Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RANCANGAN PERATURAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PEDOMAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI NUKLIR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi nuklir harus diterapkan untuk meningkatkan
daya saing dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi nuklir diperlukan arah kebijakan sebagai
pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan
Peraturan Badan Tenaga Nuklir Nasional tentang
Pedoman Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Nuklir;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3676);
- 2 -
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 –
2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4700);
3. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 tentang Badan
Tenaga Nuklir Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 113);
4. Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2019 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Keselamatan Nuklir dan
Radiasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 172);
5. Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor
14 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Tenaga Nuklir Nasional (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 1650) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional
Nomor 16 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor 14 Tahun
2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Tenaga
Nuklir Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 2035);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TENTANG
PEDOMAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN
TEKNOLOGI NUKLIR.
Pasal 1
(1) Pedoman penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir ditetapkan untuk jangka waktu 25 (dua puluh lima)
tahun terhitung sejak tahun 2020 sampai dengan tahun
2045.
(2) Pedoman penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir merupakan arah kebijakan dalam pemanfaatan
hasil penelitian, pengembangan, dan pengkajian ilmu
pengetahuan dan teknologi nuklir.
- 3 -
(3) Pedoman penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 2
Pedoman penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 bertujuan:
a. meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan
kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi nuklir;
b. meningkatkan pemanfaatan, hilirisasi dan komersialisasi
produk ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir oleh dunia
industri;
c. meningkatkan kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir dalam mendukung terwujudnya kemandirian
industri nasional;
d. meningkatkan kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir dalam mendukung terwujudnya pembangunan
nasional yang berkelanjutan; dan
e. menjamin keselamatan, keamanan dan mutu nuklir dalam
melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan.
Pasal 3
Pedoman penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir
dibagi dalam fokus bidang yang meliputi:
a. pangan/pertanian;
b. kesehatan;
c. energi;
d. sumber daya alam dan lingkungan;
e. material maju; dan
f. kerekayasaan peralatan dan fasilitas nuklir.
Pasal 4
Fokus bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dijabarkan dalam kegiatan strategis untuk jangka menengah
dan panjang.
- 4 -
Pasal 5
Pedoman penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir
dapat ditinjau paling sedikit 5 (lima) tahun sekali.
Pasal 6
(1) Badan Tenaga Nuklir Nasional melakukan pemantauan
dan evaluasi terhadap pelaksanaan pedoman penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir.
(2) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh unit kerja
yang membidangi pemantauan dan evaluasi.
(3) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan kepada Kepala BATAN.
Pasal 7
Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku, Keputusan
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor 144/KA/X/2006
Tahun 2006 tentang Pedoman Penerapan dan Pengembangan
Sistem Energi Nuklir Berkelanjutan di Indonesia, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
- 5 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Badan ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA,
ANHAR RIZA ANTARIKSAWAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …
- 6 -
LAMPIRAN
PERATURAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG PEDOMAN PENERAPAN ILMU
PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI NUKLIR
PEDOMAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI NUKLIR
BAB I
KONDISI UMUM DAN KEBIJAKAN JANGKA PANJANG
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI NUKLIR
I.1. Latar Belakang Penyelenggaraan Iptek Nuklir
Pembangunan nasional, seperti yang diamanatkan di dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan tidak
hanya untuk memajukan kesejahteraan umum, tetapi juga untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan suatu keadilan sosial. Tidak
dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan dan stabilitas ekonomi memegang
peranan yang sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Untuk dapat menciptakan sektor ekonomi yang kokoh dan mewujudkan
pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, fokus dari pembangunan di
bidang ekonomi tidak hanya terbatas pada peningkatan dan perbaikan indikator
makro ekonomi semata. Akan tetapi, pembangunan di bidang ekonomi harus
mencakup seluruh basis produktif dari ekonomi (productive base of economy)
yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan, baik itu secara langsung
maupun tidak langsung. Sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat
sebagai dampak dari pembangunan di bidang ekonomi dapat dilihat secara
nyata, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup dan daya
saing sumber daya manusia.
Kekayaan inklusif yang membentuk basis produktif ekonomi yang
diperlukan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan terdiri
dari sumber daya alam (natural capital), infrastruktur (produced capital) dan
sumber daya manusia (human capital). Akan tetapi, sebagai negara dengan
sumber daya alam yang melimpah, pola pembangunan ekonomi di Indonesia
saat ini masih bersifat non-inklusif, yang lebih menitikberatkan pada
pemanfaatan sumber daya alam (natural resource intensive economy). Oleh
karena itu, perlu adanya transformasi struktur ekonomi, dari ekonomi berbasis
sumber daya alam menuju ekonomi berbasis iptek (knowledge-based economy).
Hal tersebut sangat penting tidak hanya untuk mewujudkan kemandirian tetapi
juga untuk meningkatkan daya saing bangsa. Sehingga, arah kebijakan
pembangunan nasional di jangka menengah dan panjang harus difokuskan
- 7 -
pada investasi di bidang riset dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan,
serta diseminasi iptek kepada seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, ekonomi
berbasis iptek membutuhkan dukungan kebijakan yang komprehensif terkait
sistem inovasi nasional, yang akan mengatur interaksi antara industri,
pemerintah dan dunia akademik dalam melakukan riset dan pengembangan
teknologi untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.
Upaya untuk meningkatkan peran iptek dalam pembangunan ekonomi
nasional telah tertuang di dalam Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun
2017-2045, yang bertujuan untuk menciptakan sinergi perencanaan di sektor
riset dengan kebijakan pembangunan nasional, baik itu jangka menengah
(RPJMN) maupun jangka panjang (RPJPN), dan mendorong terwujudnya
kemandirian bangsa secara sosial dan ekonomi melalui pengembangan invensi
dan inovasi di bidang iptek. Hal tersebut merupakan landasan fundamental
yang sangat diperlukan dalam upaya untuk mewujudkan Indonesia sebagai
negara industri tangguh yang berbasis inovasi dan teknologi, sesuai dengan visi
yang tercantum di dalam Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional
(RIPIN) Tahun 2015-2035. Pengembangan iptek nuklir di Indonesia
dilaksanakan selaras dengan regulasi dan kebijakan pengembangan iptek yang
ada, termasuk RIRN Tahun 2017-2045, RIPIN Tahun 2015-2035 dan Kebijakan
Energi Nasional. Akan tetapi, teknologi nuklir memiliki karakteristik yang unik
dan spesifik yang sering diasosiasikan dengan teknologi baru yang sangat maju
namun beresiko tinggi dan membutuhkan komitmen jangka panjang.
Akibatnya, di samping kontribusinya yang cukup signifikan terhadap
pembangunan nasional, terutama di bidang pangan/pertanian, kesehatan,
energi dan sumber daya alam dan lingkungan (SDAL), pemanfaatan teknologi
nuklir di Indonesia saat ini dirasa masih belum optimal karena kurangnya
kesadaran pelaku kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian dan
penerapan (litbangjirap) iptek nuklir dalam mengenali dan memperhatikan
lingkungan strategisnya serta mengantisipasi perubahannya di masa yang akan
datang. Dalam rangka menghasilkan kegiatan litbangjirap iptek nuklir yang
lebih terarah, berdaya guna dan berhasil guna, diperlukan pedoman penerapan
iptek nuklir (P2IN) yang disusun secara komprehensif dengan
mempertimbangkan seluruh aspek strategis yang akan mempengaruhi kinerja
litbangjirap iptek nuklir baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, P2IN juga diharapkan menjadi sebuah panduan yang inklusif yang
akan mendorong terbentuknya industri berbasis iptek nuklir di Indonesia yang
aman, selamat, berkualitas, berdaya saing, dan ramah lingkungan.
I.2. Tujuan Jangka Panjang Penyelenggaraan Iptek Nuklir
Kemandirian industri nasional merupakan aspek utama yang sangat
dibutuhkan untuk mendorong terwujudnya negara Indonesia yang maju,
berdaya saing, dan berdaulat. Oleh karena itu, kegiatan litbangjirap iptek nuklir
di jangka panjang harus diarahkan untuk mewujudkan proses industrialisasi
berbasis iptek nuklir dalam rangka mendukung kemandirian industri nasional.
Kemandirian industri nasional yang dimaksud dalam konteks ini mengandung
makna bahwa bangsa Indonesia harus memiliki kemampuan dalam mengolah,
memanfaatkan dan meningkatkan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki
secara berkelanjutan. Sementara itu, industrialisasi berbasis iptek nuklir yang
- 8 -
ingin dicapai di jangka panjang adalah pemanfaatan iptek nuklir secara optimal
melalui hilirisasi produk hasil litbangjirap iptek nuklir mulai dari industri hulu,
industri pendukung sampai ke industri andalan. Industrialisasi berbasis iptek
nuklir akan memberikan landasan inovasi dan teknologi yang kuat terhadap
sistem industri nasional yang akan berdampak pada peningkatan daya saing
dan kemandirian industri nasional. Kedua hal tersebut merupakan aspek
penting yang saling terkait yang sangat dibutuhkan terutama untuk menjawab
dan menyelesaikan tantangan pembangunan nasional, khususnya di bidang
pangan/pertanian, kesehatan, energi, SDAL, material maju, dan kerekayasaan
peralatan dan fasilitas nuklir. Mempertimbangkan karakter dari iptek nuklir
yang unik dan spesifik, maka keberhasilan dari proses industrialisasi tersebut
menuntut adanya prasyarat utama yang harus dipenuhi yang meliputi:
▪ Adanya jaminan keselamatan, keamanan dan kualitas terhadap produk
litbangjirap iptek nuklir.
▪ Adanya jaminan keunggulan, baik itu secara kompetitif maupun komparatif
terhadap produk iptek nuklir.
▪ Adanya penerimaan sosial yang berkelanjutan (sustainable social
acceptance) terhadap iptek nuklir.
Untuk mencapai tujuan jangka panjang iptek nuklir seperti yang telah
diuraikan sebelumnya, maka setidaknya ada dua langkah strategis yang harus
dilaksanakan dalam penyelenggaraan iptek nuklir di Indonesia, yaitu:
1. Menyiapkan dukungan litbangjirap untuk mendorong terwujudnya
industrialisasi teknologi nuklir yang meliputi regulasi dan pengembangan
kapasitas SDM iptek nuklir.
2. Menyiapkan dan mendayagunakan instalasi nuklir dan fasilitas radiasi yang
handal dan aman sebagai infrastruktur utama industrialisasi teknologi
nuklir.
I.3 Maksud dan Tujuan
Dalam kerangka sistem perencanaan pembangunan nasional, P2IN
dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyusunan kebijakan jangka menengah terkait kegiatan litbangjirap iptek nuklir yang menyediakan gambaran komprehensif mengenai kondisi lingkungan strategis iptek nuklir guna
mendorong terwujudnya: 1. peningkatan kompetensi sumber daya manusia dan kapasitas kelembagaan
dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir; 2. peningkatan pemanfaatan, hilirisasi dan komersialisasi produk ilmu
pengetahuan dan teknologi nuklir oleh dunia industri; 3. peningkatan kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir dalam
mendukung terwujudnya kemandirian industri nasional;
4. peningkatan kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir dalam mendukung terwujudnya pembangunan nasional yang berkelanjutan; dan
5. jaminan keselamatan, keamanan dan mutu nuklir dalam melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan.
- 9 -
BAB II
PERKEMBANGAN IILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI NUKLIR
DAN LINGKUNGAN STRATEGIS
II.1. Kontribusi Litbang Iptek Nuklir terhadap Masyarakat
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
ketenaganukliran, pemanfaatan dan pengembangan iptek nuklir di Indonesia
harus ditujukan untuk maksud damai dan memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan yang dimaksud dalam
konteks tersebut memiliki makna yang sangat luas dan inklusif yang
mencakup, tidak hanya aspek yang berwujud (tangible), tetapi meliputi juga
aspek yang bersifat tidak berwujud (intangible). Oleh karena itu, kinerja,
pengakuan dan kemanfaatan dari hasil litbangjirap iptek nuklir di Indonesia
harus dinilai berdasarkan seberapa besar sumbangsih iptek nuklir terhadap
kedua aspek tersebut.
Terkait dengan aspek kesejahteraan yang bersifat tangible, kinerja,
pengakuan dan kemanfaatan iptek nuklir dapat dilihat dari seberapa banyak
produk hasil litbangjirap iptek nuklir dapat diterima dan dimanfaatkan dengan
baik oleh masyarakat dalam menyelesaikan berbagai tantangan pembangunan
nasional yang terkait dengan masalah sosio-ekonomi terutama di bidang
pangan/pertanian, kesehatan, energi, material maju, SDAL, dan kerekayasaan
peralatan dan fasilitas nuklir. Di bidang pangan/pertanian, iptek nuklir telah
dimanfaatkan untuk pemuliaan tanaman pangan yang berdampak positif pada
peningkatan produktivitas hasil pertanian, di jangka pendek dan menengah,
dan peningkatan kesejahteraan petani, di jangka panjang. Di bidang kesehatan,
iptek nuklir telah menghasilkan beragam produk radioisotop dan radiofarmaka
untuk diagnosis dan pengobatan kanker, yang berdampak positif pada
pengurangan produk impor, di jangka pendek dan menengah, dan
meningkatkan daya saing dan kemandirian industri farmasi nasional di jangka
panjang. Di bidang energi, Indonesia telah melakukan penyiapan dan
pengembangan infrastruktur pembangunan PLTN dengan pendampingan dari
IAEA, dan dinyatakan telah siap untuk melangkah ke fase kedua, yakni fase
persiapan pelaksanaan konstruksi pembangunan PLTN. Di bidang material
maju, pemanfaatan iptek nuklir telah menghasilkan berbagai inovasi material
maju yang mampu memberikan nilai tambah bagi industri nasional, di jangka
menengah, dan mendorong tumbuhnya inovasi produk baru di berbagai sektor
industri, di jangka panjang. Terkait dengan permasalahan di bidang SDAL, iptek
nuklir telah berkontribusi dalam upaya studi radioekologi (pemantauan,
pemodelan dan pengkajian resiko) pencegahan dan pelestarian lingkungan serta
aplikasi perunut radioaktif. Di bidang kerekayasaan peralatan dan fasilitas
nuklir, pemanfaatan iptek nuklir telah digunakan dalam perancangan,
pembuatan dan pemanfaatan produk, berupa peralatan nuklir maupun fasilitas
nuklir, yang menciptakan nilai tambah produk dan solusi sektor industri.
Selain itu, beberapa produk dan teknologi litbangjirap iptek nuklir telah
dimanfaatkan oleh masyarakat dalam bentuk jasa layanan yang dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis jasa layanan utama, yaitu:
▪ penjualan produk hasil litbangjirap iptek nuklir, antara lain benih padi
unggul, bahan makanan iradiasi, radioisotop dan radiofarmaka.
- 10 -
▪ jasa pemanfaatan fasilitas litbang iptek nuklir yang terdiri dari jasa iradiasi,
jasa pengelolaan limbah radioaktif dan jasa penggunaan sarana dan
prasarana fasilitas nuklir.
▪ jasa pendidikan dan pelatihan teknis baik itu secara formal, melalui Sekolah
Tinggi Teknologi Nuklir (STTN), maupun non-formal, melalui Pusat
Pendidikan dan Pelatihan.
▪ jasa kalibrasi dan sertifikasi.
▪ jasa analisis dengan menggunakan teknologi nuklir, yang terdiri dari jasa
analisis pemantauan radiasi perorangan dan daerah kerja, jasa eksplorasi
bahan galian dengan teknologi nuklir, jasa pengerjaan dan uji mekanik, jasa
penyiapan sampel dan analisis, dan jasa teknis uji tidak merusak.
▪ jasa konsultasi keahlian ketenaganukliran.
Di samping aspek kesejahteraan yang bersifat tangible, hasil litbangjirap
iptek nuklir juga dituntut untuk dapat berkontribusi secara signifikan terhadap
aspek kesejahteraan yang bersifat intangible. Walaupun kontribusi dari aset
intangible sulit untuk dinilai secara ekonomi, peran strategisnya tidak dapat
diabaikan terutama dalam mendukung keberlanjutan litbangjirap iptek nuklir
di Indonesia di jangka panjang. Kinerja dari litbangjirap iptek nuklir di
Indonesia ditinjau dari aspek intangible dapat diukur setidaknya dari jumlah
hasil publikasi karya tulis ilmiah (KTI) dan kekayaan intelektual (KI) yang
terdaftar. Sementara itu, nilai kemanfaatannya dapat diukur dari indeks sitasi
atas KTI tersebut dan jumlah KI yang dimanfaatkan oleh industri. Berdasarkan
data dari Scopus, jumlah publikasi KTI terkait litbang iptek nuklir yang telah
dihasilkan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir adalah lebih dari 687 KTI,
dengan total sitasi sebanyak lebih dari 1300 KTI dan h-index sebesar 14 (lihat
gambar 1).
Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa pemanfaatan hasil litbangjirap
iptek nuklir masih banyak menemui hambatan dan kendala terutama yang
berkaitan dengan penerimaan sosial masyarakat dan dukungan regulasi dalam
proses hilirisasi hasil litbangjirap iptek nuklir. Pemahaman masyarakat yang
Gambar 1. Gambaran kinerja litbang iptek nuklir berdasarkan jumlah KTI dan sitasinya
- 11 -
kurang baik mengenai iptek nuklir menyebabkan masih sering diasosiasikannya
iptek nuklir dengan teknologi yang memiliki potensi bahaya yang sangat tinggi.
Akibatnya, timbul keengganan dalam masyarakat untuk memanfaatkan hasil
litbangjirap iptek nuklir secara optimal, terutama terkait pemanfaatan di bidang
energi. Selain itu, kegiatan litbangjirap iptek nuklir dianggap masih belum dapat
menghasilkan ultimate output yang mudah dikenal masyarakat secara luas dan
berdampak positif pada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena
itu, untuk menghadirkan iptek nuklir yang aman, selamat, bermanfaat dan
berdayaguna bagi masyarakat, dibutuhkan sebuah pedoman ketenaganukliran
yang memberikan penjelasan mengenai strategi dan arah kebijakan litbangjirap
iptek nuklir di jangka menengah-panjang yang memuat analisa komprehensif
mengenai kondisi ekosistem iptek nuklir di Indonesia.
II.2. Ekosistem Iptek Nuklir di Indonesia
Ekosistem iptek nuklir merupakan kumpulan dari stakeholder yang
memiliki pengaruh, baik itu secara langsung maupun tidak langsung, terhadap
kinerja litbangjirap iptek nuklir di Indonesia. Ekosistem iptek nuklir berkaitan
erat dengan kondisi lingkungan strategis pada saat ini dan ekspektasi serta
antisipasi terhadap perubahannya di masa yang akan datang. Lingkungan
strategis iptek nuklir dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor
lingkungan internal dan faktor lingkungan eksternal. Faktor lingkungan
internal meliputi seluruh aspek yang mempengaruhi kinerja litbang iptek nuklir
dari dalam, yang terdiri dari kelembagaan iptek nuklir, fasilitas litbangjirap
iptek nuklir, kompetensi dan sumber daya manusia (SDM) iptek nuklir, budaya
keselamatan dan keamanan dan budaya penggunaan teknologi informasi
komunikasi. Keseluruhan aspek dari lingkungan internal tersebut akan saling
berinteraksi satu sama lain membentuk sebuah komunitas iptek nuklir.
Sementara itu, faktor lingkungan eksternal dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok utama yaitu pengguna (end user), yaitu semua pihak yang memiliki
potensi untuk menerima manfaat dari produk hasil litbangjirap iptek nuklir;
komunitas non-iptek nuklir, yaitu pihak lain yang menawarkan teknologi
alternatif selain iptek nuklir; dan komunitas bisnis, yaitu kelompok yang
memegang peranan penting dalam menghubungkan hasil litbangjirap, baik itu
nuklir maupun non-nuklir, ke end user melalui proses scale up dan produksi
masal.
Faktor lingkungan internal dan eksternal akan berinteraksi secara
dinamis dan terus-menerus seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2. Peluang
yang ada di lingkungan eksternal dapat digambarkan secara sederhana sebagai
permintaan/kebutuhan end user dan komunitas bisnis. Pada saat yang sama,
lingkungan eksternal juga dapat memberikan ancaman/hambatan terhadap
kinerja litbangjirap iptek nuklir yang dapat digambarkan secara sederhana
sebagai komunitas non-iptek nuklir yang menyediakan alternatif teknologi
untuk memenuhi permintaan pasar tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
adanya kerangka kebijakan strategis jangka panjang sebagai pedoman dalam
pelaksanaan litbangjirap iptek nuklir untuk mendorong pendayagunaan dan
optimalisasi kompetensi inti iptek nuklir dalam rangka menangkap peluang dan
mengatasi ancaman yang mungkin timbul dari faktor lingkungan eksternal.
Dengan adanya kerangka kebijakan strategis litbang iptek nuklir di
jangka panjang, maka akan diperoleh gambaran mengenai posisi strategis iptek
- 12 -
nuklir dimana iptek nuklir dapat menunjukkan keunggulannya baik itu secara
kompetitif maupun komparatif. Keunggulan kompetitif iptek nuklir akan
terwujud ketika permintaan pasar hanya dapat dipenuhi oleh produk
litbangjirap iptek nuklir. Untuk mencapai keunggulan kompetitif tersebut,
produk litbangjirap iptek nuklir harus memiliki karakteristik valuable, rare,
inimitable dan non-substitutable. Pada kondisi ini, keunggulan iptek nuklir
bersifat unik dan khusus sehingga sulit untuk digantikan oleh alternatif
teknologi lain terutama di jangka pendek. Akan tetapi, ketika karakteristik
inimitability dan non-substitutability tidak dapat terpenuhi, maka iptek nuklir
harus bersaing secara terbuka dengan alternatif teknologi lain untuk
memperoleh kepercayaan dan penerimaan pengguna. Sehingga, keunggulan
yang diperoleh hanya bersifat komparatif, yang sifatnya hanya sementara dan
sangat mudah untuk digantikan dengan teknologi alternatif lain baik itu di
jangka menengah maupun di jangka pendek.
II.2.1 Faktor lingkungan internal
II.2.1.1 Kelembagaan iptek nuklir
Salah satu modal utama yang dibutuhkan dalam kegiatan litbangjirap
iptek nuklir dan hilirisasi produk hasil litbangjirap iptek nuklir adalah
dukungan organisasi dan kelembagaan iptek nuklir yang unggul dan inovatif.
Dengan adanya sistem kelembagaan yang dimaksud, kegiatan litbangjirap iptek
nuklir akan menjadi lebih terarah, terjamin mutu dan keamanannya serta
bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, pada umumnya, dan kemandirian
industri nasional, pada khususnya. Selain itu, keunggulan iptek nuklir, baik itu
secara kompetitif maupun secara komparatif, hanya dapat diwujudkan dengan
dukungan sistem kelembagaan yang unggul dan inovatif.
Kelembagaan iptek nuklir memiliki peran terutama sebagai institusi
penghubung (hub institution) antara dunia riset, komunitas bisnis dan
Gambar 2. Penentuan posisi strategis litbang iptek nuklir
- 13 -
masyarakat sebagai end user. Sebagai sebuah hub institution, kelembagaan
iptek nuklir memiliki tanggung jawab untuk memperkenalkan dan
mengantarkan hasil litbangjirap iptek nuklir kepada masyarakat baik itu secara
langsung maupun secara tidak langsung melalui komunitas bisnis. Pelibatan
komunitas bisnis yang memiliki kekuatan terutama dari aspek finansial,
penguasaan pasar dan scale up produksi diharapkan dapat mempercepat
penyampaian hasil litbangjirap iptek nuklir ke end user, sehingga dampak
pemanfaatan hasil litbangjirap iptek nuklir bagi kesejahteraan akan semakin
banyak dirasakan oleh masyarakat. Di samping itu, kelembagaan iptek nuklir
juga harus dapat bertindak sebagai pendukung komunitas bisnis dalam hal
penyediaan teknologi dan dukungan teknis lainnya yang dapat meningkatkan
kinerja, daya saing dan produktivitas dunia industri. Kelembagaan iptek nuklir
juga bertanggung jawab dalam memastikan diperolehnya produk litbangjirap
iptek nuklir berkualitas tinggi yang terjamin aspek keselamatan dan
keamanannya.
Kelembagaan iptek nuklir yang unggul dan inovatif dapat mendorong
efektivitas pelaksanaan litbangjirap iptek nuklir. Dengan dukungan
kelembagaan yang tepat ukuran, tepat fungsi dan tepat proses diharapkan akan
mendorong efektivitas kelembagaan yang sejalan dengan arah kebijakan riset
jangka panjang yang tertuang dalam RIRN. Penguatan kelembagaan yang
dimaksud dalam pedoman ini adalah penataan fungsi kelembagaan iptek nuklir
agar dapat hadir di tengah-tegah masyarakat dengan memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. Penyedia Teknologi (Technology Provider)
Kelembagaan iptek nuklir, baik itu dalam perannya sebagai lembaga riset
maupun perguruan tinggi, dituntut untuk dapat memiliki kemampuan secara
aktif sebagai penyedia teknologi dan infrastruktur teknologi berbasis nuklir
yang dapat dimanfaatkan baik itu secara langsung maupun tidak langsung
untuk menjawab dan mengatasi permasalahan pembangunan nasional
terutama di bidang pangan/pertanian, kesehatan, energi, SDAL, material maju,
dan kerekayasaan peralatan dan fasilitas nuklir. Peran kelembagaan iptek
nuklir sebagai sebuah penyedia teknologi tidak hanya dibatasi dalam lingkup
domestik saja, akan tetapi juga dalam konteks internasional. Indonesia saat ini
telah berperan aktif sebagai lembaga penyedia teknologi nuklir untuk
membantu negara-negara berkembang dalam menerapkan teknologi nuklir,
terutama di bidang pertanian, melalui kerjasama selatan-selatan (south-south
cooperation) di bawah payung IAEA.
b. Penyedia Dukungan Teknis (Technical Support Organization)
Kelembagaan iptek nuklir harus dapat berperan aktif dalam menyediakan
dukungan teknis terkait desain, penyiapan infrastruktur, pembangunan,
pengoperasian, pemeliharaan dan pendayagunaan fasilitas nuklir dan fasilitas
radiasi serta dalam pemanfaatan dan pendayagunaan hasil litbangjirap iptek
nuklir. Dukungan teknis yang diberikan juga dapat berupa layanan konsultasi
untuk menjawab segala permasalahan terkait teknologi nuklir, termasuk
menyediakan bantuan teknis bagi pihak-pihak yang ingin mengembangkan
teknologi nuklir di Indonesia.
- 14 -
c. Clearing House Teknologi Nuklir
Clearing House Teknologi Nuklir (CHTN) merupakan fungsi kelembagaan
iptek nuklir dalam melakukan kajian dan memberikan rekomendasi terhadap
produk dan teknologi nuklir, pemberian sertifikasi personel, produk, proses dan
sistem manajemen, penyediaan data/informasi keahlian, produk, dan teknologi
nuklir. CHTN dibentuk untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat
dan lingkungan terkait pemanfaatan produk dan/atau teknologi nuklir, karena
pemanfaatan tenaga nuklir harus memenuhi ketentuan keselamatan,
keamanan, dan garda aman. Pemanfaatan tenaga nuklir yang dimaksud
meliputi: pertambangan, mineral radioaktif, kegiatan produksi, distribusi,
ekspor, impor, pengalihan dan pengangkutan. Selain itu, CHTN juga
mempunyai fungsi sebagai pusat acuan dalam pemanfaatan produk, teknologi,
proses dan sistem manajemen serta personel.
d. Promosi dan diseminasi (Promoting Body)
Meskipun tidak bersifat teknis, fungsi promosi dan diseminasi sangat
diperlukan terutama untuk memperkenalkan hasil litbangjirap iptek nuklir
kepada masyarakat luas dan mendorong terjadinya proses hilirisasi dan
komersialisasinya. Sehingga, hasil litbangjirap iptek nuklir dapat dimanfaatkan
secara optimal untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
e. Pengawasan (Regulatory Body)
Fungsi pengawasan mutlak dibutuhkan dalam setiap kegiatan
pemanfaatan ketenaganukliran, termasuk pelaksanaan litbangjirap iptek
nuklir, dalam bentuk penyelenggaraan peraturan, perijinan dan inspeksi.
Pengawasan kegiatan pemanfaatan ketenaganukliran dilaksanakan dengan
menerapkan prinsip keselamatan, keamanan dan garda aman.
f. Pendidikan dan pelatihan
Dukungan SDM yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama
yang akan menentukan kualitas dan keunggulan hasil litbangjirap iptek nuklir.
Oleh karena itu, kelembagaan iptek nuklir harus memiliki peran sebagai
penyedia layanan pendidikan dan pelatihan terkait kompetensi utama iptek
nuklir guna menjamin keberlanjutan kegiatan litbangjirap iptek nuklir di
Indonesia. Selain itu, layanan pendidikan dan pelatihan kompetensi iptek nuklir
juga memegang peranan penting dalam penyediaan SDM iptek nuklir ahli dan
terampil untuk memenuhi permintaan dunia industri.
g. Standardisasi dan metrologi radiasi
Kepercayaan pemangku kepentingan terhadap jaminan keselamatan,
keamanan, kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup terhadap segala
bentuk kegiatan pemanfaatan iptek nuklir di Indonesia, termasuk produk-
produk hasil litbangjirap iptek nuklir merupakan aspek penting yang harus
menjadi perhatian utama dari kelembagaan iptek nuklir. Oleh karena itu,
standardisasi terhadap personel, produk dan sistem manajemen yang terkait
dengan kegiatan litbangjirap iptek nuklir mutlak diperlukan. Di samping itu,
standardisasi juga mutlak diperlukan bagi alat ukur dan sumber radiasi untuk
melindungi tidak hanya pekerja radiasi, tetapi juga masyarakat luas, dari
- 15 -
paparan radiasi yang berlebihan akibat kegiatan litbangjirap iptek nuklir. Oleh
karena itu, layanan metrologi radiasi yang akurat dan handal menjadi fungsi
penting yang juga harus dimiliki oleh kelembagaan iptek nuklir.
Dalam sebuah ekosistem iptek nuklir, komunitas iptek nuklir akan berinteraksi
secara dinamis dan terus menerus dengan komunitas non-nuklir baik itu dalam
bentuk kolaborasi maupun kompetisi untuk membuat segmen pasar yang lebih
besar ataupun menarik perhatian dari komunitas bisnis untuk meningkatkan
investasinya (lihat gambar 3). Ego sektoral dari masing-masing fungsi tersebut
di atas perlu untuk dihilangkan, karena kinerja komunitas iptek nuklir tidak
hanya bergantung dari kinerja satu fungsi saja, melainkan resultan kinerja dari
keseluruhan fungsi yang ada. Oleh karena itu, penguatan fungsi-fungsi tersebut
di atas juga harus diikuti dengan peningkatan sinergi, koordinasi dan kolaborasi
antara fungsi-fungsi tersebut, sehingga keberadaannya bukan malah saling
melemahkan melainkan memperkuat kinerja dari komunitas iptek nuklir secara
keseluruhan.
II.2.1.2 Fasilitas litbangjirap iptek nuklir
Kegiatan litbangjirap iptek nuklir berkaitan erat dengan pemanfaatan
energi radiasi pengion sehingga membutuhkan modal dasar berupa fasilitas
khusus, yang dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:
▪ Fasilitas radiasi; yaitu fasilitas yang memanfaatkan zat radioaktif atau
sumber radiasi lainnya, seperti iradiator gamma dan akselerator; dan
▪ Instalasi nuklir; yaitu segala instalasi yang di dalamnya mengandung bahan
nuklir yang meliputi reaktor nuklir; fasilitas yang digunakan untuk
pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar
nuklir, dan/atau pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas; dan/atau
fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan
Gambar 3. Interaksi komunitas iptek nuklir dalam ekosistem iptek nuklir
- 16 -
bakar nuklir bekas. Bahan nuklir adalah bahan yang dapat menghasilkan
reaksi fisi atau bahan yang dapat diubah menjadi bahan yang dapat
menghasilkan reaksi fisi. Sementara tempat terjadinya reaksi fisi berantai
secara terkendali baik itu untuk keperluan pembangkitan daya listrik
maupun pembangkitan fluks neutron disebut sebagai reaktor nuklir.
Saat ini, Indonesia telah memiliki berbagai fasilitas radiasi dan fasilitas
nuklir yang handal, yang sebagian besar telah tersertifikasi dan atau
terakreditasi, untuk menunjang kegiatan litbangjirap iptek nuklir, layanan
pendidikan dan pelatihan ketenaganukliran dan pusat inkubator bisnis
berbasis iptek nuklir, yang tersebar di 4 (empat) kawasan nuklir, yaitu:
a) Kawasan Nuklir Serpong
▪ Reaktor Serba Guna GA Siwabessy (RSG-GAS) berdaya 30 MW;
▪ Instalasi penyimpanan bahan bakar bekas sementara;
▪ Instalasi elemen bakar eksperimental;
▪ Instalasi pengolahan limbah radioaktif;
▪ Instalasi radiometalurgi;
▪ Instalasi litbang produksi radioisotop dan radiofarmaka;
▪ Instalasi keselamatan dan keteknikan reaktor;
▪ Instalasi perekayasaan perangkat nuklir;
▪ Instalasi spektrometri neutron; dan
▪ Iradiator Gamma Merah Putih
b) Kawasan Nuklir Pasar Jumat
▪ Balai Iradiasi yang terdiri dari
➢ 3 (tiga) unit Iradiator sinar gamma Cobalt-60 masing-masing
dengan kuat sumber yang berbeda;
➢ 2 (dua) unit Mesin Berkas Elektron (MBE), masing-masing berdaya
2 MeV/10mA dan 300 keV/50 mA;
▪ Instalasi eksplorasi dan pengolahan bahan galian nuklir;
▪ Laboratorium acuan dalam bidang keselamatan dan kesehatan radiasi;
▪ Laboratorium pendidikan dan pelatihan iptek nuklir; dan
▪ Laboratorium untuk aplikasi teknologi isotop dan radiasi dalam bidang
pangan dan pertanian serta industri;
c) Kawasan Nuklir Bandung
▪ Reaktor TRIGA Mark II berdaya 2 MW;
▪ Laboratorium senyawa bertanda; dan
▪ Laboratorium fisika dan metalurgi.
d) Kawasan Nuklir Yogyakarta
▪ Reaktor Kartini berdaya 100 kW;
▪ Laboratorium teknologi proses bahan;
▪ Instalasi akselerator; dan
▪ Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh fasilitas radiasi dan instalasi nuklir
di Indonesia saat ini adalah penuaan fasilitas. Sebagai contoh, ketiga reaktor
riset yang dimiliki Indonesia saat ini masing-masing mulai dioperasikan pada
tahun 1964 (Reaktor TRIGA Mark II, Bandung), 1979 (Reaktor Kartini,
Yogyakarta) dan 1987 (RSG-GAS), sehingga usia dari fasilitas-fasiltas tersebut
sudah mencapai lebih dari tiga dekade. Oleh karena itu, diperlukan
perencanaan strategis terkait manajemen penuaan fasilitas untuk memastikan
keamanan, keselamatan, kehandalan dan pendayagunaannya di masa yang
akan datang, termasuk perencanaan terkait proses dekomisioning reaktor.
- 17 -
Selain masalah penuaan, masalah teknologi yang mulai usang yang masih
digunakan di fasilitas radiasi dan instalasi nuklir sampai saat ini juga harus
mendapatkan perhatian tersendiri. Selain itu manajemen pengelolaan fasilitas
yang efektif dan efisien juga sangat dibutuhkan untuk memastikan
pendayagunaan fasilitas tersebut secara optimal, terutama melalui mekanisme
facility sharing maupun research collaboration.
II.2.1.3 Kompetensi dan SDM iptek nuklir
Keberlanjutan litbang iptek nuklir di Indonesia juga akan sangat
bergantung pada ketersediaan SDM yang mumpuni. Saat ini, kompetensi iptek
nuklir di Indonesia dapat dibagi menjadi enam bidang kompetensi utama yang
terdiri dari:
▪ isotop dan radiasi
▪ daur bahan bakar nuklir dan bahan maju
▪ rekayasa perangkat dan fasilitas nuklir
▪ reaktor nuklir
▪ keselamatan dan keamanan nuklir, dan
▪ manajemen
Kompetensi iptek nuklir yang unik dan spesifik tersebut diperoleh melalui
proses pendidikan formal dan pelatihan teknis khusus selama bertahun-tahun
yang melibatkan tidak hanya institusi pendidikan tetapi juga lembaga riset di
bidang nuklir, baik itu di dalam maupun di luar negeri. Dengan dukungan
jumlah SDM sebanyak lebih dari 1500 orang, kualitas dan keunggulan SDM
iptek nuklir di Indonesia telah mendapatkan pengakuan baik itu di tingkat
nasional maupun internasional, diantaranya dengan diakuinya SDM iptek
nuklir Indonesia sebagai salah satu inovator unggul Indonesia dan sebagai
tenaga ahli (expert) pada misi-misi IAEA di manca negara sebagai koordinator
penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan bersama negara lain dalam
kerangka kerja sama bilateral, regional dan internasional, sebagai peneliti
utama pada proyek-proyek penelitian yang diluncurkan IAEA, serta penunjukan
BATAN sebagai pusat kolaborasi teknis penelitian dan pengembangan dengan
IAEA untuk melayani kebutuhan pengembangan kemampuan SDM dari negara
lain (tranining, fellowship, dan scientific visit), khususnya dari negara di
Kawasan Afrika dan Asia-Pasifik, di bidang penerapan teknologi nuklir.
Akan tetapi, keberadaan dan keberlanjutan kompetensi SDM iptek nuklir
di Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan yang cukup besar, terutama
terkait dengan manajemen pengetahuan (knowledge management) akibat
adanya penyusutan jumlah SDM iptek nuklir karena laju penuaan SDM yang
lebih cepat dibandingkan laju regenerasinya. Oleh karena itu, kebijakan
manajemen SDM iptek nuklir ke depan harus diarahkan terutama untuk
meningkatkan ketersediaan jumlah SDM iptek nuklir dan meningkatkan
efisiensi proses transfer pengetahuan secara inklusif yang meliputi tidak hanya
pengetahuan yang bersifat explicit tetapi juga yang bersifat tacit.
Ketersediaan SDM iptek nuklir ahli dan terampil di Indonesia, baik itu
untuk memenuhi kebutuhan pasar saat ini maupun untuk mengantisipasi
perkembangan pasar di masa yang akan datang telah didukung oleh beberapa
lembaga pendidikan formal diantaranya:
▪ Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir
- 18 -
▪ Departemen Teknik Nuklir, seperti pada Universitas Gajah Mada
▪ Kelompok Bidang Keahlian Nuklir, seperti pada Institut Teknologi Bandung
▪ Program Studi Ilmu Kedokteran Nuklir, seperti pada Universitas Padjajaran
▪ Program Studi Fisika Medik, seperti pada Universitas Indonesia dan
Universitas Diponegoro
▪ Program Studi Onkologi Radiasi, seperti pada Universitas Indonesia
▪ Program Studi Oceanografi, seperti pada Universitas Diponegoro
II.2.1.4 Budaya keselamatan dan keamanan
Pemanfaatan iptek nuklir mensyaratkan perlunya jaminan keselamatan,
keamanan dan mutu yang tinggi baik kepada para penggunanya maupun
terhadap masyarakat dan lingkungannya. Tujuan keselamatan dan keamanan
yaitu menjamin personil, masyarakat dan lingkungan dari bahaya efek radiasi.
Disamping itu, keselamatan dan keamanan mampu menjamin pengoperasian
infrastruktur nuklir yang andal pada tingkat risiko yang dapat diterima. Budaya
keamanan dan budaya keselamatan adalah dua bagian penting dari budaya
organisasi untuk memastikan operasi fasilitas nuklir pada tingkat risiko yang
dapat diterima. Budaya keamanan dirancang untuk mengoptimalkan sistem
yang mengintegrasikan faktor manusia dan teknologi keamanan (peralatan,
perangkat keras, peraturan, dan jadwal), sehingga dapat meningkatkan kinerja
pengoperasian fasilitas nuklir. Hal tersebut hanya dapat dicapai apabila semua
kegiatan, prosedur, peralatan/komponen, personel dan aspek lainnya
dilaksanakan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan
peraturan perundangan dibidang ketenaganukliran dan standardisasi nasional
maka pembangunan dan pengoperasian instalasi/fasilitas nuklir, PLTN,
maupun peralatan/bahan nuklir harus sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan sehingga dapat beroperasi dengan selamat, aman, bermutu,
bermanfaat dan berdayaguna bagi masyarakat. Selain itu, penerapan
standardisasi juga diperlukan untuk memberikan kepercayaan bahwa suatu
produk atau jasa memenuhi persyaratan mutu tertentu dengan mengacu pada
standar nasional, internasional atau standar/persyaratan lain yang telah
ditentukan.
Budaya keselamatan dan keamanan nuklir mencakup seluruh aktivitas
yang berkaitan dengan daur bahan bakar nuklir, keselamatan radiasi pada
penggunaan radiasi pengion, dan keselamatan manajemen limbah radioaktif,
termasuk penyimpanan, pengangkutan dan pembuangannya. Budaya
keselamatan dan keamanan berlaku sejak awal produksi hingga pembuangan
akhir (from the cradle to the grave) yang melibatkan instansi terkait. Selain itu
penerapan budaya keselamatan dan keamanan nuklir menuntut adanya
peningkatan kemampuan di bidang kesiapsiagaan dan penanggulangan
kedaruratan nuklir terhadap insiden dan kecelakaan, baik yang timbul karena
bencana alam, kelalaian maupun tindakan kriminal. Hasil penerapan budaya
keselamatan dan keamanan adalah diperolehnya kondisi zero accident dan
terantisipasinya segala kemungkinan kecelakaan dalam pembangunan, serta
operasi instalasi nuklir serta tidak terjadinya tindak kejahatan/gangguan
keamanan (security breach) berupa tindak kejahatan, pencurian, pemindahan
tidak sah, dan sabotase terhadap bahan nuklir dan sumber radioaktif dan
fasilitas terkait lainnya.
- 19 -
Selain itu, kegiatan litbangjirap iptek nuklir memerlukan otoritas yang
kompeten dalam kaitannya dengan peran dan tanggung jawab masing-masing
untuk pelaksanaan sistem keamanan nuklir secara aman yang diwadahi dalam
suatu infrastruktur keamanan nasional. Infrastruktur keamanan nasional
terkait iptek nuklir diterapkan melalui sebuah mekanisme koordinasi nasional
terkait yang berfungsi untuk mengidentifikasi dan menetapkan tanggung jawab
kepada lembaga-lembaga yang mengelola sistem keamanan nuklir untuk
melakukan koordinasi dan kerjasama, dan menerapkan sistem dan tindakan
keamanan nuklir melalui infrastruktur tersebut.
II.2.1.5 Budaya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan adanya revolusi
digital, digitalisasi informasi menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat
dihindarkan. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam
dunia digital memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang sangat cepat
dan akses yang sangat luas, yang mempunyai peranan yang sangat penting
terutama sebagai pendukung (support), penggerak (enabler) dan pengubah
(transformer) kegiatan litbangjirap iptek nuklir di Indonesia.
Kemajuan teknologi informasi bisa diaplikasikan di berbagai sektor
litbangjirap iptek nuklir. Pengembangan infrastruktur TIK berupa
telekomunikasi berbasis internet protocol, dan IT security bisa diaplikasikan
untuk mengumpulkan, mengevaluasi, mengarsipkan dan menyebarluaskan
data fisika nuklir dalam penelitian nuklir dasar dan teknologi nuklir terapan.
Peningkatan konten TIK berupa data dan informasi geospatial yang berelasi
dengan nuklir dapat dimanfaatkan untuk akselerasi penelitian, pengembangan
dan pemanfaatan teknologi nuklir. Riset pengembangan piranti lunak dengan
metodologi yang sesuai juga bisa diaplikasikan agar mampu mendukung
(support), menggerakkan (enabler), dan mentransformasikan (transform)
penelitian, pengembangan, dan rekayasa iptek nuklir menjadi lebih efektif dan
efisien.
Sejalan dengan isu tematik pembangunan nasional, peran TIK juga bisa
diaplikasikan untuk menunjang penyelenggaraan litbangjirap iptek nuklir pada
bidang pangan/pertanian, kesehatan, energi, SDAL, material maju,
kemaritiman dan rekayasa dan keteknikan. Dalam bidang energi, teknologi
informasi bisa dimanfaatkan untuk manajemen konfigurasi pembangkit listrik
tenaga nuklir melalui penyediaan teknologi perangkat keras dan perangkat
lunak yang mempunyai kemampuan untuk perekaman, penyimpanan,
pengambilan, pemrosesan, dan distribusi informasi yang terkait dengan fasilitas
secara elektronik. Dalam bidang kesehatan, rekayasa dan keteknikan, teknologi
informasi bisa dimanfaatkan untuk analisa data dan visualisasi hasil dalam
bentuk yang mudah diinterpretasi oleh manusia. Untuk area litbangjirap nuklir
lainnya dapat memanfaatkan sistem komputasi kinerja tinggi, teknologi layanan
berbagi pakai (cloud computing), big data analytics, dan Internet of things (IoT).
II.2.2 Faktor lingkungan eksternal
Lingkungan eksternal merupakan faktor yang sangat penting yang harus
mendapatkan perhatian khusus dalam merumuskan kebijakan jangka panjang
terkait kegiatan litbangjirap iptek nuklir. Ketika keberdayagunaan dan
- 20 -
kebermanfaatan bagi kesejahteraan masyarakat menjadi salah satu indikator
kinerja utama dari komunitas iptek nuklir, maka komunitas iptek nuklir
dituntut untuk dapat memperkenalkan dan mengantarkan hasil kegiatan
litbangjirap-nya ke pengguna, yang merupakan komponen terbesar dan
terpenting dari faktor eksternal. Hal ini bukanlah suatu hal yang mudah karena
proses tersebut hanya akan dapat berjalan dengan optimal ketika adanya
dukungan jangka panjang dari komunitas bisnis, terutama dari segi finansial,
produksi masal, promosi, dan distribusi. Upaya untuk memperoleh dukungan
dari komunitas bisnis juga bukan merupakan hal yang mudah, karena di saat
yang sama komunitas non-nuklir juga akan berusaha untuk mendapatkan
dukungan yang serupa. Dengan adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki
oleh komunitas bisnis, maka secara prinsip ekonomi dukungan komunitas
bisnis akan cenderung diberikan kepada produk yang tidak hanya lebih
berkualitas tetapi juga memberikan keuntungan ekonomi yang lebih besar.
II.2.2.1 Pengguna
Pengguna merupakan komponen terbesar dan utama dari faktor
eksternal, karena tujuan akhir dari kegiatan litbangjirap iptek nuklir adalah
hilirisasi, sehingga iptek nuklir menjadi bermanfaat dan berdayaguna bagi
masyarakat pengguna untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas standar
hidup. Karena jumlahnya yang sangat besar dan majemuk, maka komunitas
iptek nuklir dituntut untuk dapat mengenali kondisi dan tren kebutuhan
masyarakat yang berkembang saat ini. Selain itu, antisipasi terhadap
perubahan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang juga sangat
diperlukan sehingga komunitas iptek nuklir dapat merespon dengan cepat
terhadap perubahan tersebut. Kemudian, segmentasi pasar juga penting untuk
dilakukan, terutama di tahap awal, untuk menentukan kelompok masyarakat
mana yang akan menjadi pengguna potensial dari iptek nuklir. Ketika berbicara
tentang masyarakat dalam konteksnya sebagai pasar potensial, maka aspek
ekonomi juga harus dijadikan sebagai pertimbangan utama dalam proses
hilirisasi. Oleh karena itu hasil litbangjirap iptek nuklir dituntut tidak hanya
memiliki standar mutu, kualitas dan keamanan yang baik, tetapi juga memiliki
keunggulan dari sisi ekonomi.
II.2.2.2 Komunitas Bisnis
Komunitas bisnis memiliki peranan strategis sebagai penghubung antara
dunia riset dan pengguna, karena dengan memanfaatkan jejaring mereka, hasil
litbangjirap iptek nuklir akan dapat diproduksi secara masal untuk kemudian
didistribusikan ke masyarakat pengguna melalui pasar. Akan tetapi, dengan
keterbatasan sumber daya yang dimilikinya, maka komunitas bisnis akan
dengan sendirinya melakukan seleksi terhadap produk-produk hasil riset yang
akan dilempar ke pasar berdasarkan potensi keuntungan yang akan diperoleh,
dengan prinsip profit maximization dan risk minimization. Terkait dengan hal
tersebut, komunitas iptek nuklir berkewajiban untuk memastikan bahwa
produk hasil litbangjirap iptek nuklir telah diuji dan disertifikasi sehingga sudah
memenuhi standar mutu, kualitas dan keselamatan yang baik. Selain itu, hasil
litbangjirap iptek nuklir harus dilengkapi dengan kajian tekno ekonomi yang
komprehensif dan terpercaya untuk meyakinkan komunitas bisnis mengenai
potensi komersial yang dimilikinya. Ke depan, keterlibatan komunitas bisnis
- 21 -
juga harus didorong tidak hanya pada tahap komersialisasi saja, tetapi juga
pada tahap riset.
Di samping dunia industri, komunitas bisnis juga mencakup asosiasi atau
organisasi profesi, seperti Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indonesia (PKNI) dan
Perhimpunan Onkologi Radiasi Indonesia (PORI). Walaupun organisasi profesi
merupakan suatu perkumpulan yang sifatnya tidak berorientasi pada
keuntungan, peran dari organisasi profesi dalam mengantarkan hasil
litbangjirap iptek ke masyarakat tidak dapat diabaikan. Sebagai contoh,
radioisotop dan radiofarmaka hasil litbangjirap iptek nuklir tidak akan dapat
digunakan oleh masyarakat tanpa adanya keterlibatan dan peran aktif dari
organisasi profesi dokter.
II.2.2.3 Komunitas Non Nuklir
Komunitas non nuklir dapat dianalogikan sebagai pesaing dalam arti yang
positif, walaupun dalam kenyataannya sinergi dan kolaborasi antara komunitas
iptek nuklir dan komunitas non nuklir sangat diperlukan. Akan tetapi, apabila
ditinjau dari sudut pandang yang lebih sempit, kompetisi antara kedua
komunitas tersebut merupakan hal yang tidak dapat dihindari, terutama dalam
memperebutkan dukungan komunitas bisnis dan kepercayaan serta kepuasan
masyarakat pengguna. Oleh karena itu, untuk menjaga eksistensi dan
keberlanjutan litbangjirap iptek nuklir, maka komunitas iptek nuklir dituntut
untuk berupaya secara optimal dalam menciptakan keunggulan baik itu secara
komparatif maupun kompetitif terhadap komunitas non nuklir.
II.2.2.4 Infrastruktur Finansial
Secara umum, infrastruktur finansial merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari komunitas bisnis. Aspek infrastruktur finansial perlu untuk
dibahas lebih lanjut karena sumber pendanaan dari kegiatan litbangjirap sangat
beragam, tidak hanya dari pihak swasta (komunitas bisnis) akan tetapi juga
dapat berasal dari pemerintah dan masyakarat umum (secara individu maupun
kolektif). Skema pendanaan kegiatan litbangjirap akan sangat dipengaruhi oleh
kesiapan hasil untuk dapat dihilirisasi dalam jangka pendek. Pada fase awal,
kegiatan litbangjirap akan menghadapi tentangan yang cukup besar dalam
mendapatkan dukungan pendanaan dari komunitas bisnis mengingat risiko
kegagalan pada tahap ini yang masih relatif tinggi. Namun demikian, pada saat
hasilnya sudah dianggap matang, porsi pembiayaan dari pemerintah akan mulai
berkurang, digantikan oleh dukungan pembiayaan komunitas bisnis yang
semakin dominan. Fase inovasi dan fase hilirisasi memiliki celah yang sangat
besar dan membutuhkan komitmen bersama antara pemerintah dan komunitas
bisnis melalui kolaborasi dan kemitraan dalam berbagai bentuk skema
pendanaan untuk mendukung proses inovasi melewati valley of death.
II.2.2.5 Regulasi
Teknologi nuklir harus didukung oleh regulasi yang kuat untuk mengatur
dan menjamin keselamatan dan keamanan tidak hanya bagi penggunanya
tetapi juga bagi seluruh masyarakat. Regulasi yang ada saat ini telah mampu
menciptakan suasana kondusif bagi keberlanjutan kegiatan litbangjirap iptek
nuklir di Indonesia. Hal tersebut perlu didukung dan ditindaklanjuti dengan
meningkatkan sinergi dan komitmen dari semua pihak terkait untuk
melaksanakan kebijakan yang ada. Namun, harus diakui bahwa masih ada
beberapa kebijakan yang tumpang tindih dan proses birokrasi yang terlalu
- 22 -
berbelit-belit yang malah menghambat proses hilirisasi. Oleh karena itu,
komunitas iptek nuklir dituntut untuk dapat mengidentifikasi kebijakan-
kebijakan yang bersifat kontra produktif terhadap proses hilirisasi hasil
litbangjirap iptek nuklir, lalu berupaya untuk melakukan perubahan atas
kebijakan tersebut melalui mekanisme yang berlaku.
- 23 -
BAB III
ARAH KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN IPTEK NUKLIR
P2IN merupakan instrumen kebijakan jangka menengah-panjang terkait
litbangjirap iptek nuklir dalam rangka mendorong terwujudnya industrialisasi
berbasis iptek nuklir. Dokumen ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem perencanaan pembangunan nasional, sehingga arah kebijakan yang
tertuang di dalamnya selaras dengan dokumen perencanaan pembangunan
nasional yang ada seperti RPJP, dengan beberapa penekanan dan penajaman
khususnya pada aspek yang terkait dengan litbangjirap iptek nuklir. Selain itu,
dokumen P2IN dirumuskan dengan memperhatikan kebijakan litbangjirap iptek
nuklir yang tertuang di dalam RIRN, RIPIN dan KEN, sehingga dapat menjadi
pelengkap atas dokumen perencanaan jangka panjang tematik tersebut dengan
lebih menitikberatkan pada hilirisasi dan industrialisasi litbangjirap iptek
nuklir.
Berdasarkan isu tematik pembangunan nasional, penyelenggaraan
litbangjirap iptek nuklir difokuskan pada bidang-bidang: pangan/pertanian,
kesehatan, energi, SDAL, material maju, dan kerekayasaan peralatan dan
fasilitas nuklir.
III.1 Arah kebijakan fokus bidang pangan/pertanian
Pangan dalam kerangka litbangjirap iptek nuklir adalah segala sesuatu
yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,
perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah
yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya
yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan
makanan atau minuman. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019
tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, dan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan serta Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, fokus dari kegiatan
litbangjirap iptek nuklir di bidang pangan diarahkan untuk dapat berkontribusi
dalam mewujudkan kemandirian pangan berkelanjutan berbasis iptek nuklir
untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Pemilihan fokus kegiatan
tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara
dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia dan seiring pertumbuhan
ekonomi yang cukup pesat, maka permintaan akan kebutuhan pangan juga
akan meningkat. Oleh karena itu, tantangan dan permasalahan utama bangsa
di bidang pangan adalah bagaimana menciptakan kemandirian di bidang
pangan dan meningkatkan ketahanan pangan nasional. Akan tetapi, hingga saat
ini kemandirian pangan di Indonesia masih sulit untuk diwujudkan karena
masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan utama diantaranya
rendahnya beban daya dukung lahan, semakin menyusutnya kesehatan lahan
(soil fatigue), keterbatasan jumlah benih berkualitas, perubahan iklim/anomali
iklim, prevalensi hama-penyakit tanaman yang tinggi dan pengendalian hama-
penyakit yang cenderung dilakukan secara protektif. Selain itu, jumlah petani
yang semakin berkurang disertai dengan kondisi kesejahteraan yang masih
- 24 -
relatif rendah. Permasalahan yang cukup mendasar juga masih ditemui pada
proses pasca panen dan industri olahan pangan, terutama terkait masih
tingginya kehilangan bahan pangan dan belum berkembangnya industri olahan
pangan yang berdaya saing tinggi terutama dalam menghadapi pasar global. Hal
yang juga tidak kalah penting untuk digaris bawahi adalah isu mengenai
kemandirian di bidang pangan tidak hanya terbatas pada keamanan pasokan
beras saja, tetapi juga pada bahan pangan lain yang saat ini banyak dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia. Sebagai contoh, perubahan pola konsumsi
masyarakat yang mulai bergeser ke makanan pokok berbahan dasar gandum,
seperti mie instant dan roti, telah menyebabkan semakin meningkatnya
permintaan akan gandum yang saat ini masih sangat bergantung pada pasokan
gandum impor. Kondisi serupa juga ditemukan pada beberapa pangan lokal
seperti tempe yang untuk kebutuhan produksinya juga masih sangat
bergantung pada ketersediaan kedelai impor. Untuk menjawab tantangan
tersebut, kegiatan litbangjirap iptek nuklir di bidang pangan diarahkan untuk
dapat berkontribusi terutama dalam peningkatan produksi, nilai tambah dan
daya saing pangan nasional.
Sejauh ini, iptek nuklir telah berkontribusi secara nyata di bidang
pangan/pertanian melalui kegiatan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan
varietas unggul yang mampu beradaptasi pada segala macam jenis lahan, tahan
terhadap cuaca ekstrem, lebih tahan terhadap hama dan penyakit, berumur
lebih genjah dan memiliki daya hasil serta kualitas yang lebih tinggi. Selain itu,
iptek nuklir juga telah dimanfaatkan dalam menghasilkan metode tata kelola
lahan pertanian seperti pengendalian hama melalui teknologi serangga mandul
dan penentuan dinamika nutrisi hara pada tanah dan tanaman untuk
meningkatkan efisiensi pemupukan. Untuk kegiatan pengelolaan pasca panen
dan pangan olahan, iptek nuklir telah menghasilkan metode fitosanitari dan
pengawetan bahan pangan serta berbagai SNI di bidang pangan iradiasi.
Sementara itu, untuk meningkatkan produktivitas di bidang peternakan, iptek
nuklir telah menghasilkan berbagai formula pakan ternak berupa suplemen,
konsentrat dan probiotik serta RIA kit untuk deteksi hormon reproduksi ternak
ruminansia.
Merujuk pada literatur ilmiah yang ada saat ini dan perkiraan mengenai
tren kegiatan litbangjirap iptek nuklir di jangka menengah dan panjang,
kegiatan litbangjirap iptek nuklir di bidang pangan/pertanian, secara umum
dapat dibagi menjadi dua fokus kegiatan utama, yaitu: (1) pengembangan
metode iradiasi dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator, yang
difokuskan untuk pemuliaan tanaman pangan, pengendalian hama, pembuatan
vaksin ternak, pengelolaan pascapanen dan industri pangan olahan; dan (2)
pengembangan metode perunutan dengan menggunakan isotop, yang
difokuskan untuk penentuan efisiensi pemupukan tanaman dan pembuatan
formula pakan ternak yang tepat.
Pemanfaatan hasil litbangjirap iptek nuklir di bidang pangan/pertanian
diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kontribusi
iptek nuklir dalam mewujudkan kemandirian pangan untuk mendukung
ketahanan pangan nasional melalui pemanfaatan berbagai varietas unggul hasil
mutasi radiasi tanaman pangan didukung oleh tata kelola lahan pertanian dan
pengendalian hama dan penyakit yang baik. Selain itu, kegiatan litbangjirap
- 25 -
iptek nuklir diharapkan dapat memberikan dampak positif pada peningkatkan
produktivitas dan populasi ternak ruminansia melalui pemanfaatan pakan
unggul ternak dan dukungan teknologi reproduksi dan kesehatan yang baik,
yang pada akhirnya akan mendorong peningkatkan kontribusi penyediaan
asupan protein dan gizi bahan pangan. Hasil litbangjirap iptek nuklir bidang
pangan berupaya untuk mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan
diversivikasi pangan guna menunjang penguatan ketahanan pangan dalam
rangka menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan pada tahun 2045.
Apabila ditinjau dari aspek ekonomi terutama di jangka menengah-panjang,
hilirisasi hasil litbangjirap iptek nuklir di bidang pangan tentu akan berdampak
pada peningkatan kesejahteraan petani dan UKM.
Dengan memperhatikan lingkungan strategis yang ada dan tantangan
utama yang akan dihadapi dalam pelaksanaan litbangjirap iptek nuklir di
bidang pangan/pertanian, maka diperlukan langkah-langkah strategis yang
berkesinambungan mulai dari jangka pendek, menengah, maupun panjang
sebagai berikut:
▪ Fase I (2020-2030):
➢ Memperluas cakupan kegiatan, tidak hanya pada pemuliaan varietas
unggul baru (VUB) padi yang berorientasi pada produktivitas dan masa
tanam yang pendek (genjah), akan tetapi juga pada pengembangan VUB
padi fungsional untuk mengantisipasi meningkatnya kebutuhan padi
dengan indkes glikemik rendah dan kaya mikronutrisi di masa yang akan
datang.
➢ Melakukan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan VUB kedelai tahan
cekaman biotik dan abiotik untuk menunjang peningkatan produksi
kedelai nasional dan mengurangi ketergantungan industri pangan
nasional terhadap kedelai impor.
➢ Melakukan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan VUB sorgum yang
memiliki sifat tahan pada kondisi kering sebagai antisipasi terhadap
perubahan pola konsumsi makanan dan diversifikasi pangan sehat di
masa yang akan datang.
➢ Mempertimbangkan pemanfaatan aplikasi isotop dan radiasi untuk
pemuliaan tanaman industri seperti tanaman jati dan kelapa sawit, dalam
rangka meningkatkan daya saing dan nilai tambah sektor perkebunan.
➢ Mendukung pengembangan bibit ternak ruminansia dan unggas melalui
perbaikan formula pakan ternak unggul.
➢ Mengembangkan metode budidaya berbasis karakteristik lahan dan
berkelanjutan untuk tanaman pangan varietas unggul BATAN.
➢ Melakukan kajian aplikasi fitosanitari radiasi dalam rangka
meningkatkan ekspor buah-buahan lokal ke manca negara.
➢ Meningkatkan jaminan keselamatan, keamanan dan kesehatan layanan
iradiasi pangan UKM melalui penetapan SNI pangan iradiasi.
➢ Menyiapkan peta jalan kebutuhan tenaga ahli dan terampil di aplikasi
isotop dan radiasi dan memastikan memastikan pemenuhan jumlah dan
peningkatan kompetensinya.
➢ Mempertahankan status IAEA Collaborating Center for Plant Mutation
Breeding untuk wilayah Asia-Pacific dan Afrika.
- 26 -
▪ Fase II (2031-2040):
➢ Menyusun strategi untuk meningkatkan pendayagunaan VUB padi dan
kedelai yang mampu berkontribusi secara signifikan dalam pengadaan
benih nasional.
➢ Menyusun strategi untuk meningkatkan penerapan sistem pertanian
berkelanjutan melalui: pemanfaatan metode pengelolaan tanah berbasis
karakteristik lahan yang telah dijustifikasi oleh teknik isotop dan
pemangku kepentingan setempat serta pengembangan pakan ternak
ramah lingkungan untuk mendukung pengadaan bibit ternak ruminansia
dan unggas nasional.
➢ Meningkatkan utilisasi iradiator fitosanitari dan IGMP dengan kapasitas
terpasang secara signifikan dan unggul dalam rangka melayani iradiasi
produk industri pangan yang berorientasi ekspor.
➢ Melakukan kajian terkait potensi pemanfaatan pesawat sinar X sebagai
pelengkap sumber radiasi pengion berbasis nuklida untuk pemuliaan
varietas tanaman.
➢ Meningkatkan kapasitas dan kepakaran SDM iptek nuklir di bidang
aplikasi isotop dan radiasi untuk pengembangan sistem pertanian
berkelanjutan.
➢ Menyusun strategi untuk memperluas status IAEA Collaborating Center
for Plant Mutation Breeding menjadi IAEA Collaborating Center for
Agriculture.
▪ Fase III (2041-2045):
➢ Menyusun strategi lanjutan untuk meningkatkan pendayagunaan: VUB
padi dan kedelai yang mampu berkontribusi dalam pengadaan benih
nasional sekurang-kurangnya 5%.
➢ Menyusun strategi lanjutan untuk meningkatkan penerapan sistem
pertanian berkelanjutan sehingga dapat berkontribusi dalam:
meningkatkan produktivitas lahan berkarakteristik spesifik (sub-optimal)
melalui peningkatan indikator kualitas lahan dan pemanfaatan formula
pakan unggul untuk mendukung peningkatan secara signifikan bibit
ternak ruminansia dan unggas nasional.
➢ Meningkatkan pemanfaatan iradiator fitosanitari dengan kapasitas
terpasang secara sangat signifikan untuk mendorong lebih lanjut
peningkatan ekspor buah-buahan lokal unggul.
➢ Melakukan kajian terkait teknologi produksi isotop untuk aplikasi di
bidang pertanian.
III.2 Arah kebijakan fokus bidang kesehatan
Kesehatan dalam kerangka litbang iptek nuklir adalah keadaan bebas
penyakit secara fisik dan psikis yang dapat diwujudkan melalui pengembangan
teknik nuklir kedokteran yang meliputi deteksi dini untuk penunjang diagnostik
dan terapi penyakit berbasis iptek nuklir. Merujuk pada Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Permenkes 1010 tahun 2008 tentang
registrasi obat, Permenkes Nomor 43 tahun 2013 tentang Cara Penyelenggaraan
Laboratorium Klinik yang Baik dan Permenkes Nomor 008 Tahun 2009 tentang
- 27 -
Pelayanan Kedokteran Nuklir, fokus dari kegiatan litbangjirap iptek nuklir di
bidang kesehatan diarahkan untuk dapat berkontribusi dalam mewujudkan
kemandirian teknik nuklir kedokteran untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat. Pemilihan tema tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa
prevalensi penyakit infeksi, metabolik, kanker dan degeneratif di Indonesia terus
meningkat, seiring dengan penurunan kualitas lingkungan hidup dan gaya
hidup yang kurang sehat, akibat pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang
cukup pesat. Kedokteran nuklir memiliki potensi yang sangat besar karena
memiliki keunggulan dalam akurasi dan metode diagnostik fisiologik dan
patofisiologik pada skala seluler dan metabolik sel menggunakan radiasi sumber
terbuka (unseald source) yang bersifat non-invasive. Tantangan utama yang
dihadapi oleh kedokteran nuklir di Indonesia adalah menjaga keberlangsungan
produksi radioisotop dan radiofarmaka, untuk mengurangi ketergantungan
impor produk obat, utamanya radioisotop dan radiofarmaka, dan berbagai alat
kesehatan berbasis iptek nuklir. Di sisi lain, Indonesia memiliki dukungan
kapasitas dan kapabilitas yang handal di bidang teknologi iptek nuklir dalam
membuat radioisotop, radiofarmaka, dan alat kesehatan berbasis iptek nuklir
secara mandiri dengan harga yang lebih terjangkau.
Selain berbagai permasalahan penyakit tersebut diatas, kecukupan gizi
masih menjadi permasalahan serius sampai saat ini. Satu dari tiga bayi yang
lahir di Indonesia memiliki perawakan pendek (stunting) yang merupakan
kondisi gagal pertumbuhan pada anak akibat kekurangan gizi. Tingginya
prevalensi stunting pada anak yang dapat berdampak pada keterlambatan
dalam berpikir, perlu segera diatasi agar bonus demografi yang ditandai dengan
besarnya proporsi usia produktif dapat maksimal dicapai oleh bangsa Indonesia.
Meskipun nilai prevalensi stunting tahun 2019 telah menurun signifikan
menjadi 27,7%, namun angka tersebut masih lebih tinggi dari batasan yang
ditetapkan WHO yaitu 20%. Pemerintah telah menetapkan target penurunan
angka stunting menjadi 19% pada tahun 2024. Oleh karena itu penguatan
sinergitas multi sektor sangat diperlukan, agar diperoleh strategi yang tepat
untuk merealisasikan target tersebut.
Modalitas kedokteran nuklir untuk diagnostik khususnya peralatan
kamera gamma SPECT (single photon emission computed tomography), PET
(positron emission tomography) dan kamera hibrida multifungsi serta
radiofarmakanya seyogyanya bersinergi dengan modalitas diagnostik anatomik
standar menggunakan peralatan radiologi misalnya sinar-X, CT-Scan,
mamografi, fluoroscopy, MRI (magnetic resonance imaging), dan sebagainya.
Teknik nuklir disamping untuk diagnostik faali maupun morfologi juga turut
berperan untuk tindakan terapi radiasi interna maupun eksterna baik sebagai
tindakan kuratif (pengobatan) maupun paliatif (mengurangi keluhan)
khususnya untuk penyakit kanker. Terapi radiasi interna yang sudah dilakukan
pada saat ini menggunakan radiofarmaka yang ditandai dengan radiosiotop
pemancar partikel alfa (Ra-223) dan pemancar beta (Y-90, I-131, Sm-153, Re-
186, Re-188, Ho-166, Sr-89, Lu-177, P-32), BNCT (boron neutron capture
therapy), dan sebagainya. Adapun terapi radiasi eksterna dilakukan dengan
metode brakiterapi maupun teleterapi menggunakan pesawat sinar x, sinar
gamma (mesin cobalt, gamma knife), mesin LINAC, tomoterapi, terapi ion beam
dan sebagainya.
Saat ini, iptek nuklir di Indonesia telah banyak dimanfaatkan di bidang
kesehatan untuk diagnostik fisiologi berbagai macam penyakit secara in vivo
dan in vitro. Teknik diagnostik secara in vivo dapat dilaksanakan melalui teknik
- 28 -
non pencitraan, menggunakan renograf dan tiroid uptake, dan pencitraan,
menggunakan kamera gamma, kamera gamma/CT, PET, PET/CT dan PET/MRI.
Sementara teknik in vitro untuk deteksi kelainan genetik dapat dilakukan
dengan radioisotop menggunakan peralatan gamma counter (radioisotop I-125)
dan PCR (polymerase chain reaction) menggunakan radioisotop P-32. Untuk
diagnostik anatomi, telah lama diaplikasikan dengan menggunakan pesawat
sinar x (konvensional, digital, fluoroskopi, mammografi, termasuk dimanfaatkan
oleh bidang kardiologi untuk kateterisasi dan dibidang bedah urologi untuk
pemantauan ESWL/extracorporeal shock wave litotripsy). Selain itu, iptek nuklir
di bidang kesehatan juga telah dimanfaatkan untuk keperluan terapi radiasi
interna (terapi tertarget, molekuler terapi dan teragnostik), dan terapi radiasi
eksterna, seperti brakiterapi dan teleterapi. Terkait dengan permasalahan
tumbuh kembang anak, yang saat ini tengah menjadi perhatian pemerintah,
iptek nuklir dapat berkontribusi dalam deteksi hormonal, anemia, dan infeksi
dengan menggunakan metode RIA dan IRMA. Selain itu, iptek nuklir juga dapat
mendeteksi zat gizi secara kuantitatif dan akurat dengan menggunakan teknik
analisis nuklir dan isotop stabil.
Merujuk pada literatur ilmiah yang ada saat ini dan perkiraan mengenai
tren kegiatan litbangjirap iptek nuklir di jangka menengah dan panjang,
kegiatan litbangjirap iptek nuklir di bidang kesehatan, secara umum dapat
dibagi menjadi tiga kegiatan besar, yang meliputi: (1) pengembangan radioisotop
dan radiofarmaka untuk diagnosis dan terapi radiasi; (2) pengembangan dan
pemanfaatan alat kesehatan berbasis iptek nuklir dan aplikasi metode
diagnostik menggunakan radioisotop dan radiofarmaka secara in vivo dan in
vitro serta terapi radiasi interna dan eksterna; (3) pendayagunaan teknik analisis
nuklir dan isotop stabil untuk kuantifikasi zat gizi mikro, bioavailabilitas, dan
pengembangan gizi seimbang berbasis pada kearifan lokal dengan
mempertimbangkan pengaruh faktor lingkungan. Penerapan teknik nuklir
kedokteran akan berdampak positif dalam memberikan gambaran mengenai
kelainan atau penyakit secara dini dan akurat yang akan menentukan
prognosis, efektivitas dan efisiensi pengobatannya lebih lanjut. Kemudian,
terkait permasalahan stunting, iptek nuklir akan berkontribusi dalam
menyediakan data kuantitatif terkait asupan zat gizi, bioavailabilitas dan gizi
seimbang yang sangat dibutuhkan untuk menentukan strategi yang efektif
berbasis kearifan lokal dalam menurunkan prevalensi stunting.
Dengan memperhatikan lingkungan strategis yang ada dan tantangan
utama yang akan dihadapi dalam pelaksanaan litbangjirap iptek nuklir di
bidang kesehatan, maka diperlukan langkah-langkah strategis yang
berkesinambungan mulai dari jangka pendek, menengah, maupun panjang
sebagai berikut:
▪ Fase I (2020-2030):
➢ Memastikan ketersediaan radioisotop, radiofarmaka dan alat kesehatan
yang dibutuhkan oleh pasien/pengguna di rumah sakit dalam rangka
mengurangi pemakaian produk impor.
➢ Menerapkan metode isotop stabil untuk mempelajari karakteristik zat gizi
mikro dan kontaminan pada bahan pangan berdasarkan asupan anak
baduta di prevalensi stunting, asupan zat gizi dan kuantitas air susu ibu
(ASI).
- 29 -
➢ Melakukan kajian terhadap regulasi/kebijakan terkait aplikasi teknik
nuklir dalam pelayanan kesehatan sehingga dapat mempercepat dan
mempermudah pemanfaatannya.
➢ Menyiapkan peta jalan kebutuhan tenaga ahli dan terampil di bidang
teknik nuklir kedokteran selama 25 tahun ke depan dan memastikan
pemenuhan jumlah dan peningkatan kompetensinya.
➢ Mendorong penyediaan fasilitas produksi radioisotop (siklotron dan
reaktor serta fasilitas pendukungnya) dan dukungan alkes berbasis tenik
nuklir di beberapa RS khususnya di luar Pulau Jawa.
▪ Fase II (2031-2040):
➢ Menyiapkan infrastruktur yang diperlukan untuk pembangunan klinik
utama sebagai sarana utama untuk meningkatkan produktivitas
litbangjirap teknik nuklir kedokteran.
➢ Menyiapkan strategi pemasaran yang efektif untuk meningkatkan pangsa
pasar produk radioisotop dan radiofarmaka serta alat kesehatan berbasis
teknik nuklir buatan dalam negeri di pasar domestik.
➢ Mengembangkan berbagai jenis produk gizi seimbang berbasis pangan
lokal berdasarkan hasil analisis gap nutrisi dalam penurunan stunting.
➢ Menyiapkan strategi untuk mendorong bertambahnya jumlah rumah
sakit yang memiliki fasilitas kedokteran nuklir.
➢ Memastikan ketersediaan tenaga ahli dan terampil tersertifikasi dalam
jumlah yang memadai di rumah sakit yang memiliki fasilitas pelayanan
teknik nuklir kedokteran.
➢ Mendorong tersedianya peralatan siklotron dalam jumlah memadai untuk
memproduksi radioisotop pemancar positron.
▪ Fase III (2041-2045):
➢ Menyiapkan strategi untuk memperluas pangsa pasar produk radioisotop
dan radiofarmaka serta alat kesehatan berbasis teknik nuklir buatan
dalam negeri tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik tetapi
juga untuk ekspor.
➢ Meningkatkan pendayagunaan produk gizi seimbang berbasis kearifan
lokal sebagai upaya untuk penurunan stunting.
➢ Memastikan ketersediaan tenaga ahli dan terampil tersertifikasi
internasional dalam jumlah yang memadai di rumah sakit yang memiliki
fasilitas pelayanan teknik nuklir kedokteran.
III.3 Arah kebijakan fokus bidang energi
Energi dalam kerangka litbang iptek nuklir adalah sistem energi nuklir
yang mencakup infrastruktur energi nuklir, dan semua fasilitas nuklir mulai
dari penambangan bahan bakar nuklir, pembangkit listrik tenaga nuklir,
pengelolaan dan penyimpanan limbah radioaktif. Pemanfaatan energi nuklir ini
lebih spesifik untuk menghasilkan listrik yang dapat berasal dari reaksi fisi
(pembelahan inti atom), reaksi fusi (penggabungan inti atom) atau melalui
proses terjadinya reaksi peluruhan bahan radioaktif (radioactive decay) yang
dikenal dengan baterai nuklir. Sampai saat ini, pemanfaatan energi nuklir yang
telah teruji dan terus dikembangkan adalah dengan menggunakan reaksi fisi,
- 30 -
sementara pemanfaatan energi dari reaksi fusi dan baterai nuklir masih terbatas
dalam tahap penelitian dan pengembangan. Seiring dengan kebijakan
pemerintah dalam pengembangan jenis pembangkit listrik yang berbasis pada
sumber daya yang tersedia, maka potensi pemanfaatan bahan bakar nuklir
perlu diidentifikasi dan dikembangkan secara komprehensif. Penelitian,
pengembangan, pengkajian dan penerapan daur bahan bakar nuklir tidak
terbatas pada bahan bakar uranium saja, tetapi juga bahan bakar nuklir
lainnya, seperti thorium.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Energi,
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional
(KEN), dan Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum
Energi Nasional, fokus dari kegiatan litbangjirap iptek nuklir di bidang energi
adalah untuk mewujudkan kontribusi energi nuklir dalam bauran energi
nasional untuk mendukung ketahanan dan kemandirian energi. Ketahanan
energi mencerminkan kondisi terjaminnya ketersediaan energi yang handal dan
akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan
hidup. Sementara itu kemandirian energi diimplementasikan dalam
pengembangan kemampuan teknologi, industri dan jasa energi dalam negeri
yang diikuti dengan peningkatan SDM.
KEN mengamanatkan bahwa target bauran energi baru dan terbarukan
sebesar 23% pada tahun 2025, dan meningkat menjadi 31% pada tahun 2050.
Kondisi pasokan energi nasional saat ini masih didominasi oleh sumber daya
energi fosil, yakni sebesar 94%. Kondisi pasokan energi yang demikian
menunjukkan ketahanan energi yang rapuh, mengingat bahwa cadangan energi
fosil semakin menipis dan dalam jangka waktu yang tidak lama, jika tidak
ditemukan sumber energi baru, akan segera habis. Kebijakan diversifikasi
penyediaan energi perlu terus didorong dan digalakkan agar nantinya tidak ada
kesenjangan dalam pemenuhan permintaan energi. Di samping itu, pemenuhan
kebutuhan energi nasional juga harus dilakukan dengan tetap memperhatikan
aspek lingkungan, karena sektor energi, baik pada sisi konsumsi maupun
produksi, berkorelasi erat dengan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK).
Gambar 4 menunjukkan emisi GRK yang dihasilkan dari berbagai jenis sumber
Gambar 4. Intensitas emisi rata-rata GRK untuk berbagai jenis sumber energi
- 31 -
energi. Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa energi nuklir, air dan angin
adalah kelompok energi yang sangat kecil atau hampir tidak menghasilkan emisi
GRK. Oleh karena itu, pembangunan PLTN akan mendukung pemenuhan
komitmen pemerintah Indonesia dalam memenuhi target emisi GRK yang
dijanjikan pada komunitas internasional, yakni untuk secara sukarela
mengurangi emisi GRK sebesar 29% dengan upaya sendiri atau mencapai 41%
dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Selain dapat berkontribusi
pada penurunan emisi GRK, pembangunan PLTN juga akan berkontribusi
secara signifikan pada pemenuhan target bauran energi baru dan terbarukan
sebesar 31%, yang akan sangat sulit untuk bisa dicapai apabila hanya
mengandalkan kontribusi dari tenaga air, angin, panas bumi dan matahari saja.
Teknologi PLTN berkembang pesat dengan mempertimbangkan
pengalaman operasinya, baik yang berkapasitas daya besar maupun kecil.
Gambar 5. menunjukkan perkembangan teknologi PLTN hingga saat ini. PLTN
Generasi I dikembangkan hingga tahun 1960-an yang bertujuan untuk
membuktikan bahwa energi nuklir dapat dimanfaatkan dengan baik untuk
tujuan damai. PLTN generasi II, merupakan acuan PLTN komersial hingga akhir
tahun 1990-an. PLTN generasi III merupakan teknologi generasi maju
(advanced) yang dikembangkan pada akhir tahun 1990 dan berkembang
menjadi Generasi III+ dengan penerapan sistem keselamatan pasif, yang banyak
dibangun dan mulai beroperasi saat ini. Saat ini pengembangan teknologi PLTN
telah memasuki Generasi IV, yang merupakan pengembangan inovatif dari PLTN
generasi sebelumnya. Sasaran pengembangan generasi IV adalah untuk
peningkatan keunggulan ekonomi, keselamatan dan keandalan, resistensi
Gambar 5. Perkembangan Teknologi PLTN
proliferasi dan proteksi fisik, serta teknologi yang mengarah pada pengurangan
limbah yang dihasilkan. Perkembangan teknologi ini perlu diantisipasi dengan
kegiatan litbangjirap dan penyiapan infrastrukturnya.
Terkait dengan program PLTN di Indonesia, sejauh ini kegiatan persiapan
pembangunan PLTN telah dilaksanakan untuk memastikan kesiapan
infrastruktur pada setiap tahapan proyek pembangunan PLTN, yang mencakup
19 aspek1, termasuk kesiapan SDM. Kegiatan tersebut mengacu pada pedoman
IAEA tentang penyiapan infrastruktur nasional energi nuklir yang dalam
- Lebih murah - Lebih murah dan lebih andal - Tingkat keselamatan tinggi - Lebih sedikit limbah - Resistensi proliferasi dan
proteksi fisik
- 32 -
prosesnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan sesuai tugas dan
kewenangan masing-masing. Penilaian IAEA menunjukkan bahwa Indonesia
telah melakukan persiapan yang luas pada sebagian besar aspek infrastruktur
yang memungkinkan untuk lebih mempertimbangkan pemanfaatan energi
nuklir, dan dapat melangkah pada persiapan untuk fase pelaksanaan
konstruksi.
Pengalaman mengoperasikan dan merawat 3 (tiga) reaktor penelitan yang
telah dipunyai selama lebih dari 50 (lima puluh) tahun menunjukkan kesiapan
SDM Indonesia. Kesiapan SDM ini juga didukung dengan pengalaman industri
pembangkitan listrik nasional yang mampu mengelola pembangkit konvensional
berdaya besar, dan penggalangan kerja sama dengan perusahaan luar yang
telah berpengalaman dalam membangun dan mengoperasikan PLTN. Disamping
itu Indonesia telah memiliki pengalaman praktis dalam memperoleh izin tapak
dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang direview dan diakui oleh
IAEA, yakni izin tapak untuk pembangunan Reaktor Daya Eksperimental (RDE)
yang merupakan reaktor daya non-komersial. Setelah izin tapak RDE diperoleh,
peningkatan kapasitas SDM dilalui dengan pengalaman melaksanakan desain
dasar (basic design) dan desain rinci (detail design) RDE yang berbasis pada tipe
reaktor bersuhu tinggi High Temperature Gas Cooled Reactor (HTGR). Rangkaian
pengalaman ini menambah kesiapan menyongsong datangnya era PLTN.
Berdasarkan uraian di atas, kebijakan terkait litbangjirap iptek nuklir di
bidang energi terus diarahkan untuk mempersiapkan, mengembangkan dan
menguasai teknologi yang terkait dengan seluruh siklus bahan bakar nuklir
serta menyiapkan infrastruktur pembangunan PLTN bersama pemangku
kepentingan lainnya. Merujuk pada literatur dan perkembangan teknologi,
kegiatan litbangjirap iptek nuklir di bidang energi, secara umum terdiri dari: (1)
penyiapan infrastruktur pembangunan PLTN sesuai pedoman IAEA1, (2)
litbangjirap teknologi daur bahan bakar nuklir, mulai dari kegiatan
penambangan bahan galian nuklir hingga pengelolaan dan penyimpanan limbah
radioaktif, dan (3) litbangjirap teknologi PLTN, mulai dari desain konsep hingga
desain rinci, baik generasi teknologi yang telah digunakan maupun generasi
teknologi maju yang sedang dikembangkan.
Kegiatan litbangjirap teknologi daur bahan bakar nuklir akan menjamin
keberlanjutan program PLTN dan mengurangi ketergantungan dari negara
pemasok teknologi, terutama dalam penyiapan bahan bakar nuklir dan
pengelolaan limbah radioaktif yang dihasilkan. Sementara itu kegiatan
litbangjirap teknologi PLTN akan memberikan dampak secara langsung pada
peningkatan kemampuan dan kemandirian dalam pembangunan PLTN secara
bertahap, mulai dari desain dan rancang bangun, pabrikasi komponen dan
proses pembangunannya oleh pihak industri nasional. Secara keseluruhan,
pembangunan PLTN akan mendorong proses industrialisasi dan tumbuhnya
ekonomi nasional, serta memperkuat ketahanan, kemandirian dan kedaulatan
bangsa di bidang energi, dengan tetap mempertimbangkan kelestarian
lingkungan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan. PLTN merupakan
teknologi bersih yang tidak menghasilkan gas rumah kaca pada tahap
operasinya, sehingga dapat menjaga kelestarian lingkungan dan memberikan
sumbangsih dalam memenuhi komitmen Indonesia di dunia internasional
untuk mengurangi emisi CO2 pada waktu yang ditargetkan.
- 33 -
Tantangan utama dari pembangunan PLTN adalah belum dijadikannya
PLTN sebagai prioritas dalam bauran energi nasional. Salah satu pertimbangan
yang mendasarinya adalah masih tersedianya alternatif pembangkit energi
listrik berbahan bakar fosil, khususnya batu bara, dengan harga yang lebih
ekonomis. Namun begitu, mengingat ketersediaan sumber dayanya yang
semakin menipis dan daya dukung lingkungan yang akhir-akhir ini terbukti
semakin berkurang, maka PLTN sebagai teknologi pembangkitan yang bersih,
perlu segera diimplementasikan sebagai bagian dari bauran energi nasional,
baik yang berkapasitas daya besar maupun kecil dengan memperhatikan
perkembangan teknologinya. PLTN merupakan opsi yang tepat dalam
menyediakan kebutuhan energi listrik nasional secara masif dan stabil untuk
menunjang proses industrialisasi secara berkelanjutan dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan.
Dengan memperhatikan lingkungan strategis yang ada dan tantangan
utama yang akan dihadapi dalam pelaksanaan litbangjirap iptek nuklir di
bidang energi, maka diperlukan langkah-langkah strategis yang
berkesinambungan mulai dari jangka pendek, menengah, maupun panjang
sebagai berikut:
▪ Fase I (2020-2030):
➢ Pembangunan PLTN
▪ Memperkuat kerjasama dengan pelaku industri bidang energi.
▪ Menyelesaikan studi kelayakan PLTN di lokasi yang ditetapkan sesuai
pedoman IAEA.
▪ Mendorong terbentuknya organisasi dengan kewenangan kuat yang
melaksanakan fungsi penyiapan infrastruktur Pembangunan PLTN.
▪ Mendorong penyelesaian revisi Undang-Undang Ketenaganukliran.
▪ Menyusun strategi diseminasi yang efektif untuk meningkatkan
penerimaan dan persetujuan pemangku kepentingan terhadap PLTN.
▪ Melakukan pendekatan yang intensif kepada para pemangku
kepentingan agar program PLTN dapat dimasukan di dalam RUPTL,
RPJMD, RUED dan RTRW.
▪ Memberikan masukan teknis ke pemerintah mengenai manfaat dan
peran strategis PLTN sehingga dapat diperoleh pernyataan go nuclear
dari pemerintah sebagai lampu hijau untuk pembangunan PLTN
pertama di Indonesia.
▪ Melakukan kajian teknologi PLTN yang paling sesuai dibangun di
Indonesia.
➢ Peningkatan kapasitas SDM
▪ Menyiapkan peta jalan kebutuhan tenaga ahli dan terampil dengan
kompetensi terkait PLTN selama 25 tahun ke depan dan memastikan
pemenuhan jumlah dan peningkatan kompetensinya, terutama untuk
mendukung pembangunan PLTN pertama di Indonesia.
▪ Membangun perangkat kritis atau simulator untuk verifikasi hasil
perhitungan sesuai dengan jenis PLTN yang direncanakan dibangun di
Indonesia.
➢ Penguasaan Teknologi Bahan Bakar Nuklir
▪ Menyelesaikan pemetaan potensi bahan galian nuklir di Indonesia.
- 34 -
▪ Menyelesaikan studi kelayakan pabrik bahan bakar nuklir, yellow cake
(U3O8) dan desain pabrik yellow cake beserta analisis keselamatan dan
proteksi fisiknya.
▪ Meningkatkan kemampuan fasilitas proses fabrikasi bahan bakar
nuklir.
▪ Menyelesaikan studi kelayakan prabrik bahan bakar nuklir, termasuk
mempertimbangkan tahapan pengayaan uranium yang dilakukan
bekerja sama dengan negara lain.
➢ Penguasaan Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif
▪ Meningkatkan penguasaan teknologi pengelolan limbah radioaktif
dengan mempertimbahkan pilihan teknologi dan perkembangannya.
➢ Penguasaan Teknologi Baterai Nuklir
▪ Melakukan kajian potensi dan kelayakan pengembangan dan
pemanfaatan baterai nuklir di Indonesia.
▪ Fase II (2031-2040):
➢ Memberikan dukungan teknis dalam meningkatkan kontribusi energi
nuklir pada bauran energi nasional sehingga mencapai setidaknya 2 GWe.
➢ Meningkatkan penguasaan teknologi PLTN PWR.
➢ Melanjutkan kajian teknologi PLTN generasi IV yang sesuai dengan
kebutuhan daerah dan industri di Indonesia.
➢ Meningkatkan penguasaan teknologi daur bahan bakar nuklir dan
pengelolaan limbah radioaktif.
➢ Melanjutkan pengembangan baterai nuklir di Indonesia berdasarkan
kajian kelayakan sebelumnya.
➢ Memperkuat kerja sama dengan pelaku industri bidang energi.
▪ Fase III (2041-2045):
➢ Memberikan dukungan teknis dalam meningkatkan kontribusi energi
nuklir pada bauran energi nasional sehingga mencapai setidaknya 6 GWe.
➢ Mengembangkan teknologi PLTN PWR standar Indonesia.
➢ Mengembangkan teknologi PLTN generasi IV standar Indonesia.
➢ Meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal dalam fabrikasi bahan
bakar nuklir dan pengelolaan limbah radioaktif.
➢ Memberikan dukungan teknis dan penyediaan teknologi yang dapat
mendorong tumbuhnya industri PLTN di Indonesia.
III.4 Arah kebijakan fokus bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Sumber daya alam dalam kerangka litbangjirap iptek nuklir adalah
sesuatu yang ada di alam yang terkait dengan mineral radioaktif yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia.
Sementara itu, lingkungan didefinisikan sebagai segala sesuatu di sekitar
manusia yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aktifitas manusia yang
dapat diintervensi (dipantau, dijaga, dilestarikan dan diperbaiki) dengan
litbangjirap iptek nuklir. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997
tentang Ketenaganukliran, peraturan tentang pertambangan Mineral dan
Batubara (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, PP Nomor 1 Tahun 2017 dan
Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018) dan Undang-Undang Nomor 32 tahun
- 35 -
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka fokus
dari kegiatan litbangjirap iptek nuklir di bidang sumber daya alam dan
lingkungan (SDAL) diarahkan untuk dapat mendorong tumbuhnya kemandirian
dalam pengelolaan mineral radioaktif, pencegahan potensi bahaya radiasi dan
pelestarian lingkungan melalui pemanfaatan iptek nuklir. Pemilihan fokus
tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber
daya mineral radioaktif yang cukup melimpah, tetapi pemanfaatannya masih
belum optimal. Ada dua hal yang menjadi tantangan utama dalam pemanfaatan
sumber daya mineral radioaktif, yang pertama terkait dengan belum
terbentuknya pasar potensial yang akan menggunakan bahan mineral
radioaktif; yang kedua riset untuk pemurnian bahan mineral radioaktif untuk
menjadi bahan industrial grade masih dalam tahap awal padahal pasar
potensialnya cukup besar. Di sisi lain, pemanfaatan sumberdaya alam yang
berlebihan telah mengakibatkan peningkatan laju kerusakan/degradasi alam
yang menimbulkan berbagai dampak lingkungan. Untuk itu diperlukan upaya
agar pengelolaan sumber daya alam mempertimbangkan keseimbangan antara
pemanfaatan dan kelestariannya. Berbagai permasalahan pencemaran
lingkungan, baik radioaktif dan non radioaktif belum mendapat perhatian serius
sehingga dampak yang terjadi tidak dapat diantisipasi secara cepat. Terkait
dengan hal tersebut, iptek nuklir memiliki peran yang besar dalam
mengidentifikasi lebih dini dan akurat kemungkinan terjadinya pencemaran
lingkungan.
Kegiatan utama bidang SDAL diprioritaskan pada peningkatan
pemanfaatan sumber daya mineral radioaktif lokal dan pengembangan iptek
nuklir untuk menjaga kelestarian lingkungan. Adapun fokus kebijakan
litbangjirap iptek nuklir di bidang SDAL diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan dalam pengolahan sumber daya alam lokal agar dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa Indonesia dengan
tetap memperhatikan dan menjaga kelestarian lingkungan. Hasil riset BATAN
yang telah dilakukan di beberapa lokasi terpilih di Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi, menunjukkan potensi sumberdaya uranium di Indonesia mencapai
lebih dari 80.000 ton dan thorium lebih dari 140.000 ton. Diperkirakan potensi
sumber daya ini akan bertambah secara signifikan jika lokasi cakupan wilayah
eksplorasi diperluas. Potensi SDA ini akan menjadi kunci utama bagi Indonesia
dalam memanfaatkan secara optimal bahan nuklir tersebut. Berbagai
kemampuan teknis yang juga telah dibangun diantaranya mencakup
penguasaan teknologi eksplorasi, penambangan, pemurnian, fabrikasi serta
pengolahan dan penyimpanan bahan bakar nuklir, akan sangat diperlukan
dalam penyiapan pembangunan PLTN di Indonesia. Selain itu kemampuan
dalam pengelolaan mineral ikutan termasuk logam tanah jarang, akan dapat
berkontribusi signifikan dalam meningkatkan nilai tambah sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
Tantangan utama yang akan dihadapi di bidang pemanfaatan SDA lokal
adalah semakin menurunnya cadangan sumber daya mineral radioaktif lokal,
akibat kurangnya penguasaan teknologi untuk meningkatkan nilai tambahnya.
Di sisi lain, laju kerusakan lingkungan akibat ekploitasi SDA secara berlebihan
dan proses produksi yang tidak ramah lingkungan juga terus meningkat.
Berdasarkan kondisi tersebut, kebijakan litbang iptek nuklir di bidang SDAL
- 36 -
dalam jangka panjang harus diarahkan pada penguasaan teknologi pemisahan
dan pemurnian bahan mineral radioaktif untuk memperoleh bahan industrial
grade melalui pendekatan reverse engineering serta peningkatan kemampuan
dalam melakukan pemurnian mineral ikutannya. Penguatan kapasitas
litbangjirap iptek nuklir untuk mengidentifikasi potensi dan dampak
pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh munculnya polutan baru secara
cepat, akurat dan rinci untuk melindungi kelestarian lingkungan dan kesehatan
masyarakat juga sangat diperlukan.
Keseimbangan antara pemanfaatan SDA dan kelestarian lingkungan
merupakan kunci utama dalam pembangunan berkelanjutan SDGs. Dalam
laporannya yang dikeluarkan pada tahun 2015, UNEP GRID menunjukkan
bahwa wilayah di Indonesia yang memiliki pertumbuhan ekonomi pesat
memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap bencana lingkungan yang
mengakibatkan kematian. Sejalan dengan itu, Clean Air Asia juga menunjukkan
bahwa pada tahun 2015, tujuh dari sepuluh kota di negara berkembang di Asia,
memiliki kategori udara yang tidak sehat berdasarkan rerata tahunan
konsentrasi PM10 (partikulat dengan diameter lebih kecil dari 10 mikrometer).
Oleh karena itu, kebijakan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan dan
melindungi kesehatan masyarakat sangat penting. Hal ini perlu didukung oleh
data kualitas lingkungan yang akurat dan rinci, yang dapat diperoleh secara
optimal melalui pemanfaatan iptek nuklir. Seiring dengan meningkatnya
kesadaran dan kebutuhan masyarakat untuk memiliki kualitas lingkungan
yang baik dan sehat, maka peran strategis iptek nuklir dalam memantau,
mencegah dan menjaga kelestarian lingkungan akan semakin dibutuhkan.
Aplikasi teknik analisis nuklir yang sensitif dan selektif perlu terus
dikembangkan agar mampu secara dini dan akurat mendeteksi terjadinya suatu
pencemaran baik yang berasal dari lokal maupun regional (transboundary).
Selain itu, fokus kebijakan di bidang SDAL juga diarahkan untuk
memantau sebaran bahan radioaktif dalam kajian radioekologi, baik yang
dihasilkan dari alam maupun akibat aktivitas manusia, untuk keperluan
antisipasi dan mitigasi. Sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah
perairan lebih dari 70%, maka pengelolaan sumber daya laut menjadi sangat
penting terutama untuk mendukung pembangunan kemaritiman Indonesia dan
antisipasi ancaman masuknya kontaminan zat radioaktif diantaranya akibat
kecelakaan nuklir PLTN, melalui kajian radioekologi kelautan. Selain itu, kajian
radioekologi terestrial, pengelolaan limbah radioaktif, dan NORM (naturally
occuring radioactive material) juga sangat dibutuhkan untuk menjamin
keselamatan masyarakat dan mengetahui potensi mineral radioaktif. Oleh
karena itu, kemandirian dalam riset radioekologi baik itu kelautan maupun
terestrial berupa pemantauan radioaktivitas lingkungan, pemodelan dan kajian
risiko mutlak diperlukan untuk pengambilan tindakan preventif ketika
terjadinya peningkatan radioaktivitas lingkungan.
Pemanfaatan litbangjirap iptek nuklir di bidang SDAL diharapkan dapat
memberikan dampak positif terhadap tumbuhnya industri nasional berbasis
bahan mineral radioaktif. Di samping itu, peran iptek nuklir yang unggul juga
diharapkan mampu secara dini mengidentifikasi permasalahan lingkungan
yang diakibatkan oleh polutan, baik itu radioaktif maupun non radioaktif, serta
dapat dimanfaatkan untuk studi perubahan iklim sebagai dampak dari berbagai
- 37 -
aktivitas manusia baik pada lingkup lokal maupun global. Pengembangan
fasilitas untuk kemandirian karakterisasi, peningkatan kapabilitas SDM,
penguatan jejaring dan sinergi lintas institusi sangat diperlukan untuk
membangun strategi yang tepat dalam pengelolaan lingkungan air, udara dan
laut serta sumber daya alam yang efektif dan berkesinambungan. Hal ini
diharapkan dapat secara signifikan berkontribusi pada visi lingkungan hidup
Indonesia 2045 yang menekankan pada pentingnya komitmen terhadap
lingkungan hidup dalam menunjang pembangunan Indonesia yang
berkelanjutan.
Dengan memperhatikan lingkungan strategis yang ada dan tantangan
utama yang akan dihadapi dalam pelaksanaan litbangjirap iptek nuklir di
bidang SDAL, maka diperlukan langkah-langkah strategis yang
berkesinambungan mulai dari jangka pendek, menengah, maupun panjang
sebagai berikut:
▪ Fase I (2020-2030):
➢ Memfokuskan kegiatan litbangjirap pada pemurnian bahan mineral
radioaktif untuk memperoleh bahan industrial grade
➢ Memastikan adanya regulasi yang melindungi potensi mineral radioaktif
➢ Memfokuskan kegiatan litbangjirap pada pemurnian bahan mineral
ikutan untuk memperoleh logam tanah jarang yang bernilai strategis dan
bernilai ekonomi tinggi.
➢ Melakukan kajian mengenai dampak kegiatan industri terhadap
lingkungan (udara, air dan tanah) dan kesehatan masyarakat melalui
pemanfaatan teknik analisis nuklir yang unggul.
➢ Melakukan kajian mengenai pengembangan pengelolaan limbah
radioaktif dan NORM.
➢ Melakukan studi radioekologi udara, tanah dan laut secara real time
untuk memenuhi kebutuhan berbagai pemangku kepentingan.
➢ Melakukan kajian terhadap regulasi/kebijakan terkait proses pengolahan
bahan radioaktif dan mineral ikutannya sehingga dapat mempercepat dan
mempermudah pemanfaatannya.
➢ Menyiapkan peta jalan kebutuhan tenaga ahli dan terampil dengan
kompetensi terkait pertambangan, pemisahan, pemurnian, karakterisasi
sampel, pengoperasian fasilitas nuklir Ion Beam Analysis (IBA), dan
modelling untuk risk assessment selama 25 tahun ke depan dan
memastikan pemenuhan dan peningkatan kompetensinya.
▪ Fase II (2031-2040):
➢ Mendorong terbentuknya pasar yang mampu menyerap dan
memanfaatkan logam tanah jarang dengan spesifikasi industrial grade
yang bersumber dari mineral radioaktif lokal baik itu dalam lingkup
domestik maupun regional.
➢ Mendorong pemangku kebijakan untuk merujuk pada hasil kajian
mengenai dampak kegiatan antropogenik non-nuklir dalam merumuskan
langkah-langkah strategis terkait perlindungan lingkungan hidup dan
kesehatan masyarakat.
➢ Meningkatkan perlindungan wilayah Indonesia dari cemaran zat
radioaktif melalui studi radioekologi secara real time yang dilengkapi
- 38 -
dengan kajian mengenai perpindahan zat radioaktif dalam rantai
makanan dan pemodelan hidrodinamika radionuklida di wilayah
Indonesia.
➢ Memastikan adanya dukungan regulasi yang memberikan kemudahan
dalam upaya pembangunan prototip pengolahan bahan nuklir dan
mineral ikutannya.
▪ Fase III (2041-2045):
➢ Mendorong tumbuhnya industri lokal baru yang berdaya saing tinggi
melalui kemandirian dalam pemanfaatan SDA lokal untuk memenuhi
permintaan pasar domestik dan regional.
➢ Meningkatkan perlindungan wilayah Indonesia dari cemaran zat
radioaktif melalui pembangunan sejumlah stasiun pemantau peringatan
dini bahaya radiasi udara dan laut di daerah terluar wilayah Indonesia
dengan potensi bahaya radiasi tinggi.
III.5 Arah kebijakan fokus bidang material maju
Teknologi material maju adalah teknologi rekayasa material yang inovatif
agar memiliki performa yang superior pada satu karakter atau lebih dari sifat
fisik, kimiawi dan mekanik sehingga lebih kuat, ringan, tahan korosi, tahan
panas, penghantar arus listrik yang baik, kompatibel dengan sistem biologi dan
keunggulan lainnya sehingga dihasilkan nilai tambah (added value) untuk
menjawab permasalahan kebutuhan saat ini. Merujuk pada Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005 – 2025, Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2018 tentang
Rencana Induk Riset Nasional Tahun 2017-2045 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional
2015 – 2035, fokus kegiatan litbangjirap iptek nuklir di bidang material maju
diarahkan untuk dapat mendorong tumbuhnya inovasi material maju berbasis
iptek nuklir untuk mendukung daya saing industri nasional. Material maju
dalam hal ini adalah yang memberikan manfaat dan dampak ekonomi besar dari
sisi permintaan pasar dan masyarakat, yang dalam hal ini disebut Value Added
Materials (VAMs). Inovasi material maju VAMs ini secara optimal hanya dapat
dicapai melalui karakterisasi dan rekayasa material sampai skala atomik
dengan memanfaatkan iptek nuklir. Hal ini sangat dibutuhkan terutama dalam
mendorong percepatan inovasi material maju untuk mendukung peningkatan
daya saing industri nasional. Selain itu pemanfaatan SDA lokal seperti LTJ dan
mineral lainnya di industri nasional masih rendah. Lebih lanjut, selain memiliki
SDA lokal yang melimpah, Indonesia mempunyai kapasitas dan kapabilitas
teknologi berkas neutron terbesar di Asia Tenggara dan teknologi iradiasi handal
untuk karakterisasi dan rekayasa material maju.
Saat ini, kegiatan litbangjirap material maju di Indonesia sudah
berkembang pesat dengan dukungan fasilitas memadai yang memiliki potensi
sangat besar untuk dimanfaatkan oleh industri. Akan tetapi, daya saingnya
masih perlu ditingkatkan agar dapat berkompetisi dengan material maju impor
yang masih mendominasi berbagai sektor industri di dalam negeri. Padahal,
Indonesia memiliki sumber daya alam relatif melimpah yang potensial untuk
diolah menjadi material maju. Seiring perkembangan sektor industri,
permintaan terhadap material maju akan terus meningkat baik itu untuk
memenuhi kebutuhan domestik maupun global, seperti yang ditunjukkan dari
- 39 -
hasil penelitian Research Nester tahun 2018 di mana pasar material maju global
diperkirakan mencapai USD 1.978.331,6 juta pada akhir 2024 dari sebelumnya
USD 1.370.242,2 juta pada 2016.
Kegiatan utama bidang material maju difokuskan pada peningkatan daya
saing dengan mengembangkan material maju menuju VAMs untuk aplikasi
berbagai sektor industri, termasuk industri nuklir, melalui pendayagunaan
teknologi berkas neutron, teknologi iradiasi, teknologi pemercepat partikel dan
teknologi plasma. Teknologi berkas neutron digunakan untuk karakterisasi sifat
material yang mencakup sifat magnetik, elektrik, mekanik, kimia dan biologi
sehingga dapat ditentukan arah rekayasa material sesuai kebutuhan
penggunaannya. Selain itu, teknologi berkas neutron juga dapat dimanfaatkan
untuk rekayasa material untuk produksi semikonduktor. Adapun teknologi
iradiasi, teknologi pemercepat partikel dan teknologi plasma digunakan untuk
sintesis dan rekayasa material pada sifat magnetik, elektrik, mekanik, kimia dan
biologi sehingga dapat diperoleh sifat material yang lebih unggul sesuai
pemanfaatannya.
Merujuk pada literatur ilmiah yang ada saat ini dan perkiraan mengenai
tren kegiatan litbangjirap iptek nuklir di jangka menengah dan panjang,
litbangjirap material maju diarahkan pada riset dasar (fundamental) untuk
material-material yang mendukung kebutuhan industri di bidang: energi,
kesehatan, lingkungan, manufaktur, dan hankam. Fokus litbangjirap material
maju di bidang energi diarahkan untuk dapat menghasilkan material yang dapat
dimanfaatkan untuk energy storage, seperti baterai, melalui pemahaman
mendasar mengenai mekanisme kerja bahan maupun proses sintesis, dan
menghasilkan material yang dapat digunakan pada operasi temperatur yang
tinggi sehingga berpotensi untuk diaplikasikan sebagai bahan struktur reaktor
nuklir serta sistem pembangkit energi lainnya. Fokus litbangjirap material maju
di bidang kesehatan diarahkan untuk dapat menghasilkan biomaterial. Fokus
litbangjirap material maju di bidang lingkungan diarahkan untuk dapat
menghasilkan diantaranya bahan untuk detektor dan adsorben. Fokus
litbangjirap material maju di bidang manufaktur diarahkan untuk dapat
menghasilkan diantaranya penguasaan manufaktur material maju dengan
teknik 3D printing guna memperoleh suatu bentuk prototipe komponen dengan
ukuran dan bentuk yang presisi tanpa menyisakan bahan yang berlebihan (zero
waste). Fokus litbangjirap material maju di bidang hankam diarahkan untuk
dapat menghasilkan diantaranya bahan penyerap gelombang eletromagnetik,
sistem detektor dll. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas litbangjirap
dalam bidang bahan maju adalah tersedianya fasilitas sintesis sistem
intermetalik sehingga memungkinkan disintesis bahan dalam sistem
berstruktur nano dengan berbagai komposisi, yang bertujuan untuk dapat
menghasilkan bahan dengan sifat mekanik, kimia maupun fisika (listrik,
magnet, penyerap gelombang elektromagnetik) yang lebih baik. Dampak dari
kegiatan litbangjirap di bidang material maju adalah untuk berkontribusi dalam
peningkatan kemandirian sektor industri nasional melalui pengurangan
ketergantungan pada produk impor dan peningkatan ekspor produk dan
teknologi.
Tantangan utama yang akan dihadapi dalam pelaksanaan litbangjirap
iptek nuklir di bidang material maju saat ini adalah relatif rendahnya utilisasi
reaktor riset khususnya dalam kaitan material maju yaitu pemanfaatan sumber
neutron, dan utilisasi fasilitas iradiasi baik skala riset terlebih lagi skala
industri. Akan tetapi, apabila terjadi peningkatan kebutuhan material maju
- 40 -
secara signifikan di berbagai sektor industri yang diperkirakan akan terjadi
dalam dua dekade ke depan, maka kapasitas fasilitas teknologi neutron dan
iradiasi yang ada saat ini kurang memadai. Menganalisis perkembangan di
dunia yang mulai beralih ke sistem berbasis akselerator sebagai sistem
pembangkit neutron melalui proses spalasi, maka dalam jangka panjang dalam
rangka pemajuan teknologi material maju fasilitas yang ada saat ini harus
dilengkapi dengan fasilitas Spallation Neutron Source, dan fasilitas iradiasi,
fasilitas pemercepat partikel serta fasilitas teknologi plasma dalam kapasitas
energi tinggi untuk rekayasa material maju.
Dengan memperhatikan lingkungan strategis yang ada dan tantangan
utama yang akan dihadapi dalam pelaksanaan litbangjirap iptek nuklir di
bidang material maju, maka diperlukan langkah-langkah strategis yang
berkesinambungan mulai dari jangka pendek, menengah, maupun panjang
sebagai berikut:
▪ Fase I (2020-2030):
➢ Menghasilkan pemahaman mendasar yang komprehensif dengan
teknologi berkas neutron mengenai karakteristik material berbasis SDA
lokal dan potensi peningkatan keunggulan sifatnya melalui teknologi
rekayasa material yang inovatif agar memiliki performa yang superior
➢ Menghasilkan berbagai prototipe material maju di bidang energi,
kesehatan, lingkungan, hankam serta manufaktur dengan
mendayagunakan teknologi berkas neutron, teknologi iradiasi, teknologi
pemercepat partikel dan teknologi plasma seperti material untuk sistem
temperatur tinggi (baja khusus, keramik, grafit, perisai radiasi dll), energy
storage (baterai, fuel cell dll), biomaterial (bioimpant, material scafold,
material drug delivery system, nanomaterial anti-mikroba dll), metode
PDT-Photo Dynamic Therapy untuk terapi kanker, adsorben (berbasis
SDA lokal, berbasis magnet dll), material detektor radiasi (kristal tunggal,
dll), semi konduktor, bahan magnet (magnet permanen, pigmen magnet
untuk cat anti deteksi radar, dll) dan penguasaan teknik 3D printing serta
teknologi manufaktur material maju lainnya.
➢ Menghasilkan prototipe peralatan rekayasa material maju berbasis
teknologi iradiasi, teknologi pemercepat partikel dan teknologi plasma
dengan kapasitas dan energi rendah.
➢ Meningkatkan utilisasi fasilitas teknik berkas neutron secara signifikan
(pemanfaatan seluruh beam time secara optimal) untuk keperluan riset
dan industri nasional berbasis material maju dengan output berupa
publikasi ilmiah terindeks nasional dan internasional serta paten metode
maupun produk.
➢ Mendorong tersedianya fasilitas teknik hamburan neutron yang dapat
digunakan untuk standardisasi bahan berbagai sektor industri berbasis
nuklir dan non nuklir.
➢ Menyiapkan peta jalan kebutuhan tenaga ahli dan terampil dengan
kompetensi terkait material maju selama 25 tahun ke depan dan
memastikan pemenuhan dan peningkatan kompetensinya.
- 41 -
▪ Fase II (2031-2040):
➢ Mendorong terbentuknya pasar yang mampu menyerap dan
memanfaatkan prototipe material maju di bidang energi, kesehatan,
lingkungan, manufaktur dan hankam
➢ Mengembangkan prototipe peralatan rekayasa material maju berbasis
teknologi iradiasi, teknologi pemercepat partikel dan teknologi plasma
dengan kapasitas dan energi sedang.
➢ Meningkatkan pemanfaatan teknik hamburan neutron yang dapat
digunakan untuk standardisasi bahan berbagai sektor industri berbasis
nuklir dan non nuklir.
➢ Melakukan studi kelayakan terkait fasilitas I-SNS (Indonesian Spallation
Neutron Source)
▪ Fase III (2041-2045):
➢ Mendorong tumbuhnya industri lokal yang berdaya saing tinggi yang
memanfaatkan prototipe material maju berbasis SDA lokal baik itu untuk
memenuhi permintaan pasar domestik maupun regional, seperti: industri
energy storage berbasis elektrolit padat yang memiliki tingkat keamanan
lebih tinggi, industri material temperatur tinggi serta perisai radiasi untuk
sistem reaktor nuklir PLTN, industri biomaterial untuk kesehatan,
industri adsorben dan detektor untuk lingkungan, industri
semikonduktor, industri material penyerap gelombang elektromagnetik
untuk hankam dan manufaktur.
➢ Mengembangkan prototipe peralatan rekayasa material maju berbasis
teknologi iradiasi, teknologi pemercepat partikel dan teknologi plasma
dengan kapasitas dan energi tinggi untuk skala industri.
➢ Memanfaatkan fasilitas I-SNS (Indonesian Spallation Neutron Source)
untuk litbang dan industri berbasis material maju.
III.6 Arah kebijakan fokus bidang kerekayasaan peralatan dan fasilitas nuklir
Kerekayasaan peralatan dan fasilitas nuklir dalam kerangka litbangjirap
iptek nuklir adalah segala bentuk kegiatan penelitian terapan, pengembangan,
desain, pembangunan dan pengoperasian peralatan dan fasilitas nuklir yang
mendukung kegiatan litbangjirap iptek nuklir untuk mendukung industrialisasi
berbasis iptek nuklir. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014
tentang Perindustrian, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015 – 2035 dan draft
Peraturan Presiden tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
tahun 2020-2024, fokus dari kegiatan di bidang kerekayasaan peralatan dan
fasilitas nuklir adalah mewujudkan kemandirian kerekayasaan peralatan dan
fasilitas nuklir untuk mendukung keberlanjutan litbangjirap iptek nuklir dan
peningkatan daya saing industri nasional. Dukungan keberlanjutan litbangjirap
iptek nuklir adalah suatu kondisi tersedianya dukungan infrastuktur berupa
peralatan dan fasilitas nuklir yang memadai dengan tingkan keandalan,
keselamatan dan keamanan yang tinggi. Sementara itu kemandirian dan
peningkatan daya saing industri nasional dicapai melalui peningkatan
penggunaan produk dalam negeri (P3DN), pengembangan dan pemanfaatan
- 42 -
teknologi serta inovasi industri serta peningkatan profesionalisme SDM dalam
negeri.
Dengan jumlah penduduknya yang besar, Indonesia merupakan pasar
potensial bagi industri barang konsumsi, industri manufaktur dan industri
barang lainnya, sehingga kemandirian di bidang kerekayasaan peralatan dan
fasilitas nuklir mutlak diperlukan. Selain itu, globalisasi juga berdampak pada
pelibatan industri nasional dalam rantai pasok global sehingga daya saing
industri nasional perlu ditingkatkan dengan pemanfaatan iptek nuklir dalam
proses produksi. Perubahan paradigma manufaktur dari mass production
menjadi mass customization juga berdampak pada pentingnya perhatian
diberikan pada perancangan untuk menghasilkan kualitas produk sesuai
dengan kebutuhan pengguna.
Sejauh ini penggunaan berbagai alat berbasis iptek nuklir banyak
digunakan untuk berbagai keperluan alat ukur dan kendali pada industri proses
(nucleonic gauging), alat diagnosis dan terapi untuk bidang kesahatan, radiografi
pada berbagai industri transportasi dan konstruksi serta peralatan ukur radiasi
untuk menjamin keselamatan dan keamanan pada berbagai fasilitas radiasi
maupun fasilitas umum lainnya. Selain itu penggunaan fasilitas nuklir juga
telah banyak dimanfaatkan kalangan industri seperti pemanfaatan instalasi
nuklir (reaktor nuklir dan instalasi daur bahan bakar) dan fasilitas radiasi
(iradiator gamma, mesin berkas elektron, berbagai jenis akselerator) untuk
menghasilkan produk atau meningkatkan nilai tambah suatu produk produk
industri. Akan tetapi, hingga saat ini kemandirian kerekayasaan peralatan dan
fasilitas nuklir masih mengahapi tantangan dan permasalahan seperti
ketergantungan pada penyedia asing dan terbatasnya ketersediaan peralatan
dan fasilitas nuklir untuk mendukung litbangjirap iptek nuklir. Hal ini sangat
penting mengingat beberapa peralatan dan fasilitas nuklir bersifat kompleks,
terikat dengan pengawasan internasional dan membutuhkan keandalan operasi
jangka panjang serta jaminan keselamatan sesuai persyaratan yang berlaku.
Tantangan lain adalah bagaimana mensinergikan seluruh pemangku
kepentingan dalam menjembatani hasil litbang menjadi suatu produk yang
dapat diterapkan dalam skala industri untuk menghasilkan barang dan jasa
yang dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Merujuk pada literatur ilmiah yang ada saat ini dan perkiraan mengenai
tren iptek nuklir di jangka menengah dan panjang, kegiatan litbangjirap iptek
nuklir di bidang kerekayasaan, secara umum dapat dibagi menjadi dua kegiatan
besar, yaitu: (1) kerekayasaan peralatan nuklir, yang dapat dimanfaatkan dalam
litbangjirap iptek nuklir khususnya pada berbagai jenis sektor industri; dan (2)
kerekayasaan fasilitas nuklir, yang dapat dimanfaatkan untuk renovasi
(refurbishment dan life-extension) atau pembangunan berbagai jenis fasilitas
nuklir baru untuk menghasilkan produk atau meningkatkan mutu produk.
Sementara itu kegiatan terkait kerekayasaan haruslah mengikuti kaidah yang
memenuhi standar baik dalam proses perekayasaannya maupun mutu
produknya.
Pemanfaatan litbang iptek nuklir di bidang kerekayasaan peralatan dan
fasilitas nuklir diharapkan dapat memberikan dampak positif untuk
mendukung kontribusi iptek nuklir dalam mendukung terwujudnya
- 43 -
kemandirian industri nasional mulai dari industri hulu, industri pendukung
sampai ke industri andalan.
Dengan memperhatikan lingkungan strategis yang ada dan tantangan
utama yang akan dihadapi dalam pelaksanaan litbangjirap iptek nuklir dalam
bidang kerekayasaan peralatan dan fasilitas nuklir, maka diperlukan langkah-
langkah strategis yang berkesinambungan mulai dari jangka pendek,
menengah, maupun panjang sebagai berikut:
▪ Fase I (2020-2030):
➢ Meningkatkan partisipasi dan keterlibatan industri nasional dalam
persiapan dan pembangunan PLTN komersial pertama di Indonesia.
➢ Melakukan refurbishment reaktor riset yang ada untuk memperpanjang
usia dan peningkatan utilitas reaktor.
➢ Melakukan pengkajian dan revitalisasi terhadap fasilitas radiasi yang ada
agar dapat beroperasi dengan optimal dan efisien.
➢ Membangun fasilitas iradiasi fitosanitari untuk peningkatan ekspor buah-
buahan.
➢ Membangun fasilitas iradiasi berbasis akselerator energi tinggi untuk
sterilisasi produk.
➢ Membangun fasilitas iradiasi Ion Beam Analysis (IBA).
➢ Mengembangkan peralatan digital radiografi produk nasional untuk
peningkatan mutu produk industri, peralatan keamanan dan pengujian
tak merusak.
➢ Mengembangkan prototipe peralatan monitoring radioekologi lingkungan
skala industri yang tersertifikasi.
➢ Menyiapkan peta jalan kebutuhan tenaga ahli dan terampil dengan
kompetensi terkait kerekayasaan peralatan dan fasilitas nuklir selama 25
tahun ke depan dan memastikan pemenuhan dan peningkatan
kompetensinya.
▪ Fase II (2031-2040):
➢ Melakukan kajian dan persiapan terkait dekomisioning instalasi nuklir
yang sudah habis masa pakainya serta peningkatan utilisasi instalasi
nuklir yang ada.
➢ Meningkatkan kemampuan rancang-bangun dan teknologi pembuatan
akselerator (siklotoron dan IBA) untuk mendukung produksi
radiofarmaka dan radioisotop untuk bidang kesehatan dan industri
nasional.
➢ Mendorong peningkatan kapasitas industri nasional dalam melakukan
rancang bangun dan manajemen proyek pembangunan instalasi nuklir
dan fasilitas radiasi pada berbagai bidang industri, termasuk PLTN.
▪ Fase III (2041-2045):
➢ Mendorong tumbuhnya industri nuklir di Indonesia.
➢ Membangun fasilitas I-SNS (Indonesian Spallation Neutron Source).
- 44 -
BAB IV
PENUTUP
P2IN merupakan instrumen kebijakan perencanaan jangka menengah-
panjang yang disusun secara komprehensif dengan mempertimbangkan seluruh
aspek lingkungan strategis iptek nuklir saat ini dan antisipasi terhadap
perubahannya di masa yang akan datang. P2IN merupakan bagian tak
terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional, dengan
memberikan penekanan dan penajaman pada kebijakan strategis litbangjirap
iptek nuklir baik itu di jangka pendek, menengah, maupun panjang secara
berkesinambungan. Selain berfungsi sebagai instrumen penyusun kebijakan,
P2IN juga berperan dalam mendorong terwujudnya perubahan pola kegiatan
litbangjirap iptek nuklir agar lebih berorientasi pada output yang berdaya guna
dan berhasil guna melalui pengenalan lingkungan strategis iptek nuklir.
Mengacu pada isu tematik pembangunan nasional, fokus kegiatan dalam
P2IN dibagi menjadi enam kegiatan utama yaitu pangan/pertanian, kesehatan,
energi, SDAL, material maju, dan kerekayasaan peralatan dan fasilitas nuklir.
Setiap fokus bidang memiliki prioritas kebijakan yang unik dan spesifik yang
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan strategis masing-masing fokus
bidang yang meliputi kekuatan/kelemahan sumber daya yang dimiliki, isu
aktual yang terkait, dan prioritas pembangunan nasional. Meskipun demikian,
sinergi kebijakan dari setiap fokus bidang tetap dijaga dalam upaya untuk
mewujudkan proses industrialisasi berbasis iptek nuklir dalam rangka
mendukung kemandirian industri nasional. Di samping ke enam fokus bidang
tersebut di atas, P2IN juga memperhatikan pentingnya penerapan budaya
penggunaan teknologi informasi sebagai pendukung (support), penggerak
(enabler) dan pengubah (transformer) kegiatan litbangjirap iptek nuklir di
Indonesia, terutama di era digital yang menuntut adanya perturakan informasi
yang sangat cepat dengan cakupan yang sangat luas.
Tantangan lain terkait iptek nuklir yang tetap menjadi perhatian dalam
dokumen P2IN adalah stereotip yang tumbuh di masyarakat mengenai
karakteristik iptek nuklir yang sering diasosiasikan dengan hal berbahaya
seperti bom atom dan limbah radioaktif. Hal tersebut tentu sedikit banyak akan
mempengaruhi proses pendayagunaan dan hilirisasi hasil litbangjirap iptek
nuklir. Oleh karena itu, dokumen P2IN juga menegaskan kembali pentingnya
penerapan budaya keselamatan dan keamanan serta standar mutu dalam
seluruh aspek kegiatan litbangjirap iptek nuklir untuk memberikan jaminan
keselamatan, keamanan dan kualitas terhadap produk litbangjirap iptek nuklir
yang pada akhirnya akan sangat menentukan terbentuknya penerimaan sosial
yang berkelanjutan (sustainable social acceptance) terhadap iptek nuklir.