Upload
almukramin
View
118
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS FARMAKOEPIDEMIOLOGI
Kelompok 4
Anggota Kelompok
1. Edrizal Putra (0911011003)2. Albert Jori Sujana (0911011006)3. Andri Kurniawan H
(0911012020)4. Septri Jayanti (0911012049)5. Wenny Pratiwi
(0911012067)6. Arif Ferdian
(0911012081)
CODEIN
Pendahuluan
• Codein adalah sejenis obat golongan
opiat yang digunakan untuk
mengobati nyeri sedang hingga
berat, batuk (antitussif), diare,
irritabel bowel syndrome.
• Kodein merupakan prodrug, karena di saluran pencernaan
kodein diubah menjadi bentuk aktifnya, yakni morfin dan
kodeina-6-glukoronida (1).
• Sekitar 5-10% kodein akan diubah menjadi morfin, sedangkan
sisanya akan menjadi bentuk yang bebas, atau terkonjugasi
dan membentuk kodeina-6-glukoronida (70%), norkodeina
(10%), hidromorfona (1%).
• Seperti halnya obat golongan opiat lainnya, kodein dapat
menyebabkan ketergantungan fisik, namun efek ini relatif
sedang bila dibandingkan dengan senyawa golongan opiat
lainnya.
• INDIKASI : Nyeri ringan sampai
sedang, batuk (antitusif), diare, dan
irritable bowel syndrome.
• KONTRAINDIKASI : Depresi napas,
penyakit paru obstruktif, serangan
asma akut.
Perhatian…!!!
Gangguan hati dan ginjal; ketergantungan; kehamilan; menyusui;
overdosis.
• Kehamilan : Trimester 3 : menekan pernapasan neonates; efek putus
obat pada neonates dengan ibu yang tergantung obat; risiko henti kerja
lambung dan aspirasi pneumonia pada ibu selama persalinan.
• Menyusui : Jumlah terlalu sedikit untuk berbahaya; namun ibu memiliki
keberagaman dalam memetabolisme codein- risiko overdosis morfin
pada bayi.
Dosis
• Nyeri ringan sampai sedang, per oral,
• DEWASA 30-60 mg tiap 4 jam bila
perlu, maksimal 240mg/hari;
• ANAK 1-12 tahun, 0.5-1 mg/kg tiap 4-
6 jam bila perlu; maksimal 240 mg
sehari.
Efek Samping
• Konstipasi bisa menyulitkan pada penggunaan jangka
panjang; pusing, mual, muntah; kesulitan BAK; spasme
ureter atau saluran empedu; mulut kering, sakit
kepala, berkeringat, pelebaran pembuluh darah di
wajah;
• Pada dosis terapi lebih rendah, kodein memungkinkan
daripada morfin untuk menyebabkan toleransi,
ketergantungan, euphoria, sedasi atau efek yang tidak
diinginkan lainnya
Epidemiologi Codein
• Senyawa codein ini sering digunakan sebagai obat batuk dan pereda
rasa nyeri pasca operasi. Namun khasiat yang paling menonjol
adalah untuk pereda batuk.
• Codein banyak digunakan secara oral dibandingkan parenteral,
sebab melalui pemberian oral diharapkan efek analgesik dan
depresant saluran nafas terutama pada saat batuk.
• Namun pada saat sekarang perusahaan-perusahaan farmasi
berusaha untuk mengurangi penggunaan codein karena dapat
menimbulkan beberapa kasus, salah satunya gangguan pada saluran
pernapasan.
Kasus 1
• Di Amerika Serikat pihak FDA menyelidiki penyebab kematian
tiga orang anak yang mengalami masalah pernapasan setelah
meminum codein pasca operasi pengangkatan amandel.
• Codein diubah oleh enzim hati menjadi morfin, pada pasien ini
ternyata metabolisme obat di dalam hatinya lebih cepat dan
obat diberikan dalam dosis tinggi. Metabolisme ultra cepat ini
cenderung menyebabkan konsentrasi morfin tinggi dan dapat
menyebabkan sesak nafas. Inilah yang dicurigai menjadi
penyebab kematian anak tersebut.
• Persentase terjadinya kasus ini di Amerika Serikat 1-7 %.
Kasus 2
• Ibu menyusui yang mengkonsumsi codein bisa membahayakan
bayinya. Hal ini merupakan penelitian terbaru yang dijalankan di
Kanada.
• Penelitian ini menunjukkan bahwa para ibu yang mempunyai
kecendrungan genetik tertentu dapat memetabolisme codein menjadi
morfin jauh lebih cepat dari normal.
• Hal ini dapat membahayakan sistem saraf pusat bayi yang disusuinya.
• Selain itu bagi si ibu juga dapat memicu rasa kantuk yang berlebihan,
gangguan pernapasan bahkan bisa berakhir dengan kematian.
Sementara penggunaan codein di Indonesia
sangat terbatas. Karena pemakaian codein
terutama untuk obat batuk telah digantikan
dengan guaiafenesin, ppa, bahkan theobromine.
Walaupun masih ada pemakaian codein ini
lebih banyak diindikasikan untuk mengobati
iritasi saluran napas akibat batuk kering kronis.
Namun pemakaian ini harus dalam pengawasan
dokter yang merawat pasien tersebut.
Terbatasnya pemakaian codein sebagai obat batuk,
analgesik, maupun sebagai anti-diare di Indonesia
karena alasan keselamatan pasien.
Hal ini dibuktikan dengan sedang dilakukannya
penelitian terbaru terhadap biji coklat yang
mengandung senyawa theobromine untuk mengantikan
codein sebagai obat batuk. Penelitian ini dilakukan di
salah satu perusahaan swasta Inggris yang menjadikan
Indonesia sebagai sumber sampel coklatnya karena
Indonesia adalah produsen kakao terbesar di dunia. Dan
diharapkan pemasaran theobromine sebagai obat batuk
pengganti codein akan beredar tahun ini terutama di
Indonesia.
KASUS 3• Resiko Pneumonia
Opioids, pengobatan yang umum digunakan untk merdakan nyeri dalam
penggunaannya dihubungkan dengan meningkatkan resiko pneumonia
studi dilakukamn pada 3,061 orang dewasa usia 65sampai 94, e-published
in advance of publication in the Journal of the American Geriatrics Society.
Pimpinan Sascha Dublin, MD, Ph.D, a Group Health Research Institute
assistant investigator and Group Health primary care physician
mengatakan studi pada hewan, beberapa opioids – termaksud morphine,
codeine, and fentanyl – merusak sistem immune, yang menyebabkan
pneumonia. Penelitiannya juga menunjukan bahwa resiko pneumonia
menjadi lebih besar pada orang yang menggunakan opioids atau
benzodiazepines dari pada yang tidak mengunakannya pada
pengobatannya.
Study subjects were members of Group
Health Cooperative, a nonprofit health care
system with extensive computerized
pharmacy, laboratory, and medical records
that were used in the analysis.
Dublin dan timnya juga melakukan uji
"case-control study,“ yang menunjukan
hubungan pasien yang menderita pneumonia
selama period 2000 sampai 2003 ("cases")
dengan pasien yang tidak menderita
pneumonia ("controls").
Penelitian menunjukan orang yang tidak
menderita pneumonia juga diberikan opioids or
benzodiazepines. Studi kasus menunjukan hasil
bahwa 13.9 percent menggunakan opioids and 8.4
percent menggunakan benzodiazepines menderita
pneumnonia.
Sedangkan untuk kontrol , 8.0 percent
menggunakan opioids dan 4.6 percent
mengunakan benzodiazepin.
KASUS 4
• Kelainan Kardiovaskuler
Boston, MA - menemukan bahwa penggunaan
codeine lebih dari 6 bulan menunjukan hubungan
peningkatan resiko cardiovascular dan
menyebabkan resiko kematian dua kali lipat.
Mereka menemukan bahwa risiko kelainan
kardiovaskular adalah serupa pada seluruh
kelompok opioid 30 hari setelah pemberian
termasuk pada codein.
Persentase Kasus
Pada tanggal 31 agustus 2011,
penelitian melaporkan 5,494 orang yang
mengalami efek samping ketika
mengkonsmsi Tylenol w/ Codein
Thank You