9
1| Referat Epidosin Valthamate Bromide (Epidosin) PENGANTAR Persalinan yang lama memberikan kontribusi dalam meningkatnya angka morbiditas perinatal dan maternal. Proses dari persalinan terhantung dari kekuatan dan frekuansi dari kontraksi uterus untuk mendorong bayi ke luar dimana dilatasi servikal secara bersamaan juga berdilatasi untuk memberikan jalan. Dilatasi serviks sendiri merupakan hasil dari kontraksi uterus melawan resistensi jaringan serviks. Proses ini dikontrol secara alami oleh sistem hormon yang memainkan peran penting pada serviks dan uterus. Tetapi terkadang, dilatasi serviks berjalan lebih lambat dibandingkan dengan frekuensi kontraksi sehingga menyebabkan nyeri perut, pemanjangan waktu persalinan. Akibatnya terjadi peningkatan insiden maternal distress, perdarahan post partum, dan sepsis. Janin juga terancam terjadinya infeksi dan asfiksia. Hambatan impuls dalam pembentukan spasme sering menganggu dilatasi serviks dan mengakibatkan durasi persalinan yang memanjang meskipun kontraksi uterus sudah baik. Pematangan serviks menunjukkan remodeling dari jaringan penghubung pada serviks. Penelitian biokimia terbaru juga menunjukkan bahwa serviks dapat menghambat persalinan dengan spasme yang dipertahankan akibat dari remodeling jaringan penghubung yang tidak adekuat. Saat ini dibutuhkan dilatator servikal dari sumber eksternal untuk mendorong dilatasi serviks agar sesuai dengan kontraksi uterus dan mempercepat proses persalinan. Valethamate Bromide merupakan obat yang digunakan luas oleh ahli kandungan untuk memfasilitasi dilatasi cerviks pada tahap pertama persalinan. Obat ini memiliki banyak merek dagang yakni epidosin, dilaton, valosin, valamate, osdil, dan lain-lain. Obat ini merupakan agen antikolinergik yang bekerja sentral dan perifer dengan menjadi inhibitor kompetitif dari asetilkolin pada reseptor muskarinik. Valethamate bromide merupakan anti kolinergik golongan tertiery amonium compound (USP) yang mempunyai efek secara umum yakni sebagai parasimpatolitik otot polos pada sistem pencernaan dan urogenital. Kelebihan obat ini adalah efek spasmolitik (melemaskan otot) yang muncul tidak mengganggu kontraksi rahim kala I, II, III, IV, Daya dorong untuk melahirkan janin juga tidak terganggu. Obat ini tidak menpengaruhi pelepasan ari-ari karena tidak bekerja pada otot uterus dan obat ini tidak menimbulkan perdarahan paska persalinan. Efek maksimal timbul 10 menit setelah penyuntikan IM.

Referat Epidosin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penjelasan tentang obat epidosin untuk akselerasi pematangan serviks

Citation preview

Page 1: Referat Epidosin

1 | R e f e r a t E p i d o s i n

Valthamate Bromide (Epidosin)

PENGANTAR

Persalinan yang lama memberikan kontribusi dalam meningkatnya angka morbiditas

perinatal dan maternal. Proses dari persalinan terhantung dari kekuatan dan frekuansi dari

kontraksi uterus untuk mendorong bayi ke luar dimana dilatasi servikal secara bersamaan juga

berdilatasi untuk memberikan jalan. Dilatasi serviks sendiri merupakan hasil dari kontraksi

uterus melawan resistensi jaringan serviks. Proses ini dikontrol secara alami oleh sistem hormon

yang memainkan peran penting pada serviks dan uterus. Tetapi terkadang, dilatasi serviks

berjalan lebih lambat dibandingkan dengan frekuensi kontraksi sehingga menyebabkan nyeri

perut, pemanjangan waktu persalinan. Akibatnya terjadi peningkatan insiden maternal distress,

perdarahan post partum, dan sepsis. Janin juga terancam terjadinya infeksi dan asfiksia.

Hambatan impuls dalam pembentukan spasme sering menganggu dilatasi serviks dan

mengakibatkan durasi persalinan yang memanjang meskipun kontraksi uterus sudah baik.

Pematangan serviks menunjukkan remodeling dari jaringan penghubung pada serviks. Penelitian

biokimia terbaru juga menunjukkan bahwa serviks dapat menghambat persalinan dengan spasme

yang dipertahankan akibat dari remodeling jaringan penghubung yang tidak adekuat. Saat ini

dibutuhkan dilatator servikal dari sumber eksternal untuk mendorong dilatasi serviks agar sesuai

dengan kontraksi uterus dan mempercepat proses persalinan.

Valethamate Bromide merupakan obat yang digunakan luas oleh ahli kandungan untuk

memfasilitasi dilatasi cerviks pada tahap pertama persalinan. Obat ini memiliki banyak merek

dagang yakni epidosin, dilaton, valosin, valamate, osdil, dan lain-lain.

Obat ini merupakan agen antikolinergik yang bekerja sentral dan perifer dengan menjadi

inhibitor kompetitif dari asetilkolin pada reseptor muskarinik. Valethamate bromide merupakan

anti kolinergik golongan tertiery amonium compound (USP) yang mempunyai efek secara umum

yakni sebagai parasimpatolitik otot polos pada sistem pencernaan dan urogenital. Kelebihan obat

ini adalah efek spasmolitik (melemaskan otot) yang muncul tidak mengganggu kontraksi rahim

kala I, II, III, IV, Daya dorong untuk melahirkan janin juga tidak terganggu. Obat ini tidak

menpengaruhi pelepasan ari-ari karena tidak bekerja pada otot uterus dan obat ini tidak

menimbulkan perdarahan paska persalinan. Efek maksimal timbul 10 menit setelah penyuntikan

IM.

Page 2: Referat Epidosin

2 | R e f e r a t E p i d o s i n

STRUKTUR KIMIA

Diethyl(methyl)(2-(3-methyl-2-phenylvaleryloxy)ethyl) dengan rumus molekuler C19H32NO2Br

Gambar 1.1 Struktur Kimia Valethamate Bromide

FARMAKODINAMIK

Hambatan pada reseptor muskarinik yang ditimbulkan bersifat reversibel dan dapat

diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah banyak atau pemberian antikolinesterase. Zat

antikolinergik memblok asetilkolin eksogen ataupun endogen, tetapi hambatannya jauh lebih

kuat terhadap yang eksogen. Kepekaan reseptor muskarinik terhadap anti muskarinik berbeda

antar organ. Penghambatan pada reseptor muskarinik ini merip denervasi serabut pascaganglion

kolinergik dan pada keadaan ini biasanya efek adrenergik menjadi lebih nyata.

Susunan Saraf Pusat. Pada dosis kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan saraf pusat

dan pada dosis toksik memperlihatkan efek depresi setelah melampaui fase eksitasi yang

berlebihan. Pada dosis yang kecil, obat ini merangsang N. Vagus sehingga frekuensi denyut

jantung berkurang. Pada dosis yang sangat besar, obat ini menyebabkan depresi napas, eksitasi,

disorientasi, delirium, halusinasi dan perangsangan lebih jelas di pusat-pusat yang lebih tinggi.

Sistem Kardiovaskular. Pengaruh obat ini terhadap jantung bersifat bifasik. Pada dosis yang

kecil dapat menyebabkan denyut jantung berkurang yang mungkin disebabkan perangsangan

pusat N. Vagus. Bradikardia biasanya tidak nyata dan tidak disertai perubahan tekanan darah

2 | R e f e r a t E p i d o s i n

STRUKTUR KIMIA

Diethyl(methyl)(2-(3-methyl-2-phenylvaleryloxy)ethyl) dengan rumus molekuler C19H32NO2Br

Gambar 1.1 Struktur Kimia Valethamate Bromide

FARMAKODINAMIK

Hambatan pada reseptor muskarinik yang ditimbulkan bersifat reversibel dan dapat

diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah banyak atau pemberian antikolinesterase. Zat

antikolinergik memblok asetilkolin eksogen ataupun endogen, tetapi hambatannya jauh lebih

kuat terhadap yang eksogen. Kepekaan reseptor muskarinik terhadap anti muskarinik berbeda

antar organ. Penghambatan pada reseptor muskarinik ini merip denervasi serabut pascaganglion

kolinergik dan pada keadaan ini biasanya efek adrenergik menjadi lebih nyata.

Susunan Saraf Pusat. Pada dosis kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan saraf pusat

dan pada dosis toksik memperlihatkan efek depresi setelah melampaui fase eksitasi yang

berlebihan. Pada dosis yang kecil, obat ini merangsang N. Vagus sehingga frekuensi denyut

jantung berkurang. Pada dosis yang sangat besar, obat ini menyebabkan depresi napas, eksitasi,

disorientasi, delirium, halusinasi dan perangsangan lebih jelas di pusat-pusat yang lebih tinggi.

Sistem Kardiovaskular. Pengaruh obat ini terhadap jantung bersifat bifasik. Pada dosis yang

kecil dapat menyebabkan denyut jantung berkurang yang mungkin disebabkan perangsangan

pusat N. Vagus. Bradikardia biasanya tidak nyata dan tidak disertai perubahan tekanan darah

2 | R e f e r a t E p i d o s i n

STRUKTUR KIMIA

Diethyl(methyl)(2-(3-methyl-2-phenylvaleryloxy)ethyl) dengan rumus molekuler C19H32NO2Br

Gambar 1.1 Struktur Kimia Valethamate Bromide

FARMAKODINAMIK

Hambatan pada reseptor muskarinik yang ditimbulkan bersifat reversibel dan dapat

diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah banyak atau pemberian antikolinesterase. Zat

antikolinergik memblok asetilkolin eksogen ataupun endogen, tetapi hambatannya jauh lebih

kuat terhadap yang eksogen. Kepekaan reseptor muskarinik terhadap anti muskarinik berbeda

antar organ. Penghambatan pada reseptor muskarinik ini merip denervasi serabut pascaganglion

kolinergik dan pada keadaan ini biasanya efek adrenergik menjadi lebih nyata.

Susunan Saraf Pusat. Pada dosis kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan saraf pusat

dan pada dosis toksik memperlihatkan efek depresi setelah melampaui fase eksitasi yang

berlebihan. Pada dosis yang kecil, obat ini merangsang N. Vagus sehingga frekuensi denyut

jantung berkurang. Pada dosis yang sangat besar, obat ini menyebabkan depresi napas, eksitasi,

disorientasi, delirium, halusinasi dan perangsangan lebih jelas di pusat-pusat yang lebih tinggi.

Sistem Kardiovaskular. Pengaruh obat ini terhadap jantung bersifat bifasik. Pada dosis yang

kecil dapat menyebabkan denyut jantung berkurang yang mungkin disebabkan perangsangan

pusat N. Vagus. Bradikardia biasanya tidak nyata dan tidak disertai perubahan tekanan darah

Page 3: Referat Epidosin

3 | R e f e r a t E p i d o s i n

atau curah jantung. Pada dosis yang besar, terjadi hambatan pada N. Vagus sehingga terjadi

takikardia. Obat ini tidak mempengaruhi pembuluh darah atau tekanan darah secara langsung,

tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin atau ester kolin yang lain. Obat ini tidak

berefek terhadap sirkulasi darah bila diberikan sendiri karena pembuluh darah tidak dipersarafi

oleh saraf parasimpatis. Pada dosis yang toksik dapat terjadi dilatasi kapiler pada wajah dan

leher. Vasodilatasi ini merupakan kompensasi kulit untuk melepaskan panas dan naiknya suhu

kulit akibat penghentian evaporasi.

Mata. Obat ini dapat menghambat M. Constrictor pupillae dan M. Cilliaris lensa mata sehingga

menyebabkan midriasis dan siklopegia (paralisis mekanisme akomodasi). Midriasis

menyebabkan fotofobia, sedangkan siklopegia menyebabkan hilangnya kemampuan melihat

jarak dekat. Tekanan intraokuler pada mata yang normal tidak banyak mengalami perubahan,

tetapi pada pasien glaukoma terutama glaukoma sudut sempit, penyaluran cairan intraokuler

melalui kanal schlemm akan terhambat karena muaranya terjepit dalam keadaan midriasis.

Saluran Napas. Tonus bronkus sangat dipengaruhi oleh sistem parasimpatis melalui reseptor

M3. Demikian juga sekresi kalenjar submukosanya. Obat ini dapat mengurangi sekret hidung,

mulut, faring dan bronkus. Obat ini juga berfek terhap bronkodilatasi.

Saluran Cerna. Karena menghambat perilstaltik lambung dan usus, obat ini juga disebut

antispasmodik. Penghambatan terhadap asetilkolin eksogen (atau esterkolin) terjadi lengkap,

tetapi terhadap asetilkolin endogen bersifat parsial. Obat ini menyebabkan berkurangnya sekresi

liur dan sebagian juga sekresi lambung. Gejala ulkus peptikum akibat obat ini diakibatkan oleh

gangguan motilitas lambung, bukan karena sekresi HCl karena pengeluaran asam lambung lebih

dipengaruhi oleg fase gaster daripada N. Vagus. Obat ini hampir tidak mengurangi sekresi cairan

pankreas, empedu dan cairan usus yang lebih banyak dikontrol oleh faktor hormonal.

Otot Polos Lain. Saluran kemih dipengaruhi oleh obat ini dalam dosis yang agak besar. Pada

pielogram akan terlihat dilatasi kaliks, pelvis, ureter dan kandung kemih. Hal ini dapat

mengakibatkan retensi urin. Retensi urin diakibatkan oleh relaksasi otot detrusor dan konstriksi

sfinter uretra. Efek antispasmodik pada saluran empedu tidak cukup kuat untuk menghilangkan

Page 4: Referat Epidosin

4 | R e f e r a t E p i d o s i n

kolik yang diakibatkan oleh batu empedu. Pada uterus yang inervasi otonomnya berbeda dari

otot polos lainnya, tidak terlihat efek relaksasi.

Kalenjar Eksokrin. Kalenjar eksokrin yang jelas dipengaruhi oleh obat ini adalah kalenjar

saliva dan bronkus. untuk menghambat aktivitas kalenjar keringat diperlukan dosis yang lebih

besar yang kemudian akan menyebabkan kulit menjadi kering, panas, dan merah terutama di

bagian wajah dan leher. Hal ini menjadi lebih jelas lagi pada keraacunan yaitu suhu badan

meningkat. Efek terhadap kalenjar air mata dan air susu tidak jelas.

FARMAKOKINETIK

Setelah melewati sistem pencernaan, obat ini akan masuk ke dalam peredaran darah. Di dalam

sirkulassi darah, obat ini cepat memasuki jaringan dan separuhnyaa mengalami hidrolisis

enzimatik di hepar. Sebagian diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk asal. Obat ini tidak

melewati sawar darah otak. Absorbsi obat ini dipengaruhi oleh adanya makanan di dalam

lambung. Absorbsinya lebih baik jika dikombinasi dengan antasida. Sebagian besar dari obat ini

akan diekskresikan lewat urin dan feses. Dalam bentuk senyawa asalnya. Pada pasien gagal

ginjal, kadar obat meningkat hingga 30-40% namun belum menyebabkan efek toksik.

MEKANISME KERJA

Acethylcholin berperan di synaptic cleft (celah synaps). Saat impuls berjalan menuju ujung

sinaps maka impuls akan menyebabkan pelepasan acethylcholine ke celah sinaps yang kemudian

akan berikatan dengan reseptornya pada sel syaraf yang selanjutnya,, yang kemudian akibatnya

terbuka kanal natrium sehingga natrium dapat masuk ke dalam sel syaraf berikkutnya, dan

menyebabkan depolarisasi sel syaraf tersebut sehingga impuls dapat disalurkan. Mekanisme

kerja epidosin adalah dengan menghambat secara kompetitif dari asetilkolin di celah sinaps

sehingga impuls tidak dapat di salurkan. Bila impuls tidak dapat disalurkan, maka spasme otot

polos pada serviks juga akan terhambat, karena spasme ini berasal dari impuls yang salurkan

lewat asetilkolin. Akibat penghambatan ini, akan terjadi efek parasimpatolitik dan antispasmodik

yang menyebabkan relakasasi otot polos dari serviks sehingga pematangan serviks akan lebih

cepat.

Page 5: Referat Epidosin

5 | R e f e r a t E p i d o s i n

Gambar 1.2 Proses Relaksasi Otot Polos

Secara molekuler jika impuls dihambat pada reseptor muskarinik, maka akan terjadi

efflux kalsium di dalam sel sehingga di dalam sel sendiri kekurangan kalsium. Akibat

kekurangan kalsium ini membuat MLC kinase yang awalnya aktif menjadi tidak aktif. Di saat

yang sama MLC fosfatase menjadi aktif sehingga membuat protein kontraktil di dalam otot polos

menjadi relaksasi.

INDIKASI

Saluran Cerna. Obat-obat antikolinergik digunakan untuk menghambat motilitas lambung dan

usus. Terutama dipakai pada ulkus peptikum dan sebagai pengobatan simptomatik pada berbagai

keadaan seperti disentri, kolitis, diverkulitis dan kolik karenaa obat atau sebab lain.

Saluran Napas. Obat ini berguna untuk untuk mengurangi sekresi lendir hidung dan saluran

napas misalnya pada rinitis akut, koriza dan hay fever tetapi terapi ini tidak memperpendek masa

sakit.

Page 6: Referat Epidosin

6 | R e f e r a t E p i d o s i n

Dilatasi Cerviks. Syarat pemberian obat ini adalah kontraksi uterus harus sudah memadai,

pembukaan serviks ≥ 3 cm dan denyut nadi ibu < 140 kali/menit. Pada sebuah penelitian pada

450 ibu yang mengalami persalinan (Review Of Global Medicine And Healthcare Research, 2011)

yang membandingkan penggunaan Valthamate Bromida (Epidosin) dan Hyoscine Butylbromide

(Buscopan) didapatkan hasil bahwa epidosin memiliki efikasi yang lebih baik dalam hal

mempercepat dilatasi serviks (5 jam) dibandingkan dengan buskopan (6,7 jam).

KONTRAINDIKASI

Glaukoma sudut sempit, BPH (benign prostatic hyperplasia), ileus paralitik, stenosis

pilorus, kolitis ulseratif, megakolon, takiaritmia, gangguan ginjal dan liver yang berat.

EFEK SAMPING

Efek samping obat ini hampir semuanya merupakan efek farmakodinamiknya. Mulut

kering, pandangan kabur, kesulitan dalam menelan dan berbicara, konstipasi, retensi urine,

midriasis, aritmia. Pada orang yang masih muda, efek sampingnya adalah mulut kering,

gangguan miksi, meterorismus sering terjadi tetapi tidak membahayakan. Pada orang tua dapat

terjadi efek sentral berupa sindrom demensia. Memburuknya retensi urit pada pasien hipertrofi

prostat dan memburuknya penglihatan pada pasien glaukoma menyebabkan obat ini sulit

diterima. Efek samping sentral pada golongan kuartener jarang ditemui karena obat ini tidak bisa

menembus sawar darah otak.

SEDIAAN

Obat ini tersedia dalam bentuk injeksi dan tablet. Pada sediaan injeksi, tiap ampul mengandung 8

mg valethamade bromide dan natrium klorida 8 mg. Sediaan tablet berisi 10 mg valthamate

Bromide dan 325 mg paracetamol.

Page 7: Referat Epidosin

7 | R e f e r a t E p i d o s i n

Gambar. Sediaan Injeksi Epidosin

DOSIS DAN INDIKASI PEMBERIAN

Injeksi

Untuk dilatasi serviks cara pemberiannya adalah 1 ampul (8 mg) diberikan secara intra

muskular tiap jam sampai tiga kali.

Dismenorrhea

8-16 mg per hari lewat IM atau IV

Spasme Visceral

8-16 mg per hari lewat IM atau IV

Spasme Saluran Pencernaan

8-16 mg per hari lewat IM atau IV

Kolik Ureter dan Bilier

8-16 mg per hari lewat IM atau IV

Oral

Dismenorrhea

3 tablet per hari (tiap tablet mengandung 10 mg Valthamate Bromida dan 325 mg

Paracetamol)

Nyeri Post Operasi

Page 8: Referat Epidosin

8 | R e f e r a t E p i d o s i n

3 tablet per hari (tiap tablet mengandung 10 mg Valthamate Bromida dan 325 mg

Paracetamol)

Spasme Visceral

3tablet per hari (tiap tablet mengandung 10 mg Valthamate Bromida dan 325 mg

Paracetamol)

Spasme Saluran Pencernaan

3tablet per hari (tiap tablet mengandung 10 mg Valthamate Bromida dan 325 mg

Paracetamol)

Kolik Ureter dan bilier

3tablet per hari (tiap tablet mengandung 10 mg Valthamate Bromida dan 325 mg

Paracetamol)

Page 9: Referat Epidosin

9 | R e f e r a t E p i d o s i n

DAFTAR PUSTAKA

Bhan S. Efficacy of Epidosin in Labour. The J of Obstetrics and Gynaecology of India, 1079;XIX(3).

Kirmani, S. A., Malla, M. S., & Regoo, F. M. (2012). Efficacy of Drotaverine in Comparison to

Hyoscine Butylbromide in Augementation Of Labour. Journal of Medical Sciences, 39-

43.

Mitra R et al Valethamate bromide for Acceleration in Labour, Indian Medical Gazette,

1978;CXXII(12)pp. 455-456.

Srivastava M, Sarkar D, Kishore N. Effect of Epidosin in normal labour. The Journal of Obstetrics

and Gynaecology of India. April 1979;Vol. XXIX(2)pp. 384-388