Upload
silvana-hitipeuw
View
168
Download
5
Embed Size (px)
Pediculosis Pubis
Silvana Hitipeuw, Rohana Sari Suaib
A. Pendahuluan
Pedikulosis pubis ialah infeksi rambut di daerah pubis dan di
sekitarnya oleh Phthirus pubis yang bentuknya menyerupai kepiting yang
melekatkan dirinya pada rambut pubis dan rambut-rambut lainnya dari tubuh
manusia(1,10).
Pedikulosis pubis merupakan PMS yang umum dijumpai. Dirasakan
sangat gatal, seringkali membawa penderita untuk memeriksaskan diri ke
dokter. Ditemukannya pedikulosis pubis pada seseorang mengindikasikan
bahwa orang itu berperilaku seksual aktif dan sebaiknya ditelususri atau
dicari kemungkinan adanya PMS lainnya(10).
Pedikulosis pubis mempunyai beberapa sinonim anatara lain: Crabs,
Pubic lice, Crab louse, dan Pubic louse. Ungkapan untuk pedikulosis pubis
adalah Macula Cerulea, berbentuk kecil, pigmented, steel gray spots biasanya
diameternya tidak lebih dari 1 cm, dan menyerap warna, ditemukan di dada,
perut, paha dan lengan atas(10).
Penularan kutu pubis terjadi melalui dua cara yaitu melalui kontak
seksual (sexual transmission) dan penularan tidak melalui kontak seksual
(nonsexual transmission) seperti melalui pakaian, tempat tidur, handuk, dan
peralatan toilet ataupun melalui kontak langsung dengan penderita. Hygiene
yang buruk sangat berhubungan dengan infeksi dari kutu ini(12).
B. Epidemiologi
Berdasarkan Natinal Institute of Health, penyebaran penyakit
pedikulosis pubis mencakup seluruh belahan dunia. Pedikulosis telah menjadi
epidemik di Amerika Serikat dan Eropa Barat, dilaporkan bahwa sekitar 3 juta
penduduk Ameika Serikat tiap tahun sebagai kasus baru. Tidak ada perbedaan
rasial dalam distribusi penyakit ini(13).
Pedikulosis pubis erat kaitannya dengan PMS dan sering bersama-
sama dengan PMS lainnya, khususnya gonore dan trikomoniasis tetapi tidak
umum pada scabies, nongonococcal urethritis, kandidiasis, dan sifilis. Seperti
pada gonore, pedikulosis pubis lebih sering dijumpai pada jenis kelamin
perempuan dibandingkan laki-laki untuk umur 15 – 19 tahun, tetapi untuk
umur diatas 20 tahun distribusi jenis kelamin menjadi terbalik, yaitu laki-laki
lebih banyak dari perempuan.Prevalensi dari pedikulosis pubis berkurang
secara bertahap menjelang usia 35 tahun and menjadi jarang pada usia diatas
35 tahun. Namun tidak ada statistik yang mendukung hanya terdiagnosis 2-5%
penderita dengan klinis PMS, dan tidak ada predileksi khusus, pada laki-laki
dan perempuan sama-sama mendapat gangguan(4,10).
Penyakit ini menyerang orang dewasa dan dapat digolongkan dalam
Penyakit akibat Hubungan Seksual (PHS) serta dapat pula menyerang jenggot
dan kumis. Infeksi ini juga dapat terjadi pada anak-anak, yaitu diatas alis atau
bulu mata (misalnya blefaritis) dan pada tepi batas rambut kepala(1).
Pedikulosis pubis paling sering ditularkan melalui hubungan seksual
dan biasanya 30% pasien mempunyai penyakit menular seksual yang lainnya.
Transmisi yang lain yang dapat menyebabkan yaitu melalui baju, handuk dan
tempat tidur. Paling sering terjadi pada remaja muda berkisar antara masa
anak-anak sampai remaja(2,3).
C. Etiologi
Kutu pengisap merupakan ektoparasit tak bersayap yang hidup dengan
menghisap darah. Ada tiga tipe kutu yang menginfeksi manusia, yaitu kutu
badan (Pedikulus humanus corporis), kutu kepala (Pedikulus humanus
kapitis), dan kutu pubis (Pthirus pubis)(10).
Dikutip dari sumber 6
Pthirus pubis merupakan family dari Pthiridae yang mempunyai genus
dan spesies yang terpisah. Kutu ini juga mempunyai 2 jenis kelamin. Parasit
ini merupakan obligat artinya harus menghisap darah manusia untuk dapat
mempertahankan hidup(5). Yang betina lebih besar daripada yang jantan dan
biasanya di sebut sebagai crab louse yang mendeskripsikan morfologinya,
karena bentuk tubuhnya seperti lingkaran pada kepiting. Kutu pubis ini
mempunyai panjang 0,8-1,2 mm, masa hidup 14 hari. Kutu betina mampu
menelurkan 25 butir, mempunyai masa inkubasi selama 7 hari dan masa
dewasa selama lebih dari 14 hari. Pergerakan kutu dewasa dapat
‘merangkak’10cm/hari dan lebih menyukai daerah/keadaan yang lembab.
Kutu dewasa dapat bertahan hidup dari tubuh manusia lebih dari 36 jam(2,3).
Dikutip dari sumber 7
Transmisinya melalui kontak fisik (berbagi tempat tidur, dan
pemakaian handuk yang sama), kontak seksual, dan transmisi nonseksual(3).
Kutu ini biasanya paling sering ditemukan di rambut pubis, tapi pada
beberapa individu dapat pula ditemukan di rambut halus pada paha. Biasanya,
area janggut, kumis dan bahkan bulu mata dapat terkena. Infestasi pada bulu
mata dan kepala bagian perifer paling banyak terdapat pada anak-anak,
kemungkinan karena kontak dari orang tua yang menderita. Pada tuna wisma
dapat ditemukan kutu pada area badan selain daerah pubis(2,4).
D. Patogenesis
Pthirus pubis merupakan ektoparasit yang hidup dengan mengisap
darah. Kutu mengisap darah setelah menembus kulit dan menginjeksikan
saliva ke dalamnya(10).
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk
menghilangkan rasa gatal. Gatal tersebut timbul karena pengaruh liur dan
ekskreta dari kutu yang dimasukkan ke dalam kulit waktu menghisap darah.
Gatal tersebut biasanya digaruk. Karena ada garukan, maka terjadi erosi,
ekskoriasi, dan infeksi sekunder (ada pus dan krusta)(1,5).
Bila infeksi sekunder berat, rambut akan menggumpal karena
banyaknya pus dan krusta. Dalam keadaan ini menimbulkan bau busuk(11).
E. Gejala Klinis
Gejala paling umum dari pedikulosis pubis adalah rasa gatal di daerah
pubis, rasa gatal ini umumnya disebabkan oleh reaksi alergi karena gigitan
dan biasanya dimulai sekitar lima hari setelah seseorang terjangkit Pthirus
pubis(1).
Penularan melalui hubungan seksual lebih dominan, namun
penularan secaranon-seksual melalui pemakaian tempat tidur atau pakaian
yang digunakan bersama juga dapat terjadi, kasus seperti ini terutama
ditemukan pada anak-anak(15).Gejala yang terutama adalah gatal di daerah
pubis dan di sekitarnya. Gatal ini dapat meluas sampai ke daerah abdomen,
anus, ketiak dan dada, disitu dijumpai bercak-bercak yang berwarna abu-abu
atau kebiruan yang disebut sebagai makula serulae. Makula ini diameternya
0,5 cm, berlokasi pada badan dan lokasi gigitan yang dalam. Makula ini
diduga merupakan pigmen darah dari orang yang tergigit atau produk ekresi
dari kelenjar saliva phtirus pubis. Kutu ini dapat dilihat dengan mata biasa
dan susah untuk dilepaskan karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara
folikel rambut(1,10).
Bintik biru (blue spots) dapat muncul dan bertahan selama beberapa
hari pada daerah dimana Pthirus pubis berada, ini juga merupakan akibat dari
gigitan. Phtirus pubis biasanya ditemukan di daerah pubis, tetapi dapat pula
ditemukan pada ketiak, bulu mata, janggut, kumis, dan daerah berambut
lainnya. Terkadang meskipun jarang Pthirus pubis dapat ditemukan oada
rambut kepala. Dan ditemukan telur kutu pada rambut yang menyerupai
butiran pasir(13).
Gejala patonogonik lainnya adalah black dot, yaitu adanya bercak-
bercak warna hitam yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih
yang dilihat oleh penderita pada waktu bangun tidur. Kadang-kadang terjadi
infeksi sekunder dengan pemesaran kelenjar getah bening regional(1,10).
Pada anak-anak infestasi dapat mengenai bulu mata, biasanya
ditularkan oleh ibunya sehingga terjadi blefaritis disertai krusta. Hal ini jarang
dijumpai pada penderita dewasa(12).
Dikutip dari sumber 9
Dikutip dari sumber 8
Dikutip dari sumber 14
F. Pemeriksaan Penunjang/Laboratorium
Pemeriksaan lampu wood pada daerah yang terganggu memperlihatkan
cahaya kuning, hijau, dari kutu dan telurnya
Memeriksa partikel yang dicurigai dibawah mikroskop untuk memeriksa
kutu dan telurnya yang hidup
Sisir bergerigi rapat untuk mengusir serangga yang berguna untuk
mengeluarkan telur dan memindahkan kutu hidup pada kaca sediaan untuk
diperiksa(10).
G. Diagnosis Banding
1. Skabies: penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes Sacbei var hominis. Penularan bisa berupa kontak
langsung maupun tidak langsung. Gejala berupa gatal, papul, pustule, erosi
dan ekskoriasi (bila digaruk). Tempat predileksi di sela jari, pergelangan
tangan, lipat ketiak, genital, perut dan paha(1).
2. Pedikulosis Korporis: infeksi kulit pada manusia yang disebabkan oleh
Pediculus humanus var. corporis diakibatkan oleh hygiene yang buruk,
menular lewat pakaian dan kontak langsung. Gejala berupa gatal dan infeksi
sekunder (akibat garukan)(2).
H. Pengobatan
Pengobatan dengan krim gameksan 1% atau emulsi benzil benzoate
25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24 jam. Jika 4 hari kemudian
belum sembuh, pengobatan diulangi kembali(1). Krotamiton 1 % krim atau
lotion, dioleskan sekali sehari dan dapat diulang sesudah 1 minggu . dapat pula
diobati dengan antibiotik(12).
I. Komplikasi
Infeksi sekunder dari bakteri dapat terjadi akibat garukan penderita
untuk mengatasi rasa gatal yang timbul(10).
J. Prognosis
Prognosis baik. Kulit yang teriritasi membutuhkan waktu untuk
menghilangkan gatal yang menetap meskipun kutunya telah dihilagkan. 90%
kasus sembuh dengan perawatan yang tepat dan biasa kambuh kembali(10).
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A. 2013. Pedikulosis Pubis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
keenam. FKUI. Jakarta.
2. Wolff, K et al. 2008. Pediculosis Pubis in: Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Seventh Edition. Volume 2. McGraw Hill Medical: USA.
3. Wolff, K et al. 2009. Pediculosis Pubis in:Fitzpatrick’s Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. Sixth Edition. McGraw Hill Medical:
USA.
4. Ko CJ, Elston M: Pediculosis: J Am Acad Dermatology 50:1, 2004.
5. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. EGC: Jakarta.
Buku Kedokteran; 2005.
6. http://amarawilis.blogspot.com/2012/05/phthirus-pubis.html [diakses pada
tanggal 4 Juli 2013, pukul 21.30 WIB]
7. http://www.heberger-image.fr/data/images/29641_Phtirus_pubis.jpeg
[diakses pada tanggal 4 Juli 2013, pukul 21.34 WIB]
8. http : www.pediculosepubiana.blogspot.com [diakses pada tanggal 4 Juli
2013, pukul 21.38WIB]
9. Daili, E.S.S, dkk. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia Sebuah
Panduan Bergambar. PT. Medical Multimedia Indonesia: Jakarta.
10. Amiruddin, M. Dali. 2004. Pedikulosis Pubis. Penyakit Menular Seksual.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
11. Kanitakis, J. Anatomy, histology and immunohistochemistry of normal human
skin. European Journal of Dermatology. Volume 12, Number 4, 2002.
12. Moschella SL, Hurley HJ. 2003. Nontreponemal Veneral and Nonveneral
Disease of The Male and Female Genitalia. Dermatology. 3rd ed.
Philadelphia: WB Saunders Co.
13. Wendel K, Rompalo, A. Scabies and Pediculosis Pubis: An Update Treatment
Regimen and General Review. Available at: http://www.EntrezPubMed. Htm.
Accessed on Juli 2, 2013.
14. http://en.wikipedia.org/wiki/File:Fig._2._Pubic_lice_in_abdomen.jpg [diakses
pada tanggal 4 Juli 2013, pukul 21.45 WIB]
15. S t o n e S P . J o n a t h a n N G o l d f a r b . R o c k y E B a c e l i e r i
S c a b i e s , O t h e r M i t e s a n d Pediculosis. In : Freedberg IM, eds.
Fitzpatrick's Dermatology In General Medicinevolume 2 seventh edition.
USA : The McGraw-Hill; 2008, p. 2029 - 37