43
BAB I PENDAHULUAN Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan kesadaran. Umumnya disertai, dan ada kalanya diawali dengan kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup. Demensia terdiri dari beberapa gejala yang kronik dan meluas. Kerusakan global dari intelektual adalah gambaran dasar, yang bermanifestasi sebagai gangguan memory, perhatian, berfikir dan daya tangkap. Fungsi mental yang lain juga bisa terganggu termasuk mood, kepribadian, daya nilai dan perilaku sosial. 1,2 Demensia adalah suatu kondisi klinis yang perlu didiagnosis dan ditelurusi penyebabnya. Penyebab demensia sangat banyak, namun tampilan gejala klinis umumnya hampir sama, 60% demensia adaah irreversibel (tidak dapat pulih kembali seperti semula), 25% dapat dikontrol, dan 16% reversibel (dapat pulih kembali). Penyakit penyebab demensia yang dapat diidentifikasi dan dikelola dengan sebaik-baiknya. 3 Sindrom demensia terjadi akibat disfungsi otak yang bermafestasi sebagai gejala-gejala 1

Refarat Demensia Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat neuro

Citation preview

Page 1: Refarat Demensia Fix

BAB I

PENDAHULUAN

Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif

tanpa disertai gangguan kesadaran. Umumnya disertai, dan ada kalanya

diawali dengan kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi,

perilaku sosial, atau motivasi hidup. Demensia terdiri dari beberapa gejala

yang kronik dan meluas. Kerusakan global dari intelektual adalah

gambaran dasar, yang bermanifestasi sebagai gangguan memory,

perhatian, berfikir dan daya tangkap. Fungsi mental yang lain juga bisa

terganggu termasuk mood, kepribadian, daya nilai dan perilaku sosial.1,2

Demensia adalah suatu kondisi klinis yang perlu didiagnosis dan

ditelurusi penyebabnya. Penyebab demensia sangat banyak, namun

tampilan gejala klinis umumnya hampir sama, 60% demensia adaah

irreversibel (tidak dapat pulih kembali seperti semula), 25% dapat

dikontrol, dan 16% reversibel (dapat pulih kembali). Penyakit penyebab

demensia yang dapat diidentifikasi dan dikelola dengan sebaik-baiknya.3

Sindrom demensia terjadi akibat disfungsi otak yang bermafestasi

sebagai gejala-gejala deficit kognitif seperti kelemahan memeori, hendaya

berbahasa, gangguan fungsi eksekutif, apraksia dan agnosia. Etiologi

demensia adalah semua penyakit yang menyebabkan disfungsi otak antara

lain penyakit Alzheimer, penyakit serebrovaskuler, hidrosefalus,

Parkinson, AIDS, Huntington, dan gangguan metabolic termasuk

defisiensi vitamin.3

Prevalensi demensia pada populasi lanjut usia (>65 tahun) berkisar

3-30%. Demensia type Alzheimer dilaporkan bertumbuh 2 kali lipat setiap

pertambahan usia 5 tahun, yaitu bila prevalensi demensia pada usia

65ahunn 3% maka menjadi 6% pada usia 70 tahun, 12% ada 75 tahun dan

24% pada usia 80 tahun. Di Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan ada

1.000.000 orang dengan demensia untuk lanjut usia 20 juta orang.3

1

Page 2: Refarat Demensia Fix

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi

Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan

otak yang biasanya bersifat kronik progresif, dimana terdapat gangguan

fungsi kortikal luhur yang multiple (multiple higher cortical function)

termasuk di dalamnya : daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap

(comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya

nilai (judgment).1

Demensia adalah suatu kondisi penurunan fungsi mental-

intelektual (kognitif yang progresif, yang dapat disebabkan oleh penyakit

organik difus pada serebri (demensia kortikal-misal penyakit Parkinson

dan Huntington). Merosotnya fungsi kognitif ini cukup berat sehingga

mengganggu fungsi sosial dan individu. Demensia ditandai dengan

kemunduran fungsi mental umum, terutama intelejensi disebabkan oleh

kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversible).

Daerah otak yang terutama terkena ialah lobus parietalis, temporalis dan

frontalis. 3,4

B. Epidemiologi

Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya

usia. Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap

kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia

sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia

diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.2

Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen

diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu

demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases). Prevalensi demensia tipe

2

Page 3: Refarat Demensia Fix

Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang

berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen

pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen.

Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50

persen perawatan rumah (nursing home bed).2

Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah

demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit

serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang

untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30

persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering

ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih

sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien

menderita kedua jenis demensia tersebut.2

Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing

mencerminkan 1 hingga 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia

yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai jenis demensia yang

berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington

dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang

umum, dan mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan

pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien dengan demensia

untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu.2

C. Etiologi

Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia

diatas 65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan

(3) campuran antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10

persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body dementia),

penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal,

demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human

immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan penyakit Parkinson.

3

Page 4: Refarat Demensia Fix

Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis

berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik

(misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin

B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi.2

Pada tabel 1 berikut ini dapat dilihat kemungkinan penyebab

demensia :2

Demensia Degeneratif

Penyakit Alzheimer

Demensia frontotemporal

(misalnya; Penyakit Pick)

Penyakit Parkinson

Demensia Jisim Lewy

Ferokalsinosis serebral

idiopatik (penyakit Fahr)

Kelumphan supranuklear

yang progresif

Lain-lain

Penyakit Huntington

Penyakit Wilson

Leukodistrofi

metakromatik

Neuroakantosistosis

Kelainan Psikiatrik

Pseudodemensia pada

depresi

Penurunan fungsi kognitif

pada skizofrenia lanjut

Fisiologis

Hidrosefalus tekanan

normal

Kelainan Metabolik

Trauma

Dementia pugilistica,

posttraumatic dementia

Subdural hematoma

Infeksi

Penyakit Prion (misalnya

penyakit Creutzfeldt-Jakob,

bovine spongiform

encephalitis, (Sindrom

Gerstmann- Straussler)

Acquired immune deficiency

syndrome (AIDS)

Sifilis

Kelainan jantung, vaskuler dan

anoksia

Infark serebri (infark tunggak

maupun mulitpel atau infark

lakunar)

Penyakit Binswanger

(subcortical

arterioscleroticencephalopath

y)

Insufisiensi hemodinamik

(hipoperfusi atau hipoksia)

Penyakit demielinisasi

4

Page 5: Refarat Demensia Fix

Defisiensi vitamin

(misalnya vitamin B12,

folat)

Endokrinopati (e.g.,

hipotiroidisme)

Gangguan metabolisme

kronik (contoh : uremia)

Tumor

Tumor primer maupun

metastase (misalnya

meningioma atau tumor

metastasis dari tumor

payudara atau tumor paru)

Sklerosis multipel

Obat-obatan dan toksin

Alkohol

Logam berat

Radiasi

Pseudodemensia

akibatpengobatan (misalnya

penggunaan antikolinergik)

Karbon monoksida

D. Klasifikasi

Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang

merupakan gangguan mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;1

F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer

F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini

F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat

F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe

campuran

F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak

Tergolongkan)

F 01 Demensia Vaskular

F01.0 Demensia Vaskular Onset akut

F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark

F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal

F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal

5

Page 6: Refarat Demensia Fix

F01.8 Demensia Vaskular lainnya

F01.9 Demensia Vaskular YTT

F02 Demensia pada penyakit lain

F02.0 Demensia pada penyakit PICK

F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob

F02.2 Demensia pada penyakit Huntington

F02.3 Demensia pada penyakit parkinson

F02.4 Demensia pada penyakit HIV

F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT –YDK (Yang Di-Tentukan-Yang

Di-Klasifikasikan di tempat lain)

F03 Demensia YTT

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-

F03 sebagai

berikut :

1. .X0 Tanpa gejala tambahan

2. X1 Gejala lain, terutama waham

3. .X2 Halusinasi

4. .X3 Depresi

5. .X4 Campuran lain

E. Gejala Klinis

Demensia Stadium Dini

Dampak demensia fase dini umumnya berupa perubahan samar-

samar dalam kepibadian, hendaya dalam keterampilan sosial,

berkurangnya minat dan ambisi, afek yang labil dan dangkal,

agitasi, sejumlah keluhan somatik, gejala psikiatrik yang samar,

penurunan bertahap kemampuan intelektual dan ketajaman pikiran.

Hal ini sering merupakan tanda pertama dalam ruang lingkup

pekerjaan yang menuntut kinerja tinggi. 3

6

Page 7: Refarat Demensia Fix

Demensia dini sering mencetuskan kondisi depresi. Ingat bahwa

demensia dini dapat muncul pertama-tama berupa gangguan emosi

(biasanya depresi) daripada gejala kognitifnya.3

Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian,

depresi dan kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan

pada 40 hingga 50 persen pasien dengan demensia,meskipun

sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10 hingga 20

persen pasien. Pasiendengan demensia juga dapat menujukkan

perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata

(misalnya tertawa dan menangis yang patologis).2

Demensia Stadium Lanjut

Gambaran umum yang muncul adalah :3

o Penurunan memori (daya ingat)

Biasanya yang menurun adalah daya ingat segera dan daya

ingat peristiwa jangka pendek (recent memory-hipokampus)

tetapi kemudian secara bertahap daya ingat remote juga

menurun (temporal medial dan region diensepalik juga

terlibat).3

o Penurunan daya orientasi

Terutama orientasi waktu (nama hari, tanggal, bulan, tahun

dan musim) dan juga orientasi tempat dan jika berat orientasi

orang.3

o Hendaya Intelektual

Pasien menjadi kurang tajam pemikirannya dibandingkan

biasanya.3

7

Page 8: Refarat Demensia Fix

o Gangguan daya nilai (judgment)

Tidak mengantisipasi akibat dari perbuatannya. Buruknya

penilaian dan kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim,

biasanya ditemukan pada demensia yang secara primer

mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari kelainan ini

adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan

tidak wajar, ketidakpedulian terhadap penampilan dan

kebersihan diri, serta sikap acuh tak acuh dalam hubungan

sosialnya.2,3

o Gejala psikotik

Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia

(terutama pasien dengan demensia tipe Alzheimer) memiliki

halusinasi, dan 30 hingga 40 persen memiliki waham, terutama

waham paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun

waham yang sistematis juga dilaporkan pada pasien tersebut.

Agresi fisik dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya lazim

ditemukan pada pasien dengan demensia yang juga memiliki

gejala-gejala psikotik.2,5

o Hendaya berbahasa

Seringkali samar dan tidak begitu persis, kadang-kadang

hampir persis mutisme.3

o Perubahan Kognitif

Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan

adanya apraksia dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut

masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-tanda neurologis lainnya

yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu

ditemukan kira-kira pada 10 persen pasien dengan demensia

8

Page 9: Refarat Demensia Fix

tipe Alzheimer serta 20 persen pada pasien dengan demensia

vaskuler. 2

Refleks primitif seperti refleks menggenggam, refleks

moncong (snout), refleks mengisap, reflex tonus kaki serta

refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan

neurologis pada 5 hingga 10 persen pasien.2

o Reaksi Katastrofik

Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan

kemampuan yang oleh Kurt Goldstein disebut “perilaku

abstrak”. Pasien mengalami kesulitan untuk memahami suatu

konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut.

Lebih jauh lagi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah-

masalah, berpikir logis, dan kemampuan menilai suara juga

terganggu. Goldstein juga menggambarkan reaksi katastrofik

berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif dari defisit

intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya

mengkompensasi defek yang dialami dengan cara menghindari

kegagalan dalam kemampuan intelektualnya, misalnya dengan

cara bercanda atau dengan mengalihkan pembicaraannya

dengan pemeriksa.2

o Sindrom Sundowner

Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk,

bingung, ataksia dan terjatuh secara tiba-tiba. Gejala-gejala

tersebut muncul pada pasien yang berumur lebih tua yang

mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia

yang bereaksi secara berlebihan terhadap obat-obat psikoaktif

bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom tersebut

juga muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal

seperti cahaya dan isyarat interpersonal dihilangkan.2

9

Page 10: Refarat Demensia Fix

F. Diagnosis

1. Anamnesis

Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR, untuk demensia

tipe Alzheimer’s (tabel 2 ), Demensia vaskuler (tabel 3), Demensia karena

kondisi medis lainnya (tabel.4), Demensia menetap akibat zat (tabel 5),

Demensia karena penyebab multipel (tabel 6), Dan demensia yang tidak

ditentukan (NOS; not otherwise specified) (tabel7).2

Diagnosis demensia berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk

pemeriksaan status mental, dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman

dan teman sekerja. Keluhan terhadap perubahan sifat pasien dengan usia lebih

tua dari 40 tahun membuat kita harus mempertimbangkan dengan cermat

untuk mendiagnosis demensia.2

Tabel .2 Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer2

A. Perkembangan defisit kognitif multipel

yang dimanifestasikan dengan baik

1) Gangguan daya ingat (gangguan

kemampuan untuk mempelajari

informasi baru dan untuk mengingat

informasi yang telah dipelajari

sebelumnya)

2) Satu (atau lebih) gangguan kognitif

berikut;

(a) Afasia (gangguan bahasa)

(b) Apraksia (gangguan

kemampuan untuk melakukan

aktivitas motorik walaupun

fungsi motorik utuh)

(c) Agnosia (kegagalan untuk

E. Defisit tidak terjadi semata-

mata selama perjalanan suatu

delirium

F. Gangguan tidak lebih baik

diterangkan oleh gangguan

aksis lainnya (misalnya,

gangguan depresif berat,

Skizofrenia)

Kondisi akibat zat.

Kode didasarkan pada

tipe onset dan ciri yang

menonjol;

Tanpa gangguan

perilaku ; Jika ganguan

kognitif tidak disertai

10

Page 11: Refarat Demensia Fix

mengenali atau

mengidentifikasi benda

walaupun fungsi sensorik utuh

(d) Gangguan dalam fungsi

eksekutif (yaitu

merencanakan,mengorganisasi,

mengurutkan dan abstrak)

B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan

A2 masing-masing menyebabkan

gangguan yang bermakna dalam

fungsi sosial atau pekerjaan dan

menunjukkan suatu penurunan

bermakna dari tingkat fungsi

sebelumnya

C. Perjalanan penyakit ditandai oleh

onset yang bertahap dan penurunan

kognitif yang terus menerus.

D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan

A2 bukan karena salah satu berikut ;

(a) Kondisi sistem saraf pusat lain

yang menyebabkan deficit

progresif dalam daya ingat kognisi

misalnya penyakit serebrovaskuler,

penyakit Parkinson, penyakit

Huntington, hematoma subdural,

hidrosefalus tekanan normal,

tumor otak.

(b) Kondisi sistemik yang diketehui

menyebabkan demensia misalnya,

hipotiroidisme, defisiensi vitamin

B12 atau asam folat, defisiensi

dengan gangguan

perilaku yang bermakna

secara klinis.

Dengan gangguan

perilaku ; Jika gangguan

kognitif disertai

gangguan perilaku yang

bermakna secara klinis

(misalnya keluyuran,

agitasi)

Subtipe yang spesifik;

Dengan onset dini : jika

onset pada umur < 65

tahun

Dengan onset lanjut ; jika

onset pada usia > 65

tahun

Catatan cara ; Penyakit

Alzheimer ditulis pada

aksis 3. Gejala klinis lain

yang menonjol yang

berhubungan dengan

penyakit Alzheimer,s

didiagnosis pada aksis I

( misalnya gangguan

mood yang berkaitan

dengan penyakit

Alzheimer, dengan

depresi yang menonjol,

dan perubahan

11

Page 12: Refarat Demensia Fix

niasin, hiperkalsemia, neurosifilis,

infeksi HIV.

(c) Kondisi yang berhubungan

dengan zat.

kepribadian yang

berhubungan dengan

penyakit Alzheimer, tipe

agresif )

Tabel. 3 Kriteria Diagnosis untuk Demensia Vaskuler2

A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik

1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari

informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari

sebelumnya)

2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;

(a) Afasia ( gangguan bahasa)

(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas

motorik walaupun fungsi motorik utuh)

(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi

bendawalaupun fungsi sensorik utuh.

(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu

merencanakan,mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak).

B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing

menyebabkangangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan

danmenunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi

sebelumnya

C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks

tendondalam, respon ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya

berjalan,kelemahan pada satu ekstremitas) atau atau tanda-tanda

laboratorium adalahindikatif untuk penyakit serebrovaskuler (misalnya

infark multipel yangmengenai korteks dan subtannsia putih dibawahnya)

yang dianggapberhubungan secara etiologi dengan gangguan

D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

Kode didasarkan pada ciri yang menonjol

12

Page 13: Refarat Demensia Fix

Dengan delirium ; Jika delirium menumpang pada demensia

Dengan waham ; Jika waham merupakan ciri yang menonjol

Dengan mood depresi ; jika mood depresi ( termasuk gambaran yang

memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif adalah ciri yang

menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan mood karena kondisi medis

umum tidak diberikan

Tanpa penyulit ; jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran

klinis sekarang

Sebutkan jika ;

Dengan gangguan perilaku

Catatan penulisan ; juga tuliskan kondisi serebrovaskuler pada aksis III

Tabel 4. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Kondisi Medis

Umum Lain2

A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik

1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari

informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari

sebelumnya)

2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;

(a) Afasia ( gangguan bahasa)

(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik

walaupun fungsi motorik utuh)

(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda

walaupun fungsi sensorik utuh)

(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,

mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)

B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing

menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau

pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi

sebelumnya

13

Page 14: Refarat Demensia Fix

C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan

laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah

satu kondisi medis selain penyakit Alzheimer’s atau penyakit

serebrovaskuler (misalnya; Infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit

Parkinson, Penyakit Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-

jakob, Hidrosefalus dengan tekanan yang normal, hipotiroidism,

tumorotak, atau defisiensi vitamin B12)

D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

Kode didasarkan padaada atau tidaknya gejala klinis yang berhubungan

dengan gangguan perilaku;

Tanpa gangguan perilaku ; Jika ganguan kognitif tidak disertai dengan

gangguan perilaku yang bermakna secara klinis

Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan kognitif disertai gangguan

perilaku yang bermakna secara klinis (misalnya keluyuran, agitasi)

Catatan penulisan ; Berikan juga ode dari kondisi medis pada aksis III

(misalnya; infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit

Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob )

Tabel 5. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Menetap Akibat Zat2

E. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik :

1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari

informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari

sebelumnya)

2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;

(e) Afasia ( gangguan bahasa)

(f) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik

walaupun fungsi motorik utuh)

(g) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda

walaupun fungsi sensorik utuh

14

Page 15: Refarat Demensia Fix

(h) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,

mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)

F. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing

menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau

pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi

sebelumnya

G. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium

dan menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus obat

H. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau hasil

pemeriksaan laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan

dengan efek menetap dari pemakaian zat (misalnya, suatu obat yang

disalahgunakan,medikasi)

Kode; Demensia menetap akibat (zat spesifik ) : alkohol ; inhalan; sedatif,

hipnotik, atau ansiolitik zat lain (atau tidak diketahui)

Tabel 6.Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Penyebab

Multipel2

A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik

(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari

informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari

sebelumnya)

(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;

(a) Afasia ( gangguan bahasa)

(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas

motorik walaupun fungsi motorik utuh)

(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi

benda walaupun fungsi sensorik utuh

(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,

mengorganisasi, mengurutkandan abstrak)

15

Page 16: Refarat Demensia Fix

B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing

menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau

pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi

sebelumnya

C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan

laboratorium bahwa gangguan memiliki lebih dari satu penyebab

(misalnya trauma kepala ditambah pengguna alkohol kronis , demensia

tipe Alzheimer dengan perkembangan demensia demensia vaskuler

selanjutnya

D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

Catatan penulisan ; Gunakan kode multipel berdasarkan demensia spesifik dan

etiologi spesifik, misalnya demensia tipe Alzheimer, dengan onset lanjut tanpa

penyulit; demensia vaskuler tanpa penyulit.

Tabel 7. Kriteria untuk Demensia yang Tidak Ditentukan2

Kategori ini digunakan untuk mendiagnosis demensia yang tidak memenuhi

kriteria tipe spesifik yang dijelaskan dalam bagian ini. Contohnya adalah

gambaran klinis demensia yang tidak terdapat bukti cukup untuk menegakkan

etiologi spesifik.

Berdasarkan PPDGJ III Demensia dapat ditegakkan apabila ditemukan

: (1) Adanyapenurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai

mengganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily living)

seperti : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil.

(2) Tidak adanya gangguan kesadaran (clear conciousness), dan (3) Gejala

dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.1

1. F00 Demensia pada Penyakit Alzheimer

Pedoman diagnostik : 1

Terdapatnya gejala demensia

16

Page 17: Refarat Demensia Fix

Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat.

Onset biasanya sulit ditentukan waktunya persis, tiba-tiba orang lain

sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam perjalanan

penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara

nyata.

Tidak adanya bukti klinis, atau temuan pemeriksaan khusus, yang

menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit

otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya

hipotiroidisme, hiperkalsemia, defisiensi vitamen B12, defisiensi

niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan normal, atau hematoma

subdural

Tidak adanya serangan apoplektik mendadak atau gejala neurologic

kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik,

defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam

masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini dikemudian hari

bertumpang tindih)

F00.0 Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Dini

Pedoman diagnostik:1

Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun

Perkembangan gejala cepat dan progresif (deteriorasi)

Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit Alzheimer merupakan

faktor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi

F00.1 Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Lambat

Sama tersebut di atas, hanya onset sesudah usia 65 tahun dan

perjalanan penyakit yang lamban dan biasanya dengan gangguan

daya ingat sebagai gambaran utamanya

F00.2 Demensia pada Penyakit Alzheimer, Tipe Tak Khas atau Tipe

Campuran (atypical or mixed type)

17

Page 18: Refarat Demensia Fix

Yang tidak cocok dengan pedoman untuk F00.0 atau F00.1, tipe

campuran adalah demensia Alzheimer + vaskuler.

F00.9 Demensia pada Penyakit Alzheimer YTT (unspecified)

2. F01 Demensia Vaskular

Pedoman diagnostik :1

Terdapatnya gejala demensia

Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat

hilangnya daya ingat, gangguan daya piker, gejala neurologis

fokal). Daya tilik diri (insight) dan daya nilai (judgment) secara

relative tetap baik.

Suatu onset yan mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai

adanya gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan

diagnosis demensia vaskuler.

Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan

pemeriksaan CT-Scan atau pemeriksaan neuropatologis.

F01.0 Demensia Vaskuler Onset Akut

Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian “stroke” akibat

thrombosis serebrovaskuler, embolisme, atau pendarahan. Pada

kasus-kasus yang jarang, satu infark dari infark pada parenkim

otak.1

F01.1 Demensia Multi-infark

Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode

iskemik minor yang menimbulkan akumulasi dari infark parenkim

otak.1

F01.2 Demensia Vaskular Subkortikal

18

Page 19: Refarat Demensia Fix

Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansi alba di hemisfer

cerebral, yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan

CT-Scan. Korteks serebri biasanya tetap baik, walaupun demikian

gambaran klinis masih miri dengan demensia pada penyakit

Alzheimer.1

F01.3 Demensia Vaskular Campuran Kotikal dan Subkortikal

Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga

gambaran linis, hasil pemeriksaan (termauk autopsy) dan

keduanya.1

F01.8 Demensia Vaskular Lainnya

F01.9 Demensia Vaskular YTT

3. F02 Demensia Pada Penyakit Lain YTT

F02.0 Demensia pada Penyakit Pick

Pedoman diagnostik :1

Adanya gejala demensia yang progresif.

Gambaran neuropatologis berupa atrofi sele ktif dari lobus frontalis

yang menonjol, disertai euphoria, emosi tumpul, dan perilaku

social yang kasar, disinhibisi dan apatis atau gelisah

Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului

gangguan daya ingat

F02.1 Demensia pada Penyakit Creutzfeldt-Jakob

Pedoman diagostik :1

Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini :

o Demensia yang prgresif merusak

o Penyakit pyramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus

19

Page 20: Refarat Demensia Fix

o Elektroensefalogram yang khas (trifasik)

F02.2 Demensia pada Penyakit Huntington

Pedoman diagnostik :1

Ada kaitan antara gangguan gerakan koreiform (Choreiform),

demensia dan riwayat keluarga dengan penyakit Huntington.

Gerakan koreiform yang involunter, terutama pada wajah, tangan

dan bahu atau cara berjalan yang khas merupakan manifestasi dini

dari gangguan ini. Gejala ini biasanya mendahului gejala demensia

dan jarang sekali gejala dini tersebut tak muncul sampai demensia

menjadi sangat lanjut.

Gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis

pada tahap dini, dengan daya ingat relative masih terpelihara,

sampai saat selanjutnya.

F02.3 Demensia pada Penyakit Parkinson

Pedoman diagostik:1

Demensia yang berkembang pada sseorang dengan penyakit

Parkinson yang sudah parah, tidak ada gambaran klinis khusus

yang dapat ditampilkan.

F02.4 Demensia pada Penyakit HIV (Human Immunodeficiency

Virus)

Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV,

tidak ditemukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan

selain penyakit infeksi HIV itu.1

F02.8 Demensia pada Penyakit Lain YDT YDK

Demensia yang terjadi sebagai manifestasi atas konsekuansi

beberapa macam kondisi somatik dan serebral lainnya.1

20

Page 21: Refarat Demensia Fix

2. Pemeriksaan Penunjang

Initial Cognitive Testing

Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan alat

skrining untuk pemeriksaan demensia dan sangat banyak

digunakan. Singkatnya hasil pemeriksaan MMSE hanya

memberikan penilaian pada fungsi memory, bahasa,

visuoperceptual. Kecepatan dalam memproses dan fungsi eksekutif

tidak dapat diperiksa.6

Bukti dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa MMSE

dapat digunakan untuk deteksi dari demensia pada individu yang

diduga mengalami gangguan kognitif. Individu yang diduga

mengalami gangguan kognitif harus menggunakan MMSE dalam

diagnosis demensia.6

Pemeriksaan Radiologi

Kemampuan dari pemeriksaan klinis (seperti anamnesis dan

pemeriksaan fisis) untuk memprediksi sebuah lesi struktural yang

dilaporkan memiliki sensitifitas dan spesifitas sekitar 90%.

Pemeriksaan radiologi dapat digunakan untuk mendeteksi

penyebab reversible dari demensia dan membantu dalam diagnosis

banding dari demensia. Pemilihan dari pemeriksaan radiologi ada

beberapa jenis termasuk di antaranya CT (Computed

Tomography), MRI (Magnetic Resonance Imaging), SPECT

(single photon emission controlled) dan PET (Positron Emission

Tomography).

Pencitraan struktural idealnya harus menjadi bagian

diagnosis dari pasien yang dicurigai terkena demensia. SPECT

dapat dikombinasikan dengan CT Scan untuk membantu dalm

menentukan diagnosis banding ketika diagnosis masih ragu-ragu.

21

Page 22: Refarat Demensia Fix

Pemeriksaan Cairan Serebrospinal dan electroencephalography

Penelitian mengenai diagnosis untuk eliminasi awal

menunjukkan penurunan dari cairan serebrospinal beta-amyloid

dan peningkatan dari cairan serebrospinal dapat digunakan untuk

membedakan pasien Alzheimer’s Diseasedengan pasien demensia

lainnya maupun bukan pasien demensia.

Beberapa bukti yang menunjukkan adanya protein 14-3-3

dalam cairan serebrospinal merupakan prediksi adanya demensia

Creutzfeldt-Jakob. Sebuah penelitian menunjukkan sensitifitas

53% untuk diagnosis dari demensia Creutzfeldt-Jakob melalui

pemeriksaan cairan serebrospinal meskipun penelitian lain

melaporkan sensitifitas dan spesifitas sekitar 90%.

Pemeriksaan cairan serebrospinal dan

electroencephalography tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin

untuk demensia. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat sangat

membantu pada pasien yang diduga terkena demensia Creutzfeldt-

Jakob.

G. Diagnosis Banding

1. Delirium

Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit

daripada yang ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara

umum, delirium dibedakan dengan demensia oleh awitan yang cepat,

durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya,

eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang

bermakna, dan gangguanperhatian dan persepsi yang menonjol.2

2. Depresi

22

Page 23: Refarat Demensia Fix

Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi

kognitif yang sukardibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran

klinis kadang-kadang menyerupaipsuedodemensia, meskipun istilah

disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related cognitivedysfunction)

lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien dengan

disfungsikognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala

depresi yang menyolok, lebihmenyadari akan gejala-gejala yang mereka

alami daripada pasien dengan demensia serta seringmemiliki riwayat

episode depresi.2

H. Penatalaksanaan

1. Farmakoterapi

Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan

kecemasan, antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk

waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek

idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya

kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi).

Secara umum, obat-obatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi

sebaiknya dihindarkan.2

Donezepil (5-10 mg, satu kali sehari), rivastigmin (6-12 mg, dua

kali sehari), galantamin (8-16 mg, dua kali sehari), dan takrin adalah

penghambat kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan

kognitif ringan hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat

tersebut menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga

meningkatkan potensi neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya

menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat

untuk seseorang dengan kehilangan memori ringan hingga sedang yang

memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui penguatan

neurotransmisi kolinergik.2,3

23

Page 24: Refarat Demensia Fix

Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas.

Takrin jarang digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas.

Sedikit data klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin,

yang sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping

neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari

obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif.2

Kondisi psikiatrik memerlukan dosis kecil obat-obatan yang

sesuai :5

Ansietas akut, kegelisahan, agresi, agitasi : sebagai contoh,

haloperidol 0,5 mg per oral 3 kali sehari (atau kurang), risperidon 1

mg per oral satu kali tiap kali. Hentikan setelah 4 – 6 minggu.

Ansietas nonpsikotik, agitasi : diazepam 2 mg per oral dua kali

sehari, venflaxin XR. Hentikan setelah 4 – 6 minggu.

Agitasi kronik SSRI (misal, fluoksetin 10-20 mg/hari atau buspiron

(15 mg dua kali sehari), juga pertimbangkan β-bloker dosis rendah.

Depresi : pertimbangkan SSRI dan anti depressan baru lainnya

dahulu dengan trisiklik mulai perlahan-lahan dan tingkatkan

sampai ada efek-misal desipiramin 75-150 per oral sehari.

Insomnia : hanya untuk penggunaan jangka pendek misal,

termazepam 15 mg per oral sebelum tidur.

2. Terapi dengan Menggunakan Pendekatan Lain

Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif

termasuk penguat metabolisme serebral, penghambat kanal kalsium, dan

agen serotonergik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu

penghambat monoamine oksidase tipe B), dapat memperlambat

perkembangan penyakit ini.2

Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan

fungsi kognitif pada wanita pasca menopause, walau demikian masih

diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Terapi

komplemen dan alternatif menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi

24

Page 25: Refarat Demensia Fix

lainnya bertujuan untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi.

Laporan mengenai penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)

memiliki efek lebih rendah terhadap perkembangan penyakit Alzheimer.

Vitamin E tidak menunjukkan manfaat dalam pencegahan penyakit.2

3. Terapi non-farmakologi

Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisi yang bagus,

kacamata, alat bantu dengar, alat proteksi (untuk anak tangga,

kompor, obat-obatan) dan lain-lain.

Pertahankan pasien berada dalam lingkungan yang sudah

dikenalnya dengan baik, jika memungkinkan. Usahakan pasien

dikelilingi oleh teman-teman lamanya dan benda-benda yang

biasa berada di dekatnya. Tingkatkan daya pengertian dan

partisipasi anggota keluarga.

Pertahakankan keterlibatan pasien melalui kontak kontak

personal, orientasi yang sering (mengingat nama hari, jam, dan

sebagainya). Diskusikan berita actual bersama pasien. Pergunakan

kalender, radio, televise. Aktivitas harian dibuat terstruktur dan

terencana.

Bantulah untuk mempertahankan rasa percaya diri pasien.

Rawatlah mereka sebagai orang dewasa.

Hindari suasana yang remang-remang, terpencil juga hindari

stimulasi berlebihan.

I. Prognosis

Prognosis demensia bervariasi tergantung pada penyakit atau kondisi

medik yang mendasarinya. Jika penyebab demensia dapat dikoreksi atau

disembuhkan maka prognosis baik, namun untuk jenis degenerative yang

25

Page 26: Refarat Demensia Fix

belum ada obatnya maka prognosis kurang baik. Beberapa jenis demensia

yang dapat membaik adalah demensia yang disebabkan oleh penyakit infeksi,

defisiensi vitamin, hidrosefalus tekanan normal, gangguan vaskularisasi dan

gangguan metabolik.

26

Page 27: Refarat Demensia Fix

BAB III

KESIMPULAN

Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang

biasanya bersifat kronik progresif, dimana terdapat gangguan fungsi

kortikal luhur yang multiple (multiple higher cortical function) termasuk

di dalamnya : daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap

(comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya

nilai (judgment).

Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.

Demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer

(Alzheimer’sdiseases).

Gejala klinis demensia dibagi dalam 2 tahapan yaitu stadium dini dan

stadium lanjut. Dampak demensia fase dini umumnya berupa perubahan

samar-samar dalam kepibadian, hendaya dalam keterampilan sosial,

berkurangnya minat dan ambisi, afek yang labil dan dangkal, agitasi,

sejumlah keluhan somatik, gejala psikiatrik yang samar, penurunan

bertahap kemampuan intelektual dan depresi yang menonjol. Sedangkan

pada fase lanjut ditandai dengan perubahan kepribadian, halusinasi dan

waham, mood, perubahan kognitif, reaksi Katastrofik, Sindrom

Sundowner.

Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR dan Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III7.

Pemberian obat untuk ganguan perilaku pada demensia bersifat

simptomatik dan dapat dipergunakan beberapa jenis psikotrropik dalam

dosis kecil.

Prognosis demensia bervariasi tergantung pada penyakit atau kondisi

medik yang mendasarinya. Beberapa jenis demensia yang dapat membaik

adalah demensia yang disebabkan oleh penyakit infeksi, defisiensi

27

Page 28: Refarat Demensia Fix

vitamin, hidrosefalus tekanan normal, gangguan vaskularisasi dan

gangguan metabolik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari

PPDGJ III. 2001, Jakarta; PT Nuh Jaya. p.20- 26.

2. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia,

amnestic and cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of

Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.

Lippincott Williams & Wilkins. p.10.3

3. Wiwie, Martina S. Nasrun. Demensia. In: Sylvia D. Elivira Editor. Buku

Ajar Psikiatri. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2010.

p. 494-503

4. F. Willy Maramis, Albert A. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.

Jakarta : Airlangga University Press. Edisi 2. P.230

5. A. David Tomb. Buku Saku Psikiatri. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

ECG. Edisi 6. p.73-81.

6. Scottish Intercollegiate Guidelines Network.Management of patients with

dementia, A national clinical guideline. 2006. Edinburgh. P.4-6.

28