24
1 REAKTUALISASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA Yang saya hormati, Bapak Rektor/Ketua Senat, Sekretaris Senat dan para Anggota Senat Universitas Sebelas Maret, Para Anggota Dewan Penyantun, Para Pejabat Sipil dan Militer, Para Dekan dan Pembantu Dekan di lingkungan Universitas Sebelas Maret, Para Ketua dan Sekretaris Lembaga, Kepala Biro dan para Kepala UPT, serta seluruh pejabat di lingkungan Universitas Sebelas Maret, Para Ketua Jurusan, Ketua Laboratorium, dan Ketua Program Studi di Lingkungan Universitas Sebelas Maret, Para Sejawat Dosen dan Staf Administrasi, Tamu Undangan, Mahasiswa, dan hadirin yang saya hormati pula. Assalamua’alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua, Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia, kenikmatan dan kesehatan kepada kita semua sehingga pada hari ini kita dapat berkumpul bersama di ruang ini, dan atas perkenan-Nya pulalah saya dapat berdiri di mimbar yang terhormat ini untuk menyampaikan pidato pengukuhan saya sebagai Guru Besar dalam Bidang Sosiologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret di hadapan para hadirin semua. PENDAHULUAN Hadirin yang saya hormati, Pada hari yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan pidato pengukuhan guru besar dengan judul “Reaktualisasi Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pendidikan di Indonesia”. Judul tersebut ditetapkan dengan pertimbangan bahwa saat ini kondisi kualitas pendidikan di Indonesia dianggap kurang baik. Seperti diketahui bahwa United Nation’s Development Program (UNDP) pada tahun 2004 ini menempatkan Humas Development Index (HDI) Indonesia pada urutan 111 dari 175 negara. Bahkan dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia (peringkat 59), Thailand (peringkat 76) dan Philipina (peringkat 83), posisi Indonesia berada di bawah mereka (UNDP, 2004). Tiga komponen peningkatan HDI yakni indeks kesehatan (rata-rata usia harapan hidup), indeks perekonomian (pengeluaran per kapita), dan indeks pendidikan. Khusus indeks pendidikan terdapat dua indikator yaitu angka melek huruf orang dewasa dan rata-rata lama pendidikan (Kompas, 29 November 2004). Kondisi di atas terkait dengan adanya tuntutan pengembangan sumberdaya manusia yang terus menerus meningkat dari waktu ke waktu. Standar mutu baik dari

REAKTUALISASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM …=/REAKTU... · Pada hari yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan pidato ... bersifat spontan atau terorganisasi, secara

  • Upload
    dangdat

  • View
    230

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

1

REAKTUALISASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Yang saya hormati, Bapak Rektor/Ketua Senat, Sekretaris Senat dan para Anggota Senat Universitas

Sebelas Maret, Para Anggota Dewan Penyantun, Para Pejabat Sipil dan Militer, Para Dekan dan Pembantu Dekan di lingkungan Universitas Sebelas Maret, Para Ketua dan Sekretaris Lembaga, Kepala Biro dan para Kepala UPT, serta seluruh

pejabat di lingkungan Universitas Sebelas Maret, Para Ketua Jurusan, Ketua Laboratorium, dan Ketua Program Studi di Lingkungan

Universitas Sebelas Maret, Para Sejawat Dosen dan Staf Administrasi, Tamu Undangan, Mahasiswa, dan hadirin

yang saya hormati pula.

Assalamua’alaikum Wr. Wb.

Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua,

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia, kenikmatan dan kesehatan kepada kita semua sehingga pada hari ini kita dapat berkumpul bersama di ruang ini, dan atas perkenan-Nya pulalah saya dapat berdiri di mimbar yang terhormat ini untuk menyampaikan pidato pengukuhan saya sebagai Guru Besar dalam Bidang Sosiologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret di hadapan para hadirin semua.

PENDAHULUAN Hadirin yang saya hormati,

Pada hari yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan pidato pengukuhan guru besar dengan judul “Reaktualisasi Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pendidikan di Indonesia”. Judul tersebut ditetapkan dengan pertimbangan bahwa saat ini kondisi kualitas pendidikan di Indonesia dianggap kurang baik.

Seperti diketahui bahwa United Nation’s Development Program (UNDP) pada tahun 2004 ini menempatkan Humas Development Index (HDI) Indonesia pada urutan 111 dari 175 negara. Bahkan dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia (peringkat 59), Thailand (peringkat 76) dan Philipina (peringkat 83), posisi Indonesia berada di bawah mereka (UNDP, 2004). Tiga komponen peningkatan HDI yakni indeks kesehatan (rata-rata usia harapan hidup), indeks perekonomian (pengeluaran per kapita), dan indeks pendidikan. Khusus indeks pendidikan terdapat dua indikator yaitu angka melek huruf orang dewasa dan rata-rata lama pendidikan (Kompas, 29 November 2004).

Kondisi di atas terkait dengan adanya tuntutan pengembangan sumberdaya manusia yang terus menerus meningkat dari waktu ke waktu. Standar mutu baik dari

2

jenis karya, kualitas jasa dan produk serta layanan mengalami dinamisasi kualitas untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasan hidup manusia yang terus meningkat pula. Ini artinya bahwa layanan pendidikan kita haruslah mampu mengikuti perubahan yang terjadi. Hal lain yang menjadi pertimbangan penulisan judul ini adalah belum optimalnya partisipasi masyarakat dalam ikutserta mengembangkan kualitas pendidikan di tanah air ini. Tanggungjawab pengembangan pendidikan anak atau generasi bangsa yaitu berada pada orang tua, masyarakat, dan negara. Partisipasi masyarakat di sini tercakup di dalamnya peran orangtua dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya di luar sekolah atau lembaga pendidikan.

Peran dominan orang tua terutama pada saat anak-anak mereka berada dalam masa pertumbuhan hingga menjadi orang dewasa. Pada masa pertumbuhan orang tua harus memenuhi kebutuhan pokok demi menjamin perkembangan yang sehat dan baik. Menurut Russell (1993) orang tua harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar anaknya antara lain udara segar, makanan bergizi, kesempatan bermain, kebebasan tumbuh dan berekspresi, serta lingkungan yang aman secara fisik sehingga bebas dari luka-luka dan bencana. Pada tahap berikutnya hingga anak dewasa, orang tua berperan mengantarkan dan memfasilitasinya hingga menjadi dirinya sendiri. Peran dari kelompok-kelompok masyarakat lainnya adalah membantu proses pendewasaan dan kematangan individu sebagai anggota kelompok dalam suatu masyarakat.

Sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, kita ingin menjadikan generasi masa depan bangsa Indonesia yaitu manusia seutuhnya, manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang Undang Sisdiknas, 2003).

Tulisan ini secara khusus bertujuan ingin menggambarkan bahwa tanggung jawab untuk peningkatan mutu pendidikan bukan saja oleh negara tetapi justru sebaliknya yang terpenting adalah oleh orang tua dan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan reaktualisasi partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.

PARTISIPASI MASYARAKAT

Hadirin yang saya hormati, Kata “partisipasi masyarakat” dalam pembangunan menunjukkan pengertian

pada keikutsertaan mereka dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi program pembangunan (United Nation, 1975). Dalam kebijakan nasional kenegaraan saat ini, melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan atau partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan adalah merupakan suatu konsekuensi logis dari implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pada umumnya dimulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil, dan evaluasi kegiatan (Cohen dan Uphoff. 1980). Secara lebih rinci, partisipasi dalam pembangunan berarti mengambil bagian atau peran dalam pembangunan, baik dalam bentuk pernyataan mengikuti kegiatan, memberi masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal, doa atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasilnya (Sahidu, 1998).

Selama ini, penyelenggaraan partisipasi masyarakat di Indonesia dalam kenyataannya masih terbatas pada keikutsertaan anggota masyarakat dalam

3

implementasi atau penerapan program-program pembangunan saja. Kegiatan partisipasi masyarakat masih lebih dipahami sebagai upaya mobilisasi untuk kepentingan pemerintah atau negara. Dari pengalaman di lapangan dapat dijumpai beberapa tafsiran yang beragam mengenai inti dari partisipasi masyarakat, antara lain sebagai kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tetapi tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan sampai pada pemahaman bahwa partisipasi masyarakat adalah keterlibatan mereka sejak persiapan, pelaksanaan, dan monitoring, serta pemanfaatan hasil kegiatan. Bahkan, partisipasi masyarakat dalam pembangunan juga dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh warga dalam rangka mempengaruhi proses pembuatan kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah.

Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam pembangunan idealnya dilakukan sampai pada wilayah perumusan kebijakan pemerintah dan tidak hanya sebatas pada tataran implementasi kebijakan. Partisipasi tersebut bisa berarti masyarakat ikut menentukan kebijakan pemerintah yaitu sebagai bagian dari kontrol masyarakat terhadap kebijakan-kebijakannya.

Dalam implementasi partisipasi masyarakat, seharusnya anggota masyarakat merasa bahwa tidak hanya menjadi objek dari kebijakan pemerintah, tetapi harus dapat mewakili masyarakat itu sendiri sesuai dengan kepentingan mereka. Perwujudan partisipasi masyarakat dapat dilakukan, baik secara individu atau kelompok, bersifat spontan atau terorganisasi, secara berkelanjutan atau sesaat, serta dengan cara-cara tertentu yang dapat dilakukan.

Partisipasi masyarakat terhadap suatu objek (misalnya dalam pembangunan) menurut Dusseldorp (Y. Slamet, 1994) dapat diklasifikasikan atas 9 (sembilan) tipe, yaitu: (1) keikutsertaan secara sukarela vs terpaksa, (2) secara langsung vs tidak langsung, (3) keikutsertaan dalam seluruh kegiatan sejak persiapan sampai dengan evaluasi vs parsial, (4) Secara terorganisasi vs tidak terorganisasi, (5) partisipasi secara intensif vs ekstensif (6) partisipasi tak terbatas vs terbatas lingkup kegiatannya (7) keterlibatan yang efektif vs tidak efektif, (8) siapa pelaku partisipasi, dan (9) bagaimana gaya partisipasinya. Hadirin yang saya hormati, Jadi, suatu partisipasi masyarakat dalam suatu program (termasuk dengan pengembangan pendidikan) dapat dilakukan secara sukarela, secara langsung atau tidak langsung, dalam seluruh kegiatan sejak perencanaan sampai merasakan kemanfaatannya, terorganisasi pelaksanaan partisipasinya secara intensif, dalam lingkup seluruh jenis kegiatan pengembangan pendidikan secara efektif, dan dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat sesuai potensi dan kemampuan masing-masing anggota masyarakat.

Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh tiga faktor pendukungnya yaitu: (1) adanya kemauan, (2) adanya kemampuan, dan (3) adanya kesempatan untuk berpartisipasi (Slamet, 1992).

Kemauan dan kemampuan berpartisipasi berasal dari yang bersangkutan (warga atau kelompok masyarakat), sedangkan kesempatan berpartisipasi datang dari pihak luar yang memberi kesempatan. Apabila ada kemauan tapi tidak ada kemampuan dari warga atau kelompok dalam suatu masyarakat, sungguhpun telah diberi kesempatan oleh negara atau penyelenggara pemerintahan, maka partisipasi tidak akan terjadi. Demikian juga, jika ada kemauan dan kemampuan tetapi tidak ada ruang atau kesempatan yang diberikan oleh negara atau penyelenggara pemerintahan

4

untuk warga atau kelompok dari suatu masyarakat, maka tidak mungkin juga partisipasi masyarakat itu terjadi.

Demikian halnya dengan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Perlu ditumbuhkan adanya kemauan dan kemampuan keluarga/warga atau kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan. Sebaliknya juga pihak penyelenggara negara atau penyelenggara pemerintahan perlu memberikan ruang dan/atau kesempatan dalam hal lingkup apa, seluas mana, melalui cara bagaimana, seintensif mana, dan dengan mekanisme bagaimana pertisipasi masyarakat itu dapat dilakukan.

Ada tidaknya kemauan keluarga/warga atau kelompok masyarakat dalam pengembangan pendidikan di Indonesia terkait dengan paradigma pembangunan yang dominan saat ini dan sebelumnya. Paradigma pembangunan yang sentralistik yang dianut pemerintah sampai satu dekade yang lalu, telah menumbuhkan opini masyarakat bahwa tanggung jawab utama pembangunan (dalam bidang pendidikan) adalah terletak di tangan pemerintah. Warga dan kelompok masyarakat yang lebih ditempatkan sebagai “bukan pemain utama” telah merasa terpinggirkan, walaupun mengurus kebutuhan dan kepentingannya sendiri. Kesan tersebut telah melemahkan kemauan berpartisipasi warga dan kelompok-kelompok masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Bahkan, kesan tersebut masih sering muncul dalam orasi-orasi demonstrasi yang mengesankan bahwa “tanggung jawab pengembangan pendidikan semata-mata dilimpahkan kepada negara atau penyelenggara pemerintahan”.

Dalam paradigma pembangunan yang sentralistik, model perencanaan pembangunan pendidikan kita telah menempatkan peran para perencana pembangunan berfungsi sebagai seorang ahli yang membuat cetak biru (blue print)perubahan dan menempatkan warga atau kelompok masyarakat untuk mengikuti pola-pola yang dirancangnya. Oleh karena segala sesuatu yang menyangkut pengembangan pendidikan telah dirancang oleh para perencana melalui dokumen yang dikenal sebagai petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis), maka kemauan masyarakat untuk berpartisipasi menjadi rendah akibat dari keterbatasan ruang partisipasi yang ada. Pada gilirannya hal ini telah melemahkan kemauan masyarakat itu sendiri untuk berpartisipsi dalam pengembangan pendidikan.

Menurut Sutrisno (1995) perencanaan pembangunan yang demikian telah menempatkan masyarakat hanya sebagai suatu subsistem yang diasumsikan sebagai bagian pasif dari sistem pembangunan. Lalu, apabila suatu masyarakat ikut serta dalam suatu program yang telah direncanakan, maka yang terjadi bukanlah partisipasi, tetapi lebih merupakan bagian dari mobilisasi masyarakat.

Hadirin yang saya hormati,

Kini, paradigma pembangunan yang dominan telah mulai bergeser ke paradigma desentralistik. Sejak diundangkan UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah maka menandai perlunya desentralisasi dalam banyak urusan yang semula dikelola secara sentralistik. Menurut Tjokroamidjoyo (dalam Jalal dan Supriyadi, 2001), bahwa salah satu tujuan dari desentralisasi adalah untuk meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan pembangunan dan melatih rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri. Ini artinya, bahwa kemauan berpartisipasi masyarakat dalam pembangunan (termasuk dalam pengembangan pendidikan) harus ditumbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya.

5

Kemampuan berpartisipasi terkait dengan kepemilikan sumber daya yang diperlukan untuk dipartisipasikan, baik menyangkut kualitas sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya seperti dana, tenaga, dan lain-lain.

Agar kemampuan untuk berpartisipasi dimiliki oleh masyarakat, maka perlu peningkatan sumber daya manusia dengan cara memperbaharui dan meluaskan tiga jenis pendidikan masyarakat baik formal, nonformal maupun informal. Akses yang luas terhadap tiga jenis pendidikan tersebut akan mempercepat tingginya tingkat pendidikan dan pada gilirannya akan memampukan masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan (termasuk pengembangan pendidikan).

MASALAH PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA Hadirin yang saya hormati,

Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat. Pendidikan tidak lain merupakan proses transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek perilaku lainnya kepada generasi ke generasi. Dengan pengertian seperti itu, sebenarnya upaya tersebut sudah dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari adalah sebagai hasil dari hubungan kita dengan orang lain, baik di rumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebagainya. Segala sesuatu yang kita ketahui ternyata adalah hasil hubungan timbal balik yang telah sedemikian rupa dibentuk oleh masyarakat di sekitar kita.

Bagi suatu masyarakat, hakikat pendidikan diharapkan mampu berfungsi menunjang bagi kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya. Agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata perilaku lainnya kepada generasi mudanya. Tiap masyarakat selalu berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses adaptasi tertentu sesuai corak masing-masing periode zamannya kepada generasi muda melalui pendidikan, atau secara khusus melalui interaksi sosial. Dengan demikian fungsi pendidikan tidak lain adalah sebagai proses sosialisasi (Nasution, 1999).

Dalam pengertian sosialisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktivitas pendidikan sebenarnya sudah dimulai semenjak seorang individu pertama kali berinteraksi dengan lingkungan eksternal di luarnya, yakni keluarga. Seorang bayi yang baru lahir tentunya hidup dalam keadaan yang tidak berdaya sama sekali. Menyadari hal demikian sang ibu berupaya memberikan segala bentuk curahan kasih sayang dan buaian cinta kasih melalui air susunya, perawatan yang lembut serta gendongan yang begitu mesra kepada si bayi. Begitulah proses tersebut berlangsung selama si bayi masih tetap memerlukan pertolongan intensif dari manusia lain. Sampai pada umur tertentu ia tumbuh dan berkembang dengan sehat di dalam mahligai cinta kasih keluarga, perpaduan sepasang manusia yang menjadi orang tuanya. Anggota keluarga baru itu terus menerus belajar mengetahui, mempelajari serta melakukan berbagai reaksi terhadap stimulus dari dunia barunya. Lalu, sang bayi juga berusaha memahami esensi nilai-nilai kemanusiaan dari keluarganya dalam bentuk gerak tubuh, belajar berbicara, tertawa serta semua tindak tanduk yang menggambarkan bahwa jiwa raganya telah terpaut erat oleh belaian kasih sayang manusia dewasa. Begitulah pendidikan berjalan dalam keluarga. Proses tersebut berlangsung pula ketika seseorang tumbuh menjadi manusia dewasa. Pendidikan sebagai proses sosialisasi di masyarakat berjalan mulai dari lingkungan yang terkecil sampai lingkungan yang terbesar dari individu tersebut (Karsidi, 2004).

6

Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula ternyata masyarakat dunia secara global telah ikut mempengaruhi iklim pendidikan. Pengaruh modernisasi di berbagai sektor kehidupan telah melahirkan karakter pendidikan yang hampir sama di seluruh dunia, meskipun memiliki ciri khas tertentu di tiap-tiap negara. Dalam masyarakat yang sudah maju, proses pendidikan sebagian dilaksanakan dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah dan pendidikan dalam lembaga-lembaga tersebut merupakan suatu kegiatan yang lebih teratur dan terdeferensiasi. Inilah pendidikan formal yang biasa dikenal oleh masyarakat sebagai “schooling” (Tilaar, 2003).

Oleh karena tuntutan tugas keluarga dan masyarakat, lalu tugas-tugas di atas diambil alih oleh sekolah, atau sebaliknya keluarga dan masyarakat telah merasa memandatkan atau menyerahkan tugas tersebut sepenuhnya kepada sekolah. Jadi seakan-akan tugas sosialisasi agar suatu generasi dapat mencapai prestasi tertentu, dikonotasikan menjadi tugas sekolah.

Apabila pada masa tertentu suatu generasi dengan capaian prestasi tertentu, maka lalu dikonotasikan pula bahwa hasil capaian tersebut adalah merupakan prestasi sekolah. Padahal, apabila tugas pendidikan telah tercerabut dari program lingkungannya atau masyarakatnya, dapat dipastikan akan menghasilkan suatu capaian yang tidak memuaskan hasilnya bagi masyarakat itu sendiri. Hal ini dapat dijelaskan bahwa antara sekolah, keluarga, dan masyarakat saling berpacu menuju perubahan.

Akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, suatu keluarga dan anggotanya terkadang lebih maju di depan daripada sekolah tempat anak-anaknya dikirim untuk diharapkan dapat mengembangkan diri. Demikian juga dengan kelompok-kelompok masyarakat, baik itu dari jasa industri, kelompok profesi atau kelompok-kelompok masyarakat lainnya terkadang telah lebih dahulu maju di depan daripada sekolah itu sendiri.

Hadirin yang saya hormati,

Perkembangan teknologi (terutama teknologi informasi) menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai bergeser. Sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan sumber informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk belajar.

Wen (2003) seorang usahawan teknologi mempunyai gagasan mereformasi sistem pendidikan masa depan. Menurutnya, apabila anak diajarkan untuk mampu belajar sendiri, mencipta, dan menjalani kehidupannya dengan berani dan percaya diri atas fasilitasi lingkungannya (keluarga dan masyarakat) serta peran sekolah tidak hanya menekankan untuk mendapatkan nilai-nilai ujian yang baik saja, maka akan jauh lebih baik dapat menghasilkan generasi masa depan. Orientasi pendidikan yang terlupakan adalah bagaimana agar lulusan suatu sekolah dapat cukup pengetahuannya dan kompeten dalam bidangnya, tapi juga matang dan sehat kepribadiannya. Bahkan konsep tentang sekolah di masa yang akan datang, menurutnya akan berubah secara drastis. Secara fisik, sekolah tidak perlu lagi menyediakan sumber-sumber daya yang secara tradisional berisi bangunan-bangunan besar, tenaga yang banyak dan perangkat lainnya. Sekolah harus bekerja sama secara komplementer dengan sumber belajar lain terutama fasilitas internet yang telah menjadi “sekolah maya”.

7

Hadirin yang saya hormati, Bagaimanapun kemajuan teknologi informasi di masa yang akan datang, keberadaan sekolah tetap akan diperlukan oleh masyarakat. Kita tidak dapat menghapus sekolah, karena dengan alasan telah ada teknologi informasi yang maju. Ada sisi-sisi tertentu dari fungsi dan peranan sekolah yang tidak dapat tergantikan, misalnya hubungan guru-murid dalam fungsi mengembangkan kepribadian atau membina hubungan sosial, rasa kebersamaan, kohesi sosial, dan lain-lain.

Teknologi informasi hanya mungkin menjadi pengganti fungsi penyebaran informasi dan sumber belajar atau sumber bahan ajar. Bahan ajar yang semula disampaikan di sekolah secara klasikal, lalu dapat diubah menjadi pembelajaran yang diindividualisasikan melalui jaringan internet yang dapat diakses oleh siapapun dari manapun secara individu.

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka diperlukan reaktualisasi partisipasi masyarakat dalam rangka perbaikan mutu layanan dan output pendidikan. Dikatakan sebagai reaktualisasi karena sebenarnya dalam usaha pendidikan pada dasarnya sudah menjadi bagian dari tugas mereka (yaitu para orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya).

REAKTUALISASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIDIKAN DI INDONESIA

Hadirin yang saya hormati, Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa bergesernya paradigma pembangunan yang sentralistik ke desentralistik telah mengubah cara pandang penyelenggara negara dan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan harus dipandang sebagai bagian dari kebutuhan masyarakat itu sendiri dan bukan semata kepentingan negara. Pembangunan seharusnya mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraih hasil pembangunan untuk dirinya dan lingkungannya dalam arti yang lebih luas. Dengan demikian, masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang dihadapinya, baik secara individual maupun secara kolektif.

Namun dalam kenyataannya, arti pembangunan mengalami gelombang pasang sesuai kebutuhan dan tuntutannya. Pada saat di mana suatu program pembangunan didominasi oleh peran pemerintah dan peran masyarakat lemah, maka masyarakat lalu hanya ditempatkan sebagai saluran mempercepat program-program pembangunan itu. Sebaliknya, apabila kemudian peran masyarakat kuat dan ditempatkan sebagai subjek, maka akan bermakna sebagai upaya pemberdayaan atau penguatan masyarakat, baik secara institusional maupun perseorangan anggota masyarakat (Karsidi, 2002). Penguatan masyarakat secara institusional bisa diartikan sebagai pengelompokan anggota masyarakat sebagai warga negara mandiri yang dapat dengan bebas dan egaliter bertindak aktif dalam wacana dan praksis mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya. Termasuk di dalamnya adalah jejaring, pengelompokan sosial yang mencakup mulai dari rumah tangga (household), organisasi-organisasi sukarela (termasuk partai politik), sampai organisasi-organisasi yang mungkin pada awalnya dibentuk oleh negara, tetapi melayani kepentingan masyarakat yaitu sebagai perantara dari negara di satu pihak dengan individu dan masyarakat di pihak lain (Hikam, 1993).

8

Belajar dari pengalaman bahwa ketika peran pemerintah sangat dominan dan peranserta masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka masyarakat justru akan terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan partisipasi masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih-lebih dalam era globalisasi. Peranserta masyarakat harus lebih dimaknai sebagai hak daripada sekadar kewajiban. Kontrol rakyat (anggota masyarakat) terhadap isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan pembangunan harus dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan urutan prioritas pembangunan untuk dirinya atau kelompoknya. Oleh karena itu, tidak akan dapat diterima jika satu golongan mendiktekan keinginan dan kepentingannya dalam isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan pembangunan, apakah itu golongan di dalam negeri seperti pejabat pemerintah atau usahawan, dan eksternal seperti kekuatan besar misalnya lembaga (keuangan) internasional (Karsidi, 2002)

Korten (1980; 1984), mengatakan bahwa titik pusat perhatian masa pasca industri adalah pada pendekatan ke arah pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat. Individu bukanlah sebagai objek, melainkan berperan sebagai pelaku, yang menentukan tujuan, mengontrol sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi hidupnya sendiri.

Pembangunan yang memihak rakyat menekankan nilai pentingnya prakarsa dan perbedaan lokal. Oleh karena itu, maka pembangunan seperti itu mementingkan sistem swa-organisasi yang dikembangkan di sekitar satuan-satuan organisasi berskala manusia dan masyarakat yang berswadaya. Kesejahteraan dan realisasi diri manusia merupakan jantung konsep pembangunan yang memihak rakyat. Perasaan berharga diri adalah sama pentingnya bagi pencapaian mutu hidup yang tinggi.

Penyadaran diri masyarakat merupakan satu di antara argumen-argumen yang paling telak dan tajam diajukan oleh Paulo Freire (1984), dan ini adalah inti dari usaha bagaimana bisa mengangkat rakyat dari kelemahannya selama ini. Kesempitan pandangan dan cakrawala rakyat diubah ke arah suatu keinsyafan, perasaan, pemikiran, dan gagasan bahwa hal-ihwal dapat menjadi lain dan tersedia alternatif-alternatif jika dirinya terlibat langsung menyelesaikan masalah-masalahnya.

Bentuk aktualisasi dan pernyataan penyadaran diri masyarakat secara kolektif dapat berupa partisipasinya dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kebutuhan dirinya dan kelompoknya dalam komunitas yang melingkupinya. Cara-cara kolektif berpartisipasi oleh masyarakat bisa teraktualisasikan dalam bentuk musyawarah dan juga terbentuknya institusi lokal oleh masyarakat itu sendiri.

Musyawarah adalah sebuah pendekatan kultural khas Indonesia yang dapat dimasukkan dalam proses eksplorasi kebutuhan dan identifikasi masalah. Musyawarah juga merupakan bentuk sarana untuk meningkatkan partisipasi dan rasa memiliki atas keputusan dan rencana pembangunan. Musyawarah dapat merupakan cara analisis kebutuhan (needs) dan tidak sekadar keinginan (wants) yang bersifat superfisial demi pemenuhan kebutuhan sesaat. Oleh karena itu pemilihan orang-orang yang mewakili sebagai peserta musyawarah untuk suatu keperluan seperti merumuskan kebutuhan masyarakat haruslah benar-benar yang mampu menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Masyawarah harus dipandang sebagai bentuk dari community needs analysis.

Langkah lain dalam proses partisipasi masyarakat itu adalah pembentukan kelompok. Melalui kelompok akan dibina solidaritas, kerja sama, musyawarah, rasa aman dan percaya kepada diri sendiri (Karsidi, 2001). Salah satu cara yang efektif untuk membentuk kelompok adalah melalui pendekatan kepentingan yang sama secara primordial. Dalam kelompok primordial itu, para anggota kelompok akan

9

memperoleh referensi yang sama. Dengan bertolak dari kelompok primordial, maka para anggota akan merasakan adanya hal-hal baru jika mereka bersedia membandingkannya dengan situasi lama. Ini akan menimbulkan keasyikan dan motivasi tersendiri. Melalui kelompok, para anggota akan menyusun program, dan bekerja secara sistematis, serta bisa merasakan adanya perkembangan dan kemajuan sebagai hasil kegiatan mereka.

Pembentukan dan pengembangan kelompok masyarakat dapat dikatakan sebagai basis dari strategi pembangunan dari bawah. Dari kelompok-kelompok itu diharapkan akan timbul dinamika dari bawah. Hal yang mendasar dalam kelompok adalah perlunya penyadaran warga masyarakat untuk mau dan mampu berpartisipasi sehingga dalam kelompok terjadi dinamika sebagai institusi masyarakat. Hadirin yang saya hormati, Pada dasarnya, partisipasi masyarakat telah terjadi di sekolah dalam praktik penyelenggaraan musyawarah maupun pembentukan institusi lokal. Dua jenis kebijakan pemerintah tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah serta Majelis Wali Amanah (MWA) di perguruan tinggi BHMN adalah contoh dari bentuk perwujudan mekanisme dan struktur kelembagaan untuk menyalurkan partisipasi masyarakat dalam penyelengaraan pendidikan.

Masalahnya adalah apakah kedua contoh kelembagaan tersebut telah mampu menjadi saluran partisipasi yang benar-benar mewakili masyarakat yang seharusnya diwakilinya. Lebih dari itu, apakah lembaga-lembaga tersebut telah menjalankan fungsi penyaluran partisipasi masyarakat dari yang seharusnya disalurkan. Selama ini keterwakilan dalam suatu organisasi atau forum biasanya diserahkan kepada warga negara yang digolongkan sebagai tokoh masyarakat atau elit. Namun cara seperti ini terkadang justru menyebabkan warga biasa (yang bukan tokoh) tidak akan mampu menjadi bagian dari forum dan pada gilirannya tidak tersalurkan pula aspirasinya. Hadirin yang saya hormati, Komponen-komponen masyarakat baik orang tua siswa, atau kelompok-kelompok masyarakat lainnya di luar sekolah, seharusnya mempunyai tanggung jawab mengembangkan pendidikan secara mikro yaitu dalam lingkup pendidikan di sekolah dan secara makro adalah untuk pengembangan sumber daya manusia bangsa. Dalam hal apa saja seharusnya mereka berpartisipasi? Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa tanggung jawab pengembangan pendidikan sebagai proses sosialisasi adalah berada pada orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat yang berkepentingan. Tanggung jawab tersebut tidak pernah lepas tetapi pernah mengendor, sejalan dengan dominannya paradigma pembangunan sentralistik. Oleh karena paradigma tersebut telah bergeser menuju kepada peluang yang lebar bagi teraktualisasikannya kembali partisipasi masyarakat, maka perlu segera dilakukan upaya pemulihan dan pengembalian tanggung jawab masyarakat terhadap pengembangan pendidikan baik dalam skala mikro maupun skala makro. Inilah yang saya sebut sebagai reaktualisasi partisipasi masyarakat, karena sebenarnya yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah justru masyarakat itu sendiri.

Mengacu pada lingkup partisipasi masyarakat, maka dalam pengembangan pendidikan, masyarakat harus dilibatkan sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasinya.

10

Hadirin yang saya hormati, Program-program pembelajaran di sekolah berupa desain kurikulum dan pelaksanaannya, kegiatan-kegiatan nonkurikuler sampai pada pengadaan kebutuhan sumber daya untuk suatu sekolah agar dapat berjalan lancar, tampaknya harus sudah mulai diberikan ruang partisipasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Demikian pula di lembaga-lembaga pendidikan lainnya nonsekolah, ruang partisipasi tersebut harus dibuka lebar agar tanggung jawab pengembangan pendidikan tidak tertumpu pada lembaga pendidikan itu sendiri, lebih-lebih pada pemerintah sebagai penyelenggara negara. Cara untuk penyaluran partisipasi dapat diciptakan dengan berbagai variasi cara sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah atau komunitas tempat masyarakat dan lembaga pendidikan itu berada. Kondisi ini menuntut kesigapan para pemegang kebijakan dan manajer pendidikan untuk mendistribusi peran dan kekuasaannya agar bisa menampung sumbangan partisipasi masyarakat. Sebaliknya, dari pihak masyarakat (termasuk orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat) juga harus belajar untuk kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan.

Sebagai contoh adalah tanggungjawab dunia usaha/industri. Mereka tidak bisa tinggal diam menunggu dari suatu lembaga pendidikan/sekolah sampai dapat meluluskan alumninya, lalu menggunakannya jika menghasilkan output yang baik dan mengkritiknya jika terdapat output yang tidak baik. Partisipasi dunia usaha/industri terhadap lembaga pendidikan harus ikut bertanggung jawab untuk menghasilkan output yang baik sesuai dengan rumusan harapan bersama. Demikian juga kelompok-kelompok masyarakat lain, termasuk orang tua siswa. Dengan cara demikian, maka mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara lembaga pendidikan dan komponen-komponen lainnya di masyarakat tersebut. Hadirin yang saya hormati, Bagaimana dengan tanggungjawab negara terhadap pengembangan pendidikan? Uraian di atas bukan bermaksud untuk mengurangi tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam bidang pendidikan. Sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas, 2003 bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan, serta berkewajiban memberikan layanan dan kemudahan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah dan pemerintah daerah juga wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara dari usia tujuh sampai usia lima belas tahun. Lebih dari itu, sebenarnya peluang bagi orang tua/warga dan kelompok masyarakat masih sangatlah luas.

Untuk itu, maka dalam kondisi kualitas layanan dan output pendidikan sedang banyak dipertanyakan mutu dan relevansinya, maka pemerintah seharusnya memberikan peluang yang luas bagi partisipasi masyarakat. Lebih dari itu, pemerintah perlu menyusun mekanisme sehingga orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat dapat berpartisipasi secara optimal dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.

11

SIMPULAN DAN SARAN

Hadirin yang saya hormati, Perkenankanlah saya mengambil beberapa simpulan pidato ini sebagai

berikut: 1. Adanya opini masyarakat bahwa tanggung jawab utama pembangunan (dalam

bidang pendidikan) hanya terletak di tangan pemerintah, menyebabkan masyarakat merasa hanya ditempatkan sebagai “bukan pemain utama” dan berakibat melemahkan kemauan berpartisipasi warga dan kelompok-kelompok masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Kondisi ini telah merugikan pengembangan pendidikan itu sendiri dan semakin memberatkan pemerintah sebagai penyelenggara negara.

2. Perkembangan teknologi (terutama di bidang teknologi informasi) menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan mulai bergeser. Di kemudian hari sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan sumber informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk belajar. Peranan orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat menjadi sangat penting untuk mengisi kekosongan peran yang tidak lagi mampu diambil oleh sekolah/lembaga pendidikan.

3. Bergesernya paradigma pembangunan sentralistik ke desentralistik telah membuka peluang yang lebar bagi teraktualisasikannya kembali partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.

4. Orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat harus dilibatkan dalam pengembangan pendidikan sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasinya.

5. Media dan forum yang dapat dimanfaatkan untuk penyaluran partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan antara lain adalah media musyawarah dan pembentukan institusi masyarakat yang mampu menampung aspirasi masyarakat, terutama di wilayah atau komunitas tempat sekolah/lembaga pendidikan berada.

Hadirin yang saya hormati,

Untuk itu, maka perlu ditumbuhkan adanya kesadaran, kemauan dan kemampuan keluarga/warga atau kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan. Pemerintah dan pemerintah daerah sebagai penyelenggara negara dan sekolah/lembaga-lembaga pendidikan perlu memberikan ruang dan/atau kesempatan yang luas untuk memungkinkan terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan, baik dalam skala makro kewilayahan maupun skala mikro kelembagaan pendidikan.

Selain itu, perlu segera dilakukan upaya pemulihan dan pengembalian tanggung jawab masyarakat sebagai wujud reaktualisasi partisipasi masyarakat untuk menuju tercapainya keseimbangan tanggung jawab antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat terhadap pengembangan pendidikan. Selanjutnya, diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur hal ini, baik dalam skala nasional, daerah, maupun institusi penyelenggara pendidikan yang menjamin ruang dan gerak realisasi partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.

12

Ucapan Terima Kasih Hadirin yang saya hormati,

Sebagai penutup pidato pengukuhan ini perkenankan saya mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rakhmat, hidayah dan barokah-Nya kepada saya sekeluarga. Dalam kesempatan ini juga akan saya pergunakan untuk mencurahkan perasaan dan ucapan terima kasih yang paling dalam kepada berbagai pihak yang telah memberikan jasanya, sehingga saya mendapatkan jabatan terhormat sebagai Guru Besar bidang Sosiologi Pendidikan di FKIP UNS.

Terlalu banyak pihak yang telah berjasa mengantarkan saya menjadi guru besar ini, dan terlalu sedikit yang dapat disebutkan di sini, antara lain: 1. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah memberikan

kepercayaan kepada saya dan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi yang telah meloloskan usulan sebagai Guru Besar bidang Sosiologi Pendidikan di FKIP UNS.

2. Rektor UNS yang juga Ketua Senat: Bapak Prof. Dr. dr. H. Muchammad Syamsulhadi, Sp.KJ, Mantan Rektor UNS Bapak Prof. Drs. Haris Mudjiman, Ph.D, Sekretaris Senat Bapak Prof. Dr. Sunardi, dan segenap anggota Senat yang telah mempromosikan dan mengusulkan serta memberikan kemudahan kepada saya untuk memangku jabatan sebagai Guru Besar. Demikian juga, kepada Dekan yang juga sebagai Ketua Senat FKIP UNS Bapak Drs. H. Trisno Martono, M.M., para Pembantu Dekan, Ketua dan Sekretaris Jurusan/Program Studi beserta seluruh anggota Senat Fakultas yang telah mengusulkan saya untuk memangku jabatan sebagai Guru Besar di FKIP UNS. Demikian juga para senior dan rekan sejawat kerja di Program Studi Pendidian Khusus/Ilmu Pendidikan dan Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi/ Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan kesempatan, dorongan dan semangat untuk bekerja lebih baik.

3. Prof. Dr. Pang S.Asy’ari, Prof. Dr. H. R. Margono Slamet, Prof. Dr. Sediono M.P. Tjondronegoro, Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc., Prof. Dr. Khairil Anwar, Prof. Dr. H. Andi Hakim Nasution (alm.), Prof. Dr. Arif Budiman, dan Dr. Nico Lulu Kana, M.A., serta Prof. Dr. Sam Isbani (alm.), dan Drs. H. Mohammad Syarif Hidayat; mereka semua itu adalah Promotor dan Co-Promotor serta pembimbing disertasi/tesis/skripsi yang telah turut memberikan sumbangan dalam mengembangkan kemampuan akademik saya.

4. Para senior saya yang selalu memberikan dorongan untuk mencapai derajat /jabatan guru besar ini, yaitu: Prof. Drs. H. Sukiyo, Prof. Dr. H.. Moch. Bandi, Prof. Drs. Anton Sukarno, M.Pd., Prof. Dra. Hj.W arkitri, Prof. Dr. H. Moch. Sholeh YA Ichrom, Ph.D., Drs. H. Amin Sunarto dan Drs. H. Mastur Alwathoni.

5. Rekan-rekan di Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP), rekan-rekan peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Pedesaan dan Kawasan (Puslitbangdeka), rekan-rekan sejawat pengajar di S2 Penyuluhan Pembangunan/ Manajemen Pengembangan Masyarakat, dan seluruh kolega Lembaga Pengabdian kepada Masyrakat (LPM), yang semuanya telah memungkinkan saya mengaktualisasikan potensi, kepedulian dan minat saya dalam bidang ilmu sosial dan kemasyarakatan.

6. Segenap guru sejak di sekolah tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi, yang tidak dapat disebut satu persatu, mereka telah ikut meletakkan dasar-dasar kepercayaan untuk bertekad menuntut dan mengembangkan sikap keilmuan dan kemampuan akademik saya.

13

7. Rekan-rekan dari kalangan pers dan media yang sering memberikan pencerahan dan telah memberikan dorongan, kritik dan saran dalam suasana persahabatan selama kami bermitra

8. Kedua orang tua saya Bapak H. Sudoto dan Ibu Hj. Kasih Sudoto, yang telah mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya dengan segala pengorbanan dan jerih payahnya serta telah menjadi sumber motivasi untuk maju bagi hidup saya, yang dengan penuh tulus ikhlas selalu mendoakan dan memberikan restu, serta mendorong tak henti-hentinya untuk kesuksesan hidup saya sekeluarga. Kedua mertua saya almarhum Bapak Sangad Hagnyosutomo dan khususnya almarhumah Ibu Hj. Sudarti Hagnyosutomo yang telah mendoakan secara tulus ikhlas dan bersedia mendampingi kami pada saat-saat sulit memulai hidup berumah tangga serta selalu memberikan dorongan dan bimbingan untuk kesuksesan saya sekeluarga. Semoga kedua beliau tersebut arwahnya diterima Allah SWT dan khusnul khotimah.

9. Kepada saudara kandung saya (Jamil Kasman,S.E., Drs. H. Nono Karsono, Sugeng Suwagi, S.Pd., Ir. Sukarno, dan Muhammad, S.E., sekaliyan istri) beserta saudara ipar saya (Hj. Surtikah Sibawaih, H. Suryoko, B.Sc., Dra. Hj. Makarti Sunaryo, H. Mumpuni Sutomo, B.A., H. Hamartani, sekaliyan) beserta seluruh trah keluarga Bani As-Syuro, Bani Torjoyahmo, Bani Kyai Much. Sudjak, dan Bani Anomsari yang telah memberikan dorongan, semangat dan doa serta restu sehingga saya dapat memangku jabatan guru besar ini.

10. Istri saya tercinta Dra. Hj. Handayani Ravik, dan ketiga anak saya tersayang Agung Nur Probohudono, Dewi Sari Pinandita, dan Hanifiya Samha Wardhani, yang telah banyak berkorban selama saya menempuh studi sejak di PLPIIS Aceh, di Searsolin Philipina, di Wisconsin dan Iowa USA, UKSW dan IPB, dengan segala pengertian, ketulusan dan kesabarannya, telah mendorong dan memberi semangat kepada saya mencapai jabatan akademik tertinggi ini. Mereka semua telah menyejukkan pandangan mata dan menyejukkan hati bagi saya, dan semoga Allah SWT membawa kami menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah, wa Rohmah.

Terimakasih atas perhatiannya dan mohon maaf atas segala kekurangannya.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rakhmat dan hidayahNya kepada kita semua. Amien.

Billahit taufiq wal hidayah. Wassalamu ‘alaikum wr.wb.

14

DAFTAR PUSTAKA

Cohen, John M. And Norman T. Uphoff, 1980, Participation’s Place in Rural Development: Seeking Clarity Through Specificity, dalam World Development 8.

Freire, Paulo, 1984, Pendidikan Sebagai Prakten Pembebasan (Perterjemah A.A.Nugroho), Jakarta: Gramedia.

Hikam, Muhammad AS (1993), “Demokrasi melalui Civil Society, Sebuah Tatapan

Reflektif atas Indonesia”, PRISMA No. 6/1993, Jakarta: LP3ES. Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi (ed), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi

Daerah, Yogyakarta: Adi Cipta. Karsidi, Ravik, 2001, Membangun Institusi Masyarakat Pedesaan yang Mandiri,

Jurnal Warta Vol.4 No.I Universitas Muhammadiyah Surakarta, Juni 2001. ---------, 2002, Mengapa Musyawarah Kota Membangun Penting dalam

Perencanaan Pembangunan?, Makalah disampaikan dalam Diskusi Panel IPGI, Solo 20 September 2002.

--------- 2004, Sosiologi Pendidikan, Surakarta:UNS Press. Korten, David C., 1984. Pembangunan yang Memihak Rakyat, Jakarta: Lembaga

Studi Pembangunan. ---------, 1980, Community Organization and Rural Development: A Learning

Process Approach, Public Administration Review, September/October 1980 p.480-509.

Kompas, 2004, Langkah Politis Mendongkrak HDI, Jakarta, Koran terbit 29

Nopember 2004 hal.9. Nasution, S, 1999, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Russell, Bertrand, 1993, Pendidikan dan Tatanan Sosial, Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia. Sahidu, Arifudin, 1998, Partisipasi Masyarakat Tani Pengguna Lahan Sawah dalam

Pembangunan Pertanian di Daerah Lombok NTB, Bogor: Disertasi Program Pascasarjana IPB.

Slamet, Margono, 2000, Memantapkan Posisi dan Meningkatkan Peran Penyuluhan

Pembangunan dalam Pembangunan, Makalah Seminar Pemberdayaan SDM menuju Terwujudnya Masyarakat Madani, Bogor 25-26 September 2000.

Slamet, Y, 1994, Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi, Surakarta:

UNS Press.

15

Soetrisno, Loekman, 1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Tilaar, HAR, 2003, Kekuasaan dan Pendidikan Suatu Tinjauan dari Perspektif

Kultural, Magelang: Indonesiatera. United Nation/Departemen of Economic and Social Affairs, 1975, Popular

Participation in Decision Making for Development, New York, UN Publication.

UNDP, 2004, Human Development Report 2004 (Cultural Liberty in Today’s

Diverse world), New York: Publised for United Nations Development Programme (UNDP)

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2003. Wen, Sayling, 2003. Future of Education (Masa Depan Pendidikan), alih bahasa

Arvin Saputra, Batam: Lucky Publishers.

16

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

1. Nama : Ravik Karsidi 2. Tempat dan tanggal lahir : Sragen, 2 Juli 1957 3. Agama : Islam 4. Alamat rumah : Jl. Pembangunan I/28, Perum UNS Jati, Jaten, Karanganyar, Solo 5. Status keluarga : Kawin, anak 3 a. Isteri : Dra. Hj. Handayani b. Anak : 1. Agung Nur Probohudono 2. Dewi Sari Pinandita 3. Hanifia Samha Wardhani B. Riwayat Pendidikan

1. SD-MIN Sumberlawang, Sragen, lulus tahun 1968 2. SLTP – PGAP Negeri, Sragen, lulus tahun 1972 3. SLTA – PGAA Negeri, Surakarta, lulus tahun 1974 4. Pendidikan

- Sarjana Muda (BA) : FIP UNS, Jurusan PLB, Surakarta, lulus 1979 - Sarjana (Drs) : FIP UNS, Jurusan PLB, Surakarta, lulus 1980

- Magister Sain (MS) : Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi Sosiologi Pedesaan untuk Jurusan Studi Pembangunan, KPK UKSW, lulus 1994

- Doktor (Dr) : Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Bogor, lulus tahun 1999

5. Pendidikan tambahan : 1. Latihan Konseling, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran, Bandung, tahun 1981.

2. Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, PLPIIS, YIIS, Aceh, tahun 1982/1983.

3. Akta Mengajar V, tahun 1985. 4. Latihan Supervisi dan Manajemen

Pembangunan Pedesaan, Searsoline, Xavier University, Cagayan de Oro, Philipina, 1986.

5. Peserta Group Study Exchage (GSE), Wisconsin, USA, Rotary Foundation, 1988.

6. Latihan Action Research, IDRC-UNS, Solo, 1990.

7. Latihan Manajemen Pendidikan Guru Pendidikan Dasar, The University of IOWA, USA, 1994.

17

C. Riwayat Pekerjaan 1. 1981 – sekarang : Staf Pengajar Jurusan Ilmu Pendidikan, FKIP UNS

2. 1981 – 1982 : Staf Konselor Pusat Bimbingan Konseling, Universitas Sebelas Maret

3. 1983 – 1986 : Kepala Biro Pendidikan Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Pusat di Jakarta

4. 1987 – 1989 : Kepala Divisi Penelitian LPTP Surakarta 5. 1987 – 1989 : Kepala Pusat Studi Pengembangan Pedesaan

(sekarang menjadi Puslitbangdeka), Lemlit, Universitas Sebelas Maret.

6. 1991 – 1992 : Tim Pendamping Perencanaan Pembangunan Bappeda Tingkat II Kabupaten Sragen.

7. 1993 – 1995 : Deputy Tim Leader : Rural Bussines Service-Project - Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan/PLN Jakarta

8. 1996 – 2000 : Deputy Tim Leader / Social and Training Specialist di Proyek Kredit Mikro, Bank Indonesia Jakarta - ADB

9. 1999 – sekarang : Koordinator Dewan Riset Daerah Jateng, Wilayah Surakarta

10. 2000 – Maret 2003 : Ketua LPM Universitas Sebelas Maret 11. 2001 – sekarang : Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu

Komunikasi, Ilmu Penyuluhan Pembangunan/ Manajemen Pengembangan Masyarakat, dan Program Studi PKLH, Program Pasca Sarjana UNS

12. April 2003 s.d. sekarang : Pembantu Rektor I Bidang Akademik, Kerjasama dan Pengembangan Universitas Sebelas Maret

D. Riwayat Kepangkatan

1. Penata Muda/Asisten Ahli Madya, III/a – CAPEG, tmt 1 Maret 1981 2. Penata Muda/Asisten Ahli Madya, III/a, tmt 1 Agustus 1982 3. Penata Muda Tingkat I/Asisten Ahli, III/b, tmt 1 April 1984 4. Penata/Lektor Muda, III/c, tmt 1 April 1986 5. Penata/Lektor Madya, III/d, tmt 1 April 1989 6. Pembina/Lektor, IV/a, tmt 1 April 1993 7. Pembina Tingkat I/Lektor Kepala, IV/b, tmt 1 Juli 2001 8. Pembina Utama Muda, IV/c, tmt 1 Oktober 2002 9. Guru Besar, tmt 1 Oktober 2004

18

E. Pengalaman Mengajar

No. Mata Kuliah Instansi Tahun

1. Pekerjaan Sosial Program Studi PKH, FKIP UNS

1981 s.d. sekarang

2. Perencanaan Pendidikan sda 1983 – 1987 3. Pendidikan Anak Berbakat sda 1993 s.d.

sekarang 4. Metodologi Penelitian sda 2002 s.d.

sekarang 5. Sosiologi Pendidikan sda

Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi, FKIP UNS

1983 – 1989 2000 s.d. sekarang

6. Sosiologi Pembangunan S2 PKLH UNS 2000 s.d. sekarang

7. Manajemen Program Komunikasi

S2 Ilmu Komunikasi UNS 2000 s.d. sekarang

8. Dasar-Dasar Pengembangan Masyarakat

S2 Penyuluhan Pembangunan/ Manajemen Pengembangan Masyarakat UNS

2001 s.d. sekarang

9. Manajemen Pelatihan sda 2001 s.d. sekarang

F. Penelitian 1. Pola Adaptasi bidang Ekonomi Penduduk di Sekitar Proyek Bendungan

(Studi Kasus di Desa Gilirejo Kecamatan Miri Kabupaten Sragen), 1997. 2. Penelitian Dasar tentang Permasalahan Pembinaan Partisipasi Masyarakat

dalam Pembangunan Desa, 1988. 3. Pengembangan Model KKN Khusus Mahasiswa UNS melalui Program

Pengendalian Hama Terpadu di Kecamatan Simo Boyolali, 1988. 4. Action Research Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat Gilirejo,

Miri Sragen, 1988. 5. Identifikaksi Ketrampilan dan Tingkat Pendapatan Pedagang non Kios di

Pasar Klewer Surakarta, 1988. 6. Persepsi Pengrajin Home Industri terhadap Perkembangan dan Diversifikasi

Produk di Kodya Surakarta (Studi Kasus pada Produsen PM 3), 1988. 7. Pandangan Masyarakat Terhadap Pendidikan (Studi Kasus di Desa

Tlogotirto, Sumberlawang Sragen), 1989. 8. Pengembangan Model Pembinaan Usaha Bersama Pedagang Asongan di

SPBU 44 – 502 Pabelan Surakarta, 1989. 9. Studi Analisis terhadap Sistem Pelatihan Riset Aksi bagi 20 LSM di Jawa,

1989 10. Penelitian dan Model Pembinaan Lanjutan Pedagang Asongan di SPBU 44 –

502 Pabelan Surakarta, 1989. 11. Needs Assesment Pembinaan Sektor Informal Terutama Pedagang Makanan

dan Minuman di Perkotaan, 1990.

19

12. “Back up Research Needs Assesment” Permasalahan dan Kebutuhan Pengembangan PM2 di Kabupaten Sukoharjo dan Kotamadya Surakarta, 1990.

13. Penerimaan Petani Pengelola Sabuk Hijau Terhadap Pengelolaan Sabuk Hijau berdasarkan Agroekosistem, 1992.

14. Penelitian Pengembangan Kelompok Swadaya Pemuda di Pedesaan Wilayah Kabupaten Karanganyar, 1992.

15. Penelitian Evaluasi Pelatihan bagi Seksi Pemuda dan Olahraga di LKMD dalam rangka Pengembangan Pemuda di Daerah Pedesaan di Wilayah Kabupaten Karanganyar, 1992.

16. Kesadaran Sejarah ditinjau dari Kemampuan Guru Mengajar, Pengalaman Guru Mengajar dan Fasilitas Sekolah pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri Kotamadya Surakarta, 1992.

17. Penelitian Aksi Restrukturisasi Sosial pada Masyarakat di Sekitar Genangan Waduk Kedungombo (Studi Kasus Penelitian Aksi Menuju Eksistensi Masyarakat di Desa Gilirejo Kecamatan Miri Kabupaten Sragen), 1992.

18. Pendataan Usaha Skala Kecil Pedesaan di Lingkungan PT – PLN (Persero), 1993.

19. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penghijauan di Das Hulu Jratun Seluna, 1993.

20. Research and Development Action Research Training Model for LKMD,Research Centre Sebelas Maret University and IDRC, Solo Indonesia, 1993.

21. Proses dan Jenis Adaptasi Penduduk terhadap Kehadiran Pembangunan Waduk (Studi Kasus di Desa Gilirejo, Sragen), PPS UKSW, 1994.

22. Analisis Dinamika Kelompok Tani Pengelola Lahan Sabuk Hijau “Maju Makmur”, 1994.

23. Pengelolaan Kawasan Sabuk Hijau Waduk Serba Guna oleh Masyarakat Sekitarnya dengan Pendekatan Riset Aksi. (Studi Kasus di Waduk Kedungombo, Jawa Tengah), 1994.

24. Efektifitas dan Dampak Lomba Desa terhadap Pembangunan Masyarakat Desa di Jawa Tengah, 1994.

25. Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Perikanan Air Waduk Kedungombo di Desa Gilirejo Miri Sragen, 1994.

26. Kajian Keberhasilan Transformasi Pekerjaan dari Petani ke Pengrajin Industri Kecil, 1995.

27. Proses Model Pendekatan Penelitian Pengembangan Masyarakat Desa, Kasus Kedongombo, 1995.

28. Penelitian “Longitudinal” terhadap Perkembangan KSM dengan adanya IDT di Kabupaten Sragen, 1996.

29. Studi tentang Keinginan Masyarakat terhadap Penghargaan Lomba Desa di Kabupaten Sukoharjo, 1997.

30. Kualitas Pengetahuan tentang Industri Kecil bagi Pekerja Industri Kecil dari Latar Belakang Petani di Klaten, 1997.

31. Kaitan Pandangan Masyarakat tentang Pendidikan dan Ekonomi di Pedesaan Sragen Jateng, 1997.

32. Data Dasar dan Evaluasi Pelaksanaan Kredit Mikro, Bank Indonesia Jakarta/ADB, Jakarta, 1997.

33. Kualitas Pengetahuan Pengrajin Industri Kecil dari Berbagai Latar Belakang Petani di Jawa Tengah, 1998.

20

34. Back Up Penelitian Model Pelatihan LKMD dengan Riset Aksi di Kabupaten Sragen, 1998.

35. Transformasi Pekerjaan Eks Petani ke Industri Kecil Pedesaan di Jawa Tengah, 1998.

36. Faktor-Faktor Keberhasilan Pengrajin Industri Kecil di Sentra Industri Kabupaten Klaten dan Sukoharjo Jawa Tengah, 1999.

37. Partisipasi Masyarakat dalam Penerapan Pupuk Organik pada Budidaya Kacang Tanah di Daerah Tepian Waduk Kedungombo, 2001.

38. Survai Kebutuhan Uang Pecahan dan Jenis Uang Rupiah di Wiolayah Kerja kantor bank Indonesia Solo, KBI Solo, 2002.

39. Identifikasi Kebutuhan Pelayanan Perbankan bagi UKMK di Wilayah Surakarta, Kantor Bank Indonesia Solo, 2002.

G. Pelayanan Masyarakat (5 tahun terakhir)

1. Pelatih Pelatihan Pengelolaan Kredit Mikro bagi Perbankan dan Non Perbankan, Bank Indonesia Jakarta/ADB, 1996-2000.

2. Pembekalan Tugas-Tugas Anggota DPRD (Surakarta, Karanganyar, Sragen, Klaten), 2000.

3. Ketua Tim Perumusan Program Nasional Pelatihan/Perkaderan Koperasi dan UKM /Kredit Mikro, BPSKPKM, Jakarta, 2000.

4. Ketua Tim Service Provider Technical Assistance and Training Program: Pengembangan Teknologi Informasi dalam pengembangan Sistim Keuangan pada Pengusaha Kecil dan Menengah di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, Deperindag/ Hickling, Jakarta, 2001.

5. Koordinator Service Provider Bussines Development Service bagi Pengusaha Mebel di Surakarta, Kantor Menegkop-UKM, 2001.

6. Pelatih Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Keuangan Daerah, Pemerintah daerah/DPRD Kota dan Kabupaten di Wilayah Kota Surakarta, Dewan Riset Daerah Jawa Tengah, 2001-2002.

7. Ketua Tim Pengkajian Pemantapan dan Penguatan Kelembagaan Koperasi Simpan Pinjam (KSP USP) dan Lembaga Keuangan Mikro, Kantor Menegkop PKM Jakarta, 2001-2002.

8. Anggota Tim Asistensi Visi Misi Kota Solo, 2002 9. Ketua Tim Pembentukan Lembaga Keuangan “Swamitra” bagi Pelayanan

UKMK di Wilayah Surakarta, Bank Bukopin-Kantor Menegkop-PKM, 2002. 10. Anggota Tim Juri Nasional dalam Bidang Pendidikan, Ditjen Dikti, LKTM,

Jakarta, 2004.

H. Organisasi 1. Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia (PAPPI), Koordinator

Wilayah Jawa Tengah. 2. Dewan Riset Daerah (DRD) Jawa Tengah, Koordinator Wilayah (Korwil) I

Surakarta 3. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia-ISPI/HISPELBI.

21

I. Tanda Jasa/Penghargaan

1. Perintis ISMS di Universitas Sebelas Maret, 1981, Rektor UNS. 2. Tanda penghargaan lulus “Cumlaude”, 1999, Rektor IPB Bogor.

J. Publikasi Buku

1. Interaksi Masyarakat Komplek Industri dan Penduduk Desa Sekitarnya (Kasus Komplek Perumahan PT Arun, Lhoksemawe, Aceh), dalam Steriotip Etnik, Jakarta: PT Grasindo,1984.

2. Pengantar Pekerjaan Sosial, Surakarta: UNS Press, 1987. 3. Bunga Rampai Pembangunan Pedesaan No.1. Surakarta: PSPP Lemlit, 1988. 4. Perencanaan Pendidikan, Surakarta: UNS Press, 1989. 5. Bunga Rampai Pembangunan Pedesaan No.2. Surakarta: PSPP Lemlit, 1989. 6. Upaya Pemberdayaan Industri Kecil Pedesaan, Pidato Dies Natalis UNS ke

XXV, Surakarta: UNS Press, 2002. 7. Peran LSM dalam Perubahan Nasional dan Global : Perspektif Sosial

Ekonomi, dalam “Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya”, Jakarta: KAHMI, 2003.

8. Dari Petani ke Pengrajin (Sebuah Studi Transformasi Pekerjaan), Surakarta: LPM UNS-Pustaka Cakra, 2003.

9. Wacana Pemberdayaan Masyarakat dan Pendidikan, Surakarta: Pustaka Cakra, 2004.

10. Sosiologi Pendidikan, Surakarta: UNS Press, 2004.

K. Publikasi Jurnal/Majalah

1. Analisis Dinamika Kelompok Petani Pengelola Sabuk Hijau di Waduk Kedungombo, Jateng, KRITIS, UKSW, Salatiga, 1996.

2. Mobilitas Sosial Petani ke Pengrajin, Majalah PUK, Bank Indionesia, Jakarta, 1998.

3. Alih Profesi dari Petani ke Pengrajin, Majalah Media KUK, Edisi September-Oktober, Bank Indonesia, Jakarta, 1999.

4. Jembatan Mobilitas Sosial Petani ke Pengrajin, Jurnal Penelitian Pendidikan “Paedagogia”, FKIP UNS, Surakarta, 2000.

5. Tak Jelek di Bisnis Ojek, Majalah Media KUK, Edisi April-Mei, Bank Indonesia, Jakarta, 2000.

6. Membangun Institusi Masyarakat Pedesaan Yang Mandiri, Majalah Warta, LPM UMS, 2001.

7. Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan untuk Pemberdayaan Masyarakat, Jurnal Komunikasi, Bandung 2001.

8. Pemberdayaan Masyarakat Petani dan Nelayan Kecil, Jurnal DIANMAS, LPM-UNS, Surakarta, 2002.

9. Mobilitas Sosial Petani di Sentra Industri Kecil (Kasus di Surakarta), Jurnal Penelitian “Bima Suci”. Pemda Jawa Tengah, Semarang, 2002.

10. Penguatan Peran Daerah dan Hak Pendidikan bagi Anak Berkelainan di Indonesia, Jurnal JRR, Lemlit UNS, Surakarta, 2003.

22

11. Perilaku Kreatif dan Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Usaha, Jurnal JRR, Lemlit UNS, Surakarta, 2004.

L. Karya, Presentasi, dan Peserta dalam Pertemuan Ilmiah

1. Sebagai peserta dan Paper Presenter in the South and Southeast Asia Regional Workshop on Action Research which was held at Universitas Sebelas Maret, Solo Indonesia, 1992.

2. Sebagai peserta dalam Conference Workshop on Overcoming Peverty Among Women and Woment’s, University of Iowa, 1994.

3. Sebagai peserta dalam Leadership and Ethics Conference, Institute of School Executives Iowa City, Iowa, 1994.

4. Sebagai Pembicara dalam Workshop Pengembangan Usaha Kecil di Padang, 1997

5. Sebagai Pembicara dalam Rapat Kerja Pengelola KKN PT se Jateng-DIY, dengan Tema “KKN dan Pemberdayaan Masyarakat”, Hotel Agas Internasional Solo, 4 Mei 2000.

6. Sebagai Pembicara dalam Diskusi Panel Peningkatan Profesionalisme Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian yang Efektif dan Handal, Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Solo, 17 Juni 2000, dengan tema “Peningkatan Profesionalisme dalam Penyuluhan”.

7. Sebagai Pembicara dalam Latihan Penelitian Tingkat Dasar/LPTD Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, Surakarta 11 Juli 2000, dengan Tema “Pengembangan Instrumen dalam Penelitian sosial”.

8. Sebagai Pembicara dalam Seminar Pendidikan Tingkat Regional, EKMA – FKIP – Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 7 September 2000, dengan tema “Penerapan Teknologi untuk Peningkatan Mutu Pendidikan”.

9. Sebagai Pembicara dalam Lokakarya Jurusan PTK FKIP UNS, Solo, 20-21 Oktober 2000, dengan tema “Kemitraan Perguruan Tinggi dengan Dunia Usaha”.

10. Sebagai Pembicara dalam Pertemuan Koordinasi Penguatan Parlemen di Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta, USAID, Jakarta, 30 Nopember 2000, dengan tema “Upaya Pemberdayaan DPRD”.

11. Sebagai Pembicara dalam Seminar Nasional dan Temu Alumni FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 10 Februari 2001, dengan tema “Peningkatan Mutu Pendidikan dan Lulusan FKIP”.

12. Sebagai Pembicara dalam Seminar Peran LSM dalam Otonomi Daerah dan Accountability LSM terhadap Rakyat, LBPH-YBKS dan PLSGG-FISIP UNS, Solo, 12 April 2001, dengan tema “Peran Sosial LSM dalam Era Otonomi Daerah”.

13. Sebagai Pembicara dalam Diskusi Kesiapan Kampus Dalam Mendukung Otonomi Daerah, FH UNS, Solo, 19 Mei 2001, dengan tema “Otonomi Daerah dan Peran Perguruan Tinggi”.

14. Sebagai Pembicara dalam Seminar Hari Keluarga Nasional/BKKBN, Wonogiri, 2 Juli 2001, dengan tema “Membangun Institusi Masyarakat Pedesaan Yang Mandiri”.

15. Sebagai Pembicara dalam Seminar dan Lokakarya Penelitian, UNIBA, Solo, 20 Oktober 2001, dengan tema “Memilih Penelitian yang Memberdayakan Masyarakat”.

23

16. Sebagai Pembicara dalam Pelatihan Metodologi Pengabdian kepada Masyarakat Bagi Dosen PTN-PTS se Surakarta, LPM UNS, Solo, 12-13 Nopember 2001, dengan tema “Kaji Tindak: Bentuk Aplikasi Pemberdayaan Masyarakat Oleh Perguruan Tinggi”.

17. Sebagai Pembicara/Orasi Ilmiah dalam Acara Dies Natalis ke 23 Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP), Solo, 10 Nopember 2001, dengan tema “Peran LSM dalam Perubahan Nasional dan Global (Di Bidang Sosial Ekonomi)”.

18. Sebagai Pembicara dalam Workshop on Strengthening the Collaboration between University and Industry and Community, Yogyakarta, 25-27 Maret 2002, dengan judul “The Roles of University on Small Scale Industries and Rural Community Development”.

19. Sebagai Pembicara dalam Semiloka Pemberdayaan Masyarakat di Jawa Tengah dalam rangka Pelaksanan Otoda, Badan Pemberdayaan Masyarakat Jateng, Semarang, 4-6 Juni 2002, dengan tema “Pemberdayaan Petani dan Nelayan Kecil”.

20. Sebagai Pembicara dalam Training Senior Course LPL HMI, Solo, 9 Oktober 2002, dengan tema “Paradigma Baru Penyelenggaraan Pendidikan”.

21. Sebagai Pembicara dalam Tafaqquh Fiddin Guru-Guru PAI di Kota Surakarta, Solo, 22 Nopember 2002, dengan tema “Paradigma Belajar dan Tuntutan Perkembangan Metodenya”.

22. Sebagai Pembicara dalam Seminar tentang Tindak Kekerasan, Yayasan Al Khoir, di Hotel Sahid Kusuma, Solo, 20 April 2003, dengan tema “Prespektif Sosial tentang Kekerasan”.

23. Sebagai Pembicara dalam Temu Konsultasi Nasional “Diseminasi Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN HAM) Bidang Pendidikan” Kerjasama Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depdiknas, 29–31 Juli 2003, di Hotel Sahid Kusuma, Surakarta, dengan tema “Pengembangan Kerjasama antara Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah dalam Pemenuhan Hak Anak Memperoleh Pendidikan”.

24. Sebagai Pembicara dalam Seminar Nasional: Peluang BDS Mengembangkan Profesi Konsultan Keuangan Mitra Bank, di Hotel Ambarukmo Yogyakarta, 14 – 16 Agustus 2003, dengan tema “Akses Permodalan Bagi UKMK di Sentra Industri Kayu”.

25. Sebagai Pembicara Seminar Regional Pemberdayaan Alumni FKIP UNS, Surakarta, 16 Oktober 2003.

26. Sebagai Pembicara dalam Penataran Guru Agama SD Kota Solo, di SD Muhammadiyah I, Solo, 31 Nopember 2003, dengan tema “Pola Hubungan Dalam Keluarga dan Hasil Belajar Di Sekolah”.

27. Sebagai Pembicara dalam Seminar Peraturan Tata Tertib MPR RI 2004-2009, Surakarta, 28 Pebruari 2004.

28. Sebagai Pembicara dalam Pertemuan Nasional Alumni PPN IPB, Bogor, 12 Agustus 2004, dengan tema “Mengembangkan Pendidikan Pascasarjana Penyuluhan Pembangunan”.

29. Sebagai Pembicara dalam Seminar Orientasi Tugas-Tugas Anggota DPRD Kabupaten Grobogan, di Hotel Quality, Solo, 27 September 2004, dengan tema “Monitoring dan Evaluasi (Monev) Pembangunan”.

30. Sebagai Pembicara dalam Seminar Orientasi Tugas-Tugas Anggota DPRD Kabupaten Klaten, di Hotel Galuh, Klaten, 8 Desember 2004, dengan tema “Monitoring dan Evaluasi (Monev) Pembangunan”.

24

M. Pengalaman Kunjungan Luar Negeri

1. Philipina, Training, Xavier University, Cagayan de Ovo City, 1986. 2. USA, Study Exchange, Rotary Foundation, Wisconsin, 1988. 3. USA, Training, The University of IOWA, Iowa City, 1994. 4. Arab Saudi, Menunaikan Ibadah Haji, 1998. 5. Malaysia, Kunjungan Kerja, Kualalumpur dan Kedah, 2004.

N. Disertasi : Kajian Keberhasilan Tranformasi Pekerjaan dari Petani ke Pengrajin Industri Kecil