29
REFERAT PATOLOGI ANATOMI COLLITIS ULCERATIVE BLOK DIGESTIVE Asisten Dosen: Brilliant Van F.S.R G1A008086 Penyusun: Mayunda Riani A. G1A010022 Oryzha Triliany G1A010028 Galuh Ajeng Parandhini G1A010029 Partogi Andres G1A010030 Ning Maunah G1A010031 Windarto G1A010036 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Referat Collitis Ulcerative

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Collitis Ulcerative

REFERAT PATOLOGI ANATOMI

COLLITIS ULCERATIVE

BLOK DIGESTIVE

Asisten Dosen:

Brilliant Van F.S.R

G1A008086

Penyusun:

Mayunda Riani A. G1A010022

Oryzha Triliany G1A010028

Galuh Ajeng Parandhini G1A010029

Partogi Andres G1A010030

Ning Maunah G1A010031

Windarto G1A010036

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

Page 2: Referat Collitis Ulcerative

2012

LEMBAR PENGESAHAN

Referat Patologi AnatomiCollitis Ulcerative

oleh: Mayunda Riani A. G1A010022

Oryzha Triliany G1A010028

Galuh Ajeng Parandhini G1A010029

Partogi Andres G1A010030

Ning Maunah G1A010031

Windarto G1A010036

Disusun untuk memenuhi persyaratan nilai

praktikum Patologi Anatomi Kedokteran Blok Digestive

pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan

Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto

Diterima dan disahkanPurwokerto, Juni 2012

Asisten

Brilliant Van F.S.R

Page 3: Referat Collitis Ulcerative

G1A008086BAB 1

PENDAHULUAN

Berdasarkan statistik di Amerika Serikat, sekitar 1 juta orang

menderita kolitis ulserativa. Angka kejadian pertahunnya adalah 10,4-12 kasus per

100.000 orang. Tingkat prevalensi adalah 35-100 kasus per 100.000 orang.

Kejadian kolitis ulseratif 3 kali lebih banyak dari penyakit Crohn (Basson, 2012).

Colitis lebih banyak terjadi pada ras kulit putih daripada ras di Afrika

Amerika atau Hispanik. Kejadian kolitis ulserativa dilaporkan terjadi 2-4 kali

lebih tinggi pada ras Yahudi Ashkenazi. Namun, studi populasi di Amerika Utara

tidak sepenuhnya setuju dengan pernyataan ini (Basson, 2012).

Kolitis ulseratif umumnya terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.

Penderita kolitis ulseratif terjadi puncaknya pada usia 15-25 tahun dan yang

terendah pada usia 55-65 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada orang dari segala

usia namun jarang terjadi pada orang di bawah usia 10 tahun . Dua dari 100.000

anak-anak menderita kolitis, namun 20-25% dari semua kasus kolitis ulseratifa

terjadi pada orang berusia 20 tahun atau lebih muda (Basson, 2012).

Page 4: Referat Collitis Ulcerative

BAB II

ISI

A. Definisi

Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan penyakit inflamasi

kambuhan yang terutama menyerang usus besar. Lesinya bersifat kontinu

dan menyerang mukosa superfisial, yang menyebabkan kongesti vaskular,

dilatasi kapiler, edema, hemoragi, dan ulserasi. Hal ini menimbulkan

hipertrofi muscular dan deposisi jaringan fibrosa dan lemak, yang

memberi tampilan usus “pipa timah” akibat penyempitan usus itu

sendiri.Kolitis ulseratif adalah penyakit inflamasi usus karena penyebab

yang tidak diketahui, biasanya mengenai lapisan mukosa kolon, dapat

ringan, kronis, atau akut (Asih, 1998).

B. Etiologi

Etiologi kolitis ulseratif, tidak diketahui. Faktor genetik tampaknya

berperanan dalam etiologi, karena terdapat hubungan familial yang jelas antara

kolitis ulseratif, penyakit crohn, dan spondilitis ankilosa.

Telah dijelaskan beberapa teori mengenai penyebab kolitis ulseratif,

namun tidak ada yang terbukti. Teori yang paling terkenal adalah teori reaksi

sistem imun tubuh terhadap virus atau bakteri yang menyebabkan terus

berlangsungnya peradangan dalam dinding usus. Penderita kolitis ulseratif

memang memiliki kelainan sistem imun, tetapi tidak diketahui hal ini merupakan

penyebab atau akibat efek ini; kolitis ulseratif tidak disebabkan oleh distress

emosional atau sensitifitas terhadap makanan , tetapi faktor-faktor ini mungkin

dapat memicu timbulnya gejala pada beberapa orang (Price, 2005).

C. Gejala Klinis

Kolitis ulseratif memiliki gejala awal seperti diare, perdarahan dari

rectum, nyeri abdonmen, demam, malaise, anoreksia, berat badan turun,

dan anemia. Anak-anak pada mulanya tampak dengan gejala yang tidak

jelas seperti pertumbuhan terganggu, anoreksia, demam, dan nyeri sendi

dengan atau tanpa gejala gastrointestinal (Priyanto, 2009).

Page 5: Referat Collitis Ulcerative

D. Patogenesis

Ada bukti aktivasi imun pada (Inflamatory Bowel Disease), dengan

infiltrasi lamina propria oleh limfosit,makrofag dan sel-sel lain,meskipun

antigen pencetusnya belum jelas dan bakteri sudah diperkirakan sebagai

pencetus,namun sedikit yang memdukung adanya infeksi spesifik yang

menjadi penyebab IBD. Hipotesis yang kedua adalah bahwa dietary

antigen atau agen mikroba non pathogen yang normal mengaktivasi repon

imun yang abnormal.hasilnya suatu mekanisme penghambat yang

gagal.Pada tikus,defek genetic pada funngsi sel T atau produksi sitokin

menghasilkan respon imun yang tidak terkontrol pada flora normal

kolon.Hipotessi ketiga adalah bahwa pencetus IBD adalah suatu

autoantigen yang dihasillakn oleh epitel intestinal.Pada tikus,defek genetic

pada fungsi sel T atau produksi sitokin menghasilkan respon imun yang

tidak terkontrol pada flora normall kolon.Hipotesis ketiga adalah bahwa

pencetus IBD aadalah suatu autoantigen yang dihasilkan oleh epitel

intestinal.Pada teori ini pasien menghasilkan respon imun melawan

antigen luminal,yang tetap dan diperkuat karena keasaman antara antigen

llumenal dan protein.Hhipotesis autoimun ini meliputi pengrusakan sel-sel

epithelial oleh sitotoksisiras seluler antibody-dependent atau sitotoksisitas

sel-mediated secara langsung (Damajanti, 2005).

Imun respon cell mediated juga terlibat dalam patogenesis

IBD.Ada peningkatan sekresi antibody oleh sel monomuklear

intestinal,terutama IgG dn IgM yang melengkapi komplemen.Kolitis

ulseratf dihubungkan sengan meningkatnya produksi igG1(oleh limfosit

Th2)dan IgG3,subtype yang respon terhadap protein dan antigen T-cell-

dependent.Ada juga peningkatan produksi sitokin proinflamasi(IL-1,IL-

6,IL-8 dan tumor necrosis factor) terutama pada aktiasi makrofag

dilamamina propria.Sitokin yang lain(IL-10)menurunkan imun

respon.Defek produksi sitokin ini menghasilkan inflamasi yang

kronis.Sitokin juga terlibat dalam penyembuhan luka dan proses

fibrosis.aktor imun ynag lain dalam pembentukan penyakit IBD termasuk

produksi superoksida dan spesies oksigen reaktif yang lain oleh akitivitas

Page 6: Referat Collitis Ulcerative

Imun respon cell mediated

IgG dan IgM meningkat

IgG1 dan IgG3 meningkat

Peningkatan sitokin pro inflamasi

Makrofag makin banyak

IL-10 turun

Inflamasi kronis pada kolon

COLIK ULSERATIF

netrofil,mediator soluble yang meningkatkan permeabilitas dan

merangsang vasodilatasi,komponen kemotaksis netrofil lekotrien dan nitrit

oksida yan menyebabkan vasodilatasi dan edema(Damajanti, 2005)

Page 7: Referat Collitis Ulcerative

E. Patofisiologi

Faktor genetik berpengaruh pada saluran pencernaan, sehingga

terjadi reaksi inflamasi pada lapisan dan di dinding usus sehingga terjadi

pembengkakan dan ulserasi, sehingga menimbulkan kuman untuk

berkembang biak dan mengeluarkan toksin sehingga motilitas

(pergearakan) usus dan permeabilitasnya meningkat dan daya absorsinya

kurang.

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan karena terjadi diare danm absorbs yang

kurang

2. Gangguan eliminasi BAB sehingga terjadi Diare

3. Gangguan istirahat tidur

4. Gangguan aktifitas akibat diare dan rasa nyeri

Diare yang terjadi secara terus menurus menyebabkan kehilangan

cairan dan elekrolit tubuh sehingga masuk dalam tahap dehidrasi sehingga

volume cairan kurang dari kebutuhan,terjadinya dehidrasi menyebabkan

konsentrasi CES meningkat,tekanan osmotic turun shingga CES menurun

yang dapat menimbulkan syok, sehingga timbul gangguan perfusi jaringan.

Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan proses patofisiologinya

yaitu osmotik, sekretarik, inflamasi, dan perubahan motilitas. Diare os-

motik terjadi akibat asupan dari bahan makanan yang tidak dapat diarb-

sobsi dengan baik, tetapi bahan tersebut larut dalam air sehingga akan

menyebabkan retensi air dalam lumen usus. Penyebab terbanyak adalah in-

toleransi laktosa dan penyerapan antasida yang mengandung magnesium.

Diare sekretorik terjadi akibat peningkat sekresi ion-ion dalam lu-

men usus sehingga terjadi peningkatan jumlah cairan intralumen. Obat-

obatan, hormone dan toksin dapat menyebabkan aktivitas sekrotik ini.

Diare inflamasi atau eksudat terjadi akibat, perubahan mukosa

usus sehingga proses absorbsi terganggu dan menyebabkan peningkatan

protein dan zat lain dalam lumen usus disertai retensi cairan. Adanya darah

atau leukosit dalam tinja biasanya mengindikasikan proses inflamasi. Di-

are dari peradangan pada usus misalnya colitis ulseratif adalah diare akibat

proses inflamasi. Kolitis ulseratif mempengaruhi mukosa superfisisal

Page 8: Referat Collitis Ulcerative

kolon dan dikarakteristikkan dengan adanya ulserasi multiple, inflamasi

menyebar, dan deskuamasi atau pengelupasan epitelium kolonik.

Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi

satu secara bergiliran, satu lesi diikuti lesi yang lainnya. Proses penyakit

mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhirnya

usus menyempit, memendek dan menebal akibat hipertrofi muskuler dan

deposit lemak (Purwono, 2005).

Ulserasi menimbulkan lesi pada mukosa, terbentuk abses dan

pecah,timbul iritasi mukosa menyebabkan nyeri.Iritasi yang berkelanjutan

menimbulkan tukak yang meluas sehingga terjadi perdarahan yang terus-

menerus maka dapat terjadi anemia. Tukak yang meluas dan ada

pengobatan masuk dalam tahap kronik menimbulkan psikologis sehingga

timbul masalah cemas( Price dan Sylvia, 2005).

Page 9: Referat Collitis Ulcerative
Page 10: Referat Collitis Ulcerative

F. Gambaran Histopatologi dan Penjelasannnya

Keterangan :

1. Panah biru menggambarkan abses kripte

2. Panah hijau menggambarkan sebukan padat sel radang di lapisan

muskularis mukosa

3. Panah merah muda menggambarkan kelnjar yang melebar

Proses peradanganterbataspadapermukaanmukosa,

lebihsuperfisialdibandingkandengan ‘Crohn’s disease’

Sebagiankelenjarmelebarberisimusindansel-selradang. Pada gambar diatas

nampak sebukan padat sel radang pada muskularis mukosa, ada juga

kelenjar yang mengalami pelebaran, dan warna keputihan bening berupa

cripts absess.

Keterangan :

1. panah biru menggambarkan eksudat pada permukaan mukosa

2. panah kuning menggambarkann sebukan sel radang pada mukosa

Page 11: Referat Collitis Ulcerative

Pada gambar nampak mukosabersebukanpadatselradangakutdankro-

nik.Eksudat padat pada permukaan mukosa juga terlihat jelas.

Tsang dan Rotterdam, membagi gambaran histopatologik penyakit kolitis

ulseratif menjadi kriteria mayor dan minor. Sekurang-kurangnya 2 kriteria

mayor harus dipenuhi untuk diagnosis kolitis ulseratif. Kriteria mayor

kolitis ulseratif :

a. infiltrasi sel radang yang difus pada mukosa

b. basal plasmositosis

c. netrofil pada seluruh tebal mukosa

d. Abses kripta

e. Kriptitis

f. distorsi kripta

g. Permukaan viliformis

Kriteria minor kolitis ulseratif :

a. jumlah sel goblet berkurang

b. Metaplasia sel paneth, tetapi pada kolitis stadium dini gambarannya

tidak terlalu jelas (FK USU, 2008).

G. Penegakkan Diagnosis

Anamnesis

Biasanya pada anamnesis keluhan utama pasien adalah perut terasa sakit.

Perut dirasakan seperti keram. Selain itu, tiap kali buang air besar pasien

selalu mengeluhkan terdapat darah pada fesesnya, tetapi darah tidak

menetes. Kemudian tidak terdapat benjolan saat buang air besar. Buang air

besar cair. Badan terasa demam (Glickman, 2000).

Pemeriksaan Fisik

Biasanya kurang spesifik, bisa terdapat distensi abdomen atau nyeri

sepabjang perjalanan kolon. Pada kasus ringan, pemeriksaan fisik akan

normal, Demam, takikardia, dan hipotensi postural biasanya berhubungan

dengan penyakit yang lebih berat (USU,2008).

Page 12: Referat Collitis Ulcerative

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah dalam batas normal, nadi

normal, suhu tubuh agak tinggi, frekuensi nafas normal. Pada pemeriksaan

bagian abdomen didapatkan nyeri abdomen pada seluruh lapang perut.

Pada kasus yang berat dimungkinkan juga adanya penurunan berat badan.

Hasil colon in loop : terdapat penebalan dinding usus, haustra tidak

tampak pada kolon desenden, terdapat gambaran pipe like sign, dengan

kesan  kolitis kolon desenden (Glickman, 2000).

Pemeriksaan Penunjang

1. Biopsi Rektum

Bisa membedakan kolitis injektif yang hanya berlangsung sebentar

(Davey, 2006).

2. Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi

Digunakan untuk melihat batas luasnya penyakit. Kolitis total yang

berlangsung lama merupakan resiko kanker kolon dan setelah 8 tahun

penyakit aktif merupakan indikasi untuk pemeriksaan kolonoskopi

setahun sekali (Davey, 2006).

3. Foto Polos Abdomen

Pada kolitis berat foto polos abdomen bisa memastikan luas penyakit

(usus yang meradang tampak kosong) dan menyingkirkan ‘dilatasi

toksik’ yaitu suatu komplikasi yang membahayakan jiwa dengan resiko

tinggi perforasi, membutuhkan terapi yang sangat agresif (Davey,

2006).

4. Kultur Tinja

Dilakukan untuk menyingkirkan diare infektif (Davey, 2006).

5. Barium Enema

Pemeriksaan barium enema dapat dilakukan dengan teknik kontras

tunggal maupun dengan kontras ganda yaitu barium sulfat dan udara.

Teknik kontras ganda sangat baik untuk menilai mukosa kolon

dibandingkan denga teknik kontras tunggal, walaupun prosedur

pelaksanaan teknik kontra ganda cukup sulit. Barium enema juga

merupakan kelengkapan pemeriksaan endoskopi atas dugaan pasien

dengan kolitis ulseratif.

Page 13: Referat Collitis Ulcerative

Gambaran foto barium enema pada kasus kolitis ulseratif adalah

mukosa kolon yang granuler dan menghilangnya kontur haustra serta

kolon tampak menjadi kaku seperti tabung. Perubahan muksa terjadi

secara difus dan simetris pada seluruh kolon. Lumen kolon menjadi

lebih sempit akibat spasme. Dapat ditemukan keterlibatan seluruh

kolon. Tetapi apabila ditemukan lesi yang segmental maka rektum dan

kolon kiri selalu terlibat, karena awalnya kolitis ulseratif ini mulai

terjadi di rektum dan menyebar ke arah proksimal secara kontinu. Jadi

rektum selalu terlibat, walaupun rektum dapat mengalami inflamasi

lebih ringan dari bagian proksimalnya (Djojoningrat, 2006).

6. USG

Pada pemeriksaan USG kasus dengan kolitis ulseratif didapatkan

penebalan dinding usus yang simetris dengan lumen kolon yang

berkurang. Mukosa kolon yang terlibat tampak menebal dan berstruktur

hipoekoik akibat dari edema. Usus menjadi kaku, berkurangnya gerakan

peristaltik dan hilangnya haustra kolon. Dapat ditemukan target sign

atau pseudo-kidney sign pada potongan transversal atau cross-secional.

Dengan USG Doppler pada kolitis ulseratif selain dapat dievaluasi

penebalan dinding usus dapat pula dilihat adanya hipervaskular pada

dinding usus tersebut (Djojoningrat, 2006).

7. CT Scan dan MRI

Kelebihan CT scan dan MRI yaitu dapat mengevaluasi langsung

keadaan intralumen dan ekstralumen. Serta mengevaluasi sampai sejauh

mana komplikasi ekstralumen kolon yang telah terjadi. Sedangkan

kelebihan MRI terhadap CT sacn adalah mengevaluasi jaringan lunak

karena terdapat perbedaan intensitas (kontras) yang cukup tinggi antara

jaringan lunak satu sama lainnya (Djojoningrat, 2006).

Gambaran CT scan pada kolitis ulseratif, terlihat dinding usus menebal

secara simetris dan kalau terpotong secara cross sectional maka terlihat

gambaran target sign. Komplikasi di luar usus dapat terdeteksi dengan

baik, seperti adanya abses atau fistula atau keadaan abnormalitas yang

Page 14: Referat Collitis Ulcerative

melibatkan mesenterium. MRI dapat dengan jelas memperlihatkan

fistula dan sinus tract-nya (Djojoningrat, 2006).

H. Terapi Lama

Ada dua tujuan dari terapi yaitu menghentikan serangan akut dan

simptomatik dan mencegah serangan kambuhan.

Menghentikan serangan akut dan simptomatik

1.Asam 5- aminosalisilat

Asam 5- minosalisilat atau yang dikenal sebagai sulfasalazine menjadi

obat pilihan utama dalam pengobatan kolitis ulseratif yang ringan sampai

sedang. Sedikit penelitian yang menerangkan adanya obat baru yang lebih

baik dari sulfasalazine dalam mengontrol inflamasi. 20 dari 30% pasien

mengalami intoleansi terhadap sulafasalazine atau dapat dikatakan alergi

terhadap obat ini (McQuaid, 2005).

2.Kortikosteroid

Prednison dengan dosis 40- 60 mg/ hari secara oral terbukti dapat

menyembuhkan 75- 90% pasien dengan kolitis ulseratif. Seperti pada

penyakit crohn, pengunaan kortikosteroid jangka panjang tidak dianjurkan.

Pasien yang diterapi dengan kortikosteroid harus diterapi berbarengan

dengan asam 5-aminosalisilat untuk mendapatkan keuntungan obat

tersebut yaitu ”steroid sparing effect”. Setelah terlihat adanya perbaikan,

maka kortikosteroid di turunkan dngan cara ”tappering off” dalam jangka

waktu 6-8 minggu.

Pasien yang tidak responsif terhadap asam 5-aminosalisilat, kemudan

diterapi dengan hidrocortisone enema (100mg) satu sampai dua kali sehari.

Kortikosteroid foam dan suppositoria dapat digunakan untuk pengobatan

ulseratif proktitis. Tetapi absorbsi sistemik yang signifikan preparat

tersebut dapat menyebabkan Cushing’s sindrome yang cepat (McQuaid,

2005).

3.Obat imunosupresant

Page 15: Referat Collitis Ulcerative

Ada bukti yang mendukung keuntungan penggunaan analog purin, 6-

mercaptopurine dan azathioprine untuk terapi kolitis ulseratif. Penggunaan

imunosupresant diindikasikan jika pasien tidak respon atau ketergantungan

terhadap kortikosteroid. Masih dimungkinkan untuk penggunaan 6-

mercaptopurin dalam tahap awal penyakit pada beberapa pasien, tetapi

penggunaannya jangan menunda keempatan untuk operasi pada kolitis

yang ekstensif yang juga beresiko untuk menderita kanker. Penggunaan

cyclosporin pada terapi kolitis ulseratif yang refrakter terhadap

kortikosteroid intravena dapat dicoba. Pada kelompok pasien ini

cyclosporin intravena tampaknya menginduksi remisi cepat pada lebih

80% pasien. Toksisitas berkaitan dengan cyclosporin berupa kejang,

hipertensi, nefrotoksik, dan juga resiko infeksi. Adanya efek samping

tersebut harus dipertimbangkan untuk penggunaan jangka lama pada

pasien yang gagal dengan terapi 6-mercaptopurin (McQuaid, 2005).

Penggunaan methotrexate pada terapi kolitis ulseratif yang refrakter juga

dapat dicoba. Hal yang terpenting adalah penggunaan obat imunosupresant

harus dipikirkan kemanjuran dan toksisitasnya dibandingkan dengan

outcome operasi (McQuaid, 2005).

Mencegah kekambuhan

Pasien yang gagal mencapai remisi harus diprogramkan untuk terapi

rumatan dengan 5-asam aminosalisilat (Asacol, 800 mg-2.4 g/hari). Untuk

penyakit yang ekstensif, sulfasalazine (1 g oral 2x1) atau olsalazine (500

mg atau 1 g 2x1) dapat digunakan. Pasien dengan lesi terbatas dapat

diterapi dengan preparat rektal setiap 3 hari sekali. Dosis optimal untuk

semua pasien harus diindividualisasikan (McQuaid, 2005).

I. Terapi Baru

Pembedahan

Secara umum indikasi terapi pembedahan adalah klitis ulseratif disertai

perforasi, perdarahan hebat, displasia atau kanker, dan tidak respon

terhadap 7-10 hari terapi kortikosteroid ataupun cyclosporin. Peran

proktokolektomi pada pasien dengan penyakit ekstensif yang lama masih

Page 16: Referat Collitis Ulcerative

kontroversial. Di masa lalu operasi standar untuk kolitis ulseratif adalah

proctokolectomy baik disertai dengan ileostomy (Brooke) atau teknik yang

lebih sulit continent ileostomy (Koch). Pada 15 tahun terakhir ilmu

pembedahan modern telah menggantikan prosedur proctokolectomy

sebelumnya. Prosedur ini adalah abdominal colectomi yang dilakukan

dengan membuat anastomosis antara kantong (pouch) distal ileum dengan

rektum distal (cuff). Biasanya diverting ileostomy dilakukan juga untuk

memungkinkan pouch dan anastomosis menyembuh dalam beberapa

bulan. Operasi ini disebut ileoanal pullthrough atau ileal pouch-anal

anastomosis. Modifikasi terbaru dari operasi ini dilakukan dengan rectal

mucosectomy dimana anastomosis dari ileal pouch ke rectum distal

mendekati bagian atas linea dentate (1-4 cm). anastomosis ileal pouch-

distal rectum ini lebih mudah dikerjakan terkadang tanpa harus dilakukan

lagi diverting ileostomy (McQuaid, 2005).

J. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada kolitis ulseratif adalah ‘dilatasi toksik’,

yang lebih sering terjadi pada serangan pertama, perdarahan berat, dan

selanjutnya, kanker kolon merupakan resiko terbesar aetelah 30 tahun sebesar

20% penderita (Davey, 2006).

Komplikai yang sering terjadi pasca operasi adalah pouchitis yang ditandai

dengan frekuensi defekasi yang meningkat, urgensi, kram, dan malaise. Hal

tersebut berhubungan dengan adanya stasis dalam puoch. Gejala berespon

baik terhadap metronidazol (McQuaid, 2005).

1. Kanker Kolon

Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca. Colon atau Kanker

Usus Besar adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon,

rektum, dan appendix (usus buntu). Di negara maju, kanker ini menduduki

peringkat ke tiga yang paling sering terjadi, dan menjadi penyebab

kematian yang utama di dunia barat. Untuk menemukannya diperlukan

suatu tindakan yang disebut sebagai kolonoskopi,.Beberapa faktor

resikonya usia, adanya polip pada kolon, riwayat kanker, faktor keturunan,

penyakit kolitis (radang kolon) ulseratif yang tidak diobati, dan kebiasaan

Page 17: Referat Collitis Ulcerative

merokok. Kolitis Ulseratif termasuk dalam salah satu faktor resikonya dan

untuk terapinya adalah melalui pembedahan diikuti kemoterapi (Sylvia,

2005).

2. Fistula Rektovaginalis

Didefinisikan sebagai saluran yang dibatasi jaringan epitel

menghubungkan rektum dengan vaginal. Fistula ini sangat jarang terjadi.

Perlukaan usus yang meliputi proktitis dan ulserasi yang menyebabkan

komplikasi akut maupun kronik. Daerah yang mengalami perlukaan dapat

menimbulkan terjadinya fistula karena jaringan mengalami penurunan

kemampuan regenerasi dan tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri

(Sylvia. 2005).

K. Prognosis

Setelah serangan pertama, 5% meninggal dalam waktu <1 tahun, 10%

mengalami penyakit aktif berkelanjutan, 75% penyakit aktif intermitten, dan

10% mengalami remisi yang berlangsung lama sekitar >15 tahun (Davey,

2006).

Page 18: Referat Collitis Ulcerative

KESIMPULAN

1. Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan penyakit inflamasi

kambuhan yang terutama menyerang usus besar (Asih, 1998).

2. Etiologi kolitis ulseratif, tidak diketahui. Faktor genetik tampaknya berperanan

dalam etiologi, karena terdapat hubungan familial yang jelas antara kolitis

ulseratif, penyakit crohn, dan spondilitis ankilosa (Price, 2005).

3. Kolitis ulseratif memiliki gejala awal seperti diare, perdarahan dari rectum,

nyeri abdonmen, demam, malaise, anoreksia, berat badan turun, dan

anemia (Priyanto, 2009).

4. Penegakkan diagnosis kolitis ulseratif adalah dengan anamnesis, pemerik-

saan fisik dan beberapa pemeriksaan penunjang seperti : Biopsi Rektum,

Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi, foto polos abdomen, kultur

tinja, barium enema, USG, CT scan dan MRI (Glickman, 2000).

5. Ada dua tujuan dari terapi dari kolitis ulserative yaitu menghentikan

serangan akut dan simptomatik dan mencegah serangan kambuhan

(McQuaid, 2005).

6. Komplikasi dari kolitis ulseratif adalah dilatasi toksik dan kanker kolon

(Davey, 2006)

Page 19: Referat Collitis Ulcerative

DAFTAR PUSTAKA

Basson, MD. 2012. Collitis Ulcerative. Available at :

http://emedicine.medscape.com

Betz, C. L., Linda A. S. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Ed.5. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Damajanti V, dkk.2005. Inflammatory Bowel Diseease,colitis Ulseratif dan

Penyakit Crohn. Jakarta : Pusat informasi dan penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta: EGC

Davey, Patrick. 2006. At A Glance Medicine. Jakarta. Erlangga Medical Series.

Djojoningrat D. 2006. Inflammatory Bowel Disease : Alur Diagnosis dan

Pengobatannya di Indonesia. Dalam Sudoy AW dkk. Buku Ajar Ilmu

Penyakot Dalam Jilid 1. Jakarta : FKUI.

Glickman RM. 2000. Penyakit Radang Usus (Kolitis Ulseratif dan Penyakit

Chron). Dalam : Asdie AH,editor. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit

Dalam Volume 4 Edisi 13. Jakarta :EGC.

FK USU. 2008. Kolitis Ulseratif Ditinjau dari Aspek Etiologi, Klinik dan

Patogenesa. Medan. USU e-Repository.

McQuaid, K. R, Alimentary Tract in Current Medical Diagnosis & Treatment,

44th ed. 2005. Mc Graw-Hill companies.

Page 20: Referat Collitis Ulcerative

Priyanto, A, Sri L. 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta : Penerbit Salemba

Medika

Purwono, H. 2005. Referat Kolitis Ulseratif. Yogyakarta : FK UII bagian Ilmu

Penyakit Dalam