27

QuAs No 2 Juni 2013

  • Upload
    phamnhu

  • View
    248

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: QuAs No 2 Juni 2013
Page 2: QuAs No 2 Juni 2013

JUNI 2013 JUNI 20132

DAFTAR ISI EDITOR’S NOTE

3

Salam QuAs,Terima kasih atas penerimaan QuAs edisi perdana yang meluncur ke tangan pembaca

pada 8 Maret 2013. Redaksi boleh merasa senang karena muncul tanggapan yang mengalir begitu deras. Ada yang positif, ada juga yang miring. Ini setidaknya memberi arti bahwa QuAs mendapatkan tempat, diperhatikan dan mungkin saja diperlukan oleh banyak kalangan. Meskipun saat peluncuran “suasana batin” sedang kurang kondusif, ternyata kelahiran bayi QuAs ditengok dan didoakan banyak kalangan. Sekali lagi terima kasih.

Khusus untuk edisi yang kedua ini, Redaksi sepakat untuk mengangkat laporan utama yang lagi naik daun di Kementerian Luar Negeri. Apalagi kalau bukan soal reformasi birokrasi (RB). Sangat diyakini oleh Redaksi bahwa perbincangan tentang RB sangat memenuhi kaidah jurnalistik yang bernama news. Ada wow factor yang akan ditemui oleh para pembaca yang budiman dalam beberapa uraian tentang sepak terjang RB Kemlu ini.

Maklumlah, dalam pantauan Redaksi QuAs, RB merupakan binatang yang belum begitu jelas di mata pembaca. Ada yang bilang warnanya hijau, tidak kurang-kurang yang mengatakannya merah. Pengetahuan yang sepotong dan ekspektasi yang berlebihan pastilah menciptakan sebuah gap, yang akhirnya seperti sumbu petasan yang bisa meledak sewaktu-waktu. Karenanya, QuAs dengan reporternya yang rata-rata masih berusia muda, mencoba menyajikan tulisan berselera yang insya Allah dapat menghanyutkan pikiran, rasa serta pemahaman. QuAs mencoba berada di tengah-tengah dan menyampaikan informasi yang berguna bagi kemajuan bersama.

Untuk mencapai ke arah tersebut, desain laporan utama segera dibuat, dan beberapa awak QuAs diberi tanggungjawab menggali data sampai dasar dari berbagai sumber. Mulai wawancara dengan lokomtif RB Kemlu, hingga celoteh ekspektasi di kalangan bawah. Jujur saja, pekerjaan ini perlu ekstra kehati-hatian agar apa yang disajikan dapat diterima oleh semua pihak dan memberikan bermanfaat. Karenanya, kalimat hingga diksi (pemilihan kata) terus dipelototi oleh redaktur senior. Bahkan beberapa laporan harus ditulis ulang agar memenuhi asas jurnalistik yang benar.

Sajian berselera lainnya adalah soal yang terkait dengan perkembangan “geliat” Yayasan Upakara. Tema ini perlu diangkat oleh QuAs karena hampir semua diplomat Kemlu memiliki hubungan emosional yang cukup tinggi. Setelah sekian tahun memberikan sumbangan, pertanyaan tentang kemanakah arah Yayasan berjalan menjadi trending topic yang tidak pernah lekang oleh panas dan lapuk karena musim hujan. Melalui riset yang njelimet dan wawancara dengan pengurus (baru dan lama) dari Yayasan, akhirnya dihasilkan sebuah tulisan yang Redaksi pikir cukup komprehensif dan memenuhi keingintahuan pembaca semua.

Hal yang tentu sangat menarik dalam edisi kali ini adalah tentang was wis wus nota Irjen. Meskipun isu ini cukup jadul, namun rasanya masih sangat layak untuk diangkat untuk mendapatkan klarifikasi dari semua pihak. Aneka komentar ditulis apa adanya (walaupun sumber berita dibuat anonim) dan alasan dari Irjen Kemlu diharapkan memberikan kejelasan atas sudut pandang tertentu. Diatas semua itu, QuAs melihat adanya kesepahaman walaupun tidak harus diungkapkan.

Terakhir, Redaksi ucapkan selamat menikmati QuAs edisi kedua. Baca dulu QuAs baru bicara.

M. Aji SuryaPemimpin Redaksi

Susunan Redaksi

Pembina : Inspektur Jenderal, Sugeng Rahardjo

Penanggung Jawab :Sekretaris Itjen,

Bambang Antarikso

Pemimpin Redaksi : M. Aji Surya

Redaktur Pelaksana : Dodo SudradjatBob Felix Tobing

Staff Redaksi:Rudi Winandoko

Indra NoerDestarata Hamarsan Mustafa

Jifiawan Gana PutraDewi Ratno Asih

Budi Akmal DjafarKartika Suryani

Ratnawati Wulandari

Sekretariat/Umum :Dharmaginta Thanos

Usep KusaeriArifin

Ramadhatun K. NugrahenyOlivia Martina

Monica M. ChristinaTaryoto

GunawanSutrisno

Surat Pembaca 4Asa 6Wow, Ini Dia Kemlu 100 Tahun Lagi

Laporan Utama 10- RB, What Kind of Animal?- Jalan Berliku Reformasi Birokrasi Kemlu- Sabar, Obat Mujarab Demam Remunerasi

Celoteh Auditi 22- Dr. Darmansjah Djumala, M.A., Duta Besar RI untuk Polandia- Rahmat Pramono, Sesitjen Kerjasama ASEAN- Nur Rahardjo, Dubes RI untuk Suriname- Rina P. Soemarno, Sesditjen Multilateral

Ragam 24Hati-Hati Bung! Korupsi Memicu Amarah Rakyat

Fakta 26Soal Was Wis Wus Nota Irjen

Bincang - bincang 28Was Wis Wus Tak HentikanPengawasan

Rendezvous 30Secara, Spip Bisa Minimalkan Korupsi

Info 30SILN: Agen Demokrasi Dan Pencitraan Indonesia?

Fotografi 34Masih Tegakah Korupsi?

Secret 36UPAKARA Tanpa “Uang Numpang Lewat”

Konfirmasi 39Percayakan Pada Duo Ibnu

Tips 40- Pembukuan Fihak Ketiga (PFK) Minus: Salah Siapa?- Keppres 108/2003 Masih Relevan Lho Masbro!

Sains 44Yuk, Belajar dari Negara Paling Bebas Korupsi

Wacana 46Janda Sonya Dan Evolusi Birokrasi

Catatan Akhir 50The Buck Stops Here

Tetap Berusaha Dan OptimisReformasi Birokrasi (RB) Kementerian Luar Negeri menjadi perbincangan hampir semua pegawai. Sayangnya, keindahan RB kadang hanya dilirik sebelah mata, dari satu aspek hasil akhirnya saja: remunerasi. Ketika berbicara tentang proses manajemen yang berliku, beberapa kalangan terlihat capek dan bahkan ada yang angkat tangan.

Laporan Utama

8.

Remunerasi Hanya Soal Waktu Saja

Staf Ahli Manajemen, Ibnu Said :

18. Wawancara

Hang Out48.Bekerja & Tertawa

JUNI 2013

Page 3: QuAs No 2 Juni 2013

JUNI 2013 JUNI 20134

SURAT PEMBACA

5

Majalah QuAs Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Luar Negeri, Gedung Utama, Jalan Taman Pejambon No.6, Jakarta 10110 Telp: (021) - 3849373, Fax (021) - 3502638Surat Elektronik : [email protected]

QuAs Mengubah Pola Pikir

Terima kasih Majalah QuAs yang sudah menyampaikan informasi jelas mengenai proses

Reformasi Birokrasi dan pentingnya laporan kinerja. Jujur saja, walau saya sudah beberapa membaca laporan, mengikuti rapat/sosialisasi, dan juga ikut membantu menyusun peta jabatan dalam proses RB namun banyak hal yang saya masih kurang paham. Artikel-artikel di QuAs membantu saya untuk mengerti dengan lebih baik mengenai segala hingar-bingar proses RB, laporan kinerja, dan harapan peningkatan penghasilan di masa depan.

Hal lain yang saya dapat setelah membaca QuAs adalah perasaan miris, dengan laporan keuangan yang WTP, kok kinerja Kemlu hanya mendapat nilai CC? Saya sepakat dengan yang tertulis di QuAs bahwa kita semua harus mengubah pola berpikir dan cara melaporkan kinerja. Jurang antara capaian riil Kemlu dengan nilai laporan kinerja perlu segera dipersempit. Dan semua ini hanya dapat dilakukan secara bersama-sama seluruh satuan kerja di Kemlu.

Satu hal lagi, bolehkah saya berharap agar di edisi berikutnya QuAs dapat mengurangi istilah-istilah dalam Bahasa Inggris? Saya rasa ekspresi atau ungkapan yang tertulis masih bisa diterjemahkan dengan baik ke Bahasa Indonesia. Terima kasih.

Victor S. Hardjono,KBRI Beijing

Terima kasih untuk masukan berharga Anda mengenai tata bahasa

yang seharusnya dipergunakan dalam QuAs (Redaksi).

Isu Besar versus Isu Riil

Sebagai majalah yang diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal, saya berharap majalah QuaAs berani menampilkan isu besar di Kementerian Luar Negeri dan di saat yang bersamaan juga mengangkat topik yang menjadi permasalahan riil pegawai Kemlu sehari-hari.

Dengan demikian, kehadiran QuAs dapat memberikan kontribusi kepada Kemlu yang lebih transparan dan akuntabel.

Usep Kusaeri,Staf Sekretariat Inspektorat Jenderal

Terima Kasih. Anda dapat memberikan masukan dengan mengirim surel kepada kami mengenai topik yang kiranya menarik

untuk diangkat oleh QuAs (Redaksi).

QuAs, Penyambung Lidah Rakyat

Saya adalah pegawai di Kemlu, yang telah bekerja selama kurang lebih 8 tahun. Ada beberapa isu-isu yang menurut saya menarik untuk dibahas dalam majalah QuAs, terutama tentang manajemen, keuangan, kepegawaian, di lingkungan Kemlu. Saya

mempunyai dua pertanyaan yang kalau memungkinkan dapat dijadikan sebagai topik pembahasan dalam majalah QuAs, yakni:

Bagaimana kelanjutan Permenlu Nomor 04 Tahun 2009? Jika itu tidak diberlakukan lagi, apakah Kemlu akan mengeluarkan peraturan baru lainnya yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban PDK?

Apakah kebijakan “penghematan” anggaran Kemlu tidak akan mempengaruhi penilaian kinerja Kemlu secara nasional? Penghematan seperti apa yang dimaksudkan?

Terima kasih atas tanggapannya dan perhatiannya. Semoga QuAs terus dapat memberikan ulasan-ulasan dan informasi yang bermanfaat bagi para pembacanya, khususnya bagi para pegawai Kemlu.

Salam,MSS,Kemlu, Jakarta

Terimakasih untuk saran topik liputannya. Masukan Anda akan kami perhatikan dan mudah-mudahan dapat dimuat di edisi berikutnya (Redaksi).

Membongkar Rahasia Audit

Pada edisi pertama majalah QuAs yang digagas oleh Inspektorat Jenderal terdapat

artikel yang sangat menarik berjudul “Membongkar Rahasia Audit”. Artikel dimaksud menjelaskan secara lugas mengenai proses audit, mulai dari Pra Audit hingga Exit Brief-ing. Artikel ini jelas berguna bagi sebagian besar kalangan di Kemente-rian Luar Negeri agar dapat mem-persiapkan kegiatan audit dengan sebaik-baiknya.

Artikel ini juga dikemas dengan penuturan yang mudah dipahami seh-ingga membuat pembaca tertarik un-tuk membaca hingga kalimat terakhir. Selain artikel tersebut, rubrik Fakta, Asa dan Opini juga menarik untuk dibaca dan memberikan “warna” lain pada majalah QuAs. Sedikit masukan agar majalah QuAs semakin menarik, kiranya dapat menggunakan teknik info graphics untuk memperkaya artikel-artikel yang sangat informatif.

Derry Putra Iskandar, Direktorat Politik dan

Keamanan ASEAN

Terima kasih. Memang demikian maksud kami me-

ner tib kan majalah QuAs untuk menambah wawasan pegawai

Kemlu pada umumnya (Redaksi).

Mengukur Kinerja Diplomat

Bagaimana jika untuk edisi selanjutnya QuAs membahas mengenai SKI? Sebagai pegawai kemlu, para diplomat diminta

untuk membuat SKI (terutama pejabat fungsional dan yang sedang penempatan di luar negeri) untuk mengukur penilaian kinerja. Namun demikian SKI hingga saat ini belum diterapkan sebagaimana mestinya. Semestinya dengan pencapaian nilai SKI yang tinggi dapat dijadikan acuan untuk percepatan diplomatik seseorang, namun pada kenyataannya hingga saat ini hal ini tidak berlaku, dengan alasan bahwa untuk percepatan harus melalui syarat-syarat tertentu. Jadi apakah sebenarnya SKI masih diperlukan untuk mengukur kinerja?

Bonnie Sastranegara, KJRI Osaka

Terima kasih. Masukan Anda akan kami pertimbangkan (Redaksi).

It’s (Not) Just Another Media from Kemlu

Melihat majalah berjudul “QuAs”, sebagai kepanjangan dari “Quality Assurance”, teronggok di salah satu meja di ruangan tempat saya bekerja, pikiran saya langsung mencap “It’s just another media from Kemlu.” Namun demikian, setelah saya coba

untuk membaca isinya, ternyata di luar dugaan saya sebelumnya. Majalah QuAs dengan berani membahas hal-hal yang saya pikir cukup tabu untuk dikemukakan secara gamblang dan apa adanya. Saya berharap majalah Quas dapat terus “menggelitik” para staf dan pemimpin di Kemlu berkaitan dengan manajemen dan kinerja. Saya yakin secara substansi, Kemlu dapat dikatakan institusi yang cukup hebat. Akan tetapi, kita masih sangat lemah di bidang manajemen.

Go QuAs!M. Ferdien

Direktorat Hukum

Terima kasih. Semoga QuAs terus dapat “menggelitik” para staf dan pemimpin Kemlu (Redaksi).

Pemahaman “On the Same Page”

Selamat atas terbitnya Majalah QuAs edisi pertama. Semoga dapat menambah pengetahuan dan wawasan pegawai

Kemlu. Artikel pertama yang menarik perhatian

saya adalah “Deg-degan Remunerasi” karena minimnya pengetahuan saya akan perkembangan pelaksanaan remunerasi di Kemlu. Apakah ada penjelasan lebih lanjut mengenai pelaksanaan remunerasi di Kemlu? Khususnya terkait perkembangan tahapan pelaksanaan dan hambatannya. Harapan saya ulasan QuAs mengenai remunerasi dapat memberikan pemahaman “on the same page” bagi seluruh pegawai yang telah menanti-nanti realisasi pelaksanaan remunerasi di Kemlu.

Reny Ardiyanti,Unit Layanan Pengadaan

Terima kasih. QuAs kembali mengupas mengenai remunerasi Kemlu pada edisi kali

ini. Semoga dapat menjawab pertanyaan Anda (Redaksi).

Second Track Diplomacy

Sebagai staf di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Luar Negeri, saya merasa bangga

atas terbitnya majalah QuAs. Membaca QuAs bagaikan membaca majalah nasional sekelas Gatra dan Tempo karena mengulas topik yang sedang hangat diperbincangan oleh seluruh pegawai Kemlu. Besar harapan saya agar majalah QuAs dapat menjadi “second track diplomacy” bagi pegawai Kemlu dalam memperjuangkan aspirasinya, khususnya di bidang manajemen untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Anita Destyati Firman, Sekretariat Inspektorat

Jenderal

Terima kasih. Semoga QuAs dapat memberi kontribusi kepada Kemlu dalam upaya mewujudkan

tata kelola pemerintahan yang baik (Redaksi).

QuAs Jangan Bahas Gaji Melulu dong!

Mengapresiasi lahirnya majalah QuAs dalam mengawal proses reformasi birokrasi di

Kemlu. Secara umum majalah ini sudah bagus. Sebagai orang yang berada di luar Kemlu, saya rasa QuAs mampu mewujudkan keterbukaan informasi reformasi birokrasi yang saat ini sedang digalakkan.

Harapan saya untuk edisi berikutnya, hendaknya QuAs tidak hanya mengupas soal kenaikan gaji saja. Namun lebih banyak mengarah pada perbaikan dan pencapaian kinerja(hasil) dengan selalu berpikir hasil, me ren-cana kan hasil, menganggarkan hasil, me monitor, dan melaporkan hasil. Disamping itu, dapat ditambahkan rubrik yang mengulas tentang pegawai teladan. Dengan demikian hal tersebut dapat menjadi penghargaan bagi pegawai yang bersangkutan sekaligus memotivasi pegawai lainnya.

Yani Staf Ahli DPR RI

Siaaap laksanakan komandan! (redaksi)

Distribusi QuAs via Email

Salut atas di terbi tkannya majalah QuAs sebagai majalah pembelajaran internal dari

Kemlu dan untuk Kemlu. Semoga dapat menjembatani ‘apa yang selama ini dilakukan Kemlu’ dan ‘apa yang seharusnya dilakukan Kemlu’.

Sedikit masukan, mohon dipertimbangkan untuk distribusi QuAs melalui link e-mail, yang bisa dikirimkan ke seluruh pengguna e-mail kemlu. Dengan demikian, di manapun, kapanpun, warga Kemlu dapat mendapatkan akses ke majalah yang sarat pencerahan ini, segera setelah diterbitkan, dan juga di saat yang sama mengurangi kertas untuk ‘Kemlu yang lebih hijau’. Redaksi QuAs gunakan e-mail Kemlu juga dong, supaya makin meyakinkan.

Anwar Luqman HakimPembaca QuAs

Great banget usulannya. Sukses selalu (redaksi)

Page 4: QuAs No 2 Juni 2013

JUNI 2013 JUNI 20136

ASA

7

Satu abad kedepan bukan waktu yang lama. Saat itu, diperkirakan dunia maya telah lebih men-dekatkan hubungan manusia. Markas PBB atau Sekretariat

ASEAN, sudah tidak diperlukan lagi. Aneka sekretariat sudah diganti dengan lembaga virtual yang amat canggih.

Seabad lagi, ekonomi Indonesia sudah demikian meroket dan hampir-hampir men dekati tingkat superpower, maka Ke-m enterian Luar Negeri akan memiliki peranan yang tidak bisa disepelekan. Semua hubungan luar negeri senantiasa merujuk ke Pejambon. Saking efisiennya, segala sepak terjang diplomasi hampir-hampir bisa dikendalikan dari meja kantor.

Lingkungan kantor pejambon men-jadi daerah yang super nyaman. Sekeliling gedung bertingkat 85 tersebut, terdapat hutan kecil dan taman yang sangat rapi plus indah. Hampir semua tanaman yang bisa hidup di tropis ada disini (dibawa diplomat yang pulang penempatan). Inilah wilayah dengan ribuan tanaman langka yang senantiasa dihiasi dengan kicauan ratusan burung. Sungai yang saat ini terlihat kental berwarna kehitaman itu sudah bermetamorphosis menjadi lingkungan yang asri dengan ribuan ikan yang berdansaria setiap pengunjung tiba. Para diplomat yang penat, akan memiliki kebiasaan baru: memberi makan ikan-ikan di belakang kantor.

Semua memang serba canggih. Diawali dari pintu gerbang masuk Kemlu, pegawai tidak lagi perlu membuka pintu dan bagasi mobil. Kemlu yang begitu modernnya tidak lagi mengandalkan petugas keamanan tetapi lebih banyak mengandalkan mesin keamanan “kotak hitam” yang mampu medeteksi kendaraan sekaligus meng-iden tifikasi pemilik kendaraan. Data dan informasi sudah langsung direkam dalam ke dalam sebuah chip kartu identitas pegawai. Kegiatan menurunkan pintu jendela pengemudi untuk menarik kertas parkir akan menjadi fenomena “jadoel” (alias jaman dulu) yang dipajang dalam sebuah foto untuk mengingatkan masa lalu.

Seratus tahun lagi, para dubes di luar negeri tidak perlu pulang ke ibukota selama penugasan. Koordinasi dengan pemerintah pusat cukup melalui telekonferensi super

canggih setiap waktu. Model studi banding ke berbagai negara juga tidak diperlukan lagi. Semua bisa dilakukan dengan hand-phone atau mungkin jam tangannya. Efisiensi waktu, SDM dan anggaran diperkirakan sangat tinggi. Era James Bond menjadi kenyataan.

Setibanya kita di lobi Kemlu yang tertata begitu indah dengan siraman air mancur mewarnai tembok yang tertulis “Kementerian Luar Negeri Republik In-do nesia”, para pengunjung langsung me-masuki pelataran lobi yang luas, lega dan dihiasi lampu kristal termahal buatan dalam negeri. Lobi terpisah antara dua lorong: satu untuk pegawai dan disampingnya untuk tamu. Dari langkah pertama memasuki Kemlu, sudah terasa adanya upaya sterilisasi keamanan. Bau wangi bunga berhembus ke semua penjuru seolah menyalami mereka yang datang.

Bagi pegawai yang tinggal jauh dari radius perkotaan Jakarta, atau bahkan bagi

sebagian yang tinggal ditengah kepadatan lalu lintas, maka mampir di kantin sebelum memulai kerja merupakan hal yang biasa. Perjalanan menuju kantin terlihat lebih bersih, teratur, dan nyaman. Ada kolam-kolam kecil dan aneka foto Kemlu di awal tahun 2000-an. Pilihan makanan dan minum beragam dan berkualitas. Pemesanan makanan dan minum dapat dilakukan menggunakan kartu identitas pegawai yang sudah terkoneksi dengan kartu perbankan pegawai.

Yang lebih revolusioner lagi, pegawai didorong untuk lebih bertanggung jawab. Kemajuan teknologi dan kinerja yang berbasis efisiensi tidak semerta-merta melepas pegawai untuk tidak memiliki rasa kepemilikan. Misalnya, di kantin semua pegawai harus mengambil makanan sendiri serta membuang sisa-sisa makanan dan minum ke tempat sampah yang telah disediakan. Kebersihan bukanlah lagi lagi hak yang dituntut oleh pegawai tetapi

Wow, Ini Dia Kemlu 100 Tahun Lagi

menjadi bagian dari kontribusi pegawai itu sendiri; apalagi mengharapkan delivery service gorengan ke ruangan kerja kita masing-masing.

Perut kenyang dan badan berenergi, pegawaipun langsung menuju ke ruang kerja dengan lift super jet yang terbang keatas dengan kecepatan tinggi. Teknologi modern membuat kenangan para senior Kemlu seperti hidup di jaman purbakala. Se sampainya di pintu masuk masing-masing unit kerja, pintu terbuka dan tertutup serba otomatis. Ruang kerja memiliki alat sensor motion detector yang mampu meng hidup kan AC, komputer, lampu, dan pe wangi ruangan secara efisien dan hemat energi.

Menduduki kursi kerja dengan layar monitor komputer yang ternyala, pegawaipun siap melakukan tugas dan fungsinya. Di sebelah kanan atas monitor terdapat live window chat yang menghubungkan mereka langsung dengan seluruh pegawai Kemlu

yang tersebar di seluruh dunia.Di sisi kiri atas layar komputer terdapat

3 butir indikator warna kuning, biru, dan merah yang masing-masing memiliki arti tersendiri. Kuning mengindikasikan adanya berita atau pemberitahuan umum bagi para pegawai. Biru untuk segala informasi dan disposisi yang perlu diketahui oleh pegawai bersangkutan; dan merah adalah indikator yang memiliki urgensi tinggi dan segera ditindaklanjuti. Oleh sebab itu surat disposisi penting – apalagi termasuk golongan rahasia – tidak lagi harus bertebaran di masing-masing meja pegawai.

Seorang diplomat tidak lagi harus menyisihkan waktu untuk melakukan pe kerjaan arsiparis karena semua data dan informasi sudah tersimpan dengan aman dalam lemari informasi dunia maya sesuai dengan kodifikasi dan pemetaan per kembangan jaman. Selain itu, segala macam koordinasi dan pemesanan ruang rapat dapat dilakukan tanpa harus ber kom-

pro mi dengan waktu.Menggunakan jaringan satelit paling

canggih, penulisan nota bisa sangat efisien karena konsep surat dapat segera direvisi dan diberikan masukan oleh penandatangan dimanapun ia berada. Kemlu boleh besar hati karena menjadi satu dari sedikit instansi yang berhasil memberikan kontribusi besar terhadap lingkungan hidup dengan tidak menggunakan hasil penebangan hutan rimba di Indonesia.

Pengiriman kawat dan laporan bersifat instan dan dapat dilakukan via real time. Penulis dan pembaca laporan dapat berkomunikasi secara langsung mengenai isi laporan yang diterima via e-mail maupun alat komunikasi seperti ultra modern skype.

Semua staf Kemlu dipastikan harus pulang kerja pada pukul 16.30 agar dapat melakukan reuni keluarga dengan kualitas tinggi. Bagi mereka yang masih ingin di kantor, dipersilakan untuk berolah raga di jogging track yang tersedia atau ber-gym-ria di lantai 85. Pimpinan Kemlu menyadari penuh bahwa kesehatan jasmani dan rohani menjadi hal yang sangat penting dalam menopang kinerja.

Perubahan yang terjadi di Kemlu (100 tahun yang akan datang) bukan semata-mata untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi modern tetapi sejalan dengan cita-citanya sebagai instansi yang profesional, akuntabel, dan berkinerja. Seluruh perubahan yang terjadi, dari mulai keamanan hingga tugas dan fungsi pegawai sebagai korespondensi informasi luar negeri, menuju pada Kemlu yang lebih baik dimana seluruh kegiatan dapat dicatat dan diukur dengan tepat. Kinerja pegawai misalnya, dapat dilihat secara langsung dari jumlah korespondensi yang dibuat selama setahun. Semua serba real-time.

Ini bukan khayalan. Kemlu yang “futuristic” dan memiliki kecanggihan dalam melakukan semua tugas dan fungsi-nya merupakan target yang dapat dicapai dalam waktu dekat. Rasanya, 100 tahun ter lalu lama. Kalau semua dibenahi dari sekarang, mungkin kurang dari 50 tahun ke-depan sudah menjadi kenyataan. Waktu itu kita dapat melihatnya sambil tersenyum dari alam baka.

Budi Djafar, M. Aji Surya

Nyaris sebuah kepastian. Kemlu seratus tahun lagi akan menjadi instansi yang sangat canggih dan efisien. Dengan gaji rata-rata 30 ribu dolar AS, setiap staf akan memiliki kinerja yang luar biasa dalam memperjuangkan kepentingan nasional.

Page 5: QuAs No 2 Juni 2013

JUNI 2013 JUNI 2013JUNI 20138

LAPORAN UTAMA

9

Reformasi Birokrasi (RB) bukan barang baru. Kemlu sendiri telah memulai RB ketika banyak pihak belum sempat menyentuh.

Mem perkenalkan beberapa tertib yang diperkirakan dapat meningkatkan kualitas output dan outcome dari pekerjaan yang begitu ber jibun. Agar kementerian yang berkutat soal diplomasi ini tetap terdepan dalam kinerja dibandingkan dengan banyak kementerian lainnya. Kebanggaan sebagai warga Kemlu mestinya tidak hanya berhenti di kebanggaan semata, namun harus bicara dalam kenyataan.

Siapapun di Kemlu pastilah sempat mendengar atau bahkan mengucapkan konsep “Benah Diri”. Hal itu mencakup restrukturisasi organisasi, pembenahan profesi, serta penciptaan budaya kerja 3T 1A (Tertib Fisik, Tertib Waktu, Administrasi, dan Aman). Masalahnya bagaimanakah pengukuran konsep dimaksud. Yang jelas, Kemlu mencoba dengan caranya sendiri untuk menjadi lebih baik.

Ketika Pemerintah mulai mem per-kenal kan konsep RB dengan segala tetek bengek aturan dan ukurannya, Kemlu men-coba mengikutinya. Tapi ternyata, dalam kurun tertentu ternyata langkah Kemlu boleh dibilang termehek-mehek, alias disalip oleh Kementerian lain yang lebih serius.

Perpres No. 81 Tahun 2010 mengenai Grand Design Reformasi Birokrasi ditetapkan sebagai cetak biru Reformasi Birokrasi Nasional. MenPANRB lalu me-ne tap kan Peraturan No. 20 Tahun 2011 me ngenai Roadmap Reformasi Birokrasi sebagai pedoman arah pelaksanaan RB K/L. Berdasarkan kedua ketentuan tersebut, do-ku men yang wajib disampaikan ke Tim Re for masi Birokrasi Nasional meliputi Do-kumen Usulan RB dan Road Map RB K/L.

Bagaikan disambar petir di siang bolong, Kemlu agak panik dibuatnya. Segera dibuat tim kecil RB untuk mempelajari proses mendapatkan remunerasi. Kemlu pun terus berkonsultasi dengan KemenPANRB dan Konsultan RB yang direkomendasikan KemenPANRB. Meskipun sudah ngebut dengan berbagai jurus, ternyata dokumen Kemlu akhirnya telat juga. Demikian juga dengan perkembangan di tahun 2012 yang

lalu. Dan baru, tahun ini ada secercah harapan yang mungkin menyembul di langit Kementerian Luar Negeri.

Sadar atau tidak, disepakati atau di-bantah, kenyataan berbicara lain. Mana-jemen yang bisa mengantarkan Kemlu men jadi unggulan dalam RB sering (tidak sengaja) terlantar. Padahal, seperti dikatakan Irjen Kemlu, Sugeng Rahardjo dalam QuAs edisi pertamanya, bahwa kesuksesan itu merupakan sebuah kumpulan antara substansi dan manajemen yang baik. Maklumlah, masih banyak yang berpikir, ketika substansi bagus maka dengan sendirinya hasilnya pasti bagus.

Meskipun telah dimulai beberapa tahun belakangan, ternyata masih ada rasa keengganan untuk terjun di bidang mana-jemen Kemlu. Dalam sebuah wawancara dengan anak-anak yang baru lulus Sekdilu, mereka secara terus terang me rasa agak jengah kalau harus diterjunkan di Biro Perencanaan, misalnya. Mereka ber kilah, bahwa spesialisasinya bukan mana jemen, tapi hubungan internasional atau hukum in ter nasio nal. Bahkan, ada be berapa senior yang mendukung alasan anak-anak tersebut karena merasa ilmunya kurang ter man faat-kan dengan baik. Di luar itu, ada diantara mereka yang masih hijau itu, siap bekerja di satker yang terkait dengan manajemen.

Setelah “bertarung” kisaran tiga tahun dan belum juga memberikan hasil yang diharapkan, kini di tahun hampir paling ujung ini, Kemlu masih terus berusaha tanpa mengenal lelah. Semua proses dilakukan secara simultan dan komprehensif. Tidak ada satu satker pun yang boleh ketinggalan gerbong. Staf Ahli Manajemen dan Irjen Kemlu terlihat “mengejar-ngejar” semua satker untuk dapat menyampaikan laporannya tepat pada waktunya. Ada yang terlihat antusias, ada juga yang sepertinya agak keteteran. Tapi, semua terus didorong to the limit. Alhamdulillah, Kemlu akhirnya dinyatakan 55% siap RB setelah diverifikasi lapangan bulan September 2012.

Tentulah, angin surga ini dimaknai banyak pegawai bahwa tahun 2013 –entah dari bulan apa—akan mulai me ne rima remunerasi yang lumayan. Maklumlah, semua pegawai juga sudah rajin datang pagi sebelum jam 08.00 dan pulang antara

jam 16.30-17.00. Segala kerepotan rumah tangga di pagi hari sudah dinafikan. Bahkan, Irjen ikut sibuk memanggil semua satker agar menyampaikan laporan mandiri RB untuk mengejar target pengumpulan akhir Maret di KemenPAN dan RB secara online.

Tidak heran, di kantin panas belakang gedung utama Kemlu, setiap hari terdengar diskusi hangat soal riuh rendah -nya RB, khususnya perhitungan re mu -nerasi. Ada yang mengkalkulasi untung ruginya RB, perbincangan soal per hitungan keterlambatan datang, hingga mem-pertanyakan kebenaran remunerasi tahun ini. Jarang yang ngobrol tentang output dan outcome dari kerja keras ini.

Semua ada relevansinya. Biaya remunerasi misalnya, hasil kontribusi sukarela satker hanya mampu diraup uang sebesar 14,9 milyar dari target 140an milyar rupiah yang dibutuhkan. Alias, kesiapan anggaran dari optimalisasi yang ada hanya kisaran 10 persen. Inilah yang kemudian menurut beberapa kalangan, Kemlu di-anggap kurang serius. Namun ada juga yang sangat optimis bahwa kekurangannya akan ditalangi oleh Kementerian yang menge lola keuangan. Was wis wus soal ini tidak ada yang bisa menjamin kebenaran nya.

Lain lagi tentang hitung menghitung waktu absen. Menurut Karo BPO, ke ter-lambat an akan mengurangi remunerasi dengan kalkulasi yang cukup pelik. Jadi intinya, jangan sampai datang telat atau pulang lebih awal dari waktunya. Namun, lagi-lagi kalau dilihat dari sisi SDM, seperti nya belum ada kesiapan dengan baik khususnya tim mana yang akan menangani soal motong memotong tunjangan kinerja. Tidak heran, ada beberapa pejabat yang tidak perduli dengan jam kantor karena yakin tidak ada yang menangani dengan baik.

Semua permulaan memang selalu susah, demikian kata orang Jerman. Semua harus dilalui dengan penuh optimisme dan semangat yang tetap terjaga. Ibarat sepakbola, bola kita sudah di tangan striker dan tinggal 30 meter dari gawang. Semua pemain harus terus mendorong agar bola kita bisa mencetak goal. Dalam kondisi ini, jelas bukan waktunya lagi untuk pesimis dan tidak yakin diri.

M. Aji Surya

Tetap Berusaha Dan OptimisReformasi Birokrasi (RB) Kementerian Luar Negeri menjadi perbincangan hampir semua pegawai. Sayangnya, keindahan RB kadang hanya dilirik sebelah mata, dari satu aspek hasil akhirnya saja: remunerasi. Ketika berbicara tentang proses manajemen yang berliku, beberapa kalangan terlihat capek dan bahkan ada yang angkat tangan.

DEST

ARAT

A

JUNI 2013

Page 6: QuAs No 2 Juni 2013

JUNI 2013 JUNI 201310 11

LAPORAN UTAMA

Menginjakkan kaki kembali di Jakarta selepas pe-nem patan di luar negeri merupakan sesuatu yang menyenangkan sekaligus

juga menyedihkan. Senang karena dapat kembali bertemu dengan keluarga besar, mencicipi makanan teruenak di dunia yaitu rendang, atau bisa melepas penat sambil menunggu slip kuning dengan berjalan-jalan menikmati keindahan alam Indonesia yang kalau menurut istilah seleb Syahrini “cetar membahana menembus cakrawala melewati garis khatulistiwa”. Sedihnya tentu disebabkan oleh penghasilan yang tidak lagi berupa dolar alias menurun drastis tis tis.

Senang dan duka tersebut di atas dirasakan oleh hampir seluruh pegawai dinas luar negeri tak terkecuali Putri. Minggu pertama masuk kantor dengan suasana kerja yang baru dilaluinya dengan ceria. Begitu juga seterusnya di minggu kedua, walau gaji pas-pasan, hari demi hari dilewatinya tanpa mengeluh sedikit pun. Namun, kesenangan yang dialami Putri tiba-tiba berubah di minggu ketiga pada hari Jumat “ceria”. Menjelang jam pulang kantor, pikiran Putri yang sudah tertuju pada kegiatan yang akan dhabiskan di waktu “weekend”, dikagetkan oleh sebuah disposisi dari atasannya. Atasan Putri menjawab disposisi Nota Dinas dari Irjen dengan tulisan “Kami menugaskan Putri sebagai Asesor. Siapkan balasan nota!”. “What??? Binatang apa pula ini?” keluh Putri yang saat itu merasa dirinya terkena “jebakan Batman”.

Putri tidaklah sendirian, beberapa orang pun terkejut dengan penunjukkan dirinya sebagai asesor yang akan melakukan penilaian terhadap “binatang” yang baru dikenalnya. Sepulangnya Putri dari kantor, dia sibuk berkonsultasi dengan mbah Google, berusaha “kepo” alias ingin tahu terhadap benda baru tersebut. Apa sih yang telah membuat Putri kaget dan pusing tujuh keliling? “Binatang” apa yang Putri tanyakan ke mbah Google?

Rupanya Putri menuliskan kata “Reformasi Birokrasi” di papannya mbah Google. Mbah Google pun menjawabnya dengan jutaan hasil. Semakin pening lah si Putri ini.

Istilah Reformasi Birokrasi akhir-

akhir ini kembali menjadi trending topics di kalangan PNS Kemlu pada khususnya dan PNS K/L lain pada umumnya. Terlebih lagi dengan adanya instrumen Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) yang diluncurkan oleh KemenPAN dan RB akhir tahun lalu dan batas waktu penilaian

mandiri oleh K/L secara online tahun ini yang jatuh pada tanggal 31 Maret 2013.

Reformasi birokrasi (RB) merupakan program prioritas utama yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka mempersiapkan aparatur negara yang profesional sehingga pada tahun 2025 Indonesia diharapkan

bergerak menuju negara maju. Reformasi birokrasi diharapkan dapat menciptakan perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia.

“Permasalahan birokrasi saat ini adalah organisasi yang belum tepat fungsi dan sasaran; peraturan perundang-

undangan yang tumpang tindih, tidak jelas, dan multitafsir. SDM aparatur yang kuantitas penyebarannya tak sesuai kebutuhan, kualitas dan produktifitas masih rendah, kesejahteraan masih kurang; pelayanan publik yang belum memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat; serta

pola pikir dan budaya kerja yang belum mendukung birokrasi yang efisien, efektif, produktif, profesional dan melayani,” kata Azwar Abubakar, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi di situs Kementerian PAN dan RB.

Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, pemerintah telah membuat suatu acuan yang dapat menjadi pedoman bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam melaksanakan RB. Acuan tersebut ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Pelaksanaan operasional dari Grand Design tersebut dituangkan dalam Road Map RB yang ditetapkan setiap 5 tahun sekali oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Road Map yang saat ini sedang berjalan serta menjadi pedoman bagi pelaksanaan RB di K/L dan Pemda dituangkan dalam Peraturan Menteri Negera Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.

Berdasarkan kedua peraturan tersebut, tertuang visi pelaksanaan RB yaitu “Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia” pada tahun 2025. Tata kelola pemerintahan yang baik pada tahun 2025 tersebut dapat terwujud jika SDM bekerja secara profesional dan berintegritas tinggi serta mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat. Selain itu, manajemen pemerintahan juga dilaksanakan secara demokratis agar mampu menghadapi tantangan global.

Jika berhasil dilaksanakan dengan baik, RB akan mencapai tujuan yang diharapkan, di antaranya mengurangi bahkan menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat, menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy, meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi. Selain itu, RB diharapkan dapat meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi serta menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.

RB, What Kind of Animal?Jika ditanya mengenai remunerasi, semua PNS pasti langsung mengacungkan tangannya. Namun jika ditanyakan mengenai RB, semua orang diam seribu bahasa dan saling memandang. Bahkan tak jarang istilah tersebut terasa menakutkan. RB ini memang kurang populer, tidak semenarik remunerasi.

DEST

ARAT

A

Page 7: QuAs No 2 Juni 2013

JUNI 2013 JUNI 201312 13

LAPORAN UTAMA

Jika gagal, RB akan membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah menjadi berkurang. Membuat Indonesia terpuruk di mata dunia terutama terkait dengan kegagalan pemerintah dalam menciptakan good governance serta dapat menghambat keberhasilan pembangunan nasional.

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dilakukan melalui tiga tingkat pelaksanaan yaitu Makro, Meso, dan Mikro. Tingkatan Makro dilakukan oleh Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional. Tingkat Meso dilakukan oleh Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional, Tim Independen, dan Tim Quality Assurance. Sedangkan, tingkat Mikro dilakukan oleh Tim Reformasi Birokrasi K/L/Pemda.

Terdapat beberapa hal yang telah dilakukan di tingkat Makro diantaranya penyusunan RUU Aparatur Sipil Negara dan penyusunan RUU Administrasi Pemerintahan. Selain itu, ditingkatan ini juga sedang dilaksanakan 9 Program Percepatan RB menuju birokrasi yang bersih dan melayani. Pertama, Penataan Struktur Birokrasi. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan hal ini diantaranya melakukan evaluasi serta penataan organisasi K/L dan Pemda serta evaluasi unit pelaksana teknis (UPT) eselon II. Kedua, Penataan Jumlah, distribusi dan Kualitas PNS. Beberapa hal yang telah dilakukan diantaranya kebijakan penerimaan CPNS 40% dari jumlah pensiun, redistribusi/ realokasi PNS, kebijakan pelaksanaan pensiun dini secara sukarela serta pelaksanaan moratorium PNS. Ketiga, Sistem Seleksi dan Promosi

secara Terbuka dengan melakukan kerjasama dengan konsorsium PTN dan penggunaan computer assisted test (CAT) untuk seleksi CPNS. Selain itu, terdapat penguatan assesmen center untuk promosi jabatan serta “lelang jabatan” antar instansi. Keempat, Profesionalisasi PNS yang dilakukan diantaranya dengan meningkatan kemampuan PNS berdasarkan kompetensi, sertifikasi kompetensi profesi serta mutasi dan rotasi sesuai kompetensi.

Kelima, Pengembangan Sistem Elektronik Pemerintah (EGovernment). Dalam hal ini, pemerintah berupaya untuk mengaplikasi e-office, e-planning, e-budgeting, e-procurement , dan e-performance (SAKIP). Keenam, Pe nye -derhanaan Perizinan Usaha. Untuk me-ngu rangi proses yang berbelit-belit dan “birokratis”, pemerintah melakukan de-regulasi perizinan usaha, penguatan pe-layanan terpadu satu pintu, kejelasan biaya dan persyaratan perijinan serta penguatan

budaya pelayanan prima. Ketujuh, Pelaporan Harta Kekayaan Pegawai Negeri. Dalam hal ini, pelaporan tidak hanya dilakukan oleh pejabat negara namun seluruh PNS harus melaporkan harta kekayaan serta penggunaan pelaporan harta kekayaan dalam persyaratan kenaikan pangkat dan promosi.

Kedelapan, Peningkatan Ke sejah-teraan Pegawai Negeri. Bagian ini yang pastinya ditunggu-tunggu oleh PNS. Pemerintah saat ini sedang dalam proses untuk mereformasi struktur penggajian, pem berian tunjangan berbasis kinerja secara bertahap, reformasi sistem pensiun serta peningkatan manfaat asuransi kesehatan. Kesembilan, Efisiensi Penggunaan Fasilitas, Sarana dan Prasarana Kerja Pegawai Negeri melalui kebijakan efisiensi penggunaan fasilitas dinas, kebijakan pengawasan penggunaan fasilitas kendaraan dinas serta standardisasi sarana dan prasarana kerja.

Untuk mendorong pelaksanaan

Reformasi Birokrasi, tentu sebagai PNS harus berperan aktif dalam memberikan saran/masukan terkait dengan pelaksanaan RB di instansi tempat kita bekerja. Perlu diketahui, terdapat 9 Program berorientasi hasil (outcome) untuk tingkat Mikro yang harus dilakukan secara berkelanjutan dalam kerangka RB. Program ini tidak hanya dilakukan sekali namun harus dilakukan secara berkelanjutan setiap tahun, setiap saat, dan setiap waktu. Oleh karena itu, di-butuhkan komitmen dari seluruh pegawai baik pimpinan maupun staff untuk dapat memastikan program ini dapat berjalan dengan baik.

Tidak hanya dalam pelaksanaan RB, kini pegawai juga turut terlibat dalam mem beri kan penilaian terhadap kemajuan pe lak sa naan RB instansi. Pada tahun 2012 lalu, KemenPANRB telah meluncurkan ins tru men Penilaian Mandiri Pelaksanaan Re for masi Birokrasi (PMPRB) secara online. Dengan tools ini, pegawai dapat ikut serta dalam melakukan penilaian RB dengan berpartisipasi dalam survei internal loh.

“RB Kemlu dilaksanakan secara sistematis, berkesinambungan, terarah, dan terukur sesuai dengan Grand Design dan Roadmap RB dalam rangka menjadikan Kemlu yang lebih baik,” demikian disampaikan oleh M. Ibnu Said, Staf Ahli Bidang Manajemen dalam Sosialisasi Re-

formasi Birokrasi dan Remunerasi Kemlu.Sasaran pelaksanaan RB di

Kemlu difokuskan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, peningkatan kualitas pelayanan publik, perlindungan WNI / Badan Hukum Indonesia di luar negeri, peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja serta partisipatif, transparan, dan akuntabel.

Terkait dengan PMPRB, Kemlu telah melakukan finalisasi dan menyampaikan hasil penilaian mandiri Kemlu secara online kepada KemenPANRB tanggal 28 Maret 2013 dengan nilai pencapaian RB sebesar 81,88. “PMPRB diharapkan dapat meningkatkan citra Kemlu menjadi lebih baik,” demikian disampaikan oleh Irjen Kemlu.

Kembali ke kisah si Putri. Men dapat-kan ribuan penjelasan dari mbah Google, memang sedikit memberi pencerahan bagi otak Putri yang tidak hanya berisikan memori substansi. Walau masih belum me-mahami seutuhnya RB, terdapat hal yang membuatnya wajahnya ceria dan senyum-senyum sendiri. Keceriaan Putri itu tak lain karena RB “katanya” dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai melalui tunjangan kinerja serta menjadikan pelayanan internal dan eksternal dapat lebih baik sehingga kepuasan Putri dan pegawai lainnya akan Kemlu meningkat.

Destarata Hamarsan Mustafa

GOO

GLE.C

OM

Page 8: QuAs No 2 Juni 2013

JUNI 2013 JUNI 201314 15

LAPORAN UTAMA

“Duh, gagal maning, gagal maning Son,” ujar se-orang pejabat me nengah Kemlu

me niru kan celoteh pelawak terkemuka yang lagi ngetop. Si Memet, begitu sering dipanggil temannya, hatinya kesal, marah dan sekaligus sedih, melihat headline di salah satu website tentang pemberian remunerasi atau tunjangan kinerja (TK) tahun 2012. Dalam berita tersebut, institusi yang sangat dicintainya ternyata tidak termasuk dalam 20 K/L yang menerima tunjangan kinerja tahun 2012. Matanya menerawang dan mulutnya monyong. “Bisa-bisa bunuh diri. Ini bukan yang pertama,” ujarnya berkelakar.

Memang, kegagalan Kemlu untuk mendapatkan TK ini pengalaman kedua. Padahal setiap tahun, semenjak 2010 pegawai Kemlu selalu diiming-imingi janji surgawi bahwa tahun berikutnya Kemlu akan mendapatkan TK. Tak pelak, mereka setiap tahun berharap-harap cemas menunggu pemberitaan di media mengenai K/L yang akan mendapatkan remunerasi. Namun hingga akhir tahun 2012, TK yang dijanjikan hanya menjelma sebuah pepesan kosong. Pegawai Kemlu yang telah banting tulang pergi pagi pulang larut malam dengan pekerjaan yang setumpuk, kecewa akibat tidak seimbangnya “rewards” yang mereka terima. Padahal, peraturan-peraturan yang terbit, khususnya yang berkaitan dengan keuangan, telah mengarah pada penerapan “remunerasi”.

Melihat beberapa tahun ke belakang, tepatnya tahun 2001, Kemlu boleh ber-bangga diri telah mulai melakukan reformasi sebelum datangnya Reformasi Birokrasi Gelombang I yang dicanangkan Pemerintah tahun 2004. Program Kemlu yang dikenal dengan nama “Benah Diri” tersebut men-cakup restrukturisasi organisasi, pem-benahan profesi, serta penciptaan budaya kerja 3T 1A (Tertib Fisik, Tertib Waktu, Administrasi, dan Aman). Namun perlu diakui program Benah Diri itu belum sepenuhnya berhasil.

Sebagai contoh, walaupun telah ada pe ngakuan profesi diplomat dengan di tetap-kannya aturan Jabatan Fungsional Diplo mat pada tahun 2005, namun belum ada per-aturan mengenai kode etik serta daur hidup profesi mereka, mulai dari perekrutan hingga pensiun. Selain itu, terkait dengan ke aman-an informasi, hingga saat ini belum ada mekanisme audit terhadap teknologi in for -masi (IT Audit) baik oleh pihak internal mau -pun eksternal. Audit yang telah di la ku kan sebatas audit keuangan dan audit ki ner ja.

Kemlu yang memproklamirkan diri sebagai champion itu, kemudian berupaya semaksimal mungkin mendapatkan penilaian dari KemenPAN dan RB dengan menyerahkan secara langsung Dokumen Usulan RB Kemlu pada 6 Januari 2010. Dokumen Usulan RB ini disampaikan sebagai persyaratan awal Kemlu mengikuti program RB Nasional. Selain itu, Kemlu juga menyampaikan dokumen Benah Diri sebagai pengantar dan bukti bahwa Kemlu telah melakukan perubahan lebih dahulu sebelum RB.

Oleh karena itu, dengan pede-nya pada tahun 2010 itu Kemlu men-sounding kepada pegawainya bahwa mereka akan men dapatkan remunerasi pada 2011. Sayang nya, dokumen yang diserahkan tersebut ditolak dengan alasan adanya per-ubahan kebijakan nasional serta landasan hukum tentang Reformasi Birokrasi yang yang semula berupa PermenPANRB menjadi Perpres. Hal ini mengakibatkan ter jadinya kevakuman di tingkat nasional yang berimbas kepada K/L termasuk Kemlu harus menunggu terbitnya Perpres.

Perpres yang ditunggu-tunggu tersebut akhirnya disahkan. Perpres No. 81 Tahun 2010 mengenai Grand Design Reformasi Birokrasi ditetapkan sebagai cetak biru Reformasi Birokrasi Nasional. Selanjutnya MenPANRB menetapkan PermenPANRB No. 20 Tahun 2011 mengenai Roadmap Reformasi Birokrasi sebagai pedoman arah pelaksanaan RB K/L. Berdasarkan kedua ketentuan tersebut, dokumen yang wajib disampaikan ke Tim

Reformasi Birokrasi Nasional meliputi Dokumen Usulan RB dan Road Map RB K/L.

Setelah kedua peraturan tersebut terbit, terdapat arahan agar Kemlu menyampaikan dokumen yang dibutuhkan pada akhir Februari 2011. Bagaikan disambar petir di siang bolong, Kemlu terlihat panik dibuatnya. Segera dibuat tim kecil RB untuk mempelajari proses mendapatkan remunerasi. Kemlu pun terus berkonsultasi dengan KemenPANRB dan Konsultan RB yang direkomendasikan KemenPANRB. Beberapa pihak tersebut menyampaikan bahwa dokumen yang dikumpulkan tidak hanya dokumen usulan RB dan dokumen roadmap namun harus disertakan juga dokumen job grading serta data dukungnya. Kesemua dokumen tersebut ternyata tidak mungkin dapat diselesaikan dalam 2 bulan, namun paling cepat 3 bulan.

“Belum adanya komitmen penuh dari seluruh pegawai Kemlu saat itu serta tidak adanya anggaran khusus untuk persiapan dan pelaksanaan RB menyebabkan Kemlu banyak mengalami hambatan. Berbeda dengan K/L lain yang menyewa konsultan pro fe sio nal sehingga lebih serius dan dapat mem bantu mempercepat pelaksanaan RB. Di Kemlu, semua dilakukan secara swadaya dan serba meraba-raba,” ungkap salah satu sumber.

Pada tanggal 3 Mei 2012, Kemlu pun menyampaikan dokumen usulan RB, dokumen roadmap RB, dan dokumen job grading. Namun, dokumen tersebut lagi-lagi ditolak dan dikembalikan oleh KemenPANRB tanggal 30 Mei 2012

guna disempurnakan lebih lanjut. Pada 8 Juli 2011, MenPANRB mengeluarkan PermenPANRB No. 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Jabatan. Kemlu diminta untuk menyesuaikan dokumen job grading dengan ketentuan yang baru tersebut.

Dengan segala kekurangan, Kemlu akhirnya menyerahkan dokumen pen-dahulu an (benah diri), Road Map dan dokumen Usulan RB serta dokumen job grading yang telah disesuaikan dengan PermenPANRB No. 34 pada 28 Desember 2011. Keterlambatan ini salah satunya diakibatkan karena tidak adanya sumber daya yang mengerti dengan benar pe-nyu sunan evaluasi jabatan sesuai dengan PermenPANRB sehingga membutuhkan waktu untuk mempelajarinya serta tidak adanya konsultan yang membantu dan terlibat dalam penyusunan job grading ini. “Tidak adanya kusir dalam penyusunan dan pelaksanaan RB membuat RB Kemlu tidak maksimal dan cenderung reaktif,” ungkap sumber lain.

Tahapan berikutnya dalam pe lak sa-naan RB Kemlu adalah membentuk Tim Pengarah dan Tim Pelaksana RB Kemlu pada bulan Januari 2012. Pembentukan kedua tim tersebut juga dapat dikatakan telat karena seharusnya Tim Pengarah dan Tim Pelaksana yang melibatkan seluruh Satker di Kemlu dibentuk sejak akhir tahun 2010 atau awal tahun 2011 bersamaan dengan pe nyu sun an dokumen usulan dan dokumen road map RB.

Keterlambatan Kemlu dalam me-nye rahkan berbagai dokumen tersebut

serta kurangnya diplomasi (negosiasi dan lobi) kepada KemenPANRB menyebabkan Kemlu terlambat di verifikasi oleh Tim Unit Pengelola RB Nasional maupun Tim Independen. Kemlu baru diverifikasi lapang­an pada bulan 4 September 2012. Hasil ve ri-fikasi tersebut, Kemlu mendapatkan nilai 63 dan Kemlu 55% siap melaksanakan RB.

Angka 55% yang didapatkan ini bukan merupakan besaran remunerasi yang akan diterima oleh Kemlu. Menurut MenPANRB, ada tiga tahapan penerapan kebijakan remunerasi yaitu tahapan dimulainya RB, di mana K/L akan mendapatkan remunerasi 40%, pelaksanaan RB sudah berjalan dan remunerasinya 70%, dan RB sudah berjalan dengan baik sesuai aturan yang ditetapkan, dalam hal ini K/L berhak mendapatkan remunerasi 100%.

Pada tahun 2013, gaung RB kembali membahana dengan adanya sosialisasi jam kerja, RB, dan Remunerasi di seluruh Satker di Kemlu. Pimpinan optimis Kemlu akan mendapatkan remun pada pertengahan tahun ini atau paling lambat akhir tahun 2013 dengan di-rapel dari Januari 2013. Segala sarana dan prasara seperti absensi biometrik dengan sidik vena, permenlu tentang jam kerja, serta bus jemputan yang kini datang dan pulang dengan tepat waktu serta aplikasi attendance management system telah disiapkan.

“Permasalahan manajemen me ru pa-kan suatu hal yang perlu diperbaiki di Kemlu. Semua pihak harus mulai peduli. Jangan hanya mengurus substansi saja. Substansi tanpa manajemen tidak menghasilkan

Semua substansi, substansi dan substansi. Soal manajemen, apalagi Reformasi Birokrasi (RB), sering dikesampingkan. Padahal, RB menjadi Prioritas Nasional RPJM 2010-2014 yang berada di urutan nomor wahid.

remunerasi yang diharapkan,” ungkap sumber lainnya.

Segala persiapan RB dan pemberian TK lagi-lagi menemui jalan berliku. Segala sarana dan prasarana fisik yang telah di-siapkan tidak didukung oleh anggaran untuk membayar Tunjangan Kinerja. Kemkeu mem perkirakan, untuk TK dibutuhkan anggaran sebesar 140-an milyar. Sementara hasil optimalisasi dan saweran dari masing-masing Satker terkumpul hanya 14,9 Milyar atau hanya 10% dari dana yang dibutuhkan. Anggaran TK tidak dialokasikan dari tahun sebelumnya.

RB Kemlu dan pemberian TK kini tinggalah menunggu waktu. Pemberian remunerasi tahun ini harus segera di usaha-kan agar pegawai tidak terdemo ti vasi. Pegawai dapat dikatakan sudah capek akan ketidakpastian yang mereka hadapi di Kemlu. Selain itu, pegawai Kemlu saat ini juga dapat dikatakan berbeda dengan sebelumnya. Pegawai dituntut untuk bekerja profesional yang juga berarti mereka harus mendapatkan bayaran setimpal sesuai dengan pekerjaannya. Karena Pro fe sio-nalisme adalah terkait dengan pendapatan, tidak hanya terkait dengan keahlian.

“Daripada melakukan diplomasi yang mengukir langit dan mengurusi negara lain seperti pertikaian Korea Utara-Selatan, Laut Cina Selatan, dan lain sebagainya, sebaiknya perbaiki dahulu manajemen intern dan perhatikan ke se-jah te raan pegawai,” ungkap salah seorang pegawai.

Permasalahan manajemen meru pa-kan sesuatu hal mendesak yang perlu segera diperbaiki agar Kemlu tidak tertinggal dengan K/L lain. Pegawai harus diperlakukan sebagai suatu aset sangat berharga yang perlu dihargai dan ditingkatkan kesejahteraannya agar mereka termotivasi untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Pegawai Kemlu tidak hanya dibekali dengan substansi namun mereka perlu dibekali dan di-training ilmu-ilmu manajemen seperti manajemen sumber daya manusia, manajemen strategis, manajemen operasional, manajemen perubahan lainnya.

Diatas semua itu, sepertinya saat ini pegawai Kemlu tidak perlu berkecil hati. Staf Ahli Mana jemen, Ibnu Said misalnya, tetap optimis bahwa usaha Kemlu yang mati-matian ini akan mendapatkan “ganjaran” yang se timpal. Khusus mengenai renumerasi, hanya soal kapan diputuskan saja. “Saya yakin kok, karena Kemlu sudah diverifikasi dan melalui sebuah proses. Kalau kementerian lain bisa, mengapa kita tidak,” katanya sambil tersenyum penuh keyakinan. Semoga tidak gagal maning.

Destarata Hamarsan Mustafa

Jalan Berliku Reformasi Birokrasi Kemlu

DEST

ARAT

A

Page 9: QuAs No 2 Juni 2013

JUNI 2013 JUNI 201316 17

dalam pemberlakuan remunerasi untuk setiap Kementerian/Lembaga (K/L). Seluruh persyaratan dan kelengkapan RB Kemlu telah diserahkan kepada Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB), selaku koordinator pelaksanaan Reformasi Birokasi Nasional.

Sebagaimana diketahui, untuk tahun 2013 ini, ditargetkan sebanyak 23 K/L akan menerima remunerasi, atau yang resmi-nya disebut dengan tunjangan kinerja. Dan sebagai syarat untuk dicairkannya remu ne-rasi tersebut, setiap K/L harus melakukan RB di instansinya masing-masing.

Saat ini, RB Kemlu bersama dengan 22 K/L lain telah diverifikasi dan divalidasi oleh Kemen PAN dan RB, dimana Kemlu memperoleh nilai 63 dan berada pada level 3 dari 4 level yang ada. Berdasarkan penilaian tersebut, Kemlu berada pada peringkat 3 besar, bersama-sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemdag) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan direkomendasikan remunerasi 55%. Tingkat kemajuan RB, menjadi salah satu dasar penetapan besaran remunerasi.

Bila melihat hasil penilaian yang bagus tersebut, Kemlu sebenarnya bisa berbangga dan berbesar hati. Ternyata hal itu saja belum cukup, karena pada prinsipnya, kebijakan dan alokasi anggaran untuk reformasi birokrasi dan remunerasi bagi suatu K/L harus disetujui DPR, dan pengajuannya ke DPR adalah melalui Menteri Keuangan. Sumber pendanaan untuk pemberlakuan re mu nerasi berasal dari optimalisasi anggar an K/L yang bersangkutan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Tudiono menambahkan, pada 21 Februari 2013, Kemlu telah menyerahkan berbagai dokumen dan persyaratan dari segi keuangan dan keanggaran kepada Kementerian Keuangan, yang diperlukan untuk mengukur kecukupan anggaran Kemlu dalam mendukung pemberian Remunerasi di lingkungan Kemlu. Selanjutnya, pada 28 Februari 2013 telah dilaksanakan penandatanganan berita acara penyerahan dokumen dan besaran optimalisasi Kemlu. Dari hasil optimalisasi anggaran Kemlu, yang bersumber dari pemotongan anggaran perjalanan dinas

dan honor Tim atau kepanitiaan, terkumpul dana sebesar 14,9 miliar rupiah. Sedangkan sisanya sebesar 134 miliar rupiah akan didanai oleh APBN.

Lalu kapan Kemlu mendapatkan gelontoran dana Remunerasi tersebut? Rupanya, masih terdapat beberapa tahap lagi yang harus dilalui oleh Kemlu, yang diawali dengan tahapan pemberian ijin prinsip Menteri Keuangan atas besaran remunerasi masing-masing K/L. Lebih lanjut lagi, QuAs mendapatkan penjelasan dari Kabag yang selalu murah senyum ini, bahwa dalam tahapan pertama, tim teknis remunerasi di Kementerian Keuangan akan menyusun beberapa simulasi besaran remunerasi masing-masing K/L, yang akan diajukan untuk mendapatkan persetujuan lebih lanjut dari Menteri Keuangan.

Berikutnya, pengajuan simulasi besaran remunerasi yang disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Wakil Presiden. Dalam tahap ini, Menkeu akan menyampaikan simulasi besaran remu-nerasi untuk 23 K/L yang dijadwalkan akan diberikan Remunerasi di tahun 2013. Langkah selanjutnya adalah tahapan ketiga, yakni pembahasan oleh Tim Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) yang dipimpin oleh Wakil Presiden, yang hasilnya akan diajukan ke DPR untuk persetujuan alokasi anggaran lebih lanjut.

Memasuki tahap keempat, anggaran

yang telah diajukan tadi akan dibahas oleh DPR untuk persetujuan dan penetapan alokasi besarnya anggaran yang akan diambil dari APBN untuk mendukung pem berian Remunerasi dan pelaksanaan RB di 23 K/L target remunerasi 2013. Jika K/L dapat me menuhi seluruh anggaran tunjangan kinerja dari hasil efisiensi/optimalisasi ang garan nya, maka pembahasan dapat dilakukan oleh K/L dengan Komisi DPR yang terkait. Namun bila diperlukan tambahan anggaran, maka pengajuan harus dilakukan oleh Menteri Keuangan kepada Badan Anggaran DPR.

Rangkaian tahapan pemberian remunerasi ini akan diakhiri dengan proses pengundangan Peraturan Presiden (Perpres), dimana didalam Perpres ini akan dicantumkan besaran remunerasi dan masa dimulainya pemberian tunjangan Remunerasi tersebut. Dari Perpres ini pulalah dapat diketahui, berapa jumlah remunerasi yang akan diterima oleh pegawai berdasarkan tingkatannya masing-masing.

Jalan yang harus dilalui memang tampaknya masih berliku-liku dan tidak semulus jalan tol. Terlebih bila melihat adanya pergantian Menteri Keuangan RI yang baru-baru ini dilakukan, diperkirakan hal ini sedikit banyak juga dapat mempengaruhi kecepatan proses pembahasan dan persetujuan remunerasi di jajaran Kementerian Keuangan.

Belum lagi, jika dihadapkan pada munculnya beberapa isu nasional, yang merupakan prioritas kebijakan nasional pemerintah. Sebut saja salah satunya, ada-nya rencana pemerintah untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) atau pemberian subsidi BBM. Isu ini tentunya merupakan salah satu prioritas nasional pemerintah dalam penentuan alokasi APBN. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin pembahasan mengenai remunerasi menjadi tergeser oleh adanya isu kenaikan dan subsidi BBM tersebut.

“Begitu remunerasi cair, kita nanti harus syukuran potong kambing. Tapi dengan catatan, harap sabar ya,” demikian senda gurau di kalangan pegawai Kemlu saat ini. Dengan kata lain, tampaknya memang Kemlu masih harus bersabar dan menunggu selesainya proses panjang pembahasan remunerasi ini. Dan sambil menunggu, marilah terus berkarya, berkinerja seoptimal mungkin, dan tentunya, terus berdoa serta jangan putus harapan.

Rahmawati W. Simbolon

LAPORAN UTAMAProses Remunerasi

Hari sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Namun Syahrono, yang sehari-harinya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)

di Kementerian Luar Negeri baru tiba di kantornya. Dengan perlahan Ia melangkah memasuki ruang kerjanya. “Wah, mas Syahrono, kok belakangan ini sampeyan datangnya telat terus sih. Nanti tunjangan remunerasi-nya dipotong loh”, demikian celetuk salah seorang rekan kerjanya.

“Haiyah, kok ngomongin pemotongan remunerasi sih. Apanya yang mau dipotong? Apa bener tahun 2013 ini remunerasi

bakalan cair? Nggak ada yang tahu kan?” katanya membela diri.

Memang, lagi-lagi remunerasi tetap menjadi trending topic dalam pembicaraan sehari-hari di lingkungan PNS Kementerian Luar Negeri. Mulai dari pegawai terendah, sampai jajaran pimpinan, tak luput dalam hiruk pikuknya “Demam Remunerasi” ini. Bagaikan berharap menemukan sebongkah emas di ujung pelangi. Itulah kira-kira gambaran harapan para Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kemlu saat ini.

Bagaimana tidak, setelah sekian lama ditunggu-tunggu, hingga menjelang pertengahan 2013 ini, remunerasi yang

diharapkan sudah cair dari awal 2013 tersebut belum kelihatan batang hidungnya. Kegalauanpun tampak mewarnai setiap wacana mengenai Remunerasi ini di bicara-kan. “Ah, ngapain nih datang tepat waktu setiap hari. Jangan-jangan malah nggak jadi tahun 2013 ini,” demikian celoteh pasrah dan kecewa yang tak jarang terdengar dari mulut sebagian pegawai Kemlu.

Perlahan, harapan berubah menjadi kecemasan. QuAs mengamati, di awal tahun, ketika wacana pemberian remunerasi akan diberikan pada tahun 2013 ini, para karyawan menjadi bersemangat untuk masuk kantor dengan tepat waktu.

Namun mendekati pertengahan tahun, telihat suasana sedikit berubah, seiring dengan belum cairnya remunerasi hingga saat ini. Tak sedikit yang mulai me nu n juk kan kekhawatiran, kecemasan, bahkan penurunan semangat kerja, akibat belum jelasnya nasib remunerasi Kemlu. Ada kelompok yang optimis, ada juga yang masuk dalam kelompok yang pesimis. Bah-kan, ada juga yang tampaknya tidak peduli.

Seperti yang disampaikan oleh Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Kinerja Perwakilan Kemlu, Tudiono, setiap pegawai Kemlu bebas untuk tetap bersikap optimis ataupun sebaliknya. Secara tidak langsung, Ia sendiri mengkategorikan dirinya dalam kelompok yang optimis dan realistis.

Secara gamblang dijelaskan, pada dasar nya Kemlu telah menyelesaikan seluruh kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi terkait dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi, yang merupakan dasar

Sabar, Obat Mujarab Demam Remunerasi Menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan. Apalagi menunggu dalam ketidakpastian. Saat ini, nada-nada harapan bercampur kecemasan mewarnai percakapan PNS Kemlu setiap kali topik remunerasi dibicarakan.

Pembahasan Remunerasi

SETI

TJEN

Page 10: QuAs No 2 Juni 2013

JUNI 2013 JUNI 201318 19

WAWANCARA

Remunerasi Hanya Soal Waktu Saja Staf Ahli Manajemen, Ibnu Said : Setiap tahun kita melakukan

sosialisasi mengenai Good Governance di berbagai perwakilan, baik secara langsung maupun melalui video conference. Tahun ini kita berencana melakukan sebanyak 4 kali. Sosialisasi akan dilakukan di Seoul (Aspasaf), Houston (Amerika), Abu Dhabi (Afrika dan Timur Tengah), dan Brusel (Eropa). Pada kesempatan itu kita akan menjelaskan, sampai dimana proses RB di Kemenlu dan bagaimana perwakilan bisa mengikutinya. Dengan demikian diharapkan pada tahun 2014, Kemenlu secara keseluruhan (termasuk Satker Perwakilan-red) telah melaksanakan RB.

Dalam beberapa sosialisasi, apakah peserta terlihat adanya peningkatan awareness, atau justru mereka baru berada pada taraf mengetahui?

Dari segi awareness, mereka sudah melaksanakan 3 Tertib dan 1 Aman. Inti dari RB sebetulnya terkait dengan pelaksanaan tertib itu tadi, hanya saja sekarang dikemas dalam bentuk lain. Jadi, dari setiap perwakilan telah ada awareness pelaksanaan RB. Namun, hal ini masih perlu untuk terus kita dorong. Oleh karena itu, in the same time kita perlu melaksanakan SPIP. Kedua hal tersebut harus berjalan beriringan.

Hanya saja, dalam kaitannya dengan remunerasi, Perwakilan belum masuk yang dipertimbangkan untuk hal itu. Namun ke depannya kami akan mengupayakan agar Satker Perwakilan dipertimbangkan untuk menerima remunerasi.

Tergopoh-gopoh QuAs beranjak dari Ruang Nusantara menuju kantor Staf Ahli Menlu di lantai 3 gedung utama Kemlu (30/04/13). Maklum, tidak

disengaja QuAs bertemu dan berhasil nodong appointment dengan ujung tombak Reformasi Birokrasi Kemlu, Sahli Manajemen, Ibnu Said di sela-sela acara bedah buku Soft Power Untuk Aceh. Begitu di depan pintu, Sahli yang punya hobi jogging ini menahan QuAs. “Sebentar ya, saya solat Dzuhur dulu.” Sosok yang penuh semangat dan sangat optimis tersebut rupanya fasih dalam menerjemahkan RB Kemenlu kepada Pimred QuAs, M. Aji Surya dan staf redaksi, Ramadhatun Nugraheny. Berikut kutipannya:

Sahli Manajemen dikenal, antara lain, sebagai lokomotif RB Kemenlu yang sangat optimistis.

Pernyataan ini sangat challenging untuk saya karena kalau kita bicara soal

RB, sebenarnya ini adalah perubahan yang didahului oleh manajemen

perubahan. Tujuannya yaitu menjadikan Kementerian

yang lebih baik, transparan, akuntabel, dan partisipatif.

Kemenlu sendiri sudah lebih awal melaksanakan RB dengan menge tengahkan “Benah Diri Kemenlu”. Dalam konteks itulah kita mulai menata ulang dari segi organisasi atau kelembagaan, sumber daya manusia (SDM); produktifitas, efisiensi & efektifitas. Tiga hal ini yang sebetulnya termasuk dalam bingkai RB yang saat ini sedang digalakkan Pemerintah.

Sebagaimana diketahui, RB terdiri dari sembilan area perubahan yang perlu dilaksanakan. Dalam konteks ini sebetulnya dapat dilihat, sekarang kita berada dimana. Challengingnya adalah bagaimana kita menyamakan persepsi mulai dari seluruh unsur pimpinan hingga unsur staf terkait tentang apa itu RB? Target dari RB sendiri yaitu menjadikan Pemerintah sebagai world class government pada tahun 2025. Tahapan-tahapan RB tersebut yang harus dilaksanakan untuk bisa menjadi world class government. Oleh karena itu, Kemenlu harus bisa menjadi pelopor.

Di Pusat, RB cukup populer. Di Perwakilan belum tentu. Strategi apa yang digunakan untuk mensosialisasikan proses RB ke Satker-Satker Perwakilan?

M. A

JI SU

RYA

Page 11: QuAs No 2 Juni 2013

20 JUNI 2013 21JUNI 2013

Penilaian Mandiri Pelaksanaan RB (PMPRB) telah dilakukan. Apakah ini bentuk dari kepatuhan kepada pimpinan, kesadaran, atau justru merupakan kebutuhan?

Dalam perjalanan kita menuju world class government, fenomena ini bukan hanya sekedar kepatuhan. Akan tetapi, sudah menjadi sebuah kesadaran. Kesadaran bagi kita akan pentingnya berubah. Kita menginginkan Kemenlu yang lebih baik dan lebih kuat. Oleh karena itu dalam konteks inilah kita akan terus melaksanakan hal tersebut. Lebih jauh lagi yang kita harapkan

LAPORAN UTAMA

adalah RB ini dapat terus berjalan.Kita memiliki banyak daya

pengungkit untuk RB yang tidak dimiliki oleh instansi lain. Sebagai contoh, e-recruitment, e-government, e-dispo, dan video conference. Dalam kaitannya dengan perlindungan WNI, kita juga sudah memiliki awareness. Terkait dengan aspek kepegawaian, kita sudah memiliki one desk service. Jadi, pelayanan kita bagi pihak eksternal dan internal cukup seimbang. Tentunya proses ini menjadi sebuah never ending process. Oleh karena itu, diperlukan dorongan dari kita semua agar jalannya on the right track.

Apakah dorongan RB juga diberikan oleh semua jajaran pimpinan yang lain?

Semua jajaran pimpinan sepakat untuk mensukseskan RB karena ini merupakan program pemerintah. Oleh karena RB merupakan program pemerintah maka menjadi kewajiban bagi seluruh instansi pemerintah untuk mendukung program tersebut.

Sebagai champion dalam proses RB, bagaimana posisi Kemenlu dibandingkan dengan

kementerian lain? Masih tertinggal atau sudah di depan?

Kita berada di depan dalam beberapa hal. Dalam aspek SDM, kita termasuk unggul. Dengan demikian, terkait proses recruitment kita dijadikan champion. Oleh karena itu, salah satu aspek yang menjadi penekanan dalam konteks RB adalah peningkatan SDM. Upaya yang telah dilakukan antara lain adalah pembenahan profesi di bidang SDM. Terbukti, kalau bicara soal SDM, kita unggul dibandingkan yang lainnya.

Proses recriutment telah mendapatkan sertifikat ISO, namun terdapat puluhan staf baru yang mengundurkan diri. Fenomena apa ini?

Sebetulnya fenomena itu merupakan suatu hal yang wajar. Manajemen SDM terdiri dari proses seleksi, mengembangkan, dan retention. Nah, retention ini tidak hanya dialami oleh Kemenlu. Instansi lain juga banyak yang mengalami. Barangkali orang yang masuk Kemenlu ekspektasinya terlalu jauh sehingga yang diharapkan tidak sesuai. Bisa juga sebetulnya mereka tidak tahan menghadapi tantangan atau merasa tidak cocok dengan tugas di Kemenlu. Terkait dengan pilihan karir, terdapat risiko-risiko. Jika orang tersebut mampu mengelola risiko, maka dia akan sampai pada posisi puncak karena kita sudah memiliki pembinaan karir yang bagus sekali. Jadi, sekarang tergantung motivasi dan keinginan yang bersangkutan.

Apakah mungkin kondisi ini terjadi karena penghasilan yang terlalu kecil atau karena remunerasi yang tak kunjung terealisasi?

Saya kira tidak. Saya belum menerima laporan terkait alasan tersebut. Pengunduran diri yang terjadi lebih dikarenakan alasan-alasan individual. Sebagaimana tadi saya sebutkan, barangkali merasa tidak cocok atau karena adanya pertimbangan khusus. Akan tetapi kalau dari segi gaji, bekerja dimanapun selama dia masih sebagai pegawai negeri, gajinya pasti sama.

Sahli Manajemen termasuk salah seorang pejabat yang begitu yakin bahwa remunerasi akan datang.

Saya yakin karena kita sudah diverifikasi dan sudah melalui proses. Verifikasi yang kita lalui kemarin sebenarnya lebih berat karena sudah ada aturan-aturan yang mengaturnya. Jadi kalau Kementerian lain bisa, kenapa kita tidak? Kita juga sudah selesai melakukan pembahasan dengan Kementerian Keuangan. Ting-gal menentukan waktu pelaksanaan remunerasi.

Kita bersama dengan 23 K/L lainnya sekarang sedang sama-sama menunggu. Jadi, saya sangat yakin remunerasi akan diberikan karena yang lain sudah memperoleh. Jika ditambah kita dan 23 K/L lainnya, maka jumlah instansi yang akan

menerima remunerasi dalam tahun 2013 ini sebanyak 59 K/L.

Kabarnya, anggaran remunerasi akan diambil dari optimalisasi. Akan tetapi, optimalisasi yang bersumber dari voluntary contribution tidak mencukupi.

Berdasarkan Permenpan, anggaran remunerasi pertama memang diperoleh dari optimalisasi. Apabila tidak cukup, dapat dilakukan pergeseran program hingga sumber dana terakhir melalui proses penambahan anggaran. Proses penambahan anggaran inilah yang harus dibicarakan Kementerian Keuangan dengan Panitia Anggaran. Menurut bacaan saya, anggaran sebenarnya sudah ada. Tinggal bagaimana menetapkannya.

Dari segi optimalisasi, kita sudah mengupayakan dengan sekuat mungkin. Namun, optimalisasi kita memang masih kurang. Oleh karena itu perlu adanya suntikan-suntikan. Saya rasa tidak fair jika kita sudah melaksanakan RB dan sudah di validasi, tetapi kita tidak menerima remunerasi. Sekarang memang ada rumor bahwa rapel remunerasi tidak akan diberikan. Kita akan terus berjuang untuk meyakinkan bahwa sejak Januari 2013 hingga saat ini kita sudah melaksanakan RB. Oleh karena itu, sewajarnya remunerasi yang akan kita terima juga dirapel.

Apakah Kemenlu memiliki SDM yang cukup untuk mendukung RB dan remunerasi?

Untuk mendukung kegiatan RB sudah dibentuk 9 working group dan juga quick wins untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Dari segi SDM, sementara ini kita cukup. Akan tetapi jika proses ini berkembang menjadi lebih complicated, maka tidak menutup kemungkinan kita akan menggunakan jasa konsultan.

Kalau boleh mimpi, Kemenlu di tahun 2025 akan seperti apa?

Pada tahun 2025 Kemenlu sudah hidup di dalam global community. Kita sudah berperan di global, tidak lagi main regional. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi kita cukup tinggi, peningkatan pendapatan per kapita, dan bertambahnya jumlah masyarakat midle class. Nah, untuk menuju ke world class government tersebut, kita harus mulai menyiapkan diri dan menata dari sekarang.

M. A

JI SU

RYA

Page 12: QuAs No 2 Juni 2013

JUNI 2013 JUNI 201322

CELOTEHAN AUDITI

23

Shifting Of Paradigm

“Menurut saya, kehadiran Itjen janganlah dijadikan beban, bahaya atau ancaman. Dahulu mindset kita adalah kalau ada orang berurusan dengan Itjen pasti ada masalah. Namun sekarang berurusan dengan Itjen adalah dalam rangka meningkatkan accountability kita, pertanggungjawaban kita terhadap publik. Saya senang

melihat adanya perubahan persepsi akan peran Itjen sekarang.Di unit kerja saya, contohnya ketika TU saya mengalami kebingungan, nasihat saya cuma satu:

konsultasi dengan Itjen. Artinya saya sadar betul dan menghargai peran Itjen sebagai pendamping kita.Maka dari itu ketika entry briefing saya menyampaikan “Terima kasih, tolong bantu kami,

beritahukan dimana yang salah dan bagaimana cara memperbaikinya. Bagaimana agar pengelolaan anggaran ini dapat dipertanggungjawabkan dan memenuhi standar prosedur yang ada.”

Saya sangat menghargai auditor dibekali dengan kuesioner. That’s a good approach. Jadi ada komunikasi dua arah. Bukan hanya auditor yang menilai kami, tapi kami juga menilai cara mereka bekerja. Dan saya mengisinya serius, karena saya lihat para auditor juga bekerja serius.

Komentar saya hanya satu: Begitu banyaknya peraturan, dan orangpun (auditor) berganti. Ini menyebabkan adanya kontradiksi, ada perbedaan pendapat. Alhasil yang bingung adalah auditi. Saya pahami penyebab inkonsistensi sikap atau penilaian terhadap isu-isu tertentu adalah karena belantara peraturan dan belantara informasi.

Menurut pandangan saya, Itjen harus memiliki semacam manual untuk menyiangi multi-interpretasi. Untuk satu kasus peraturannya apa, terapinya apa. Memang masalah Perwakilan pasti berbeda-beda, tapi saya kira secara generik kodifikasi dapat dibuat”.

Duta Besar RI untuk Polandia

“Pemeriksaan Itjen di KBRI Paramaribo, jujur saja, sempat menimbulkan kecemasan. Maklumlah, audit yang dilakukan pada awal April tahun ini betul-betul pemeriksaan yang berbasis kinerja, bukan mencari-cari kesalahan. Saya sendiri paham, hari gini

mau cari temuan yang berarti? Ga ada lah yao. Lima hari kami merasa diubek-ubek.Pemeriksaan diawali dengan pengiriman 141 pertanyaan dari jakarta yang meliputi

berbagai aspek terkait dengan pelaksanaan operasional perwakilan, pembuatan berbagai jenis laporan, daftar inventaris dan lainnya. Terus terang, ketika mempelajari dan menjawab pertanyaan yang dikirimkan, sempat membuat kecil hati jajaran staf KBRI, terutama HOC. Pertanyaan yang diajukan merupakan cermin untuk koreksi diri, apakah KBRI sudah melaksanakan tugas sesuai RKT yang telah dibuat?

Terus terang, menyadari terbatasnya kualitas dan kwantitas SDM yang ada di KBRI Paramaribo, ada beberapa hal yang terlewat dilaksanakan, utamanya pembuatan laporan rutin yang makin lama makin seabreg dan bertubi-tubi serta banyak yang sifatnya mendadak. Diantara yang menarik dari pemeriksaan kali ini adalah, masing-masing Pejabat Fungsi diberikan pertanyaan tertulis, jawaban harus diserahkan keesokan harinya dan berdasarkan jawaban yang diberikan, lalu Tim Itjen melakukan wawancara langsung. Kepala Perwakilan tidak mengetahui pertanyaan dan jawaban yang diberikan, kecuali diberitahu Tim Itjen.

Tapi alhamdulillah, dalam hasil pemeriksaan tidak tertulis temuan yang bersifat fatal, artinya semua Pejabat Fungsi telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan RKT yang dibuat. Meskipun demikian, Tim mencatat beberapa temuan yang harus ditindaklanjuti oleh Perwakilan. Sesuai dengan semangat dan tema pemeriksaan yang berbasis kinerja, Tim memberikan arahan terhadap hasil temuan agar Perwakilan segera menindaklanjuti dengan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan.

Saya sih merasa, tim Itjen dalam melakukan tugasnya terkesan professional, tidak “neko-neko” meskipun masih sedikit terasa adanya “gaya” pemeriksaan masa lalu. Untuk itu, saya sarankan agar sebisa mungkin susunan anggota Tim pemeriksan terdapat unsur PDLN-nya. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan secara rutin, jika memungkinkan dua tahun sekali. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan yang berlarut-larut yang mungkin terjadi di Perwakilan, terutama dalam pelaksanaan kinerja maupun pembuatan laporan. Matur nuwun mas Itjen.”

Dubes RI untuk Suriname

Tidak Neko-Neko Tapi Ada Gaya Jadulnya

“Dapat dirasakan bahwa semangat audit saat ini berbeda dari sebelumnya.

Sekarang semangat yang ada adalah untuk membangun kebersamaan. Kegiatan pendampingan yang diberikan oleh Itjen menurut kami merupakan hal yang bagus. Suasana yang tercipta juga sangat baik dan konstruktif, sehingga membuat kami merasa lebih confident dan nyaman.

Saya mengerti bahwa dalam audit harus mengecek, memeriksa dokumen dan kelengkapannya dengan detail. Namun disini saya melihat teman-teman auditor memeriksa bukan dalam kaitan untuk mencari kesalahan yang pada gilirannya untuk menghukum. Sebabnya pengecekan tersebut dilakukan adalah sehingga jika akhirnya ditemukan kekurangan yang harus diperbaiki maka akan dijelaskan kepada kami sebagai auditi agar kami memiliki pemahaman lebih baik, karena tidak mungkin seseorang memahami semua hal secara sempurna.

Bahwasanya ada kegiatan pendam-pingan yang diberikan pada saat Indonesia menjadi Ketua ASEAN merupakan hal yang luar biasa. Dengan kegiatan yang cepat sekali berkembang dan anggaran yang sangat besar, pressure yang kami rasakan sangat tinggi, namun dengan adanya pendampingan sejak awal membuat kami menjadi percaya diri untuk melangkah. Mungkin jika tidak ada pendampingan kami akan merasa gamang dan berdampak pada pelaksanaan kegiatan-kegiatan saat itu.

Jika saya menilai apa yang dilakukan oleh teman-teman auditor, terus terang saya

tidak memiliki keluhan. Kalaupun ada kendala hanyalah bersifat teknis, seperti ketika tim audit Itjen masuk, tim BPK belum selesai memeriksa sehingga beberapa dokumen masih dipegang oleh BPK. Sejauh ini komunikasi dan koordinasi

dengan Itjen mudah dan baik.

Sesitjen Kerjasama ASEAN

Semangat Membangun Kebersamaan

Penulis: Monica & Ramadhatun

“Ketika pertama kali diberitahu akan diaudit, saya justru merasa senang. Sama sekali

tidak ada perasaan deg-degan. Dalam pelaksanaan tugas kami berpedoman pada peraturan. Kami pun siap untuk bekerja sama. Semua dokumen yang diperlukan juga sudah tersedia. Sebagai pengawas, tentu Itjen akan melaksanakan tugas dengan sebagaimana mestinya. Kalau nanti memang ditemukan kesalahan, mari segera diperbaiki.

Ternyata apa yang saya pikirkan tersebut memang terbukti pada saat audit berlangsung. Banyak perubahan yang terjadi pada Itjen. Insitusi yang dulu menakutkan, sekarang lebih terasa sebagai seorang teman. Tidak ada lagi kecenderungan mencari cari kesalahan. Fungsi pendampingan mulai dikedapankan seiring dengan pengawasan yang terus berjalan. Pemeriksaan berjalan dengan serius tetapi santai. Perubahan inilah yang kami sambut dengan baik. Hal ini membuat saya merasa seperti sedang tidak diaudit.

Disamping itu, saya juga merasa kagum dengan profesionalitas teman-teman auditor. Kurun waktu atau periode

audit, materi yang akan diuji, dan metode audit yang digunakan ditentukan dengan jelas. Ini mempermudah pekerjaan kami sebagai auditee. Pengolahan data audit juga di lak sanakan dalam ruangan tersendiri yang keamanannya terjaga. Dengan demikian, dokumen yang telah masuk, diproses, lalu dihasilkan dalam ruangan tersebut tidak dapat di otak atik sembarangan. Para auditor memahami b a t a s a n - b a t a s a n yang harus dijaga pada saat pemeriksaan. Tidak hanya pada level Irwil, tetapi juga teman-teman staf. Jadi, rasa nya lebih senang kalau ada teman-teman dari Itjen.

Nah, kalau bisa, dibentuk juga suatu help desk atau info desk. Hal ini saya rasa perlu karena semakin banyak peraturan, seringkali terasa semakin membingungkan. Jika nanti terjadi multi interpretasi di unit kami, maka keberadaan help desk Itjen dapat kita jadikan sebagai suatu rujukan. Jadi, kita

tidak perlu mencari orang Itjen yang harus kami hubungi. Selain itu, akan lebih bagus lagi kalau Itjen dapat melakukan sosialisasi terkait peraturan-peraturan baru maupun peraturan-peraturan yang kontroversial.”

Sesditjen Multilateral

Dr. Darmansjah Djumala, M.A

Tidak Ada Lagi Sport JantungRina P. Soemarno

Nur RahardjoRahmat Pramono

Page 13: QuAs No 2 Juni 2013

JUNI 2013 JUNI 201324 25

Tertangkap tangan ketika mengutil makanan ringan atau susu bayi di super-market bisa membuat para pelakunya babak belur sampai semaput disiksa

aparat. Bahkan, kalau lagi sial, satu teriakan “maliiiing” yang “cetar membahana” dapat memicu ratusan masa untuk menyiksa si pelaku hingga nyawanya melayang. Bagi si pengungtil hanya dua pilihannya: sekarat disiksa aparat atau disikat masyarakat sampai sekarat bahkan dijemput Malaikat.

Terhadap korupsi, kegeraman masyarakat tentu sudah tak terperikan, namum para koruptor masih jauh lebih nyaman dibanding “sejawatnya” yang masih kelas teri. Koruptor, yang tertangkap

Hati-Hati Bung! Korupsi Memicu Amarah RakyatAksi korupsi memicu reaksi rakyat yang frustasi. Jika keadilan hanya sebuah ilusi, jangan harap rakyat meredam aksi. Rakyat hanya perlu nasi dan hukum yang pasti, bukan dasi apalagi sedan Mercy.

RAGAM

tangan sekalipun, tanpa kejaran dan teriakan “maling” yang mengerikan. Penangkapan dilakukan di tempat tertutup nan nyaman dan aman. Hanya kekagetan yang membuat pipi sedikit memerah yang dialami sang koruptor, ketika tertangkap tangan sedang tenggelam dalam kenyamanan hedonisme. Maklum, harta, tahta, wanita sedang direngguknya kala itu.

Korupsi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Banyak pihak menilai bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes). Ketua KPK, Abraham Samad, menegaskan bahwa korupsi di Indonesia telah meluas secara sistematik di berbagai tingkatan ekskutif, legislatif, dan yudikatif baik di pusat maupun

di daerah. Samad benar, sejumlah kalangan bahkan menyimpulkan bahwa korupsi telah menjadi “budaya” dan pengadilan masa juga adalah “budaya”. Istilah yang sejatinya terkait dengan hal-hal apik karena kata budaya berasal dari kosa “budhi” dan “daya”. Korupsi di negeri ini memang sudah amat membuncah. lihat saja, fulus haram telah mengalir jauh hingga mampu “membasahi” para pengadil di lembaga yang menjadi benteng terakhir hukum Indonesia, bahkan para pihak yang mengklaim pengusung nilai agama dan moral.

Korupsi sungguh mengerikan karena memiliki daya rusak yang maha dahsyat terhadap peradaban dan kondisi bangsa. Wajar jika Mahatma Gandhi mencurahkan kegusarannya dengan menyatakan bahwa “Dunia ini menyiapkan kebutuhan setiap orang, tapi dunia ini tidak dapat mendiamkan keserakahan dan ketamakan setiap orang”.

Sebuah studi literatur yang dilakukan oleh Eric Chetwynd, Frances Chetwynd serta Bertram Spector di tahun 2003 dengan judul “Corruption and Poverty: A Review of Recent Literature” menyebutkan bahwa korupsi meningkatkan kemiskinan karena mengganggu pertumbuhan ekonomi dan pengelolaan eknomi pemerintahan (governance). Dalam politik dan pemerintahan, korupsi juga merusak demokrasi dan sistem pemerintahan yang

baik (good governance). Dengan adanya korupsi disertai kolusi dan nepotisme, proses politik tercederai. Contohnya adalah korupsi dalam pemilihan umum baik legislatif atau eksekutif.

Seharusnya Indonesia telah mampu membuat jera para koruptor. Berbagai legislasi sejak era sebelum kemerdekaan sampai saat ini tak henti diundangkan hingga terus menambah panjang daftar “Menimbang” pada setiap perangkat peraturan yang dibuat berikutnya. “Buku kompilasi hukum semakin tebal, tetapi para koruptor semakin kebal hukum dan bermuka tebal,” seloroh Iqbal, seorang teman bertubuh gempal pada suatu kesempatan halal-bihalal di masjid Istiqlal.

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945, sejumlah pengaturan tindak pidana korupsi dalam hukum positif Indonesia terus diundangkan. Terakhir UU No. 30/ 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jeratan hukum terhadap tindak pidana korupsi terus mengalami kemajuan. UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengatur berbagai aspek penjeratan berbagai modus operandi tindak pidana korupsi yang semakin rumit. Tindak pidana korupsi telah dirumuskan sebagai tindak pidana formil, pengertian pegawai negeri telah diperluas, pelaku korupsi didefenisikan selain individu juga korporasi, dan sanksi yang dipergunakan adalah sanksi minimum sampai pidana mati. Pemberantasan tindak pidana korupsi telah pula dilengkapi pengaturan kewenangan penyidik, penuntut umumnya hingga hakim yang memeriksa.

Dalam segi pembuktian, telah di-terapkan pembuktian tebalik secara ber-imbang dan sebagai kontrol. Undang-undang tersebut telah dilengkapi dengan pasal yang mengatur mengenai peran serta masyarakat yang kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada tingkat internasional, Indonesia juga melakukan kerjasama pemberantasan korupsi dengan cara cara menandatangani Konvensi PBB Tentang Anti Korupsi yang memberikan peluang untuk mengembalikan aset- aset para koruptor yang di bawa lari ke luar negeri. Dalam konvensi ini terdapat pengaturan tentang pembekuan, penyitaan harta benda hasil korupsi yang ada di luar negeri. Perlu diingat, Indonesia saat ini masih memburu harta negara yang dilarikan para koruptor ke sejumlah negara.

Bersyukur, KPK telah menunjukan langkah yang membesarkan hati di tengah

apatisme rakyat terhadap lembaga hukum lainnya. Lembaga ini lahir sebagai tindak lanjut peristiwa besar jatuhnya rezim Orde Baru 1998 yang menanggung ongkos politik dan korban yang besar akibat kekecewaan masyarakat pada rezim yang dianggap korup. KPK adalah simbol perubahan dan akan terus mendorong perubahan menuju pemerintahan yang baik dan bersih. Saat ini masyarakat dapat menyaksikan pemasangan jaket KPK dan pengikatan tangan para pelaku rasuah dengan borgol di depan umum melalui layar kaca dan lembaran Koran yang tersebar luas. Sungguh peristiwa yang “mengkilat” yang mampu mengundang kilatan lampu kamera awak media.

Seolah tidak cukup hanya dengan perangkat hukum dan penguatan ke lembaga-an, saban tahun dalam 3 tahun terakhir, Presiden terus mengeluarkan Instruksi Mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi untuk menjamin bahwa perangkat hukum diterapkan dalam aksi nyata. Instruksi yang terakhir dikeluarkan adalah Instruksi Presiden Mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi No.1 Tahun 2013.

Lembaga negara dan lembaga pemerintah yang selama ini menjadi titik sentral isu korupsi terus dibenahi dan dibersihkan. Tidak hanya cukup sumpah dengan menyebut nama Tuhan, berbagai sitstem, komitment, dan sumpah baru terus dicanangkan, sebut saja diantaranya Reformasi Birokrasi, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Zona Integritas, Pakta Intergritas, dan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Alhamdulillah, saat ini, semua upaya itu tidak lagi dipandang sebelah mata dan dikomentari dengan sinis hanya sampai “pencanangan”. “Wah! sekarang mah ngeri mas untuk melakukan mark up dan fiktif dalam proyek, takut diborgol” ujar salah seorang staf bagian pengadaan di salah satu kementerian.

Toh, itu semua tidak serta merta menjadikan korupsi berkurang secara drastis. Tiap hari, layar kaca TV dan lembar-an media cetak nasional, seolah tanpa henti masih memberitakan kasus baru korupsi.Korupsi di Indonesia tetap saja memiliki sebaran yang sungguh mengkhawatirkan. Kecepatan dan luas sebarannya melebihi wabah penyakit penular, apalagi jika hanya dibandingkan dengan kecepatan dan luasnya sebaran program kesehatan dan pendidikan masyarakat, korupsi pasti menjadi juaranya.

Sejatinya, peristiwa dan penayangan yang membuat malu tersebut menjadi efek jera bagi yang lainnya. Terlebih, saat ini, atas nama kebutuhan pengembangan, perbuatan lain si koruptor yang tergolong tabu bahkan

aib bisa terungkap satu per satu sehingga merangkai membentuk gambaran utuh dari watak dan moral si koruptor termasuk di depan keluarganya. Urusan harta, tahta, dan wanita dari si pelaku terang benderang terpampang menantang nurani dan akal sehat. Ironisnya, diantara para pelaku korupsi yang berdasi, sudah kenyang nasi, bahkan sudah mampu naik haji, terdapat para hamba hukum pembuat legislasi anti korupsi. Para oknum rupanya tidak cukup puas hanya mengurus legislasi, menjadi saksi, dan mengirim para koruptor ke terali besi, tetapi justru menjadi pelaku korupsi yang penuh gaya aksi.

Tentu sah-sah saja jika terdapat sebagian kalangan yang optimis memandang bahwa maraknya pemberitaan kasus korupsi menandakan adanya upaya pemberantasan korupsi yang semakin massive, sehingga yang tadinya tersembunyi menjadi terbuka. Yang pasti, Ken Unang, seorang teman yang sudah 25 tahun bekerja di LSM, dengan lirih menyampaikan “Mas, yang bikin saya frustasi mengenai pemberantasan korupsi adalah karena maraknya korupsi justru di era reformasi dan dilalahnya melibatkan para aktor yangdianggap mewakili generasi dan nilai-nilai reformasi.”

Melihat kenyataan itu, semua elemen bangsa, terutama aparat pemerintah, harus berupaya keras mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Jika tidak, setiap kekecewaan masyarakat akan berujung pada peristiwa memilukan. Indonesia acap kali harus membuang waktu, tenaga, dan sumber daya yang teramat besar hanya untuk suatu perubahan yang terlambat dan suatu transisi yang lamban.

Untuk menjadi lebih baik, Indonesia tidak harus terlebih dahulu mengulangi peristiwa Malari 1974 dan peristiwa 1998 yang digerakan mahasiswa, apalagi pengadilan masyarakat yang brutal karena digerakan rakyat yang lapar dan hilang akal. Untuk terpenuhinya keadilan, tentunya tidak dengan pengadilan masa yang barbar dan brutal, karena toh hal itu hanya semakin menyajikan potret keterbelakangan peradaban masyarakat Indonesia.

Negara jangan sampai membiarkan ketidakadilan mendorong terjadinya pengadilan rakyat. “Jangan pernah membuat rakyat marah, sebab ketika rakyat marah, maka akan sulit terkendalikan, karena emosi telah mengalahkan pikiran jernih” demikian menurut Wijaya Kesumah dalam blog-nya pada Kompasiana. Memang, korupsi dan ketidakadilan tidak hanya melanggar hak orang lain, tetapi juga gagal meringankan penderitaan.Enough is enough.

Dodo Sudradjat

M. A

JI SU

RYA

Page 14: QuAs No 2 Juni 2013

26

FAKTA

JUNI 2013 27JUNI 2013

Ada saat yang paling pelik dari majalah besutan Inspektorat Jenderal, QuAs. Apalagi kalau bukan hari peluncuran perdananya, 8 Maret 2013.

Dari sisi persiapan fisik, acara dan undangan sudah berjalan sebagaimana mestinya. Sesitjen, Bambang Antarikso, seminggu sebelum peluncuran sudah merangsek ke semua staf terkait agar mempersiapkan segala sesuatunya. Standing banner, cover majalah yang akan diteken Sekjen dan Irjen, hingga rencana distribusi majalah dipelototi habis. Semua tampak beres-beres saja.

Apesnya, beberapa hari sebelum peluncuran, “rakyat” Kemlu dihebohkan oleh “pesan-pesan” Irjen, Sugeng Rahardjo. Nota yang sebenarnya sudah ditandatangani pada 5 Maret itu, rupanya baru dibaca oleh banyak kalangan di hari-hari menjelang peluncuran QuAs. Suara was wis wus menjadi hal yang paling jamak saat itu. Persis seperti headlinenya Eyang Subur yang bertahan dalam waktu lebih dari setengah bulan. Di kantin panas misalnya, pembicaraan nota itu begitu seru. Setiap ada insan Itjen yang ikut nimbrung, seolah harus bertanggungjawab dan mengklarifikasi. Sungguh, kalau saja dinding kantor Kemlu saat itu bisa bicara, pasti berkenan menjadi pihak yang ikut was wis wus.

Rasa cemas Redaksi QuAs bertambah-tambah sehari menjelang peluncuran. Dari data yang masuk, ditengarai ada semacam “boikot” peluncuran QuAs. Tamu undangan yang mengonfirmasikan kehadirannya justru banyak yang datang dari luar. Dari dalam Kemlu sendiri terasa hambar. Bahkan dari eselon tiga saja hanya tercatat dua puluhan orang sampai menjelang peluncuran keesokan harinya. Sesitjen menjadi cukup nervous dibuatnya. “The show must go on,” ujarnya menenangkan.

Dari teman-teman staf redaksi QuAs juga melaporkan hal-hal yang diluar dugaan. Mereka menceritakan, seolah ada kemarahan dan rasa tidak puas dari banyak kalangan atas nota Irjen yang akan mengimbas ke QuAs. Staf Redaksi bahkan sempat mengusulkan untuk mengeluarkan

sebagian kursi yang telah ditata rapi di ruang peluncuran majalah. “Bagaimana mengharapkan kita datang kalau Irjen mengirim nota seperti itu,” ungkap seorang Kasubdit kepada Pimred QuAs dengan muka agak geram.

Asal muasal kejengkelan banyak pihak itu adalah nota Irjen bernomor 00852/PW/03/2013/26/10 tentang evaluasi perjalanan dinas dalam negeri, kegiatan kantor, pembentukan tim kerja dan pemberian uang transpor dalam kota. Banyak yang memahami, inti nota ini bersifat terlalu out of the box, mengurangi zona aman dan nyaman, serta tidak memiliki kepedulian kepada PNS yang gajinya pas-pasan. Bahkan, tidak sedikit yang kemudian berargumentasi di kantin panas

bahwa apa yang selama ini dilakukan seolah diharamkan berdasarkan nota ini. “Apa sih kekuatan hukum nota Irjen,” sergah seorang yang merasa tersinggung nota tersebut dengan nada sinis.

Bagaimana mungkin kesan-kesan itu tidak muncul, dalam nota misalnya, disebutkan bahwa satker banyak yang tidak mengindahkan early warning Irjen: lebih selektif dalam menetapkan tempat tujuan kegiatan, jumlah hari, jumlah pegawai, sehingga perjalanan dinas bersifat wajar berdasarkan prinsip-prinsip ekonomis, efisien dan efektif. Dalam pantauan Itjen, masih ada satker yang masih hobi meng-adakan rapat-rapat diluar kantor dengan frekuensi yang sangat sering. “Dalam sebulan dapat mencapai 4-5 ke giat an dengan waktu masing-masing 3 hari, tersebar di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung bahkan Jateng dan Jatim,” katanya.

Alasan yang sering muncul di balik kegiatan di luar kantor itu, katanya, berupa ketersediaan anggaran, kesulitan mendatangkan nara sumber pada jam kerja,

serta keterbatasan ruang rapat. Tapi tidak sedikit juga yang berkilah hal itu sebagai penyerapan anggaran dan lebih menebar kesejahteraan bagi PNS golongan rendah.

Irjen berargumentasi, alasan-alasan tersebut perlu dikaji kembali. Sebab komponen yang dibayarkan kepada pihak ketiga (hotel, travel biro) justru lebih besar jika dibandingkan dengan komponen uang harian yang dinikmati pegawai. “Saya juga mengamati, uang itu lebih banyak dinikmati pejabat papan atas dan hanya terlalu sedikit yang menetes kebawah. Jadi alasan kesejahteraan terbantahkan,” kata Irjen kepada QuAs.

Dalam sebuah audit sempat ditemukan adanya kegiatan luar kantor yang berlebihan sehingga malah sangat menganggu kegiatan kantor. Pejabat tertentu malah dinilai keseringan pergi dan kalau dihitung-hitung jarang menginjakkan kakinya di kantor. Dalam keadaan tersebut Irjen mempertanyakan niat yang bersangkutan dan kemampuannya melakukan koordinasi dengan staf di kantor.

Bagi mereka yang kontra nota Irjen me miliki alasan lain. Pertama, selama ke-giatan itu syah menurut aturan dan sudah dianggarkan maka tidak layak untuk di-ganggu gugat oleh siapapun karena secara yuridis bisa dipertanggungjawabkan. Kedua,

sekecil apapun tetesan ke level bawah, maka hal itu bermakna dalam kehidupan mereka dibanding tidak pernah menikmati secuil tetes an. “Kalau si bos dapat lebih besar, itu kan sudah hukum alam,” kata seorang pe-nikmat sate di kantin panas dengan peluh di se kujur badannya.

Dalam nota yang dianggap me nye-ngat banyak pihak tersebut, Irjen juga me-nyo roti tentang pembentukan tim kerja yang jumlahnya terlalu gemuk. Inspektorat Jenderal rupanya mengendus masih adanya pembentukan tim kerja yang memuat banyak pegawai dan dilakukan dalam periode satu tahun. Padahal, pekerjaan yang dilakukan sebenarnya merupakan tugas dan fungsi satuan kerja yang terkait.

Untuk itulah, Irjen mengingatkan agar semua segera kembali ke Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya Umum tahun 2013. Disebutkan, pembentukan tim hanya boleh dilakukan bila memiliki ke luar an yang jelas dan terukur, bersifat koor dinatif dengan satker lain, temporer, me rupakan perangkapan fungsi dan tugas, serta dilakukan secara selektif, efektif dan efisien.

Selain itu, nota “panas” Irjen tersebut juga menyambar soal uang transpor dalam kota yang kadang diberikan kepada pegawai untuk kegiatan luar kantor yang bersifat rutin dan merupakan tugas dan fungsi pegawai yang bersangkutan. Untuk itu diingatkan kiranya uang transpor hanya diberikan untuk kegiatan yang insidentil dengan ketentuan masih dalam batas wilayah kabupaten atau kota.

Dua peringatan terakhir tadi, juga di-maknai oleh banyak kalangan bahwa Irjen memang sengaja mengerem mengucurkan ke sejah tera an pegawai. Hampir semua yang kontra Nota Irjen menyatakan bahwa se lama uang yang dianggarkan sudah ter-sedia dan melakukan peningkatan ke sejah-te ra an masih memungkinkan, maka hal itu dianggap barang yang mubah (boleh), bukan haram. “Kalau ini tidak boleh dan itu di larang, bagaimana saya bisa ngasih makan anak bini. Sudah 20 tahun bekerja saja gaji masih dibawah Rp 5 juta,” kata seorang pegawai.

Di akhir nota tersebut, Irjen me-nutup dengan empat saran penting dalam me ngen dalikan anggaran. Pertama me-lakukan evaluasi rencana perjalanan dinas dan kegiatan luar kota. Kedua perjalanan dinas dan kegiatan luar kota harus seizin eselon I. Ketiga, untuk uang transpor dalam kota, dalam hal dinas tidak menyediakan ken daraan, penggantian biaya bersifat at cost, bukan lumpsum. Terakhir dan ini yang paling keras, “Masalah penyerapan anggaran dan kesejahteraan hendaknya tidak

Nota Irjen telah membuat banyak kalangan layaknya kebakaran jenggot. Terdengar was wis wus di hampir semua pojok gedung Kemlu. Anehnya, tidak satupun yang membatah nota Irjen.

Soal Was Wis Wus Nota Irjen menjadi faktor pendorong untuk melakukan kegiatan dengan mengabaikan ketentuan yang berlaku.”

Meskipun nota Irjen tidak populer sama sekali, namun anehnya tidak ada yang mau mengkonter nota tersebut. Se jumlah protes yang mengemuka hanya se batas was wis wus saja. Padahal, Irjen sendiri mengaku siap ditantang diskusi untuk mempertanggungjawabkan notanya ter-sebut. Hanya satu saja, dalam sebuah grup diskusi yang dilaksanakan oleh Irjen, ada se orang pembicara yang menyindir secara halus bahwa semua kegiatan yang telah di-anggar kan tersebut merupakan upaya untuk men capai kepentingan nasional.

Salah satu pangkal persoalan yang sempat ditangkap oleh QuAs adalah soal pen dekatan yang berbeda. Bagi Irjen Sugeng Rahardjo, ketika seseorang masuk menjadi PNS, maka sebenarnya pengabdian yang di utamakan dan ia telah siap untuk tidak menjadi kaya. Gaji yang ada harus dinikmati tanpa harus berharap yang lainnya. Bahkan gaji yang cukup itu semestinya tidak meng-ganggu kinerjanya.

Selain itu, Irjen juga sangat maju dalam memahami penggunaan anggaran. Tidak hanya patuh aturan semata atau ke-tersediaan dana saja, melainkan anggaran yang dibelanjakan harus memenuhi unsur efektif, ekonomis, efisien, transparan dan akuntabel. “Uang itu datangnya dari rakyat, karenanya penggunaannya harus ekstra hati-hati,” katanya.

Perbedaan pandangan itulah yang me nye bab kan adanya gap pemahaman antara Inspektorat Jenderal dengan sebagian pegawai. Namun diatas aneka was wis wus itu, sepertinya ada kesadaran atas kebenaran nota Irjen sehingga tidak seorangpun yang mau melawannya. “Saya itu sebatas meng-ingat kan dan menghimbau. Kalau terus di-la ku kan dan nanti ada apa-apa, maka saya hanya bisa mengatakan bahwa Irjen telah me laku kan fungsinya. Itjen menginginkan semua selamat dan melakukan tugasnya dengan baik,” kata Irjen yang terlihat kalem ini.

Terlepas apapun pro dan kontra nota Irjen yang menghebohkan itu, yang jelas pe-luncuran QuAs sempat dikhawatirkan tidak sukses akibat kekurangan peserta. Namun ternyata asumsi itu tidak sepenuhnya benar. QuAs diluncurkan di depan lebih 250 tamu undangan yang memadati Ruang Nusantara. Kilatan blitz dan sorotan kamera terfokus pada Sekjen dan Irjen yang menandatangani cover majalah QuAs. Tepuk tangan yang membahana seolah me lupakan nota Irjen yang sempat mematik ke hebohan seluruh penjuru Kemlu.

M. Aji SuryaM. A

JI SU

RYA

Page 15: QuAs No 2 Juni 2013

28 JUNI 2013 29JUNI 2013

BINCANG-BINCANG

Untuk mendapatkan informasi yang sahih dari tangan pertama, QuAs melakukan wawancara dengan Inspektur Jenderal Kemlu, Sugeng

Rahardjo mengenai notanya yang menjadi perbincangan banyak kalangan. Meski baru tiba dari perjalanan panjang, audit di empat negara, Irjen membeberkan semua argumennya dengan penuh semangat (23/05/2013). Irjen bisa memaklumi desakan QuAs, karena sudah memasuki masa deadline dan harus segera masuk cetak. Berikut kutipannya:

Nota Irjen mengenai evaluasi terhadap pelaksanaan perjalanan dinas dalam negeri dan kegiatan di luar kantor telah menjadi was wis wus ramai di Kemlu.

Sejak semula saya sudah menduga. Tidak masalah. Dalam beberapa kesempatan pertemuan saya juga mendengar ucapan-ucapan sindiran sebagai reaksi terhadap nota tersebut. Begini ya, saya melihat perbincangan dan tanggapan itu sebagai sesuatu yang wajar di era demokrasi. Bahkan saya sebenarnya menunggu tanggapan secara tertulis yang argumentatif dan profesional sebagai feed back yang dapat memperkaya substansi agar Kemlu menjadi organisasi yang baik, bersih, dan profesional. Kita harus membiasakan mendiskusikan berbagai persoalan organisasi secara terbuka, argumentatif, dan obyektif. Sayang tanggapan itu belum juga datang.

Berkat nota itu, Irjen menjadi semakin terkenal.

Hahahaha. Bisa jadi. Saya juga tidak alergi kok. Tetapi saya bilang begini, agar was wis wus tersebut tidak berkembang liar dengan argumen yang lebih self-oriented, subyektif, apalagi menimbulkan prasangka buruk, mengapa tidak dikemas dalam sebuah diskusi, atau bentuk sharing of ideas terbuka lainnya. Di situ akan dapat dirumuskan bagaimana pencapaian misi yang efektif dan efisien, termasuk tentunya cara yang benar dalam mensejahterakan pegawai. Saya terbuka kok membicarakannya di Focuss Group

Discussion Itjen atau pada saat acara “Bedah QuAs dua” nanti.

Was wis wus itu seperti sebuah ungkapan kegusaran.

Perlu dipahami, nota itu merupakan salah satu bentuk pengawasan. Terlepas ada yang kontra, diterbitkannya nota itu memiliki dasar hukum yang jelas dengan niat kebaikan Kemlu. Kan ada ajaran yang menyatakan, sampaikan kebenaran itu walaupun pahit. Dan saya mafhum apabila nota itu menciptakan rasa pahit bagi sejumlah orang tertentu yang melihat perjalanan dinas dan kegiatan di luar kantor serta kepanitiaan sebagai “madu”. Padahal kalau berlebihan dan melampaui batas kepatutan, apalagi mengada-ngada, akan menjadi penyakit berbahaya pada organisasi. Obat memang rasanya pahit dan suntikan rasanya nyeri, tapi kan untuk kesembuhan, untuk kesehatan.

Organisasi PNS sudah lama mendapat sorotan sebagai organisasi yang boros dan tidak profesional. Di saat reformasi birokrasi terus digulirkan, ketika PNS Indonesia dituntut menjadi berkelas dunia, kebutuhan untuk menata organisasi kementerian dan lembaga menjadi sangat mendesak.

Ada yang menyebut nota itu itu bertentangan dengan upaya mensejahterakan pegawai.

Wah wah (wajah Irjen terlihat agak tegang). Yang menjadi keprihatinan saya, was wis wus dan reaksi kegusaran atas nota tersebut dikaitkan dengan kesejahteraan. Suatu reaksi yang unprofessional, terlebih jika itu diekspresikan oleh diplomat yang secara rata-rata taraf hidupnya sudah mencapai kesejahteraan yang memadai dan sudah saatnya berpikir dan bersikap profesional untuk perbaikan lembaganya.

Saya tidak naif, kesejahteraan itu perlu, tapi kesejahteraan yang dicari dari hal-hal yang melanggar prinsip efisiensi dan tidak dirancang dengan baik sesuai peruntukannya pada akhirnya tidak muncul pemerataan. Dari hasil pengawasan terbukti, kesejahteraan semacam itu hanya dinikmati segelintir pejabat yang dengan berbagai cara terus diikutsertakan dalam kegiatan di dalam dan di luar negeri.

Sangat sering, pengikutsertaan staf atau pejabat dari satker atau unit lain hanya didasarkan pada ”kesepakatan per tukaran kesejahteraan” atau dengan istilah populernya “saling mengundang”, walau pun partisipasinya tidak mendesak diperlukan. Ada di kantong saya nih, pejabat-pejabat yang menghabiskan hampir semua waktunya untuk dinas luar kota dan luar negeri.

Saya bisa garisbawahi lagi, kalau ingin kaya ya jangan jadi PNS. Pegawai negeri itu jelas pengabdian. Kalau ingin kaya melalui profesi PNS maka akan berakibat pada korupsi atau paling tidak melakukan praktek “mengada-ngada”.

Lalu bagaimana untuk mening-katkan kesejahteraan PNS di Kemlu?

Secara umum kesejahteraan yang legal dan halal pagi PNS adalah gaji, tunjangan dan fasilitas lainnya yang disediakan oleh perangkat peraturan seperti Askes. Masing-masing kementerian dan lembaga sebenarnya bisa menciptakan tambahan kesejahteraan lain misalnya dengan menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan di kantor yang lebih baik kualitas dan penyediaan rumah murah bekerjasama dengan yayasan tertentu.

Tidak dipungkiri bahwa partisipasi atau penugasan pada perjalanan dinas pada tingkat tertentu berdampak pada penambahan penghasilan. Namun, apabila penugasan tersebut lebih kental dirancang sebagai penambahan penghasilan plus mengada-ngada justru hanya akan menciptakan kesenjangan.

Perjalanan dinas dan pembentukan kepanitian kabarnya adalah imple men tasi Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang nantinya akan ber pengaruh pada output dan outcome.

Saya tidak pernah melarang per-jalanan dinas, pembentukan tim kerja, dan pemberian uang transpor yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi, serta kegiatan sesuai RKT. Yang menjadi persoalan, banyak pelaksanaan kegiatan

tersebut mengabaikan prinsip 3E dan TA (efisien, efektif, dan ekonomis, transparan dan akuntabel). Suatu kegiatan harus memperhitungkan aspek 3E dan TA nya dari mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, baik terkait dengan tempat penyelenggaraan, penggunaan anggaran, maupun penggunaan sumber daya manusia.

Kejanggalan apa lagi yang mudah dilihat dari kegiatan yang mengada-ada tersebut?

Begini saja. Kita kan sudah sepakat tentang konsep manajemen lainnya, yang sering disebut dengan SMART (spesific, measurable, attainable, realistic dan timely-red). Cobalah kita jujur pada diri sendiri, apakah kegiatan yang sering dilaksanakan di luar kota memenuhi unsur SMART? Mari berdiskusi dan akan kita ketahui secara nyata dimana unsur yang tercapai dan mana yang tidak. Yang jelas, jangan sampai SMART hanya jadi slogan semata dan pada saat yang sama menggaungkan reformasi birokrasi. Tidak baik kita menciptakan paradoks dalam diri sendiri. Sebaik-baik manusia adalah yang menyatu antara pikiran, hati dan lisannya.

Dengan demikian, Itjen tetap bergeming dong dengan aneka was wis wus

Hahaha biarlah was wis wus itu berlalu. Setidaknya, melalui wawancara QuAs edisi kedua ini banyak pegawai yang lebih paham apa maksud dari nota kita itu. Semoga nih, kalau sudah dipahami dapat diamini lalu dijalankan demi kemajuan Kemlu. Kalaupun tetap was wis wus, setidak nya Itjen telah melaksanakan tugas dan fungsinya dalam hal pengawasan. Kita sudah menyampaikan hal-hal yang semestinya dihindari agar Kemlu tidak mengalami masalah seperti tahun-tahun sebelumnya.

Apakah kemungkinan masih ada lagi nota-nota sejenis?

Di masa datang, kalau memang diperlukan, akan kita bikin lagi. Bisa satu nota, mungkin juga seribu nota. Saya ini dibayar dengan pajak rakyat untuk melakukan pengawasan. Jadi, salah, kalau kemudian hanya gara-gara was wis wus saya berhenti melakukan pengawasan. Tapi diatas semua itu, saya harap ini nota terakhir dan tidak ada lagi kegiatan akal-akalan.

Dodo Sudradjat dan M. Aji Surya

Was Wis Wus Tak Hentikan Pengawasan

M. A

JI SU

RYA

Inspektur Jenderal Sugeng Rahardjo

Page 16: QuAs No 2 Juni 2013

30

RENDEZVOUS

JUNI 2013 31JUNI 2013

Saat beranjak dari Kemlu, matahari sudah cukup lama bangun dari peraduannya. Sinarnya terasa mencubit-cubit kulit. Setelah berkelit menghindari kemacetan

ibukota, kedatangan QuAs medio Maret 2013 itu langsung disambut oleh beberapa petugas keamanan kantor BPKP. Dengan sigap, mereka segera mengantar dan mempersilahkan Pemimpin Redaksi, M. Aji Surya dan staf redaksi, Ramadhatun Nugraheny, untuk menunggu di lobi nan sejuk. Dalam sekejab, Deputi Polsoskam BPKP, Achmad Sanusi, datang dan langsung menggandeng QuAs masuk ruang kerjanya. Tampak kantor yang relatif luas itu dihiasi tiga hal: seperangkat meja kerja, rak penuh buku dan ruang tamu. Sajadah

berwarna kecoklatan tampak nempel di kursi kerjanya. Gaya bicara yang ramah dan bersahabat membuat percakapan pagi itu begitu mengalir. Berikut petikannya:

Dari waktu ke waktu pengawasan anggaran semakin ketat. KPK semakin galak dan aparat kepolisian semakin banyak. Mengapa korupsi tetap marak?

Kondisi ini memang merupakan fenomena yang aneh dan menarik di Indonesia. Telah banyak aturan main terkait pemberantasan korupsi. Dimulai dari UU no. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang disempurnakan dengan UU nomor 30 tahun 2001. UU No 15

tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang, instruksi-instruksi Presiden, maupun jumlah institusi pengawas dan LSM. Akan tetapi, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia masih sangat rendah.

Pertama, karena adanya kesenjangan gap antara si miskin dan si kaya. Kedua, disebabkan perilaku. Seberapapun kuatnya sistem di Indonesia yang mengatur tentang pemberantasan korupsi, tetapi jika perilaku, integritas, etika, maupun kemimpinannya berada pada level bawah, maka akan sulit untuk mengurangi tingkat tindak pidana korupsi. Jadi, saat ini faktor perilaku membuat praktik korupsi menjadi borderless. Tidak peduli tingkat sosial maupun profesi mereka. Pemuka agama maupun guru besar dapat saja melakukan

korupsi. Hal ini tentu saja betul-betul merupakan suatu berita buruk. Tapi jangan lupa, orang baik juga pasti masih banyak. Jadi, masih ada harapan untuk membangun pemerintahan yang bersih dari korupsi.

Bagaimana dengan peranan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)?

Satu hal penting yg tidak boleh dilupakan pada saat kita berbicara tentang upaya pencegahan korupsi adalah SPIP yang diatur dalam PP No.60 tahun 2008. SPIP merupakan sistem pengendalian yang berjalan secara terus menerus tanpa berhenti, dilaksanakan oleh siapapun, dan bersifat integral.

Dilaksanakan tanpa berhenti, berarti setiap saat kita melakukan pekerjaan harus selalu ingat SPIP. Seluruh jajaran pemerintah baik pada level pimpinan hingga staf, tanpa terkecuali harus secara integral melaksanakannya. Dalam manajemen pemerintahan, mulai dari perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksaan, pelaporan, hingga monitoring dan evaluasi, SPIP harus selalu ada.

SPIP sendiri terdiri dari 5 komponen, yaitu: lingkungan pengendalian; penilaian risiko; kegiatan pengendalian; komunikasi dan informasi; serta monitoring dan evaluasi. Dari 5 komponen tersebut, bagi saya yang terpenting adalah poin pertama karena menyangkut integritas & etika, komitmen terhadap kompetensi, serta kepemimpinan yang kondusif terhadap praktik korupsi.

Lalu, sejauh mana SPIP mampu menghambat laju korupsi?

Terkait praktik korupsi sendiri, kita berbicara tentang 3 poin. Indikator awal adalah wilayah tertib administrasi. SPIP ini sudah ada di dalam wilayah tertib administrasi. Contoh yang mudah adalah pada saat kita melakukan perjalanan dinas. Kegiatan yang kita ikuti akan dipantau melalui SPPD dan SPPD rampungan.

Dengan adanya hal tersebut paling tidak kita merasa segan untuk pulang melewati batas waktu yang sudah dijadwalkan. Indikator selanjutnya adalah opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksan Keuangan (BPK). Apabila wilayah tertib administrasi sudah terwujud maka Laporan Keuangan (LK) menjadi bagus. Ketika BPK masuk pada tahap ini dan melakukan pengujian melalui sistem sampling untuk memperoleh kewajaran atas laporan keuangan, diharapkan BPK dapat memberikan opini WTP. Dengan proses yang telah dilalui untuk mendapat opini tersebut, diharapkan sebagian permasalahan sudah diselesaikan, termasuk penyimpangan yang terjadi. Ketika WTP sudah diraih, idealnya tercipta indikator akhir, yaitu wilayah bebas korupsi. Jadi, diharapkan SPIP dapat meminimalkan praktik korupsi.

Bagaimana melihat penerapan SPIP di lingkungan Kementerian Luar Negeri (Kemlu)?

Secara normatif Kemlu telah melaksanakan SPIP. Merupakan suatu pencapaian yang bagus ketika Kemlu membentuk Satuan Petugas (Satgas) SPIP pada masing-masing level eselon satu karena mereka bisa mengendalikan

kegiatan. Hanya saja, penerapan SPIP pada perwakilan RI di luar negeri masih kurang tampak. Saya yakin, sebetulnya perwakilan sudah melaksanakan SPIP. Namun, pemahaman akan SPIP itu sendiri yang perlu diperdalam.

Apa yang harus dilaksanakan Itjen untuk mempersempit gap pemahaman SPIP pada Satker Perwakilan?

Dalam program pemeriksaan Itjen ke Perwakilan, harus disediakan forum untuk pengenalan SPIP. Bukan hanya disosialisasikan dan dikenalkan saja, karena pada dasarnya SPIP itu pasti sudah dilaksanakan. Akan tetapi terdapat instrumen untuk mengukur sejauh mana SPIP diterapkan. Pengukuran tersebut dilaksanakan dengan cara diagnostic assesment terhadap risiko-risiko yang ada, untuk kemudian dinilai, dikomunikasikan, dan dimonitor setiap tahunnya. Barangkali instrumen tersebut bisa diterapkan.

Opini BPK atas LK Kemlu Tahun 2011 adalah WTP dengan Paragraf Penjelas. Apakah ini dapat diartikan bahwa implementasi SPIP masih kurang maksimal?

Betul. Kurang lebih seperti itu. Karena begini, tujuan diterapkannya SPIP ada 4. Pertama, efektifitas dan efisiensi dalam menjalankan organisasi. Kedua, menjamin keandalan LK yang disusun oleh Kementerian. Ketiga, pengamanan aset negara . Kemudian yang terakhir adalah kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan. Apabila SPIP sudah diterapkan dan tujuan-tujuan ini telah tercapai, saya yakin opini WTP pasti bisa diraih. Sekarang yang perlu diperhatikan adalah hal-hal apa saja yang menjadi catatan.

Sebetulnya perbaikan di Kemenlu sudah cukup banyak. Sudah dilaksanakan pengaturan ketat untuk mencegah munculnya kembali masalah yang telah selesai. Saya lihat Kemenlu juga sudah membuat beberapa pedoman yang dikembangkan dalam bentuk SOP. Ini merupakan hal yang bagus.

Dengan perkembangan yang ada, bagaimana prediksi terhadap opini LK Kemenlu tahun ini?

Seharusnya kali ini sudah naik menjadi WTP. Yakin sekali saya. Kalau dulu kan yang mengganjal masalah PFK minus dan aset. sekarang masalah-masalah itu sudah mulai ditertibkan.

Deputi Polsoskam BPKP, Achmad Sanusi :

“Secara”, SPIP Bisa Minimalkan Korupsi

M. A

JI SU

RYA

Page 17: QuAs No 2 Juni 2013

32 JUNI 2013 33JUNI 2013

Sabah (Malaysia), Kuala Lumpur, Moskow, Riyadh, Singapura, Tokyo dan Yangoon (Myanmar). Kalau mau tahu keadaan 14 SILN secara umum tipologi SILN berbeda-beda dalam jumlah siswa, latar belakang keluarga siswa, bentuk layanan pendidikan, fasilitas fisik dan pendanaan. Faktor­faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik SILN ialah sejarah SILN, kondisi negara setempat, keadaan WNI, SDM serta kebijakan pemerintah Indonesia.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai focal point pendidikan Indonesia telah memiliki konsep pengembangan SILN ke depan yaitu sebagai Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). SILN yang telah lulus standar pendidikan nasional melakukan adaptasi atau adopsi terhadap standar internasional serta memperkaya dengan bahasa asing, information communication technology (ICT) dan budaya lintas bangsa.

Yang menjadi soal ialah keberadaan SBI telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi awal tahun 2013. Akibatnya acuan/standar SILN beyond SNP tidak jelas. Demikian pula, sejauh apa SILN di luar negeri telah memenuhi SNP? Dengan kata lain boro-boro standar internasional, untuk pencapaian SNP saja masih sulit. Sebab permasalahan sehari-hari yang dihadapi SILN ialah terkait dengan pencapaian SNP tersebut. Termasuk dalam hal ini ialah mengenai beban belajar, kurikulum, manajemen, kompetensi siswa, kualitas dan kuantitas SDM Pendidik dan Tenaga Ke pendidikan, pendanaan dan sarana/prasarana.

Satu contoh permasalahan SILN ialah di bidang standar pembelajaran. Seorang guru di salah satu SILN yang tidak ingin disebutkan namanya menyebutkan, “Guru di SILN sangat terbatas hanya 13 orang untuk mengampu 191 jenis mata pelajaran seluruh kelas dari SD-SMA (14 rombongan belajar)”. Jadi pembelajaran di SILN dilaksanakan secara multi grades, multi levels dan multi subjects. Masalah ratio guru dan siswa sah-sah saja terjadi di SILN, biasanya diatasi dengan guru yang mengampu mata pelajaran lain.

Fenomena ini wajar terjadi di SILN tertentu mengingat jumlah siswa yang sangat bergantung kepada fluktuasi WNI di wilayah SILN berada. Namun apabila ratio-nya terlalu senjang atau penguasaan

Gerbang KBRI Moskow yang ter le tak di J l . Novokuznetskaya itu tiap pagi selalu dilewati anak-anak sekolah. Tidak seperti

di Indonesia, mereka memakai pakaian jas atau malah pakaian olahraga. Maklumlah, di belakang kantor kedutaan itu terdapat satu sekolah Indonesia yang didirikan oleh (alm) Adam Malik pada saat menjabat Dubes RI untuk Uni Soviet di tahun 1963. Nyanyian “Garuda Pancasila” masih terus berkumandang dari waktu ke waktu dari ruang kelas TK sampai SLTA.

Sayang memang, meski memiliki arena yang luas, tapi dalam beberapa tahun terakhir ini muridnya makin sepi saja. Jumlahnya tidak jauh dari hitungan jari tangan dan kaki. Gurunya pun cuma sepuluh. Setiap kali menjelang ajaran tahun baru, jantung Kepala Sekolahnya, Dr. Sugiarto, berdegub kencang. Jangan-jangan anak yang lulus sekolah tidak tergantikan anak baru. “Kalau para diplomat RI yang datang tidak memiliki anak usia sekolah, atau lebih suka menyekolahkan mereka di international school, bisa-bisa SILN Moskow akan mati secara perlahan,” ujar para guru.

SILN Moksow bukan sendirian. Di luar negeri terdapat 14 (empat belas) Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN) yang menjadi tanggung jawab Kemlu bersama Kemendiknas. Bahkan, baru-baru ini, sebagian ujian nasional mereka juga terimbas carut marutnya UN di dalam negeri. Inilah potret kecil pendidikan Indonesia yang memerlukan perhatian bersama.

Pendidikan adalah hak dasar warga negara dan wajib diselenggarakan oleh negara. Sebagai buah demokratisasi di dalam negeri, hak pendidikan semakin nyaring dan keras berkumandang dari masyarakat. Salah satu hasilnya, negara menaikkan anggaran pendidikan menjadi sebesar 20% dari APBN sejak tahun 2009. Sementara itu trend pola mobilitas penduduk dari suatu negara ke negara lain termasuk WNI telah berubah dalam beberapa dekade terakhir. WNI yang tersebar di berbagai negara tidak tertutup untuk mengklaim hak-hak atas pendidikan. Selain sebagai hak dasar masyarakat, pendidikan berkualitas di era globalisasi adalah kunci persaingan dengan bangsa lain. Tingkat penguasaaan ilmu dan teknologi suatu bangsa juga berhubungan positif dengan persepsi suatu bangsa terhadap bangsa lainnya.

Dalam pergaulan internasional, Indonesia sudah sejajar dengan negara-negara G-20. Untuk mendukung peranan Indonesia di dunia internasional pendekatan soft power semakin berperan penting antara

lain melalui budaya di mana pendidikan termasuk di dalamnya. Sebagai ilustrasi dapat dilihat apa yang dilakukan oleh Cina. Untuk mengimbangi perkembangan kekuatan militer dan ekonominya, Cina melakukan apa yang disebut para ahli charm offensive, suatu soft power melalui Confucius Institutes di negara-negara lain. Dalam hal ini, Indonesia sudah memiliki SILN yang dapat dioptimalkan dalam pembentukan creme de la creme branding Indonesia.

Harus diakui, selama ini SILN telah mendukung pelayanan pendidikan kepada diaspora Indonesia serta mendukung aktivitas diplomasi publik perwakilan Indonesia di luar negeri. Bentuk dukungan itu bukan saja pertunjukan seni budaya, tetapi juga yang bersifat lebih permanen seperti pengajaran bahasa dan seni budaya Indonesia. Namun apakah pencitraan yang dilakukan SILN telah paralel dengan postur Indonesia dalam hubungan internasional, masih perlu dikaji lebih lanjut. SILN adalah “wajah” Indonesia dalam keseluruhannya. Maksudnya, kiprah SILN dalam menyelenggarakan pendidikan yang

mampu mencetak siswa yang berprestasi di tingkat internasional akan berkontribusi kepada persepsi positif Indonesia.

Penyelenggaraan operasional SILN dilandasi oleh Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Luar Negeri No. 191/81/01 dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 051/U/1981 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sekolah Indonesia di Luar Negeri. Dari segi waktu, SKB tersebut sudah berusia 32 (tiga puluh dua) tahun tanpa pernah ada perubahan atau revisi, intact. Top of mind Anda tentu mempertanyakan relevansi isi pasal-pasal SKB tersebut dengan realitas nasional dan internasional sekarang ini yang sudah jauh beda dengan 32 tahun lampau. Agaknya SILN sudah waktunya untuk dilakukan reposisi. Langkah awal adalah melakukan perubahan atas peraturan yang sudah kadaluwarsa tersebut.

Di manca negara saat ini terdapat tidak kurang dari 14 (empat belas) Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN). SILN tersebut berada di Bangkok, Beograd (Yugoslavia), Damaskus (Siria), Davao (Filipina), Denhaag, Jeddah, Kairo, Kinabalu

Ujian nasional SLTA yang penuh warna tahun ini juga dialami Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN). Meski berada di luar Indonesia, bu-kan berarti keadaannya lebih baik. Butuh pengaturan lebih lanjut agar mampu mandiri dan menjadi agen PR Indonesia.

SILN: Agen Demokrasi Dan Pencitraan Indonesia?

INFO

SILN

MO

SKO

W

keilmuan guru pengampu yang tidak memadai tentang subjek lainnya, dapat menurunkan mutu proses belajar-mengajar. Contoh permasalahan lainnya terkait pendanaan. Ada perwakilan yang sudah tidak memiliki dana untuk menggaji guru dan menggantungkan harapan pada dana tambahan dari Pusat yang sulit disetujui sekarang ini.

Masalah-masalah lain tidak me-nyang kut secara langsung dengan kegiatan akademik. Di sini isunya mengenai pe me-nuhan hak WNI di bidang pen didikan serta pencitraan Indonesia. Trend mobilitas WNI yang meningkat ke luar negeri membuat di beberapa negara tertentu terdapat konsentrasi WNI yang cukup tinggi dibandingkan di negara lain. Selain permasalahan ijin pemerintah negara setempat, tentu tidak di semua tempat kantong-kantong WNI dapat didirikan SILN akibat terbatasnya keuangan negara. Bukan tidak mungkin kelak WNI di Hongkong, misalnya, mempertanyakan mengapa di negara tersebut tidak didirikan SILN, padahal di negara lain yang jumlah WNI-nya cukup kecil terdapat SILN? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu kriteria pendirian SILN yang jelas dan terukur yang dituangkan dalam bentuk kebijakan pemerintah.

Di sisi lain di era modern sekarang ini pendekatan soft power semakin berperan penting dalam percaturan hubungan antar negara. Dari sekian banyak elemen dalam diplomasi, pendidikan adalah salah satu tools yang bisa didayagunakan. Pendidikan dapat menjadi citra suatu bangsa yang hendak diproyeksikan ke dunia luar. Jadi agar potensi kemajuan ilmu pengetahuan suatu bangsa hendak dipersepsikan paralel dengan citra yang hendak diproyeksikan, maka pendidikan adalah kuncinya. Di sini SILN dapat memainkan peranan yang penting.

Pendidikan berkualitas selain melalui pemenuhan standar pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah, SILN perlu mengejar ketertinggalan dengan sekolah-sekolah di negara lain yang telah berhasil mencetak siswa berprestasi. Caranya bukan hanya dapat diterima pada perguruan tinggi di Indonesia, tetapi juga diterima pada perguruan tinggi, baik di ASEAN maupun negara lain. Selain itu karya ilmiah siswa SILN diakui di tingkat regional atau mampu memenangkan kompetisi seni regional/

internasional. Untuk mewujudkan ini SILN perlu dilengkapi dengan standar kurikulum internasional yang dapat dipilih sesuai kebutuhan. Melengkapi standar nasional pendidikan dengan standar kurikulum internasional perlu ditetapkan oleh Pusat sehingga terdapat keseragaman.

Pertukaran siswa/mahasiswa (student exchanges), credit transfer, double degree, sandwich program, sister school/university, joint research, e-learning, scholarship, joint activity adalah bentuk-bentuk nyata berlangsungnya interaksi academia antar bangsa. Aneka interaksi ini menjadi jalan bagi diplomasi dalam menjangkau (reach out) masyarakat asing. Sebagian dari interaksi ini seperti sister school, joint activity seperti model United Nations meetings/conferences, debate competitions, creative cultural festivals, e-learning, dll, mungkin dilaksanakan SILN berkolaborasi dengan sekolah lain di luar negeri. Keseluruhan potensi SILN tersebut di atas menjadi elemen dari creme de la creme persepsi positif bangsa lain mengenai Indonesia sekarang.

Kunci utama untuk menjawab tantangan tersebut adalah dengan melihat permasalahan SILN secara menyeluruh. Langkah awalnya dengan mengubah SKB Menteri Luar Negeri No. 191/81/01 dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 051/U/1981 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sekolah Indonesia di Luar Negeri. Visi yang ingin dicapai SILN di tengah perubahan yang telah berlangsung sejak 32 tahun yang lalu, dirumuskan menjadi kebijakan yang visioner yang mengandung elemen-elemen yang menginspirasi SILN menghadapi tantangan masa depan dan ketentuan yang jelas dan terukur untuk mendukung pencapaian visi SILN.

Dalam perumusan visi dan misi pengembangan SILN ke depan hendaknya juga tidak dilupakan pemanfaatan TIK (e-learning) sebagai metode pembelajaran guna mendukung pemerataan pendidikan bagi anak-anak WNI yang berada di luar negeri. Ini semua bentuk pengendalian pemerintah dalam upaya pembenahan SILN yang lebih maju dalam penyelenggaran pendidikan sebagai hak dasar WNI dan membangun country branding Indonesia yang akuntabel dan terukur.

Bob Felix Tobing

Page 18: QuAs No 2 Juni 2013

MasiH TegakaH

FOTOGRAFIAN

TARA

/ARI

BO

WO

SUCI

PTO KORUPSI?

34 35JUNI 2013 JUNI 2013

Page 19: QuAs No 2 Juni 2013

36

SECRET

JUNI 2013 37JUNI 2013

Lampu di kantor Yayasan Upakara di bilangan Senayan, Jakarta, akhir tahun lalu itu terasa redup. Meskipun beralaskan ubin tua nan

licin, namun suasana sepi sangat jelas tak mampu disembunyikan. Deru mesin ketik yang lima tahun lalu saling bersahutan bak orkes simponi, kini terasa senyap. Bahkan ketak ketik tut komputer juga lebih jarang terdengar. Masuk ruangan depan kantor ini, terasa masuk masjid sebelum subuh.

Seorang pegawai di front office ikut mewarnai keadaan tersebut. Wajah pria setengah baya itu tidak secerah biasanya. Senyumnya jarang tersungging di bibir. Semua datar-datar saja. “Yayasan ini sedang tidak jelas arahnya,” kata seorang staf yang sedang melintas dan minta disembunyikan identitasnya.

Maklumlah, sejak awal tahun 2011, sumbangan yang biasa dikirimkan tiap bulan oleh 750-an diplomat di luar negeri (kisaran 3,6 milyar rupiah per-tahun) sontak dihentikan berdasarkan Peraturan Menlu. Dengan demikian, maka Yayasan Upakara, mau tidak mau harus mencari jalan untuk dapat hidup. Namun sayang, contigency plan yang telah disiapkan menjelang akhir tahun 2010, belum juga dimungkinkan untuk dapat dilaksanakan. Sehingga belum setahun sejak pencabutan sumbangan diplomat itu, Yayasan mengirimkan sinyal SOS, menyatakan sedang menghadapi krisis keuangan dan eksistensinya. “Tidak ada lagi dana yang dapat disalurkan Yayasan Upakara untuk membiayai program kesejahtreraan pegawai Kemlu,” keluh ketua pengurus saat itu, Budiman Darmosutanto kepada salah satu pejabat tinggi Kemlu.

Kepada QuAs, Budiman me nandas-kan, Yayasan ini sejak semula memang didirikan untuk menyalurkan amal kepada staf Kemlu yang kurang beruntung. Bukan bertujuan bisnis. Dengan demikian, sumbangan amal dari para diplomat yang

sedang berada di luar negeri atau yang diistilahkan “uang numpang lewat” itu menjadi sesuatu yang sangat berarti dalam aneka program kesejahteraan Yayasan, untuk dikembalikan bagi kepentingan kesejahteraan pegawai Kemlu. “Ukuran keberhasilan Yayasan adalah kemampuannya menyalurkan “uang numpang lewat” kepada yang berhak berupa program kesejahteraan pegawai,” katanya. Pemberian rumah gratis adalah tugas berat yang unprecedented.

Diakui, selama ini Yayasan kurang cepat mengembangkan dananya, karena hanya didasarkan pada “uang lewat” (sumbangan) dan aneka masukan dari sewa menyewa ataupun simpanan di bank. Jadi, ketika sumbangan berhenti, separuh jantung Yayasan juga ikut berhenti. Di tahun 2013, misalnya, sempat diprediksi terjadi angka defisit kisaran 24,7 juta setiap bulan karena program kesejahteraan pegawai masih harus tetap berjalan walaupun sumbangan diplomat telah dihentikan. Pendapatan bisnis Yayasan Upakara yang terdiri dari sewa gedung di Jl. Raden Saleh, jasa pinjaman dan hasil giro dan deposito hanya menghasilkan uang sebesar 90,5 juta perbulan. Sedangkan pengeluarannya mencapai 115,2 juta rupiah.

Pengeluaran itu terdiri dari biaya pengelolaan (gaji pengurus, gaji pelaksana, honor konsultan, uang makan, uang transport, lembur dan tunjangan PPH) sebesar 66,496,625 rupiah dan biaya administasi & umum (telepon, listrik, dapur, jamuan, alat tulis, IT, koran, pos, servis dan pengamanan) sebesar 48,296,625 rupiah. Diantara dua komponen itu, yang menyedot banyak anggaran adalah biaya pengamanan aset di Jonggol, Pondok Karya, Cikini dan Bintaro sebesar 29,5 juta dan uang transport pelaksana dan konsultan sebesar 11.5 juta per-bulan.

Masih menurut Budiman, sebenarnya tahun 2010 adalah tahun siap-siap take off bagi Yayasan yang bergantung pada

sumbangan diplomat lumayan lama itu. Keuangannya kondusif, status hukumnya jelas, dan dari segi kelembagaan telah mandiri sebagai badan hukum swasta, tidak lagi menempel Kemlu. Keuangannya juga diaudit oleh akuntan publik dan kualitas manajemennya berstandar ISO sejak 2009. Yayasan berencana lepas dari sumbangan diplomat di tahun 2018 melalui aneka “usaha” barunya. Dengan demikian sangat bisa dimengerti, pemutusan sumbangan mendadak tadi dianggap sebagai kendala besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. “Walaupun tidak tersedia dana yang dikelola, Yayasan Upakara tetap committed untuk melanjutkan amanah

sosialnya,” katanya.Untuk mengantisipasi kesulitan

finansial tersebut, menjelang akhir tahun 2010 Yayasan telah menyiapkan sebuah rencana konsolidasi darurat (RKD). Caranya adalah dengan membentuk “dana abadi” dimana bunganya dapat dimanfaatkan untuk menjalankan kegiatan sosialnya. Sumber dananya didapat dari beberapa aset yang dimiliki Yayasan, yakni penjualan Wisma Dubes RI Praha dengan asumsi pendapatan 1,9 juta dolar (16 milyar rupiah), penjualan lahan rawa di Bintaro yang saat itu diperkirakan nilainya paling tidak senilai 20 milyar rupiah dan panen pohon jati tahun 2018 sebesar 15 milyar rupiah.

Berdasarkan kalkulasi yang pernah dibuat, bila Yayasan mampu menghimpun dana kisaran 80 milyar rupiah, maka dalam setahun diperkirakan akan memberikan penghasilan kisaran 3,6 milyar rupiah dengan asumsi bunga deposito bank 5 persen, atau setara dengan pendapatan sumbangan para diplomat yang sedang berada di luar negeri. Sesuai namanya, dana abadi tidak akan berkurang tetapi akan dikembangkan. Pelaksanaan program kegiatan hanya memanfaatkan bunga yang setiap saat bisa berfluktuasi. “Dengan bunga yang ada maka Yayasan tetap bisa menyalurkan bantuan kepada staf atau pensiunan Kemlu yang membutuhkan, tanpa harus berharap pada

sumbangan lagi,” kisah Budiman.Sikap menjual aset, khususnya tanah

Bintaro sebagai sumber utama dana abadi, menurut Yayasan, tidak bisa ditunda lagi sebagai akibat krisis yang terus menggerus keuangan yang ada. Dikatakan, disamping perlu dana segar, memomentum penjualan juga dianggap pas di tahun-tahun 2011/2012 lalu karena properti sedang booming. Selain itu, pada saat yang sama ada beberapa peminat serius dan lahan menganggur hanya menjadi beban Yayasan.

Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, PT. Upakara Sentosa Sejahtera, anak perusahaan Yayasan telah melakukan diversifikasi usaha dalam bentuk

Baru kisaran satu setahun berlalu ketika para diplomat menghentikan sumbangan, Yayasan Upakara sudah mengirim sinyal save our soul alias SOS. Karya apa lagi yang akan digeluti Yayasan agar tetap eksis?

UPAKARA Tanpa “Uang Numpang Lewat”

Kebun Jati Yayasan Upakara

PURW

O M

URSI

TO

Page 20: QuAs No 2 Juni 2013

38 JUNI 2013 39

penghutanan pohon jati jumbo salomon dan jati merah di lahan tidur Pondok Karya dan Cikahuripan. Program jati diatas lahan seluas 7 hektar ini diperkirakan akan panen raya sebelum 2018 dengan penghasilan kisaran 15 milyar rupiah. Uang ini juga yang nantinya juga akan menambah modal dana abadi.

Rupanya contigency plan (RKD) sempat tidak berjalan semulus jalan tol. Setelah setahun diluncurkan, mereka yang disebut senior stakeholders tidak memberikan respon secara cepat. Di sisi lain, menurut Yayasan, Kemlu masih mengusahakan pembayaran dana angsuran sewa beli Wisma Praha. Jadilah Yayasan mengalami krisis likuiditas. Belum lagi, pada saat yang sama, terjadi perubahan kepengurusan dengan berakhirnya kepengurusan lama. Santoso Rahardjo, mantan Irjen Kemlu diangkat oleh Pembina Yayasan untuk meduduki kursi Ketua Pengurus yang baru per 1 April 2012 dan A.M. Fachir dalam kapasitas pribadinya sebagai Ketua Pembina.

Babak Baru Yayasan Upakara

Akhirnya, awal tahun 2013 ini, nafas lega Yayasan Upakara mulai terasa. Lahan rawa di Bintaro telah berhasil dilego dengan nilai diatas perkiraan, lebih 50 milyar rupiah. Disamping itu, per Maret lalu, kas Yayasan juga masih mengantongi dana segar lebih dari 6 milyar rupiah plus 230,484.20 dolar AS. Untuk sementara, dana abadi sebesar 50 milyar itu disimpan di dua bank pemerintah sebagai deposito yang bunganya dipakai untuk mendanai aneka kegiatan sosial Yayasan. Sedangkan, biaya rutin bulanan diambil dari bunga deposito, giro dan aneka sewa dan bila masih ada kekurangan akan diambil ditutup dari pengembangan dana abadi.

Jika saja, tahun ini proses jual beli Wisma Duta di Praha selesai dan memberikan masukan setidaknya 15 milyar rupiah, maka uang tersebut akan dipakai tambahan dana abadi dan sebagian lainnya untuk melanjutkan program pembangunan rumah gratis bagi karyawan PDDN. Untuk sementara, pengembangan dana abadi dicarikan cara paling aman yakni dalam bentuk deposito dan hanya bunganya yang dimanfaatkan.

Di sisi lain, Yayasan juga akan terus mengontrakkan salah satu propertinya di Jl. Raden Saleh dengan nilai kisaran 70 juta rupiah per-bulan, lebih memanfaatkan gedung Gria Upakara di Cikini, dan meneruskan program agrobisnis berupa penanaman pohon jati di Cikahuripan dan Pondok Karya. Tahun ini Yayasan juga berusaha menjual kavling pojok di Jonggol yang bukan termasuk program rumah gratis.

Diperkirakan, dari dana abadi yang saat ini sebesar 50 milyar rupiah itu, akan dipetik bunganya sebanyak 2,2 milyar setahun. Uang tersebut akan dipakai untuk aneka kegiatan sosial seperti beasiswa anak pegawai dan pensiunan (60 juta rupiah), keluarga pensiunan Kemlu (65 juta rupiah), Forum Duta Besar (25 juta), THR (450 juta rupiah), Lumsum pensiun (250 juta rupiah), bantuan HUT Kemlu (50 juta rupiah), santunan kematian (100 juta rupiah), dan

lain sebagianya. “Yayasan sudah mulai menggeliat lagi. Antara lain dana

pinjaman juga mulai kita naikkan,” ujar Santoso

Rahardjo.Terlepas dari ber-

bagai kegiatan yang sedang dijalankan, pengembangan dana Yayasan dalam be-be rapa tahun yang

lalu boleh dibilang tidak terlalu lancar. PT.

USENTRA yang didirikan oleh Yayasan Upakara belum

selesai mengelola modal Yayasan kisaran 3 milyar untuk kegiatan bidang properti. Yayasan juga masih me lakukan gugatan hukum kepada salah satu kontraktornya yang dianggap wanprestasi karena belum menyerah-

terimakan 107 unit rumah yang dibangun tahap kedua di Jonggol dan mengembalikan dana pembangunan sebesar 7 milyar rupiah, dan masalah ini sekarang sudah sampai di tingkat Mahkamah Agung.

Ada modal Yayasan yang diinvestasikan di bidang batubara dan money changer ternyata tidak mulus sehingga menimbulkan potensi kerugian sebesar 2,8 milyar rupiah. Terdapat juga kerjasama dengan sebuah perusahaan yang kemudian macet dan sedang diusahakan penagihan sebesar 253,7 juta rupiah. Yayasan masih terus mengupayakan pengembalian modal dengan menggunakan jasa pengacara.

Sementara itu, banyak aset tidak bergerak yang sampai saat ini tetap aman

tenteram di tangan Yayasan. Terdapat tanah di Jl. Deplu Raya, Bintaro (7.824 m2), Jl. Deplu 3, Pesanggaran (279 m2), Jl. Cikini IV, Cikini (1.040 m2), Jl. Raden Saleh, Cikini (1.838 m2), Jl. Utama I, Pondok Aren (31.648 m2), Gedung Wisma Duta Praha (1.697 m2), Desa Cikahuripan, Bogor (29.376 m2), dan Desa Sukamanah, Jonggol (100.714 m2). Berdasarkan perhitungan kasar yang dilakukan QuAs dengan asumsi NJOP yang bervariasi tahunnya, Yayasan Upakara masih menggenggam aset tidak bergerak senilai antara 150-200 milyar rupiah.

Perry Pada, seorang pejabat diplomatik, berharap, kegiatan sosial yang dilaksanakan oleh Yayasan di masa datang hendaknya lebih fokus pada aspek kesejahteraan, khususnya bagi pejabat dalam negeri Kemlu. Dengan memaksimalkan aset yang ada sambil berinovasi, diperkirakan akan banyak hal yang bisa dilakukan Yayasan. Sementara itu, seorang pejabat dalam negeri yang tidak mau disebutkan jati dirinya menginginkan agar orang-orang seperti dirinya lebih banyak menerima manfaat. “Bunga pinjaman sebaiknya setengah persen saja, misalnya,” ujarnya.

Kedepan, secara jujur Yayasan masih belum berani melakukan usaha di sektor riil yang berisiko tinggi, sehingga sementara ini masih memfokuskan pada jasa keuangan untuk pengembangan dananya. Yang dijanjikan oleh Santoso Rahardjo adalah sebuah kerja yang lebih baik, transparan, akuntabel dan amanah. “Semua itu untuk membantu meningkatkan kesejahteraan pegawai dan pensiunan Kemlu,” katanya. Dalam waktu dekat akan diluncurkan website Yayasan Upakara sehingga para stakeholders dapat memantau kegiatan Yayasan Upakara dan berkomunikasi langsung.

Ketua Pembina, A.M. Fachir dalam sebuah kesempatan dengan QuAs mengatakan, Yayasan Upakara yang sudah tidak memiliki hubungan hukum dengan Kemlu ini memang sebaiknya dikelola dengan paradigma baru. Bisnis dengan mengandalkan sumbangan memang sudah harus dilupakan. “Mereka harus lebih profesional dengan cara merekrut tenaga-tenaga yang benar-benar ahli sehingga modal dapat berkembang cepat,” katanya.

Sebagaimana perjalanan hidup seorang anak manusia, usia sangat menentukan banyak hal. Di usianya yang ke 44 plus modal yang cukup besar, Yayasan Upakara sudah waktunya berkarya makin profesional dan lebih menebar manfaat sosial sebagaimana diamanatkan oleh para pendiri Yayasan.

M. Aji Surya

“Semua itu untuk membantu meningkatkan

kesejahteraan pegawai dan pensiunan Kemlu,”

Santoso Rahardjo

SECRET KONFIRMASI

Jumat pagi, 17 Mei 2013 lalu, tiba-tiba Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi (Karo PO) Kemlu, Ibnu Wahyutomo nongol di markas redaksi QuAs di lantai 9 Gedung

Utama. Rupanya, pria asal Jogjakarta ini concern terhadap laporan utama QuAs edisi kedua yang mengulas Reformasi Birokrasi yang juga menjadi lingkup kerjanya. Walau lupa disuguhi minuman ataupun snack, perbincangannya dengan Pimred, M. Aji Surya, dan staf QuAs berlangsung seru. Berikut ini kutipannya:

Seberapa optimiskah Karo PO akan keberhasilan Reformasi Birokrasi (RB) Kemlu?

Dalam hal ini, saya termasuk orang yang optimis akan keberhasilan RB Kemlu.

Kita sudah memasuki tahap akhir dari proses pengajuan tunjangan kinerja untuk Pusat, masuk dalam rombongan 23 Kementerian/Lembaga (K/L) yang mengajukan hal tersebut.

Apakah dana menjadi masalah yang signifikan dalam RB Kemlu, khususnya untuk tunjangan kinerja yang dimimpikan para pegawai?

Dana bukanlah kendala, walaupun kita tahu bahwa Kemlu hanya menyumbang sebagian kecil dari hasil optimalisasi anggaran. Besaran remunerasi tidak hanya ditentukan oleh kontribusi anggaran optimalisasi K/L.

Banyak yang mengeluh sudah datang pagi on-time namun kok belum kunjung menerima

tunjangan kinerja?Jangan salah persepsi ya akan

remunerasi. Datang pagi itu sudah menjadi kewajiban di lingkungan

lembaga pemerintah sesuai dengan Keppres No. 68 Tahun 1995. Bahkan disitu tertulis bahwa waktu

kerja dimulai dari jam 07.30, namun Kemlu meminta dispensasi sehingga

Percayakan Pada Duo Ibnu

waktu kerja dimulai dari jam 08.00. Dengan begini maka datang pagi memanglah suatu kewajiban dan kenyataan hidup yang harus diterima. Kita harus dapat memisahkan RB dari remunerasi. RB is not merely remunerasi, namun remunerasi merupakan salah satu bagian dari RB, disamping unsur lainnya seperti kedisiplinan dan good governance.

Omong-omong, sudah sampai dimana nih proses RB Kemlu?

Jika dinilai menggunakan besaran persentase, RB Kemlu sudah mencapai 55%; dalam artian kelengkapan dokumen. Dokumen tersebut yaitu usulan, capaian, dan road map yang merefleksikan pelaksanaan aktifitas program Reformasi Birokrasi yang telah didokumentasikan. Hal ini meliputi 10 (sepuluh) aktifitas yang sudah dilaksanakan, 12 (dua belas) aktifitas sedang dalam proses penyelesaian dan 1 (satu) yang belum dilaksanakan yakni analisa beban kerja. Namun yang terakhir ini juga sudah dalam proses penyelesaian. 3 dari 12 aktifitas yang sedang berjalan akan selalu mengiringi RB Kemlu yaitu sosialisasi dan internalisasi, perbaikan sarana dan prasarana dan penataan peraturan perundang-undangan.

Untuk tunjangan kinerja, kita tidak perlu khawatir karena anggaran sudah disiapkan oleh Kementerian Keuangan dan target kita ya di tahun 2013 ini, maksimal pada akhir tahun dapat terwujud. Untuk besaran nominal remunerasi kita masih menunggu arahan Wapres. Kemudian dari situ menuju DPR dan akhirnya Perpres akan disahkan. Semua masih dalam kendali kok.

Apa yang menjadi kendala. Bukannya dulu targetnya tengah tahun?

Sesungguhnya tunjangan kinerja ditargetkan untuk keluar pada pertengahan tahun 2013. Kami berharap Mei atau Juni bisa keluar, namun karena ada beberapa kendala maka target menjadi mundur. Penundaan terjadi misalnya karena ada 5 K/L lain termasuk yang gagal sebelumnya yang dimasukkan menjadi satu rombongan dengan 23 K/L yang saya sebut sebelumnya. Soal BBM saya tidak komen.

Pesan-pesan buat segenap pegawai Kemlu?

Hanya satu. Janganlah terpengaruh oleh isu-isu yang beredar. Jika ada hal apa-pun yang berkaitan dengan RB, itu pasti datangnya dari duo Ibnu (Ibu Said dan Ibnu Wahyutomo –red).

Karo Perencanaan dan Organisasi, Ibnu Wahyutomo:

Page 21: QuAs No 2 Juni 2013

Perry Pada, Plt. Inspektur Wilayah I Kemlu

40 JUNI 2013 41JUNI 2013

Pembukuan Fihak Ketiga (PFK) Minus: Salah Siapa?wakilan dengan leluasa dapat melakukan belanja yang tidak terencana sebelumnya atau tidak cukup anggarannya. Ini pendapat yang tidak tepat. Pertama, revisi anggaran menunjukkan kelemahan perencanaan anggar an. Kedua, revisi anggaran hanya me-rupakan langkah terakhir akibat kesalahan perencanaan untuk menutupi tunggakan khususnya menyangkut belanja pegawai dan belanja mengikat lainnya. Ketiga, tidak semua PFK dapat diselesaikan dengan revisi kecuali tunggakan akibat alokasi dana yang tidak mencukupi. Sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah PFK minus, Perwakilan diminta untuk melakukan optimalisasi anggaran DIPA dan melunasi PFK minus secara bertahap sesuai dengan kemampuan Perwakilan (PMK 32/2013 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun 2013 pasal 31), hal ini untuk menunjukkan tanggungjawab Perwakilan terhadap PFK minus dimaksud.

Berangkat dari persoalan-persoalan tersebut diatas dan terlepas dari PFK minus yang tidak dapat dihindari, maka ada keperluan mendesak bagi perwakilan untuk mulai menata belanja Perwakilan dengan baik dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dan mulai membangun sistem pelaksanaan anggaran yang tertib dan terencana. Perencanaan yang tidak baik dan ketidak-dispilinan pelaksanaan anggaran dapat berakibat kerugian Negara dan dapat menjadi tanggungjawab pengelola keuangan, sebagaimana diatur dalam UU No.17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara.

Terakhir yang perlu mendapat perhatian kita bersama dalam kaitannya dengan PFK Minus adalah Keprres 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN Pasal 10 khususnya larangan melampaui batas tertinggi untuk setiap pengeluaran dan tidak melakukan belanja yang dananya tidak tersedia dan atau tidak cukup tersedia. Mungkin sudah waktunya untuk berwacana menghilangkan sistem PFK dan membangun mekanisme baru yang tidak membebani Laporan Keuangan Kemlu. Semoga komitmen Satuan Kerja untuk menyusun perencanaan kinerja dan anggaran dengan baik dan benar dapat meminimalisir masalah PFK Minus tersebut.

barang yang tidak tersedia anggarannya atau belanja melampaui pagu, hal tersebut jelas merupakan tanggungjawab pengelola keuangan dan juga bersinggungan dengan leadership kepala Perwakilan dalam melakukan pengendalian internalnya masing-masing. Disisi lain munculnya PFK minus juga disebabkan Perwakilan tidak melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan DIPA (Kontrol DIPA), hal tersebut berakibat fatal, terlebih lagi apabila pengelola keuangan yang tidak kompeten pada bidangnya maka PFK minus sudah dapat dipastikan terjadi. Oleh karena itu Pengendalian intern terhadap pelaksanaan anggaran DIPA merupakan persoalan utama di Perwakilan dan hal ini juga berkaitan dengan tingkat kepatuhan terhadap peraturan-perundang-undangan. Masih terdapat Perwakilan yang sengaja maupun tidak dalam pelaksanaan belanja tidak sesuai dengan akunnya yang akhirnya berakibat ditolaknya belanja dimaksud oleh Kementerian Keuangan.

Masih terdapat anggapan bahwa revisi anggaran merupakan solusi dalam penyelesaian PFK Minus, sehingga Per-

PDLN dan khususnya yang perlu mendapat perhatian adalah menyangkut mutasi pegawai ke Perwakilan. Bezetting yang melampaui formasi yang telah ditetapkan atau ketidak sesuaian pangkat HS pengganti jelas secara nyata dan dapat diprediksi akan berakibat kekurangan anggaran belanja pegawai di Perwakilan yang nota bene memberikan kontribusi yang cukup besar terjadinya PFK Minus Kemlu. Saat ini menurut catatan terdapat kelebihan kurang lebih 132 PDLN yang tidak sesuai dengan formasi yang telah ditetapkan oleh Kemenpan. Oleh karena itu, tampaknya perlu ada koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pada unit-unit terkait di Pusat. Kedepan Inspektorat Jenderal juga akan mendapat tugas tambahan untuk melakukan verifikasi terhadap perencanaan Kementerian/Lembaga. Sehingga kedepan Itjen sebagai Aparatur Intern Pemerintah (APIP) akan melaksanakan pengawasan dan pengendalian dari perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban anggaran Satker.

Menyangkut masalah disiplin anggaran, hal ini berkaitan dengan belanja

lainnya, namun yang sering terjadi sebagai penyebab utama PFK Minus adalah 6 poin tersebut diatas. Dari keenam identifikasi masalah PFK tersebut, sebenarnya persoalan PFK Minus pada intinya bersumber pada 3 (tiga) masalah utama yaitu masalah perencanaan, disiplin anggaran dan pengendalian intern.

Masalah perencanaan anggaran merupakan permasalahan klasik yang hingga saat ini menjadi persoalan bagi kebanyakan Satuan kerja yang belum tertangani dengan baik hingga saaat ini. Kelemahan mendasar dari satuan kerja pada umumnya dan khususnya di Perwakilan RI adalah keengganan untuk melakukan

USD. 7 juta dan dari komposisi tersebut penyebab PFK minus bersumber dari 2 (dua) jenis belanja mengikat yaitu belanja pegawai dan belanja barang kebutuhan perwakilan dan tunggakan Kementerian Teknis. Khususnya menyangkut PFK minus Atase Teknis hingga tahun 2012 telah mencapai lebih dari USD. 600.000. BPK dan Kementerian Keuangan telah memperingatkan seluruh Atase Tehnis agar peminjaman yang tidak dapat dihindari harus mendapat ijin tertulis dari dari Kementerian/lembaga masing-masing disertai dengan jaminan tertulis untuk penggantiannya melalui kawat Sekjen Kemlu bulan April 2013 lalu kepada seluruh Perwakilan.

Persoalan PFK minus pada Perwakilan RI di Luar Negeri telah menjadi salah satu permasalahan yang cukup “mengganggu” baik itu dalam penyusunan

Laporan Keuangan Kementerian Luar Negeri maupun likuiditas keuangan Perwakilan. Tidak ada rujukan aturan yang dapat memberikan definisi PFK Minus. Sebagai pegangan dalam pembahasan ini, buku Himpunan Perturan Keuangan Biro keuangan tahun 2004 menyebutkan bahwa PFK hanya bersifat sementara guna menampung pengeluaran-pengeluaran rutin yang anggarannya tidak mencukupi. Berbagai tanggapan muncul mengenai penyebab utama terjadinya pembukuan pihak ketiga, siapa yang bertanggungjawab atas permasalahan PFK dimaksud dan solusi apa yang perlu diambil agar PFK tidak lagi menjadi persoalan dalam Laporan Keuangan Perwakilan.

Sebenarnya sejak awal tahun 2006 Perwakilan tidak lagi diperkenankan melakukan PFK, namun dalam kenyataan PFK terus bergulir. Berbagai upaya telah di-laksanakan untuk mencegah terjadinya PFK minus Perwakilan. Salah satunya adalah audit atas seluruh Perwakilan yang memiliki PFK bermasalah oleh BPKP pada tahun 2010 dan peringatan-peringatan Sekjen Kemlu kepada seluruh Perwakilan. Intinya adalah melarang Perwakilan untuk melakukan PFK minus tanpa seijin pusat dan apabila terpaksa dilaksanakan hanya untuk belanja mengikat yang tidak dapat dihindari. Namun dalam kenyataannya permasalahan PFK masih tetap saja berulang dengan berbagai dasar pembenarannya sehingga PFK menjadi persoalan yang bertumpuk yang tidak mudah untuk diselesaikan. Sulitnya menyelesaikan PFK Minus, salah satunya adalah pergantian pengelola keuangan yang merasa tidak ikut bertanggungajawab dalam upaya penyelesaiannya karena bukan dalam periode pengurusannya dan diperparah lagi dengan ketiadaan bukti pendukung akibat sistem kearsipan Perwakilan yang kurang baik, sehingga menylitkan pusat untuk melakukan penelusuran penyebab PFK Minus dimaksud.

Menurut catatan PFK minus di Kemlu hingga Desember 2012 tercatat mendekati

Hasil uji petik per 31 Desember 2012 komposisi menyangkut PFK minus di 35 Perwakilan RI wilayah Asia sebagai berikut :

PFK MINUS PER 31 DESEMBER 2012 USD V S Equivalen USDBelanja Pegawai 484.502,37 2.810.285,62 594.378,37 Belanja Barang Mengikat 4.201,63 8.865.834,29 241.754,78 Belanja Barang Tidak Mengikat 161.511,76 6.620.652,31 354.605,15 Belanja Lain-Lain 111.952,31 734.852,51 589.305,24 Belanja Modal - - - Belanja Kerja Titipan 68.598,73 748.202,54 273.721,91 TOTAL 830.766,80 19.779.827,27 2.053.765,44

Sumber data Simkeu Real Time (F-13 Daftar Persekot Kerja per 31 Des 2012- sarino- wil 1)

Menjawab persoalan diatas, Ins-pektorat Jenderal telah mencoba mengkaji penyebab utama PFK Minus dimaksud dan teridentifikasi beberapa penyebab PFK Minus yaitu antara lain :

1. Bezetting Pegawai yang melebihi Formasi yang telah ditetapkan

2. Penempatan dan pergantian Home Staf yang tidak sesuai dengan kepang-katannya

3. Belanja barang yang tidak tersedia dananya dalam DIPA atau belanja melebihi pagu

4. Pelaksanaan kegiatan yang tidak terencana

5. Pinjaman pihak ketiga 6. Keterlambatan transfer Uang Persediaan

Masih banyak penyebab PFK Minus

evaluasi terhadap realisasi anggaran dan kegiatan tahun sebelumnya dan tidak melakukan kajian terhadap kebutuhan riil Perwakilan tahun berikutnya. Sebagai shortcut yang sangat mudah dan telah menjadi rahasia umum yaitu umumnya Perwakilan dalam perencanaan anggaran hanya meminta tambahan sekian persen dari anggaran tahun sebelumnya tanpa melakukan perhitungan yang matang terhadap kebutuhan per kegiatan yang berubah dan perhitungan belanja Perwakilan secara riil.

Khususnya menyangkut UP yang terlambat dan berakibat likuiditas anggaran belanja maka menjadi tanggungjawab Biro Keuangan namun menyangkut kekurangan belanja pegawai khususnya menyangkut TPLN HS maka Biro Kepegawaian perlu memperkuat perencanaan placement

Tidak perlu menengok masa lalu. Apalagi saling menyalahkan. Yang penting perbaikan untuk masa depan.

TIPS I Inspektur

Page 22: QuAs No 2 Juni 2013

Sahat Sitorus,Inspektur Wilayah III Kemlu

42 JUNI 2013 43JUNI 2013

TIPS I Inspektur

Situasi yang terus berubah di tingkat nasional maupun internasional telah memberikan peluang dan tantangan yang lebih besar bagi penyelenggaraan

hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, sehingga diperlukan peningkatan kapasitas organisasi dan kesiapan sumberdaya manusia yang memadai. Bahwa tuntutan penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih, berkemampuan dan profesional semakin menguat sehingga diperlukan aparatur pelaksana diplomasi yang berkualitas agar penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri lebih terfokus selektif, komprehensif, terkoordinasi, efisien dan efektif merupakan suatu keniscayaan. Perlu dipahami bahwa peningkatan kapasitas organisasi dan penyediaan aparatur yang berkualitas tidak serta merta dimaknai dengan penambahan jumlah SDM apalagi struktur organisasi guna menggerakkan mesin diplomasi.

Rangkaian kata-kata ini telah digaungkan oleh Kementerian Luar Negeri (2003) ketika Keppres 108/2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, jauh sebelum Reformasi Birokrasi(RB) dicanangkan oleh Pemerintah yang tengah kita jalankan pada saat ini. Semangat dan keinginan untuk melakukan perubahan di jajaran Kemlu pada saat itu juga sangat kental dengan dikenalkannya oleh Pimpinan Kemlu, prinsip 3 Tertib: Tertib Waktu, Tertib Administrasi dan Tertib Fisik yang sarat makna perubahan. Memang, tidak mudah, namun pada saat ini dapat dicatat telah menjadi landasan yang sangat relevan dan berarti bagi capai-capaian RB, utamanya yang telah dan tengah dijalankan di jajaran Kemlu dan Perwakilan RI.

Kepres 108/2003 merupakan ins-trumen hukum terkait tata kelola Perwakilan RI yang merupakan organisasi perwakilan Pemerintah, bangsa dan negara RI yang secara keseluruhan mewakili kepentingan Indonesia di luar negeri dan bukan merupakan representasi kementerian atau lembaga tertentu. Dalam hal ini pengaturan masalah keuangan, kepegawaian, kebijakan

yang diambil juga mencerminkan kebijakan Pemerintah secara keseluruhan. Sejak awal, penerapan Keppres 108/2003 dimaksudkan untuk menciptakan Perwakilan RI dengan struktur yang ramping namun kaya fungsi dengan prinsip pemanfaatan sumber daya yang efisien, efektif dalam melaksanakan tugas pokok diplomasi.

Guna mendukung pelaksanaan tugas yang efisien dan efektif tersebut Kemlu telah melakukan langkah-langkah strategis dengan penerapan prinsip rightzing. Artinya memanfaatkan SDM dan sumber dana yang sesuai dengan prinsip 3 ETA (efisien­efektif­ekonomis­transparan dan akuntable) serta menghindari kebijakan

yang mengarah pada penggunaan sumber daya yang boros/tidak efisien sesuai dengan tupoksi organisasinya. Penetapan struktur organisasi dan kebutuhan SDM dan sumber daya lainnya memerlukan analisa dan evaluasi mendalam dari waktu ke waktu sejalan dangan derajat kepentingan hubungan bilateral RI dengan negara penerima, serta ditetapkan oleh Menlu setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang Pendayagunaan Aparatur Negara berdasarkan kepentingan nasional.

Lebih jauh lagi, sebagai unsur pimpin-an tertinggi Kepala Perwakilan ber tang-gungjawab atas seluruh penyelenggaraan

tugas dan fungsi Perwakilan dan berwenang memberi petunjuk, mengatur, mengarahkan membimbing mengawasi dan mengevaluasi pelaksanan tugas dan fungsi yang dilakukan oleh seluruh unsur di bawahnya serta wajib mengetahui dan menyampaikan laporan berkala maupun insidentil dari Perwakilan ke pusat yang dibuat oleh unsur pelaksana yang ditandatangani dan diketahui oleh Kepala Perwakilan.

Terkait degan pengawasan dan pengendalian terhadap tugas dan fungsi Perwakilan serta hal-hal yang menyangkut penerimaan dan pengeluaran keuangan di Perwakilan, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan per-Undang-

Undang-an yang berlaku, dalam hal ini Kepala Perwakilan wajib melakukan pengawasan dan pengendalian internal untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja Perwakilan.

Sejalan dengan era Reformasi Birokrasi yang tengah bergulir, penerapan Kepres 108 dan semangat prinsip Tertib Waktu, Fisik dan Administrasi yang bermakna luas, telah menunjukkan adanya kesadaran dan kemauan jajaran Kemlu untuk melakukan perubahan yang sama dengan yang diamanatkan UU yakni perlunya memegang teguh prinsip 3 ETA dalam pemanfaat SDM dan sumber daya lainnya dalam pelaksanaan tupoksi baik di

Keppres 108/2003 Masih Relevan Lho Masbro!Kemlu maupun Perwkialan RI.

Hal ini sejalan dengan amanat UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara bahwa pemanfaatan keuangan negara dilandaskan pada prinsip efisien, efektif, transparan dan akuntabel, sehingga setiap sumber dana benar-benar dapat diukur manfaat dan hasilnya. Pemanfaatan sumber sumber keuangan negara yang berbasis kinerja yang semakin terbatas harus memenuhi prinsip keadilan dan penuh rasa tanggungjawab guna menghindari pemborosan yang tidak perlu, serta manfaat penggunaannya dapat dinilai, diuji kebenarannya serta dilakukan secara tranparan dan terencana dengan baik.

Guna menegakkan prinsip 3ETA dalam pemanfaatan sumber daya dan dana yang dialokasikan utamanya di Perwakilan RI setiap satuan kerja harus menerapkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan pengawasan menyeluruh atas program yang ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Perwakilan dapat diawasi secara terbuka oleh APIP (Aparat Pengendalian Intern Pemerintah dalam hal ini oleh Inspektorat Jenderal) maupun oleh aparat pengendalian eksternal.

Sejauh ini muatan yang terkandung dalam Kepres 108/2003 masih dapat dinilai cukup antisipatif menyikapi perubahan lingkungan nasional dan internasional dan dihadapkan dengan semangat Reformasi Birokrasi yang dilandasi prinsip 3ETA yang disiratkan UU no 17 tentang Keuangan Negara. Atas dasar ini, sikap Pimpinan yang menilai bahwa revisi Kepres 108 belum mendesak untuk dilakukan, sangat beralasan mengingat substansinya yang masih relevan dengan semangat dan tuntutan perubahan yang terjadi saat ini. Salah satu butir pernyataan Wakil Menpan R&B baru-baru ini untuk direnungkan, bahwa realita birokrasi Indonesia saat ini adalah birokrasi yang gemuk (Obesity Bureaucracy) yang belum sesuai dengan prinsip yang menyemangati Reformasi Birokrasi, sehingga semua pihak perlu menghindari wacana membentuk struktur organisasi yang tidak efisien.

Perubahan adalah kata kunci dalam RB. Perubahan yang didambakan harus mencerminkan 3ETA yang berkeadilan

Page 23: QuAs No 2 Juni 2013

44

SAINS

JUNI 2013 45JUNI 2013

Negara ini adalah negara paling bersih alias bebas korupsi pada tahun 2012. Sebagai salah satu negara dengan pen-dapat an per kapita terbesar di

dunia, negara Skandinavia ini juga tercatat sebagai negara yang memiliki pemerataan kekayaan terbaik di dunia. Artinya, hampir tidak ada kesenjangan kesejahteraan antar warga negara. Tidak mengherankan, rakyat mereka diklaim merupakan rakyat yang paling bahagia berdasarkan survei Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Negara yang di-maksud adalah Denmark.

Denmark, bersama Selandia Baru dan Finlandia, adalah negara paling bebas korupsi di dunia berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi yang dibuat oleh Transparency In-ter national. Sementara itu, Afghanistan, Korea Utara, dan Somalia menjadi negara paling korup akibat sejarah konflik ber-kepanjangan. Ketika Denmark mencapai

nilai 90 dari 100, dua pertiga dari 176 negara di dunia berada di bawah nilai 50.

Transparency International juga me-nempatkan Denmark sebagai negara dengan pemerintahan yang paling transparan. Transparansi berkontribusi besar pada penyelenggaraan pemerintah yang bersih. Pe negakan hukum mampu dipastikan dengan adanya sistem transparansi pe-merintah yang memudahkan warga negara Denmark untuk ikut mengawasi. Kepastian hukum membuat iklim bisnis menjadi kondusif dan akhirnya mendorong kualitas kehidupan ekonomi Denmark.

Lalu, apa yang menyebabkan Denmark sedemikian maju dalam menciptakan kehidupan sosial yang transparan dan bebas korupsi?

Pada masa 1840-1860, Denmark me lakukan perubahan besar untuk mem-berantas korupsi. Denmark ketika itu di-pimpin oleh Raja Christian VII, yang ke-mudian diteruskan oleh anaknya, Frederik

VI. Raja terakhir itu sangat terganggu oleh besarnya pencurian kas negara oleh pegawainya sendiri. Ia kemudian mem per-kenal kan beberapa kebijakan penting untuk me nang gu langi korupsi di lingkungan istana.

Salah satunya adalah peraturan ter-tulis yang menyebutkan bahwa menerima suap adalah tindakan kriminal. Sesuatu yang inovatif pada masa itu. Frederik VI juga menyadari bahwa korupsi tidak dapat di berantas hanya dengan hukuman represif. Oleh karena itu, ia menaikkan gaji pegawai istana dan memberikan mereka pensiun yang baik.

Kebijakan reformasi Frederik VI telah mengubah budaya rakyat Denmark. Ia mengenalkan kebebasan pers, kebijakan yang tidak lazim di lingkungan monarki. Kebebasan pers menjadi alat yang efektif dan efisien untuk membongkar kasus-kasus korupsi. Efektifitas kebijakan ini kini didukung oleh adanya kajian yang membuktikan bahwa rendahnya tingkat korupsi pada negara demokrasi maju berhubungan positif dengan kebebasan pers. Semua negara Skandinavia, termasuk Denmark, Finlandia dan Swedia, terkenal

atas kebijakan hak asasi manusia dan kebebasan informasi. Pada saat yang sama, mereka berada pada 5 besar negara paling bersih dalam Indeks Persepsi Korupsi.

Di masa modern ini, faktor lain yang ikut berkontribusi membuat pemerintah Denmark sedemikian transparan adalah tingginya tingkat kepercayaan warga Denmark. Kepercayaan ini tidak hanya kepada pemerintah, tetapi juga kepada lembaga sosial lain, seperti serikat pekerja dan perusahaan swasta.

Bahkan, menurut survei tahunan OECD, ketika ditanya “Secara umum, apakah Anda dapat mempercayai orang-orang di sekitar Anda atau Anda perlu lebih hati-hati ketika berhubungan dengan mereka?”, warga Denmark diidentifikasi sebagai warga yang mempunyai tingkat kepercayaan paling tinggi antar sesama mereka, sebesar 88,8 persen. Cukup jauh dibanding rata-rata negara anggota OECD yang sebesar 59 persen.

Menteri Perdagangan dan Investasi, Pia Olsen Dhyr mengatakan bahwa, Denmark memiliki masyarakat yang dilandasi oleh kepercayaan. Masyarakat Denmark saling percaya satu sama lainnya dan mereka percaya bahwa lembaga publik akan mendukung mereka. Hal ini terefleksikan oleh kajian anti-korupsi Transparency International.

Masyarakat Denmark sangat sulit untuk dimanipulasi oleh pemerintahan yang berkuasa. Mereka memiliki pemahaman atas bagaimana lembaga-lembaga negara bekerja ataupun bagaimana mereka seharusnya berjalan.

Tingginya tingkat kepercayaan ikut mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan kenegaraan. Oleh warga Denmark, hal ini dipertahankan dengan membangun sistem dan lembaga nasional yang menjamin tingginya kepercayaan masyarakat tersebut. Ketika sistem yang ada sangat transparan dan sulit untuk dikorupsi, masyarakat akan lebih rela untuk membayar pajak dan ikut serta dalam pemilu.

Di Denmark, lembaga ombudsman memainkan peranan penting dalam memastikan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi pemerintahan. Lembaga ini bertanggung jawab mengkaji setiap aspek pelayanan publik dengan berperan sebagai pengawas dan whistleblower. Ke-wenangannya meliputi setiap kegiatan publik tanpa terkecuali. Sejarah telah membuktikan bahwa peran ini tidak hanya bermain dalam tataran normatif, tetapi telah berkontribusi melindungi hak-hak kenegaraan warga.

Kemajuan yang dialami Denmark sesungguhnya bisa dipelajari dunia, termasuk Indonesia. Denmark membangun

Yuk, Belajar dari Negara Paling Bebas Korupsipemerintahan dengan mengedepankan kebebasan pers, pendidikan politik, dan pengawasan melalui lembaga ombudsman. Dengan keunikan negara seperti Indonesia, resep yang sama mungkin butuh modifikasi. Akan tetapi, prinsip-prinsip yang dilakukan Denmark adalah fenomena yang selalu ditemukan di negara bebas korupsi.

“Transparansi , t ransparansi , transparansi”, ujar Villy Sovndal, Menlu Denmark, ketika berbicara di depan forum Pusat Kajian Politik UI. Semua tindakan pencegahan korupsi dilandasi prinsip transparansi. Oleh karena itu, Denmark menerapkan sistem integritas nasional yang mewajibkan setiap pejabat lembaga negara untuk melaporkan penerimaan dan pengeluaran mereka, termasuk biaya perjalanan dan hadiah setiap bulan.

Prinsip inilah yang telah dipahami oleh Denpasar, kota terbersih hasil survei dari Transparency International Indonesia tahun 2012. Nota kesepahaman antara Pemkot Denpasar, KPK, dan Kemenpan dalam rangka penguatan transparansi di pelayanan publik telah memaksa Denpasar untuk mengintensifkan dan mempercepat pelayanan publik. Kini, di setiap kantor pelayanan publik Denpasar, telah tersedia pengumuman yang jelas dan transparan mengenai waktu dan biaya yang diperlukan untuk mengurus surat perizinan.

Lembaga ombudsman Denmark juga dapat dijadikan contoh atas pengembangan sistem transparansi di Indonesia. Lembaga seperti ini perlu diperkuat untuk mengawal regulasi protektif terhadap para pemberi informasi atau “whistleblowers”.

Sebagai sebuah negara demokrasi baru, Indonesia tentunya masih mem butuh-kan waktu panjang dalam membangun pendidikan politik untuk setiap warganya agar mampu mengawasi jalannya pemerintahan dengan efektif. Akan tetapi, setidaknya kita bisa memulai dengan men-ciptakan sistem ombudsman lebih baik seperti yang ada di Denmark.

Indonesia tidak memulai dari titik nol. Kementerian dan lembaga nasional di negara ini umumnya telah memiliki struktur Inspektorat Jenderal di dalamnya. Dengan fokus memberdayakan struktur Inspektorat Jenderal, Pemerintah pada galibnya telah memulai langkah untuk belajar transparansi versi Denmark.

Rudi Winandoko

Ilmu tidak mesti dipelajari langsung. Bisa datang dari pengalaman orang. Demikian juga dalam memberantas korupsi.

Keluarga Kerajaan yang bersahaja

Suasana kota yang damai

GOO

GLE.C

OM

GOO

GLE.C

OM

Page 24: QuAs No 2 Juni 2013

JUNI 2013 JUNI 201346

WACANA

47

Sudah hampir tengah hari tetapi ibu Lurah Rapiah belum tampak batang hidungnya. Menurut keterangan seorang staf kelurahan, beliau sedang

ada acara dengan ibu Camat dan akan datang sebelum pukul 12 siang. Ini berarti sudah hampir 3 jam janda kembang desa, Sonya, duduk di ruang tunggu, menanti surat keterangan balik nama pajaknya ditandatangani ibu Lurah. Mini iPad-nya sudah terlihat lowbat setengah jam lalu karena keseringan untuk bermain games, membunuh rasa bosan. Sonya menghela napas sambil geregetan sehingga dadanya tampak membusung.

“Kalau memang beliau memiliki schedule yang padat, kan semestinya ada protap atau whatever, supaya orang tidak menunggu tanpa kejelasan informasi. Jangan sampai bolak balik ke kelurahan tanpa hasil,” ujar Sonya keinggris-inggrisan.

Ibu setengah baya yang duduk di sebelah Sonya bercerita bahwa dia sudah 3 hari berturut-turut ini datang ke kelurahan untuk mengurus surat keterangan waris. Hari pertama datang, diberitahu bahwa petugasnya sedang sakit. Kemarinnya diperoleh informasi sedang mengikuti sosialisasi, dan kali ini petugasnya sedang mendampingi Ibu Lurah. Waduh! Jadi sepagian janda Sonya duduk menunggu ternyata belum sebanding dengan apa yang dialami ibu ini. Sonya jadi makin kesal, ini kan sudah zaman reformasi, zaman e-KTP, mengapa urusan yang seharusnya sekarang sudah gampang ternyata masih memusingkan dan menyita waktu.

Suksesi dari Orde Baru ke era reformasi tidak serta merta menyulap birokrasi pemerintahan jadul menjadi birokrasi yang ideal, bersih, bebas dari KKN, kompeten dan profesional, karena birokrasi saat ini adalah mata rantai dari birokrasi terdahulu. Feodalisme sudah eksis sejak zaman kerajaan, dan terus berlanjut pada masa penjajahan, paska kemerdekaan atau Orde Lama, Orde Baru dan kini sisa-sisanya juga masih mewarnai era reformasi. Praktek feodalisme yang terlalu lama telah menggerogoti birokrasi sedemikian rupa sehingga kinerjanya tidak akuntabel, tidak kompeten dan tidak profesional. Ditambah dengan korupsi yang merajalela, maka lengkap sudah penyakit birokrasi. Situasi ini berakibat pada buruknya kualitas pelayanan publik atau kurangnya pemenuhan kewajiban pemerintah atas hak-hak masyarakat.

Pelayanan publik memiliki citra yang relatif negatif. Birokrasinya berbelit-belit dan aparaturnya tidak profesional. Masyarakat mengeluhkan berbagai kesimpangsiuran ketika berurusan dengan

birokrasi terkait dengan informasi, per-syaratan, prosedur, biaya dan kapan selesainya. Dalam laporannya tahun 2004 misalnya, World Bank menilai bahwa pelayanan publik di Indonesia sulit diakses oleh orang miskin, dan menjadi pemicu ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang pada gilirannya membebani kinerja ekonomi makro, sama dan sebangun dengan membebani publik (masyarakat). Jadi

sangat dibutuhkan peningkatan kualitas dan jaminan penyediaan pelayanan publik serta perlindungan bagi masyarakat dari penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah.

Berangkat dari fakta tersebut, lahir gagasan reformasi birokrasi, yaitu melakukan perubahan untuk memperbarui tata kelola pemerintahan sehingga sesuai

dengan prinsip-prinsip good governance yang bermuara pada pelayanan publik berkualitas prima. Perubahan ini revolusioner karena aspek-aspek yang direformasi sangat hakiki, seperti dikatakan Wamenpan-RB Eko Prasojo: “Kita tidak hanya mengubah sistem dan prosedur, tetapi juga budaya, paradigma, cetak pikir dan perilaku birokrasi.”

Di atas kertas, rumusan agenda reformasi birokrasi sebagaimana tertuang dalam Grand Design maupun Road Map begitu revolusioner, tetapi, ternyata tidak demikian dengan proses pelaksanaannya. Reformasi birokrasi adalah pekerjaan jangka panjang, seperti dijelaskan Kepala Lembaga Administrasi Negara Agus Dwiyanto, “Pembenahan pelayanan publik sangat kompleks, bukan pekerjaan ringan. Apalagi kalau kita mau mengubah perilaku aparat, yang secara kultural masih sulit berinteraksi dengan warga, masih belum mau ‘melayani’, sebaliknya bersikap arogan, dan sok kuasa. Kalau tidak ada perubahan, reformasi birokrasi gagal.”

Wamenpan-RB berpendapat sama, bahwa permasalahan birokrasi sangat

rumit karena menyangkut manusia. Mengubah perilaku dan karakter yang sudah demikian mengakar sungguh tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena itu perlu waktu yang panjang untuk pembenahannya, selain komitmen dan tekad yang kuat untuk berubah menjadi lebih baik. Aparatur birokrasi atau PNS yang ada saat ini belum berkinerja secara profesional dan kompeten. “Ya, pada umumnya birokrasi kita tak kompeten. Jumlah (pegawai) banyak, tetapi sulit mencari orang yang diperlukan menurut keahlian di bidangnya,” akunya tanpa basa-basi.

Selain itu, pihaknya juga menyadari bahwa pemerintah belum benar-benar mereformasi birokrasi yang gemuk, tidak produktif, boros dan rawan gratifikasi. Belum menjadi organisasi yang ramping, efisien, kompeten dan berorientasi pada pelayanan. Menurutnya, masih banyak yang menginginkan terbentuknya birokrasi abu-abu di Indonesia, karena kondusif bagi terjadinya praktek korupsi. Untuk itu, lanjut dia, upaya reformasi birokrasi terus dilakukan guna membenahi berbagai persoalan yang ada.

Uchok Sky Khadafi dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) beranggapan bahwa reformasi birokrasi di Indonesia berjalan mundur dan tidak ada yang bisa dilakukan untuk mereformasi PNS. Apa yang dirasakan Uchok seperti mengamini teori pakar administrasi Gerald Caiden dari University of Southern California, bahwa reformasi birokrasi di negara dunia ketiga hampir tidak dapat direalisasikan karena umumnya kurang didukung oleh komitmen politik yang kuat; lingkungan politik, budaya dan penegakan hukum yang kurang kondusif dan gagasan reformasi birokrasi tidak diikuti dengan perubahan persepsi elit politik.

Faktanya memang reformasi birokrasi bukan sekadar permasalahan tunjangan kinerja atau remunerasi, tetapi jauh lebih kompleks yang intinya adalah perubahan pola pikir, sikap mental dan perilaku PNS, dari birokrat yang biasa di-servis menjadi abdi negara yang kompeten dan profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya melayani masyarakat.

Silakan saja Uchok dan Caiden bersikap pesimis, tetapi pemerintah telah berkomitmen menempatkan reformasi birokrasi menjadi prioritas pertama dari 11 prioritas pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu reformasi birokrasi dan tata kelola; pendidikan; kesehatan; penanggulangan kemiskinan; ketahanan pangan; infrastruktur; iklim investasi dan usaha yang sehat; energi; lingkungan hidup

Reformasi birokrasi di Indonesia bukan hasil sulapan yang serta merta jadi, apalagi dengan warisan feodalisme yang belum sepenuhnya pudar. Gagasannya boleh revolusioner tetapi prosesnya evolusioner.

Janda Sonya Dan Evolusi Birokrasi

dan pengelolaan bencana; daerah tertinggal, ter depan, terluar, dan pascakonflik; serta ke budayaan, kreativitas, dan inovasi tek-nologi.

“Penempatan reformasi birokrasi sebagai prioritas pertama mengandung makna bahwa keberhasilan 10 program pembangunan lainnya sangat tergantung pada keberhasilan program tersebut, yang bertujuan mewujudkan birokrasi bersih, berintegritas tinggi, dan melayani,” demikian dikatakan Menpan-RB Azwar Abubakar.

Karena merupakan proses yang panjang, maka buah manis reformasi birokrasi baru dapat dinikmati 10 hingga 15 tahun mendatang atau pada 2023 hingga 2028. Dampak positifnya akan menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang. Wamenpan-RB mengibaratkan reformasi birokrasi layaknya tanaman tahunan seperti karet yang baru bisa dipanen paling cepat 15 tahun mendatang.

Jika menilik sejumlah indikator ke-berhasilan reformasi birokrasi, yaitu tidak ada korupsi; tidak ada pelanggaran/sanksi; APBN dan APBD baik; semua program selesai dengan baik; semua perizinan selesai dengan cepat dan tepat; komunikasi dengan publik baik; penggunaan waktu (jam kerja) efektif dan produktif; penerapan reward dan punishment secara konsisten dan berkelanjutan dan hasil pembangunan nyata, suka atau tidak harus diakui, reformasi birokrasi negeri ini masih jauh panggang dari api. Kalangan yang skeptis bahkan menganggapnya ambisius.

Tetapi tidak ada salahnya meng-gantung kan cita-cita setinggi langit. Me-wujudkan indikator-indikator tersebut bukan seperti mimpi di siang bolong. Komitmen yang kuat untuk berubah menjadi lebih baik, dan kerja keras untuk menepati setiap target yang tersurat dalam Grand Design dan Road Map, adalah sarana bagi perjalanan reformasi birokrasi tiba di tujuannya tepat pada waktunya nanti.

Tidak percaya? Ini dia buktinya. Tepat 11:40, janda Sonya mutung. Bermaksud meninggalkan kantor kelurahan dengan muka yang ditekuk. Baru tiga langkah kaki belalangnya keluar dari pintu, tampak Ibu Lurah Rapiah dan tiga orang stafnya berjalan memasuki halaman kelurahan. Aha! Wanita kembang desa yang baru berumur 27 tahun itu buru-buru balik kanan. Sontak, kecantikannya kembali mempesona, merasa lega bukan main. Penantiannya tidak sia-sia. Surat keterangan balik nama pajak dari almarhum suaminya yang super tajir itu akan segera ditandantangani. Oalah Sonya, Sonya!.

Kartika Surjani

Page 25: QuAs No 2 Juni 2013

49JUNI 2013JUNI 201348

HANG OUT

Jangan pernah menyesali hidup karena ada saja satu sisinya yang membuat kita tertawa dan bahagia. Jangan juga pernah pesimis dan bosan menjalani kehidupan. Intiplah bagian-bagian yang membuatmu senang. Tersenyumlah, niscaya dunia akan tersenyum padamu. Ayo kita hang out sejenak.

Persyaratan Kerja

Pewawancara: “Untuk posisi yang Saudara lamar ini kami membutuhkan seseorang yang sangat bertanggung jawab”

Calon pegawai: “Saya orang yang anda cari. Di pekerjaan terakhir saya, setiap kali sesuatu berjalan salah, mereka berkata bahwa sayalah orang yang bertanggung jawab”

Bedanya Penjara dan Kantor

Penjara : Kamu hidup di ruangan 3 x 4 m².Kantor : Kamu hidup di cubicle 1 x 1,5 m². Penjara : Dapat 3 kali makan sehari, gratis.Kantor : Cuma dapat 1 kali break makan dan harus beli sendiri

(kalau tidak ada konsumsi rapat).Penjara : Untuk kebiasaan baik mendapat pengurangan waktu

tahanan.Kantor : Untuk kebiasaan baik mendapat hadiah TAMBAHAN

KERJAAN.Penjara : Penjaga akan membukakan dan menguncikan pintu untuk

kamu.Kantor : Kamu harus membuka dan menutup sendiri semua pintu.Penjara : Kamu bisa nonton TV tiap hari.Kantor : Kamu bisa dipecat kalau nonton TV.Penjara : Kamu punya ruangan pribadi.Kantor : Kamu harus selalu bersama teman kerja.Penjara : Diizinkan bertemu dengan keluarga untuk bersenda

gurau.Kantor : Kamu sama sekali tidak diijinkan bersantai ria bersama

keluarga disini.Penjara : Semua pengeluaran ditanggung negara.Kantor : Kamu harus tanggung pengeluaran dirimu sendiri dan

memotong gajimu lewat pajak untuk menghidupi yang ada di penjara.

Jadi, lebih enak hidup di penjara atau di kantor?? Hhmmm..

Bedanya Kamu dan Sang Bos

1. Kalau kamu bekerja lambat, berarti kamu tidak “perform”. .Kalau bos bekerja lambat, berarti beliau teliti.

2. Kalau kamu bekerja cepat, berarti kamu terburu-buru. .Kalau bos bekerja cepat, berarti beliau cerdas.

3. Kalau kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, berarti kamu malas.

.Kalau bos tidak mengerjakan suatu pekerjaan, berarti beliau terlalu sibuk.

4. Kalau kamu berbuat kesalahan, berarti kamu bodoh. .Kalau bos berbuat kesalahan, yah memang beliau hanyalah

manusia.

5. Kalau kamu melakukan sesuatu sebelum diperintahkan, itu berarti kamu melangkahi otoritas bos.

.Kalau bos melakukan hal yang sama, itu berarti beliau mempunyai inisiatif.

6. Kalau kamu tetap mempertahankan pendapat, berarti kamu keras kepala.

.Kalau bos tetap pada pendapatnya, berarti beliau konsisten.

7. Kalau kamu cepat mengambil keputusan, berarti kamu gegabah. .Kalau bos cepat mengambil keputusan, berarti beliau berani

ambil risiko.

8. Kalau kamu mem-by-pass prosedur, berarti kamu melanggar aturan.

.Kalau bos mem-by-pass prosedur, berarti beliau proaktif.

9. Kalau kamu menyatakan “mudah”, itu berarti kamu meremehkan masalah.

.Kalau bos menyatakan “mudah”, itu berarti beliau optimis.

Kriteria Calon Pegawai

Suatu hari, si A, B dan C datang ke kantor untuk mengikuti tes pegawai sebuah perusahaan. Hari itu materinya wawancara lisan. Satu-persatu mereka dipanggil pewawancara.

Si A memasuki ruangan.Pewawancara : “Berapa 100 ditambah 100?”A : “250, Pak”Pewawancara : “Maaf, Anda tidak diterima. Alasannya, Anda bermental korupsi”Si A keluar ruangan.

Si B memasuki ruangan.Pewawancara : “Berapa 100 ditambah 100?”B : “150, Pak”Pewawancara : “Maaf, Anda tidak diterima. Alasannya, Anda merugikan negara.”Si B keluar ruangan.

Si C memasuki ruangan.Pewawancara : “Berapa 100 ditambah 100?”Si C : “Terserah Bapak. Saya siap melaksanakan.”Pewawancara : OK! Anda diterima sebagai calon pegawai! Anda penuh pengertian.

Larangan Membuka Windows

Alkisah ada seorang pegawai baru bernama Beni bingung ketika disuruh oleh bosnya untuk membuka Microsoft Excel. Ia semakin bingung, akhirnya malah membuka DOS.

“Hey! Saya minta kamu buka Excel kenapa malah buka DOS...??” teriak sang bos.

“Gini bos, saya nggak mau ngelanggar peraturan..” jawabnya. Si Bos kebingungan, dan bertanya, “Peraturan apa?”

Sambil menunjuk tulisan di dinding, Beni membacanya. “This room is equipped with air conditioner, please do not open windows... Windows aja nggak boleh apalagi Excel!”

10. Kalau kamu sering tidak masuk, berarti kamu pemalas. .Kalau bos sering tidak masuk, berarti beliau kecapaian

karena kerja keras.

11. Kalau kamu membuat tulisan seperti ini, itu berarti kamu frustasi, berpikiran negatif, dan iri hari.

.Kalau bos membuat tulisan seperti ini, berarti beliau humoris.

Bekerja & Tertawa

Page 26: QuAs No 2 Juni 2013

50 JUNI 2013 51JUNI 2013

CATATAN AKHIR

Bambang Antarikso, Sekretaris Itjen Kemlu

Kata-kata masyhur itu ada di meja kerja Presiden AS ke 33, Harry Truman. Sebagai pemimpin eksekutif tertinggi saat itu, Truman hanya

ingin menyampaikan pesan bahwa dialah penanggungjawab utama dari seluruh rangkaian pekerjaan di jajaran eksekutif. The Buck Stops Here.

Namun sesungguhnya ada pesan lain dibalik itu, yaitu bahwa setiap pemimpin, setiap manajer, pada setiap tataran, memiliki tanggung jawabnya masing-masing dan tidak melempar atau menghindar dari tugas yang dibebankan kepadanya. Hanya dengan pemahaman seperti itulah sebuah organisasi, sebuah birokrasi, dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan prima.

Birokrasi sering di gam bar kan sebagai “mahluk aneh” yang berada diluar jang kau an dan sulit diatur. Birokrasi identik dengan hal-hal yang lambat, tidak efisien, bertele-tele dan bahkan korup. Ada ungkapan dalam bahasa Inggris: “The bureaucracy is notorious for being out of touch with the people and difficult to navigate.” Stereotype semacam ini tidak hanya dialami oleh birokrasi di negara berkembang, namun juga di negara maju. Oleh karena itulah tidak kurang di negara maju seperti AS, perdebatan mengenai perlunya pemerintahan yang lebih ramping (streamline) agar dapat dengan cepat merespon berbagai tuntutan dan perubahan, telah berlangsung sejak akhir abad ke 19. Bahkan Sejak tahun 1980, isu mengenai birokrasi selalu menjadi salah satu isu penting dalam debat antar calon Presiden AS.

Lantas bagaimana di Indonesia? Di Indonesia, meskipun disadari atau paling tidak dirasakan bahwa ada persoalan krusial dengan birokrasi pemerintahan, namun pada tingkat nasional, persoalan birokrasi baru mendapat perhatian secara sistematis dan koprehensif dengan dikeluarkannya Perpres No 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dengan

target menjadikan birokrasi pemerintahan Indonesia sebagai “world class government” pada tahun 2025. Dapatkah kita mencapai target tersebut? Dengan telah ditetapkannya road map reformasi birokrasi 2010-2014, proses reformasi birokrasi sesungguhnya telah bergerak pada rel yang tepat diiringi mekanisme penilaian yang dilakukan secara mandiri. Maka menjadi komitmen dari setiap aparat birokrasi untuk secara bersama-sama memastikan bahwa target akan dapat dicapai tepat pada waktunya.

Sementara itu di Kemlu, proses refor masi birokrasi juga telah berjalan (sebagaimana yang terjadi pula di berbagai Kementerian dan Lembaga lainnya). Bahkan, proses reformasi birokrasi di Kemlu dapat dikatakan telah dimulai lebih

awal bila dibandingkan dengan apa yang terjadi pada tingkat nasional. Pada tahun 2001, Kemlu mencanangkan “Program Benah Diri” me–lalui penerapan budaya kerja 3T+1A (tertib ad min strasi, fisik dan waktu + aman). Se-buah program yang di-mak sud kan agar dalam men jalankan tugasnya setiap insan Kemlu disamping tentunya

fokus pada substansi permasalahan yang ditangani, juga memberikan perhatian pada aspek kelengkapan pendukungnya.

Program benah diri yang berlanjut dengan reformasi birokrasi, pada awalnya memang menuntut sebuah bentuk ketertiban, ketaatan, keteraturan terhadap berbagai dokumen dan arsip yang dihasilkan dari sebuah program atau kegiatan. Pada tahap selanjutnya, beberapa elemen kunci perlu mendapat perhatian untuk memastikan bahwa reformasi birokrasi berjalan sebagaimana yang ditargetkan. Dalam kaitan inilah aspek efisiensi dan produktifitas menjadi kriteria penting.

Ketika kita berbicara bagaimana mem–bangun birokrasi yang efisien, produktif dan tidak korup, maka -suka atau tidak suka- kita akan tiba pada pertanyaan apakah ada insentif yang akan diperoleh atau diberikan kepada para birokrat? Faktanya -paling tidak dalam

konteks Indonesia- setelah para birokrat mendapatkan insentif, ternyata masih saja terjadi tindakan-tindakan koruptif. Lantas dimana letak kesalahannya? Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian insentif selalu dibarengi dengan penegakan hukum, kode etik dan disiplin yang kuat. Paling tidak, demikianlah yang umumnya terjadi di banyak negara maju. Hal tersebut masih diperkuat dengan perlindungan terhadap whistleblower yang melembaga dan tidak bersifat ad-hoc. Kondisi dan situasi yang demikian tampaknya perlu mendapat perhatian serius di Indonesia.

Langkah selanjutnya, untuk meng–hasilkan birokrasi yang efisien tentu perlu dilakukan pemangkasan terhadap berbagai bentuk prosedur yang dinilai panjang dan bertele-tele (seringkali dikenal dengan istilah red tape). Cara lain untuk melakukan efisiensi adalah dengan melaksanakan privatisasi, mulai dari yang bentuknya complicated, hingga ke bentuk yang sederhana seperti “outsourcing”. Pada tataran birokrasi misalnya, kita dapat mem–pertimbangkan melakukan outsourcing untuk jenis-jenis pekerjaan yang sifatnya pendukung/pelengkap, sehingga sebuah organisasi dapat lebih fokus pada hal-hal yang menjadi core business-nya. Dari sinilah akan terbangun “businesslike government”, dimana birokrasi dikelola layaknya sebuah perusahaan, fokus pada core business-nya, cepat merespon, dan terintegrasi secara utuh antar unit-unit yang ada.

Sejatinya, ketika kita bergabung ke dalam sebuah organisasi, sebuah birokrasi, kita tentu harus mampu (diharapkan) memberi kontribusi positif bagi kemajuan organisasi dan bukan menjadi beban atau bahkan menyandera gerak maju organisasi.

Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa reformasi birokrasi bukanlah sebuah program singkat yang sekali jadi, tetapi sebuah proses panjang yang berkesinambungan dan terus dilakukan berbagai penyesuaian, seiring dengan perkembangan dan perubahan lingkungan sekitarnya. Itu semua karena yang akan dibentuk adalah sebuah budaya kerja (corporate culture) yang mampu beradaptasi dengan cepatnya perkembangan zaman. Untuk mempercepat proses, ikhlaskan tatkala the buck stops on you.

The Buck Stops Here

Page 27: QuAs No 2 Juni 2013