Upload
trinhtram
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM
PERCOBAAN V
INDEKS PERBANDINGAN SEKUENSIAL KEANEKARAGAMAN
BENTOS DI EKOSISTEM PERAIRAN
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
TGL. PRAKTIKUM :
ASISTEN :
LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTANJURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2010
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Ekosistem perairan pesisir di Indonesia merupakan kawasan yang akhir-
akhir ini mendapat perhatian cukup besar dalam berbagai kebijaksanaan dan
perencanaan pembangunan di Indonesia. Wilayah ini kaya dan memiliki beragam
sumber daya alam yang telah dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan
utama, khususnya protein hewani. Dahuri (2002), meyatakan bahwa secara
empiris wilayah pesisir merupakan tempat aktivitas ekonomi yang mencakup
perikanan laut dan pesisir, transportasi dan pelabuhan, pertambangan, kawasan
industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata serta kawasan
pemukiman dan tempat pembuangan limbah (Ardi. 2002).
Penggunaan bentos sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam
bentuk indeks biologi. Cara ini telah dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran
bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar.
Jenis-jenis organisme ini berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di
perairan tidak tercemar. Kemudian oleh para ahli biologi perairan, pengetahuan
ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan
karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas perairan
(Rosenberg dan Resh. 1993).
Percobaan ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
pemanfaatan bentos sebagai indikator kualitas perairan, khususnya pada wilayah
danau Universitas Hasanuddin. Adapun hal-hal yang dikemukakan meliputi
pengertian bentos, faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan bentos,
pemanfaatan bentos sebagai indikator kualitas perairan pesisir, dan spesies
indikator.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui keragaman bentos dalam ekosistem perairan berdasarkan
Indeks Perbandingan Sekuensial.
2. Mengenalkan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan
peralatan yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 24 April 2010, pukul
11.00 – 16.00 WITA, di Laboratorium Biologi Dasar Lantai I, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin,
Makassar dan pengambilan sampel di danau Universitas Hasanuddin, pada pukul
06.00 – 07 WITA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem merupakan suatu sistem di alam dimana terdapat hubungan
timbal balik antar organisme dengan organisme lainnya, juga dengan
linkungannya. Ekosistem sifatnya tidak tergantung ukuran tetapi ditekankan pada
kelangkapan komponennya (Umar. 2010).
Berdasarkan atas habitatnya, ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat
(terrestrial) dan ekosistem perairan (akuatik). Di dalam suatu ekosistem perairan,
kita dapat menganal komponen-komponennya berdasarkan cara hidupnya yaitu,
bentos, perifiton, plankton, nekton, dan neuston. Salah satu komponen yang
memiliki variasi organisme cukup banyak dalam suatu perairan adalah bentos
(Umar. 2010).
Cairns et al (1971) mengembangkan suatu metode yang sederhana, tetapi
cukup bak untuk mengestimasi keanekaragaman biologis secara relatif, yang
disebut” Squential Comparison Index” atau disingkat dengan S.C.I (Persoone &
De Pauw, 1978). Indeks keanekaragaman ini dlam bahasa Indonesia disebut
INdeks Perbandingan Sekuensial (I.P.S). Menurut ahli tersebut di atas bahwa
indeks ini dapat memenuhi keprluan untuk menilai secara cepat akibat adanya
pencemaran terhadap ekosistem, misalnya sungai, kolam danau, dan laut. Cara ini
tidak memerlukan keterampilan untuk mengidentifikasi hewan-hewan dalam
komunitas, sehingga dapat menghemat waktu dan pekerjaan (Umar. 2010).
Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai
petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke
habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya
perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. Karena hewan bentos
terus menerus terdesak oleh air yang kualitasnya berubah-ubah. Diantara hewan
bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan
perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro.
Kelompok ini lebih dikenal dengan bentos (Rosenberg dan Resh. 1993).
Bentos sering dijadikan uji parameter terhadap permasalahan lingkungan
seperti pencemaran, sebab jenis biota laut tersebut hidup di dasar laut dan
cenderung sangat lambat pergerakannya dibandingkan jenis lainnya seperti ikan.
Disamping itu bentos sangat sensitif dan peka terhadap suatu perubahan dalam air
(Wikipedia. 2010).
Bentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di
dasar perairan. Montagna menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan,
makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran
energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi
(Wikipedia. 2010).
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang
berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber
makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang
diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD)
dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat
dasar. Berdasarkan kebiasaan hidup organisme dbedakan sebagai berikut
(Wikipedia. 2010) :
1. Plankton adalah organism yang biasanya melayang-layang (bergerak
pasif) mengikuti gerakan aliran air.
2. Nekton adalah hewan yang aktif berenang dalam air. Misalnya, ikan.
3. Neuston adalah organisme yang mengapung atau berenang di permukaan
air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
4. Perifiton adalah tumbuhan atau hewan yang melekat atau bergantung pada
tumbuhan atau benda lain, misalnya keong.
5. Bentos adalah hewan atau tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada
endapan. Bentos dapat melekat atau bergerak bebas, misalnya cacing.
Keseimbangan ekosistem perairan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
unsur-unsur penyusunnya terdiri atas komposisi yang ideal ditinjau dari segi jenis
dan fungsinya yang membentuk suatu rantai makanan di dalam perairan tersebut.
Faktor lainnya yang menentukan keseimbangan ekosistem perairan adalah proses-
proses yang terjadi di dalamnya baik yang bersifat biologi, kimia dan fisika
berlangsung dalam kondisi yang ideal pula dan membawa pengaruh yang tidak
membahayakan bagi kehidupan di dalam perairan tersebut (Ardi. 2002).
Kestabilan ekosistem perairan berarti kemampuan ekosistem tersebut
mempertahankan keseimbangannya dalam menghadapi perubahan atau guncangan
yang disebabkan oleh pengaruh dari luar. Suatu ekosistem perairan dengan
tingkat keseimbangan yang bersifat fluktuatif akan memberikan dampak yang
cukup nyata bagi kehidupan yang berada di dalamnya, sehingga dengan
sendirinya akan menjadi suatu tempat yang tidak kondusif bagi organisme yang
hidup di dalam ekosistem perairan tersebut (Umar. 2006)
Bentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya
berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang.
Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses
dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan serta
menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan (Umar. 2006).
Bentos membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik.
Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detritivor, dapat
menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang
masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga
mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen
perairan (Ardi. 2002).
Struktur komunitas bentos dipengaruhi berbagai faktor lingkungan abiotik
dan biotik. Secara biologis, diantaranya interaksi spesies serta pola siklus hidup
dari masing-masing spesies dalam komunitas. Sedangkan secara abiotik, faktor
lingkungan yang mempengaruhi keberadaan bentos adalah faktor fisika-kimia
lingkungan perairan, diantaranya (Ardi. 2002) :
1. Penetrasi cahaya yang berpengaruh terhadap suhu air.
2. Substrat dasar, kandungan unsur kimia seperti oksigen terlarut dan kandungan
ion hidrogen (pH).
3. Nutrien.
Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena
cahaya matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan
Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena
itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu
air di dasar perairan dangkal. Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi aktifitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan
organisme perairan. Pada umumnya peningkatan suhu air sampai skala tertentu
akan mempercepat perkembangbiakan organisme perairan (Odum. 1993).
Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi bentos. Dasar
perairan yang kedalaman airnya berbeda akan dihuni oleh bentos yang berbeda
pula, sehingga terjadi stratifikasi komunitas menurut kedalaman. Pada perairan
yang lebih dalam bentos mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis yang lebih
besar. Karena itu bentos yang hidup di perairan yang dalam ini tidak banyak
(Ardi. 2002).
Berbagai jenis bentos ada yang berperan sebagai konsumen primer dan ada
pula yang berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen yang menempati
tempat yang lebih tinggi. Pada umumnya, bentos merupakan makanan alami bagi
ikan-ikan pemakan di dasar ("bottom feeder") (Tudorancea, dkk. 1978).
Untuk mendapatkan data kuantitatif maupun kualitatif dari jenis-jenis
hewan yang hidup di perairan, maka hewan tersebut dapat ditangkap dengan
menggunakan berbagai peralatan dan yang paling utama yaitu Eickman Crab
sebagai pengeruk (Umar. 2010).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat-alat Percobaan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu botol sampel, eickman
crab, ayakan, baskom, baki plastik, pinset, dan handsprayer.
III.2 Bahan-bahan Percobaan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu alkohol 70 % dan
kapas.
III.3 Prosedur Percobaan
Ada beberapa prosedur yang dilakukan dalam percobaan ini, yaitu :
A. Pengambilan Sampel
1. Bukalah kedua belahan pengeruk Eickman Crab hingga menganga dan
kaitkan kawat penahannya pada tempat kaitan yang terdapat pada bagian
atas alat tersebut.
2. Masukkan pengeruk secara vertikal dan perlahan-lahan ke dalam air
hingga menyentuh dasar perairan.
3. Kemudian jatuhkan logam pembeban sepanjang tali pemegangnya
sehingga kedua belahan Eickman Crab akan menutup, dan lumpur serta
hewan yang terdapat di dasar perairan akan terhimpun dalam kerukan.
4. Tariklah perlahan-lahan Eickman ke atas dan isinya ditumpahkan ke dalam
baskom yang sudah disediakan.
5. Sampel kemudian diayak sambil disiram air sehingga lumpur keluar dan
sampah-sampah dibuang. Seleksilah hewan bentos yang dijumpai dengan
cermat, kemudian masukkan ke dalam botol sampel yang berisi alkohol
70%. Beri label masing-masing botol sampel.
6. Lakukanlah pengambilan sampel beberapa kali pada tempat yang berbeda.
B. Cara kerja di Laboratorium
1. Ambillah sampel yang sudah diawetkan. Tumpahkan ke dalam wadah
yang telah disediakan dan secara acak diambil satu per satu dengan pinset
dan diletakkan pada wadah yang lain sambil diurutkan.
2. Sampel yang diurutkan dibandingkan mulai antara no,1 dengan no.2, no.2
dengan no.3 dan seterusnya, kemudian dilihat apakah sejenis atau tidak.
3. Pengamatan dilakukan diatas meja. Jenis yang dianggap sama diberi kode
yang sama dan ini berarti tergolong se”Run”. Hal ini dilakukan tidak
peduli jenis apapun, asal serangkaian sampel tadi dianggap sama.
4. Lakukan pengamatan sampai semua sampel habis, catat semua data dalam
buku kerja, kemudian dilakukan perhitungan indeks keanekaragaman
bentos tadi dengan menggunakan :
Indeks Perbandingan Sekuensial
S .C . I ( I . P . S)=NRun x NTaksaNSpecimen
DAFTAR PUSTAKA
Ardi, 2002, Pemanfaatan Bentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. www.ardi/ tugas kuliah.com. Diakses pada tanggal 25 April 2010.
Odum, E.P., 1993, Dasar-dasar Ekologi Edisi ketiga. Gadja Mada University press. Yokyakarta.
Rosenberg, D.M. dan Resh, V.H., 1993, Freshwater Biomonitoring and Benthic Macroinvertebrates. Chapman and Hall . New York.
Tudorancea, C., Green, R.H., dan Huebner, J., 1978, Structure Dynamics and Production of the Benthic Fauna in Lake Manitoba. Hydrobiologia.
Umar, R., 2006, Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Umar, R., 2010, Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin.Makassar.
Wikipedia, 2010, Keragaman Bentos . http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 25 April 2010.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel pengamatan untuk ayakan
AA B D BBBB A BBBBBBB A BB BBB C BBB AA B A BB A B A BB D
BBB D BB AA D B AAA C BBBBBBBB D BBBBBBBBBB C BBB A
BBBBBBBB D BBBBBBBBBB D BBB A DD A BBB A BBB D B C
Jumlah spesimen = 113
IV.1.2 Tabel pengamatan untuk Eickmen Crab
A C B D AA BB A C BBB DD B DD AA BBBBBBBBBBBBBBB C D
BBBBB C BBBBBBBBBB DD BBBBBBBBBBB C D A D B AAAA B AA B
A B A BBBBBBBBBBBBBBBBBBBB AA D BBBBBBBBBBBBBBB CC
AAAAAAA C AAAA D BBBBBBBBBBBBBBBB
Jumlah spesimen = 151
Tabel petunjuk tingkat pencemaran
Derajat
pencemaran
S C L D O B D O
Bahan tercemar >2 >6,5 <3
Tercemar ringan 2,0 – 1,6 4,5 – 6,5 3 – 4,9
Tercemar
sedang
1,5 – 1,0 2,0 – 4,4 5 – 5,5
Tercemar berat <1 <2 >15
IV.2 Analisis Data
A. Menggunakan ayakan
Jumlah Run = 48
Jumlah spesimen = 113
Jumlah taksa = 4
Jadi, S.C.I (I.P.S) = N Runs X N Taksa
N Spesimen
= 48 X 4113
= 1,699 (tercemar ringan)
B. Menggunakan Eickman Crab
Jumlah Run = 43
Jumlah Spesimen = 151
Jumlah Taksa = 4
Jadi, S.C.I (I.P.S) = N Runs X N Taksa
N Spesimen
= 43 X 4
151
= 1,139 (tercemar sedang)
IV.2 Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan pengambilan sampel dengan dua cara, yaitu
dengan menggunakan ayakan dan Eickman crab. Sampel yang diperoleh dengan
menggunakan ayakan yaitu berjumlah 113 spesimen, dimana jumlah runsnya 48,
jumlah taksanya 4 dan setelah dianalisis dengan Indeks Perbandingan Sekuensial
maka hasilnya yaitu 1,699 dan ini berarti data yang diperoleh dari penggunaan
ayakan tersebut tercemar ringan.
Pada pengambilan sampel dengan cara Eicman crab diperoleh jumlah
spesimen 161, dimana jumlah runnya 43, jumlah taksanya 4 yaitu A, B, C dan D.
Setelah diuji dengan mengunakan Indeks Perbandingan Sekuensial, hasil yang
diperoleh yaitu 1,139 dan ini berarti sampel tersebut tercemar sedang.
Untuk mendapatkan data kuantitatif maupun kualitatif, mengenai jenis-
jenis hewan yang hidup dalam suatu perairan, maka hewan tersebut dapat
ditangkap dengan menggunakan kombinasi berbagai macam cara. Mulai dengan
penangkapan dengan tangan, pinset, jala maupun alat-alat lainnya dan pada
percobaan ini kita menggunakan Eickman crab sebagai alat pengeruk dan ayakan.
Dalam menguji sampel kita menggunakan Indeks Perbandingan
Sekuensial, dimana indeks ini dapat memenuhi keperluan untuk menilai secara
cepat akibat adanya pencemaran terhadap ekosistem, misalnya sungai, kolam
danau atau laut.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil pengambilan sampel dan pengujian dengan menggunakan
Indeks Perbandingan sekuensial, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Sampel yang diambil dengan menggunakan ayakan, jumlah spesimennya yaitu
113, jumlah runsnya 48 dan jumlah taksanya 4.
2. Sampel yang diambil dengan menggunakan ayakan telah tercemar ringan,
dimana telah diuji dengan menggunakan Indeks Perbandingan Sekuensial
hasilnya yaitu 1,699.
3. Sampel yang diambil menggunakan Eickman crab, jumlah spesimennya yaitu
151, jumlah runsnya 43 dan jumlah taksanya ada 4 yaitu A, B, C dan D.
4. Sampel yang diambil dengan menggunakan Eickman crab telah tercemar
sedang, dimana setelah diuji dengan menggunakan Indeks Perbandingan
Sekuensial dan hasilnya yaitu 1,139.
V.2 Saran
Peralatan pada percobaan ini perlu diperbanyak, agar praktikan dapat
menghemat waktu dalam pengambilan sampel.