61
PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG BERKEBUTUHAN KHUSUS (DISABILITAS INTELEKTUAL) (Skripsi) Oleh ARITA LIDYA AMELIA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK

PIDANA PEMBUNUHAN YANG BERKEBUTUHAN KHUSUS

(DISABILITAS INTELEKTUAL)

(Skripsi)

Oleh

ARITA LIDYA AMELIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Page 2: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

ABSTRAK

PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN YANG BERKEBUTUHAN KHUSUS (DISABILITAS INTELEKTUAL)

Oleh

ARITA LIDYA AMELIA

Penyandang disabilitas adalah orang yang mempunyai keterbatasan fisik, mental, intelektual atau

sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap

masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif

berdasarkan kesamaan hak (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan hak-hak

penyandang disabilitas). Sesuai dengan Pasal 44 ayat (1) KUHP yaitu Barang siapa melakukan

perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan jawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam

pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. Permasalaan dalam skripsi ini adalah

Bagaimanakah bagian proses penyidikan kepolisian terhadap kasus tindak pidana pembunuhan

oleh anak yang berkebutuhan khusus? Apakah faktor penghambat proses penyidikan terhadap

kasus tindak pidana pembunuhan oleh anak yang berkebutuhan khusus? Pendekatan masalah yang

digunakan adalah pendekatan hukum yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data

yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data melalui studi

kepustakaan dan studi lapangan. Pengolahan data dilakukan dengan tahap editing, klasifikasi data,

dan sistematis dating yang selanjutnya dianalisis secara kualitattif.

Berdasarkan Hasil penelitian dan pembahasan dari proses penyidikan terhadap anak sebagai

pelaku tindak pidana pembunuhan yang berkebutuhan khusus (disabilitas intelektual) ini

menunjukkan Proses bagian penyidikan telah terjadi kejadian pembunuhan yang menghilangkan

nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah darah dengan 28

tusukan di tubuhnya. Korban saat di temukan sedang bersama anaknya yang berkategori

berkebutuhan khusus berinisial MA. Anak korban menangis dan kondisi bajunya berlumuran

darah. Anaknya memiliki penyakit disabilitas seperti autis, daun sindrom dan labill.. Kita

berangkat ke Tempat Kejadian Perkara dikumpulkannya alat bukti yang ada, lalu penyidikan di

ulang dan jelaskan bahwa kejadian ini sampai ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) ke 3 kalinya,

fakta kedua adalah kami tidak menemukan barang yang hilang. Fakta ketiga adalah bahwa senjata

yang digunakan adalah pisau dapur dan kami tidak menemukan darah di tembok dan lantai dapur,

kelanjutan kasus tetap berjalan menuju klimaksnya sudah selesai sekarang sudah hamper ke

finisnya. Bahwa tersangka sudah kita dapatkan siapa namanya sedangkan jalani prosesnya dan

kemudian tinggal dilihat prosesnya. Faktor penghambat proses penyidikan yaitu faktor yang

mendasari proses interaksi sosial,seperti faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi, dan

faktor simpati. Faktor hukum yaitu undang-undang dibuat tidak boleh

Page 3: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

Arita lidya amelia

bertentangan dengan ideologi negara, dan undang-undang dibuat haruslah menurut ketentuan yang

mengatur kewenangan pembuatan undangundang sebagaimana diatur dalam Konstitusi negara

Faktor penegakan hukum, yaitu penegak hukum harus menjalankan tugasnya dengan baik sesuai

dengan peranannya masing-masing yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Faktor masyarakat, yakni masyarakat lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum dan Faktor kebudayaan..

Saran untuk pihak kepolisian agar segera menanggapi laporan masyarakat untuk datang di TKP

(Tempat Kejadian Perkara) guna mengamankan dan menjaga Tempat Kejadian Perkara agar tidak

berubah dan terjaga keasliannya. Dilakukan koordinasi antara penyidik senior dengan penyidik

yang baru agar bekerjasama dan disekolahkan lagi dalam pelatihan penyidikan khusunya bagi para

penyidik yang baru diangkat sebagai penyidik. Seharusnya pemerintah mengeluarkan suatu

perundang-undangan yang mengatur tersendiri mengenai perlindungan hukum terhadap anak

berkebutuhan khusus sehingga ada suatu ketentuan pidana tersendiri yang tidak dapat

menimbulkan efek terhadap anak berkebutuhan khusus tersebut.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Hilangnya Nyawa Ibu Kandung, Anak Berkebutuhan

Khusus.

Page 4: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN YANG BERKEBUTUHAN KHUSUS

Oleh

ARITA LIDYA AMELIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2019

Page 5: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

Judul Skripsi: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK

PIDANA PEMBUNUHAN YANG BERKEBUTUHAN KHUSUS

(DISABILITAS INTELEKTUAL)

Nama Mahasiswa : ARITA LIDYA AMELIA

No. Pokok Mahasiswa : 1512011027

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Nikmah Rosidah, S.H.,M.Hum. Damanhuri WN, S.H.,M.H.

NIP 195501061980032001 NIP 195911021986031001

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Eko Raharjo, S.H., M.H.

NIP 196104061989031003

Page 6: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Nikmah Rosidah,S.H., M.Hum ...................

Sekretaris/Anggota : Damanhuri Warganegara,S.H,M.H ...................

Penguji Utama : Firganefi,S.H,M.H ...................

2. Dekan Fakultas Hukum

Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum.

NIP 196003101987031002

Tanggal Lulus Ujian Skripsi :

Page 7: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

PERNYATAAN

Nama : Arita Lidya Amelia

Nomor Induk Mahasiswa : 1512011027

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Proses Penyidikan Terhadap Anak

Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Yang Berkebutuhan Khusus.“adalah hasil

karya saya sendiri. Semua hasil tulisan yang tertuang dalam skripsi ini telah mengikuti kaidah

penulisan karya ilmiah Universitas Lampung. Apabila kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini

merupakan hasil salinan atau dibuat oleh orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai

dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Bandar Lampung, Juli 2019

Penulis

Materai 6000

Arita Lidya Amelia

NPM. 1512011027

Page 8: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

RIWAYAT HIDUP

Arita Lidya Amelia, di lahirkan di Rawa Terate Kec. Cakung

Pulogadung Jakarta Timur pada tanggal 07 juli 1997, anak

pertama dari dua bersaudara dari pasangan ayah bernama Hasnal

Arif dan Ibu bernama Yusna Dewi.

Pendidikan dimulai dari Sekolah Taman Kanak-kanak YPI

Pulogadung pada tahun 2002 dan selesai pada tahun 2003, kemudian melanjutkan studi di

SDN 03 Jatinegara Kaum pada 2003 dan selesai pada tahun 2009, setelah menamatkan

sekolah dasar kemudian melanjutkan studi nya di SMPN 90 Pulogadung pada tahun 2009 dan

lulus pada tahun 2012, setelah menamatkan pendidikanya di tingkat menengah kemudian

melanjutkan pendidikan di SMAN 36 Rawamangun pada tahun 2012 dan lulus pada tahun

2015. Selama menjadi siswa dan mahasiswa aktif dalam berbagai kegiatan intra maupun

ekstra. Pernah menjadi anggota Osis di SMPN 90 Pulogadung dan Osis di SMAN 36

Rawamangun. Ukm kemahasiswaan bidang persikusi Universitas Lampung. Pada pertengahan

tahun 2018 penulis mengabdikan diri guna mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama

Page 9: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

perkuliahan dengan mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Surya Mataram,

Kecamatan Marga Tiga Kabupaten Lampung Timur.

Page 10: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

MOTTO

“Hidup dapat dipahami dengan berpikir kebelakang. Tapi ia juga harus dijalani dengan berpikir ke

depan”

(Soren Kierkegeaard)

“Sukses adalah saat persiapan dan kesempatan bertemu”

(Bobby Unser)

“Terasa sulit ketika aku merasa harus melakukan sesuatu. Tetapi menjadi mudah ketika aku

menginginkannya dan balas dendam terbaik adalah dengan memperbaiki dirimu”

(Arita Lidya Amelia)

Page 11: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

SANWACANA

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala keberkahan, nikmat, rahmat dan taufik serta hidayah-Nya.

Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul

“PROSES PENYIDIKAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN YANG BERKEBUTUHAN KHUSUS (DISABILITAS

INTELEKTUAL)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum di

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan ilmu pengetahuan,

bimbingan, dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak, maka

pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

3. Bapak Eko Raharjo, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

Page 12: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

4. Ibu Dr Nikmah Rosidah, S.H,. M.Hum,. selaku Dosen Pembimbing I yang

telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan,

motivasi dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;

5. Bapak Damanhuri WN, S.H,.M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah

berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan motivasi

dan masukan yang membangun serta mengarahkan penulis sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan;

6. Ibu Firganefi, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan

masukan-masukan yang bermanfaat, saran serta pengarahan dalam

penulisan skripsi ini;

7. Bapak Budi Rizki Husin, S.H,.M.H., selaku Dosen Pembahas II yang juga

telah memberikan masukan-masukan yang bermanfaat, saran serta

pengarahan dalam penulisan skripsi ini;

8. Ibu Hj.Wati Rahmi Ria, S.H,.M.H selaku Pembimbing Akademik atas

bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalankan studi di

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

9. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, khusunya

Bapak/Ibu Dosen Bagian Hukum Pidana yang penuh ketulusan dan dedikasi

untuk memberikan ilmu yang bermanfaat dan motivasi bagi penulis, serta

segala kemudahan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan studi;

10. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung,

khusunya pada Bagian Hukum Pidana: Bu As, Mas ijal, Bude Siti, dan

Pakde Misiyo;

Page 13: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

11. Bapak AKBP Rusdy Pramana Suryanagara, selaku Kapolrest Cimahi Jawa

Barat, Bapak Dr. Kresno Mulyadi, selaku Ahli Psikiater serta bagian dari

Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat yang telah membantu

dalam mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini;

12. Teristimewa untuk Ayah Hasnal Arif, dan Ibu Yusna Dewi yang telah

membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini, yang telah merawat dan

membesarkanku dengan penuh cinta dan selalu memberikan kasih sayang

serta doa restu yang selalu dihaturkan dan dipanjatkan kepada Allah SWT

demi keberhasilanku dan masa depanku.

13. Adikku Tersayang, Della Vera Yolanda yang selalu memberikan do’a,

support serta bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

14. Serta keluarga besarku yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih

telah memberikan dukungan dan motivasinya untuk kesuksesanku di masa

depan;

15. Sahabatku, Andi Setiawan S.H, Farhatin Nisa Marena S.H, Ririk Marantika

S.H yang telah menjadi teman terbaik dan selalu mendengarkan keluh kesah

dan suka-duka penulis selama ini, terimakasih banyak semoga kita bisa tetap

bersatu, saling membantu dan menyemangati satu sama lain;

16. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan kepada

penulis baik secara langsung maupun tidak langsung, Farhatin Nisa Marena

S.H, Andre Sambas S.H, Rahmat Hidayat S.H, Riki Anky Wijaya S.H,

Cindy Arum Sekarjati S.H, Ahmad Ridho S.H, Ilham Akbar S.H, Sabil.

Page 14: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

S.H, Oxfian S.H. terimakasih banyak semoga kelak cita-cita kita semua

tercapai;

17. Para pendahuluku, Ririk Marantika,S.H, Farhatin Nisa Marena,S.H, Andi

Setiawan S.H, Rahmat Hidayat S.H, Ahmad Ridho S.H serta semua pihak

yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu.

18. Teruntuk para pembenciku, terimakasih buat semuanya, karna berkat kalian

saya dapat menyelesaikan skripsi saya dengan lancar, terimakasih telah

menjadi bagian dari perjalanan semasa perkuliahan ini.

19. Seluruh teman-teman angkatan 2015 Fakultas Hukum khususnya keluarga

besar Hima Pidana, terima kasih telah menjadi bagian dari perjalanan

semasa perkuliahan ini. Semoga kita tetap bisa menjalin silahturahmi

kedepannya,;

20. Almamater tercinta.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemuliaan dan Barokah, dunia dan

akhirat khususnya bagi sumber mata air ilmuku, serta dilipat gandakan atas segala

kebaikannya yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini

bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam

mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Juni 2019

Penulis,

Arita Lidya Amelia

Page 15: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup.................................................. .. 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................... ... 5

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual .................................................. 6

E. Sistematika Penulisan ....................................................................... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana Pembunuhan …................................ ....................... 16

B. Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana ............................................... 19

C. Sanksi Pidana Bagi Anak................................................ ................. 28

D. Putusan Hakim................................................ ................................. 32

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah ........................................................................ 36

B. Sumber dan Jenis Data .................................................................... 37

C. Penentuan Narasumber .................................................................... 38

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................. 39

E. Analisis Data....................................................................................

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Proses Bagian Penyelidikan Kepolisian Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Pembunuhan Oleh Anak Yang Mempunyai Berkebutuhan Khusus..... 41

Page 16: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

B. Faktor Penghambat Proses Penyidikan Terhadap Kasus Tindak Pidana

Pembunuhan Oleh Anak Yang Berkebutuhan Khusus……………… 79

V. PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................................. 83

B. Saran ................................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 17: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

1

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak sebagai salah satu subjek hukum di negara ini juga harus tunduk dan patuh

terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan

antara orang dewasa dan anak dalam hal sedang berhadapan dengan hukum. Hal

ini dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap anak sebagai bagian dari

generasi muda yang merupakan tumpuan dan harapan masa depan bangsa

indonesia1Sesuai dengan Pasal 44 Ayat (1) KUHP yaitu Barang siapa melakukan

perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan jawabkan kepadanya karena

jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.

Penyandang disabilitas adalah orang yang mempunyai keterbatasan fisik, mental,

intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi

dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang

menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak

(Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Hak-hak

Penyandang Disabilitas). Jenis-jenis Penyandang Disabilitas menurut Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Penyandang disabilitas

dikategorikan menjadi tiga yaitu: Cacat Mental, Cacat Fisik, Tunaganda

1 Laden Marpaung, Proses Perkara Pidana (Penydikan dan Penyelidikan), Cetakan Ketiga, Jakarta,

Sinar Grafika, hlm.22.

Page 18: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

2

Seperti namanya, disabilitas intelektual adalah kondisi dimana perkembangan

kecerdasan anak mengalami hambatan sehingga tidak tercapai tahap yang optimal.

Disabilitas intelektual ditandai oleh ciri ciri utama lemahnya kemampuan berpikir

atau nalar. lebih spesifik lagi, disabilitas intelektual digunakan untuk menyebut

anak yang mempunyai penyimpangan kemampuan intelektual secara nyata. Yang

mana penyimpangan kemampuan intelektual ini adalah anak mempunyai

kemampuan intelektual di bawah rata-rata dan adanya ketidak cakapan dalam

berinteraksi sosial.2

Pada awalnya perkembangannya, memang sulit untuk menentukan anak

disabilitas intelektual karena hampir tidak ada perbedaan antara anak disabilitas

intelektual dengan anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Akan

tetapi, untuk memahami anak disabilitas intelektual AAMD (American

Assosiation of Mental Defiency) mendefinisikan anak disabilitas intelektual

sebagai anak yang menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara jelas

dengan disertai ketidak mampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada

masa perkembangan.

Anak disabilitas intelektual memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan

reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka menunjukkan reaksi terbaiknya

jika hal baru tersebut sudah diikutinya secara rutin dan konsisten dalam

kesehariannya. Selan itu, anak disabilitas intelektual juga tidak mampu

menghadapi suatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama.3

2 Topo Santoso dan Eva Achan Zulfa, Kriminologi, Cetakan Kesepuluh, Raja Grafindo Persada,

2011, hlm.3. 3 Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm.181.

Page 19: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

3

Disabilitas intelektual juga memiliki keterbatasan dalam menguasai bahasa.

Mereka bukannya mengalami kerusakan dalam artikulasi, melainkan pusat

pengelolaan kata pada otak kurang berkembang sebagaimana anak pada

umumnya. Karena alasan inilah, anak disabilitas intelektual memerlukan kata-kata

yang konkret dan yang sering didengarnya. Selain itu, perbedaan dan persamaan

harus ditunjukkan berulang-ulang. Latihan-latihan sederhana seperti mengajarkan

konsep besar dan kecil, keras dan lemah, pertama, kedua, dan terakhir perlu

pendekatan yang konkret.

Karakteristik spesifik anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan

tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat

perkembangan sensorik motor, kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri,

konsep diri, kemampuan berinteraksi social, serta kreatifitasnya. Untuk

mengetahui secara jelas tentang karakteristik pada setiap siswa, guru terlebih

dahulu melakukan skrining atau assessment agar mengetahui secara jelas

mengenai kompetensi diri peserta didik yang bersangkutan. Tujuannya agar saat

memprogramkan pembelajaran, sudah dipikirkan mengenai Intervensi

pembelajaran yang diangap cocok. Assement disini adalah kegiatan untuk

mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap peserta didik dalam segi

perkembangan kognitif dan perkembangan social, pengamatan yang sensitive.

Kegiatan ini biasannya memerlukan penginstrumen khusus secara baku atau

dibuat sendiri oleh guru kelas. Guru yang mempuni adalah guru yang mampu

mengorganisir kegiatan mengajar dikelas melalui program pembelajaran

individual dengan latihan kemampuan dan kelemahan setiap individu siswa.

Page 20: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

4

Pola kegiatan belajar ini di kenal dengan nama lain sebagai individualis

eduka/jarogram (IEP) selama proses kegiatan, guru kelas ditantang untuk dapat

memberikan intervensi khusus guna mengatasi bentuk kelainan-kelainan prilaku

yang muncul, agar pembelajaran berjalan dengan lancar.

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki arti yang lebih luas dibandingkan

pengertian Anak Luar Biasa. ABK adalah anak yang dalam pendidikan

memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak

berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan.

Oleh karena itu memerlukan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan

belajar masing-masing anak. Penulis terdorong untuk melakukan penelitian yang

mendalam tentang “penerapan pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana

pembunuhan yang berkebutuhan khusus (disabilitas intelektual).

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis menarik rumusan

masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses penyidikan kepolisian terhadap kasus tindak pidana

pembunuhan oleh anak yang berkebtuhan khusus?

2. Apakah faktor penghambat proses penyidikan terhadap kasus tindak pidana

pembunuhan oleh anak berkebutuhan khusus?

Page 21: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

5

2.Ruang Lingkup

Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas maka yang menjadi ruang lingkup

penulis skripsi ini adalah proses penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak

pidana pembunuhan yang berkebutuhan khusus (disabilitas intelektual). Ruang

lingkup lokasi penelitian adalah dalam wilayah Lembang Bandung dan waktu

penelitian dilaksanakan Tahun 2019.

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui proses penyidikan kepolisian dalam menangani kasus

pembunuhan oleh anak yang berkebutuhan khusus.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat proses penyidikan terhadap kasus

tindak pidana pembunuhan oleh anak berkebutuhan khusus.

2.Kegunaan Penelitian

Di dalam penelitian diharapkan adanya kegunaan yang disampaikan oleh penulis

karena nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil

dari penelitian. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

1. Kegunaan Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan

ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum pidana pada

khususnya.

Page 22: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

6

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dibidang

karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis dimasa yang akan

datang.

2. Kegunaan Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan

kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk masuk dalam

instansi penegak hukum maupun untuk praktis hukum dalam

memperjuangkan penegakan hukum.

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran secara lengkap mengenai

bentuk pengaturan dan sanksi tindak pidana pembunuhan di dalam KUHP.

D. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

a. Teori Penghambat Menurut Moeljatno4

Menurut Moeljatno dalam buku Nikmah Rosidah dapat diketahui unsur-

unsur tindak pidana sebagai berikut:

1) Kelakuan dan akibat

2) Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, yang

dibagi menjadi :

1. Unsur subyektif atau pribadi

Yaitu mengenai diri orang yang melakukan perbuatan, misalnya unsur

pegawai negeri yang diperlukan dalam delik jabatan seperti dalam perkara

tindak pidana korupsi. Pasal 418 KUHP jo. Pasal 1 ayat (1) sub c UU No.

4 Moeljono, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, PT.Raja Grafindo Persada,

Jakarta:2012, hlm.58.

Page 23: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

7

3 Tahun 1971 atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun

2001 tentang pegawai negeri yang menerima hadiah. Kalau yang

menerima hadiah bukan pegawai negeri maka tidak mungkin diterapka

pasal tersebut

2. Unsur obyektif atau non pribadi

Yaitu mengenai keadaan di luar si pembuat, misalnya pasal 160 KUHP

tentang penghasutan di muka umum (supaya melakukan perbuatan pidana

atau melakukan kekerasan terhadap penguasa umum). Apabila

penghasutan tidak dilakukan di muka umum maka tidak mungkin

diterapkan pasal ini.

Unsur keadaan ini dapat berupa keadaan yang menentukan, memperingan

atau memperberat pidana yang dijatuhkan.

(1) Unsur keadaan yang menentukan misalnya dalam pasal 164, 165, 531

KUHP

Pasal 164 KUHP : barang siapa mengetahui permufakatan jahat untuk

melakukan kejahatan tersebut pasal 104, 106, 107, 108, 113, 115, 124,

187 dan 187 bis, dan pada saat kejahatan masih bisa dicegah dengan

sengaja tidak memberitahukannya kepada pejabat kehakiman atau

kepolisian atau kepada yang terancam, diancam, apabila kejahatan jadi

dilakukan, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan

atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.5

5 Nikmah Rosidah, Asas-Asas Hukum Pidana. Pustaka Magister, Semarang, Juni 2011, hlm.11-14.

Page 24: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

8

Kewajiban untuk melapor kepada yang berwenang, apabila mengetahui

akan terjadinya suatu kejahatan. Orang yang tidak melapor baru dapat

dikatakan melakukan perbuatan pidana, jika kejahatan tadi kemudian

betul-betul terjadi. Tentang hal kemudian terjadi kejahatan itu adalah

merupakan unsur tambahan

Pasal 531 KUHP : barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang

yang sedang menghadapi maut, tidak memberi pertolongan yang dapat

diberikan kepadanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya

atau orang lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengan

pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga

ratus rupiah.

Keharusan memberi pertolongan pada orang yang sedang menghadapi

bahaya maut jika tidak memberi pertolongan, orang tadi baru melakukan

perbuatan pidana, kalau orang yang dalam keadaan bahaya tadi kemudian

lalu meninggal dunia. Syarat tambahan tersebut tidak dipandang sebagai

unsur delik (perbuatan pidana) tetapi sebagai syarat penuntutan.

(2) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

Misalnya penganiayaan biasa pasal 351 ayat (1) KUHP diancam dengan

pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Apabila penganiayaan

tersebut menimbulkan luka berat; ancaman pidana diperberat menjadi 5

tahun (pasal 351 ayat 2 KUHP), dan jika mengakibatkan mati ancaman

pidana menjad 7 tahun (pasal 351 ayat 3 KUHP). Luka berat dan mati

adalah merupakan keadaan tambahan yang memberatkan pidana.

Page 25: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

9

(3) Unsur melawan hukum

Dalam perumusan delik unsur ini tidak selalu dinyatakan sebagai unsur

tertulis. Adakalanya unsur ini tidak dirumuskan secara tertulis rumusan

pasal, sebab sifat melawan hukum atau sifat pantang dilakukan perbuatan

sudah jelas dari istilah atau rumusan kata yang disebut. Misalnya pasal 285

KUHP “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang

wanita bersetubuh di luar perkawinan”. Tanpa ditambahkan kata melawan

hukum setiap orang mengerti bahwa memaksa dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan adalah pantang dilakukan atau sudah mengandung

sifat melawan hukum. Apabila dicantumkan maka jaksa harus

mencantumkan dalam dakwaannya dan oleh karenanya harus dibuktikan.

Apabila tidak dicantumkan maka apabila perbuatan yang didakwakan

dapat dibuktikan maka secara diam-diam unsure itu dianggap ada.

Unsur melawan hukum yang dinyatakan sebagai unsur tertulis misalnya

pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai pencurian yaitu pengambilan barang

orang lain dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum.

Pentingnya pemahaman terhadap pengertian unsur-unsur tindak pidana.

Sekalipun permasalahan tentang “pengertian” unsur-unsur tindak pidana

bersifat teoritis, tetapi dalam praktek hal ini sangat penting dan

menentukan bagi keberhasilan pembuktian perkara pidana. Pengertian

unsur-unsur tindak pidana dapat diketahui dari doktrin (pendapat ahli)

ataupun dari yurisprudensi yan memberikan penafsiran terhadap rumusan

undang-undang yang semula tidak jelas atau terjadi perubahan makna

karena perkembangan jaman, akan diberikan pengertian dan penjelasan

Page 26: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

10

sehingga memudahkan aparat penegak hukum menerapkan peraturan

hukum.

Bagi Jaksa pentingnya memahami pengertian unsur-unsur tindak pidana

adalah :

1) Untuk menyusun surat dakwaan, agar dengan jelas;

2) Dapat menguraikan perbuatan terdakwa yang menggambarkan uraian

unsur tindak pidana yang didakwakan sesuai dengan pengertian /

penafsiran yang dianut oleh doktrin maupun yurisprudensi;

3). Mengarahkan pertanyaan-pertanyaan kepada saksi atau ahli atau

terdakwa untuk menjawab sesuai fakta-fakta yang memenuhi unsur-unsur

tindak pidana yang didakwakan;

4) Menentukan nilai suatu alat bukti untuk membuktikan unsur tindak

pidana. Biasa terjadi bahwa suatu alat bukti hanya berguna untuk

menentukan pembuktian satu unsur tindak pidana, tidak seluruh unsur

tindak pidana;

5). Mengarahkan jalannya penyidikan atau pemeriksaan di sidang

pengadilan berjalan secara obyektif. Dalil-dalil yang digunakan dalam

pembuktian akan dapat dipertanggungjawabkan secara obyektif karena

berlandaskan teori dan bersifat ilmiah;

6) Menyusun requisitoir yaitu pada saat uraian penerapan fakta perbuatan

kepada unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, atau biasa diulas

dalam analisa hukum, maka pengertian-pengertian unsur tindak pidana

yang dianut dalam doktrin atau yurisprudensi atau dengan cara penafsiran

Page 27: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

11

hukum, harus diuraikan sejelas-jelasnya karena ini menjadi dasar atau dalil

untuk berargumentasi.

b. Teori Penyidikan

Penyidikan dalam Pasal 1 angka 2 kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam Undang-Undang 6ni untuk mencari serta mengumpulkan

bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Tindakan penyidikan

merupakan cara untuk mengumpulkan bukti-bukti awal untuk mencari

tersangka yang diduga melakukan tindak pidana dan saksi-saksi yang

mengetahui tentang tindak pidana tersebut. Jika dalam tindakan

Penyelidikan penekanan diletakkan pada tindakan “mencari dan

menemukan” sesuatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindak

pidana, maka pada tindakan Penyidikan titik beratnya diletakkan pada

tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya tindak pidana yang

ditemukan dapat menjadi terang serta agar dapat menemukan pelakunya

wewenang kepolisian dalam Penyidikan diatur dalam Pasal 7 KUHAP yaitu:

a) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.

b) Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.7

c) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri

tersangka.

d) Melakukan penangkapan, penahanan, penggledahan, dan penyitaan.

6 Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta: 2012, hlm 58. 7 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Citra AdityaBakti, 1997,

hlm. 17

Page 28: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

12

e) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

f) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

g) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

h) Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan

perkara.

i) Mengadakan penghentian penyidikan.

j) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.8

2. Konseptual

Konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan

istilah yang ingin diteliti, baik dalam penelitian normatif maupun empiris. Hal ini

dilakukan, dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam melakukan

penelitian. Maka disini akan dijelaskan tentang pengertian pokok yang dijadikan

konsep dalam penelitian, sehingga akan memberikan batasan yang tetap dalam

penafsiran terhadap beberapa istilah.9 Adapun istilah-istilah yang akan digunakan

dalam penulisan penelitian ini meliputi :

1. Proses penyidikan adalah suatu tindakan dari para aparat penegak hukum

(penyidik) dalam mencari dan menemukan, mengumpulkan alat bukti serta

mencari tahu siapa pelaku tindak pidana.

2. Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita

perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat

8 Mukhlis, “Pergeseran Kedudukan dan Tugas Penyidik POLRI dengan Perkembangan Delik-Delik

di luar KUHP” Artikel pada Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Riau, Vol. 3, No. 1 Agustus 2012, hlm. 57. 9 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta PT Raja

Grafindo Persada 2008), hlm.8.

Page 29: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

13

khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada

masa depan.

3. Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan,

dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu tidak

sengajaan seperti yang diisyaratkan oleh Undang-Undang telah

menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang,

baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur obyektif,

tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana

tersebut timbul dari dirinya sendiri atau tidak karena gerakkan oleh pihak

ketiga.

4. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan tata atau

ketentuan yang dikehendaki oleh hukum, dimana syarat utama dari adanya

perbuatan pidana adalah kenyataan bahwa ada aturan yang melarang.10

5. Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa

seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun tidak melawan

hukum.

6. Berkebutuhan Khusus anak yang dalam pendidikan memerlukan

pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan hukum ditujukan untuk dapat memberikan gambaran yang

lebih jelas, komperhensif dan menyeluruh mengenai bahasan dalam penulisan

hukum yang akan disusun. Agar pembaca dapat dengan mudah memahami isi

dalam penulisan skripsi ini dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan,

10

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI PRESS 1986),hlm.124.

Page 30: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

14

makaskripsi ini disusun dalam 5 (lima) Bab dengan sistematika penulisan adalah

sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang pemilihan judul yang akan

diangkat dalam penulisan skripsi. Kemudian permasalahan yang dianggap penting

disertai pembatasan ruang lingkup penelitian. Selanjutnya juga membuat tujuan

dan kegunaan penelitian yang dilengkapi dengan kerangka teori dan konseptual

serta sistematika penulisan.

I. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran.

Didalamnya termuat pengertian dan tinjauan umum tentang Pemidanaan dan

Penerapan Sanksi Pidana, Pelanggaran terhadap anak sebagai saksi kunci, Faktor

penghambat perlindungan saksi kunci terhadap anak.

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian

berupa langkah-langkah yang dapat digunakan dalam melakukan pendekatan

masalah, penguraian, tentang sumber data yang di dapat dari berbagai

literatur/buku hukum,serta jenis data serta prosedur analisis data yang telah

didapat.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisikan tentanghasil penelitian dan pembahasan terhadap

permasalahan penelitian ini dengan mendasarkan pada rumusan masalah antara

Page 31: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

15

lain mengenai bagaimana kronologi kasus tindak pidana pembunuhan anak yang

berkebutuhan khusus serta bagaimana proses proses penyidikan kepolisian

terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan dengan pelaku berkebutuhan khusus.

V. PENUTUP

Pada bab ini merupakan bab penutup dari penulisan skripsi yang secara singkat

berisikan kesimpulan hasil pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan dan

serta saran-saran yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

Page 32: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

16

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana Pembunuhan

1. Pembunuhan

Pembunuhan menurut KUHP adalah perbuatan menghilangkan nyawa orang lain

dengan sengaja dan melanggar hukum.

Menurut Black Law Dictionary pembunuhan adalah Tindakan yang melanggar

hukum positif oleh orang lain dengan sengaja berniat jahat baik itu dilakukan

secara langsung maupun tidak langsung.11

2. Jenis-Jenis Pembunuhan

Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja disebut atau diberi

kualifikasi sebagai pembunuhan,yang terdiri dari:

1. Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodslag, Pasal 338 KUHP).

Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

2. Pembunuhan yang diikuti,disertai atau didahului dengan tindak pidana

lain(Pasal 339 KUHP).

Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana,

yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah

pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta

11

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Pertama, (Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa,2001), hlm 4.

Page 33: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

17

lainnya dari pidana bila tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan

penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam

dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu

tertentu paling lama dua puluh tahun.

3. Pembunuhan berencana (moord, Pasal 340 KUHP).

Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu

merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana,

dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

4. Pembunuhan ibu terhadap bayinya pada saat atau tidak lama setelah

dilahirkan (Pasal 341,Pasal 342 dan Pasal 343 KUHP).

Pasal 341

Seorang ibu yang karena takut akan diketahui bahwa ia melahirkan anak

dengan sengaja menghilangkan nyawa anaknya pada saat anak itu

dilahirkan atau tidak lama kemudian, diancam karena membunuh anak

sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 342

Seorang ibu yang untuk melaksanakan keputusan yang diambilnya karena

takut akan diketahui bahwa ia akan melahirkan anak, menghilangkan

nyawa anaknya pada saat anak itu dilahirkan atau tidak lama kemudian,

diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan berencana,

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Page 34: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

18

Pasal 343

Bagi orang lain yang turut serta melakukan, kejahatan yang diterangkan

dalam Pasal 341 dan Pasal 342 dipandang sebagai pembunuhan atau

pembunuhan anak dengan berencana.

Pasal 344

Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu

sendiri, yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan

pidana penjara paling lama dua belas tahun.

3. Unsur-Unsur Pembunuhan

a.Unsur obyektif:

1) perbuatan:menghilangkan nyawa;

2) obyeknya:nyawa orang lain;

b.Unsur sebyektif:dengan sengaja. 12

Dalam perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain) terdapat 3 syarat yang harus

dipenuhi,yaitu:

1) adanya wujud perbuatan;

2) adanya suatu kematian (orang lain);

3) adanya hubungan sebab dan akibat (causal verband) antara perbuatan dan

akibat kematian (orang lain).

Antara unsur subyektif sengaja dengan wujud perbuatan menghilangkan terdapat

syarat yang juga harus dibuktikan, ialah pelaksanaan perbuatan menghilangkan

12

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, , 2011), hlm 64

Page 35: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

19

nyawa(orang lain) harus tidak lama setelah timbulnya kehendak (niat) untuk

menghilangkan nyawa orang lain itu.

B. Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana

Ter Haar mengemukakan bahwa: “Menurut hukum adat masyarakat kecil itu,

maka seseorang menjadi dewasa adalah saat ia sudah kawin dan meninggalkan

rumah ibu bapaknya untuk berumah lain merupakan keluarga yang telah berdiri

sendiri.” Dalam hukum adat juga tidak terdapat pemisahan secara jelas antara

batasan umur seorang yang telah cakap bertindak dan orang yang masih di bawah

umur adalah mereka yang belum mempunyai kecakapan untuk bertindak.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam hukum adat tidak dikenal adanya suatu

perbatasan umur tertentu untuk menyatakan apakah seseorang sudah dewasa atau

belum, hal ini hanya tergantung pada keadaan yang dapat dilihat apakah seorang

anak sudah dapat mengurus diri sendiri dan mengurus kepentingannya serta ikut

dalam kehidupan hukum dan sosial di dalam lingkungan di mana ia berada. Atau

dengan kata lain hanya dapat dilihat dari ciri-ciri nyata yang ada pada diri

seseorang. Dalam Hukum Islam juga demikian, orang yang telah dewasa disebut

orang yang telah akil baliq yaitu dihitung sejak seoarang laki-laki mengalami

mimpi basahnya yang pertama dan pada wanita dihitung sejak haid pertama atau

lebih menampakkan kematangan bersetubuh dengan orang lain.

Melihat apa yang telah diuraikan di atas, maka penentuan umur seseorang yang

belum akil baliq dan yang telah akil baliq menurut hukum Islam sangatlah sukar

sekali, sebab adanya tanda-tanda yang berlainan pada masing-masing individu

untuk lebih memperjelas mengenai kelompok umur ini, dapat diketahui dengan

Page 36: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

20

mengemukakan beberapa kelompok umur ini, dapat diketahui dengan

mengemukakan beberapa segi tinjauan antara lain dari segi pandangan biologis

menunjukkan bahwa:

1. Umur 0 sampai 1 tahun disebut masa bayi

2. Umur 1 sampai 12 tahun disebut masa anak-anak.

3. Umur 12 tahun sampai 15 tahun disebut masa puber.

4. Umur 15 sampai 21 tahun disebut masa pemuda

5. Umur 21 tahun keatas sudah berada pada tingkat dewasa. 13

Segi pandangan ini, maka masa remaja dapat ditandai dengan ketentuan umur

seperti disebut di atas, disamping itu adalah dengan semakin sempurnanya organ-

organ tubuhnya, hal ini biasanya terjadi pada umur sekitar 13 sampai 20 tahun.

Jadi antara ketentuan umur dengan perkembangan organ-organ tubuh dapat ditarik

kesimpulan bahwa masa remaja yaitu antara 12 tahun sampai 20 tahun. Sudut

pandang yuridis, undang-undang menyebut batas umur sesuai dengan

permasalahan yang diatur. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ketentuan yang

dirumuskan dalam undang-undang lainnya, yakni:

1. Untuk bidang ketenagakerjaan, seseorang diperlukan sebagai anak sampai

batas umur maksimum 16 tahun.

2. Untuk proses perdata dan kepentingan kesejahteraan sosial, seseorang

diperlukan sebagai anak sampai batas umur 21 tahun

13

Ter Haar, Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, BandarLampung, Unila, 2009, hlm.8

Page 37: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

21

3. Untuk proses pidana diperlukan sebagai anak sampai batas umur belum

mencapai 18 tahun.

Uraian tersebut di atas dapat dilihat bahwa tidak adanya istilah remaja, melainkan

istilah anak dengan batasan umur sebagaimana tersebut di atas, beberapa undang-

undang 1kesejahteraan anak, misalnya menganggap semua orang di bawah usia 21

tahun dan belum menikah sebagai anak-anak oleh karenanya berhak mendapat

perlakuan dan kemudahan-kemudahan yang diperlukan bagi anak. 14

Mengenai

penjelasan tentang pengertian anak tidak ada keseragaman, bahkan terkesan

sangat variatif tergantung dari sudut mana kita memilihnya, sehingga dalam

perumusannya masih ditemukan pengertian yang berbeda-beda.

Darwan Prints menguraikan beberapa pengertian anak, sebagai berikut:

1. Undang-Undang Pengadilan Anak

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 1 Ayat (2) merumuskan bahwa

anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur

(delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan

belum pernah kawin, jadi anak dibatasi dengan umur antara 12 (duabelas)

tahun sampai belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan syarat

kedua si anak belum pernah kawin. Maksudnya tidak sedang terkait dalam

perkawinan ataupun pernah kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak

sedang terkait dalam perkawinan atau perkawinannya karena perceraian,

maka si anak dianggap sudah dewasa, walaupun umumnya belum genap 18

(delapan belas tahun).

14

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 81

Page 38: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

22

2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak:

1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28G ayat (2), dan Pasal 28I

ayat (2), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332

3. Anak menurut KUHP

Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa apablia belum

berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, apabila ia tersangkut dalam

perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu

dikembalikan kepada orang tuanya; walinya atau pemeliharaannya dengan

tidak dikenakan suatu hukuman. Atau memerintahakannya supaya

diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman.

Ketentuan Pasal 35, Pasal 46, dan Pasal 47 KUHP ini sudah dihapuskan

dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997. 15

4. Undang-undang Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak:

Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

15

Darwan Prints, Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung, Alumni, 2008, hlm.25.

Page 39: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

23

1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.

2. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,

dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkatdan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

3. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami

istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan

anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah

sampai dengan derajat ketiga.

4. Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri,

atau ayah dan/atau ibu angkat.

5. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan

kekuasaan asuh sebagai Orang Tua terhadap Anak.

6. Anak Terlantar adalah Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara

wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

7. Anak Penyandang Disabilitas adalah Anak yang memiliki keterbatasan

fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang

dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat

menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan

efektif berdasarkan kesamaan hak.

8. Anak yang Memiliki Keunggulan adalah Anak yang mempunyai

kecerdasan luar biasa atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa tidak

terbatas pada kemampuan intelektual, tetapi juga pada bidang lain.

Page 40: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

24

9. Anak Angkat adalah Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan

kekuasaan Keluarga Orang Tua, Wali yang sah, atau orang lain yang

bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan Anak

tersebut ke dalam lingkungan Keluarga Orang Tua angkatnya berdasarkan

putusan atau penetapan pengadilan.

10. Anak Asuh adalah Anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk

diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan

karena Orang Tuanya atau salahsatu Orang Tuanya tidak mampu menjamin

tumbuh kembang Anak secara wajar.

11. Kuasa Asuh adalah kekuasaan Orang Tua untuk mengasuh, mendidik,

memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan Anak

sesuai dengan agama yang dianutnya dan sesuai dengan kemampuan, bakat,

serta minatnya.

12. Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,

dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara,

pemerintah, dan pemerintah daerah.

13. Masyarakat adalah perseorangan, Keluarga, kelompok, dan organisasi

sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.

14. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi

profesional dalam bidangnya.

15. Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima

oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan

rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam

tumbuh kembangnya. 15a. Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap

Page 41: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

25

Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan

perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan

hukum.

16. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

17. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden

Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

18. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, dan walikota serta

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.

Dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dinyatakan

bahwa “anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum

pernah kawin “. Sebagai dasar perumusan anak dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-

Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yakni yang dimaksud

dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun

termasuk anak yang masih ada dalam kandungan.

Dari beberapa penafsiran pengartian tentang anak yang dikemukakan di atas maka

sehubungan dengan penelitian ini yang dimaksud dengan anak adalah anak

sebagai pelaku tindak pidana yang merujuk ke Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997, yang dalam Pasal (1) bahwa anak sebagai pelaku tindak pidana yang dapat

dipertanggung jawabkan dalam hukum pidana adalah anak nakal yang telah

Page 42: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

26

mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)

tahun dan belum pernah kawin.

Adapun pengertian anak nakal dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1997 adalah seorang yang terlibat dalam perkara anak nakal. Sedang

dimaksud dengan anak nakal dalam Pasal 1 butir 2 mempunyai dua pengertian

yaitu:

a. Anak yang melakukan tindak pidana

Walaupun Undang-Undang Peradilan Anak tidak memberikan penjelasan

lebih lanjut, akan tetapi dapat dipahami bahwa anak yang melakukan

tindak pidana perbuatannya tidak terbatas kepada perbutan yang

melanggar peraturan di luar KUHP misalnya Ketentuan pidana dalam

Undang-Undang Narkotika dan sebagainya.

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak.

Yang dimaksud perbuatan yang terlarang bagi anak adalah baik yang

tertulis maupun tidak tertulis misalnya hukum adat atau aturan kesopanan

dan kepantasan dalam masyarakat.

Mahkamah Konstitusi (MK), memutuskan batas bawah usia anak yang bisa

dimintai pertanggungjawaban hukum adalah usia 12 tahun. Usia 12 tahun secara

relatif sudah memiliki kecerdasan emosional, mental, dan intelektual yang stabil

sesuai psikologi anak dan budaya bangsa Indonesia. Mahkamah Konstitusi (MK)

memutuskan bahwa batas bawah usia anak yang bisa dimintai

pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun..

Page 43: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

27

Dalam pertimbangannya mahkamah menyatakan perlu menetapkan batas umur

bagi anak untuk melindungi hak konstitusional anak terutama hak terhadap

perlindungan dan hak untuk tumbuh dan berkembang. Penetapan usia minimal 12

tahun sebagai ambang batas usia pertanggungjawaban hukum bagi anak telah

diterima dalam praktik di berbagai negara. Hal tersebut disampikan oleh salah

satu Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva. Batasan bahwa usia 12 tahun ini telah

sesuai ketentuan pidana anak dalam Pasal 26 Ayat (3) dan (4) UU Pengadilan

Anak, yang menjelasakan bahwa :

Usia 12 tahun secara relatif sudah memiliki kecerdasan emosional, mental, dan

intelektual yang stabil sesuai psikologi anak dan budaya bangsa Indonesia.

Karenanya, batas umur 12 tahun lebih menjamin hak anak untuk tumbuh

berkembang dan mendapatkan perlindungan sebagaimana dijamin Pasal 28B ayat

(2) UUD 1945. Menurut Hamdan Zoelva frasa sekurang-kurangnya 8 tahun dalam

Pasal 4 Ayat (1) dan frasa belum mencapai umur 8 tahun dalam Pasal 5 Ayat (1)

UU Pengadilan Anak adalah inkonstitusional bersyarat. Artinya inkonstitusional,

kecuali harus dimaknai telah mencapai usia 12 tahun sebagai batas minimum

pertanggung jawaban pidana, meski Pasal 1 Ayat (1) UU Pengadilan Anak yang

menyatakan anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai 8

tahun, tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum menikah, tidak dimintakan

pengujian.

Page 44: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

28

Namun, Pasal itu merupakan jiwa atau ruh dari UU Pengadilan Anak. Sehingga

batas usia minimum sesuai Pasal 1 Ayat (1) harus disesuaikan agar tidak

bertentangan UUD 1945 yakni 12 tahun. 16

Akil berpendapat seharusnya Pasal 1 angka 2 huruf b UU Pengadilan Anak

sepanjang frasa “maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku

dalam masyarakat” juga bertentangan dengan UUD 1945. Sebab, tidak adil jika

seorang anak Indonesia yang diduga melakukan tindak pidana dan dijatuhi pidana,

sementara tindakannya itu tidak diatur secara rinci, jelas, pasti, dan cermat dalam

undang-undang.17

Hal itu merupakan bentuk kriminalisasi terhadap semua anak Indonesia yang

melanggar asas legalitas yang dijamin Pasal 28I Ayat (1) UUD 1945. Sebab,

peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat, ketentuan yang

tidak jelas ukurannya. Seharusnya, definisi anak nakal hanya merujuk peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Bukankah tujuan asas legalitas untuk

melindungi setiap orang (anak) dari tindakan sewenang-wenang aparat penegak

hukum atas tindakan hukum tanpa menyebutkan peristiwa pidana yang dillanggar.

C. Sanksi Pidana Bagi Anak

Sanksi adalah ancaman hukuman, satu alat pemaksa guna ditaatinya suatu kaidah,

undang-undang, norma-norma hukum, akibat sesuatu perubahan atau suatu reaksi

dari pihak lain atas sesuatu perbuatan.

16

Hamdan Zoelva Salah Satu Hakim Konstitusi 17

M Akil Mochtar Salah Satu Hakim Konstitusi

Page 45: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

29

Pidana dan jenis pidana penjatuhan Pidana pada Persidangan Anak diatur dalam

Pasal 22 sampai dengan 32 Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 1997 dan dapat

berupa pidana atau tindakan. Apabila diperinci lagi, pidana tersebut bersifat

pidana Pokok dan Pidana Tambahan.

1.Pidana Pokok Terdiri dari :

a. Pidana penjara

Pasal 26 UU No. 3 Tahun 1997

Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum

ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Apabila anak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a melakukan tindak pidana yang

diancam dengan pidana mati atau pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada

anak tersebut paling lama 10 tahun. Apabila anak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, belum melakukan tindak pidana yang diancam

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap anak tersebut

hanya dapat dijatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Ayat

(1) huruf b. Apabila anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf

a, belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang

tidak diancam pidana penjara seumur hidup, maka terfadap Anak tersebut

dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

Secara universal, pidana penjara/gevangenisstraf merupakan pidana bersifat

perampasan kemerdekaan pribadi terpidana karena penempatannya dalam bilik

penjara. Kalau dilihat dari bentuknya maka hukuman penjara dapat berupa

Page 46: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

30

seumur hidup untuk sementara. Hukuman penjaraa untuk sementara

mempunyai rentang waktu minimum selama 15 (lima belas) tahun.

b. Pidana kurungan

Pasal 27 UU No. 3 Tahun 1997

Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada Anak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum

ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa.

c. Pidana denda

Pasal 28 UU No. 3 Tahun 1997

Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling banyak ½ (satu per dua) dari

maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa.

Apabila pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak

dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja.

Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90

(Sembilan puluh) hari kerja tidak lebih dari 4 (empat) jam sehari serta tidak

dilakukan pada malam hari.

d. Pidana pengawasan

Pasal 30 UU No. 3 tahun 199718

Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada Anak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3 (tiga) bulan dan

paling lama 2 (dua) tahun.

18

R. Abdussalam, Sistem Peradilan Pidana, Restu Agung, Jakarta, 2007, hlm.27

Page 47: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

31

Apabila terhadap Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,

dijatuhkan pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam (1), maka Anak

tersebut ditempatkan dibawah pengawasan Jaksa dan bimbingan Pembimbing

Kemasyarakatan. Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana

pengawasan diatur lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

e. Pidana Tambahan Terdiri dari :

1. Perampasan barang-barang tertentu, dan atau

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maka perampasan

barang-barang tertentu tersebut berorientasi kepada :

- Milik terdakwa Anak sendiri ;

- Barang tersebut dipergunakan terdakwa Anak untuk melakukan Tindak

Pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya, dan

- Barang-barang tersebut diperoleh Anak karena melakukan Tindak Pidana

yang didakwakan kepadanya.

2. Pembayaran Ganti Rugi

Pasal 23 Ayat (4) UU No. 3 Tahun 1997

Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah

2. Tindakan Kepada Anak

Tindakan yang dapat dijatuhkan Kepada Anak ialah;

a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

Page 48: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

32

Pada asasnya, meskipun anak dikembalikan kepada orang tua, wali atau orang

tua asuh, anak tersebut tetap dibawah pengawasan dan bimbingan Pembimbing

Kemasyarakatan, antata lain mengikuti kegiatan kepramukaan dan lain-lain.

b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan

latihan kerja; atau hakim dapat menetapkan anak tersebut ditempatkan di

Lembaga Pemasyarakatan Anak untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan

latihan kerja dimaksudkan untuk memberikan bekal kekal keterampilan kepada

anak, misalnya dengan memberikan keterampilan mengenai pertukangan,

pertanian, perbengkelan, tata rias, dan sebagainya sehingga setelah selesai

menjalani tindakan dapat hidup mandiri.

c. Menyerahkan kepada Depatemen Sosial, atau Organisasi sosial

Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan latihan

kerja. Pasal 32 UU 3/1997 pada prinsipnya pendidikan, pembinaan, dan latihan

kerja diselenggarakan oleh Pemerintah di Lembaga Pemasyarakatan Anak atau

Departemen Sosial, tetapi dalam hal kepentingan Anak yang bersangkutan

diserahkan kepada Organisasi Kemasyarakatan, seperti pesantren, panti sosial,

dan lembaga social lainnya dengan memperlihatkan agama anak yang

bersangkutan.

D. Putusan Hakim

Macam-macam putusan hakim dalam persidangan di pengadilan adalah sebagai

berikut :

1. Putusan awal yang dapat berupa:

a. Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili

Page 49: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

33

Dalam hal menyatakan tidak berwenang mengadili ini dapat terjadi setelah

persidangan dimulai dan jaksa penuntut umum membacakan surat

dakwaan maka terdakwa atau penasehat hukum terdakwa diberi

kesempatan untuk mengajukan eksepsi (tangkisan).Eksepsi tersebut antara

lain dapat memuat bahwa Pengadilan Negeri tersebut tidak berkompetensi

(wewenang) baik secara relatif maupun absolut untuk mengadili perkara

tersebut.Jika majelis hakim berpendapat sama dengan penasehat hukum

maka dapat dijatuhkan putusan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang

mengadili.

b. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum

Dakwaan batal demi hukum dapat dijatuhkan dengan memenuhi syarat-

syarat yang ada.Syarat dakwaan batal demi hukum dicantum dalam Pasal

143 ayat (3)

c. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima

Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima pada

dasarnya termasuk kekurangcermatan jaksa penuntut umum, sebab

putusan tersebut dijatuhkan karena :

1. Pengaduan yang diharuskan bagi penuntut dalam delik aduan tidak ada.

2. Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa sudah pernah diadili. 19

3. Hak untuk penuntutan telah hilang karena kadaluarsa(verjaring)

19

Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Bandung, PT Refika Aditama, 2008, hlm.2.

Page 50: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

34

2. Putusan akhir

a. Putusan yang menyatakan bahwa tersangka lepas dari segala tuntutan

hukum

Putusan ini dijatuhkan jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang

didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukan

tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan

hukum.Terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum dapat disebabkan :

1. Materi hukum pidana yang didakwakan tidak cocok dengan tindak

pidana.

2. Terdapat keadaan-keadaan istimewa yang menyebabkan terdakwa tidak

dapat dihukum.keadaan istimewa tersebut antara lain:

a. Tidak mampu bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP)

b. Melakukan di bawah daya paksa (Pasal 48 KUHP)

c. Adanya pembelaan terdakwa (Pasal 49 KUHP)

d. Adanya ketentuan Undang-Undang (Pasal 50 KUHP

e. Adanya perintah jabatan (Pasal 51 KUHP)

b. Putusan bebas

Putusan bebas dijatuhkan jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil

pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang

didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

maka terdakwa diputuskan bebas. (Pasal 191 Ayat 1 KUHAP) 20

c. Putusaan pemidanaan bagi terdakwa

Pemidanaan dapat dijatuhkan jika pengadilan berpendapat bahwa

terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan

20

Supramono, 2000:21

Page 51: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

35

padanya.hakim dalam hal ini membutuhkan kecermatan, ketelitian serta

kebijakan memahami setiap yang terungkap dalam persidangan. Sebagai

hakim harus berusaha untuk menetapkan suatu hukuman yang setimpal

dan adil.21

Ide diversi sebagai bentuk pengalihan atau penyampingan penanganan kenakalan

anak dari proses peradilan anak konvensional, kearah penanganan anak yang lebih

bersifat pelayanan kemasyarakatan, merupakan prinsip penting menghindarkan

anak pelaku dari dampak negative praktek penyelenggaaan peradilan anak.

Implementasi ide diversi dalam sistem hukum pidana materiel anak, yaitu

pembentukan peraturan perundang-undangan tentang diversi dalam hukum sistem

peradilan pidana anak, sehingga pada akhir dalam uraian ini adalah contoh

perumusan perundang-undangan tentang ide diversi dalam hukum sistem

peradilan pidana anak, Di Indonesia dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana

anak tidak ubahnya seperti peradilan orang dewasa hal ini di sebabkan oleh

sestem perundang-undangan yang tertuang dalam pasal 5 undang-undang

Republik Indonesia No. 3 Tahun 1997 tentang pengadila anak yaitu. Dalam hal

anak belum mencapai umur 8 tahun melakukan atau diduga melakukantindak

pidana maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik.

mplementasi ide diversi belum dapat diterapkan di Indonesia, hal ini disebabkan

karena sistem peradilan pidana anak di Indonesia masih menerapkan berdasarkan

undang-undang.22

21

Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Alumni: Bandung) hlm,56. 22

Nikmah Rosidah, 2012, Pembaharuan Ide Deversi Dalam Implementasi Sistem Peradilan AnakDi Indonesia (Masalah-Masalah Hukum), Fakultas Hukum UNDIP, hlm.179-188.

Page 52: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

36

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.23

Pendekatan

masalah dalam penelitian ini mengunakan yuridis normatif dan yuridis empiris

sebagai pendukung.

Pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan yang dilakukan berdasarkan

bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas

hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian

ini. Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan

mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang

berhubungan dengan penelitian ini. Konsep ini memandang hukum identik dengan

norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat

yang berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif

yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang

nyata.24

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute

aproach). Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk mengetahui

23

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm 43. 24

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1988), hlm. 13.

Page 53: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

37

keseluruhan peraturan hukum khususnya hukum pidana di Indonesia. Pendekatan

yuridis empiris dilakukan dengan cara mempelajari hukum dan kenyataan atau

berdasarkan fakta yang di dapat secara objektif dilapangan, baik berupa pendapat,

sikap, dan perilaku hkum yang didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas

hukum.

B. Sumber dan Jenis Data

Penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung

dari bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan

data primer (atau data dasar), sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka

yang umumnya dinamakan data sekunder.25

Data dalam penulisan ini

menggunakan data sekunder yang didukung dengan data primer melalui

wawancara akademisi, data sekunder merupakan data yaitu bahan pustaka yang

mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku perpustakaan peraturan

perundang-undangan, karya ilmiah, artikel-artikel, serta dokumen yang berkaitan

dengan materi penelitian. Dari bahan hukum sekunder tersebut mencakup dua

bagian, yaitu:

1. Bahan Hukum Primer,bersumber dari :

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor

73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana.

c. Undang-Undang Noor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan.

25

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 12.

Page 54: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

38

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan

penjelasan yang jelas terhadap hukum primer, anatara lain terdiri dari :

a. Permen PPPA PKDS Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan

Khusus Bagi Anak Penyandang Disabilitas.

b. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kebijakan

Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus.

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang

Disabilitas.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan hukum

sekunder, seperti buku-buku literatur, karya-karya ilmiah, serta media

lainnya yang berkaitan dengan permasalahan.

C. Penentuan Narasumber

Informan penelitian adalah seseorang yang memiliki informasi banyak mengenai

objek yang sedang diteliti, dimintai mengenai objek penelitian tersebut. Informan

dari penelitian ini yaitu berasal dari wawancara langsung yang disebut

narasumber. Definisi narasumber adalah peranan informan dalam mengambil data

yang akan digali dari orang-orang yang dinilai menguasai persoalan yang hendak

diteliti, mempunyai keahlian dan berwawasan cukup.

Page 55: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

39

Pada penelitian ini penentuan Narasumber hanya dibatasi pada:

1. Disdalduk KB P3A Kabupaten Bandung Barat : 1 orang

2. Dinsos Kabupaten Bandung Barat : 1 orang

3. Polsek Lembang Kabupaten Bandung Barat : 1 orang

4. Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat : 1 orang

5. Ahli Psikiater Dr. Kresno Mulyadi : 1 orang

6. Dosen UNILA Bagian Hukum Pidana : 1 orang

Jumlah : 6 orang

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengelolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan

Prosedur pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

langkah-langkah studi kepustakaan. Studi Kepustakaan yaitu studi

kepustakaan yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara

membaca, mempelajari, dan mencatat hal-hal penting dari berbagai buku

literatur, perundang-undangan, artikel dan informasi lain yang berkaitan

dengan penelitian ini.

b. Studi Lapangan

Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden. Untuk

memperoleh data tersebut dilakukan dengan studi lapangan dengan cara

menggunakan metode wawancara. Proses pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka, yaitu suatu cara pengumpulan

data dengan melakukan penelusuran dan menelaah bahan pustaka (literatur,

hasil penelitian, majalah ilmiah, buletin ilmiah, jurnal ilmiah dan

sebagainya) yang berkaitan dengan penelitian ini.

Page 56: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

40

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis yang telah diperoleh

sesuai dengan permasalahan yang di teliti. Pengolahan data dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut:

a. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan

data, selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti

dalam penelitian ini.

b. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok-

kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang

benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Penyusunan data, adalah kegiatan menyusun data yang saling

berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada

subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.

E. Analisis Data

Tujuan analisis data adalah menyederhanakan data dalam bentuk yang mudah

dibaca dan diindentifikasi. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara

kualitatif yaitu menguraikan data dalam bentuk kalimat yang disusun secara

sistematik kemudian diinterpresentasikan dengan berlandaskan pada peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti sehingga

diperoleh gambaran yang jelas mengenai pokok bahasan yang akhirnya akan

menuju pada suatu kesimpulan ditarik dengan metode induktif yaitu cara

penarikan kesimpulan dari hal yang khusus ke hal yang umum.

Page 57: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

83

V. PENUTUP

A. Simpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang

memberikan jaminan bahwa setiap anak wajib untuk mendapatkan

perlindungan hukum secara umum maupun bagi anak yang berhadapan

dengan hukum. Dengan adanya batasan waktu dari tahapan penyidikan

dan penuntutan tanpa adanyasekat-sekat pemisah. Dalam proses

penyidikan haruslah mendapatkan informasi keadaan fisik maupun psikis

baik korban, pelaku, maupun saksi hal ini guna mengidentifikasi strategi

pemeriksaan. Setiap proses yang dihadapi haruslah didampingi ahli

penasehat hukum,dan penerjemah dan orang-orang yang akrab ataupun

orang yang mampu menimbulkan rasa nyaman bagi korban penyandang

disabilitas korban guna mempermudah komunikasi dan pemeriksaan.

2. Dalam pelaksanaan proses penyidikan, peluang-peluang untuk melakukan

penyimpangan atau penyalagunaan wewenang untuk tujuan tertentu bukan

mustahil sangat dimungkinkan terjadi. Karena itulah semua ahli

kriminalistik menempatkan etika penyidikan sebagai bagian dari

profesionalisme yang harus di miliki oleh seorang penyidik sebagai bagian

dari profesionalisme yang harus dimiliki oleh seorang penyidik. Bahkan,

Page 58: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

84

apabila etika penyidikan tidak dimiliki oleh seseorang penyidik dalam

menjalankan tugas-tugas penyidikan, cenderung akan terjaditindakan

sewenang-wenang petugas yang tentu saja akan menimbulkan persoalan

baru. Karena keaslian TKP disini benar-benar sangat membantu bagi

petugas penyidik dalam melakukan mulai dari penanganan sampai proses

pengolahan maupun penentuan TKP.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Upaya pihak kepolisian untuk segera menanggapi laporan masyarakat untuk

datang di TKP guna mengamankan dan menjaga TKP agar TKP tidak berubah

dan terjaga keasliannya. Dilakukan koordinasi antara penyidik senior dengan

penyidik yang baru agar bekerjasama dan disekolahkan lagi dalam pelatihan

penyidikan khusunya bagi para penyidik yang baru diangkat sebagai penyidik.

2. Seharusnya pemerintah mengeluarkan suatu perundang-undangan yang

mengatur tersendiri mengenai perlindungan hukum terhadap anak

berkebutuhan khusus sehingga ada suatu ketentuan pidana tersendiri yang

tidak dapat menimbulkan efek terhadap anak berkebutuhan khusus tersebut.

Page 59: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

DAFTAR PUSTAKA

A. LITERATUR

Adami Chazawi. 2011. Pelajaran Hukum Pidana 1, Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Abu Ahmadi, Widodo Supriyono. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta. PT.Rineka

Cipta.

Abdullah Marlang. 2009. Pengantar Hukum Indonesia. As Center. Makassar.

Bunadi Hidayat. 2010. Pemidanaan Anak Di Bawah Umur. PT Alumni. Bandung.

Bismo Siregar. 2010. Perlindungan Hukum Terhadap Anak. PT.Reflika Aditama,

Medan.

C.S.T.Kansil , Christine S.T.Kansil, 2004. Pokok-Pokok Hukum Pidana. Jakarta.

Erdianto Efendi. 2011. Hukum Pidana Indonesia. Refilika Aditama. Bandung.

Fuad Usfah dan Moh Njaih Tongat. 2004. Pengantar Hukum Pidana. Malang.

Universitas Negeri. Malang.

Hadi Setia Tunggal. 2004 Konvensi Hak-Hak Anak, Harvarindo. Jakarta.

Leden Marpaung. 2011. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyidikan dan

Penyelidikan). Sinar Grafika. Jakarta.

Lamintang. 2011. Dasar-Dasar Hukum Pidana. PT.Cipta Aditya Bakti. Bandung.

Page 60: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

Lham Basri. 2008. Sistem Hukum Indonesia. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Maidin Gultom, 2010. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem

Peradilan Anak Di Indonesia, P.T.Refika Aditama. Bandung.

Mahrus Ali, 2011. Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.

Muladi, 2008. Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung.

Maidin Gultom. 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Anak. Refika Aditama.

Bandung.

Mohammad Efendi, 2009. Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus. Sinar Grafika.

Bandung.

Nikmah, Rosidah, 2011. Asas-Asas Hukum Pidana, Pustaka Magister, Semarang.

P.A.F,Laminating, Theo Laminating 2012. Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh,

dan Kesehatan. Sinar Grafika. Jakarta.

R.Abdussalam, 2007. Sistem Peradilan Pidana, Restu Agung . Jakarta.

Ronny Hanitijo Soemitro, 1988. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

R.Soesilo, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,KUHP, Bogor.

RE.Baringbing, 2001. Simpul Mewujudkan Supremasi Hukum, Kajian Reformasi,

Jakarta Pusat.

Soerjono Soekanto, 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Page 61: PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU …digilib.unila.ac.id/58135/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · nyawa perempuan berinisial (E) pegawai Bank BRI. Tubuhnya bersimbah

Sotochid Kartanegara, 2001. Hukum Pidana Bagian Pertama, Balai Lektur

Mahasiswa. Jakarta.

Sudarto, 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung.

Sutjihati Somantri. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Refika Aditama. Bandung.

Topo Santoso dan Eva Achani Zulfa, 2011. Kriminologi, Raja Grafindo Persada,

Cetakan Kesepuluh.

Titik Triwulan Tutik, 2006. Pengantar Ilmu Hukum, Prestasi Raya, Jakarta.

Tri Andrisman, 2009. Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia,

Unila, Bandar Lampung.

B. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAINNYA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak.

Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Asas

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.