Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RANGKUMAN METODIS UNTUK UAS
CHAPTER 7 : MAQASHID AL SYARIAH SEBAGAI TUJUAN EKONOMI ISLAM
Tujuan hukum Islam untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat
Ulama’ Ushul Fiqh merumuskan tujuan Islam dalam lima misi yang disebut Maqashid al-
Syariah
Dimensi Islamic Worldview
Dunia- akhirat
Individual – sosial
Material – spiritual
Muslim yang huquq dalam mencapai maslahah
Huquq
Individu yang seperti ini (huquq) akan melahirkan maslahah dalam setiap keputusan-
keputusan yang diambilnya.
Maqashid al-Syariah
Karakteristik maslahah yang dapat mewujudkan kesejahteraan manusia secara
menyeluruh itu tertuang dalam konsep Maqashid Al-Syariah.
Maslahah
Memaksimumkan maslahah dalam setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan.
Huquq
Huquq membentuk seorang muslim untuk termotivasi oleh keinginan dirinya sendiri
(self-interest) dan juga kewajiban dan pengorbanan diri untuk masyarakat dan naluri
alamiah
Huquq menjadi padanan rasionalitas dalam islam
God Interest
Environtmental Interest
Social Interest
Self Interest
Maqashid al-Syariah: Definisi
Imam Al Ghazali
Maqashid al-Syariah sebagai “penjagaan terhadap maksud dan Tujuan syari’ah adalah
upaya mendasar untuk bertahan hidup, menahan faktor-faktor kerusakan dan mendorong
terjainya kesejahteraan
Ibnu Qoyyim
Syari’ah adalah suatu kebajikan dan tercapainya perlindungan bagi setiap orang pada
kehidupan dunia dan akhirat
Ruang Lingkup Maqashid Syariah
Dien (Agama)
Tujuan : untuk menuntun manusia menuju keyakinan, memberikan ketentuan atau aturan
hidup, dan membangun moralitas
Nafs (Jiwa)
Tujuan : membantu eksistensinya merupakan kebutuhan, yang mengancam kehidupan
harus dijauhi
’Aql (Akal)
Tujuan : Islam mewajibkan tholabul ’ilm karena tanpanya manusia akan mengalami
kesulitan dan penderitaan
Nasl (Keturunan)
Tujuan : Menjaga kelangsungan generasi dan kehidupan dunia sangat penting
Maal (Harta)
Tujuan : memenuhi kebutuhan hidup manusia
Hubungan Maqashid al-Syariah, Maslahah, dan Falah
• Maqashid Syariah Maslahah Falah
Dimensi Falah
Dunia - Akhirat
Sejahtera dunia segala yang memberikan kenikmatan hidup inderawi, baik fisik,
intelektual, biologis maupun material
kesejahteraan akhirat diartikan sebagai kenikmatan yang yang diperoleh setelah
kematian manusia
Individual – Sosial
Material - Spiritual
Tingkatan Maslahah
1) Dharuriyyat
Dharuriyah adalah penegakan kemaslahatan agama dan dunia. Artinya ketika dharuriyah
itu hilang maka kemaslahatan dunia dan bahkan akhirat juga akan hilang atau munculnya
kerusakan.
2) Hajiyyat
Hal-hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan kemudahan dan menghilangkan kesulitan
yang dapat menyebabkan bahaya dan ancaman
3) Tahsiniyyat
Melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan menghindari yang buruk sesuai dengan
apa yang telah diketahui oleh akal sehatnya
Peran dan Signifikansi Maqashid al-Syariah dalam Ekonomi Islam
Peran alokasi dan distribusi sumber daya
Menjadi arahan bagi setiap pelaku ekonomi untuk menentukan skala prioritas dalam
mengalokasikan sumber daya
Contoh : Memproduksi sektor daruriyat harus lebih didahulukan dari sektor hajjiyat, dan
tahsiniyat
Jika kebutuhan tahsiniyat lebih tercukupi daripada daruriyat maka mafsadah akan
meningkat
Tingkatan Aktivitas Berbasis Maqashid
Aktivitas Produksi Imam Al Ghazali (1058-1111 M)
Produksi barang kebutuhan dasar adalah kewajiban sosial (fard al-kifayah)
Kuantitas produksi tidak berlebihan dan sesuai kebutuhan
Produksi berlebih menimbulkan misalokasi sumber daya dan mubadzir
Produksi berlebih menimbulkan sumber daya cepat terkuras dan habis
Hierarki Aktivitas Produksi Imam Al Ghazali (1058-1111 M)
1) Industri Dasar (dharuriyyat)
Industri yang menjaga kelangsungan hidup manusia, yaitu pertanian untuk makanan,
tekstil untuk pakaian, konstruksi untuk perumahan dan aktivitas negara
2) Aktivitas Penyokong (Hajiyyat)
Aktivitas yang bersifat tambahan bagi industri dasar, seperti industri baja, pertambagan
dan kehutanan
3) Aktivitas Komplementer (Tahsiniyyat)
Aktivitas yang bersifat melengkapi terkait dengan industri dasar, seperti penggilingan dan
pembakaran produk-produk pertanian
CHAPTER 8 : MASLAHAH SEBAGAI UKURAN EKONOMI ISLAM
Measurement dalam Ilmu Ekonomi
“Tujuan measurement (pengukuran) untuk mengukur sejauh mana hasil dari aktivitas yang
diperoleh serta membandingkan hasil antar sebelum dan setelah aktivitas”
Konsumsi ukuran hasilnya adalah kenyang/ tidak kenyang
Bisnis ukuran hasilnya keuntungan
Dalam ilmu ekonomi secara umum menilai suatu aktivitas dari seberapa besar utility
Tolak ukur aktivitas ekonomi islam menggunakan yaitu maslahah
Utility sebagai Ukuran dalam Ilmu Ekonomi
Jeremy Bentham, seorang filsuf utilitarian, mencetuskan konsep utility pada karyanya yang
berjudul Introduction to the Principles of Morals and Legislation (1789).
“Nature has placed mankind under the governance of two sovereign masters, pain and
pleasure. It is for them alone to point out what we ought to do, as well as to determine
what we shall do. On the one hand the standard of right and wrong, on the other the
chain of causes and effects, are fastened to their throne. They govern us in all we do,
in all we say, in all we think: every effort we can make to throw off our subjection, will
serve but to demonstrate and confirm it.... By utility is meant that property in any
object, whereby it tends to produce benefit, advantage, pleasure, good, or happiness,
(all this in the present case comes to the same thing) or (what comes again to the same
thing) to prevent the happening of mischief, pain, evil, or unhappiness to the party
whose interest is considered: if that party be the community in general, then the
happiness of the community: if a particular individual, then the happiness of that
individual.”
Economic Man vs Islamic Man
Rasionalitas Islamic Man
“Hafas Furqani (2015) mengatakan bahwa Islamic Man memiliki rasionalitas (huquq) yang
dinamis dan resiprokal”
“utility menjadi ukuran dalam ilmu ekonomi konvensional dan maslahah menjadi ukuran dalam
ilmu ekonomi Islam”
Maslahah vs Utility
Utility Maslahah
Sulit untuk diukur dan diperbandingkan
antar individu karena keinginan seorang
individu satu dan individu lain berbeda
Keabstrakan konsep utility untuk diukur dan
diperbandingkan menjadikan policymaker
sulit membuat keputusan makro yang
Ukuran kesejahteraan yang dapat
diukur dan diperbandingkan antar
individu
Maslahah memiliki kriteria-
kriteria yang objektif dan jelas
seperti halal-haram suatu benda
berbasis pada utilty
Contoh : nilai atau harga terhadap segelas
air akan berbeda antara individu yang
sedang kehausan dengan yang tidak
yang berlaku bagi setiap individu
Maslahah berbasis pada
kebutuhan individu dan bukan
keinginan (wants) sehingga dapat
mudah diukur dan dibandingkan
Contoh : untuk bertahan hidup
seorang individu membutuhkan
sejumlah kalori yang relatif sama
dengan individu lain
Perbedaan Karakteristik Maslahah dan Utility
Basis Evaluasi
memberikan pertimbangan kriteria objek yang memberikan utility atau memberikan
maslahah
Sifat
sebuah objek dianggap memberikan utility atau maslahah jika memiliki suatu sifat
tertentu
Implikasi
Utility dan maslahah memiliki implikasi yang berbeda terhadap perekonomian
Basis Evaluasi
Utility Maslahah
Basis evaluasi mengenai “pleasure-pain”
serta preferensi akan suatu hal, baik atau
buruk, selalu berbasiskan pada evaluasi
individu.
Semakin banyak keinginan (wants) yang
terpenuhi semakin banyak “pleasure”
yang tercapai.
Rational economic man akan cenderung
mendahulukan“preferensi” kepentingan
pribadi sendiri dalam pengambilan
keputusan.
Basis evaluasi maslahah adalah
segala sesuatu yang dapat
mendatangkan kebaikan maupun
menghilangkan keburukan yang
sesuai dengan kriteria syari’ah.
Maslahah hanya akan
memaksimalkan setiap “goal” dan
motivasi yang mendatangkan
kebaikan (Maqashid Syariah).
Sifat
Utility Maslahah
Utilitas bersifat subjektif karena diukur oleh
pengalaman masing-masing individu
Subjektivitas ini menyebabkan masing-
masing individu dapat memiliki interpretasi
yang berbeda-beda pada setiap keputusan
yang diambil.
Dalam konteks moral: individu yang
memiliki standar kualitas moral yang buruk
akan melahirkan keputusan-keputusan yang
buruk juga terhadap sosial dan lingkungan
Maslahah bersifat objektif di mana
setiap keputusan yang diambil dapat
dievaluasi oleh prinsip-prinsip moral
Islam.
Setiap keputusan yang brorientasikan
maslahah dibangun berdasarkan
dampaknya terhadap diri sendiri, sosial,
dan lingkungan.
Contoh: keputusan untuk mengambil
pinjaman berbasis riba dalam konsep
utility mungkin dibolehkan dalam
konsep utility yang subjektif tetapi
dilarang dalam konsep maslahah.
Implikasi
Utility Maslahah
Keputusan yang berbasis pada utility secara
relatif akan inkonsisten dengan utilitas sosial.
Konflik antara social utility dan individual
utility sangat mungkin terjadi ketika
preferensi yang dianggap baik oleh individu
terhadap suatu ternyata dianggap buruk bagi
sosial.
Contoh: minum-minuman keras mungkin
menciptakan utility bagi seseorang tetapi
mungkin saja melahirkan dampak external
yang negatif bagi individu lain.
Keputusan individu yang berbasis
maslahah yang memiliki kriteria
tertentu akan meminimalisasi konflik
antara individu dan sosial.
Hal ini disebabkan karena fungsi
maslahah individu telah
memperhitungkan fungsi maslahah
individu lain serta lingkungan
Kebutuhan (needs) vs Keinginan (wants)
Memenuhi kebutuhan (bukan keinginan) sebagai dasar perilaku konsumen dalam
perspektif Islam
- bersifat “terbatas”
- menimbulkan konflik antara kepentingan sosial (social interest) dan kepentingan
pribadi (private interest
- Contoh : Pembangunan pusat perbelanjaan mewah yang memerlukan supply energi
listrik sangat besar biasanya mengorbankan kebutuhan listrik masyarakat kecil
Memuaskan keinginan sebagai dasar dari teori perilaku konsumen dalam perspektif
konvensional
- bersifat “tak terbatas”
- setiap individu memperhitungkan kebutuhan orang lain dalam perilaku konsumsinya
- barang dan jasa yang berdampak pada kemaslahatan dikatakan sebagai kebutuhan
umat manusia
Penerapan Konsep Maslahah: Konsumsi
Bersifat Subjektif, namun punya kriteria tertentu yaitu maqashid syariah
Bersifat tetap untuk setiap individu
Maslahah individu (individual maslahah) sejalan dengan maslahah sosial (social
maslahah)
Bersifat tetap untuk setiap individu
Maslahah tetap obyektif dalam setiap aktivitas ekonomi baik pada level individu maupun
negara
Contoh: Dua individu yaitu A dan B sama-sama memakan apel, individu A mungkin
dapat menjaga hidupnya dengan memakan apel, ketika individu B hanya meningkatkan
kesehatanya. Dalam kasus ini maslahah individu A lebih tinggi daripada individu B
Konsumsi tingkat IV
filter pertama dari konsumen Islam adalah mengkonsumsi
barang/jasa untuk memenuhi kebutuhannya di dunia sekaligus
mencari berkah dari Allah untuk tujuan akhirat
Konsumsi tingkat III
Konsumen Muslim mempertimbangkan konsumsi barang/jasa
berdasarkan level kebutuhanl , apabila kebutuhan dasarnya belum
terpenuhi, maka ia tidak bisa loncat ke level hajjiyat
Konsumsi tingkat II
Konsumen Islam tidak hanya mengalokasikan pendapatannya untuk
kebutuhan di masa sekarang namun juga furture consumption untuk
dirinya sendiri maupun keturunannya
Konsumsi tingkat I
Pada tingkat pertama ini, konsumen muslim mempertimbangkan
konsumsi bedasarkan tujuan kebutuhan apakah untuk kebutuhan
duniawi atau akhirat (karena Allah)
Implikasi Maslahah sebagai Tujuan Aktivitas Ekonomi
1. Maslahah individu akan relatif konsisten dengan maslahah sosial
2. Maslahah relatif objektif dan memiliki kriteria-kriteria yang jelas sehingga mudah
diperbandingkan dan disesuaikan
3. Jika dijadikan tujuan bagi pelaku ekonomi maka arah pembangunan akan menuju titik
yang sama yaitu kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat
CHAPTER 9 : METODE BAGIAN 1 : LOGIKA PENALARAN
Pengantar
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam
menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan
1. Deduktif & Induktif
2. Verifkasi & Falsifikasi
3. Teori
Definisi Penalaran
Suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan
(Suriasumantri, 2013)
Mentransformasikan dan mengolah informasi yang tersedia guna memperoleh suatu
kesimpulan (Galotti, 1989 dalam Jacob, 2002)
Angeles (1981, dalam Walton, 1990)
- Proses mengambil kesimpulan dari berbagai pernyataan
- Penerapan pola pikir logika dalam pemecahan masalah atau tindakan perencanaan
- Kemampuan untuk mengetahui beberapa hal tanpa bantuan langsung untuk dapat
merasakan persepsi atau pengalaman langsung
Ciri-ciri Penalaran
Pola berpikir (logika)
Kegiatan berpikir mengikuti pola atau logika tertentu
Sifat Analitik
Kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu
Sumber Kebenaran dan Proses Penalaran
Penalaran Induktif
Penalaran Induktif : penarikan kesimpulan dari khusus ke umum atau dari partikular ke
universal
kesimpulan dalam argumentasi induktif tidak terjamin penuh kebenarannya
Lengkap
- Penarikan kesimpulan diambil dari seluruh persitiwa yang diteliti
- Sulit diterapkan karena keterbatasan waktu dan biaya
Tidak Lengkap
- Penarikan kesimpulan diambil dari satu atau beberapa persitiwa khusus (atau
partikular) yang diteliti
- Menjadi alternatif terbaik dan sering digunakan
Contoh Penalaran Induktif
- A merupakan mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi Islam di Universitas Indonesia memakai
hijab
- B merupakan mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi Islam di Universitas Indonesia memakai
hijab
- C merupakan mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi Islam di Universitas Indonesia memakai
hijab.
Kesimpulan : mahasiswi Program studi Ekonomi Islam di UI memakai hijab.
Kesimpulannya tidak terjamin kebenarannya, karena menggunakan metode generalisasi tidak
lengkap
Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif : penarikan kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang
bersifat umum, menggunakan pola pikir silogisme
Jika kesimpulannya terjamin maka argumennya tepat
Penalaran Deduktif vs Induktif
Deduktif Induktif
Jika semua premis benar maka
kesimpulan pasti benar
Jika premis benar, kesimpulan mungkin
benar, tapi tak pasti benar
Semua informasi atau fakta pada
kesimpulan sudah ada, sekurangnya
secara implisit dalam premis
Kesimpulan memuat informasi yang tak
ada, bahkan secara implisit dalam
premis
Tahapan Penalaran Deduktif
1. Menetukan teori yang ingin diuji
2. Memformulasikan asumsi
3. Memformulasikan hipotesis
4. Uji hipotesis yang telah dibuat
Penalaran deduktif digunakan untuk memecahkan masalah dalam bidang ekonomi berangkat dari
acuan, prinsip, teori atau hukum ekonomi
Ekonomi Islam: Deduktif atau Induktif?
Secara umum, jawabannya adalah ILMU EKONOMI ISLAM menggunakan KOMBINASI
diantara keduanya, INDUKTIF dan DEDUKTIF
Verifikasi dan Falsifikasi
Verifikasi yaitu digunakan untuk mencari kebenaran suatu teori yang dibuktikan secara
empiris
Falsifikasi yaitu teori digunakan untuk mncari kesalahan teori secara empiris
DALAM EKONOMI ISLAM
- Menurut Addas (2008), EKONOMI ISLAM menggunakan konsep VERIFIKASI
dan FALSIFIKASI
- Ekonomi islam tidak mementingkan salah satu kriteria verifikasi maupun falsifikasi
dalam mengevaluasi keabsahan teori ekonomi
- Al Quran sebagai dasar evaluasi ekonomi islam
Contoh Kasus Penalaran Deduktif dan Induktif
Kasus
Ekonomi Ramadhan Konsumsi
Pendekatan
Penalaran Deduktif
Dalil/Dasar
- Kewajiban berpuasa bagi orang yang beriman (QS Al Baqarah : 183)
- Orang yang berpuasa dengan imam, diampuni dosanya (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan
Motivasi iman dan pahala dari Allah dapat mendorog individu muslim untuk berpuasa
ada insentif yang berbeda bagi seorang individu muslim dalam melakukan tindakan
ekonominya
Implikasi
- Individu muslim berhenti konsumsi (berpuasa) diakibatkan oleh dorongan god-
interest atau iman serta meraih predikat taqwa (kehati-hatian)
- Hasil dari ibadah puasa akan membentuk individu muslim yang sangat berhati-hati
salah satunya dalam konteks barang yang ia konsumsi
- Bulan Ramadhan membuat muslim lebih cermat dan hemat dalam konsumsinya
jumlah konsumsi muslim sedikit dibanding bulan lainnya dan saving meningkat
Pendekatan
Penalaran Induktif
Fakta
Konsumsi muslim meningkat pada bulan Ramadhan harga barang naik
Kesimpulan
Ramadhan adalah bulan konsumtif dan boros
Kontradiksi kesimpulan anatara pendekatan deduktif dan induktif. Sehingga penalaran deduktif
tetap dipakai, sementara penalaran induktif akan dianalisa mengapa terjadi dan agar konsisten
dengan kesimpulan deduktif.
Teori yang ingin dievaluasi adalah memastikan apakah benar Ramadhan adalah bulan
berhemat. Untuk mengevaluasi, digunakan metode Verifikasi atau Falsifikasi
Pendekatan Verifikasi
Hipotesis
Ramadhan adalah bulan untuk berhemat
Pendekatan
Memastikan bahwa seluruh muslim berhemat. Jika ditemukan satu saja muslim yang
tidak berhemat, maka hipotesis ditolak sehingga kebenaran teori diragukan
Fakta
Konsumsi muslim meningkat pada bulan Ramadhan harga barang naik
Kesimpulan
Hipotesis ditolak, teori tidak teruji. Maka, kebenaran teori diragukan
Pendekatan Falsifikasi
Hipotesis
Ramadhan adalah bulan untuk berboros-boros
Pendekatan
Memastikan bahwa seluruh muslim boros. Jika ditemukan satu saja muslim yang boros,
maka hipotesis tidak ditolak sehingga kebenaran teori diragukan.
Sebaliknya, jika tidak ditemukan satu pun muslim yang boros, maka kebenaran teori
tidak diragukan
Fakta
Konsumsi muslim meningkat pada bulan Ramadhan harga barang naik
Kesimpulan
Hipotesis tidak ditolak, teori tidak teruji. Maka, kebenaran teori diragukan
CHAPTER 10 : METODE BAGIAN 2 | PENDEKATAN ISLAMISASI DALAM
MEMBENTUK TEORI EKONOMI ISLAM
Pengantar
Metode Disiplin Ilmu
Metode Penalaran
- Penalaran Induktif
- Penalaran Deduktif
Metode Teknis
- Metode Islamisasi Ilmu Ekonomi
- Metode Berbasis Legal
Sejarah Islamisasi Pengetahuan
1977 : “The First World Conference on Muslim Education” di Mekkah. King Andul Aziz
University pertama kali mendirikan Islamic Economics Research Center
1980-an : Momentum Islamisasi Pengetahuan ditandai jumlah diskusi dan literature
ilmiah melampaui ekspektasi
1981 : Islamic Development Bank (IDB) mendirikan Islamic Research and Training
Institute (IRTI) di Jeddah
1981 & 1983 : Pendirian ‘International Islamic University’ yang mengusung konsep
Islamisasi ilmu pengetahuan, di Islamabad dan Malaysia
Hasil Conference :
- Mendorong umat Islam untuk mengevaluasi muatan dan arah ilmu pengetahuan dan
teknologi mutakhir.
- Memetakan kembali kerangka baru bagi pengembangan ilmu pengetahuan futuristik yang
sesuai dengan perspektif Islam
Sejarah Pemikiran Islamisasi Pengetahuan
Kekalahan umat Islam India melawan kolonialisme inggris
mengilhami Sir Sayyid Ahmad Khan melakukan pembaharuan
pemikiran umat Islam
Ide mengenai IOK yang bersifat substantif telah ada pada abad
ke-19 yaitu melalui kedua tokoh ini
Syah Waliyallah - Sir Sayyid Ahmad Khan
Dua tokoh yang paling menonjol dalam gagasan Islamisasi
Pengetahuan atau Islamization of Knowledge (IOK) abad
ke-20
Raji al-Faruqi ilmuan dari Palestina,
Syed Naquib al-Attas dari Malaysia
Raji al-Faruqi - Syed Naquib al-Attas
Pemikiran Tokoh Penggagas Islamisasi Pengetahuan
Raji al-Faruqi
- Kesalahan fatal umat islam yaitu dualisme ilmu sekuler (profane) dan ilmu agama Islam
- Sistem pendidikan Islam berfokus pada ilmu agama dan cenderung abai terhadap
progresivitas ilmu pengetahuan
- Sistem pendidikan Barat tidak memasukan unsur metafisika maupun unsur agama dalam
perkembangannnya
- Sistem pendidikan Barat tidak memasukan unsur metafisika maupun unsur agama dalam
perkembangannnya
Syed Naquib al-Attas
- Penyebab kemunduran umat Muslim adalah kegagalan dalam memahami ilmu
pengetahuan secara benar
- Terdapat kerancuan internal karena dominasi pengaruh filsafat dan ideologi Barat
- Solusi mengatasi kemunduran : penekanan pada hubungan worldview Islam dan ilmu
pengetahuan modern
- Dua proses utama dalam islamisasi : mengisolir unsur budaya barat dan memasukkan
nilai islam dalam ilmu pengetahuan
Konsep Islamisasi Pengetahuan
APAKAH ISLAMIZATION OF KNOWLEDGE DIPERLUKAN ?
Pendapat tentang Islamisasi Pengetahuan
Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan berdasarkan Kerangka Kerja al-Faruqi
Urgensi Islamisasi Ilmu Ekonomi
Eksternal
- Ekonomi konvensional tidak bebas nilai dan tidak bebas ideologi
- Fondasi Ekonomi konvensional kental dengan sekulerisme
- Tidak sejalah dengan worldview islam
Internal
- “malaise of ummah (‘kesakitan’ umat) dalam semua bidang keilmuan (Al-Faruqi,
1982)
- “loss of adab” (hilangnya kedisiplinan yang berlanjut pada hilangnya keadilan) (Al
Attas, 1978)
- “confusion in knowledge” (kegagalan memahami perbedaan antara ilmu pengetahuan,
terutama pengetahuan barat)
Others
- Keterbelakangan negara-negara Muslim di bidang ekonomi
Metode IOE
“Pengembangan ekonomi Islam sebagai sebuah disiplin
ilmu tidak harus dimulai dari nol, tetapi dengan utilisasi
dan penyesuaian konsep ekonomi mainstream”
Dimensi dalam Islamization of Economics
The Substantive Dimension
Konsep ekonomi, prinsip dan teori dari ekonomi modern dan dalam sistem
pengajaran/pendidikan berdasarkan prinsip/warisan nilai Islam.
The Formal (Technical) Dimension
Termasuk metodologi dari ekonomi modern dan ‘usūl’ yang berasal dari prinsip/warisan
nilai Islam
Tahapan dan Proses Islamization of Economics
Kelebihan dan Kelemahan Metode Islamisasi Ekonomi
Kelebihan
Efektif dalam mengembangan ilmu ekonomi Islam, karena membutuhkan waktu yang
relatif singkat
Kekurangan
Kurangnya pemahaman yang paripurna mengenai ekonomi konvensional dan Islam,
membuat Islamisasi yang ada sekarang lebih bersifat “patchwork”
Penerapan IOE: Asuransi Takaful
Penerapan IOE: Keuangan Mikro Konvensional Keuangan Mikro Islam
Penerapan IOE: Indikator Makroekonomi Konvensional Islam
Indikator Makroekonomi : PDB PDB Islami
CHAPTER 11 : METODE BAGIAN 3 | PENDEKATAN METODE BERBASIS LEGAL
DALAM MEMBENTUK TEORI EKONOMI ISLAM
Pengantar
Sifat Dasar Ilmu Fiqh
Fiqh = ethico juridicial atau standar etika dan moral
Normatif
Tujuan Ilmu fiqh untuk membatasi sifat perusak manusia dengan berbagai batasan
seperti istilah haram, halal, mubah, makruh, sunnah
Bersumber dari Al Quran dan Sunnah
Sifat Dasar Ilmu Sosial
Dinamis
Perilaku manusia dan masyarakat adalah suatu hal yang dinamis sehingga ilmu sosial
memiliki sifat dasar dinamis
Deskriptif
Tujuan Ilmu Sosial untuk menjelaskan fakta dan realitas sosial di masyarakat
Sifat Dasar Ilmu Ushul Fiqh
Dinamis
Kemunculannya dilatarbelakangi banyak kasus-kasus baru dalam kehidupan umat Islam
yang tidak ditemukan dalam Al Quran dan Sunnah
Bersumber dari Al Quran Sunnah dan sumber lainnya
Sifat Dasar Ilmu Qawwaid Fiqhiyyah
“Menurut Mustafa Al Zarqa, Qawwaid Fiqhiyyah adalah prinsip umum fiqh yang disajikan
dengan format sederhana dan terdiri dari aturan umum syariah pada suatu bidang khusus
Komprehensif
Dinamis
Kemunculannya dilatarbelakangi banyak kasus-kasus baru dalam kehidupan umat Islam
yang tidak ditemukan dalam Al Quran dan Sunnah
Fiqh saja tidak memiliki sifat dasar yang sinkron dengan Ilmu Sosial. Sementara Ushul
Fiqh dan Qawwaid Fiqhiyyah dianggap dapat mengakomodasi sifat dasar Ilmu Sosial
Tahapan Metode Ushul Fiqh
Contoh Penerapan Metode Ushul Fiqh
Fenomena Kelangkaan mengakibatkan agen ekonomi harus menghadapi trade-off.
Trade-off mendorong agen ekonomi untuk mengambil keputusan yang terbaik
Trade-off mendorong agen ekonomi untuk mengambil keputusan yang terbaik
manusia memang Allah berikan kebebasan untuk memilih. Hanya saja, Allah telah
menegaskan bahwa pilihan yang diambil oleh manusia harus merupakan pilihan yang
membawanya pada kebaikan, kebenaran, dan ketaqwaan
metode maslaha al mursalah atau istislah, maka seorang ekonom muslim akan mencoba
untuk menilik adanya masalahah atau mengutamakan kepentingan umum/publik pada
fenomena ekonomi tersebut
Tahapan Metode Qawwaid Fiqhiyyah
Contoh Penerapan Metode Qawwaid Fiqhiyyah
“Al Masyaqqah Tajlibu Al-Taysir” Kesulitan menyebabkan adanya kemudahan
Mencari akar dari kaidah dalam Al Quran (QS 22:78) (QS 2:286)
Mengaitkan kaidah dengan fenomena seperti krisis ekonomi, fenomena hyperinflation,
kemiskinan
fenomena yang mengakibatkan kesulitan harus dihilangkan karena kaidahnya
menekankan bahwa kesulitan harus dihilangkan
kesulitan bukanlah kondisi ideal dari kehidupan sosial ekonomi seorang muslim
Implikasi : kebijakan pemerintah harus benar-benar memahami kesulitan yang dialami
oleh masyarakat
Kombinasi Metode Ushul Fiqh dan Qawawaid Fiqhiyyah
Menata ilmu dan teori ekonomi Islam dari sumber asli Islam (naqliyyah) dan sumber sekunder
yang dapat membantu ekonom Islam membaca alam semesta yang telah Allah anugerahkan
kepada manusia untuk dikelolanya (‘aqliyyah).
Sintesis Metode Islamisasi Ekonomi dan Legal
CHAPTER 12 : PROSEDUR PEMBENTUKAN EKONOMI ISLAM
Pengantar
Konektivitas Worldview dan Elemen Lain
Sumber Rujukan
Pemilihan sumber rujukan sangat erat kaitannya dengan tingkat kebenaran suatu ilmu
Empirisme dan rasionalisme memiliki keterbatasan sehingga buka kebenaran mutlak
Esensi mendasar dari ilmu dan pengetahuan adalah menuntun kepada kebenaran
Untuk menjamin kebenaran, ilmu harus didapat dari sumber yang diyakini kebenarnnya
yaitu Allah SWT.
Objek Metodologi Ekonomi Islam
Jika kriteria objek, satuan ukur, dan aksioma tidak
konsisten di dalam metodologi suatu penelitian,
maka teori ekonomi Islam tidak konsisten dengan
definisi otentik dari ilmu ekonomi Islam itu sendiri
Paradoks Pemilihan Metode: Islamisasi vs Legal
Islamisasi
Fanatisme metode islamisasi cenderung menghasilkan teori ekonomi islam patchwork
Fanatisme metode islamisasi cenderung menghasilkan teori ekonomi islam patchwork
Contoh : Industri Halal, label halal dijadikan komoditas jual-beli seakan sebagai tameng
untuk mendapat keuntungan sebanyaknya
Legal
Metode berbasis legal berpotensi melahirkan teori ekonomi Islam reinvent
Teori ekonomi Islam yang dihasilkan tidak relevan dengan kondisi sekarang
Contoh : Secara historis bank tidak ada dalam Islam, seharusnya tidak ada bank syariah.
Umat Islam harus kembali pada orisinaltas Islam seperti, baitul maal
Jika konteksnya sesuatu yang sudah pernah ada zaman Rasulullah : gunakan metode berbasis
legal
Jika konteksnya sesuatu yang belum pernah ada dan baru ada pada zaman sekarang : gunakan
metode Islamisasi
Prasyarat dalam Pembentukan Ilmu Ekonomi Islam
Mujtahidien : para pemikir Islam yang bersungguh-sungguh mengembangkan ilmu
pengetahuan
- Memiliki pemahaman menyeluruh tentang prinsip yang mengatur ekonomi dalam Al
Quran dan Sunah seta mengerti hukum islam
- Memiliki pengetahuan mengenai ekonomi konvensional
Lingkungan Islam yang Baik
- Kondisi kebudayaan, sosial, dan politik Islam yang mengawal, memfasilitasi, dan
mendukung para mujtahideen dalam menghasilkan aturan-aturan dan ide baru.
Contoh : kemudahan regulasi yang diberikan oleh pemerintah
Pengalaman Ekonomi Islam : Pengalaman adalah esensi pengetahuan empiris dan
positif
- Penerapan ekonomi islam masih minim pengalaman, hanya tiga negara Islam
(Pakistan, Iran dan Sudan) yang mengumumkan untuk menerapkan sistem ekonomi
Islam sepenuhnya
-
Uji Validitas dalam Prosedur
Tujuan Uji Validitas : mengetahui validitas dari teori yang telah ada
Validitas 1: Aspek Doctrinal
Kesesuaian dengan prinsip dan nilai-nilai Al-Qur’an
Konsistensi dan reliabilitas dari prosedur, metode dan kerangka yang digunakan
dalam menderivasi wahyu
Validitas 2: Aspek Logical
Asumsi-asumsinya tidak bertentangan satu sama lain
Mempunyai coherency dan logical consistency mulai dari asumsi, hipotesis, sampai
dengan kesimpulan
Validitas 3: Aspek Factual
Tujuan Uji Validitas Aspek Factual menilai kesesuaian antara teori dan fakta (atau realitas)
yang ada
Penyebab Ketidaksesuaian antara Teori dan Fakta
- Kesalahan Interpretasi (Interpretation Mistake)
- Kesalahan Logika (Logical Mistake)
- Kesalahan Teknis (Technical Mistake)
- Implementasi yang Tidak Efektif (Ineffective Implementation)
- Realitas yang Tidak Sesuai (Corrupt Reality)