorismus sering terjadi tetapi tidak membahayakan. Pada orang tua dapat
terjadi efek sentral berupa sindrom demensia. Memburuknya retensi urit pada pasien hipertrofi
prostat dan memburuknya penglihatan pada pasien glaukoma menyebabkan obat ini sulit
diterima. Efek samping sentral pada golongan kuartener jarang ditemui karena obat ini tidak bisa
menembus sawar darah otak.
SEDIAAN
Obat ini tersedia dalam bentuk injeksi dan tablet. Pada sediaan injeksi, tiap ampul mengandung 8
mg valethamade bromide dan natrium klorida 8 mg. Sediaan tablet berisi 10 mg valthamate
Bromide dan 325 mg paracetamol.
7 | R e f e r a t E p i d o s i n
Gambar. Sediaan Injeksi Epidosin
DOSIS DAN INDIKASI PEMBERIAN
Injeksi
Untuk dilatasi serviks cara pemberiannya adalah 1 ampul (8 mg) diberikan secara intra
muskular tiap jam sampai tiga kali.
Dismenorrhea
8-16 mg per hari lewat IM atau IV
Spasme Visceral
8-16 mg per hari lewat IM atau IV
Spasme Saluran Pencernaan
8-16 mg per hari lewat IM atau IV
Kolik Ureter dan Bilier
8-16 mg per hari lewat IM atau IV
Oral
Dismenorrhea
3 tablet per hari (tiap tablet mengandung 10 mg Valthamate Bromida dan 325 mg
Paracetamol)
Nyeri Post Operasi
8 | R e f e r a t E p i d o s i n
3 tablet per hari (tiap tablet mengandung 10 mg Valthamate Bromida dan 325 mg
Paracetamol)
Spasme Visceral
3tablet per hari (tiap tablet mengandung 10 mg Valthamate Bromida dan 325 mg
Paracetamol)
Spasme Saluran Pencernaan
3tablet per hari (tiap tablet mengandung 10 mg Valthamate Bromida dan 325 mg
Paracetamol)
Kolik Ureter dan bilier
3tablet per hari (tiap tablet mengandung 10 mg Valthamate Bromida dan 325 mg
Paracetamol)
9 | R e f e r a t E p i d o s i n
DAFTAR PUSTAKA
Bhan S. Efficacy of Epidosin in Labour. The J of Obstetrics and Gynaecology of India, 1079;XIX(3).
Kirmani, S. A., Malla, M. S., & Regoo, F. M. (2012). Efficacy of Drotaverine in Comparison to
Hyoscine Butylbromide in Augementation Of Labour. Journal of Medical Sciences, 39-
43.
Mitra R et al Valethamate bromide for Acceleration in Labour, Indian Medical Gazette,
1978;CXXII(12)pp. 455-456.
Srivastava M, Sarkar D, Kishore N. Effect of Epidosin in normal labour. The Journal of Obstetrics
and Gynaecology of India. April 1979;Vol. XXIX(2)pp. 384-388