Upload
rifnafebraini
View
58
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat neuro
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif
tanpa disertai gangguan kesadaran. Umumnya disertai, dan ada kalanya
diawali dengan kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi,
perilaku sosial, atau motivasi hidup. Demensia terdiri dari beberapa gejala
yang kronik dan meluas. Kerusakan global dari intelektual adalah
gambaran dasar, yang bermanifestasi sebagai gangguan memory,
perhatian, berfikir dan daya tangkap. Fungsi mental yang lain juga bisa
terganggu termasuk mood, kepribadian, daya nilai dan perilaku sosial.1,2
Demensia adalah suatu kondisi klinis yang perlu didiagnosis dan
ditelurusi penyebabnya. Penyebab demensia sangat banyak, namun
tampilan gejala klinis umumnya hampir sama, 60% demensia adaah
irreversibel (tidak dapat pulih kembali seperti semula), 25% dapat
dikontrol, dan 16% reversibel (dapat pulih kembali). Penyakit penyebab
demensia yang dapat diidentifikasi dan dikelola dengan sebaik-baiknya.3
Sindrom demensia terjadi akibat disfungsi otak yang bermafestasi
sebagai gejala-gejala deficit kognitif seperti kelemahan memeori, hendaya
berbahasa, gangguan fungsi eksekutif, apraksia dan agnosia. Etiologi
demensia adalah semua penyakit yang menyebabkan disfungsi otak antara
lain penyakit Alzheimer, penyakit serebrovaskuler, hidrosefalus,
Parkinson, AIDS, Huntington, dan gangguan metabolic termasuk
defisiensi vitamin.3
Prevalensi demensia pada populasi lanjut usia (>65 tahun) berkisar
3-30%. Demensia type Alzheimer dilaporkan bertumbuh 2 kali lipat setiap
pertambahan usia 5 tahun, yaitu bila prevalensi demensia pada usia
65ahunn 3% maka menjadi 6% pada usia 70 tahun, 12% ada 75 tahun dan
24% pada usia 80 tahun. Di Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan ada
1.000.000 orang dengan demensia untuk lanjut usia 20 juta orang.3
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan
otak yang biasanya bersifat kronik progresif, dimana terdapat gangguan
fungsi kortikal luhur yang multiple (multiple higher cortical function)
termasuk di dalamnya : daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap
(comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya
nilai (judgment).1
Demensia adalah suatu kondisi penurunan fungsi mental-
intelektual (kognitif yang progresif, yang dapat disebabkan oleh penyakit
organik difus pada serebri (demensia kortikal-misal penyakit Parkinson
dan Huntington). Merosotnya fungsi kognitif ini cukup berat sehingga
mengganggu fungsi sosial dan individu. Demensia ditandai dengan
kemunduran fungsi mental umum, terutama intelejensi disebabkan oleh
kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversible).
Daerah otak yang terutama terkena ialah lobus parietalis, temporalis dan
frontalis. 3,4
B. Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya
usia. Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap
kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia
sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia
diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.2
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen
diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu
demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases). Prevalensi demensia tipe
2
Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang
berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen
pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen.
Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50
persen perawatan rumah (nursing home bed).2
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah
demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit
serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang
untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30
persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering
ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih
sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien
menderita kedua jenis demensia tersebut.2
Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing
mencerminkan 1 hingga 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia
yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai jenis demensia yang
berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington
dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang
umum, dan mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan
pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien dengan demensia
untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu.2
C. Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia
diatas 65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan
(3) campuran antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10
persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body dementia),
penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal,
demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human
immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan penyakit Parkinson.
3
Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis
berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik
(misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin
B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi.2
Pada tabel 1 berikut ini dapat dilihat kemungkinan penyebab
demensia :2
Demensia Degeneratif
Penyakit Alzheimer
Demensia frontotemporal
(misalnya; Penyakit Pick)
Penyakit Parkinson
Demensia Jisim Lewy
Ferokalsinosis serebral
idiopatik (penyakit Fahr)
Kelumphan supranuklear
yang progresif
Lain-lain
Penyakit Huntington
Penyakit Wilson
Leukodistrofi
metakromatik
Neuroakantosistosis
Kelainan Psikiatrik
Pseudodemensia pada
depresi
Penurunan fungsi kognitif
pada skizofrenia lanjut
Fisiologis
Hidrosefalus tekanan
normal
Kelainan Metabolik
Trauma
Dementia pugilistica,
posttraumatic dementia
Subdural hematoma
Infeksi
Penyakit Prion (misalnya
penyakit Creutzfeldt-Jakob,
bovine spongiform
encephalitis, (Sindrom
Gerstmann- Straussler)
Acquired immune deficiency
syndrome (AIDS)
Sifilis
Kelainan jantung, vaskuler dan
anoksia
Infark serebri (infark tunggak
maupun mulitpel atau infark
lakunar)
Penyakit Binswanger
(subcortical
arterioscleroticencephalopath
y)
Insufisiensi hemodinamik
(hipoperfusi atau hipoksia)
Penyakit demielinisasi
4
Defisiensi vitamin
(misalnya vitamin B12,
folat)
Endokrinopati (e.g.,
hipotiroidisme)
Gangguan metabolisme
kronik (contoh : uremia)
Tumor
Tumor primer maupun
metastase (misalnya
meningioma atau tumor
metastasis dari tumor
payudara atau tumor paru)
Sklerosis multipel
Obat-obatan dan toksin
Alkohol
Logam berat
Radiasi
Pseudodemensia
akibatpengobatan (misalnya
penggunaan antikolinergik)
Karbon monoksida
D. Klasifikasi
Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang
merupakan gangguan mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;1
F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe
campuran
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak
Tergolongkan)
F 01 Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular Onset akut
F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark
F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
5
F01.8 Demensia Vaskular lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
F02 Demensia pada penyakit lain
F02.0 Demensia pada penyakit PICK
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob
F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
F02.3 Demensia pada penyakit parkinson
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT –YDK (Yang Di-Tentukan-Yang
Di-Klasifikasikan di tempat lain)
F03 Demensia YTT
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-
F03 sebagai
berikut :
1. .X0 Tanpa gejala tambahan
2. X1 Gejala lain, terutama waham
3. .X2 Halusinasi
4. .X3 Depresi
5. .X4 Campuran lain
E. Gejala Klinis
Demensia Stadium Dini
Dampak demensia fase dini umumnya berupa perubahan samar-
samar dalam kepibadian, hendaya dalam keterampilan sosial,
berkurangnya minat dan ambisi, afek yang labil dan dangkal,
agitasi, sejumlah keluhan somatik, gejala psikiatrik yang samar,
penurunan bertahap kemampuan intelektual dan ketajaman pikiran.
Hal ini sering merupakan tanda pertama dalam ruang lingkup
pekerjaan yang menuntut kinerja tinggi. 3
6
Demensia dini sering mencetuskan kondisi depresi. Ingat bahwa
demensia dini dapat muncul pertama-tama berupa gangguan emosi
(biasanya depresi) daripada gejala kognitifnya.3
Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian,
depresi dan kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan
pada 40 hingga 50 persen pasien dengan demensia,meskipun
sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10 hingga 20
persen pasien. Pasiendengan demensia juga dapat menujukkan
perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata
(misalnya tertawa dan menangis yang patologis).2
Demensia Stadium Lanjut
Gambaran umum yang muncul adalah :3
o Penurunan memori (daya ingat)
Biasanya yang menurun adalah daya ingat segera dan daya
ingat peristiwa jangka pendek (recent memory-hipokampus)
tetapi kemudian secara bertahap daya ingat remote juga
menurun (temporal medial dan region diensepalik juga
terlibat).3
o Penurunan daya orientasi
Terutama orientasi waktu (nama hari, tanggal, bulan, tahun
dan musim) dan juga orientasi tempat dan jika berat orientasi
orang.3
o Hendaya Intelektual
Pasien menjadi kurang tajam pemikirannya dibandingkan
biasanya.3
7
o Gangguan daya nilai (judgment)
Tidak mengantisipasi akibat dari perbuatannya. Buruknya
penilaian dan kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim,
biasanya ditemukan pada demensia yang secara primer
mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari kelainan ini
adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan
tidak wajar, ketidakpedulian terhadap penampilan dan
kebersihan diri, serta sikap acuh tak acuh dalam hubungan
sosialnya.2,3
o Gejala psikotik
Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia
(terutama pasien dengan demensia tipe Alzheimer) memiliki
halusinasi, dan 30 hingga 40 persen memiliki waham, terutama
waham paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun
waham yang sistematis juga dilaporkan pada pasien tersebut.
Agresi fisik dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya lazim
ditemukan pada pasien dengan demensia yang juga memiliki
gejala-gejala psikotik.2,5
o Hendaya berbahasa
Seringkali samar dan tidak begitu persis, kadang-kadang
hampir persis mutisme.3
o Perubahan Kognitif
Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan
adanya apraksia dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut
masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-tanda neurologis lainnya
yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu
ditemukan kira-kira pada 10 persen pasien dengan demensia
8
tipe Alzheimer serta 20 persen pada pasien dengan demensia
vaskuler. 2
Refleks primitif seperti refleks menggenggam, refleks
moncong (snout), refleks mengisap, reflex tonus kaki serta
refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan
neurologis pada 5 hingga 10 persen pasien.2
o Reaksi Katastrofik
Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan
kemampuan yang oleh Kurt Goldstein disebut “perilaku
abstrak”. Pasien mengalami kesulitan untuk memahami suatu
konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut.
Lebih jauh lagi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah-
masalah, berpikir logis, dan kemampuan menilai suara juga
terganggu. Goldstein juga menggambarkan reaksi katastrofik
berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif dari defisit
intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya
mengkompensasi defek yang dialami dengan cara menghindari
kegagalan dalam kemampuan intelektualnya, misalnya dengan
cara bercanda atau dengan mengalihkan pembicaraannya
dengan pemeriksa.2
o Sindrom Sundowner
Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk,
bingung, ataksia dan terjatuh secara tiba-tiba. Gejala-gejala
tersebut muncul pada pasien yang berumur lebih tua yang
mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia
yang bereaksi secara berlebihan terhadap obat-obat psikoaktif
bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom tersebut
juga muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal
seperti cahaya dan isyarat interpersonal dihilangkan.2
9
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR, untuk demensia
tipe Alzheimer’s (tabel 2 ), Demensia vaskuler (tabel 3), Demensia karena
kondisi medis lainnya (tabel.4), Demensia menetap akibat zat (tabel 5),
Demensia karena penyebab multipel (tabel 6), Dan demensia yang tidak
ditentukan (NOS; not otherwise specified) (tabel7).2
Diagnosis demensia berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk
pemeriksaan status mental, dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman
dan teman sekerja. Keluhan terhadap perubahan sifat pasien dengan usia lebih
tua dari 40 tahun membuat kita harus mempertimbangkan dengan cermat
untuk mendiagnosis demensia.2
Tabel .2 Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer2
A. Perkembangan defisit kognitif multipel
yang dimanifestasikan dengan baik
1) Gangguan daya ingat (gangguan
kemampuan untuk mempelajari
informasi baru dan untuk mengingat
informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
2) Satu (atau lebih) gangguan kognitif
berikut;
(a) Afasia (gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan
kemampuan untuk melakukan
aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk
E. Defisit tidak terjadi semata-
mata selama perjalanan suatu
delirium
F. Gangguan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan
aksis lainnya (misalnya,
gangguan depresif berat,
Skizofrenia)
Kondisi akibat zat.
Kode didasarkan pada
tipe onset dan ciri yang
menonjol;
Tanpa gangguan
perilaku ; Jika ganguan
kognitif tidak disertai
10
mengenali atau
mengidentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik utuh
(d) Gangguan dalam fungsi
eksekutif (yaitu
merencanakan,mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan
A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam
fungsi sosial atau pekerjaan dan
menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi
sebelumnya
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh
onset yang bertahap dan penurunan
kognitif yang terus menerus.
D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan
A2 bukan karena salah satu berikut ;
(a) Kondisi sistem saraf pusat lain
yang menyebabkan deficit
progresif dalam daya ingat kognisi
misalnya penyakit serebrovaskuler,
penyakit Parkinson, penyakit
Huntington, hematoma subdural,
hidrosefalus tekanan normal,
tumor otak.
(b) Kondisi sistemik yang diketehui
menyebabkan demensia misalnya,
hipotiroidisme, defisiensi vitamin
B12 atau asam folat, defisiensi
dengan gangguan
perilaku yang bermakna
secara klinis.
Dengan gangguan
perilaku ; Jika gangguan
kognitif disertai
gangguan perilaku yang
bermakna secara klinis
(misalnya keluyuran,
agitasi)
Subtipe yang spesifik;
Dengan onset dini : jika
onset pada umur < 65
tahun
Dengan onset lanjut ; jika
onset pada usia > 65
tahun
Catatan cara ; Penyakit
Alzheimer ditulis pada
aksis 3. Gejala klinis lain
yang menonjol yang
berhubungan dengan
penyakit Alzheimer,s
didiagnosis pada aksis I
( misalnya gangguan
mood yang berkaitan
dengan penyakit
Alzheimer, dengan
depresi yang menonjol,
dan perubahan
11
niasin, hiperkalsemia, neurosifilis,
infeksi HIV.
(c) Kondisi yang berhubungan
dengan zat.
kepribadian yang
berhubungan dengan
penyakit Alzheimer, tipe
agresif )
Tabel. 3 Kriteria Diagnosis untuk Demensia Vaskuler2
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik
1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari
informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
motorik walaupun fungsi motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi
bendawalaupun fungsi sensorik utuh.
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu
merencanakan,mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak).
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing
menyebabkangangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan
danmenunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi
sebelumnya
C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks
tendondalam, respon ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya
berjalan,kelemahan pada satu ekstremitas) atau atau tanda-tanda
laboratorium adalahindikatif untuk penyakit serebrovaskuler (misalnya
infark multipel yangmengenai korteks dan subtannsia putih dibawahnya)
yang dianggapberhubungan secara etiologi dengan gangguan
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan pada ciri yang menonjol
12
Dengan delirium ; Jika delirium menumpang pada demensia
Dengan waham ; Jika waham merupakan ciri yang menonjol
Dengan mood depresi ; jika mood depresi ( termasuk gambaran yang
memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif adalah ciri yang
menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan mood karena kondisi medis
umum tidak diberikan
Tanpa penyulit ; jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran
klinis sekarang
Sebutkan jika ;
Dengan gangguan perilaku
Catatan penulisan ; juga tuliskan kondisi serebrovaskuler pada aksis III
Tabel 4. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Kondisi Medis
Umum Lain2
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari
informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik utuh)
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing
menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi
sebelumnya
13
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah
satu kondisi medis selain penyakit Alzheimer’s atau penyakit
serebrovaskuler (misalnya; Infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit
Parkinson, Penyakit Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-
jakob, Hidrosefalus dengan tekanan yang normal, hipotiroidism,
tumorotak, atau defisiensi vitamin B12)
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan padaada atau tidaknya gejala klinis yang berhubungan
dengan gangguan perilaku;
Tanpa gangguan perilaku ; Jika ganguan kognitif tidak disertai dengan
gangguan perilaku yang bermakna secara klinis
Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan kognitif disertai gangguan
perilaku yang bermakna secara klinis (misalnya keluyuran, agitasi)
Catatan penulisan ; Berikan juga ode dari kondisi medis pada aksis III
(misalnya; infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit
Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob )
Tabel 5. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Menetap Akibat Zat2
E. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik :
1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari
informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(e) Afasia ( gangguan bahasa)
(f) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
(g) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik utuh
14
(h) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)
F. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing
menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi
sebelumnya
G. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium
dan menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus obat
H. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau hasil
pemeriksaan laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan
dengan efek menetap dari pemakaian zat (misalnya, suatu obat yang
disalahgunakan,medikasi)
Kode; Demensia menetap akibat (zat spesifik ) : alkohol ; inhalan; sedatif,
hipnotik, atau ansiolitik zat lain (atau tidak diketahui)
Tabel 6.Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Penyebab
Multipel2
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari
informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
motorik walaupun fungsi motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi
benda walaupun fungsi sensorik utuh
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkandan abstrak)
15
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing
menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi
sebelumnya
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan memiliki lebih dari satu penyebab
(misalnya trauma kepala ditambah pengguna alkohol kronis , demensia
tipe Alzheimer dengan perkembangan demensia demensia vaskuler
selanjutnya
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Catatan penulisan ; Gunakan kode multipel berdasarkan demensia spesifik dan
etiologi spesifik, misalnya demensia tipe Alzheimer, dengan onset lanjut tanpa
penyulit; demensia vaskuler tanpa penyulit.
Tabel 7. Kriteria untuk Demensia yang Tidak Ditentukan2
Kategori ini digunakan untuk mendiagnosis demensia yang tidak memenuhi
kriteria tipe spesifik yang dijelaskan dalam bagian ini. Contohnya adalah
gambaran klinis demensia yang tidak terdapat bukti cukup untuk menegakkan
etiologi spesifik.
Berdasarkan PPDGJ III Demensia dapat ditegakkan apabila ditemukan
: (1) Adanyapenurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai
mengganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily living)
seperti : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
(2) Tidak adanya gangguan kesadaran (clear conciousness), dan (3) Gejala
dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.1
1. F00 Demensia pada Penyakit Alzheimer
Pedoman diagnostik : 1
Terdapatnya gejala demensia
16
Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat.
Onset biasanya sulit ditentukan waktunya persis, tiba-tiba orang lain
sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam perjalanan
penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara
nyata.
Tidak adanya bukti klinis, atau temuan pemeriksaan khusus, yang
menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit
otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya
hipotiroidisme, hiperkalsemia, defisiensi vitamen B12, defisiensi
niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan normal, atau hematoma
subdural
Tidak adanya serangan apoplektik mendadak atau gejala neurologic
kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik,
defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam
masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini dikemudian hari
bertumpang tindih)
F00.0 Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Dini
Pedoman diagnostik:1
Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun
Perkembangan gejala cepat dan progresif (deteriorasi)
Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit Alzheimer merupakan
faktor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi
F00.1 Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Lambat
Sama tersebut di atas, hanya onset sesudah usia 65 tahun dan
perjalanan penyakit yang lamban dan biasanya dengan gangguan
daya ingat sebagai gambaran utamanya
F00.2 Demensia pada Penyakit Alzheimer, Tipe Tak Khas atau Tipe
Campuran (atypical or mixed type)
17
Yang tidak cocok dengan pedoman untuk F00.0 atau F00.1, tipe
campuran adalah demensia Alzheimer + vaskuler.
F00.9 Demensia pada Penyakit Alzheimer YTT (unspecified)
2. F01 Demensia Vaskular
Pedoman diagnostik :1
Terdapatnya gejala demensia
Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat
hilangnya daya ingat, gangguan daya piker, gejala neurologis
fokal). Daya tilik diri (insight) dan daya nilai (judgment) secara
relative tetap baik.
Suatu onset yan mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai
adanya gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan
diagnosis demensia vaskuler.
Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan CT-Scan atau pemeriksaan neuropatologis.
F01.0 Demensia Vaskuler Onset Akut
Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian “stroke” akibat
thrombosis serebrovaskuler, embolisme, atau pendarahan. Pada
kasus-kasus yang jarang, satu infark dari infark pada parenkim
otak.1
F01.1 Demensia Multi-infark
Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode
iskemik minor yang menimbulkan akumulasi dari infark parenkim
otak.1
F01.2 Demensia Vaskular Subkortikal
18
Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansi alba di hemisfer
cerebral, yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan
CT-Scan. Korteks serebri biasanya tetap baik, walaupun demikian
gambaran klinis masih miri dengan demensia pada penyakit
Alzheimer.1
F01.3 Demensia Vaskular Campuran Kotikal dan Subkortikal
Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga
gambaran linis, hasil pemeriksaan (termauk autopsy) dan
keduanya.1
F01.8 Demensia Vaskular Lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
3. F02 Demensia Pada Penyakit Lain YTT
F02.0 Demensia pada Penyakit Pick
Pedoman diagnostik :1
Adanya gejala demensia yang progresif.
Gambaran neuropatologis berupa atrofi sele ktif dari lobus frontalis
yang menonjol, disertai euphoria, emosi tumpul, dan perilaku
social yang kasar, disinhibisi dan apatis atau gelisah
Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului
gangguan daya ingat
F02.1 Demensia pada Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Pedoman diagostik :1
Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini :
o Demensia yang prgresif merusak
o Penyakit pyramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus
19
o Elektroensefalogram yang khas (trifasik)
F02.2 Demensia pada Penyakit Huntington
Pedoman diagnostik :1
Ada kaitan antara gangguan gerakan koreiform (Choreiform),
demensia dan riwayat keluarga dengan penyakit Huntington.
Gerakan koreiform yang involunter, terutama pada wajah, tangan
dan bahu atau cara berjalan yang khas merupakan manifestasi dini
dari gangguan ini. Gejala ini biasanya mendahului gejala demensia
dan jarang sekali gejala dini tersebut tak muncul sampai demensia
menjadi sangat lanjut.
Gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis
pada tahap dini, dengan daya ingat relative masih terpelihara,
sampai saat selanjutnya.
F02.3 Demensia pada Penyakit Parkinson
Pedoman diagostik:1
Demensia yang berkembang pada sseorang dengan penyakit
Parkinson yang sudah parah, tidak ada gambaran klinis khusus
yang dapat ditampilkan.
F02.4 Demensia pada Penyakit HIV (Human Immunodeficiency
Virus)
Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV,
tidak ditemukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan
selain penyakit infeksi HIV itu.1
F02.8 Demensia pada Penyakit Lain YDT YDK
Demensia yang terjadi sebagai manifestasi atas konsekuansi
beberapa macam kondisi somatik dan serebral lainnya.1
20
2. Pemeriksaan Penunjang
Initial Cognitive Testing
Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan alat
skrining untuk pemeriksaan demensia dan sangat banyak
digunakan. Singkatnya hasil pemeriksaan MMSE hanya
memberikan penilaian pada fungsi memory, bahasa,
visuoperceptual. Kecepatan dalam memproses dan fungsi eksekutif
tidak dapat diperiksa.6
Bukti dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa MMSE
dapat digunakan untuk deteksi dari demensia pada individu yang
diduga mengalami gangguan kognitif. Individu yang diduga
mengalami gangguan kognitif harus menggunakan MMSE dalam
diagnosis demensia.6
Pemeriksaan Radiologi
Kemampuan dari pemeriksaan klinis (seperti anamnesis dan
pemeriksaan fisis) untuk memprediksi sebuah lesi struktural yang
dilaporkan memiliki sensitifitas dan spesifitas sekitar 90%.
Pemeriksaan radiologi dapat digunakan untuk mendeteksi
penyebab reversible dari demensia dan membantu dalam diagnosis
banding dari demensia. Pemilihan dari pemeriksaan radiologi ada
beberapa jenis termasuk di antaranya CT (Computed
Tomography), MRI (Magnetic Resonance Imaging), SPECT
(single photon emission controlled) dan PET (Positron Emission
Tomography).
Pencitraan struktural idealnya harus menjadi bagian
diagnosis dari pasien yang dicurigai terkena demensia. SPECT
dapat dikombinasikan dengan CT Scan untuk membantu dalm
menentukan diagnosis banding ketika diagnosis masih ragu-ragu.
21
Pemeriksaan Cairan Serebrospinal dan electroencephalography
Penelitian mengenai diagnosis untuk eliminasi awal
menunjukkan penurunan dari cairan serebrospinal beta-amyloid
dan peningkatan dari cairan serebrospinal dapat digunakan untuk
membedakan pasien Alzheimer’s Diseasedengan pasien demensia
lainnya maupun bukan pasien demensia.
Beberapa bukti yang menunjukkan adanya protein 14-3-3
dalam cairan serebrospinal merupakan prediksi adanya demensia
Creutzfeldt-Jakob. Sebuah penelitian menunjukkan sensitifitas
53% untuk diagnosis dari demensia Creutzfeldt-Jakob melalui
pemeriksaan cairan serebrospinal meskipun penelitian lain
melaporkan sensitifitas dan spesifitas sekitar 90%.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dan
electroencephalography tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin
untuk demensia. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat sangat
membantu pada pasien yang diduga terkena demensia Creutzfeldt-
Jakob.
G. Diagnosis Banding
1. Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit
daripada yang ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara
umum, delirium dibedakan dengan demensia oleh awitan yang cepat,
durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya,
eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang
bermakna, dan gangguanperhatian dan persepsi yang menonjol.2
2. Depresi
22
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi
kognitif yang sukardibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran
klinis kadang-kadang menyerupaipsuedodemensia, meskipun istilah
disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related cognitivedysfunction)
lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien dengan
disfungsikognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala
depresi yang menyolok, lebihmenyadari akan gejala-gejala yang mereka
alami daripada pasien dengan demensia serta seringmemiliki riwayat
episode depresi.2
H. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan
kecemasan, antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk
waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek
idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya
kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi).
Secara umum, obat-obatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi
sebaiknya dihindarkan.2
Donezepil (5-10 mg, satu kali sehari), rivastigmin (6-12 mg, dua
kali sehari), galantamin (8-16 mg, dua kali sehari), dan takrin adalah
penghambat kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan
kognitif ringan hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat
tersebut menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga
meningkatkan potensi neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya
menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat
untuk seseorang dengan kehilangan memori ringan hingga sedang yang
memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui penguatan
neurotransmisi kolinergik.2,3
23
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas.
Takrin jarang digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas.
Sedikit data klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin,
yang sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping
neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari
obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif.2
Kondisi psikiatrik memerlukan dosis kecil obat-obatan yang
sesuai :5
Ansietas akut, kegelisahan, agresi, agitasi : sebagai contoh,
haloperidol 0,5 mg per oral 3 kali sehari (atau kurang), risperidon 1
mg per oral satu kali tiap kali. Hentikan setelah 4 – 6 minggu.
Ansietas nonpsikotik, agitasi : diazepam 2 mg per oral dua kali
sehari, venflaxin XR. Hentikan setelah 4 – 6 minggu.
Agitasi kronik SSRI (misal, fluoksetin 10-20 mg/hari atau buspiron
(15 mg dua kali sehari), juga pertimbangkan β-bloker dosis rendah.
Depresi : pertimbangkan SSRI dan anti depressan baru lainnya
dahulu dengan trisiklik mulai perlahan-lahan dan tingkatkan
sampai ada efek-misal desipiramin 75-150 per oral sehari.
Insomnia : hanya untuk penggunaan jangka pendek misal,
termazepam 15 mg per oral sebelum tidur.
2. Terapi dengan Menggunakan Pendekatan Lain
Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif
termasuk penguat metabolisme serebral, penghambat kanal kalsium, dan
agen serotonergik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu
penghambat monoamine oksidase tipe B), dapat memperlambat
perkembangan penyakit ini.2
Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan
fungsi kognitif pada wanita pasca menopause, walau demikian masih
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Terapi
komplemen dan alternatif menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi
24
lainnya bertujuan untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi.
Laporan mengenai penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
memiliki efek lebih rendah terhadap perkembangan penyakit Alzheimer.
Vitamin E tidak menunjukkan manfaat dalam pencegahan penyakit.2
3. Terapi non-farmakologi
Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisi yang bagus,
kacamata, alat bantu dengar, alat proteksi (untuk anak tangga,
kompor, obat-obatan) dan lain-lain.
Pertahankan pasien berada dalam lingkungan yang sudah
dikenalnya dengan baik, jika memungkinkan. Usahakan pasien
dikelilingi oleh teman-teman lamanya dan benda-benda yang
biasa berada di dekatnya. Tingkatkan daya pengertian dan
partisipasi anggota keluarga.
Pertahakankan keterlibatan pasien melalui kontak kontak
personal, orientasi yang sering (mengingat nama hari, jam, dan
sebagainya). Diskusikan berita actual bersama pasien. Pergunakan
kalender, radio, televise. Aktivitas harian dibuat terstruktur dan
terencana.
Bantulah untuk mempertahankan rasa percaya diri pasien.
Rawatlah mereka sebagai orang dewasa.
Hindari suasana yang remang-remang, terpencil juga hindari
stimulasi berlebihan.
I. Prognosis
Prognosis demensia bervariasi tergantung pada penyakit atau kondisi
medik yang mendasarinya. Jika penyebab demensia dapat dikoreksi atau
disembuhkan maka prognosis baik, namun untuk jenis degenerative yang
25
belum ada obatnya maka prognosis kurang baik. Beberapa jenis demensia
yang dapat membaik adalah demensia yang disebabkan oleh penyakit infeksi,
defisiensi vitamin, hidrosefalus tekanan normal, gangguan vaskularisasi dan
gangguan metabolik.
26
BAB III
KESIMPULAN
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang
biasanya bersifat kronik progresif, dimana terdapat gangguan fungsi
kortikal luhur yang multiple (multiple higher cortical function) termasuk
di dalamnya : daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap
(comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya
nilai (judgment).
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer
(Alzheimer’sdiseases).
Gejala klinis demensia dibagi dalam 2 tahapan yaitu stadium dini dan
stadium lanjut. Dampak demensia fase dini umumnya berupa perubahan
samar-samar dalam kepibadian, hendaya dalam keterampilan sosial,
berkurangnya minat dan ambisi, afek yang labil dan dangkal, agitasi,
sejumlah keluhan somatik, gejala psikiatrik yang samar, penurunan
bertahap kemampuan intelektual dan depresi yang menonjol. Sedangkan
pada fase lanjut ditandai dengan perubahan kepribadian, halusinasi dan
waham, mood, perubahan kognitif, reaksi Katastrofik, Sindrom
Sundowner.
Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR dan Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III7.
Pemberian obat untuk ganguan perilaku pada demensia bersifat
simptomatik dan dapat dipergunakan beberapa jenis psikotrropik dalam
dosis kecil.
Prognosis demensia bervariasi tergantung pada penyakit atau kondisi
medik yang mendasarinya. Beberapa jenis demensia yang dapat membaik
adalah demensia yang disebabkan oleh penyakit infeksi, defisiensi
27
vitamin, hidrosefalus tekanan normal, gangguan vaskularisasi dan
gangguan metabolik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III. 2001, Jakarta; PT Nuh Jaya. p.20- 26.
2. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia,
amnestic and cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. p.10.3
3. Wiwie, Martina S. Nasrun. Demensia. In: Sylvia D. Elivira Editor. Buku
Ajar Psikiatri. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2010.
p. 494-503
4. F. Willy Maramis, Albert A. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Jakarta : Airlangga University Press. Edisi 2. P.230
5. A. David Tomb. Buku Saku Psikiatri. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
ECG. Edisi 6. p.73-81.
6. Scottish Intercollegiate Guidelines Network.Management of patients with
dementia, A national clinical guideline. 2006. Edinburgh. P.4-6.
28