27
REFERAT DISFONIA Pembimbing Dr. Donald Marpaung. Sp. THT Disusun oleh Roro widiastuti 030.07.228

Referat Disfonia RORO

Embed Size (px)

Citation preview

REFERAT

DISFONIA

Pembimbing

Dr. Donald Marpaung. Sp. THT

Disusun oleh

Roro widiastuti

030.07.228

Kepaniteraan Klinik Telinga Hidung Tenggorok RSAL Mintohardjo

Periode 9 April-12 Mei 2012

Fakultas Kedokteran Trisakti

Jakarta

REF ERAT

Disfonia

2012

LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul :

DISFONIA

Disetujui Oleh:

Pembimbing

Dr. Donald Marpaung Sp. THT

Kepaniteraan Klinik Telinga Hidung Tenggorook RSAL Mintohardjo

Periode 9 April – 12 Mei 2012

Fakultas Kedokteran Trisakti

Jakarta

2012

1

REF ERAT

Disfonia

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini dengan judul “ Disfonia

”. Referat ini saya ajukan dalam rangka melaksananakan tugas kepaniteraan klinik Telinga

Hidung Tenggorok di RSAL Mintohardjo.

Pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih kepada

dr.Donald Marpaung, Sp.THT yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan referat ini.

Dan kepada kedua orang tua saya yang selalu mendukung saya, serta kepada teman-teman koass

dan semua pihak yang telah turut membantu penyusunan referat ini.

Diharapkan referat ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para

mahasiswa kedokteran, serta semoga dapat menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran

dan dapat menjadi bekal dalam profesi kami kelak.

Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu dengan

senang hati saya menerima kritik dan saran yang membangun. Atas perhatian yang diberikan

saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, April 2012

Penulis

2

REF ERAT

Disfonia

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..….3

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………..…4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………....5

2.1 Definisi……………………………………………………………..….5

2.2 Anatomi………………………………………………………………..5

2.3 Fisiologi Laring……………………………………………………….10

2.4 Etiologi …………………………………..…………………………...11

2.5 Gejala dan pemeriksaan Fisik…………………………………………12

2.6 Pemeriksaan Penunjang……..…………………………………...……15

2.7 Penatalaksanaan ……………………………………………………...15

BAB III. PENUTUP……………………………………………………...………17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….…………18

3

REF ERAT

Disfonia

BAB I. PENDAHULUAN

Disfonia bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit atau

kelainan pada laring. disfonia atau gangguan suara tidak jarang kita temukan dalam klinik,

gangguan suara ini lebih sering terjadi pada kelompok-kelompok tertentu seperti guru, penyanyi,

penceramah, namun semua usia dan jenis kelamin dapat terkena dan berdampak pada status

kesehatan serta kualitas hidup seseorang.

Penyebab disfonia bermacam-macam, yang prinsipnya menimpa laring dan sekitarnya

yang akan menyebabkan disfonia diantaranya radang, neoplasma, paralisis otot-otot laring,

kelainan laring misal sikatriks akibat operasi.

Penatalaksanaan disfonia meliputi diagnosis etiologi, dan pemeriksaan klinik serta

penunjang untuk membantu diagnosis, juga terapi yang sesuai dengan etiologi tersebut.

4

REF ERAT

Disfonia

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang disebabkan kelainan

pada organ-organ fonasi, terutama laring, baik yang bersifat organik maupun fungsional.

Disfonia bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit atau kelainan pada

laring. (buku tht ijo)

Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan dalam ketegangan

serta gangguan dalam pendekatan (adduksi) kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan

dsifonia.

Keluhan gangguan suara tidak jarang kita temukan dalam klinik. Gangguan suara atau disfonia

ini dapat berupa suara yang terdengar kasar dengan nada lebih rendah dari biasanya (suara

parau), suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan sulit keluar (spastik),

suara yang terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia)

II.2 ANATOMI

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran nafas bagian atas. Batas atas laring adalah

aditus laring, sedangkan batas bawah laring adalah batas kaudal kartilago krikoid. Bangunan

kerangka laring tersusun atas tulang dan tulang rawan. Terdiri dari tulang hyoid yang berbentuk

seperti huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak

oleh tendo dan otot-otot. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis,

kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago

kuneiformis, dan kartilago tritisea.

5

REF ERAT

Disfonia

Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran, kartilago krikoid ini dihubungkan dengan kartilago

tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Terdapat sepasang kartilago aritenoid yang terletak dekat

permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid yang disebut

artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata melekat pada kartilago aritenoid di

daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat dalam lipatan ariepiglotik, dan

kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral. Pada laring terdapat 2 buah sendi

yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan

laring adalah ligamentum seratokrikoid (anterior, lateral, posterior), ligamentum krikotiroid

(posterior,medial), ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hiotiroid (lateral,medial),

ligamentum hioepiglotika, ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale (yang menghubungkan

kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid), dan ligamentum tiroepiglotika.

Gerakan laring dilaksanakan oleh otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik. Otot-otot ekstrinsik

terutama bekerja pada laring secara keseluruhan yaitu m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid,

m.milohioid, m.sternohioid, m.omohioid, dan m.tirohioid. Sedangkan otot-otot intrinsik bekerja

pada bagian-bagian laring tertentu yang berhubungan dengan gerakan pita suara, yaitu

m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika dan

m.krikotiroid, otot-otot ini terletak di bagian lateral laring. Otot-otot intrinsik laring yang terletak

di bagian posterior ialah m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik dan m.krikoaritenoid

posterior. Sebagian besar otot-otot intrinsik adalah otot aduktor (kontraksinya akan mendekatkan

6

REF ERAT

Disfonia

kedua pita suara ke tengah) kecuali m.krikoaritenoid posterior yang merupakan otot abduktor

(menjauhkan kedua pita suara ke lateral).

Rongga Laring

Batas superior rongga laring terdiri dari aditus laring, batas inferiornya ialah bidang yang

melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas anterior ialah permukaan belakang epiglottis,

tuberkulum epiglottis, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid

dan arkus kartilago krikoid. Batas posterior ialah m.aritenoid transverses dan lamina kartilago

krikoid. Dan batas lateral nya ialah membrane kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus

elastikus dan arkus kartilago krikoid.

Plika vokalis dan plika ventrikularis terbentuk karena adanya lipatan mukosa pada

ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare. Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan

disebut rima glottis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis disebut rima vestibuli. Plika

vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring menjadi 3 bagian yaitu vestibulum laring

(supraglotik), glotik dan subglotik. Rima glottis terdiri dari 2 bagian yaitu bagian intramembran

dan bagian interkartilago.

Pendarahan

Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan a.laringis

inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri laringis superior

berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran tirohioid bersama-sama dengan

7

REF ERAT

Disfonia

cabang internus dari n.laringis superior kemudian menembus membrane ini untuk berjalan

kebawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis untuk mempendarahi

mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan cabang dari a.tiroid inferior dan

bersama-sama n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui

daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior.

Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan arteri laringis superior

dan inferior, dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.

8

REF ERAT

Disfonia

Persarafan laring

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis superior dan

n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf sensorik dan motorik. Nervus

laringis superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring

dibawah pita suara. Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu

memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan cabang dari

n.vagus, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus anterior

mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersarafi

otot-otot intrinsic laring superior dan mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior.

9

REF ERAT

Disfonia

II.3 FISIOLOGI PENDENGARAN

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fonasi.

Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam

trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan. Terjadi penutupan

aditus laring ialah karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring.

Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi m.tiroaritenoid dan

m.aritenoid, selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. Penutupan rima glottis terjadi

karena aduksi plika vokalis.

Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila

m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid

bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka (abduksi). Dengan terjadinya perubahan

10

REF ERAT

Disfonia

tekanan udara didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari

alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Fungsi laring dalam proses menelan

ialah dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis,

dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring sehingga tidak masuk ke dalam laring.

Fungsi laring untuk fonasi dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya

nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan plika vokalis, bila plika vokalis dalam

keadaan aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan

menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan

menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan efektif

untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid

ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis

akan menentukan tinggi rendahnya nada. Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah

masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar, laring juga mempunyai fungsi untuk

mengekspresikan emosi seperti berteriak, menangis, mengeluh, dll.

II.4 EPIDEMIOLOGI

Di dunia barat, sekitar sepertiga penduduk yang bekerja menggunakan suaranya untuk bekerja, di

Inggris sekitar 50.000 pasien per tahun dirujuk ke bidang THT karena bermasalah dengan

suaranya (Doerr S. Hoarseness. Available at www.medicinet.com. Last accessed 4th may 2012.)

II.5 ETIOLOGI

Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan getaran, ketegangan dan pendekatan kedua pita

suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara serak. Gangguan dalam bersuara seperti suara

serak, biasanya disebabkan berbagai macam faktor yang prinsipnya menimpa laring dan

sekitarnya. Penyebabnya dapat berupa radang, tumor, paralisis otot-otot laring, kelainan lain

seperti sikatrik pasca operasi, fiksasi pada sendi krikoaritenoid. Serta dikarenakan penggunaan

suara yang berlebihan.(no 6 dri internet) kelainan patologi yang serius harus disingkirkan, seperti

halnya karsinoma laring dan tumor kepala, dan leher lainnya yang menyebabkan kelumpuhan

nervus laringeus. Banyak faktor yang dapat menyebabkan suara serak. Sebagian besar bukan

masalah yang serius dan dapat hilang dalam waktu yang singkat. Penyebab yang paling sering

adalah laryngitis akut yang biasanya muncul karena common cold, infeksi saluran pernafasan

11

REF ERAT

Disfonia

atas, atau iritasi saat bersuara keras seperti berteriak. Kebiasaan menggunakan suara berlebihan

mengakibatkan timbulnya vocal nodule, atau polip pada pita suara, vocal nodule sering terjadi

pada anak-anak. Penyebab suara serak yang biasa terjadi pada orang dewasa adalah refluk

gastroesofageal. Merokok juga dapat menyebabkan suara menjadi parau. Penyebab suara parau

dapat bermacam-macam, diantaranya :

1. Kelainan kongenital

a. Laringomalasia merupakan penyebab tersering suara serak saat bernafas pada

bayi baru lahir

b. Laryngeal web merupakan suatu selaput jaringan pada laring yang sebagian

menutup jalan udara. 75 % selaput ini terletak diantara pita suara, tetapi selaput

ini juga dapat terletak diatas atau dibawah pita suara.

c. Cri du chat syndrome dan Down syndrome merupakan suatu kelainan genetic

pada bayi saat lahir bermanifestasi klinis berupa suara serak atau stridor saat

bernafas.

d. Paralisis pita suara bisa terjadi pada saat lahir, baik satu atau kedua pita suara.

Tumor pada rongga dada (mediastinum) atau trauma saat lahir dapat

menyebabkan kerusakan saraf pada laring yang mempersarafi pita suara.

2. Infeksi

a. Infeksi virus merupakan infeksi yang paling banyak menyebabkan suara serak.

Virus penyebab yang paling sering adalah rinovirus (common cold), adenovirus,

influenza virus.

b. Infeksi bakteri seperti epiglottitis bacterial oleh Haemophilus influenza type B

merupakan salah satu penyebab tersering. Penyebab lain Streptococcus

pneumonia, Staphylococcus aureus.

c. Infeksi jamur seperti candida pada mulut dan tenggorok, ini merupakan

komplikasi yang dapat terjadi pada anak atau orang dewasa dengan imunosupresi

(HIV, kemoterapi, dll).

12

REF ERAT

Disfonia

3. Inflamasi

Berkembangnya nodul, polip atau granuloma pada pita suara dapat diakibatkan oleh

iritasi dan inflamasi yang kronis pada pita suara yang sering terjadi pada perokok,

terpapar racun dari lingkungan, dan penyalahgunaan suara.

a. Nodul paling sering didapatkan pada anak-anak dan wanita, ada hubungan

dengan penyalahgunaan suara. Nodul ini timbul bilateral, lembut, lesinya bulat

terletak pada sepertiga anterior dan dua pertiga posterior dari pita suara.

b. Polip lebih sering didapatkan pada laki-laki dan sangat kuat hubungannya dengan

rokok, polip berupa massa lembut, bisa tunggal ataupun multiple, dan paling

sering unilateral.

c. Kista laryngeal biasanya berupa sumbatan kelenjar mucus atau kista inklusi epitel

dan akan menyebabkan perubahan suara jika terdapat atau dekat dengan tepi

bebas pita.

d. Gastroesophageal reflux disease.

4. Neoplasma

a. Papilloma merupakan tumor jinak yang sering didapatkan pada saluran

pernafasan. Disebabkan oleh HPV.

b. Hemangioma merupakan tumor jinak pembuluh darah

c. Limphagioma merupakan tumor pembuluh limfa, sering timbul di daerah kepala,

leher.

d. Tumor ganas misalnya karsinoma laring.

5. Trauma

a. Endotracheal intubation

b. Fraktur pada laring

13

REF ERAT

Disfonia

c. Benda asing

6. Sistemik

a. Endokrin : hypothyroidisme, acromegaly

b. Rheumatoid arthritis berdampak pada kaitan antar sendi pada laring.

c. Penyakit Granulomatous contoh sarcoid, syphilis, TBC.

II.5 GEJALA dan PEMERIKSAAN FISIK

Disfonia bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan suatu gejala penyakit atau

kelainan laring. Disfonia dapat disebabkan oleh beberapa penyakit yang disebutkan sebelumnya.

Dalam melakukan anamnesis harus lengkap dan terarah sesuai dengan penyakit yang dapat

menyebabkan disfonia. Berikut adalah beberapa penyakit yang dapat menyebabkan disfonia,

disertai gejala-gejala yang menyertai :

1. Radang

Radang laring dapat akut atau kronis, radang akut dapat disebabkan karena laryngitis

akut, gejala seperti suara parau sampai tidak dapat bersuara lagi (afoni), nyeri ketika

menelan atau berbicara, demam, malaise, dan dapat disertai batuk kering yang lama

kelamaan disertai dahak. Sedangkan radang kronis nonspesifik dapat terjadi pada

laryngitis kronis yang biasanya disebabkan karena sinusitis kronis, deviasi septum yang

berat, polip hidung, bronchitis kronis, dan dapat disebabkan karena penyalahgunaan suara

pada seseorang.

Gejala

Gejala yang timbul seperti suara parau yang menetap, rasa tersangkut di

tenggorok, sehingga pasien sering mendeham tanpa mengeluarkan secret, karena

mukosa yang menebal. Radang kronis yang spesifik dapat disebabkan karena

laryngitis tuberculosis, gejala nya seperti rasa kering,panas dan tertekan didaerah

laring, suara parau selama berminggu-minggu dan dapat berlanjut menjadi afoni,

14

REF ERAT

Disfonia

hemoptisis, nyeri menelan yang sangat hebat, batuk kronis, berat badan menurun, dan

keringat pada malam hari.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama diatas

dan dibawah pita suara. Biasanya terdapat tanda radang akut di hidung, atau sinus

paranasal. Pada laryngitis kronis yang penyebabnya akibat TBC bisa terdapat ulkus

yang terjadi karena tuberkel yang pecah di mukosa laring. Dapat juga disertai tanda

deviasi septum yang berat, polip hidung sesuai dengan penyebabnya.

2. Neoplasma

Gejala

Terdapat tumor jinak laring yaitu nodul pita suara yang dapat disebabkan

penyalahgunaan suara dalam waktu yang sangat lama, dengan gejala suara parau dan

kadang-kadang disertai batuk. Polip pita suara juga termasuk lesi jinak laring dengan

gejala suara parau. Kista pita suara termasuk kista kelenjar liur minor laring,

terbentuk akkibat tersumbatnya kelenjar tersebut, faktor iritasi kronis, refluks

gastroesofageal diduga berperan sebagai faktor predisposisi, dengan gejala suara

parau.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dengan nodul pita suara terdapat nodul di pita suara sebesar

kacang hijau atau lebih kecil berwarna keputihan, predileksi nodul tersebut terletak di

sepertiga anterior pita suara dan sepertiga medial. Nodul biasanya bilateral, banyak

dijumpai pada wanita dewasa muda. Polip pita suara biasanya bertangkai, terletak di

sepertiga anterior, sepertiga tengah, bahkan dapat mengenai seluruh pita suara. Lesi

biasanya unilateral, dapat terjadi pada segala usia dan umumnya pada orang dewasa.

3. Paralisis otot laring

Gejala

15

REF ERAT

Disfonia

Gejala kelumpuhan pita suara adalah suara parau, stridor atau bahkan disertai

kesulitan menelan yang tergantung pada penyebabnya. Jika penyebabnya lesi

intrakranial, maka akan muncul gejala kelainan neurologik. Jika penyebabnya adalah

perifer, seperti tumor tiroid, penyakit jantung, maka gejalanya akan disertai gejala

yang sesuai dengan penyebabnya.

Pemeriksaan fisik

Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsic laring yang sering ditemukan

dalam klinik. Dalam menilai tingkat pembukaan rimaglotis dibedakan dalam 5 posisi

pita suara, yaitu posisi median (kedua pita suara berkisar 3-5 mm), posisi paramedian,

posisi intermedian (kedua pita suara berkisar 7 mm), posisi abduksi ringan

(pembukaan pita suara kira-kira 14 mm) dan posisi abduksi penuh (pembukaan pita

suara berkisar 18-19 mm). gambaran posisi pita suara dapat bermacam-macam

tergantung dari otot mana yang terkena, penggolongan menurut lokasi misalnya

paralisis unilateral atau bilateral. Menurut jenis otot yang terkena dikenal paralisis

abductor, sedangkan menurut jumlah otot yang terkena, paralisis sempurna atau tidak

sempurna.

II.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosis, mencari penyebab,

seperti pemeriksaan laringoskopi indirek, maupun direk. Menggunakan teleskop laring baik yang

kaku (rigid telescope) atau serat optic (fiberoptic telescope). Penggunaan teleskop ini dapat

dihubungkan dengan alat video sehingga akan memberikan gambaran laring yang lebih jelas

dalam keadaan statis maupun dinamis, selain itu dapat dilakukan dokumentasi hasil pemeriksaan

untuk tindak lanjut hasil pengobatan. Visualisasi laring dan pita suara secara dinamis akan lebih

jelas dengan menggunakan stroboskop, dimana gerakan pita suara dapat diperlambat sehingga

dapat terlihat getaran pita suara. Terkadang diperlukan pemeriksaan laring secara langsung untuk

biopsi tumor, secara langsung dapat menggunakan teleskop atau mikroskop. Pemeriksaan

lainnya seperti darah lengkap, foto Rontgen thoraks, sinus paranasal, dan patologi anatomi.

16

REF ERAT

Disfonia

II.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan disfonia sesuai dengan kelainan atau penyakit yang menjadi etiologinya.

Terapi dapat medikamentosa, vocal hygiene, terapi suara dan terapi bicara juga tindakan operatif

1. Radang akut

Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghirup udara lembab. Menghindari

iritasi pada laring dan faring misalnya merokok, makan makanan yang pedas, atau minum

es. Antibiotik dapat diberikan, bila terdapat sumbatan laring dapat dilakukan pemasangan

pipa endotrakea atau trakeostomi.

2. Radang kronis

Dapat diberikan pengobatan sesuai dengan penyebabnya, missal pada TBC, maka

diberikan antituberkulosis primer dan sekunder. Atau penyebabnya sinusitis, maka dapat

diberikan antibiotik, analgetik, mukolitik

3. Neoplasma

Seperti pada nodul pita suara dapat dilakukan penanggulangan awal yaitu istirahat bicara

dan terapi suara. Tindakan bedah mikro dapat dilakukan apabila ada kecurigaan

keganasan atau lesi fibrotik, nodul dapat diperiksa ke bagian patologi anatomi.

Sedangkan pada polip pita suara dilakukan penanganan standar yaitu bedah mikro laring

dan pemeriksaan patologi anatomi. Juga pada kista pita suara dilakukan bedah mikro

laring.

4. Paralisis pita suara

Pengobatan pada kelumpuhan pita suara adalah terapi suara dan bedah pita suara. Pada

umumnya terapi suara dilakukan terlebih dulu, sedangkan tindakan bedah pita suara dapat

dilakukan tergantung pada beratnya gejala, kebutuhan suara pada pasien, posisi

kelumpuhan pita suaradan penyebab kelumpuhan tersebut.

17

REF ERAT

Disfonia

BAB III. PENUTUP

Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang disebabkan kelainan

pada organ-organ fonasi, terutama laring, baik yang bersifat organik maupun fungsional.

Disfonia bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit atau kelainan pada

laring.

Disfonia dapat diakibatkan oleh berbagai penyebab, dapat berupa radang, neoplasma,

paralisis otot-otot laring, kelainan lain seperti sikatrik pasca operasi. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang. Penatalaksanaan yang

diberikan berdasarkan etiologi yang mendasari disfonia tersebut.

18

REF ERAT

Disfonia

DAFTAR PUSTAKA

1. Arsyad Efiaty,Iskandar Nurbaity dkk Ed, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi Keenam. Balai Penerbit FK UI : Jakarta, 2007. hal

231-42.

2. Adam GL, Boied LR, Hilger PA. Boeies Fundamental of Otolaringology.5 th Edition

Philadelphia : WB Saunder. 1978.

3. Medlineplus.Hoarseness.Available at

www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003054.htm. last update 23rd November 2010.

4. Moore KL, Agur AM. Essential Clinical Anatomy. Williams and Wilkins : Toronto.

1996. p 433-37.

19