Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RANCANGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA
PENGELOLAAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm)
DESA PACEKKE KECAMATAN SOPPENG RIAJA
KABUPATEN BARRU
Oleh:
NUR AWALIYAH RESKI
M111 13 088
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
ABSTRAK
Nur Awaliyah Reski (M111 13 088) Rancangan Pemberdayaan Masyarakat
pada Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) Desa Pacekke, Kecamatan
Soppeng Riaja, Kabupaten Barru di Bawah Bimbingan Yusran dan
Makkarennu
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan peningkatan
kapasitas masyarakat dan menyusun rancangan pemberdayaan masyarakat.
Penelitian ini menggunakan metode wawancara, observasi dan studi literatur.
Pemiihan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria masyarakat
tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Megah Buana. Identifikasi
kebutuhan peningkatan kapasitas masyarakat melalui lima isu strategis terdiri atas
kebijakan, kelembagaan, sumberdaya hutan, sumberdaya manusia dan sosial
ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan peningkatan kapasitas
masyarakat Desa Pacekke pada isu kebijakan yaitu peningkatan akses masyarakat
terhadap sumberdaya hutan dan penguatan aspirasi masyarakat terhadap program
pemerintah. Isu kelembagaan yaitu penguatan akses masyarakat terhadap modal,
pasar dan iptek serta meningkatkan posisi tawar masyarakat dalam kemitraan. Isu
sumberdaya hutan yaitu pemanfaatan sumberdaya hutan optimal oleh masyarakat.
Isu sumberdaya manusia yaitu peningkatan kemampuan aparat pemerintah
sebagai fasilitator pemberdayaan. Isu sosial ekonomi yaitu peningkatan modal dan
infrastruktur ekonomi untuk berwirausaha. Penyusunan rancangan pemberdayaan
masyarakat yang sesuai kondisi saat ini ditetapkan melalui lima program.
Rancangan pertama yaitu pembuatan kebijakan pemberdayaan masyarakat
transparan, partisipatif, konsisten dan tepat sasaran. Rancangan kedua yaitu
peningkatan kapasitas kelembagaan berbasis kemitraan. Rancangan ketiga yaitu
pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat. Rancangan keempat yaitu
pelatihan peningkatan kapasitas dan kompetensi sumberdaya manusia oleh aparat
pemerintah. Rancangan kelima yaitu peningkatan akses dan penguatan sosial
ekonomi masyarakat.
Kata Kunci: HKm, Hutan, Kebijakan, Masyarakat, Peningkatan Kapasitas
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Syukur Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun mampu menyelesaikan skripsi
ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada jurusan Kehutanan
Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Shalawat serta salam senantiasa
penyusun sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan para
sahabatnya yang merupakan suri tauladan bagi kita semua.
Dengan segala kerendahan hati penyusun juga mengucapkan rasa terima
kasih khususnya kepada :
1. Prof. Dr. Yusran, S.Hut., M.Si dan Makkarennu, S.Hut., M.Si., Ph.D selaku
pembimbing yang dengan sabar telah mencurahkan tenaga, waktu dan
pikiran dalam mengarahkan dan membantu penyusun dalam menyelesaikan
skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan berkah
dan hidayah-Nya kepada beliau.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muh. Dassir, M.Si., Dr. Forest. Muhammad Alif KS,
S.Hut, M.Si. dan Emban Ibnurusyid Mas’ud, S.Hut, M.P dosen penguji
yang telah memberikan saran, bantuan, koreksi dalam penyusunan skripsi.
Semoga Allah SWT memberikan amal jariyah bagi ilmu yang telah
diberikan.
3. Bapak Dr. Ir. Asar Said Mahbub M.P selaku Kepala Laboratorium
Kebijakan dan Kewirausahaan Kehutanan yang telah banyak membantu
dalam menyusun skripsi ini.
4. Dahlan, S.Sos. selaku Kepala Desa Pacekke dan bapak Haudec Herrawan
Basri, S.Hut, M.P. selaku Seksi Perhutanan Rakyat Kabupaten Baru dan
Penanggung Jawab HKm Desa Pacekke serta seluruh masyarakat Desa
Pacekke, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi
Selatan yang telah membantu selama proses penelitian berlangsung.
v
5. Sahabat-sahabat terbaikku Anna Cristine Mokuna, Dwi Wulandari Lukman,
Eva Musdalifa, Erich M. Tikupadang, Madinah dan Teman-teman
“GEMURUH (Generasi Muda Rimbawan Universitas Hasanuddin) 2013”
terimakasih atas segala bantuan, dukungan dan motivasi serta suka duka
bersama kalian selama masa-masa kuliah yang membangun semangat
penyusun.
6. Terkhusus, salam hormat dan kasih sayang tulus kepada kedua orangtua
ibunda tercinta Siti Sukriah dan ayahanda La izi, serta saudaraku tersayang
Muh. Fachri yang selalu menjadi inspirasi dalam mencapai cita-cita, tanpa
lelah senantiasa mendukung, mendoakan, dan kasih sayang yang tidak akan
pernah tergantikan oleh apapun di dunia ini.
Penyusun menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
sehingga penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam upaya
mengembangkan diri dimasa yang akan datang. Akhir kata, penyusun berharap
skripsi ini bermanfaat dan dapat menjadi inspirasi bagi peneliti lain.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Makassar,11 Juli 2017
Penyusun
Nur Awaliyah Reski
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4
2.1. Hutan Kemasyarakatan (HKm) ..................................................... 4
2.1.1. Kerangka Kebijakan HKm................................................... 4
2.1.2. Manfaat HKm ...................................................................... 6
2.2. Pemberdayaan Masyarakat ............................................................ 7
2.2.1. Defenisi Pemberdayaan Masyarakat .................................... 7
2.2.2. Konsep Pemberdayaan Masyarakat ..................................... 9
2.2.3. Tujuan dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat .................. 9
2.3. Peningkatan Kapasitas Masyarakat ............................................... 14
2.4. Gambaran Umum Wilayah Penelitian........................................... 14
2.4.1. Kondisi Fisik Wilayah ......................................................... 14
2.4.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarkat .................................... 15
2.5. Keadaan Lokasi HKm Desa Pacekke ............................................ 17
2.5.1. Kondisi Biofisik .................................................................. 17
2.5.2. Potensi Areal Kerja .............................................................. 18
2.5.3. Kelembagaan Kelompok...................................................... 18
vii
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 19
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 19
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 19
3.3. Metode Pelaksanaan Penelitian ..................................................... 20
3.3.1. Populasi dan Sampel ............................................................ 20
3.3.2. Teknik Pengambilan Data .................................................... 20
3.4. Analisis Data ................................................................................. 21
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 22
4.1. Kebutuhan Peningkatan Kapasitas Masyarakat ............................ 22
4.1.1. Kebijakan ............................................................................. 22
4.1.2. Kelembagaan ....................................................................... 24
4.1.3. Sumberdaya Hutan ............................................................... 26
4.1.4. Sumberdaya Manusia ........................................................... 28
4.1.5. Sosial Ekonomi .................................................................... 29
4.2. Skenario Rancangan Program Pemberdayaan Masyarakat ........... 30
4.2.1. Kebijakan ............................................................................. 30
4.2.2. Kelembagaan ....................................................................... 33
4.2.3. Sumberdaya Hutan ............................................................... 37
4.2.4. Sumberdaya Manusia ........................................................... 40
4.2.5. Sosial Ekonomi .................................................................... 42
V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 45
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 45
5.2. Saran ............................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 47
LAMPIRAN ..................................................................................................... 52
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1. Tingkat Pendidikan pada Desa Pacekke .............................................. 16
2. Kondisi Kelerengan pada Areal Kerja HKm Desa Pacekke ................ 17
3. Kondisi Jenis Tanah pada Areal Kerja HKm Desa Pacekke............... 18
4. Jenis Tanaman Obat ............................................................................. 38
5. Jenis Tanaman Multi Purpose Tree Species (MPTS) .......................... 38
6. 6. Jenis Tanaman Agroforestry .......................................................... 40
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................... 19
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Daftar pertanyaan ................................................................................. 53
2. Variabel, Situasi dan Kondisi pada Pemberdayaan Masyarakat di
dalam dan sekitar HKm Pacekke ......................................................... 56
3. Rancangan Pemberdayaan Masyrakat pada Pengelolaan HKm Desa
Pacekke ................................................................................................ 57
4. Rancangan bagan struktur organisasi KTH Mega Buana .................... 58
5. Identitas Responden KTH Mega Buana ............................................... 59
6. Dokumentasi Penelitian ....................................................................... 60
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di
Indonesia dengan melibatkan masyarakat, di samping Hutan Desa (HD) dan
Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Abdurahim (2015) menyatakan bahwa banyak
pihak memandang kebijakan ini sebagai pengakuan negara terhadap pengelolaan
hutan oleh rakyat yang selama ini terabaikan, namun mampu menjaga kelestarian
alam dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Bagi masyarakat, hutan tak
hanya memiliki makna ekologis, tetapi juga sosial, budaya dan ekonomi.
Pembangunan kehutanan dengan pola HKm harus lebih menitikberatkan
pada upaya pemberdayaan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat di dalam
dan sekitar hutan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.83/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/102016
tentang Perhutanan Sosial dinyatakan bahwa HKm merupakan hutan negara yang
pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. Harlen
(2010) juga mengungkapkan bahwa masyarakat desa yang hidup dan bertempat
tinggal sejak lama di dalam dan di sekitar hutan mempunyai hubungan interaksi
dan ketergantungan yang sangat erat dengan hutan serta sumberdaya yang ada di
dalamnya, termasuk aspek kehidupan sosial budaya, ekonomi dan bahkan aspek
religius.
Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dan kemandirian melalui pendekatan partisipatif sehingga
masyarakat memiliki ruang terbuka untuk mengembangkan potensi kreasi,
mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri (Purnomo, 2013). Sedangkan
menurut Noor (2011) dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat dapat
dikaji dari tiga aspek yaitu: (a). Enabling, menciptakan suasana yang
memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang; (b). empowering,
2
memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat dalam berbagai peluang yang akan
membuat masyarakat semakin berdaya; (c). Protecting, melindungi dan membela
kepentingan masyarakat lemah
Kementerian Kehutanan (2007) menyatakan bahwa terdapat beberapa
masalah yang perlu diperhatikan untuk penyelenggaraan pembangunan kehutanan
khususnya kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan di dalam dan sekitar
hutan. Masalah tersebut yaitu dari isu kebijakan, isu kelembagaan, isu
sumberdaya manusia, isu sumberdaya hutan dan isu sosial ekonomi. Kelima isu
tersebut akan memunculkan berbagai dampak dimasa yang akan datang apabila
tidak diminimalisir, untuk itu perlu adanya penyusunan rancangan pemberdayaan
masyarakat yang sesuai dengan realitas kondisi saat ini .
Barru adalah salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan yang menjalankan
program HKm. Sejak tahun 2013 terdapat beberapa desa yang juga telah
diusulkan ke pihak Kementerian Kehutanan dan telah mendapatkan Surat
Keputusan Penataan Areal Kerja (SK. PAK-HKm) Nomor:121/Menhut-II/Tahun
2014 salah satunya adalah Desa Pacekke dengan luas ±150 ha dengan kondisi
vegetasi pada areal kegiatan HKm relatif subur. Vegetasi yang dijumpai tumbuh
dengan baik di sekitar areal kawasan HKm antara lain adalah Kemiri, Mahoni,
Jabon, Aren, Cengkeh dan kayu-kayu rimba campuran lainnya. Namun jenis
vegetasi yang cukup mendominasi adalah Kemiri dan Aren dengan kondisi
topografi pada areal HKm tergolong datar, bergelombang hingga curam. (Dinas
Kehutanan Kabupaten Barru, 2014).
Penelitian ini menekankan pada penyusunan rancangan program
pemberdayaan masyarakat yang mengacu kepada kebutuhan peningkatan
kapasitas masyarakat. Penelitian ini dipandang perlu dilakukan karena fakta
bahwa adanya kegagalan berbagai program dan proyek pemberdayaan perlu
dianalisis dan sebagai pembelajaran untuk pengelolaan sektor kehutanan yang
lebih baik. Pemilihan lokasi penelitian akan dilaksanakan di Desa Pacekke,
Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru dengan dasar pertimbangan Desa
3
tersebut telah diberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
(IUPHKm) sesuai pada Surat Keputusan Nomor: 1/L.13.P/P2.T/11/2016 dengan
status kawasan hutan lindung yang sampai saat ini belum terdapat program terkait
pemberdayaan masyarakat.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Mengidentifikasi kebutuhan peningkatan kapasitas masyarakat pada Desa
Pacekke, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru.
b. Menyusun rancangan program pemberdayaan masyarakat di Desa Pacekke,
Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru
Peneltian ini diharapkan berguna sebagai sumber informasi bagi pihak-
pihak lain yang berkepentingan dalam pemberdayaan masyarakat khususnya
untuk pengelolaan HKm di Desa Pacekke, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten
Barru.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hutan Kemasyarakatan (HKm)
2.1.1. Kerangka Kebijakan Hutan Kemasyarakatan
HKm merupakan terobosan yang dilakukan pemerintah dalam
mempertahankan fungsi hutan namun disisi lain bertujuan unuk mengoptimalkan
potensi sumberdaya hutan (Sopar, 2010). Program ini mulai ditetapkan melalui
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.88/Menhut-II/2014 (Hayati, dkk., 2015)
yang kemudian disempurnakan lebih lanjut melalui Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.83/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/102016 tentang Perhutanan Sosial.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.83/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/102016 menyatakan bahwa HKm
adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk
memberdayakan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Kementerian
Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2010) menyatakan
bahwa proses pemberdayaan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan HKm
yakni:
a. Pendampingan masyarakat dan pendampingan teknis
b. Pelatihan (pembibitan, pemeliharaan tanaman sela dan tegakan hutan)
c. Penyuluhan
d. Bantuan teknis pembibitan, pemeliharaan tegakan, tanaman sela, rehabilitasi
hutan dan teknis pembukaan lahan
e. Bantuan informasi dan media
f. Pengembagan kelembagaan
g. Pengembangan sumberdaya manusia
h. Pengembangan jaringan kemitraan (kerja sama dan pemasaran)
i. Pendampingan sistem administrasi kelembagaan
5
j. Sistem permodalan
k. Monitoring dan evaluasi
HKm hanya diberlakukan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi
yang tidak dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan dimana kawasan
tersebut menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Izin Usaha
Pemanfaatan Pengelolaan HKm (IUPHKm) diberikan untuk jangka waktu 35
tahun dan diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 tahun. HKm
diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan
hutan serta menggantungkan penghidupannya dari memanfaatkan sumberdaya
hutan (Muchtar, 2010).
Pelaksanaan HKm dapat dipilah dalam 3 tingkatan (Kumbara, 2012):
1) Penetapan yang dilakukan oleh pemerintah pusat (Kementerian
Kehutanan);
2) Perizinan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
(Bupati/Walikota/Gubernur); dan
3) Pengelolaan di lapangan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat
pemegang izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan.
HKm diselenggarakan dengan berpedoman kepada tiga asas, yaitu (Harlen,
2010):
a) Manfaat dan lestari secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya,
b) Musyawarah mufakat, dan
c) Keadilan.
Sejalan dengan hal tersebut, Harlen (2010) juga menambahkan
penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan juga berpedoman kepada prinsip-prinsip
berikut:
a) Tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan,
b) Pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dilakukan dari kegiatan
penanaman,
6
c) Mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman
budaya,
d) Menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa,
e) Meningkatkan kesejahtaraan masyarakat yang berkelanjutan,
f) Memerankan masyarakat sebagai pelaku utama,
g) Adanya kepastian hukum,
h) Transparansi dan akuntabilitas publik,
i) Partisipatif dalam pengambilan keputusan.
Pemegang IUPHKm dapat mengajukan permohonan memperoleh Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Kemasyarakatan (IUPHHK-
HKm). Permohonan IUPHHK HKm diajukan oleh pemegang IUPHKm yang
telah berbentuk koperasi kepada Menteri. IUPHHKHKm hanya dapat dilakukan
areal kerja yang berada di kawasan hutan produksi dan diberikan untuk kegiatan
pemanfaatan hasil hutan tanaman berkayu yang merupakan hasil penanamannya
(Fitriani, 2011).
2.1.2. Manfaat HKm
Keberadaan HKm, ada beberapa manfaat yang diperoleh bagi masyarakat,
pemerintah dan terhadap fungsi hutan yaitu (Nandini,2013):
a. Bagi Masyarakat, HKm dapat :
1) Memberikan kepastian akses untuk turut mengelola kawasan hutan,
2) Menjadi sumber mata pencarian,
3) Ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk rumah tangga dan
pertanian terjaga, dan
4) Hubungan yang baik antara pemerintah dan pihak terkait lainnya.
b. Bagi pemerintah, HKm dapat :
1) Sumbangan tidak langsung oleh masyarakat melalui rehabilitasi yang
dilakukan secara swadaya dan swadana, dan
2) Kegiatan HKm berdampak kepada pengamanan hutan.
c. Bagi fungsi hutan dan restorasi habitat, HKm dapat :
7
1) Mendorong terbentuknya keanekaragaman tanaman,
2) Terjaganya fungsi ekologis dan hidrologis, melalui pola tanam
campuran dan teknis konservasi lahan yang diterapkan, dan
3) Menjaga kekayaan alam flora dan fauna yang telah ada sebelumnya.
Selain itu, Harlen (2010) juga mengatakan bahwa HKm diharapkan mampu
mengubah paradigma pengelolaan hutan yang sentralistik, yang telah
menimbulkan deforestasi, marginalisasi hak-hak masyarakat, keterpinggiran
budaya dan kemiskinan. Abdurahim (2015) juga mengungkapkan bahwa HKm
diharapkan dapat menjamin keberlanjutan dan transformasi ekonomi dan budaya
masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan yang membutuhkan pengakuan
dan kepastian tenurial. Selanjutnya Nandni (2013) menyatakan bahwa keberadaan
HKm diharapkan mampu menyelesaikan konflik-konflik kehutanan dengan
memberikan akses dan hak mengelola terkait klaim masyarakat dalam penguasaan
kawasan hutan.
2.2. Pemberdayaan Masyarakat
2.2.1. Defenisi Pemberdayaan Masyarakat
Mulyadi (2013) mendefenisikan pemberdayaan dalam Bahasa Inggris yaitu
empowerment. Kata power dalam empowerment diartikan "daya" sehingga
empowerment diartikan sebagai pemberdayaan atau memberikan daya.
Pemberdayaan masyarakat secara umum menurut Purnomo (2013) dapat
didefenisikan sebagai proses untuk memperkuat keberdayaan masyarakat lapisan
bawah untuk dapat hidup lebih baik, dengan kata lain memberdayakan adalah
memampukan dan memandirikan masyarakat.
Selanjutnya menurut Anggoro (2010) memberikan defenisi tentang
pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses pengembangan pola pikir dan
pola sikap yang mendorong timbulnya kesadaran anggota masyarakat agar mau
memperbaiki kehidupannya dengan menggunakan potensi yang dimilikinya..
Sedangkan Sumarhani (2011) menegaskan bahwa memberdayakan berarti
8
memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya yang
sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang
bersangkutan. Oleh karena dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat
memiliki unsur-unsur, yaitu adanya upaya memberi daya/kekuatan dengan cara
mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran masyarakat agar menjadi
mandiri.
Pranadji (2006) berpendapat bahwa pemberdayaan masyarakat sebaiknya
diarahkan pada desa-desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan,
sebagai upaya agar mereka dapat mandiri mengembangkan kesadaran,
pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan dan melindungi sistem
penyangga kehidupan serta pengawetan sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya. Begitupun dengan Mulyadi (2013) menyatakan bahwa
pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu meningkatkan peran serta
masyarakat, mengembangkan partisipasi, kemitraan dan kemandirian terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Sejalan dengan hal tersebut Dasmin (2006) juga mengungkapkan bahwa
keberadaan atau kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan hutan akan sangat
menentukan keberhasilan pengelolaan kawasan hutan yang dilindungi. Jika
kawasan yang dilindungi sebagai penghalang, maka masyarakat setempat dapat
menggagalkan upaya pelestariannya. Sebaliknya bila kawasan pelestarian
dianggap sebagai sesuatu yang positif manfaatnya, maka masyarakat sendiri akan
bekerjasama dengan pengelola dalam melindungi kawasan. Selain itu, Muliyadi
(2013) berpendapat bahwa masyarakat yang berada di sekitar hutan akan menjadi
kekuatan besar dalam menjaga kelestarian hutan, jika yang menghambat
peningkatan kesejahteraan dapat diatasi dengan baik, tepat dan sesuai dengan
kebutuhan. Dengan demikian diperlukan pendekatan yang khas pada masing-
masing kawasan hutan dalam menjalin hubungan partisipatif sebagai bentuk
pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan.
9
2.2.2. Konsep Pemberdayaan Masyarakat
Konsep pemberdayaan masyarakat menurut Purnomo (2013) dapat
dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat bukan sebagai
obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemerintah,
melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak)
yang berbuat secara mandiri. Sedangkan menurut Mulyadi (2013) menyatakan
bahwa konsep pemberdayaan masyarakat dapat dipahami sebagai proses
mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar
menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di
segala bidang dan sektor kehidupan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) RI Nomor 7 Tahun 2007
tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, dinyatakan bahwa pemberdayaan
masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat
sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pasal 1 ayat 8). Inti konsep
pemberdayaan masyarakat merupakan strategi untuk mewujudkan kemampuan
dan kemandirian masyarakat (Anggoro, 2010). Sumarhani (2011) juga
menyatakan bahwa masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya
ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan
sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut
menentukan proses politik di ranah negara
2.2.3. Tujuan dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Mulyadi (2013) mengungkapkan bahwa tujuan utama pemberdayaan adalah
membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan ia lakukan, yang terkait dengan diri mereka,
termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan
tindakan. Sedangkan menurut Anggoro (2010) mengatakan bahwa tujuan akhir
pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan
membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih
10
baik secara berkesinambungan. Tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan
oleh Purnomo, Sumarhani (2011) menyatakan bahwa tujuan pemberdayaan
masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat terutama dari
kemiskinan dan keterbelakangan kesenjangan ketidakberdayaan.
Kemiskinan menurut Mulyanto (2013) dapat dilihat dari indikator
pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi atau layak. Kebutuhan dasar
itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan transportasi.
Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah, sumberdaya
manusia yang lemah, terbatasnya akses pada tanah padahal ketergantungan pada
sektor pertanian masih sangat kuat, melemahnya pasar-pasar lokal/tradisional
karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan internasional.
Dengan demikian Dasmin (2006) juga menyatakan bahwa masalah
keterbelakangan menyangkut struktural (kebijakan) dan kultural.
Ada beberapa strategi yang dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan
kemudian diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat yaitu (Dasmin, 2006) :
a. Strategi 1 : Menciptakan iklim, memperkuat daya, dan melindungi. Dalam
upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ;
1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa
setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan.
2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering).
Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah
peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam
sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi,
lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini
menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik, seperti
irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas
pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan
11
paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan,
dan pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang
keberdayaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi
masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang
berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
3) Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah,
oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh
karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat
mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi
tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu
justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah.
Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang
lemah.
b. Strategi 2 : Program pembangunan pedesaan pemerintah di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia telah mencanangkan berbagai macam
program pedesaan, yaitu pembangunan pertanian, industrialisasi pedesaan,
pembangunan masyarakat desa terpadu dan strategi pusat pertumbuhan.
Penjelasan macam-macam program sebagai berikut:
1) Program pembangunan pertanian, merupakan program untuk
meningkatkan output dan pendapatan para petani. Juga untuk menjawab
keterbatasan pangan di pedesaan, bahkan untuk memenuhi kebutuhan
dasar industri kecil dan kerumahtanggaan, serta untuk memenuhi
kebutuhan ekspor produk pertanian bagi negara maju.
2) Program industrialisasi pedesaan, tujuan utamanya untuk
mengembangkan industri kecil dan kerajinan. Pengembangan
industrialisasi pedesaan merupakan alternative menjawab persoalan
semakin sempitnya rata-rata pemilikan dan penguasaan lahan dan
lapangan kerja dipedesaan.
12
3) Program pembangunan masyarakat terpadu, tujuan utamanya untuk
meningkatkan produktivitas, memperbaiki kualitas hidup penduduk dan
memperkuat kemandirian. Ada enam unsur dalam pembangunan
masyarakat terpadu, yaitu: pembangunan pertanian dengan padat karya,
memperluas kesempatan kerja, intensifikasi tenaga kerja dengan industri
kecil, mandiri dan meningkatkan partisipasi dalam pengambilan
keputusan, mengembangkan perkotaan yang dapat mendukung
pembangunan pedesaan, membangun kelembagaan yang dapat
melakukan koordinasi proyek multisektor.
4) program strategi pusat pertumbuhan, merupakan alternatif untuk
menentukan jarak ideal antara pedesaan dengan kota, sehingga kota
benar-benar berfungsi sebagai pasar atau saluran distribusi hasil
produksi. Cara yang ditempuh adalah membangun pasar di dekat desa.
Pasar ini difungsikan sebagai pusat penampungan hasil produksi desa,
dan pusat informasi tentang hal-hal berkaitan dengan kehendak
konsumen dan kemampuan produsen. Pusat pertumbuhan diupayakan
agar secara social tetap dekat dengan desa, tetapi secara eknomi
mempunyai fungsi dan sifat-sifat seperti kota.
Senada dengan program pembangunan pedesaan, Sumarhani (2011)
mengajukan strategi yang meliputi :
a. Strategi gotong royong, melihat masyarakat sebagai sistem sosial. Artinya
masyarakat terdiri dari atas bagian-bagian yang saling kerjasama untuk
mewujudkan tujuan bersama. Gotong royong dipercaya bahwa perubahan-
perubahan masyarakat, dapat diwujudkan melalui partisipasi luas dari
segenap komponen dalam masyarakat. Prosedur dalam gotong royong
bersifat demokratis, dilakukan diatas kekuatan sendiri dan kesukarelaan.
b. Strategi pembangunan Teknikal-Profesional, dalam memecahkan berbagai
masalah kelompok masyarakat dengan cara mengembangkan norma,
peranan, prosedur baru untuk menghadapi situasi baru yang selalu
berubah. Dalam strategi ini peranan agen-agen pembaharuan sangat
13
penting. Peran yang dilakukan agen pembaharuan terutama dalam
menentukan program pembangunan, menyediakan pelayanan yang
diperlukan, dan menentukan tindakan yang diperlukan dalam
merealisasikan program pembangunan tersebut. Agen pembaharuan
merupakan kelompok kerja yang terdiri atas beberapa warga masyarakat
yang terpilih dan dipercaya untuk menemukan cara-cara yang lebih kreatif
sehingga hambatan-hambatan dalam pelaksanaan program pembangunan
dapat diminimalisir.
c. Strategi Konflik, melihat dalam kehidupan masyarakat dikuasasi oleh
segelintir orang atau sejumlah kecil kelompok kepentingan tertentu. Oleh
karena itu, strategi ini menganjurkan perlunya mengorganisir lapisan
penduduk miskin untuk menyalurkan permintaan mereka atas sumberdaya
dan atas perlakuan yang lebih adil dan lebih demokratis. Strategi konflik
menaruh tekanan perhatian pada perubahan oraganisasi dan peraturan
(struktur) melalui distribusi kekuasaan, sumberdaya dan keputusan
masyarakat.
d. Strategi pembelotan kultural, menekankan pada perubahan tingkat
subyektif individual, mulai dari perubahan nilai-nilai pribadi menuju gaya
hidup baru yang manusiawi. Yaitu gaya hidup cinta kasih terhadap sesama
dan partisipasi penuh komunitas orang lain. Dalam bahasa Pancasila
adalah humanis-relegius. Strategi ini merupakan reaksi (pembelotan)
terhadap kehidupan masyarakat modern industrial yang betrkembang
berlawanan dengan pengembangan potensi kemanusiaan.
Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok menurut Dasmin
(2006) adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke
dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi,
lapangan kerja, dan pasar. Selanjutnya Sumarhani (2011) juga menambahkan
bahwa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar
fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas
pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling
14
bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran
di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang.
Oleh karena itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya,
karena program-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh
lapisan masyarakat ini.
2.3. Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Peningkatan kapasitas menurut Sugiarto (2006) adalah perubahan prilaku
individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Sejalan dengan hal tersebut Soeprapto (2010) juga menambahkan
untuk meningkatkan kapasitas maka individu, kelompok, organisasi, komunitas
atau masyarakat mampu menganalisa lingkungannya, mengidentifikasi dan
mengatasi masalah-masalah, memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memanfaatkan
umpan balik sebagai pelajaran.
Peningkatan kapasits masyarakat dapat dicapai melalui pemberdayaan
(Mubarak., 2010). Hal tersebut karena keberdayaan masyarakat dikatakan berhasil
apabila adanya kemampuan dalam membuat analisis masalah, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi suatu program pemberdayaan (Widjajanti, 2011).
Serupa dengan hal tersebut Ruhimat (2014) juga menyatakan upaya yang perlu
dilakukan dalam peningkatan kapasitas yaitu optimalilsasi pelaksanaan program
pemberdayaan serta meningkatkan inovasi tekonologi, pengelolaan hutan yang
lebih komprehensif, menguntungkan dan mudah bagi petani.
2.4. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
2.4.1. Kondisi Fisik Wilayah
Letak dan Luas
Desa Paccekke salah satu dari tujuh desa/kelurahan di Kecamatan Soppeng
Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Orbitrasi (Jarak dari Pusat
Pemerintahan Desa) yaitu jarak dari ibukota Kecamatan Soppeng Riaja adalah 11
km, jarak dari ibukota Kabupaten Barru adalah 28 km serta jarak dari ibukota
15
Propinsi Sulawesi Selatan adalah 130 km. Luas wilayah Desa Paccekke 24,55 km²
yang terdiri dari dua dusun dan enam RT dengan batas sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mallusetasi
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Balusu
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ajakkkang
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sopppeng
Topografi
Topografi Desa Pacekke terdiri atas daerah dataran dengan luas 650 ha dan
daerah perbukitan dan pegunungan seluas 1.805 ha. Desa Pacekke terletak di
daerah pegunungan dengan ketinggian 350 m dari permukaan laut sehingga Desa
Pacekke disebut daerah dingin karena dikelilingi oleh hutan dan pegunungan yang
berbentuk mangkuk besar.
2.4.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Desa Paccekke pada tahun 2016 sebesar 849 jiwa dan
jumlah Kartu Keluarga (KK) 278 dengan perincian sebanyak 448 jiwa perempuan
dan sebanyak 401 jiwa laki-laki. Desa Pacekke terbagi atas dua Dusun yaitu
Dusun Paccekke dan Dusun Kading. Jumlah penduduk di Dusun Pacekke
sebanyak 315 jiwa perempuan dan sebanyak 283 jiwa laki-laki, sedangkan Dusun
Kading Jumlah penduduk sebanyak 133 jwa perempuan dan sebanyak 118 jiwa
laki-laki.
Pendidikan
Penyelanggaraan pembangunan di Bidang pendididkan dalam kurung waktu
2011-2016 menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan, berbagai
upaya yang telah dilaksanakan diantaranya adalah pembangunan rehabilitasi fisik
gedung sekolah. Data distribusi penduduk Desa Paccekke tahun 2016 menurut
tingkat pendidikan disajikan pada tabel 1.
16
Tabel 1. Tingkat Pendidikan pada Desa Pacekke
No. Tingkat pendidikan Jumlah (Jiwa)
1 Belum sekolah 46
2 Usia 7-45 tahun yang tidak pernah sekolah 260
3 Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 86
4 Tamat SD/sederajat 393
5 SLTP/sederajat 29
6 SLTA/sederajat 24
7 D-3 3
8 S-1 5
9 S-2 3
Total 849
Keadaan Ekonomi
Struktur ekonomi didominasi oleh bidang pertanian dan perdagangan,
dimana lebih dari 90% mata pencaharian penduduk dalam bidang pertanian.
Sektor jasa masih sangat kecil kontribusinya dalam pertumbuhan ekonomi desa.
Bidang keuangan desa pengelolaannya diatur dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APBDes) yang ditetapkan setiap tahun oleh pemerintah desa
bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Struktur APBDes pendapatan
masih sangat bergantung pada bantuan Pemerintah Kabupaten melalui Alokasi
Dana Desa (ADD) sejak tahun 2011 sampai 2016. Desa Paccekke juga terdapat
program nasional yang berbasis pemberdayaan yaitu PNPM-MP. Program ini
dapat memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan pendapatan masyarakat
khususnya kegiatan baik menjadi tenaga kerja langsung maupun menjadi anggota
SPP (Simpan Pinjam Perempuan).
17
2.5. Keadaan Lokasi HKm Desa Pacekke
2.5.1. Keadaan Biofisik
Penggunaan Lahan
Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan (KTHKm) Megah Buana terletak di
Desa Pacekke, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru. Luas lahan garapan
yang diajukan untuk IUPHKm adalah ±150 ha, dengan anggota sebanyak 60
orang (nama anggota KTH dapat dilihat pada Lampiran 5). Secara administrasi
KTHKm Megah Buana anggotanya berdomisili di Desa Pacekke.
Tutupan Lahan
Vegetasi jenis tanaman kehutanan yang dijumpai pada lokasi HKm Desa
Pacekke yaitu mahoni, jabon, kemiri dan kayu-kayu rimba campuran lainnya.
Sedangkan jenis tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Species) yaitu aren, sukun,
matoa dan jambu mente.
Kelerengan
Keadaan kelerengan areal kerja HKm Desa Pacekke diuraikan pada tabel
berikut:
Tabel 2. Kondisi Kelerengan pada Areal Kerja Hkm Desa Pacekke
No. Kelerengan Luas (ha) %
1 Datar (0-8%) 9 6
2 Landai (8-15%) 21 14
3 Agak curam (15-25%) 45 30
4 Sangat curam (> 45%) 63 42
5 Curam (24-45%) 12 8
TOTAL 150 100
18
Jenis Tanah
Keadaan jenis tanah areal kerja HKm Desa Pacekke diuraikan pada tabel
berikut:
Tabel 3. Kondisi Jenis Tanah pada Areal Kerja HKm Desa Pacekke
No. Jenis Tanah Luas (ha) %
1 Dystropepts; Humitropepts: Tropohumults 76.5 51
2 Dystropepts; Tropudults; Humitropepts 73.5 49
Total 150 100
2.5.2. Potensi Areal Kerja
Hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Barru
pada kawasan HKm Desa Pacekke seluas ±150 ha dalam status kawasan hutan
lindung, merupakan lahan yang berpotensi untuk pengembangan HKm KTH
Megah Buana diantaranya :
1. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu
2. Potensi Mata air
3. Potensi Jasa Lingkungan
2.5.3. Kelembagaan Kelompok
Nama organisasi pengelola HKm Desa Pacekke sesuai Surat Keputusan
Gubernur No : 1/L13.P/P2T/11/2016 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan
Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) yaitu Kelompok Tani Megah Buana. Saat ini
KTH Megah Buana belum memiliki struktur kepengurusan organisasi yang
lengkap beserta fungsi internalnya dan kelengkapan administrasi seperti buku
tamu, buku kas, buku notulen rapat, AD/ART belum tersedia.