112

Click here to load reader

PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA

HURUF-HURUF AL-QURAN OLEH ABU AL-ASWAD AD-

DU’ALI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Oleh:

PATIMAH BATUBARA

NIM: 1113022000060

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAB HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu
Page 3: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu
Page 4: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu
Page 5: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji syukur penulis haturkan kepada

Allah SWT yang telah melimpahkan segala macam nikmat dan rahmat-Nya.

Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan pada Rasulullah saw serta

keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya. Amiin.

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapat gelar

Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah membuat karya tulis

ilmiah dalam bentuk skripsi ini dengan judul: PROSES PEMBERIAN

TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN

OLEH ABU AL-ASWAD AD-DU’ALI.

Jakarta, 19 Februari 2018

Penulis,

Patimah Batubara

Page 6: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Tentunya dalam menyelesaikan skripsi ini Penulis tidak hanya berhasil

sendirian saja namun banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam selesainya

skripsi ini baik bersifat moril ataupun materil, maka dengan ini penulis

mengucapkan terima kasih serta penghargaannya atas dorongan dan kerja

samanya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Rasa terima kasih dan

penghargaan yang begitu besar penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M. Ag selaku Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyetujui skripsi

ini.

3. Bapak H. Nurhasan M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam

Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hudayatullah Jakarta yang telah

membantu proses kelancaran skripsi ini.

4. Ibu Sholikatus Sa‟diyah M. Pd, selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan

Peradan Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah membantu penulis khususnya dalam urusan surat menyurat

selama ini

5. Drs. Parlindungan Siregar, M, Ag, selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses mengambil

tema skripsi ini.

6. Ibu Dr. Zakiya Darojat M.A selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah

membimbing dengan sepenuh hati sehingga skripsi ini selesai dengan tepat

waktu.

7. Bapak Dr. H. Abd Chair, M.A dan Drs. H.M Ma‟ruf Misbah selaku Dosen

Penguji skripsi yang telah memperbaiki isi skripsi penulis menjadi lebih baik.

8. Kepada seluruh Dekanat dan Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis

selama menjadi mahasiswa aktif di Fakultas Adab dan Humaniora.

Page 7: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

iv

9. Lembaga yang telah membantu memberikan sumber data kepada penulis,

Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan LEMKA

Sukabumi.

10. Kedua Orang tua yaitu Emak Nur Azizah Lubis dan Ayah Lokot Batubara

tercinta yang selalu memberikan dukungan dan perhatian serta kasih sayang

tiada hentinya kepada penulis, sehingga penulis dapat termotivasi hingga bisa

menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada Abang Muhammad Ridoan, Abang Ali Abbas, dan Kakak Nikmatul

Wardiyah selaku saudara kandung penulis yang selalu memberikan semangat

bagi penulis untuk mengerjakan skripsi ini.

12. Adik-adik penulis, Muhammad Arifin, Nur Jannah, Khairul Anwar, Ilham

Batubara, dan Samsuddin Batubara yang selalu memberikan semangat kepada

penulis.

13. Ayu Yulianti, Listinawati, Yulia Hilma, dan Ummy Nadhifah, selaku sahabat

terdekat penulis yang selalu memberikan dukungannya kepada penulis.

14. Kakak Jamiati KN selaku teman sekamar penulis yang senantiasa menemani

hari-hari penulis selama dua tahun terakhir.

15. Seluruh kawan-kawan di Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam khususnya

angkatan 2013, Alfida Marifatullah, Putri Inggita, Sunnah Khairunni‟mah,

Winda Haryadi, Rinda Wakhidia Jaya, Sakti Maulana, Dadi Aripin,

Muhammad Faqih dan masih banyak lagi. Senior-senior dan para Junior

Sejarah dan Peradaban Islam atas segala bantuannya selama ini.

16. Kawan-kawan Kuliah Kerja Nyata Desa Leumah Beureum (Banyu Resmi)

Erna Putri Lestari, Risfi, Ayu Rahmadani, Afifah Azmi Shalihati, Fadjar

Kamil, Nu‟man an-Nawawi, Badru Hawasi dan Ahmad Habibi. Terima kasih

atas pengalaman dan ilmunya selama ini dan juga dukungannya.

17. Terima kasih untuk semua teman-teman antar Fakultas dan Universitas yang

telah membantu dan mendukung penulis dalam proses pengerjaan skripsi.

Page 8: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

v

Penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis

berharap ada tegur sapa untuk pemyempurnaan karya ini sangat bermanfaat untuk

orang banyak sebagai bahan bacaan dan refrensi.

Jakarta, 19 Februari 2018

Penulis

Patimah Batubara

Page 9: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

vi

ABSTRAK

Al-Quran bermushaf Utsmani kurang lebih empat puluh tahun dibaca orang-orang

Muslim tanpa titik dan tanda baca atau gundul. Setelah ajaran Islam tersebar luas

dan orang-orang Muslim menaklukkan banyak negeri sehingga kawasan Islam

meliputi kawasan non-Arab. Banyak dari kalangan Ajam berbondong-bondong

masuk Islam, ketika membaca al-Quran banyak dari mereka yang salah baca atau

lahn karena minimnya pengetahuan mereka terhadap gramatika ilmu Nahwu dan

Sharaf. Melihat kondisi salah baca atau lahn tersebut muncullah seorang tokoh

ternama Abu al-Aswad ad-Du‟ali dari kalangan tabi‟in sekaligus murid dari

Khalifah Ali ibn Abi Thalib. Abu al-Aswad ad-Du‟ali adalah seorang tokoh

penemu tata bahasa Arab/ilmu Nahwu dan Sharaf setelah mendapat rekomendasi

dari Khalifah Ali ibn Abi Thalib. Abu al-Aswad-ad-Du‟ali juga orang yang

pertama kali merumuskan tanda baca pada al-Quran atas perintah Ziyad ibn Abihi

seorang gubernur Basrah di bawah kepemimpinan Mu‟awiyah ibn Abi Sufyan.

Akhirnya Abu al-Aswad ad-Du‟ali berhasil merumuskan tanda baca (berupa titik-

titik) yang berfungsi sebagai syakal pada al-Quran dibantu dengan juru tulis yaitu

Abdi al-Qais.

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Abu al-Aswad ad-

Du‟ali sebagai peletak dasar ilmu Nahwu dan proses perumusan titik (nuqthah)

pada al-Quran.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa setelah adanya perumusan titik

(nuqthah) pada al-Quran yang dilakukan oleh Abu al-Aswad ad-Duali manfaatnya

bagi orang Ajam adalah memberi kemudahan bagi mereka ketika membaca al-

Quran sehingga terhindar dari salah baca dan penyimpangan makna yang

terkandung di dalam al-Quran.

Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode library research. Metode

ini dilakukan melalui empat tahap: 1) heuristik atau teknik pencarian data atau

sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu identifikasi keotentikan dan

kredibilitas data melalui kritik intern maupun ekstern; 3) interpretasi atau

penafsiran sejarah yaitu meguraikan segala faktor yang menyebabkan terjadinya

suatu peristiwa; 4) penulisan sejarah atau laporan hasil penelitian sejarah yang

telah dilakukan, dan ditambah pendekatan konsep pemikiran studi sosial tentang

tradisi tulis-menulis pra-Islam belum berkembang pada masyarakat Arab namun

setelah datangnya Islam tradisi tulis-menulis mulai digeluti dan berkembang pesat

di Arab paling spesifiknya perhatian para tokoh penguasa Muslim mulai

mengadakan tanda titik berupa tanda baca pada al-Quran.

Kata Kunci: Mushaf Utsmani, Lahn, Ilmu Nahwu, Abu al-Aswad ad-Du‟ali,

Pemberian titik.

Page 10: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... iii

ABSTRAK .................................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ vii

DAFTAR ISTILAH ..................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Identifikasi Masalah .............................................................. 12

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 13

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 13

E. Tinjauan Pustaka ................................................................... 13

F. Metode Penelitian .................................................................. 15

G. Kerangka Teori ...................................................................... 15

H. Sistematika Penulisan ............................................................ 17

BAB II BIOGRAFI SINGKAT ABU AL-ASWAD AD-DU’ALI

A. Nama dan Nasab Abu al-Aswad ad-Du‟ali ............................ 20

B. Perkataan Ulama terhadap Abu al-Aswad ad-Du‟ali ............ 28

C. Profil Murid-murid dari Abu al-Aswad ad-Du‟al .................. 29

1. Nashr ibn Ashim al-Laitsi ................................................. 29

2. Yahya ibn Yu‟mar al-Udwan al-Laitsi ............................. 30

3. Abdurrahman ibn Hurmuz ................................................ 30

BAB III PENGUMPULAN AL-QURAN

A. Al-Quran Masa Rasulullah saw ............................................. 32

1. Al-Quran dalam konteks hafalan ...................................... 33

2. Pengumpulan al-Quran dalam konteks penulisan ............. 37

B. Pengumpulan Al-Quran pada masa Khulafaur Rasyidin ....... 40

1. Khalifah Abu Bakar as-Siddiq (11-13 H/632-634 M) ...... 40

2. Khalifah Umar ibn Khattab (13-23 H/634-644 M) ........... 45

Page 11: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

viii

3. Khalifah Utsman ibn Affan (644-656 M) ......................... 46

4. Khalifah Ali ibn Abi Thalib (35-41 H/656-661 M) .......... 51

C. Penulisan Mushaf Al-Quran pada masa Bani Umayyah ........ 53

1. Marwan ibn al-Hakam (64-65 H/683-685 M) ................... 53

2. Abu al-Aswad ad-Du‟ali (69 H/611-688 M) ..................... 54

D. Penulisan Mushaf al-Quran pada masa Bani Abbasiyah ........ 56

1. Al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi ( 170 H/786 M) ............ 56

BAB IV PERAN ABU AL-ASWAD AD-DU’ALI, PEMBERIAN

TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN

A. Lahn dalam memberi Titik (Nuqthah) pada al-Quran ............ 66

B. Upaya yang dilakukan oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali

dalam memperbaiki Lahn ....................................................... 73

C. Respons Masyarakat ............................................................... 78

D. Nashr ibn Ashim al-Laitsi (w. 707 M) dan Yahya ibn

Ya‟mur al- Udwan al-Laitsi (w. 708 M) ............................... 79

E. Al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi (w. 170 H/786 M) ............. 83

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 105

B. Saran ....................................................................................... 107

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 107

LAMPIRAN .................................................................................................. 114

Page 12: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

ix

DAFTAR ISTILAH

Khulafaur Rasyidin: Orang yang ditunjuk sebagai pengganti sekaligus kepala

negara/pemimpin umat Islam sebagai penerus

kepemimpinan Rasulullah saw setelah Rasulullah saw

wafat (yaitu: Abu Bakar as-Siddiq, Umar ibn Khattab,

Utsman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib).

Sahabat: Setiap orang yang berjumpa dengan Rasulullah saw dalam

keadaan ia beriman kepadanya (Rasulullah saw) dan ia

meninggal dalam keadaan Islam meskipun pernah diselingi

murtad menurut pendapat yang shahih.

Tabi‟in: Orang yang berjumpa dengan sahabat Rasulullah saw

dalam keadaan ia beriman kepada Rasulullah saw meskipun

ia tidak melihat Rasulullah saw dan ia wafat di atas

keislamannnya disebut juga sebagai murid dari sahabat

Rasulullah saw.

Tabi‟ut tabi'in: Orang Islam yang pernah bertemu atau berguru pada

Tabi‟in dan sampai wafatnya beragama Islam.

Muhajirin: Pengikut-pengikut setia/sahabat-sahabat Rasulullah saw

yang melakukan hijrah dari kota Mekah

Anshar: Penduduk asli kota Madinah yang menyambut kedatangan

kaum Muhajirin dengan suka cita.

Ummi: Tidak pandai membaca dan menulis.

Katib: Penulis atau juru catat, berasal dari kata „kataba‟ (menulis).

Qurra‟: Qurra‟ adalah jama‟ dari qari‟, yang artinya orang yang

membaca. Secara istilah yaitu seorang ulama atau imam

yang terkenal mempunyai mushaf tertentu dalam suatu

qira‟ah yang mutawatir.

Page 13: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

x

Munqathi‟: Setiap hadist yang tidak bersambung sanadnya, baik yang

disandarkan kepada Rasulullah saw, maupun disandarkan

kepada yang lain.

Menasakh: Ayat atau nash yang menghapus kandungan hukum shar‟i

yang terdapat pada ayat yang lainnya dengan tujuan

memberikan kemaslahatan bagi umat manusia dan

sekaligus menghindarkan adanya madharat bagi umat

manusia. Dengan adanya nasakh-mansukh, mengakibatkan

adanya ayat yang di nasakh sudah tidak berlaku.

Konsekuensinya. kandungan hukum yang terdapat pada

ayat tersebut tidak dapat dijadikan acuan dan pedoman

dalam penetapan hukum pada masa berikutnya.

I‟jam: Pembedaan huruf yang sama dengan jalan meletakkan titik-

titik tapi pelafalannya berbeda untuk menghilangkan

kekeliruan. Contoh antara huruf Ba, Ta, dan Tsa.

Ajam: Orang-orang non Arab.

Hujjah: Keterangan, alasan, bukti atau argumentasi.

Ma‟tsur: Bacaan sesuai dengan yang dianjurkan Rasulullah saw yang

dikenal dengan Qiraatu as- Sab‟ah.

Page 14: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Qara‟a, memiliki arti mengumpulkan dan menghimpun. Qira‟ah berarti

merangkai huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lainnya dalam satu

ungkapan kata yang teratur. Al-Quran sama dengan asalnya Qira‟ah, yaitu akar

kata (masdar-infinitif), dari qara‟a, qira‟atan, waqur‟anan.1 Hal ini didasarkan

pada firman Allah SWT:

Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang bertanggung jawab

mengumpulkan (dalam dadamu) dan membacakannya (pada lidahmu).

Maka apabila Kami telah menyempurnakan bacaannya (kepadamu,

dengan perantaraan Jibril), maka bacalah menurut bacaannya itu.”

( Al-Qiyamah: 17-18).

Menurut Abd al-Wahhab Khalaf,2 al-Quran adalah kalam Allah yang

diturunkan kepada kalbu Rasulullah saw lewat al-Ruh al-Amin dengan kata-kata

berbahasa Arab dan makna yang benar, agar menjadi argumentasi bagi Rasulullah

saw bahwasanya dia adalah utusan Allah SWT, menjadi undang-undang,

petunjuk, sarana pendekatan diri serta ibadah bagi manusia kepada Allah SWT

dengan membacanya. Al-Quran terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surah al-

Fatihah dan diakhiri dengan an-Nas, disampaikan kepada Manusia dengan

mutawatir dari generasi kegenerasi secara tertulis maupun terucap yang terjaga

dari perubahan atau pergantian.

Menurut Quraish Shihab al-Quran secara harfiyah adalah bacaan yang

mencapai puncak kesempurnaan. Al-Quran al-Karim berarti bacaan yang maha

sempurna dan maha mulia,3 sedangkan menurut Prof. Dr. Harun Nasution

1Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni

(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), h. 16. 2Abd al-Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh (Mesir:Dar al-Qalam, 1978), Cet ke.VIII,

h. 23.

3Muhammad Quraish Shihab, Lentera al-Quran (Bandung: PT Mizan Pustaka, 1994),

h. 5.

Page 15: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

2

mengemukakan dalam bukunya yang berjudul Islam Rasional,4 bahwa dalam

faham keyakinan sebagai umat Islam, al-Quran sebagai kitab suci, mengandung

firman Tuhan (Kalam Allah), yang melalui wahyu disampaikan kepada Rasulullah

saw. Proses pewahyuan al-Quran ada tiga macam: Pertama, yang kelihatannya

adalah pengertian atau pengetahuan yang tiba-tiba dirasakan seseorang timbul

dalam dirinya, timbul dengan tiba-tiba suatu cahaya yang menerangi jiwanya.

Kedua, wahyu berupa pengalaman dan pengelihatan dalam keadaan ru‟yat atau

kasyf (vision). Ketiga, wahyu dalam bentuk, yang disampaikan melalui utusan

atau malaikat, yaitu malaikat Jibril dan wahyu serupa ini disampaikan dalam

bentuk kata-kata. Wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah saw adalah wahyu

yang dalam bentuk ketiga.

Wahyu dalam bentuk kata-kata disampaikan kepada Rasulullah saw tidak

secara langsung sekaligus tetapi bertahap dalam masa kurang lebih dua puluh tiga

tahun, dengan salah satu tujuannya yaitu memudahkan Rasulullah saw untuk

menghafalkannya, sebab Rasulullah saw ummi (tidak pandai baca tulis) dan untuk

memudahkan dalam penyampaian kepada para sahabatnya.

Al-Quran pertama kali diturunkan tanggal 17 Ramadhan tahun ke-40

kelahiran Rasulullah saw bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M, ketika

Rasulullah saw sedang bertahanus (beribadah) di gua Hira.5 Pada saat itu

turunlah wahyu dengan perantaraan malaikat Jibril dengan membawa beberapa

ayat al-Quran, yaitu surat al-Alaq dan ayat yang terakhir diturunkan kepada

Rasulullah saw adalah surat al-Maidah ayat ke-3 pada saat Rasulullah saw sedang

berwukuf di Arafah melakukan haji Wada pada tahun ke-10 H/ 7 Maret 622 M.

Pertama kali Rasulullah saw, mendapat wahyu, malaikat Jibril mendekap

Rasulullah saw ke dadanya lalu melepaskannya (dan melakukan itu sampai 3

kali), sambil mengatakan Iqra‟ (bacalah) pada setiap kalinya, Rasulullah saw

menjawabnya Ma ana bi qari (saya tidak bisa membaca). Pada dekapan ketiga

malaikat Jibril membacakan:

4Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran (Bandung: PT Pustaka Mizan,

1995), h. 17. 5Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Quran (Jakarta: Zikra Multi Service, 2009),

h. 4.

Page 16: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

3

Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang

menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha mulia. Yang mengajar (manusia)

dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

(QS. Al-Alaq: 1-5).

Sejarah telah mencatat bahwa pada masa awal kehadiran agama Islam,

bangsa Arab tergolong ke dalam Bangsa yang buta aksara, tidak pandai membaca

dan menulis kalaupun ada hanya beberapa orang saja yang dapat dihitung dengan

jari tangan. Rasulullah saw sendiri dinyatakan sebagai seorang yang ummi.

Kebutaaksaraan bangsa Arab dan ke-ummi-an Rasulullah saw tercantum dalam

ayat al-Quran di bawah ini:

Artinya: “Dia-lah Allah yang mengutus kepada kaum yang buta

huruf seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan

ayat-ayatnya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan

kepada mereka al-kitab (al-Quran) dan hikmah. Dan sesungguhnya

mereka sebelumya benar-benar (berada) dalam kesesatan yang nyata.”

(QS. Al-Jumu‟ah: 2)

Seandainya Rasulullah saw adalah orang yang pandai baca tulis maka

sudah dipastikan bagaimana reaksi orang-orang Arab Quraisy waktu itu dalam

menentang kewahyuan al-Quran, mereka akan mengatakan bahwa al-Quran

adalah ciptaan Rasulullah saw bukan berasal dari Kalam Allah. Di sinilah terletak

hikmah mengapa Rasulullah saw yang ummi diangkat menjadi Nabi. Tercermin

dengan jelas minat para sahabat untuk mempelajari lebih jauh makna, isi, dan

tujuan al-Quran dalam menegakkan revolusi ilmu pengetahuan sebagai yang

Page 17: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

4

tersimbolkan dalam perintah baca tulis melalui surah al-Alaq khususnya dan ayat-

ayat al-Quran yang lain umumnya.6

Bangsa Arab pada masa itu terkenal memiliki daya ingat yang sangat kuat.

Mereka terbiasa menghafal syair Arab dalam jumlah yang tidak sedikit untuk

ukuran waktu itu, keunggulan seseorang justru terletak pada mereka yang kuat

hafalannya bukan yang pandai baca tulis. Sebelum perang Badar Kubra sedikit

sekali sahabat yang bisa membaca dan menulis tulisan Arab, baik dari golongan

Muhajirin maupun Anshar. Kebangkitan minat menulis di kalangan kaum

Muslimin dimulai setelah peperangan Badar Kubra yang terjadi pada tahun ke-2

H.

Rasulullah saw telah mengambil kebijaksanaan yang sangat tepat dalam

menentukan sanksi terhadap tawanan. Para tawanan yang enggan masuk Islam

dibebaskan dengan tebusan dan bagi mereka yang tidak mampu namun pandai

baca tulis, diwajibkan masing-masing mengajari sepuluh anak muda Madinah cara

membaca dan menulis.7 Perhitungan yang sangat tepat ini merupakan gerakan

untuk membasmi buta huruf, sehingga dalam waktu yang relatif singkat

pengetahuan membaca dan menulis meluas. Rasulullah saw sendiri memberi

motivasi untuk mempelajari kedua cabang ilmu tersebut. Ajakan Rasulullah saw

berjalan dengan intensif sesudah Fathu Mekah dan berkumpulnya Muhajirin dan

Anshar.8 Semenjak itu perkembangan baca tulis di kalangan umat Islam mulai

pesat. Para katib (pencatat/ penulis) al-Quran yang sangat handal diantaranya:

Mekah ialah Abu Bakar as -Siddiq (w. 12 H/634 M), Umar ibn Khattab (w. 23

H/644 M), Utsman ibn Affan (w. 35 H/656 H), Ali ibn Abi Thalib (w. 40 H/661

M) sedangkan dari Muhajirin, Mu‟awiyah ibn Abi Sufyan (w. 59 H/680 M),

Madinah, Yazid ibn Abi Sufyan (w. 19 H/640 M), Ubay ibn Ka‟ab (w. 21 H),

Mughirah ibn Syu‟bah (w. 50 H/ 670 M), Zubeir ibn al- Awwam (w. 34 H/ 656

6Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 48.

7Selengkapnya baca Hamka, Tafsir al-azhar, (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, tth), Pasal

Ghanimah, Jus X h. 44. 8D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 61.

Page 18: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

5

M), Khalid ibn Walid (w. 21 H/ 642 M), Amr ibn „Ash (w. 43 H/ 664 M) dan Zaid

ibn Tsabit (w. 45 H/ 666 M).9

Belajar Membaca dan menghafal al- Quran merupakan dakwah Rasulullah

saw yang paling awal. Kekuatan daya hafal bangsa Arab (para sahabat) benar-

benar dimanfaatkan secara optimal oleh Rasulullah saw dengan memerintahkan

mereka supaya menghafal setiap kali ayat al-Quran yang diturunkan.10

Saat itu

Islam belum tersebar luas, para sahabat mempelajari al-Quran di al-Arqam ibn

Abi al-Arqam (w. 673/5). Di sanalah mereka duduk berkumpul mempelajari dan

memahami kandungan ayat-ayat yang telah diturunkan dengan jalan ber-

mudarasah (bertadarus). Rumah al- Arqam dikenal sebagai tempat Rasulullah saw

mengajarkan al-Quran kepada para pengikutnya pada masa awal Rasulullah saw

masih di Mekah. Zaid ibn Tsabit pernah dipanggil secara khusus oleh Rasulullah

saw untuk menghimpun ayat-ayat al-Quran yang berserakan menjadi suatu surat

dan Zaid ibn Tsabit pula yang menulis surat Rasulullah saw kepada pihak lain

termasuk kepada kepala-kepala pemerintahan non-Muslim. Menurut golongan

Syiah yang diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk mengerjakan seperti yang

dilakukan Zaid ibn Tsabit adalah Ali ibn Abi Thalib.11

Apa yang ditulis oleh Zaid

ibn Tsabit di hadapan Rasulullah saw, Zaid ibn Tsabit menghafalnya.

Dari Abdullah ibn Amr al-Ash berkata: “Rasulullah saw

memerintahkan orang-orang yang hadir untuk menyampailkan

kepada yang tidak hadir.” Rasulullah saw kemudian bersabda,

“Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat” (HR. Bukhari).

Para penulis al-Quran selain menulis ayat-ayat untuk Rasulullah saw, juga

menulis untuk dirinya sendiri. Sahabat yang tidak sempat hadir dan yang

mendengarkan langsung dari Rasulullah saw, sebagian dari sahabat bertanya

9Hasani Ahmad Samsuri, Studi Ulumul Quran, h. 10. Ada yang meriwayatkan bahwa

sekretaris Rasulullah saw berjumlah sekitar 21 hingga 26 orang, tetapi ada pula yang menyebutkan

42 orang dan bahkan lebih banyak lagi dari itu, yang sudah pasti para pencatat al-Quran di zaman

Rasulullah saw jumlahnya cukup banyak. Oleh karena itu, pencatatan al-Quran bersifat mutawatir.

Dikutip dari bagian foot note Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran, h. 49.

10

Abdul Djalal, Ulumul Quran (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998), h. 10. 11

Lubaib ibn al-Said, Mushaf al-Murattal (Kairo: Dar al-Katib al- „Arabi, t.t.), h. 40.

Page 19: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

6

kepada sahabat lain yang hadir di majelis dan menulis seperti yang sahabat tulis.

Kehadiran para sahabat di hadapan Rasulullah saw selalu bergantian, akibatnya

catatan yang dimiliki oleh sahabat berbeda-beda jumlahnya. Letak ayat dalam

surat dijelaskan sendiri oleh Rasulullah saw, namun bila suatu ayat tidak terdapat

pada catatan seorang sahabat mestilah ayat itu terdapat pada catatan sahabat yang

lain. Setiap Rasulullah saw selesai menerima wahyu ayat al-Quran, Rasulullah

saw menyampaikan wahyu itu kepada para sahabat. Rasulullah saw

membacakannya dengan tekun dan tenang, sehingga mereka dapat membacanya

dengan baik, menghafal dan mampu memahami makna al-Quran. Rasulullah saw

menjelaskan tafsiran al-Quran kepada mereka dengan sabda, perbuatan, dan taqrir

Rasulullah saw serta dengan akhlak-akhlak dan sifatnya. Sahabat yang paling

banyak menulis ayat al-Quran adalah Zaid ibn Tsabit dan Mu‟awiyah ibn Abi

Sufyan. Al-Quran yang ditulis para sahabat belum bisa dikatakan sebagai mushaf

kecuali lembaran-lembaran lepas yang diikat dengan tali. Rasulullah saw

diperintahkan oleh Allah SWT menjelaskan ayat-ayat al-Quran sesuai dengan

firman-Nya:

Artinya: “Dan kami turunkan kepadamu al-Quran, agar kamu

menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada

mereka, dan supaya mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl: 44).

Dengan demikian ada beberapa faktor yang menyebabkan al-Quran di

zaman Rasulullah saw dan para sahabat tidak membutuhkan pembukuan karena

Rasulullah saw pernah melarang sahabat menuliskan sesuatu selain al-Quran .

Muslim meriwayatkan dari Said al-Khudri, bahwa Rasulullah saw bersabda:

ثا ػ ال ال جىحث ا ػ وحة ػ غش امشآ فح حذ

فحثأ مؼذ ا ا س )سا اغ ػ حشج وز ب ػى حؼذا

أت عؼذ اخذسي( Artinya: “Janganlah kalian tulis daripadaku selain al-Quran,

barang siapa menulis dariku yang selain al-Quran, maka hendaklah

Page 20: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

7

dihapus. Dan ceritakanlah daripadaku, maka tidak ada larangan.Dan

barangsiapa yang berdusta kepadaku dengan sengaja, maka bersiap-

siaplah tempatnya di neraka.” ( HR. Muslim dari Abu Sa‟id al-Khudri).12

Larangan penulisan sesuatu selain al-Quran dikhawatirkan terjadinya

percampuran antara al-Quran dengan yang bukan al-Quran, selama al-Quran itu

masih turun.13

Adapun keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki orang Arab asli ialah:14

Pertama, mempunyai daya hafalan yang kuat, mempunyai otak cerdas,

mempunyai daya tangkap yang sangat tajam, mempunyai kemampuan bahasa

yang luas terhadap segala macam bentuk ungkapan, baik prosa, puisi maupun

sajak. Kedua, kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang yang ummi (tidak

pandai membaca dan menulis) tetapi cerdas. Ketiga, ketika mereka mengalami

kesulitan, langsung bertanya kepada Rasulullah saw. Keempat, belum ada alat-alat

tulis yang memadai.15

Pada zaman Rasulullah saw dan para sahabat pencatatan al-

Quran ditulis pada kepingan-kepingan tulang, pelepah-pelepah kurma dan batu-

batu cadas.16

Diriwayatkan oleh Bukhari: “Malaikat Jibril datang kepada

Rasulullah saw untuk mendengar bacaan Rasulullah saw setahun

sekali, ketika Rasulullah saw sakit malaikat Jibril datang dua kali

dalam setahun untuk memeriksa hafalan Rasulullah saw tersebut.

Setelah itu Zaid ibn Tsabitpun menulis al-Quran dan

membacakannya di hadapan Rasulullah Saw.” Inilah sebabnya

mengapa Abu Bakar berpegang kepada Zaid ibn Tsabit dalam

urusan mengumpulkan al-Quran. Utsman ibn Affan juga menyuruh

Zaid ibn Tsabit menulis mushaf-mushaf yang dikirimkan

12

Dikutip Anshori, Ulumul Quran: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta:

PT Raja Grapindo Persada, 2013), h. 7 dan dari buku Abdul Djalal, Ulumul Quran, h. 27. 13

Abdul Djalal, Ulumul Quran, h. 28. 14

Abdul Djalal, Ulumul Quran, h. 28.

15

Subhi ash- Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran, Penj. Nur Rakhim, dkk., (Beirut: Dar al-

tlm Li al-Malayin, 1988), h. 120. Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Quran, h. 42. Abdul

Djalal, Ulumul Quran, h. 28.

16

Teungku Muhammad Hasbi ash-Siddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 59.

Page 21: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

8

kebeberapa kota Islam ketika Utsman ibn Affan meyuruh menulis

mushaf-mushaf tersebut.”17

Ketika Rasulullah saw masih hidup ada beberapa sahabat yang menghafal

al-Quran di antaranya: Abdullah ibn Mas‟ud, Salim ibn Ma‟qil (budak Abu

Huzaifah yang telah dimerdekakan), Mu‟adz ibn Jabal, Ubay ibn Ka‟ab, Zaid ibn

Tsabit dan Abu Zaid. Mereka dari golongan Anshar.18

Setelah Rasulullah saw wafat pada tahun 632 M, dan Abu Bakar menjadi

Khalifah (11-13 H/ 632-634), muncullah Musailamah ibn al-Kadzdzab mengakui

dirinya sebagai Nabi. Musailamah mengembangkan khurafatnya dan kebohongan-

kebohongannya untuk mempengaruhi Bani Hanifah dari penduduk Yamamah,

agar mereka murtad. Setelah Abu Bakar as-Siddiq mengetahui tindakan

Musailamah ibn al-Kadzdzab lalu dia menyiapkan pasukan untuk berperang yang

dipimpin oleh Khalid ibn Walid. Banyak para sahabat yang gugur syahid di

antaranya Zaid ibn Khattab, dan kurang lebih 7.000 sahabat penghafal al-Quran

yang juga gugur. Dengan izin Allah SWT kaum Muslimin memperoleh

kemenangan.

Penghimpunan al-Quran ke dalam satu mushaf, baru dilakukan pada

zaman Khalifah Abu Bakar as-Siddiq (11-13 H/ 632-634 M), menurut hadits yang

diriwayatkan oleh al-Qurthubi, tepatnya setelah terjadi perang Yamamah (12

H/633 M), dan Bi‟ru Ma‟unah (bulan Safar tahun ke-4 H). Menyaksikan peristiwa

tragis yang merenggut banyak korban dari kalangan hafidz dan qurra‟ tersebut,

Umar ibn Khattab segera mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar as-Siddiq

untuk menghimpun al-Quran. Umar ibn Khattab terus-menerus mendesak dengan

alasan demi kemaslahatan umat dan pelestarian al-Quran, sehingga Abu Bakar as-

Siddiq menerima saran Umar ibn Khattab tersebut.19

Abu Bakar as-Siddiq lalu memanggil Zaid ibn Tsabit, dia

mengatakan kepada Zaid, “Sesungguhnya engkau adalah seorang

17

Teungku Muhammad Hasbi ash-Siddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran dan

Tafsir, h. 60.

18

Teungku Muhammad Hasbi ash-Siddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran dan

Tafsir, h. 60.

19

Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Quran, h. 11. Muhammad Amin Suma, Ulumul

Quran, h. 50. Subhi ash- Shalih, Mabahits fi ulum Al-Quran, Penj. Nur Rakhim, dkk., h. 78-85.

Page 22: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

9

yang masih muda dan berakal cemerlang, kami tidak

meragukanmu, engkau dulu pernah menulis wahyu untuk

Rasulullah saw, maka sekarang carilah al-Quran dan

kumpulkanlah. Zaid ibn Tsabit berkata: Maka saya mencari dan

mengumpulkan al-Quran dari pelepah kurma, permukaan batu

cadas dan dari hafalan orang-orang.”20

Abu Bakar as-Siddiq kemudian mengangkat panitia penghimpun al-Quran

yang terdiri dari empat orang dengan komposisi kepanitiaan sebagai berikut: Zaid

ibn Tsabit sebagai ketua, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, dan Ubay ibn

Ka‟ab sebagai anggota. Panitia penghimpun tersebut dapat menyelesaikan

tugasnya dalam waktu kurang dari satu tahun yakni setelah perang Yamamah (12

H/633 M) dan sebelum wafat Abu Bakar as-Siddiq (13 H/ 634M). Zaid ibn Tsabit

dan panitia lainnya tidak memiliki catatan dua terakhir dari surah at-Taubah : 128-

129, semua panitia yakin bahwa kedua ayat itu adalah al-Quran. Setelah Zaid ibn

Tsabit bekerja keras dan mengumumkannya kepada khalayak ramai, maka Zaid

ibn Tsabit mendapatkan surat tersebut dalam keadaan tertulis selain pada Abu

Khuzaimah al-Anshari.21

Adapun urutan pemegang himpunan al-Qur‟an setelah Rasulullah saw

wafat 632 M dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin yaitu: Khalifah Abu Bakar as-

Siddiq (13 H/ 632-634 M) sampai dia wafat, kemudian Umar ibn Khattab (13-23

H/634-644 M) sampai dia wafat juga, dan disimpan oleh Hafshah binti Umar

(Riwayat Bukhari) sebelum akhirnya diserahkan kepada atau di minta oleh

Khalifah Utsman ibn Affan.

Pada masa pemerintahan Ustman ibn Affan (23-35 H/ 644-656 M),

terjadilah perbedaan lahn (dialek) bacaan al-Quran dikalangan umat Islam dan

kalau hal ini dibiarkan bisa mengganggu kesatuan dan persatuan umat Islam.

Khudzaifah ibn al-Yaman menyarankan kepada Utsman ibn Affan agar segera

mengusahakan keseragaman bacaan al-Quran. Apabila terjadi perbedaan-

perbedaan bacaan, diusahakan masih dalam batas-batas yang ma‟tsur (diajarkan

20

Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Quran, h. 51-52. 21

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Studi al-Qur‟an, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, h. 160.

Page 23: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

10

oleh Rasulullah saw yang dikenal dengan Qiraatu as- Sab‟ah). Utsman ibn Affan

membentuk panitia yang terdiri dari Zaid ibn Tsabit al-Anshari sebagai ketua,

Abdullah ibn Zubair ibn Awwam al-Quraisyi al-Asadi, Sa‟id ibn al-Ash ibn

Umayyah al-Qurasyi al-Umawi, Abdurrahman ibn Harits, masing-masing sebagai

anggota.22

Tugas panitia ini adalah membukukan al-Quran, yakni menyalin

mushaf-mushaf al-Quran, yang diambil dari Hafshah binti Umar menjadi satu

mushaf. Dalam melaksanakan tugas ini Khalifah Utsman ibn Affan menasehatkan

supaya mengambil keputusan dalam penulisan al-Quran berdasarkan atas bacaan

para huffaz, dan kalau terdapat perbedaan antara mereka mengenai bacaan,

haruslah dituliskan menurut dialek Quraisy, sebab al-Quran diturunkan menurut

dialek Quraisy.23

Namun, ketika menyalin mushaf al-Quran tersebut Zaid ibn

Tsabit berkata:

“Ketika kami menyalin mushaf, saya teringat akan satu ayat dari

surat al-Ahzab ayat 23 yang pernah saya dengar dibacakan oleh

Rasulullah saw. Maka kami pergi mencarinya dan bertanya

kepada Muhajirin dan Anshar, kami pun mendapatkannya pada

Khuzaimah ibn Tsabit al-Anshari.24

Setelah tugas tersebut selesai

dikerjakan oleh panitia, mushaf-mushaf al-Quran yang dipinjam

dari Hafshah itu dikembalikan.”

Al-Quran yang telah dibukukan itu diberi nama al-Mushaf oleh para

panitia. Empat buah di antaranya dikirim ke Mekah, Syiria, Basrah, dan Kufah,

dan selebihnya ditinggalkan di Madinah untuk khalifah Utsman ibn Affan sendiri

yang diberi nama Mushaf al-Imam. Pendapat lain mengatakan berjumlah tujuh

buah, yaitu empat buah di atas, dan tiga lagi dikirim ke Mekah, Yaman dan

Bahrain. Ada lagi pendapat yang menyatakan bahwa mushaf yang disalin

sebanyak enam buah, masing-masing dikirim ke Mekah, Basrah, Kufah dan

22

Ahmad al-Iskandary wa Musthafa Anany, al-Wasit fi al-Adab al-“araby wa Tarikhi

(Mesir: Dairat al-Ma‟arif), cet. XVIII, h.123. Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa‟, Penj. Faris

Khoirul Anam (Jakarta: Qisthi Press, 2009), h. 272.

23

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi al-Qur‟an, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni,

h. 163-164. 24

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi al-Qur‟an, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, h.

164.

Page 24: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

11

Syiria, satu buah berada di tangan khalifah Utsman ibn Affan.25

Sesudah itu

Khalifah Utsman ibn Affan memerintahkan mengumpulkan semua mushaf-

mushaf al-Quran yang ditulis sebelum itu untuk dibakar. Setelah itu mushaf yang

ditulis di zaman Khalifah Utsman ibn Affan ditulis pula oleh kaum Muslimin

berdasarkan mushaf al-Imam (yang di Madinah) dan mushaf-mushaf yang di

Mekah, Syiria, Basrah dan Kufah. Adapun perbedaan bacaan-bacaan tersebut

tidaklah berlawanan dengan apa yang ditulis dalam mushaf di zaman Khalifah

Utsman ibn Affan itu.26

Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Ali ibn Abi Thalib

memperhatikan orang-orang asing yang sengaja menodai kemurnian bahasa Arab,

sebab Ali ibn Abi Thalib sering mendengarkan sesuatu yang menimbulkan

kerusakan bahasa Arab. Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu al-Aswad ad-

Du‟ali untuk membuat sebagian kaidah-kaidah guna memelihara kemurnian

bahasa Arab. Abu al-Aswad ad-Du‟ali menulis pedoman-pedoman serta aturan-

aturan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, Khalifah Ali bin Abi Thalib telah

meletakkan dasar pertama terhadap ilmu, yang sekarang dikenal dengan nama

Ilmu Nahwu atau Ilmu I‟rabil Qur‟an.27

Pada Masa Bani Umayyah tulisan al-Quran masih sangat sederhana

(gundul), kecuali setelah Abu al-Aswad ad-Du‟ali diperintahkan oleh Ziyad ibn

Abihi seorang gubernur di Basrah (55 H) pada masa kepemimpinan Mu‟awiyah

ibn Abu Sufyan (41- 60 H/661-683)28

telah memerintahkan kepada Abu al-Aswad

ad-Du‟ali untuk menciptakan syakal-syakal yang berfungsi untuk membuktikan

adanya huruf hidup kemudian disempurnakan oleh kedua muridnya, yaitu Nashr

ibn Ashim al –Laitsi (w.707 M) dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi (w.

708 M) yang diperintahkan oleh al-Hajjaj ibn Yusuf as-Tsaqafi (694-914 M)

seorang gubernur bawahan dari Irak oleh Abdul Malik ibn Marwan (65-86 H/685-

25

Muhammad Quraish Shihab, Sejarah dan Ulumul Quran (Jakarta: Pustaka Firdaus,

1999), h. 31.

26

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 73. 27

Abdul Djalal, Ulumul qur‟an, h. 29.

28

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 61. Abu Abdullah al-Zanjani, Wawasan Baru

Tarikh al-Quran, Penj. Kamaluddin Marzuki Anwar dan A Qurthubi Hassan (Bandung: Mizan,

1993), h. 144-147.

Page 25: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

12

705 H). Al- Hajjaj ibn Yusuf as-Tsaqafi memerintahkan kepada Nashr ibn Ashim

al-Laitsi dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi untuk menciptakan titik-titik

(berupa diagonal) pada huruf-huruf al-Quran sebagai pembeda antara huruf Ba,

Ta, Tsa dan seterusnya,29

kemudian disempurnakan lagi oleh al-Khalil ibn Ahmad

al-Farahidi al-Busairi (170 H/786 M) sistem yang digunakan al-Khalil ibn Ahmad

al-Farahidi al-Busairi masih berpegang teguh pada sistem penitikan Abu al-Aswad

ad-Du‟ali, Nashr ibn Ashim al-Laitsi dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi.

Namun, al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi al-Busairi menempatkan kembali titik-

titik pembeda seperti yang dilakukan oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali untuk huruf-

huruf yang bersamaan bentuknya dengan menggunakan satu jenis warna tinta.30

Dari beberapa peristiwa di atas, skripsi ini berupaya menelusuri kontribusi

peran Abu al-Aswad ad-Du‟ali dalam proses pemberian titik (nuqthah) pada

huruf-huruf al-Quran. Kajian ini mengambil kasus salah baca lahn orang-orang

Ajam dalam membaca al-Quran oleh karena itu skripsi ini diberi judul

“PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-

QURAN OLEH ABU AL-ASWAD AD-DU’ALI.”

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan judul skripsi yang penulis ambil, yaitu Proses Pemberian

Titik (Nuqthah) pada Huruf-Huruf Al-Quran: Abu al-Aswad ad-Du‟ali (10

Sebelum Hijriyah sampai 69 H/611-688 M), maka objek yang menjadi kajian

dalam skripsi ini ialah: Pertama, cara orang Arab membaca dan menuliskan al-

Quran pada masa Rasulullah saw. Kedua, perkembangan penulisan al-Quran pada

masa Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar as-Siddiq, Umar ibn Khattab, Ali ibn

Abi Thalib, Utsman ibn Affan dan ketika berada di tangan istri Rasulullah saw

yaitu Hafshah binti Umar ibn Khattab. Ketiga, Peran Abu al-Aswad ad-Du‟ali

dalam memberikan titik (nuqthah) pada huruf-huruf al-Quran.

29

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 66.

30

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 68.

Page 26: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

13

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Sebelum melakukan perumusan masalah, penulis terlebih dahulu

membatasi masalah penulisan karya ilmiah ini agar pembahasannya tidak

melebar. Setelah itu, penulis membatasi pembahasannya hanya pada lingkup

Proses Pemberian Titik (Nuqthah) pada Huruf-huruf Al-Quran oleh Abu al-Aswad

ad-Du‟ali (10 Sebelum Hijriyah sampai 69 H/ 611-688 M). Penulis merumuskan

masalahnya sebagai berikut, agar skiripsi ini dapat menjawab pertanyaan:

1. Siapa Abu al-Aswad ad-Du‟ali ?

2. Bagaimana proses pengumpulan al-Quran mulai dari masa Rasulullah

saw sampai Bani Abbas?

3. Apa peran Abu al-Aswad ad-Du‟ali dalam ilmu nahwu dan proses

perumusan titik (nuqthah) pada al-Quran ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat dari penelitian karya ilmiah ini adalah:

1. Untuk mengetahui siapa Abu al-Aswad ad-Du‟ali.

2. Untuk mengetahui proses pengumpulan al-Quran mulai dari masa

Rasulullah saw sampai Bani Abbas.

3. Untuk mengetahui peran Abu al-Aswad ad-Du‟ali dalam ilmu nahwu dan

proses perumusan titik (nuqthah) pada huruf-huruf al-Quran.

E. Tinjauan Pustaka

D.Sirojuddin Ar. Seni Kaligrafi Islam,(Jakarta: Panjimas, 1987).

Buku ini menjelaskan tentang keistimewaan huruf Arab, pertumbuhan

kaligrafi Arab, perkembangan khat Kufi dan Tahrir, dan syakal dalam mushaf al-

Quran yang dirumuskan oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali, nuqthah atau i‟jam yang

dilanjutkan oleh dua murid Abu al-Aswad ad-Du‟ali yaitu: Nashr ibn Ashim al-

Laitsi (707 M) dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi (w 708 M), terjadi pada

masa pemerintahan Bani Umayyah yang di bawah kepemimpinan Abdul Malik

ibn Marwan (65-86 H/ 685-705 M). Sejarah Islam mencatat , bahwa masalah di

atas telah dipecahkan di tangan al- Hajjaj ibn Yusuf as-Tsaqafi, seorang gubernur

Page 27: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

14

bawahan dari Irak oleh Abdul Malik ibn Marwan. Kekuasaannya membentang di

bagian Timur imperium Muslim (694/714 M), sekaligus yang menginstruksikan

kepada Nashr bin Ashim al-Laitsi dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi

untuk mendokumentasikan suatu sistem baru berupa tanda-tanda yang serupa

dengan cara-cara yang pernah ditempuh oleh Abu al- Aswad ad-Du‟ali

sebelumnya. Tanda-tanda yang dirumuskan Abu al-Aswad ad-Du‟ali berfungsi

sebagai tanda huruf hidup (harakat), sedangkan yang dilakukan oleh kedua

muridnya tersebut berfungsi sebagai pembeda huruf-huruf anatara Ba, Ta, Tsa,

dan seterusnya dan disempurnakan lagi oleh al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi al-

Busairi.

Abdul Karim Husain, Seni Kaligrafi Khat Naskah Tuntunan Menulis

Halus Arab dengan Metode Komparatif, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, t.th).

Buku ini pada dasarnya, menyajikan teknik atau metode yang mudah

dalam menulis halus huruf Arab. Hal yang bersifat uraian sejarah perkembangan

tulisan Arab dimaksud sebagai pengantar dalam memahami seni kaligrafi, sebagai

cabang kesenian yang sedang berkembang. Namun, penulis menemukan bahasan

pokok, khususnya yang berhubungan dengan judul skripsi yang penulis ambil

tersedia dalam buku ini mulai dari huruf Arab: Pertumbuhan dan perkembangan

huruf Arab, penyempurnan tulisan Arab, menciptakan syakal dan harakat oleh

Abu al-Aswad ad-Du‟ali, membedakan huruf yang sama dengan garis oleh Nashr

ibn Ashim al-Laitsi dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi, membalik tanda-

tanda huruf yang ada pada al-Quran oleh al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi al-

Busairi dan perkembangan model tulisan Arab.

Manna‟ al-Qaththan, Penerjemah Anunur Rafiq el-Mazni, Pengantar

Studi Ilmu al-Quran, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005).

Buku ini menjelaskan tentang Ulumul Quran dan sejarah perkembangan

al-Quran, dimulai dari turunnya wahyu ayat Makki dan Madani, Asbab an-Nuzul,

turunnya al-Quran, pengumpulan dan penertiban al-Quran. Intinya yang berkaitan

dengan al-Quran dibahas dalam buku ini, baik yang klasik maupun kontemporer.

Hal yang berkaitan dengan judul skripsi yang penulis ambil tercantum juga dalam

buku ini.

Page 28: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

15

F. Metode Penelitian

Penelitian ini di tulis dengan menggunakan metode research library (UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pesantren LEMKA, Sukabumi) dan melalui akses

internet berupa jurnal dan artikel. Kemudian, data-data yang diperoleh dari satu

sumber tersebut akan dianalisa melalui beberapa tahap: Pertama penulis

menggunakan metode deskriptis analitis, yaitu menganalisis hasil yang telah

didapat dari hasil penelitian. Kedua, verifikasi, yaitu suatu kritik sejarah baik

secara intern maupun ekstern. Kritik Intern, adalah menguji dan mengungkap

keabsahan atau kebenaran sumber yang terdapat dalam penelitian, sedangkan

kritik ekstern adalah menguji otentitas atau keaslian sumber yang terdapat dalam

penelitian. Ketiga, Interpretasi yaitu memberi penafsiran terhadap fakta sejarah

pada tahap ini akan tergambar dari fakta-fakta tersebut cerminan peristiwa masa

lampau.

Keempat, atau tahapan yang terakhir adalah proses historiografi, yaitu

merekontruksi peristiwa sejarah melalui penulisan sejarah. Menarik kesimpulan

dari penelitian yang telah dilakukan. Sebagai pedoman dalam teknik penulisan

karya ilmiah ini, penulis merujuk pada buku Pedoman Penulisan karya Ilmiah

(Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang dituliskan oleh ceqda, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Kerangka Teori

D.Sirojuddin Ar. Seni Kaligrafi Islam, (Jakarta: Panjimas, 1987).

Dalam membahas permasalahan di atas, sudah tentu akan menggunakan

pendekatan konsep pemikiran tertentu sebagai penguat ataupun penunjang

masalah yang diajukan. Penulis mengutip teori dari D. Sirajuddin AR

mengatakan bahwa budaya penulisan Arab atau yang disebut dengan khat/

kaligrafi sudah ada sebelum datangnya kitab suci al-Quran yang dibawa oleh

Rasulullah saw. Jauh sebelum Islam dan al-Qur‟an datang, bangsa Arab kuno

sebenarnya sudah mengenal tulisan, namun hanya segelintir orang. Bangsa Arab

kuno adalah bangsa yang memiliki budaya retorika, yaitu tradisi memberikan

Page 29: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

16

informasi dari mulut ke mulut. Setelah kedatangan Islam bangsa Arab mulai

mengenal dan menggeluti budaya penulisan Arab (kaligrafi).

Ibnu Jazari, Muhammad ibn Ahmad, al-Nasyir fi al-Qira‟at al-Asyr, w.

833 H. ed, Ali Muhammad al-Dlabba‟ (Kairo: al-Maktabah al-Tijariyyah al-

Kubra, t.th).

Nama lengkap dari Ibnu Jazari adalah Muhammad ibn Muhammad yang

ahli dalam ilmu qira‟at dan tajwid. Dia mengatakan bahwa para pejabat saat itu

dengan sengaja tidak menggunakan tanda baca dengan alasan untuk menghindari

terjadinya kesalahan dalam penulisan, oleh sebab itu mereka mengandalkan

pendengaran dan merasa cukup mendengar ayat-ayat al-Quran dari Rasulullah

saw, kemudian menghafalnya.

Muhammad Abd al-„Azhim al- Zarqani, al-Manahil al-Irfani fi Ulum al-

Quran, (Bairut: Dar al-Fikr, 1414 H).

Zarqani mendukung pendapat Ibnu Jazari. Zarqani berkata, Pada saat itu

mereka menulis kalimat-kalimat al-Quran tanpa titik dan tanda supaya tidak

terjadi kesalahan. Bacaannya menggunakan tolok ukur hafalan-hafalan dan

melalui pendengaran.

C. Israr, Teks Klasik Sampai ke Kaligrafi Arab (Jakarta: Yayasan

Masagung. 1985).

Hal yang serupa juga dinyatakan juga oleh C. Israr, dia menyatakan bahwa

pada zaman Jahiliyah budaya penulisan Arab tidak begitu berkembang karena

sebahagian penduduk Hijaz dan Badui yang masih memiliki tradisi hidup

berpindah-pindah tempat (nomaden) dan masih dominan dengan kebiasan bersyair

dan berorator. Syair-syair yang bagus dapat mengangkat derajat keluarga dan

kabilah si penyair. Hal yang mendorong budaya penulisan kaligrafi Arab sebelum

Islam adalah adanya suatu tradisi tahunan berupa perlombaan pidato dan syair

yang diadakan setiap bulan Zulqaidah. Perlombaan tersebut diikuti oleh para

penyair terkenal disetiap kabilah, syair-syair yang terbaik dijadikan pemenang dan

kemudian dituliskan dengan tinta emas di atas sehelai sutera dan digantungkan

didinding Ka‟bah, yang disebut dengan Mu‟allaqat. Disamping itu, adanya tradisi

mu‟allaqat sebagai hal yang mendorong budaya penulisan dan kebiasaan orang

Page 30: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

17

Arab yang gemar berniaga tidak lepas dari pengaruh budaya penulisan.

Kedatangan al-Quran dapat merubah budaya bangsa Arab kuno menjadikan

bangsa Arab yang gemar menulis.

Ilham Khoiri R. Al-Quran dan Kaligrafi Arab:Peran Kitab Suci dalam

Transformasi Budaya, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999).

Teori ini juga dikuatkan oleh Ilham Khoiri, dia menyatakan bahwa

sebenarnya tradisi penulisan pra-Islam sudah ada, namun tidak begitu dominan

karena pada masa itu tradisi retorika dan folklore yang sangat berkembang

dikalangan bangsa Arab kuno. Setelah datangnya peradaban baru yaitu datangnya

Islam, bangsa Arab mulai mengenal tradisi penulisan.

H. Sistematika Penulisan

Penulis membagi sistematika penulisan karya ilmiah ini dalam beberapa

bab, sebagai berikut:

Pada Bab I, Pendahuluan ini memuat latar belakang masalah, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode

penelitian, kerangka teori, dan sistematika penulisan.

Bab II, Biografi Singkat Abu al-Aswad ad-Du‟ali ini memuat: Nama dan

Nasab, Parkataan Ulama terhadap Abu al-Aswad ad-Du‟ali, dan murid-murid dari

Abu al-Aswad ad-Du‟ali di antaranya: Nashr ibn Ashim al-Laitsi, Yahya ibn

Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi, Abdurrahman ibn Hurmuz.

Bab III, Pengumpulan al-Quran ini memuat bagian: Al-Quran Masa

Rasulullah saw: Pengumpulan al-Quran dalam konteks hafalan, Pengumpulan al-

Quran dalam konteks penulisan. Pengumpulan Al-Quran pada masa Khulafaur

Rasyidin: Khalifah Abu Bakar as-Siddiq (11-13 H/632-634 H), Khalifah Umar

ibn Khattab (13-23 H/634-644 M), Khalifah Utsman ibn Affan (644-656 M),

Khalifah Ali ibn Abi Thalib (35-41 H/656-661 M). Penulisan Mushaf Al-Quran

pada masa Bani Umayyah: Marwan ibn al-Hakam (64-65 H/683-685 M), Abu al-

Aswad ad-Du‟ali (69 H/611-688 M), Penulisan al-Quran masa Bani Abbas: Al-

Khalil ibn Ahmad al-Farahidi al-Busairi (170 H/786 M).

Page 31: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

18

Bab IV Peran Abu al-Aswad ad-Du‟ali dalam ilmu nahwu dan Proses

Pemberian Titik-titik (Nuqthah) pada Huruf-Huruf Al-Qur‟an: A. Lahn dalam

memberi Titik (nuqthah) pada al-Quran. B. Upaya yang dilakukan oleh Abu al-

Aswad ad-Du‟ali dalam memperbaiki Lahn. C. Respons Masyarakat D. Nashr ibn

Ashim al-Laitsi (w. 707 M) dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi (w.708 M),

E. Al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi al-Busairi (170 H/ 786 M).

Bab V Penutup ini memuat Kesimpulan dan Saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 32: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

20

BAB II

BIOGRAFI SINGKAT ABU-AL-ASWAD AD-DU’ALI

A. Nama dan Nasab Abu al-Aswad ad-Du’ali

Nama lengkapnya ialah Dzalam ibn Amru ibn Sufyan ibn Jandal ibn

Yu‟mar ibn Du‟ali.31

Abu Aswad ad-Du‟ali biasa dipanggil dengan nama kuniah

(panggilan) Abu Aswad, dikenal nama Du‟ali karena dinisbatkan kepada kabilah

Dual dari Bani Kinanah.32

Abu al-Aswad ad-Du‟ali lahir pada tahun 603 M di

Basrah dan wafat di Basrah juga 69 H.33

Abu al-Aswad ad-Du‟ali dilahirkan pada

zaman Jahiliyah yakni setahun sebelum Hijrah, dia masuk Islam di akhir masa

kenabian, namun tak sempat melihat Rasulullah saw.34

Abu al-Aswad ad-Du‟ali merupakan seorang tabi‟in, murid sekaligus

sahabat Khalifah ke empat, yaitu Ali ibn Abi Thalib. Abu Aswad adalah tokoh

penemu tata bahasa Arab (Nahwu dan Sharf).35

Abu al-Aswad ad-Du‟ali

dikaruniai dua anak laki-laki yaitu Atha‟ dan Harb serta dua anak perempuan.36

Di

antara lantunan syair Abu al-Aswad ad-Du‟ali yang populer ialah:37

”Janganlah melarang sesuatu padahal kamu melakukannya,

Lebih baik kamu melakukan sesuatu yang mulia.”

31Muhammad Said Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul

Amru Harahap dan Achmad Faozan (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007), h. 376. 32

Bisa dibaca Duali atau Daili, dikutip dari Muhammad Said Mursi, Tokoh-tokoh Besar

Islam Sepanjang Sejarah, h. 377.

33

Dolla Sobari, Periodisasi Tokoh Ilmu Nahwu Aliran Basrah, Program Studi Bahasa dan

Sastra Arab Fakultas Adab dan Budaya Islam UIN Raden Fatah Palembang, h. 6.TAMADDUN,

2014-jurnal.radenfatah.ac.id. http://www. Al-Arabiyyah. Com/20015/05/ Abu al- Aswad-ad-

Du‟ali, penemu-ilmu- nahwu. html. dan https.//www. Kisahislam.net/2012/05/23/kisah-tabiin-abu-

al-aswad-ad-duali/.

34

Muhammad Said Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul

Amru Harahap dan Achmad Faozan, h. 377.

35

Kamil al-Baba, Alih Bahasa dan Kata Pengantar D. Sirojuddin AR. Dinamika Kaligrafi

Arab (Kepustakaan Pesantren Sukabumi LEMKA, 1989), h. 43. Moch. Syarif Hidayatullah,

Cakrawala Linguistik Arab (Tangerang Selatan: al-Kitabah, 2012), h. 21.

36

Dalam buku Al-Thahthawiy, Nasy ah al-Lughah, t.t.h. 9. Bahwa nama putri Abu al-

Aswad ad-Du‟ali disebutkan hanya menggunakan lafadz bintu, suatu peristiwa ketika putrinya

salah ucap dalam menunjukkan at- ta‟ajjub atau kekagumanya kepada bintang-bintang yang

berada di langit, hal inilah yang memotivasi Abu al-Aswad ad-Du‟ali untuk

mempelajari/memperdalam ilmu nahwu.

37

Muhammad Said Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul

Amru Harahap dan Achmad Faozan, h. 377.

Page 33: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

21

Abu al-Aswad ad-Du‟ali wafat pada usia delapan puluh lima tahun, ketika

terjadi wabah pes namun adapula yang mengatakan bahwa ia wafat sebelum

terjadinya wabah pes.38

Dalam buku Muhammad Sa‟id Mursi yang berjudul Abu al-Aswad ad-

Du‟ali Fil Mizan, ada tujuh belas riwayat mengenai nasab Abu al-Aswad ad-

Du‟ali, di antaranya:39

Pertama, riwayat al-Baghdadi, yaitu Dzhalam ibn Amru ibn Sufyan ibn

Jandal ibn Ya‟mar ibn Halas ibn Nifa‟ah ibn „Adiy ibn Bakr ibn Abdul Manah ibn

Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah ibn Ilyas ibn Naha ibn Niza.

Kedua, riwayat dari Jahizh, yaitu Dzhalam ibn Amru ibn Sufyan ibn

Ya‟mar ibn Halas ibn Nifa‟ah ibn „Adiy ibn Da‟il ibn Bakr ibn Abdi Manah ibn

Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah ibn Ilyas ibn Naha ibn Niza.

Ketiga, riwayat dari as-Sirafi, yaitu Dzhalam ibn Amru ibn Sufyan ibn

Umar ibn Halas ibn Nifa‟ah ibn „Adiy ibn Da‟il ibn Bakr ibn Kinanah.

Keempat, riwayat dari Ibnu Sa‟ad, yaitu Dzhalam ibn Amru ibn Sufyan

ibn Umar ibn Halas ibn Nifa‟ah ibn „Adiy ibn Da‟il ibn Bakr ibn Abdi Manah ibn

Kinanah.

Kelima, riwayat dari Ibnu Katsir, yaitu Dzhalam ibn Amru ibn Sufyan ibn

Jandal ibn Umar ibn Halas ibn Nifa‟ah ibn Adiy ibn Da‟il ibn Bakr ibn Abdi

Manah ibn Kinanah.

Keenam, riwayat dari al-Qafthi Dzhalam ibn Amru ibn Sufyan ibn Jandal

ibn Umar ibn „Adiy ibn Da‟il ibn Bakar ibn Kinanah ibn kinanah

Ketujuh, riwayat dari Ibnu Manshur, yaitu Dzhalam ibn Amru ibn Sufyan

ibn Jandal ibn Umar ibn „Adiy ibn ibn Da‟il ibn Bakr ibn Kinanah.

Kedelapan, riwayat dari Yasin, yaitu Dzhalam ibn Amru ibn Sufyan ibn

Jandal ibn Umar ibn „Adiy ibn Da‟il ibn Bakr ibn Abdi Manah ibn Mudrikah.

38

Rahmap, Aliran Basrah: Sejarah Lahir, Tokoh, dan Karakteristiknya. (Dosen tetap

Jurusan PBA Fakultas Tarbiyah IAIN Pontianak, at-Turats, 2014), h. 7. jurnaliainpontianak.or.id.

Dolla Sobari, Periodisasi Tokoh Ilmu Nahwu Aliran Basrah, Program Studi Bahasa dan Sastra

Arab Fakultas Adab dan Budaya Islam UIN Raden Fatah Palembang. TAMADDUN, 2014 -

jurnal.radenfatah.ac.id

39

Muhammad Mansur, Abu al-Aswad ad- Du‟ali fil Midzan (Iran: Maktab al-I‟lam al-

Islami, Markaz Nasir, 1376), h. 67-68.

Page 34: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

22

Kesembilan, riwayat dari Wazir al-Bakri, yaitu Dzhalam ibn Amru ibn

Sufyan ibn Bakr ibn Abdi Manah ibn Kinanah ibn Khuzaimah.

Kesepuluh, riwayat dari Ibnu Juzdi, yaitu, yaitu Dzhalam ibn Amru ibn

Sufyan ibn kinanah.

Kesebelas, riwayat at-Thusi, yaitu Dzhalam ibn Amru ibn Sufyan ibn

Yu‟mar.

Keduabelas, riwayat Qufthi, yaitu Dzalam ibn Amru ibn Sufyan ibn Bakr

ibn Da‟il ibn Bakr ibn Abdi Manah ibn Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah.

Ketigabelas, riwayat dari al-Abdi, yaitu Dzhalam ibn Zhalim.

Keempatbelas, riwayat dari al-Kasy, yaitu Dzhalam ibn Sariq.

Kelimabelas, riwayat dari al-Kasy, yaitu Dzhalam ibn Amru ibn Halas ibn

ibn „Adiy ibn Da‟il ibn Bakr ibn Khuzaimah ibn Mudrikah

Keenambelas, riwayat dari al-Kasy, yaitu Dzhalam ibn Amru ibn Halas

Ketujuhbelas, riwayat dari al-Kasy, yaitu Sariq ibn Dzhalam.

Abu al-Aswad ad-Du‟ali pernah menjabat sebagai hakim di Basrah pada

masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Khattab (13- 23 H/634-644 M). Imam

Jahizh berkata: “Dia seorang hakim yang adil, bijaksana dan berakhlak mulia.”

Meriwayatkan hadits dari Umar, Ibnu Abbas, Abi Dzar, Lalu meriwayatkan

darinya Ibnu Buraidah, Akhnas, Saad Rabiyah, Ibnu Harmaz, Nasir bin Ashim,

Maimun Akran, Ibnu Raqisy dan lainnya.40

Abu al-Aswad ad-Du‟ali diangkat sebagai gubernur di Basrah oleh Ali ibn

Abi Thalib (35-41 H/656-661M). Abu al-Aswad ad-Du‟ali pernah ikut dalam

peperangan Jamal (Jumadil Akhir, tahun 36 H, berlangsung selama tujuh bulan,

dalam rentang waktu itu terjadi 90 kali kontak senjata, diantara korban terbunuh

dari tentara Ali ibn Abi Thalib adalah Ammar ibn Yasir r.a, seorang sahabat

terkemuka),41

perang Siffin (10 Shafar 37 H tanda-tanda kemenangan berada

dipihak Ali ibn Abi Thalib, namun pertempuran dihentikan setelah kedua kubu

sepakat melakukan genjatan senjata. Hal itu terjadi pada hari Rabu, 13 hari

40

Muhammad Said Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul

Amru Harahap dan Achmad Faozan, h. 377.

41

Ibrahim al-Qiraibi, Tarikh Khulafa‟/Asy Syifa Fi Tarikh al-Khulafa‟, Penj. Haris

Khairul Anam (Jakarta: Qisthi Press, 2009), h. 831.

Page 35: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

23

sebelum bulan Shafar berakhir, tahun 37 H). Mereka sepakat mengirimkan

mediator untuk bertemu di Daumatul Jandal pada bulan Ramdhan, kedua pasukan

pun kembali ke wilayah masing-masing)42

bersama Khalifah Ali ibn Abi Thalib

dan termasuk sebagai juru runding dalam perang Jamal Sebelum Abu al-Aswad

ad-Du‟ali menggeluti ilmu nahwu, Abu al-Aswad ad-Du‟ali memang banyak

berkiprah di dunia perpolitikan.43

Abu al-Aswad ad-Du‟ali juga pernah diutus oleh

sahabat Rasulullah saw, yaitu Abdullah ibn Abbas sebagai panglima perang untuk

memerangi kaum Khawarij 44

(Khawarijlah yang mendorong Ali ibn Abi Thalib

untuk menerima ajakan arbitrase (tahkim) terlebih dahulu. Ali ibn Abi Thalib

mengutus Abdullah ibn Abbas r.a sebagai mediator (hakim). Namun, Khawarij

tidak setuju dengan alasan bahwa Ibnu Abbas adalah orang terdekat Ali ibn Abi

Thalib. Khawarij pun mendesak Ali ibn Abi Thalib untuk mengutus Abu Musa

Asy‟ari untuk memutuskan sengketa berdasarkan pada Kitab Allah. Namun, yang

terjadi tidak sesuai dengan keinginan Khawarij, inilah penyebab mereka keluar

dari barisan Ali ibn Abi Thalib dan berkata: “Ali ibn Abi Thalib menyerahkan

keputusan hukum pada manusia? Tak ada hukum kecuali hukum Allah.”

Akhirnya, Khawarij bermarkas di Naharawan, yang terdiri dari beberapa

kelompok/sekte dan sepakat untuk tidak mengakui kekhalifahan Utsman ibn

Affan dan Ali ibn Abi Thalib).45

Abu al-Aswad ad-Du‟ali adalah orang yang pertama mengumpulkan

mushaf dan peletak kaidah-kaidah nahwu, atas rekomendasi Ali ibn Abi Thalib.

Sasaran pertama Abu al-Aswad ad-Du‟ali adalah mengumpulkan mushaf-mushaf

al-Quran, karena di sinilah letak kekhawatiran salah baca, Abu al-Aswad ad-

Du‟ali jugalah orang yang pertama kali merumuskan tanda-tanda baca atau

rumus-rumus pembeda (diacritical marks), yang berupa titik-titik pada tulisan al-

Quran dengan menggunakan tinta (berwarna merah) yang berbeda dengan tulisan

42

Ibrahim al-Qiraibi, Tarikh Khulafa‟/Asy Syifa Fi Tarikh al-Khulafa,‟ Penj. Haris Khairul

Anam, h. 831.

43

http://www. al-Arabiyyah. Com/20015/05/ Abu al- Aswad-ad-Du‟ali, penemu-ilmu-

nahwu. html.

44

Muhammad Said Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul

Amru Harahap dan Achmad Faozan, h. 377.

45

Ibrahim al-Qiraibi, Tarikh Khulafa‟/Asy Syifa Fi Tarikh al-Khulafa‟, Penj. Haris

Khairul Anam, h. 839.

Page 36: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

24

pokok mushaf al-Quran (umumnya berwarna hitam) yang terjadi pada permulaan

Bani Umayyah di bawah kepemimpinan Mu‟awiyah ibn Abu Sufyan (40- 60 H),

Ziyad ibn Abihi, seorang gubernur Basrah (55 H) telah memerintahkan kepada

Abu al Aswad ad-Du‟ali untuk menciptakan syakal-syakal guna membuktikan

adanya huruf hidup namun syakal-syakal atau harakat tersebut masih berbentuk

titik-titik.46

Usaha yang dirintis oleh Abu al-Aswad ini akhirnya disempurnakan

oleh kedua muridnya diakhir kurun pertama Hijriyah, yaitu Nashr ibn Ashim al-

Laitsi (707 M), dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi (708 M) atas perintah

al-Hajjaj ibn Yusuf as-Tsaqafi 47

seorang gubernur bawahan dari Irak (694-714

M) terjadi pada masa Bani Umayyah di bawah kepemimpinan Malik ibn Marwan

(65-86 H/685-705 M),48

penyempurnaan terakhir terjadi pada masa permulaan

Bani Abbas oleh al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi al-Busairi (170 H/786 M).49

Dalam riwayat al-Zubaidi,50

“Dijelaskan bahwa Abu al-Aswad ad-Du‟ali

dan Nashr ibn Ashim al-Laitsi, Abdurrahman ibn Hurmuz telah menyusun materi

nahwu dalam beberapa bab yaitu: Awamil al-Rafa, al-Nashb, al-Khafad, al-Jazm,

bab al-Fa‟il, maful bihi,at-Taajjub dan al-Mudhaf.51

Nashr ibn Ashim al-Laitsi

menambahkan penyusunan ilmu nahwu yaitu: ar-Rafa‟, an-Nashb, al-Jar at-

Tanwin, dan al-I‟rab."52

Adapun peran Abu al-Aswad ad-Du‟ali dalam ilmu nahwu yaitu ketika

Islam datang dan menyebar ke negeri Persia dan Romawi, maka terjadilah

pernikahan orang Arab dan orang Ajam, serta terjadi perdagangan, dan

pendidikan, mejadikan bahasa Arab bercampur-baur dengan bahasa Ajam, orang

yang fasih bahasanya menjadi jelek dan banyak terjadi salah ucap, sehingga

keindahan bahasa Arab menjadi hilang. Kondisi inilah yang mendorong adanya

46

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 65.

47

Hajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqafi adalah seorang gubernur bawahan Abdul Malik ibn

Marwan (694-714 M). Didin Sirajuddin AR, Diktat Kuliah Seni Kaligrafi Islam, 66. 48

D.Sirojuddin AR, Kuliah Seni Kaligrafi Islam, h. 66.

49

D. Sirojuddin, Seni Kaligrafi Islam (Jakarta: Panjimas, 1987), h. 68.

50

Al-Zubaidi, pengarang kitab Thabaqat al-Nahwiyyin wa al-Lughawiyah (Mesir, Dar al-

Ma‟arifat). Dikisahkan bahwa al-Zubaidi adalah seorang tokoh ilmu nahwu yang gigih. Diakses

dari https: //muslim .or.id>18868. Meneladani semangat para ulama dalam menuntut ilmu.

51

Syauqi Dhaif, al-Madaris an-Nahwuiya (Kairo: Dar al-Ma‟arif, 1968), h. 16.

52

Abdul Hadi al-Fadli, Marakiz al-Dirasat al-Nahwuiyah (Urdun: Maktabah al-Manar,

1986), h. 27.

Page 37: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

25

pembuatan kaidah-kaidah yang disimpulkan dalam mengharakati bahasa Arab,

sehingga muncullah ilmu yang pertama kalinya berfungsi untuk menyelamatkan

bahasa Arab dari kerusakan. Para ulama memikirkan perhatian terhadap al-Quran

telah mendorong mereka untuk merumuskan pengetahuan yang tekait dengan,

ilmu bacaannya (ilmu qira‟at), termasuk ilmu nahwu.

Nahwu lahir dan berkembang di Basrah, kemudian meluas di Kufah,

Baghdad, Mesir, dan Andalusia yang kemudian kota-kota ini menjadi pusat

mushaf-mushaf nahwu yang dikenal sampai saat ini. Mushaf-mushaf nahwu yang

telah disebutkan, mushaf Basrah dan Kufah yang lebih dominan dan bersaing

sehingga melahirkan teori-teori dan metodenya sendiri-sendiri.53

Ada dua faktor yang menjadi sebab utama lahir dan berkembangnya ilmu

nahwu, yaitu: Faktor sosial masyarakat dan faktor peradaban.54

Pertama, Faktor

sosial masyarakat di sini adalah adanya kesalahan berbahasa yang timbul dari

sebagian masyarakat, baik dari sisi pengucapan maupun penulisan.

Seiring dengan meluasnya wilayah Islam semakin banyak pula

percampuran orang Arab Asli dan orang Ajam, mereka menggunakan bahasa Arab

dalam percakapan mereka, dan dari sinilah mulai terlihat penyimpangan dalam

bahasa Arab. Kondisi tersebut sangat mengganggu dan menimbulkan banyak

kekhawatiran di antara para pemikir Arab, sehingga para ulama berusaha

menemukan solusi dari masalah yang jika dibiarkan akan mempengerahi

kelestarian bahasa Arab itu sendiri. Ali ibn Abi Thalib salah satu orang yang

paling bertanggung jawab pada hal tersebut, karena dia adalah seorang Khalifah

saat itu. Ali ibn Abi Thalib adalah orang yang pertama kali memikirkan cara

untuk menyelesaikan masalah tersebut. Terlebih lagi dia adalah orang yang sangat

mengerti tentang Fashahah dan balaghah, akan tetapi karena dia sedang

disibukkan dengan urusan peperangan yang terjadi dalam negeri yang tak bisa

ditingggalkan, maka Khalifah Ali ibn Abi Thalib memilih salah satu dari

muridnya, yaitu Abu al-Aswad ad-Du‟ali.55

Kedua, Faktor Peradaban yaitu

53

Muhammad al-Thahthawiy, Adabiyya: Jurnal Bahasa dan Sastra (Yogyakarta: Fakultas

Adab UIN Sunan Kalijaga . 2009),h. 50. 54

Muhammad Hadi al- Fadli, Marakiz ad-Dirasat an-Nahwiyah, h. 5 55

Abdul Hadi Fadli, Marakiz ad-Dirasat an-Nabwiyah, h. 7.

Page 38: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

26

dikarenakan masa di saat agama Islam masuk dalam dunia Arab. Sejarah

perkembangan ilmu nahwu, sejak dimulai dan dirumuskannya dasar-dasar ilmu

nahwu pada pertengahan abad ke-1 H oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali, ilmu nahwu

telah banyak mengalami perkembangan dan kemajuan pada masa Bani

Abbasiyah, yaitu pertengahan pada abad ke-2 H di Basrah. Kota ini merupakan

center of knowledge and civilization bagi perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya bagi ilmu nahwu. Nama dalam ilmu nahwu terklasifikasikan menjadi

dua arus kelompok besar yaitu, nahwu Basrah yang domotori oleh imam

Sibawaih dan nahwu Kufah yang dimotori oleh Imam Kisa‟i.

Ada beberapa pendapat mengenai sejarah penulisan ilmu nahwu,

diantaranya, yaitu:

1. Ibnu Qutaibah (276 H), ia mengatakan, “Bahwa Abu al-Aswad ad-

Du‟ali adalah orang yang pertama kali menulis kitab tentang ilmu

nahwu setelah Ali ibn Abi Thalib.”56

2. Al-Muzarbani (384 H), ia mengatakan, “Bahwa Abu al-Aswad ad-

Du‟ali berkata: Suatu hari ketika aku pergi menghadap Ali ibn Abi

Thalib, aku melihatnya sedang berpikir keras, kemudian aku

bertanya: Apa yang sedang anda pikirkan wahai Amirul mukminin?

Ali ibn Abi Thalib menjawab, aku telah mendengar begitu banyak

kesalahan bahasa dari orang-orang disekitarku, dan aku benar-

benar ingin menyusun sebuah kitab tentang kalam orang-orang

Arab. Abu al-Aswad ad-Du‟ali berkata: jika anda benar-benar

melakukan hal itu, niscaya anda telah menghidupkan sebuah kaum

dan menjadikan bahasa Arab abadi dalam diri Umat.

Setelah itu, Ali ibn Abi Thalib memberikanku sebuah lembaran yang

bertuliskan:

1. فؼ و اع .Perkataan itu mencakup ism, fi‟il dan hurf : اىل

56

Abdul Hadi Fadli, Marakiz ad-Dirasat an-Nabwiyah, h. 9.

Page 39: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

27

ى غ ا ا دي ػ Ism adalah suatu yang menunjukkan kepada yang : فا الءع

nomina.

2. افؼ دي ػى احشوة ا : Fi‟il adalah sesuatu yang menunjukkan

perbuatan.

ا جاء .3 احشف فؼ ؼى ظ تا ع : Hurf adalah sesuatu yang memiliki

arti namun bukan termasuk ism dan fi‟il.

Setelah itu, Aku (Abu al-Aswad ad-Du‟ali) meminta izin kepada Khalifah

Ali ibn Abi Thalib untuk menulis sesuatu seperti apa yang Ali ibn Abi Thalib

tulis, dan Ali ibn Abi Thalib mengizinkannya. Khalifah Ali ibn Abi Thalib

memberikan banyak masukan, baik itu tambahan maupun pengurangan. Hal inilah

yang akhirnya menjadi dasar-dasar ilmu nahwu..57

Sebelum manghadap kepada Khalifah Ali ibn Abi Thalib, Abu al-Aswad

ad-Du‟ali pernah menyaksikan sendiri kesalahan-kesalahan (Lahn) dalam

pengucapan bahasa Arab, diantaranya adalah Suatu kisah yang dinukil dari Abu

al-Aswad ad-Du‟ali sendiri, bahwasanya ketika sedang berjalan-jalan dengan

putrinya pada malam hari, lalu sang anak menghadapkan wajahnya ke langit dan

menyaksikan betapa indahnya benda-benda yang dilihatnya berupa bintang-

bintang. Kemudian sang anak mengungkapkan perasaan kagumnya dengan

perkataan, اء ا أحغ اغ (apakah yang paling indah dilangit?) tanpa menyadari

bahwa dengan meng-kasrahkan huruf Hamzah berarti menunjukkan kalimat tanya,

sehingga Abu al-Aswad ad-Du‟ali berkata kepada putrinya dengan jawaban,

ا ا تة Sang anaknya menyanggah dengan .(bintang-bintangnya, anakku) ج

mengatakan ااس -Abu al .(Saya hanya ingin mengungkapkan kekaguman) دجااحؼج ا

57

Abdul Hadi Fadli, Marakiz ad-Dirasat an-Nabwiyah, h. 12. Masih banyak lagi riwayat-

riwayat yang menceritakan tentang hal ini, seperti al-Mubrit 9285 H), as-Sujjaji (337 H), Abu

Thayyib al-Lughawi (351 H) Abu al-Barraj al-Ashbihani (356 H), as-Sirafi (378 H), az-Zubaidi

(379 H), Hayan at-Tauhidi (380 H), Ibnu nadhim (385 H), al-Raghib al-Ashfahani (502 H),al-

Khathib at-Tibrizi (502 H), Ibnu al-Anbari (577 H), al-Fakhru al-Razi (616 H), Yaqut al-Hamawi

(626 H), al-Qafathi (645 H), al-Yafi‟I (768 H), Ibnu Katsir (774 H), Ibnu Khaldun (808 H), al-

Qaqasynady (821 H), Ibnu al-Jazari (833 H), Ibnu Hajar al-Asqalani (852 H), as-Suyuti (911

H),al-Baghdadi (1093 H), Abdul Hadi al-Fadli (1996: 10-16).

Page 40: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

28

Aswad ad-Du‟ali mengatakan kepada anaknya, kalau begitu ucapkanlah ا احغ

.(Betapa indahnya langit) اغا ء 58

Pada pagi hari, Abu al-Aswad ad-Du‟ali menghadap Khalifah Ali ibn Abi

Thalib (35-41/656-661 M) dan Abu al-Aswad ad-Du‟ali melaporkan kepada

Khalifah Ali ibn Abi Thalib tentang percakapannya dengan putrinya, intinya

sesuatu yang tidak dipahaminya, maka Ali ibn Abi Thalib berkata “Ini adalah

akibat bercampurnya bahasa Ajam (non-Arab) dan bahasa Arab.” Khalifah Ali

ibn Abi Thalib memerintahkan Abu al-Aswad ad-Du‟ali untuk membuat aturan

bahasa Arab. Abu al-Aswad ad-Du‟ali lalu membeli sehelai kertas dan setelah

beberapa hari Abu al-Aswad ad-Du‟ali menulis di atasnya pembagian kalimat

yang terdiri dari tiga bagian: ism, fi‟il, dan hurf serta ditambah ta‟ajjub kemudian

tulisan itu disodorkannya kepada Ali ibn Abi Thalib, lalu Ali ibn Abi Thalib

berkata “Inha nahwa haadza (buatkan contoh seperti ini) karena itulah ilmu ini

dinamakan dengan Ilmu Nahwu.59

B. Perkataan Ulama terhadap Abu al-Aswad ad-Du’ali

Adapun perkataan para Ulama terhadap Abu al-Aswad ad-Du‟ali di

antaranya:

Abul Hasan Ahmad al-Ijli60

berkata: “Abu al-Aswad ad-Du‟ali adalah

orang yang tsiqah (terpercaya), dan orang yang pertama kali berbicara tentang

ilmu nahwu.”

Al-Waqidi61

berkata: “Abu al-Aswad ad-Du‟ali masuk Islam pada masa

Rasulullah saw masih hidup.”

58

Muhammad al-Thahthawiy, Nasyatu an-Nahwu wa Tarikh Asyhuria an-Nuhah (Mesir:

al-Azhar, 1969 h. 9 59

Muhammad al-Thahthawiy, Nasyatu an-nahwu wa Tarikh Asyhuria an-Nuhah, h. 9.

60

Nama lengkap dari al-Ijli ialah Ahmad ibn Abdillah ibn Shalih Abu Hasan al- Ijli, lebih

dikenal dengan Ahmad al-Ijli, Karya: Tarikh ats-Tsiqah. Abdul Mu‟thi Qal‟ah li (ed,). Beirut Dar

al Kutub al- Ilmiyyah. 1405. ( Dikutip dari buku daftar putaka Ahmad Mahdi, Biografi Rasulullah

saw: Sebuah Studi Analitis berdasarkan sumber-sumber yang otentik dengan judul asli as-Sirah

an-Nabawiyyah fi Dhau‟i al-Mashadir al-Ashliyyah: Dirasah Taliliyyah. Penerjemah Yessi HM

Basyaruddin (Jakarta: Qisthi Press, 2005).

61

Nama lengkap dari al-Waqidi ialah Muhammad ibn Umar ibn al-Waqidi Abu Abdullah

al-Waqidi al-Madaini, al-Waqidi lahir di Madinah, pada tahun 130 H dan wafat di Baghdad pada

tahun 207 H/823 M. Di ambil dari sumber Ahmad Mahdi, Biografi Rasulullah saw: Sebuah Studi

Page 41: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

29

Al-Jahizh62

berkata: “Abu al-Aswad ad-Du‟ali adalah pemuka dalam

tingkat sosial manusia, dia termasuk kalangan ilmu fiqh, penyair, ahli hadits,

orang mulia, ksatria berkuda, pemimpin, orang cerdas, ahli nahwu, pendukung

Ali ibn Abi Thalib.”

C. Sekilas Tentang Profil Murid-murid Abu al-Aswad ad-Du’ali sebagai

berikut:

1. Nashr ibn Ashim al-Laitsi (707 H)

Nama lengkap dari Nashr ibn Ashim al-Laitsi ialah Nashr ibn

Ashim ibn Umar ibn Khalid ibn Hazm ibn As‟ad ibn Wadi‟ah ibn Malik

ibn Qais ibn Amir ibn Laits ibn Bakr ibn Abdi Manah ibn Ali ibn

Kinanah. Hal keturunan atau nasab Nashr ibn Ashim al-Laitsi bertemu

dengan Abu al-Aswad ad-Du‟ali dari Bakr ibn Abdi Manah. Nashr ibn

Ashim al-Laitsi adalah seorang yang faqih dan berpengetahuan di bidang

bahasa Arab, termasuk dari tabi‟in, dia juga termasuk ahli Qari yang

fasih, dalam hal al-Quran dan ilmu nahwu ia menyandarkan pada Abu al-

Aswad ad-Du‟ali. Nashr ibn Ashim al-Laitsi belajar nahwu juga dari

Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi. Nasr ibn Ashim al-Laitsi wafat

pada tahun 89 H/708 M.

Karakteristik periode ini ialah: Pertama, tergabung dalam profesi

ahli Qari dan ahli Hadits. Kedua, memiliki perhatian pada realitas Lahn

dalam kalam Arab dan al-Quran. Ketiga, ada kesepakatan dalam

memberi titik mushaf dengan titik I‟rab. Keempat, terdapat tambahan

Analitis berdasarkan sumber Riyad sumber yang otentik. dengan judul asli as-Sirah an-

Nabawiyyah fi Dhau‟I al-Mashadir al-Ashliyyah: Dirasah Ta‟liliyyah. Penj Yessi HM

Basyaruddin (Jakarta: Qisthi Press, 2005), h.33-34. Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta:

Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I. h. 85-87.

62

Nama lengkap dari al-Jahizh ialah Abu Utsman Amr ibn Bahar al-Kinani Fuqaimi al-

Bashri, lahir, dibesarkan dan wafat di Basrah (164-255 H/ 780-868 M), al-Jahizh berasal dari

keluarga mawali Bani Kinanah, keturunan dari Abyssinia. (diakses dari AQL Islamic Center, al-

Jahizh (164-255 H/780-868 M) published 25 Juli 2015). Al-Jahizh seorang penulis terkenal pada

abad ke-II H tentang prosa kesusastraan, teologi, retorika, filologi dan bidang/social Critism, di

antara karyanya: Kitabul Bayan wal Tabyeen, al-Hayawan. https:www.reseach

chagate.net/profile/Muhammad Yunus Anis/publication Journal CMES Volume. I no. 2 ed Juli-

Desember2013/319553188-Humor-dan-Komedi-dalam-Sebuah-Kilas-Balik-Sejarah-Sastra-

Arab.pdf

Page 42: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

30

atas penyusunan ilmu nahwu yaitu: ar-Rafa‟, an-Nashb, al-Jar at-

Tanwin, dan al-I‟rab. Kelima, belum terdapat peninggalan karya

tersendiri berupa tulisan.63

2. Yahya ibn Ya’mur al-Udwan al-Laitsi (708 H)

Nama lengkap dari Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi yaitu,

Abu Sulaiman ibn Yahya ibn Ya‟mur ibn Wasyqah ibn Auf ibn Bakr ibn

Yaskur ibn Udwan ibn Qais ibn Ilan ibn Mudhar. Yahya ibn Ya‟mur al-

Udwan al-Laitsi berasal dari golongan Bani Laits, dia juga belajar ilmu

nahwu dari Abu al-Aswad ad-Du‟ali tentang memberi titik mushaf pada

titik I‟rab. Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi wafat pada tahun 129

H/747 M.64

3. Abdurrahman ibn Hurmuz (117 H)

Nama lengkap dari Abdurrahman ibn Hurmuz ialah Abu Dawud

Abbdurrahman ibn Hurmuz ibn Abi Sa‟ad al-Madini al-„Araj, wafat pada

tahun 117 H/735 M, dia seorang hamba ibnu Rabi‟ah ibn al-Harits ibn

Abdul Muthalib. Ada beberapa pujian ulama hadits tentang

Abdurrahnman ibn Hurmuz yaitu: Abdullah ibn al-Hai‟ah, Abdullah ibn

Bahinah, Abu Hurairah dan Abdurrahman ibn Abdul Qari.

Karakteristik periode Abdurrahman ibn Hurmuz: Pertama,

tergabung dalam profesi Qari. Para Ulama Basrah secara menyeluruh

sebagai Qari al-Quran dan juga sebagai perawi hadits. Kedua, memberi

perhatian khusus terhadap (Lahn) dalam kalam Arab, dan dalam al-Quran

dan menentang atau menegur fenomena apabila saat itu (Bani Umayyah)

ada orang yang salah baca dalam kitab suci al-Quran, sebab itu jugalah

dia setuju mushaf-mushaf al-Quran diberi titik dengan I‟rab. Ketiga,

awal penyusunan ilmu nahwu mendapat petunjuk dari Ali ibn Abi Thalib

63

Ada beberapa literatur yang membahas tokoh-tokoh ilmu nahwu, baik aliran Basrah

maupun Kufah antara lain, baca Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ikhtiar baru Van

Houve, 1994), Jilid IV, Cet. III, h. 2.

64

Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ikhtiar baru Van Houve, 1994), Jilid IV, Cet. III, h. 2.

Page 43: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

31

yang diawali oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali dan diikuti oleh murid-

muridnya termasuk dirinya sendiri. Keempat, tidak terdapat peninggalan

berupa tulisan atau karya sendiri tentang generasi ini.65

Demikian biografi singkat Abu al-Aswad ad-Du‟ali dan murid-muridnya,

pada bab berikutnya akan dibahas tentang sejarah fase pengumpulan al-Quran

mulai dari zaman Rasulullah sampai pada masa Bani Abbas.

65

Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ikhtiar baru Van Houve, 1994), Jilid IV, Cet. III, h. 2.

Page 44: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

32

BAB III

PENGUMPULAN AL-QURAN

A. Al-Quran Masa Rasulullah saw

Para Ulama mendifinisikan pengumpulan al-Quran (Jam‟ul Quran) terdiri

dari dua pengertian sebagai berikut:66

Pertama, Pengumpulan dalam arti hafazhahu (menghafalnya dalam hati)

huffazhuhu (para penghafalnya, yaitu orang-orang yang menghafalkannya di

dalam hati). Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah SWT kepada

Rasulullah saw, dimana Rasulullah saw senantiasa menggerak-gerakkan kedua

bibir dan lidahnya untuk membaca al-Quran ketika al-Quran itu turun kepada

Rasulullah sebelum Jibril selesai membacakannya.

Artinya: “Janganlah engkau (hai Muhammad) karena hendak

cepat membaca al-Quran yang diturunkan kepadamu menggerakkan

lidahmu membacanya (sebelum selesai dibacakan kepadamu).

Sesungguhnya Kamilah yang berkuasa mengumpulkan al-Quran itu

(dalam dadamu) dan menetapkan bacaannya (pada lidahmu) oleh karena

itu, apabila Kami telah menyempurnakan bacaannya (kepadamu, dengan

perantara malaikat Jibril) maka bacalah menurut bacaannya itu.

Kemudian, sesungguhnya kepada Kamilah terserah urusan menjelaskan

kandungannya (yang memerlukan penjelasan.” (Al-Qiyamah:16-19).

Ibnu Abbas67

meriwayatkan, “Bahwa Rasulullah saw ingin segera

menguasai al-Quran yang diturunkan. Rasulullah saw

66

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni

(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), h. 150. 67

Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Abbas ibn Abdul Muthalib al-Qurasyi al-

Hasyimi, biasa dipanggil Abu Abbas dan digelari Habr al-Ummah (ulama umat), dan Tarjuman

al-Quran (pakar tafsir al-Quran). Ibnu Abbas lahir di Asy-Sya‟ab tahun ke-3 sebelum hijrah

bertepatan dengan pengepungaan orang-orang kafir Quraisy terhadap kaum Muslimin. Rasulullah

saw pernah mendo‟akan Ibnu Abbas: Ya Allah, anugerahilah ia pemahaman yang mendalam

terhadap ajaran agama dan ajarilah ia ilmu takwil (tafsir al-Quran). Pada saat Rasulullah saw

meninggal, Ibnu Abbas masih berusia 13 tahun. Selengkapnya lihat Muhammad Sa‟id Mursi,

Page 45: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

33

menggerakkan kedua lidah dan bibirnya karena takut ayat yang

turun itu akan terlewatkan. Setelah ayat di atas turun, Rasulullah

diam apabila Jibril datang. Redaksi yang berbeda, Rasulullah saw

mendengarkan sesudah Jibril pergi, barulah Rasulullah saw

membacanya sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT.

(HR. Bukhari, Muslim dan yang lain dari Ibnu Abbas).68

Kedua, Pengumpulan dalam arti Kitabuhu Kullihi (penulisan al-Quran

semuanya), baik dengan memisahkan ayat-ayat dan surat-suratnya, dan

menertibkan ayat-ayatnya dan setiap surat ditulis dalam satu lembaran yang

terpisah, serta menertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-lembaran

yang terkumpul untuk menghimpun semua surat, sebagiannya ditulis sesudah

sebagian yang lain.69

1. Pengumpulan al-Quran dalam Konteks Hafalan pada Masa

Rasulullah saw

Ayat-ayat yang hanya dihafal dalam dada, orang yang mula-mula

hafal dan pandai membacanya hanyalah Rasulullah saw. Rasulullah saw

senantiasa menunggu penurunan wahyu dengan rasa rindu, lalu

menghafal dan memahaminya. Al-Quran diturunkan selama dua puluh

tahun lebih. Proses penurunannya terkadang hanya turun satu ayat dan

terkadang turun sampai sepuluh ayat. Setiap kali sebuah ayat turun,

dihafal dalam dada dan diletakkan dalam hati, sebab bangsa Arab secara

qodrati memang mempunyai daya hafal yang sangat kuat. Bangsa Arab

pada umumnya buta huruf, sehingga dalam penulisan syair-syair dan

silsilah mereka dilakukan dengan catatan di hati mereka.70

Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul Amru Harahap dan Achmad Faozan,

h. 112-115. 68

Dikutip dari buku Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur

Rafiq el-Mazni, h. 151.

69

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, h.

151.

70

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, h.

152.

Page 46: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

34

Dalam kitab shahih Bukhari,71

telah mengemukakan

tentang tujuh penghafal al-Quran dengan tiga riwayat

diantaranya: “Abdullah ibn Mas‟ud, Salim ibn Ma‟qil

Maula Abi Khuzaifah, Muadz ibn Jabal, Ubay ibn Ka‟ab,

Zaid ibn Tsabit, Abu Zaid ibn Sakan, dan Abu ad-

Darda‟.”72

Pertama, diriwayatkan dari Abdullah ibn Amr ibn al-

Ash,73

ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw

bersabda, “Ambillah al-Quran dari empat orang

sahabatku yaitu dari Muhajirin Abdullah ibn Mas‟ud,

Salim ibn Ma‟qil Maula Abi Khuzaifah, dari Anshar

Muadz ibn Jabal dan Ubay ibn Ka‟ab.” (HR. Bukhari).74

Kedua, diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata: “Aku

bertanya kepada Anas ibn Malik, Siapakah orang yang

mengumpulkan al-Quran di masa Rasulullah saw? Anas

ibn Malik menjawab, “Empat orang. Semuanya dari kaum

Anshar yaitu, Ubay ibn Ka‟ab, Muadz ibn Jabal, Zaid ibn

Said dan Abu Zaid, Aku bertanya lagi, Abu Zaid itu siapa?

71

Nama lengkapnya Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim Mughirah ibn Bardizbah, biasa

dipanggil Abu Abdullah, terkenal dengan sebutan Bukhari karena dinisbatkan kepada negaranya

Bukhara, lahir pada tahun 194 H di Bukhara Kurasan wafat kurang lebih pada usia 62 tahun di

Khartank Samarkand tahun 256 H, dia orang yang pertama menyusun hadist nabawi dengan

metode yang ia pakai, mengumpulkan 600.000 (enam ratus ribu) hadist dengan perawi tsiqat yang

ditulis dalam kitab Shahih Bukhari selama enam belas tahun. Kitab haditsnya paling tsiqat dari

Kutub as-Sittah. Karya-karyanya: al-Jami‟ as-Shahih, at-Tarikh Kabir, al-Adab al-Mufrad,

Khalqu af‟ali al-Abad.Selengkapnya lihat Muhammad Sa‟id Mursi, Penerjemah Khoirul Amru

Harahap dan Achmad Faozan, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, h. 351-352. 72

Manna‟al-Qaththan, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran ,

h. 152. 73

Nama lengkapnya Abdullah ibn Amr ibn Ash ibn al-Wail al-Qurasyi, lahir 7 sebelum

hijrah dan meninggal di Syam 65 H dalam usia 72 tahun. Abdullah ibn Amr meriwayatkan 700

hadist dari Rasulullah saw. Selengkapnya lihat Muhammad Sa‟id Mursi, Penerjemah Khoirul

Amru Harahap dan Achmad Faozan, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, h. 129. 74

Dikutip dari buku Manna‟al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur

Rafiq el-Mazni, h. 152.

Page 47: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

35

Salah seorang pamanku, jawab Anas ibn Malik.” (HR.

Bukhari).75

Ketiga, diriwayatkan melalui Zaid ibn Tsabit,76

Anas ibn

Malik berkata, “Rasulullah saw wafat sedangkan al-

Quran belum dihafal kecuali oleh empat orang: Abu

Darda, Muadz ibn Jabal, Zaid ibn Tsabit dan Abu Zaid.

(HR. Bukhari).77

Penyebutan para penghafal yang berjumlah tujuh atau delapan

orang di atas tidak berarti pembatasan, maksudnya mereka itulah yang

hafal seluruh isi al-Quran di luar kepala, selalu merujukkan hafalannya di

hadapan Rasulullah saw sedangkan para penghafal al-Quran lainnya yang

berjumlah banyak tidak memenuhi hal-hal tersebut.78

Para sahabat berlomba menghafalkan al-Quran dan mereka

memerintahkan anak-anak dan istri mereka untuk menghafalkannya.

Mereka membacanya dalam shalat di tengah malam. Suatu kisah

Rasulullah saw sering melewati rumah-rumah orang Anshar, lalu

berhenti untuk mendengarkan suara alunan mereka yang sedang

membaca al-Quran.

Menurut Abu Musa al-Asy‟ari,79

bahwasanya Rasulullah saw

berkata kepadanya:

75

Dikutip dari buku Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur

Rafiq el-Mazni, h. 152. 76

Nama lengkapnya adalah Zaid ibn Tsabit ibn Dhahk al-Anshari al Khazraji, biasa

dipanggil Abu Kharijah dan digelari Jami‟ al-Quran al-Karim (penghimpun/penghafal al-Quran),

dia adalah sosok sahabat yang menjadi pemuka ulama di Madinah dalam bidang fiqh, fatwa dan

ilmu Faraidh (waris). Selengkapnya lihat Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam

Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul Amru Harahap dan Achmad Faozan, h. 119-120. 77

Dikutip dari buku Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur

Rafiq el-Mazni, h. 152.

78

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, h. 153.

79Nama lengkapnya Abdullah ibn Qais ibn Sulaim ibn Hadhdhar ibn Harb, dipanggil Abu

Musa, dia berasal dari keturnan Bani al-Asy‟ar dari Qhathan, lahir di Zubaid, Yaman, tahun ke-2

sebelum hijrah dan wafat di Kufah 44 H. Rasulullah saw pernah berkata: Abu Musa telah diberi

karunia suara sebagus suara keluarga Nabi Daud. Setiap kali Umar ibn Khattab melihat Abu

Musa, ia selalu memanggilnya untuk membacakan al-Quran di hadapannya dan mengatakan,

Buatlah aku rindu kepada Tuhan kami, wahai Abu Musa. Abu musa meriwayatkan 355 hadits dari

Page 48: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

36

سأح أا أعحغ مشاءجه اثا سحة مذ أجث ضا سا ضا شاي

دا د.Artinya: “Seandainya engkau melihatku tadi malam, diwaktu aku

mendengarkan engkau membaca al-Quran? sungguh engkau telah diberi

satu seruling dari seruling Nabi Daud.”80

Diriwayatkan Abdullah ibn Amr, ia berkata, “Aku telah

menghafal al-Quran dan aku mengkhatamkannya pada

setiap malam. Hal ini sampai kepada Rasulullah saw, maka

Rasulullah saw bersabda, Khatamkanlah dalam masa satu

bulan saja.” (HR. An-Nasa‟i dengan isnad yang shahih).”81

Abu Asyi‟ari berkata, Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya aku mengenal kelembutan alunan suara

keluarga besar Asy‟ari diwaktu malam ketika mereka

berada dalam rumah. Aku mengenal rumah-rumah mereka

dan suara bacaan al-Qurannya diwaktu malam, sekalipun

aku belum pernah melihat mereka masuk di rumah itu

waktu siang.” (HR. Bukhari dan Muslim).“82

Menurut Ibnu Jazari,83

“Para penghafal al-Quran di masa

Rasulullah saw sangat banyak jumlahnya yang hanya

berpegang pada hafalan.”

Rasulullah saw. Selengkapnya lihat buku Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam

Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul Amru Harahap dan Achmad Faozan, h. 117-119. 80

HR. Bukhari. Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan, Abu Musa Asy‟ari menjawab:

Demi Allah, wahai Rasulullah saw, seandainya aku tahu engkau mendengarkan bacaanku, tentu

akan aku alunkan lebih bagus lagi untukmu. 81

Dikutip dari buku Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur

Rafiq el-Mazni, h. 153. 82

Dikutip dari buku Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur

Rafiq el-Mazni, h. 154.

83

Nama lengkap Muhammad ibn Muhammad, terkenal dengan nama Ibnu Jazari, penulis

kitab An-Nasyir fi al-Qira‟at al-Asyr, w. 833 H. Dikutip dari Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu

Studi Al-Quran, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, h. 154.

Page 49: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

37

2. Pengumpulan Al-Quran dalam Konteks Penulisannya pada Masa

Rasulullah saw

Penulisan al-Quran pada masa Rasulullah saw sudah dikenal

secara umum. Rasulullah saw mengangkat para penulis wahyu al-Quran

dari sahabat-sahabat terkemuka, antara lain: Abu Bakar as-Siddiq, Umar

ibn Khattab, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Muawiyah ibn Abi

Sufyan , Khalid ibn Walid, Ubay ibn Ka‟ab dan Zaid ibn Tsabit, Tsabit

ibn Qais, Amir ibn Fuhairah, Amr ibn Ash, Abu Musa Asyi‟ari dan Abu

Darda.84

Al-Suyuthi juga mengungkapkan suatu riwayat dari Zaid

ibn Tsabit: “Kami biasa menyusun al-Quran dari catatan-

catatan kecil dengan disaksikan Rasulullah saw.”85

Diriwayatkan oleh ibnu Abbas dari Utsman ibn Affan,

“Apabila diturunkan kepada Rasulullah saw suatu wahyu,

Rasulullah saw memanggil sekretaris untuk menuliskannya,

kemudian Rasulullah saw bersabda: Letakkanlah ayat ini

dalam surat yang menyebutkan begini atau begitu”.86

Sebagian sahabat juga menulis al-Quran atas inisiatif sendiri pada

pelepah kurma, lempengan batu, papan tipis, kulit atau daun kayu,

pelana, dan potongan tulang belulang binatang.87

Zaid ibn Tsabit

berkata,

“Kami menyusun al-Quran di hadapan Rasulullah pada

kulit binatang.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak

84

M. Quraish Shihab, et al. Sejarah dan Ulumul Qur‟an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999),

h. 28.

85

Jalaluddin al- Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Quran (Beirut: Muassasah al-Kutub as-

Saqafiyah Dar al-Fikr, 1979), h. 59.

86

Tirmidzi, Sunan ,Kitab al-Tafsir, bab surah 9. Dikutip dari buku Taufik Adnan Kamal,

Kata pengantar M. Quraish Shihab, Rekontruksi Sejarah al-Quran (Jakarta: Pustaka Alvabet,

2005), h. 179.

87

Sarana-sarana penulisan ayat al-Quran tersebut adalah „asab, likhaf, karanif, ghilaz,,

riqa‟, aqtab dan aktaf. (Penj). Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur

Rafiq al-Mazni h. 156.

Page 50: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

38

dengan sanad yang memenuhi persyaratan Bukhari dan

Muslim).88

Bukhari dan Muslim89

meriwayatkan, “Bahwa malaikat

Jibril membacakan al-Quran kepada Rasulullah saw pada

malam-malam bulan Ramadhan setiap tahunnya. Abdullah

ibn Abbas berkata, “ Rasulullah saw adalah orang yang

paling pemurah, dan puncak kemurahannya pada bulan

Ramadhan, ketika Rasulullah ditemui oleh malaikat Jibril.

Rasulullah saw ditemuinya pada bulan-bulan Ramadhan.

Jibril membacakann al-Quran kepadanya, dan ketika

Rasulullah saw ditemui malaikat Jibril, Rasulullah sangat

lembut dan pemurah bagai hembusan angin.”90

Para sahabat senantiasa menyodorkan al-Quran kepada Rasulullah

saw baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan.91

Tulisan-tulisan al-

Quran pada masa Rasulullah saw belum terkumpul dalam satu mushaf,

masih berserakan pada kulit-kulit, tulang dan pelepah kurma. Biasanya

yang ada di tangan seorang sahabat, misalnya belum tentu dimiliki oleh

yang lain. Masa Rasulullah saw belum ada tuntutan kondisi untuk

membukukan al-Quran dalam satu mushaf, sebab Rasulullah saw masih

menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Di samping itu, terkadang

terdapat ayat yang menasakh (menghapuskan) ayat yang turun

sebelumnya. Susunan penulisan al-Quran tidak sesuai menurut tertib

nuzulnya, tetapi setiap ayat yang turun dituliskan di tempat penulisan

sesuai dengan intruksi Rasulullah saw, bahwa ayat itu harus diletakkan

88

Manna‟al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur Rafiq al-Mazni

h. 156. 89

Namanya Muslim ibn Hajjaj ibn Muslim ibn Warad al-Qusyairi an-Naisaburi, sering

dipanggil Abu Husain dilahirkan di Qusyair tahun 204 H dan menetap di Naisaburi, Khurasan dan

wafat di sana pada tahun 261 H. Mengoleksi lebih dari 300.000 hadits selama 15 tahun. Karyanya:

as-Shahih, al-Kuna wa al-Asma, Thabaqat, Aulad Shahabah. Selengkapnya lihat buku

Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul Amru

Harahap dan Achmad Faozan h. 352-353. 90

Dikutip dari buku Manna‟al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur

Rafiq el-Mazni, h. 656 -157. 91

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni,

Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, h. 657.

Page 51: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

39

dalam surat tertentu. Andai kata (pada masa Rasulullah saw) al-Quran itu

seluruhnya dikumpulkan dalam satu mushaf, tentu akan membawa

perubahan setiap kali ada wahyu yang turun.92

Jadi, dengan pengertian inilah ditafsirkan apa yang diriwayatkan

dari Zaid ibn Tsabit mengatakan:

“Rasulullah telah wafat, sedang al-Quran belum

dikumpulkan sama sekali. Maksudnya, ayat-ayat dan surat-

suratnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu

mushaf. Umar ibn Khattab berkata: Rasulullah saw tidak

mengumpulkan al-Quran dalam satu mushaf karena

Rasulullah saw itu senantiasa menunggu ayat yang

menghapus sebagian hukum-hukum atau bacaannya.

Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya

Rasulullah saw, maka Allah SWT mengilhamkan penulisan

mushaf secara lengkap kepada para Khulafaur Rasyidin

sesuai dengan janji-Nya yang benar kepada umat manusia

tentang jaminan pemeliharaannya.93

Hal ini terjadi pertama

kali pada masa Abu Bakar as-Siddiq atas pertimbangan

usulan Umar ibn Khattab.”94

Upaya pelestarian al-Quran pada masa Rasulullh saw yaitu setiap

kali menerima wahyu Rasulullah saw langsung mengingat dan

menghafalnya. Selanjutnya Rasulullah saw menyampaikan kepada para

sahabat lalu para sahabat menyampaikannya secara berantai kepada

sahabat lain. Sebagian sahabat langsung menghafalnya, juga

mencatatnya sesuai dengan urutan-urutannya berdasarkan petunjuk

Rasulullah saw dan para sahabat menyalinnya untuk dibawa pulang.

92

Dikutip dari buku Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur

Rafiq el-Mazni, h. 157.

93

Ini suatu isyarat kepada firman Allah SWT, yang artinya: “Sesungguhnya Kami-lah

yang menurunkan al-Quran, dan Kami pula yang akan menjaganya”. (QS. Al-Hijr: 9). 94

Jalaluddin al- Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Quran (Beirut: Muassasah al-Kutub as-

Saqafiyah Dar al-Fikr,1979), Juz I, h. 57.

Page 52: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

40

Catatan itu tidak dimaksudkan untuk orang lain, tetapi sebagai koleksi

pribadi.95

B. Pengumpulan Al-Quran pada Masa Khulafaur Rasyidin

1. Khalifah Abu Bakar as- Siddiq (11-13 H/ 632-634 M)

Abu Bakar as-Siddiq menjabat sebagai Khalifah pertama Islam

sesudah Rasulullah saw wafat. Abu Bakar as-Siddiq menjadi Khalifah

hanya dua tahun, dia meninggal tahun 12 H dalam usia 63 tahun,

jasadnya dimakamkan di samping makam Rasulullah saw di kamar

Aisyah r.a. Sebelum Abu Bakar meninggal ia menunjuk Umar ibn

Khattab sebagai Khalifah untuk menggantikannya. Penghimpunan al-

Quran ke dalam satu mushaf, baru dilakukan pada zaman Khalifah Abu

Bakar as-Siddiq (11-13 H/ 632-634 M), tepatnya setelah terjadi perang

Yamamah/Riddah.

Menurut al-Qurthubi,96

"Ada tujuh puluh orang qari yang

terbunuh pada perang Yamamah, sedangkan pada masa

Rasulullah saw dalam pertempuran di Bi‟ru Ma‟unah

terbunuh juga sebanyak tujuh puluh orang qari. Umar ibn

Khattab merasa khawatir melihat peristiwa tersebut, lalu ia

menghadap Abu Bakar as-Siddiq dan mengajukan usul

kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan al-Quran

karena dikhawatirkan akan musnah. Abu bakar as-Siddiq

menolak usulan ini dan keberatan melakukan apa yang

tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.” Abu Bakar

as-Siddiq berkata tegas kepada Umar ibn Khattab,

“Bagaimana mungkin saya akan berbuat sesuatu yang

95

M. Quraish Shihab, et al. Sejarah dan Ulumul Qur‟an, h. 27. 96

Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Ahmad ibn Abu Bakr ibn Farkh, dipanggil

dengan Abu Abdullah dikenal dengan Qurthubi karena dinisbatkan kepada negara kelahirannya di

Codova Andalusia, dia wafat pada tahun 671 H DI Mesir.Qurthubi seorang ahli tafsir, faqih,

muhaddits, wira‟i , zuhud dan ahli ibadah. Karya-karyanya ialah al-Jami‟ li al-Ahkami al-Quran,

at-Aidzkarah bi Ahwali al-Mauta wa Umuri al-Akhirah, at-Akhirah, at-Tidzkar fi Abdali al-

Adzkardll. Dikutip dari buku Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang

Sejarah, Penj. Khoirul Amru Harahap dan Achmad Faozan, h.348.

Page 53: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

41

belum dilakukan oleh Rasulullah saw? Lagi pula saya takut

akan terjadi perpecahan , pertengkaran, dan bid‟ah.”97

Di

sisi lain, Umar ibn Khattab tetap membujuknya jikalau

terjadi peperangan di tempat-tempat lain akan membunuh

banyak qari sehingga al-Quran akan hilang dan musnah,

sehingga Allah SWT membukakan hati Abu Bakar as-

Siddiq dan menerima ide dari Umar ibn Khattab. Abu

Bakar as-Siddiq memerintahkan Zaid ibn Tsabit agar

segera menghimpun ayat-ayat al-Quran dalam satu mushaf,

mengingat kedudukannya dalam masalah qira‟at, hafalan,

penulisan, pemahaman dan kecerdasannya serta

kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali masa

kenabian.”98

Pada awalnya Zaid ibn Tsabit menolak. Keduanya (Abu Bakar as-

Siddiq dan Umar ibn Khattab) lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya

Zaid ibn Tsabit dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan

al-Qur‟an itu.

Zaid ibn Tsabit dapat menerima perintah penulisan al-Quran. Zaid

ibn Tsabit memulai tugasnya dengan bersandar pada hafalan yang ada

dalam hati para qurra‟ dan catatan yang ada pada para katib.99

Zaid ibn

Tsabit bertindak dengan hati-hati. Bagi Zaid ibn Tsabit tidak cukup

hanya bergantung pada hafalan saja tanpa disertai dengan tulisan. Abu

Bakar as-Siddiq kemudian mengangkat panitia penghimpun al-Quran

yang terdiri atas empat orang dengan komposisi kepanitiaan sebagai

berikut: Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Ali bin Abi Thalib, dan Ubay ibn

Ka‟ab sebagai anggota. Panitia penghimpun tersebut dapat

menyelesaikan tugasnya dalam waktu kurang dari satu tahun yakni

97

Moh Ali as-Shabunie, Pengantar Ilmu-ilmu Al-Quran, terjemahan dari Attibiyanu fi

Ulumil Quran (Jakarta: Al-Ikhlas, 1983), h. 107. 98

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, h.

159.

99

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, h Penj. Anunur Rafiq el-Mazni,

h. 160.

Page 54: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

42

setelah perang Yamamah (12 H/633 M) dan sebelum wafat Abu Bakar

as-Siddiq (13 H/634 M).100

Zaid ibn Tsabit dan kawan-kawan panitia lainnya tidak memiliki

catatan dua terakhir dari surah at-Taubah ayat 128-129 padahal semua

panitia yakin bahwa kedua ayat itu adalah al-Quran, setelah Zaid bin

Tsabit bekerja keras dan mengumumkannya kepada khalayak ramai.

Diperolehlah catatan kedua ayat tersebut dari sahabat lainnya yaitu Abu

Khuzaimah al-Anshari, yang berbunyi:

Artinya: Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul

dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang

kamu alami (Dia) sangat menginginkan (keimanan dan

keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-

orang yang beriman. Maka jika mereka berpaling (dari

keimanan), maka katakanlah (Muhammad): “Cukuplah Allah

bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku

bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki arasy

(singgasana) yang agung.” (QS. At-Taubah: 128-129).

Ibnu Abi Dawud meriwayatkan101

melalui jalur sanad

Yahya ibn Abdurrahman ibn Khatib, katanya, Umar ibn

Khattab datang lalu berkata: “Barang siapa menerima dari

100

Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, h. 53.

101

Yakni Abdullah ibn Sulaiman bin al-Asyt‟ats ibn Bisyr ibn Amru ibn Amir al-Azdi as-

Sijistani, yang sering dikenal dengan Abu Daud, dilahirkan pada tahun 202 H di Sijistani, wafat di

Basrah pada tahun 275 H pada usia ke 73 tahun. Abu Daud salah seorang tokoh penghafal hadits,

hafalannya mencapai 500.000 hadits. Ia mempunyai banyak kitab, antara lain: Al-Mashahif, Al-

Musnad, At-Tafsir, As-Sunan, Al-Qira‟ah, dan An-Nasikh wa Al-Mansukh dan al-Marasil Masa‟il,

al-Zuhd. Lihat Az-Zarkali, Al-A‟lam, Juz IV, h. 224. Dikutip dari bagian foot note buku Manna‟ al-

Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj.Mifdhol Abdurrahman, h. 160 dan Muhammad

Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul Amru Harahap dan

Achmad Faozan (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007), h. 354-355.

Page 55: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

43

Rasulullah saw sesuatu dari al-Quran, hendaklah ia

menyampaikannya. Mereka menuliskan al-Quran itu pada

lembaran papan kayu dan pelepah kurma, dan Zaid ibn

Tsabit tidak mau menerima seseorang mengenai al-Quran

sebelum disaksikan oleh dua orang saksi.102

As-Sakhawi103

menyebutkan dalam Jamal Al-Qurra‟ yang

dimaksudkan adalah kedua saksi itu menyaksikan bahwa

catatan itu ditulis di hadapan Rasulullah saw, atau dua

orang saksi itu menyaksikan bahwa catatan tadi sesuai

dengan al-Quran diturunkan. Abu Shamah berkata,

“Maksud mereka adalah agar Zaid ibn Tsabit tidak

menuliskan al-Quran kecuali diambil dari sumber asli yang

dicatat di hadapan Rasulullah saw, bukan hanya dari

hafalan.” Oleh sebab itu, Zaid ibn Tsabit berkata tentang

akhir surat at-Taubah itu, “Aku tidak mendapatkannya

pada orang lain maksudnya dalam keadaan tertulis pada

orang lain, sebab Zaid ibn Tsabit tidak menganggap cukup

hanya didasarkan pada hafalan tanpa adanya catatan.”104

Setelah al-Quran selesai ditulis dan dihimpun pada kertas, Abu

Bakar as-Siddiq bertanya kepada para sahabat untuk mencarikan nama

al-Quran yang ditulis itu. Sahabat yang mendegar itu memberi namanya

as-Sifr, akan tetapi Abu Bakar as-Siddiq menolak karena nama itu sering

dipakai oleh orang-orang Yahudi. Sahabat yang lain menggantikan nama

as-Sifr itu dengan nama Mushaf, di samping itu pula orang Habasyah

memberi nama yang sama pula. Akhirnya semua sepakat menamai al-

102

Manna‟ al-Qaththan, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran,

h. 161.

103

Nama lengkapnya adalah Ali ibn Muhammad ibn Abdus Shamad, terkenal dengan

nama as-Sakhawi, ia menyusun sekumpulan syair tentang qira‟at yang dikenal dengan nama as-

Sakhawiyyah, w. 643 H. Dikutip dari bagian foot note buku Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu

Studi Al-Quran, Penj. Mifdhol Abdurrahman, h. 161.

104

Jalaluddin al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum Al-Quran , Juz I, h. 58.

Page 56: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

44

Quran yang sudah ditulis itu dengan nama al-Mushaf.105

Ali ibn Abi

Thalib berkata:

“Orang yang paling besar pahalanya berkenaan dengan

mushaf ialah Abu Bakar as-Siddiq. Semoga Allah SWT

melimpahkan rahmat-Nya kepada Abu Bakar. Abu Bakarlah

yang pertama kali mengumpulkan kitab Allah.”

Terdapat beberapa keistimewaan mushaf al-Quran yang dihimpun

oleh Abu Bakar as-Siddiq diantaranya: Pertama, Penyelidikan yang

mendetail dan konfirmasi yang sempurna dari Rasulullah saw. Kedua,

tidak ditulis kecuali setelah nyata dikonfirmasikan dari Rasulullah saw,

Ketiga, semua ayat-ayat tersebut telah nyata mutawatir dan berdasarkan

pada kesepakatan. Keempat, mushafnya meliputi semua qira‟at yang

tujuh, yang dinukil secara konfirmasi dan sah langsung dari Rasulullah

saw.106

Himpunan tersebut dipegang oleh Khalifah Abu Bakar as-Siddiq

hingga akhir hayatnya. Setelah Khalifah Umar ibn Khattab wafat (13- 23

H/634-644 M), himpunan al-Quran di pegang dan dirawat oleh Hafshah

(seorang hafidzah, binti umar bin Khattab salah, seorang istri Rasulullah

saw) kemudian diminta oleh Khalifah Utsman ibn Affan (644-655M)

untuk kepentingan penggandaan di zaman Utsman bin Affan, mushaf

dari tangan Hafshah binti Umar itulah yang kemudian diambil alih.107

Adapun lembaran-lembaran yang dikembalikan kepada Hafshah, tetap

berada ditangannya hingga ia wafat. Setelah itu lembaran tersebut

dimusnahkan.108

Dan dikatakan pula bahwa lembaran-lembaran tersebut

diambil oleh Marwan bin al-Hakam lalu di bakar.109

105

Subhi al-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993),

Cet 4, h. 88.

106

Moh Ali as-Shabuniy, Pengantar Ilmu-ilmu Al-Quran, terjemahan dari Attibiyanu fi

Ulumil Quran, h. 110-111.

107

Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Qur‟an, h. 12. Muhammad Amin Suma,

Ulumul Qur‟an, h. 53.

108

Tafsir Ath-Thabari, Juz 1, h. 61.

109

Syaikh Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Studi al-Qur‟an, Penj. Mifdhol Abdurrahman,

(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), h. 169.

Page 57: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

45

2. Khalifah Umar ibn Khattab (13- 23 H/634-644 M)

Umar ibn Khattab memerintah selama sepuluh tahun, masa

jabatannya berakhir dengan kematian dia dibunuh oleh seorang budak

dari Persia bernama Abu Lu‟lu‟ah.110

Di zaman pemerintahan Umar ibn

Khattab terjadi gelomabang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan),

pertama terjadi di Ibu kota Syiria, Damaskus (635 M), setahun kemudian,

setelah tentara Byzantium kalah di perang Yarmuk, seluruh daerah Syiria

jatuh ke bawah kekuasaan Islam, Iskandariah, ibu kota Mesir ditaklukkan

(tahun 641 M) di bawah pimpinan Amr ibn al-Ash, al-Qadisiyah, sebuah

kota dekat Hirah di Irak ditaklukkan (tahun 637 M) di bawah pimpinan

Sa‟ad ibn Abi Waqqas, dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain

ditaklukkan pada tahun itu juga (641 M), Mosul dapat dikuasai. Dengan

demikian, pada masa kepemimpinan Umar ibn Khattab, wilayah

kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syiria,

sebagian besar wilayah Persia dan Mesir.111

Progres al-Quran masa Umar ibn Khattab tidak ada akan tetapi

Umar ibn Khattab adalah seorang pencetus ide pertama kali dalam

sejarah pengumpulan al-Quran. Suatu bukti, pada saat al-Quran sedang

dikerjakan oleh dewan panitia (Zaid ibn Tsabit sebagai ketua, Utsman bin

Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Ubay bin Ka‟ab sebagai anggota.), Umar

ibn Khttab sempat menghimbau,

“Barang siapa yang memiliki apa saja bagian dari al-

Quran yang langsung diterima dari Rasulullah saw

hendaklah ia menyerahkan kepada dewan panitia

tersebut.”

Hal tersebut menunjukkan betapa besar semangat Umar ibn

Khattab dan perhatiannya sejak mencetuskan ide sampai pada masa

110

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008),

h. 38.

111

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1985), Jilid

I, Cet ke-V., h. 58.

Page 58: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

46

pelaksanaan penulisan atau pengumpulan al-Qur‟an.112

Pada masa Umar

ibn Khattab, dia disibukkan dalam ekspansi besar-besaran seperti yang

telah diuaraikan di atas.

3. Khalifah Utsman Ibn Affan (644-656 M)

Islam tersiar secara luas di Jazirah Arab, Hirah dan Anbar di

Mesopotamia, Yarmuk di Syiria, Bactrine dengan sungai Ayax, Mesir,

dan Armenia. Apabila dipetakan pada zaman sekarang, maka daerah-

daerah tersebut meliputi beberapa negara yaitu: Arab Saudi, Syam

(Syiria), Irak, Iran (Persia), Armenia, Azerbaijan, Afrika (Mesir dan

Libya), Palestina, Israel, Yaman, Bahrain dan Uni Emirat Arab.113

Kekhalifahan dipegang oleh Utsman ibn Affan berlangsung selama dua

belas tahun.

Pada paruh terakhir masa kekhalifahannya, muncul perasaan tidak

puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan

Utsman ibn Affan memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar

ibn Khattab, ini mungkin karena usianya yang sudah tua (diangkat

menjadi khalifah dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut.

Akhirnya, pada tahun 35 H/ 655 M, Utsman dibunuh oleh para kaum

pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa. Salah satu

faktor yang menyebabkan rakyat banyak kecewa terhadap kepemimpinan

Utsman ibn Affan adalah kebijaksanaannnya mengangkat keluarga dalam

kedudukan tinggi atau Nepotisme, seperti Marwan ibn al-Hakam.

Marwan ibn al-Hakamlah yang menjalankan roda pemerintahan

sedangkan Utsman ibn Affan hanya menyandang gelar Khalifah.114

Penduduk Islam semakin meningkat dan kebutuhannya terhadap

kitab yang menjadi acuan atau sumber ajaran Islam bertambah, begitu

112

Rif‟at Syauki Nawawi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Bulan

Bintang, 1992), Cet I, h. 127

113

Abd Kadir, Pembelajaran Membaca al-Quran Periode Klasik, Jurnal Media

Pendidikan Agama Islam, Vol.I, No. I. September 2014 - ejournal. kopertais4.or.id

114

Ahmad Amin Suma, Islam dari Masa ke Masa (Bandung: CV Rusyda, 1987), Cet I,

h. 87.

Page 59: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

47

juga para hafidhz (penghafal al-Quran) jumlahnya sudah tidak memadai

bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mayoritas adalah

muallaf. Di samping itu, para sahabat yang jauh dari pusat pemerintahan

di Madinah berselisih tentang cara membaca al-Quran (qira‟at), dan

mereka mengaku bahwa qira‟atnya yang paling benar karena mereka

mendapatkannya dari Rasulullah saw sendiri. Sebagaimana diketahui

bahwa ketika Rasulullah saw masih hidup, Rasulullah saw sangat

memberikan toleransi kepada setiap kabilah (suku) untuk membaca al-

Quran menurut lahn (dialeknya). Tolerasni demikian sebenarnya

diberikan untuk memudahkan mereka membaca dan menghafal tanpa

harus menyesuaikan terlebih dahulu dengan dialek Rasulullah saw yang

mempergunakan dialek Quraisy. Toleransi itu yang dijadikan hujah bagi

mereka untuk melegimitasi qira‟atnya.

Khuzaifah ibn al-Yaman melihat banyak perbedaan dalam cara-

cara membaca al-Quran. Sebagian bacaan itu bercampur dengan

ketidakfasihan, masing-masing mempertahankan dan berpegang pada

lahjahnya (dialeknya), serta menentang setiap orang yang menyalahi

bacaannya. Khudzaifah al-Yaman menghadap Khalifah Utsman ibn

Affan dengan maksud memberi tahu kepada Khalifah Utsman ibn Affan

bahwa di kalangan kaum Muslimin dibeberapa daerah terdapat

perselisihan pendapat mengenai tilawah (bacaan al-Quran). Ibnu Khaldun

al-Atsir dalam al-Kamilnya meriwayatkan bahwa, “penduduk Syam

terbiasa membaca al-Quran menurut qira‟at Ubay bin Ka'ab, penduduk

Irak membaca al-Quran dengan qira‟at Ibn Mas‟ud; , penduduk Bashrah

memegang teguh qira‟at yang mereka terima dari Abu Musa al-Asy‟ari,

mushafnya dinamai dengan Lubab al-Qulub, mereka saling menyalahkan

dan merasa bahwa bacaan merekalah yang paling benar di antara bacaan

yang lainnya. Perselisihan-perselisihan itulah yang disampaikan kepada

Utsman ibn Affan oleh Hudzaifah al-Yaman yang menyebabkan dia

memerintahkan untuk menyalin al-Quran dan mengirim ke kota-kota

tersebut. Maka penduduk kota itu menyambut dengan baik usaha Utsman

Page 60: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

48

ibn Affan. Adapun penduduk Kufah dan para tabi‟in yang belajar kepada

Abdullah ibn Mas‟ud enggan menerimanya. Abdullah ibn Mas‟ud

berusaha menarik minat mereka untuk menerima mushaf yang telah

dikirim oleh Utsman ibn Affan.

Mengingat bahwa al-Quran diturunkan dengan memakai tujuh

dialek bahasa Arab pada masa Rasulullah saw.115

Tujuh macam dialek

itu sering disebut dengan “sebagai tujuh macam pembacaan (qira‟at),

atau terkenal dengan Qira‟atus Sab‟ah. Tokoh-tokoh yang memang di

antara mereka yang bacaannya berlainan itu ialah:

a. Di Madinah, Imam Nafi‟ ibn Abi Na‟im, ia belajar kepada 70 orang

ahli qira‟at, bekas murid dari Abdullah ibn Abbas r.a (w. 169 H).

b. Di Mekah, Imam Abdullah ibn Katsir, dia belajar al-Quran kepada

Zaid ibn Tsabit, r.a dan lain-lainnya (w. 120 H).

c. Di Basrah, Imam Abu Amr ibn Alla, ia belajar kepada Sa‟id ibn

Jubair, dan lain-lainnya (w. 155 H).

d. Di Damsyq (Syam), Imam Abdullah ibn Amir, dia belajar kepada

Mughirah ibn Syu‟bah yang pernah belajar kepda Utsman ibn Affan

(118 H).

e. Di Kufah, Imam Abu Bakar Ashim ibn Najwad, dia belajar kepada

Abdullah as-Sulami, dan Zur ibn Hubaisy, yang mereka itu pernah

belajar kepada Utsman ibn Affan.

f. Di Kufah, Imam Hamzah ibn Hubaib, ia belajar kepada Sa‟id Ja‟par

as-Siddiq, yang sanad qiraatnya sampai kepada Ali ibn Abi Thalib

g. Masihi di Kufah, Imam Ali ibn Hamzah al-Kisai, dia belajar kepada

Imam Hamzah ibn Hubaib.

Zaid ibn Tsabit berkata: “Ketika kami menyalin mushaf,

saya teringat akan satu ayat dari surah al-Ahzab yang

pernah saya dengar dibacakan oleh Rasulullah saw, maka

kami mencarinya dan kami dapatkan ada pada

Khudzaimah ibn Tsabit al-Anshari.”

115

Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), h. 17.

Page 61: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

49

Dengan bunyi:

Artinya: “Di antara orang-orang mukminin itu ada

orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan

kepada Allah SWT, maka diantara mereka ada yang mati syahid

dan diantara mereka ada yang masih menanti dan mereka tidak

mengubah sesuatu (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23).

Setelah Abu Khudzaimah ibn Tsabit al-Anshari disumpah dan

diperiksa keotentikan tulisannya, maka Zaid bin Tsabit atas kesepakatan

semua panitia, menerima catatan tersebut.116

Setelah mengecek kebenaran berita yang disampaikan oleh

Khudzaifah, Utsman bin Affan meminta shuhuf yang ada di tangan

Hafshah untuk disalin dan diperbanyak. Terdapat perbedaan pendapat

para ulama tentang jumlah mushaf yang ditulis pada masa khalifah

Utsman. Kebanyakan ulama menyatakan empat buah masing-masing

dikirim ke Kufah, Bashrah, Syiria dan satu untuk disimpan untuk

khalifah Utsman. Utsman ibn Affan juga mengirimkan utusan untuk

pengajaran al-Quran yang sudah tersalin tersebut ke berbagai wilayah,

Ibnu Abu Dawud berpendapat, bahwa jumlah mushaf Utsmani adalah

enam eksemplar,117

masing-masing telah dikirim keenam daerah penting

Islam pada saat itu, di antaranya: Pertama, Kufah (Abu Abd al-Rahman),

Kedua, Basrhah (Amir ibn abd al-Qais), Ketiga, Syria (Mughirah ibn

Syhab, Keempat, Madinah (Zaid ibn Tsabit), Kelima, Mekah (Abdullah

ibn Mas‟ud) dan satu ditinggal di Madinah untuk Khalifah Utsman ibn

Affan yang ditulis oleh tangannya sendiri (disebut dengan Umm atau

Imam). Sedangkan yang lainnya menyebutkan bahwa salinan itu

sebanyak lima eksemplar, karena kota Mekah mendapat jatah satu. Ada

116

Muhammad Amin Suma,Ulumul Qur‟an, h. 50. Teungku Muhammad Hasbi ash-

Siddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, h. 73.

117

M. Ma‟rifat Hadi, Sejarah Al-Quran (Jakarta: Al-Huda, 2007), h. 168.

Page 62: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

50

pula yang mengatakan bahwa jumlah salinan itu sebanyak tujuh

eksemplar, karena salinan lainnya dikirim ke Yaman dan Bahrain.118

Para ahli sejarah menjelaskan bahwa antara Said ibn al-Ash dan

Zaid ibn Tsabit tidak terjadi perbedaan pendapat, kecuali mengenai satu

huruf yang terdapat dalam surat al-Baqarah, Said ibn al-Ash membaca

at-taabuuh, sedangkan Zaid bin Tsabit membaca at-tabuutu. Kemudian

dipilihlah bacaan Zaid bin Tsabit, sebab ia adalah penulis wahyu.119

Dengan usahanya itu, Khalifah Utsman bin Affan telah

meletakkan dasar pertama, yang dinamakan Ilmu Rasmil Qur‟an atau

Ilmu Rasmil Utsmani.120

Terlepas dari permasalahan mushaf Utsmani di atas, bahwa

perbedaan qira‟at al-Quran muncul setelah Rasulullah saw hijrah ke

Madinah. Sedangkan pada saat al-Qur‟an turun di Mekah belum terjadi

perbedaan qira‟at , karena di sana hanya memakai satu lahn, yaitu

Quraisy. Di Madinah, banyak perbedaan qira‟at tersebut menimbulkan

masalah besar, terlebih jika perbedaan tersebut menyebar ke bangsa yang

berada di luar Arab.

Salah satu di antara mushaf Utsman ini telah dibuat gambar

reproduksinya di perpustakaan Doha, Qatar sedangkan naskah aslinya

tersimpan di Samarkand, wilayah Asia Tengah Uni Soviet.121

Maka tampaklah kesimpulan bahwa di antara perbedaan pokok

antara pengumpulan ayat-ayat al-Quran di zaman Abu Bakar as-Siddiq

dan penyalinan atau kodifikasi al-Qur‟an di zaman Utsman bin Affan

ialah terletak pada motivasi yang melatarbelakangi masing-masing

kegiatan itu. Faktor yang memotivasi pengumpulan al-Qur‟an di zaman

Abu Bakar as-Siddiq adalah karena takut sebagian ayat-ayat al-Quran

118

M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulumul Quran (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999),

h. 31. Abdul Kadir, “Pembelajaran membaca al-Qur‟an pada Periode Klasik, h. 61.

119

Muhammad Chirzin, Al-Qur‟an dan Ulumul Qur‟an (Jakarta: Dana Bakti Prima Yasa,

1998), h. 24.

120

Abdul Djalal, Ulumul qur‟an, h. 29. Al-Zarqani, Muhammad. Dana Bakti Prima

Yasaad Abd al-A‟zim, Manahil al-Irfani „Ulum al-Qur‟an Jilid I.(Beirut: Dar al-Fikr, 1967), h. 30.

121

Kamil al-Baba, Dinamika Kaligrafi Arab, Alih Bahasa dan Pengantar D. Sirojuddin

AR, ( Kepustakaan Sukabumi LEMKA: 1989), h. 22.

Page 63: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

51

akan hilang kalau tidak dihimpun dalam satu mushaf karena banyaknya

para Qurra‟ yang gugur dalam peperangan Yamamah (12 H/633 M) dan

Bi‟ru Ma‟unah (bulan Safar tahun ke-4 H).122

Selain itu, pada zaman

Abu bakar as-Siddiq al-Quran dihimpun tanpa memperhatikan tertib

urutan ayat dan surat sedangkan faktor yang memotivasi Utsman bin

Affan menyalin dan memperbanyak al-Quran ialah karena banyaknya

perbedaan dalam cara-cara tilawah atau membaca al-Quran yang terjadi

di berbagai wilayah kekuasaan Islam. Puncaknya mereka saling

menyalahkan satu sama lain dan mulai dilakukan dengan penertiban

rangkaian surat demi surat dan ayat demi ayat dalam surat.

Adapun faedah penulisan al-Quran masa Utsman ibn Affan ialah:

Pertama, menyatukan kaum Muslimin pada satu mushaf yang seragam

ejaan tulisannya. Kedua, menyatukan bacaan, walaupun masih ada

kelainan bacaan, tapi bacaan itu tidak berlawanan dengan mushaf-mushaf

Utsman, sedangkan ejaan yang berlawanan dengan mushaf Utsman tidak

dibolehkan lagi. Ketiga, Menyatukan tertib susunan surah, menurut

urutan seperti yang terlihat pada mushaf-mushaf sekarang.123

4. Khalifah Ali ibn Abi Thalib (35-41 H/656-661 M)

Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang

berlanjut selama enam tahun, dia memperhatikan orang-orang asing yang

sengaja menodai kemurnian bahasa Arab, sebab dia sering mendengarkan

sesuatu yang menimbulkan kerusakan bahasa Arab. Ali bin Abi Thalib

memerintahkan Abu al-Aswad ad-Du‟ali untuk membuat sebagian

kaidah-kaidah guna memelihara kemurnian bahasa Arab. Abu al-Aswad

ad-Du‟ali menulis pedoman-pedoman serta aturan-aturan dalam bahasa

Arab. Dengan demikian, Khalifah Ali bin Abi Thalib telah meletakkan

122

Rif‟at Syauki Nawawi, dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Bulan

Bintang, 1992), Cet I, h. 121. 123

Lihat Muhammad Husen al-Dzahabi, Buhuts Fi Ulum al-Tafsir wa al-Fiqhi wa al-

Da‟wah (Cairo: Dar al-Hadits, 2005), h 355.

Page 64: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

52

dasar pertama terhadap ilmu, yang sekarang terkenal dengan nama Ilmu

Nahwu atau Ilmu I‟rabil Qur‟an.124

Ibnu al-Nadim juga menyatakan,125

“Bahwa setelah wafatnya

Rasulullah saw, Ali ibn Abi Thalib bersumpah untuk tidak meninggalkan

rumah Rasulullah saw sampai ia selesai menghimpun al-Quran. Dengan

tekad bulat Ali ibn Abi Thalib dapat menghimpun al-Quran dalam

jangka waktu tiga hari. Dapat disimpulkan juga dari pendapat Ibn al-

Nadim ini bahwa Ali ibn Abi Thalib dapat menghimpun al-Quran dalam

waktu tiga hari.126

Dalam jangka waktu tersebut tidaklah mungkin terjangkau untuk

menghimpun al-Quran karena bagaimanapun seorang ahli penulis wahyu

yang berpengalaman sekalipun tidak akan dapat menulis isi al-Quran

dalam waktu tiga hari baik dari hafalannya maupun salinan. Mungkin Ali

ibn Abi Thalib menulis ayat suci al-Quran lebih dulu pada saat

diturunkan karena perintah Rasulullah saw, atau mungkin juga Ali ibn

Abi Thalib menulis al-Quran hanya beberapa bagian. Kemudian al-Quran

yang ditulis itu disimpannya dan dijaganya, sehingga dengan demikian

tulisan itu terjaga dari kerusakan, seperti kitab-kitab suci yang

diwahyukan sebelumnya.127

Sedangkan penulisan al-Quran yang ditulis oleh Khulafaur

Rasyidin yang ke-4 ini, disimpan di Najaf, Irak, Kufah, dan di atasnya

telah tertulis Ali ibn Abi Thalib menuliskannya pada tahun 40 H.128

124

Abdul Djalal, Ukumul Quran, h. 29.

125

Ibn al-Nadim, Fhirst, t.th ed. Bayard Dogde, (New York dan London: Columbia Univ.

Press, 1970), ed. Arab, Beirut Libanon (Dar al-Kutub al-„ilmiyah, 1997)

126

Kadzim Munir Syahneci, “Manuskrip-manuskrip Kuno,” al-Hikmah, VII,

5 (November, 1992), h. 13.

127

Kadzim Munir Syahneci, “Manuskrip-manuskrip Kuno,” al-Hikmah, VII,5, h. 14.

128

Ahmad Vondeffer, Ilmu al-Quran (Jakarta: Rajawali Press, 1988) Cet. I. h. 67.

Page 65: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

53

C. Penulisan Mushaf pada Masa Bani Umayyah

1. (Marwan ibn al-Hakam ( 64-65 H/684-685 M)

Pada tahun 41 H, Mu‟awiyah ibn Abu Sufyan menjadi Khalifah

pada bulan Rabi‟ul awal atau Jumadil Ula, tahun 41 H. Tahun ini disebut

sebagai „Aam Jamaah (tahun Kesatuan) sebab pada tahun inilah umat

Islam bersatu dalam menentukan satu Khalifah. Pada tahun ini pula

Mu‟awiyah ibn Abi Sufyan mengangkat Marwan ibn al-Hakam menjadi

gubernur di Madinah, selama 9 bulan 18 hari.129

Ada berbagai laporan

sejumlah riwayat diketahui bahwa mushaf yang berada di tangan Hafshah

tersebut berulang kali diminta oleh Marwan ibn al-Hakam untuk dibakar,

tetapi ditolak oleh Hafshah.130

Upaya ini baru berhasil dilakukan setelah

Hafshah wafat.131

Alasan pemusnahan mushaf yang berada di tangan

Hafshah adalah kekhawatiran Marwan ibn al-Hakam bahwa bacaan-

bacaan tidak lazim di dalamnya akan menyebabkan perselisihan di dalam

masyarakat Muslim.132

Buku Manna al-Qaththan menyatakan bahwa

Tindakan Marwan ibn al-Hakam ini terpaksa dilakukan, karena untuk

mengamankan keseragaman mushaf al-Quran yang telah diusahakan oleh

Khalifah Utsman ibn Affan dengan menyalin seluruh isi shuhuf Hafshah

kedalam mushaf Utsman juga untuk menghindarkan keraguan umat

Islam di masa yang akan datang terhadap mushaf al-Quran, jika masih

terdapat dua macam naskah (shuhuf Hafshah dan mushaf Utsman).133

129

Imam as-Suyuti, Tarik Khulafa‟ (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), Penj. Samson

Rahman h. 231.

130

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, h.

169.

131

Taufik Adnan Kamal, Rekontruksi Sejarah al-Quran, Kata Pengantar M. Quraish

Shihab, h. 174.

132

Ibn Abi Dawud, Abu Bakar Abd Allah, Kitab al-Mashahif, ed. A. Jeffery (Mesir:

Al-Mathba‟ah al-Rahmaniyah), 1936. h. 24.

133

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, h.

169.

Page 66: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

54

2. Abu al-Aswad ad-Du’ali (69 H/ 611-688 M)

Bani Umayyah berkuasa antara tahun 660-750 M tidaklah banyak

mengalami perkembangan penulisan mushaf al-Quran. Pertumbuhan

penulisan pada dekade ini mengalami kelambatan, terlihat dengan bentuk

tulisan atau rangkaian huruf yang terpenggal-penggal.134

Walaupun pada

masa Bani Umayyah ini perkembangan penulisan mengalami

kelambatan, bukan berarti penulisan mushaf al-Quran tidak ada sama

sekali. Penulisan mushaf pada masa Bani Umayyah ini terus berlangsung

namun, tidak sepesat masa sesudahnya yaitu masa Bani Abbas.

Pada masa Bani Umayyah di bawah kepemimpinan Mu‟awiyah

ibn Abi Sufyan (40-60 H)135

maka inisiatif untuk menyempurnakan

penulisan al-Quran pertama kali dilakukan oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali,

Upaya penyempurnaan penulisan (rasm) mushaf berjalan secara

bertahap. Awalnya syakal (nuqthah) dan disempurnkan lagi oleh kedua

murid Abu al-Aswad ad-Du‟ali yaitu: Nashr ibn Ashim al-Laitsi (707 M)

dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi (w 708 M). Terjadi pada masa

pemerintahan Bani Umayyah di bawah kepemimpinan Abdul Malik ibn

Marwan (65-86 H/ 685-705 M).136

Sejarah Islam mencatat, bahwa

masalah di atas telah dipecahkan di tangan al-Hajjaj ibn Yusuf as-

Tsaqafi, seorang gubernur bawahan dari Irak (694-714 M) oleh Abdul

134

D. Sirojuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, (Jakarta: Panjimas, 1887), h. 79. Agus Priatna,

“Penulisan Mushaf Al-Quran dan Pengaruhnya terhadap Kaligrafi Arab Pada masa Abbasiyah,” (

S1 Fakultas Adab dan Humaiora, Jurusan Peradaban Islam, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta), h.

19. 135

Nama lengkapnya adalah Mu„awiyah ibn Abi Sufyan ibn Harb ibn Muhammad Abd

asy-Syams ibn Abdu Manaf ibn Qushay, biasa dipanggil Abu Abdurrahman, masyhur dengan

Mu‟awiyah ibn bu Sufyan, lahir di Mekah 20 sebelum hijrah, wafat di Damaskus tahun 60 H, salah

seorang juru tulis al-Quran dan meriwayatkan 130 hadits dari Rasulullah saw, 13 di antaranya

tercantum dalam Kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Selengkapnya lihat Muhammad Sa‟id Mursi,

Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul Amru Harahap dan Achmad Faozan,

h. 92-94. 136

Nama Lengkapnya Walid ibn Abdul Malik ibn Marwan Hakam al-Umawi al-Qurasyi,

panggi;annya Abul Walid (Bapaknya Walid), lahir di Madinah 26 H, seorang ahli fiqh, rajin

beribadah, sangat menguasai ilmu agama selalu mendatangi masjid dan selalu membaca al-Quran,

termasuk golongan tabi‟in, khalifah ke-5 dari Bani Umayyah, penggunaan bahasa Romawi dan

Persia dalam pembukuan administrasi diganti dengan bahasa Arab, dialah orang yang pertama

kali menggunakan mata uang dinar dalam sejarah Islam dan menulis ayat al-Quran pada mata uang

tersebut. Selengkapnya lihat Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang

Sejarah, Penj. Khoirul Amru Harahap dan Achmad Faozan, h. 393-395.

Page 67: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

55

Malik ibn Marwan yang kekuaasaannya membentang di bagian Timur

imperium Muslim, dan dia menginstruksikan kepada Nashr bin Ashim al-

Laitsi dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi untuk

mendokumentasikan suatu sistem baru berupa tanda-tanda yang serupa

dengan cara-cara yang pernah ditempuh oleh Abu al- Aswad ad-Du‟ali

sebelumnya.

Tanda-tanda yang dirumuskan Abu al-Aswad ad-Du‟ali

berfungsi sebagai tanda huruf hidup (harakat), sedangkan yang

dilakukan oleh kedua muridnya Nashr ibn Ashim al-Laitsi dan Yahya ibn

Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi memberi tanda (berupa rumus vocal) dari

Syiria pada huruf-huruf yang sama bentuknya agar mudah dibedakan satu

sama lain. Tanda tersebut berupa garis sudut-menyudut diagonal pendek

yang ditempatkan di atas atau di bawah tulisan, terpisah satu persatu atau

dalam ikatan grouf berdua atau bertiga, seperti: “ ب ” dengan diagonal

pendek di bawah huruf, “ ت ” dengan dua diagonal pendek bergandengan

di atas huruf, dan “ خ ” dengan tiga diagonal pendek di atas huruf

dimana salah satunya terletak ditengah-tengah atas dua lainnya yang

berfungsi sebagai pembeda huruf-huruf anatara ب, ت. خ dan dan , ج, ح, خ

seterusnya.137

Garis- garis diagonal tersebut dibuat dengan tinta yang warnanya

sama dengan tinta untuk pokok tulisan. Dengan demikian, akan tampak

perbedaannya dengan “titik-titik” syakal yang dibuat oleh Abu al-Aswad

ad-Du‟ali dengan tinta yang lain pula warnanya. Huruf-huruf berwarna

hitam dengan garis-garis berwarna hitam, Sedangkan titik-titik syakal

berwarna merah, dua jenis warna inilah yang selalu dipakai pada waktu

itu.138

137

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 66. 138

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 66-67.

Page 68: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

56

C. Masa Bani Abbasiyyah

1. Al-Khalil ibn Ahmad Farahidi al-Busairi 170 H/786 M)

Sebenarnya, sistem yang digunakan oleh Al-Khalil ibn Ahmad al-

Farahidi al-Busairi139

masih berpegang teguh pada sistem penitikan

tulisan Hajjaj ibn Yusuf as-Tsaqafi sebelumnya. Namun, al-Khalil ibn

Ahmad al-Farahidi menempatkan kembali titik pembeda seperti Abu al-

Aswad ad-Du‟ali untuk huuruf-huruf yang bersamaan bentuknya

(misalnya untuk Ba dengan satu titik di bawah, Ta dengan dua titik di

atas, dan Tsa dengan tiga titik di atasnya), bukan lagi syakal atau harakat

seperti sediakala dan tidak lagi menggunakan garis-garis diagonal pendek

yang dirumuskan oleh Nashr ibn Ashim al-Laitsi dan Yahya ibn Ya‟mur

al-Udwan al-Laitsi dahulu. Oleh karena itu, titik-titik itu berfungsi

sebagai nuqthah atau I‟jam persis seperti yang kita gunakan sekarang.140

Pada masa Bani Abbas mushaf al-Quran sudah menggunakan kertas

sebagai lembarannya terjadi pada Khalifah Harun al-Rasyid 141

Harun al-

Rasyid mendatangkan kertas-kertas ini dari China. Khalifah Harun al-

Rasyid menganjurkan agar orang-orang tidak lagi menulis kecuali di atas

kertas. Kulit atau sejenisnya akan mudah melunturkan tulisan, pada

beberapa bagian tulisan yang luntur dianggap akan menimbulkan

kerancuan dalam membaca lebih-lebih jika tulisan itu adalah ayat al-

Quran. Lain halnya dengan kertas, apabila tulisannya terhapus akan

langsung rusak, dan jika terkelupas, kupasannya akan jelas kelihatan.

139

Al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi merupakan generasi keempat dalam pengembangan

ilmu nahwu. Karya-karya al-KHalil dalam tata Bahasa Arab ialah: Kitab Ma‟anil Huruf, Kitab an-

Naqtah wat-Tasyikil, Kitab al-Jamal, Kitab asy-Syawahid, Kitab al-„Ain, sedangkan dalam ilmu

Arud ialah: kitab al-Arudh dan al-Farsy wal-Mitsal. Rahmap, Aliran Basrah: Sejarah Lahir,

Tokoh, dan Karakteristiknya. (Dosen tetap Jurusan PBA Fakultas Tarbiyah IAIN Pontianak, at-

Turats, 2014), h. 9.jurnaliainpontianak.or.id.Dolla Sobari, Periodisasi Tokoh Ilmu Nahwu Aliran

Basrah, Program Studi Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Budaya Islam UIN Raden

Fatah Palembang.TAMADDUN, 2014 - jurnal.radenfatah.ac.id

140

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, (Darul Ulum Press), h. 68. 141

Imam as-Suyuti, Penj. Samson Rahman, Tarik al-Khulafa,‟ Penj. Samson Rahman, h.

343-344.

Page 69: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

57

Demikian pendapat Khalifah Harun al-Rasyid dan sejak saat itulah seni

menulis di atas kertas menyebar.142

Demikian fase pengumpulan al-Quran mulai dari zaman

Rasulullah saw sampai pada masa Bani Abbas, pada bab berikutnya akan

dibahas tentang peran Abu al-Aswad ad-Du‟ali pemberian titik (nuqthah)

pada huruf-huruf al-Quran.

142

Agus Priatna. Penulisan Mushaf al-Quran dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan

Kaligrafi Arab pada Masa Bani Abbasiya, SI, Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah dan

Peradaban Islam, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 22

Page 70: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

66

BAB IV

PERAN ABU AL-ASWAD AD-DU’ALI DALAM ILMU NAHWU DAN

PEMBERIAN TITIK-TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF

AL-QUR’AN

A. Lahn dalam Memberi Titik (Nuqthah ) pada al-Quran

Pada masa awal Islam, sudah umum seluruh tulisan Arab saat itu belum

ada suatu keinginan yang kuat untuk memberikan tanda-tanda baca pada al-Quran

dan mereka sudah merasa cukup atas bahasa Arab yang mereka kuasai.143

Oleh para ahli, kelambanan itu ditengarai sebagai akibat dari

kecenderungan kehidupan bangsa Arab sendiri. Pada masa sebelum Islam,

mayoritas bangsa Arab dikenal memiliki tabiat-tabiat yang kurang kondusif bagi

perkembangan tulisan.

Di antara tabiat-tabiat tersebut adalah: Pertama, orang Arab hidup secara

nomaden (berpindah-pindah) dari suatu daerah ke daerah lain dengan berbagai

macam motivasi seperti untuk mencari daerah yang subur atau menghindari

penyergapan musuh dari suku lain,144

belum memiliki catatan sejarah yang dapat

dipegang,145

kecuali sesudah masa Islam, meskipun ada yang hidup menetap,

yaitu etnis Quraisy yang membentuk aliansi perdagangan di Mekah,146

tetapi

kuantitasnya minim. Bangsa Arab bukanlah suatu bangsa yang memiliki

keagungan tersendiri seperti Bangsa Romawi, Cina atau Mesir Purba. Bangsa

Arab tidak terbiasa mencatat peristiwa-peristiwa yang bersejarah, karena itu

sangat sulit mencari data tertulis atau prasasti yang membuktikan peta perjalanan

sebuah kerajaan di Jazirah Arabia. Dapat dikatakan pada zaman Jahiliyah

143

Kamil al-Baba, Dinamika Kaligrafi Arab, Alih Bahasa dan Kata pengantar Didin

Sirojuddin AR. (Kepustakaan Pesantren LEMKA Sukabumi, 1989), h. 36. 144

Philip K. Hitti, History of The Arabs, (New York: The Macmillan Press, 1974) , Cet.

Ke-10 h. 23. 145

Yasin Hamid Safadi, Islamic Calligraphy (London: Thames and Hudson, 1978), h. 7. 146

W. Montgomery Watt, Pengantar Studi al-Quran, Penj. Taufik Adnan Amal (Jakarta:

PT: Rajawali Pers, 1991), h. 98, Saat itu hanya suku Quraish Arab Utara yang telah berdagang dan

berintraksi dengan penguasa-penguasa di Byzantium, Abyssinia, dan negeri-negeri perbatasan

Persia. Lihat Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah: Dari Segi Geografi, sosial,

Budaya dan Peranan Islam, Penerjemah Said Jamhuri (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1998) Cet.

Ke-1, h. 16

Page 71: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

67

bukanlah semata-mata sebagian besar masyarakatnya buta huruf, bahkan juga anti

huruf.147

Kebiasaan nomaden ini membuat Orang-orang Arab sibuk dengan

perpindahan dan mempersempit kemungkinan membangun suatu kebudayaan

yang stabil. Kedua, Orang Arab hidup bersuku-suku dengan rasa fanatisme

kesukuan (ashobiyah) yang sangat kental dan rasa toleransi antar suku yang kecil.

saling membanggakan suku dan keturunannya masing-masing sambil

merendahkan suku dan keturunan yang lain, sehingga sering terlibat peperangan

antar suku.148

Efeknya jelas sulit untuk mendirikan suatu komunitas bersama yang

bersatu dengan memiliki pusat yang terinstitusionalkan.149

Akibat lainnya adalah

tidak adanya ketentraman atau stabilitas yang memungkinkan orang Arab untuk

memapankan kebudayaan. Ketiga, Orang Arab tidak memiliki budaya tulis-

menulis, tak pernah mementingkan catatan oleh karena itu, sejarah kehidupan

mereka tidaklah tertuliskan.150

Sebagian besar mereka adalah buta huruf. Sedikit

sekali orang yang mampu menulis, hanya beberapa pemuka masyarakat yang

jumlahnya minoritas saja yang memiliki kemampuan ini, hal itupun dipandang

sebagai kekuatan supranatural.151

Meskipun demikian, beberapa di antara orang

Arab masih memerlukan tulisan, terutama untuk kebutuhan perniagaan dan guna

menulis syair-syair terbaik yang digantungkan di Ka‟bah (mu‟allaqah).

Ketidakmampuan menulis menghantarkan orang-orang Arab untuk mengandalkan

hafalan, yang pada gilirannya menjadi tolak ukur kecerdasan dan kemampuan

ilmiah seseorang.152

147

Didin Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam , h. 18. 148

Ja‟far Subhani, al-Risalah: Sejarah Kehidupan Rasulullah, Penerjemah Muhammad

Hasyim dan Meth Kierana (Jakarta: Lentera, 1996), h. Cet. Ke-1, h. 12. Tentang bagaimana

mereka saling mengagungkan kesukuan dan kerukunan masing-masing, baca Abi Umar Ahmad

ibn Muhammad ibn Abd Rabbih al-Andalusi, al-„Iq al-Farid ( Bairut: Dar al-Kitab al-Arabi,

1973), Juz 3, h. 313-331. 149

Bassam Tibi, Penerjemah Yudian W. Asmin, Naqiyah Mukhtar, dan Afandi Mocthar

Krisis Peradaban Islam Modern: Sebuah Kultur Praindustri dalam Era Ilmu Pengetahuan dan

Tekhnologi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), Cet ke- 3 h. 73. 150

Hasan Qasim Habash al-Bayati, Rihlah al-Mushaf al-Syarif (Bairut: Dar al-Qalam,

1414 H), h. 61, keterangan sama, bisa ditemui pada: M. Syukri al-Alusi, Bulugh al- Adab fi

Ma‟rifah ahwal al-Arab (Bairut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah, tth, Vol. 1, h. 38. 151

M. M Azami, Hadits nabi dan Sejarah Kodifikasinya. Penj. Ali Musthofa Ya‟qup

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), Cet. 1, h. 75. 152

M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat,

Ilmiah dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 1997), Cet. Ke-1, h. 71-72.

Page 72: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

68

Perlu dicatat, bangsa Arab memiliki beragam tabiat yang cukup positif

seperti memuliakan tamu, berpegang teguh pada janji dan amanat, berani dan

kesatria.153

Namun, secara umum tabiat-tabiat yang kurang kondusif bagi

pertumbuhan tulisan lebih dominan daripada sebaliknya, karena itu wajarlah pada

realitanya kaligrafi Arab jarang berkembang, kalau tidak boleh dikatakan

cenderung stagnan. Hal ini sungguh sangat kontras dengan perkembangannya

setelah al-Quran diwahyukan.154

Bangsa Arab memiliki suatu “kekuatan unik”

yang sangat mengagumkan. Yakni “tradisi mulut ke mulut” dalam menyimpan

informasi atau untuk menyampaikan komunikasi. Pantun dan syairlah yang

merupakan penalaran paling berharga untuk mengungkapkan makna-makna

perasaan hati dan gejolak pikiran bangsa Arab. Tidak ada yang dianggap lebih

berharga di mata orang-orang Arab, selain pantun dan syair. Alam panas, padang

pasir yang membentang luas dan ragam kehidupan yang terbebas dari segala

kebudayaan asing, membuat bangsa Arab merasa leluasa dan terlatih untuk

mengkhayalkan apa saja yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari.155

Orang-orang Arab purbakala telah disifatkan sebagai bangsa penyair.

Sebuah family atau kabilah merasa lebih bangga mempunyai seorang penyair

sebagai anggota keluarga daripada seorang panglima perang. Penyair-penyair ini

sebagaimana penyair lain sangat ingin dikenang sampai ke anak-anak cucu

mereka dan untuk mencapai maksud itu setiap penyair akan memilih dua orang

pemuda yang boleh diharapkan untuk menghafal sajak-sajaknya dan pemuda-

pemuda ini kemudian menurunkannya pula kepada pemuda-pemuda lain dalam

generasi berikutnya. Bangsa Arab tidak suka sajak-sajak itu ditulis, malahan syair-

syair itu lazimnya diikuti oleh hafalan silsilah nenek moyang dan peristiwa-

peristiwa yang mereka alami semuanya “tidak dicatat” , melainkan disadap belaka

melalui ingatan setiap warga kabilah, bahkan hal-hal lain seperti transaksi dagang,

perjanjian kontrak dan semacamnya juga dianggap cukup dengan perantaraan

153

Lihat Gustav Lubun, Penerjemah kebahasa Arab „Adil Zu‟air (Kairo: isa al-Babi al-

Hilmi wa Syirkahu, tth), bab II dan III tentang bangsa Arab dan keadaannya sebelum Islam, h. 59-

100, Georje Zaidan, History of Islamic Civilitation, (New Delhi: Fine Press, 1981), h. 1-27. 154

Ilham Khoiri R, al-Quran dan Kaligrafi Arab: Peran Kitab Suci dalam Transformasi

Budaya (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu), Cet. 1, h. 62. 155

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam , h. 18-19.

Page 73: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

69

“mulut kemulut”. Hasrat menulis bangsa Arab pada waktu itu hampir dikatakan

tidak ada, kecuali pada kalangan tertentu yang dapat dihitung dengan jari. Faktor

inilah yang menyebabkan tulisan Arab tidak mengalami pertumbuhan yang subur,

bahkan bisa dikatakan lambat sekali.156

Akan tetapi, menurut literature Arab hanya pernah ada 7 (tujuh) jenis

syair pujaan yang disebut al-Mu‟allaqat (gantungan) sebagai karya hasil seni

sastera maha indah dan paling sempurna yang punya nama terhormat karena

“ditulis” dengan tinta emas dan digantungkan pada dinding Ka‟bah. Ketika itu,

pantun dan syair yang keluar seleksi dan dinilai paling bagus, langsung

ditempelkan di dinding Ka‟bah, sebagai penghormatan luar biasa, karena itu tidak

ada berkas-berkas tertulis lebih daripada yang tujuh lembar itu. Tujuh lembar

tersebut telah lapuk ketika diadakan pembersihan terhadap Ka‟bah dan

lingkungannya dari berhala. Seluruh syair Jahiliyah yang menjadi catatan sejarah

kelak, adalah hasil dari hafalan secara turun-temurun belaka bukan dari catatan.157

Tradisi penggantungan hasil karya pantun tersebut terputus sejak

datangnya Islam, karena kaum Muslimin sudah mulai banyak yang pandai

menulis. Setelah itu keterampilan menulis beralih menjadi catatan harian yang

bisa dimiliki oleh setiap personil. Tradisi yang sudah hilang tersebut, sejak itu

diganti dengan penempelan kiswah (baju) pada seluruh tubuh Ka‟bah yang dihiasi

aneka tulisan yang sangat indah.158

Tulisan yang biasa dipergunakan pada abad ke-7 M, yakni pada masa

Rasulullah saw, hanya terdiri atas simbol dasar yang hanya melukiskan struktur

konsonan dari sebuah kata dan bahkan sering mengandung kekaburan. Pada masa

permulaan Islam, seluruh huruf biasanya dituliskan dengan cara yang amat

sederhana yaitu dalam bentuk garis lurus tanpa titik dan tanpa baris.159

Mushaf Utsmani yang telah dikirim ke berbagai daerah seperti Kufah,

Basrah, dan Madinah masih memakai tulisan yang sederhana sekali dan masih

156

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 19. 157

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 19. 158

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 20. 159

Musa‟id bin Sulaiman bin Nashir al-Thayyar, al-Muharrir Fi Ulum al-Qur‟an (Jeddah:

Markaz al-Dirasah wa al-Ma‟lumat al-Qur‟aniyah, 2008), h. 223-226, Manna al-Qaththan,

Mahabit

Page 74: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

70

kaku belum memakai tanda-tanda titik dan harakat seperti yang kita lihat pada

penulisan al-Quran sekarang, karena minat orang-orang kepada tanda-tanda titik

dan harakat belum mendesak betul. Hampir empat puluh tahun lamanya mushaf-

mushaf yang menggunakan mushaf Utsmani yang masih gundul dibaca orang.

Mushaf tersebut ditulis persis dengan mushaf induk Utsmani, tanpa berkurang

dan bertambah sedikitpun.160

Hal tersebut bagi masyarakat Arab pada masa itu tidaklah menjadi

persoalan, Pertama, karena mereka sudah terbiasa membaca tulisan gundul.

Kedua, karena orang-orang Arab sanggup meletakkan fungsi-fungsi bacaan pada

setiap tulisan yang tidak disertai tanda-tanda bacaannya. Permainan tata bahasa

adalah hal yang lazim disertakan dalam pantun-pantun syair yang mereka gubah

sehari-hari. Al-Quran adalah bahasa mereka sendiri, yang tidak akan

menggelincirkan mereka dari pemahaman arti yang dikandungnya, seperti اشطا

ج tidaklah mungkin mereka membacanya dengan ,اش ح اش karena mereka , اشطا

mengetahuinya kecuali penyimpangan yang sengaja dilakukan oleh para pendusta

atau Nabi-nabi palsu.

Setelah ajaran Islam meluas ke wilayah-wilayah pinggiran dan kaum

Muslimin menaklukkan banyak negeri sehingga kekuasaan Islam meliputi

kawasan negeri-negeri non-Arab, dimana para pemeluk Islam bukan lagi hanya

dari kalangan orang-orang Arab itu sendiri, seperti: Syam (Syiria), Irak, Iran

(Persia), Armenia, Azerbaijan, Afrika (Mesir dan Libya), Palestina, Israel,

Yaman, Bahrain dan Uni Emirat Arab), terjadilah kekhwatiran timbulnya keseleo

lidah (lahn) dalam membaca tulisan Arab terutama al-Quran yang sangat mulia.

Hal ini sering menimbulkan salah baca di kalangan Ajam (non Arab), akibatnya

sangat berbahaya pada makna-makna yang tulisannya dibaca menyimpang. Tentu

saja hal ini tidak lain disebabkan karena tidak adanya tanda-tanda baca ataupun

harakat pada tulisan al-Quran tersebut.161

Di tambah lagi faktor-faktor lain di antaranya ialah: Pertama, pengaruh

suku-suku non Arab yang semakin hari semakin banyak berdomisili di jazirah

160

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 61. Syaikh Manna‟ al-Qaththan, Pengantar

Studi Ilmu Al-Qur‟an, Penerjemah Mifdhol Abdurrahman, h. 188.

161

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 61-62.

Page 75: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

71

Arab seiring dengan berkembangnya Islam dan menjadi salah satu sebab

terjadinya perbedaan qira‟at. Kedua, pada pertengahan kedua abad pertama,

bermunculan orang-orang asing di tengah masyarakat Islam, mereka juga asing

dalam bahasa Arab. Hal ini menyebabkan mereka membutuhkan simbol-simbol

untuk mengenal kalimat-kalimat al-Quran agar mereka tidak salah dalam

membaca al-Qur‟an. Ketiga, terjadi percampur-adukan antara orang-orang Arab

dan non-Arab, seperti hubungan dagang. Ketiga, terjadinya perkawinan antara

orang-orang Arab dan non Arab.

Pada masa awal Islam, bacaan al-Qur‟an hanya bergantung pada

pendengaran dan nukilan dan kemungkinan, tidak diperbolehkan membaca al-

Qur‟an hanya melalui cara pendengaran, sebagai contoh: antara kalimat Tablu,

Nablu, Natlu, Tatlu, dan Yatlu, tidak ada bedanya. Begitu pula tidak bisa

dibedakan antara kalimat Ya‟lamuhu”, Ta‟lamuhu, Na‟lamuhu dan Bi‟ilmihi.

Oleh karena itu, seringkali ayat Litakuna Liman Khalfaka Ayatan (supaya hal itu

menjadi bukti bagi orang-orang setelahmu) dibaca dengan Liman Khalaqaka (bagi

yang menciptakanmu).162

Pada puncaknya, kesalahan lidah tersebut merembet ke kalangan Arab

sendiri yang sudah intim bergaul dengan masyarakat Muslim baru non-Arab yang

mempunyai bahasa dan dialek tersendiri. Oleh karena itu, bahasa mereka tidak

lagi semurni bahasa fushha, melainkan sudah menjadi suatu bahasa dengan dialek

gado-gado yang berantakan.163

Sekedar contoh lagi, ada beberapa peristiwa salah baca yang terjadi pada

masa sebelum dirumuskannya tanda-tanda baca untuk penulisan al-Quran: Suatu

hari seorang Arab Badui (A‟rabi) mendengarkan seorang pembaca

mengkasrahkan kata سع pada ayat al-Quran yang seharusnya di baca . سع

QS. At-Taubah ayat ke-3 hanya karena dhammah u yang dirubah menjadi kasrah i

makna ayat yang seharusnya berbunyi:” Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya

terlepas dari orang-orang musyrik, berubah menjadi “ Sesungguhnya Allah

terlepas dari orang-orang musyrik dan Rasul-Nya.

162

M. Ma‟rifat Hadi, Sejarah Al-Qur‟an (Jakarta: al-Huda, 2007), h. 175. 163

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 63.

Page 76: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

72

Si A‟rabi tersebut tercengang, sambil berkomentar “ Apa mungkin Allah

berlepas diri dari Rasul-Nya?” Lalu kejadian tersebut dilaporkannya (“Arabi)

kepada Khalifah Umar ibn Khattab (13-23 H/634-644 M). Umar ibn Khattab

yang terkenal dengan tegas dan keras segera mengadakan teguran membaca al-

Quran, kecuali bagi yang orang yang bahasa Arabnya bagus.164

Ada pula yang berpendapat, pada masa Abu al-Aswad ad-Du‟ali, Abu al-

Aswad ad-Du‟ali pernah mendengar seseorang membaca kalimat dalam ayat سع

yang artinya, “sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-

orang yang musyirik”, dengan kasrah سع . Melihat kesalahan fatal ini.

Kemudian Abu al-Aswad ad-Du‟ali memberitahu masalah ini kepada Ziyad ibn

Abihi, gubernur Basrah (55 H). Sebelumnya, Ziyad bin Abihi pernah meminta

Abu al- Aswad ad-Du‟ali mencari solusi untuk masalah ini. Namun, Abu al-

Aswad al-Du‟ali tidak ingin dilibatkan secara langsung untuk melakukan

pekerjaan tersebut. Setelah dia mendengar sendiri kesalahan fatal di dalam firman

Allah SWT tersebut, dia menyambut keinginan Ziyad bin Abihi165

dan berkata,

“Saya akan menjalankan apa yang Anda perintahkan”. Hanya karena fathah (a)

yang dirubah menjadi kasrah (i), maka ayat yang seharusnya berbunyi

“sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang yang

musyirik”, berubah menjadi “ Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang

musyrik dan Rasul-Nya.166

Adapun ayat peristiwa salah baca Innama yakhsallahu min ibadihil

„ulama‟a, dengan men-dhammah-kan yang pertama ( seharusnya dibaca لا ( لا

dan mem-fatah-kan yang kedua ا~ء ا seharusnya dibaca ؼ padahal yang , ~ء ؼ

sesungguhnya berbunyi ”Innama yakhsallaha min ibadihil „ulama‟u, makna ayat

yang seharusnya tiada lagi yang takut kepada Allah hanyalah sebagian hamba-

hamba-Nya yang ulama berubah menjadi : Tiada lagi hanya Allahlah yang takut

kepada ulama dari hamba-hamba-Nya. Perubahan fathah kepada dhammah atau

dhammah kepada fathah pada ayat tersebut dianggap membuat seseorang menjadi

164

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 63.

165

Dairah al- Ma‟arif al-Qarn al-Isyrin, jilid 3, h. 722: Manahil al- Irfan, h. 399-400:

Tarikh Al-Qur‟an, h. 68.Syaikh Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an,, h. 187.

166

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 64.

Page 77: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

73

kafir, sehingga bacaan yang salah itu dibunyikan, seorang pendengar berteriak

“Celaka! Allah tidak takut kepada siapapun! ”Si pendengar segera mengingatkan

kekeliruan tersebut dan menunjukkan kepada Si pembaca bacaan yang

sebenarnya.167

Tragedi salah baca di atas adalah karena Si pembaca (Arab Badui)168

kurang arif akan pengetahuan bahasa Arab berikut gramatika nahwu sharafnya.

Tidak diragukan lagi, bahwa ilmu nahwu dan sharaf adalah kanun (undang-

undang) bahasa Arab. Umar ibn Khattab sendiri pernah memecat seseorang yang

salah baca al-Quran, sehingga Umar ibn Khattab mengingatkan: ”Pelajarilah

bahasa Arab karena ia mengokohkan pikiran dan menambah peradaban.169

Pada

masa keemasan kekuasaan Islam para sastrawan dan orang-orang A‟rabi sering

menegur secara langsung para pejabat dan pembesar negara yang keseleo lidah,

lahn, atau tersalah dalam membaca tulisan gundul.170

Keadaan seperti inilah yang memotivasi banyak kalangan dan tokoh Islam

sesudah Rasulullah saw wafat untuk menciptakan suatu cara termudah dalam

membaca tulisan al-Quran secara benar, baik bagi kalangan Arab sendiri, terlebih

lagi bagi kalangan orang-orang Islam yang bukan orang Arab.171

B. Upaya yang dilakukan oleh Abu al-Aswad ad-Du’ali dalam

Memperbaiki “Lahn”

Menurut sumber-sumber terpercaya, Amirul Mu‟minin Ali ibn Abi

Thaliblah yang menginstruksikan kepada Abu al-Aswad ad-Du‟ali untuk

merumuskan tanda-tanda pada tulisan. Sasaran pengolahan pertamanya adalah

mushaf-mushaf al-Qur‟an, karena di sinilah letak kekhawatiran salah baca seperti

yang sering terjadi.172

167

D. Sirojuddin AR. Kuliah Seni Kaligrafi Islam, 63-64. 168

D. Sirojuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, 63-64. (tidak disebutkan namanya, hanya

dengan menggunakan panggilan Si yang menunjukkan Arab Badui/ dusun.

169

Abu al-Abbas ahmad ibn Ali. al-Qasqhasandy, Subh al- Asya (Kairo:jilid I Wazarah

al-Tsaqafah wa al-Irsyad al-Qaumy, t.t.) h. 168.

170

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 64.

171

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 64.

172

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 64.

Page 78: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

74

Ada lagi riwayat yang menyebutkan, bahwa sejarah perumusan tanda-

tanda yang dikerjakan oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali tersebut terjadi pada

permulaan Bani Umayyah di masa kepemimpinan Mu‟awiyah ibn abi Sufyan (41-

60 H/661-683 M). Ziyad ibn Abihi, seorang gubernur Basrah (55 H), telah

meminta kepada Abu al-Aswad ad-Du‟ali untuk menciptakan syakal yang

berfungsi membuktikan adanya huruf hidup. Jika dikaitkan dengan ilmu nahwu

yang dikerjakan oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali pada periode kekhalifahan Ali ibn

Abi Thalib yang hanya berlangsung pendek, yakni enam tahun, setelah

kekhalifahan berpindah ke tangan Mu‟awiyah ibn Abi Sufyan di Damaskus, maka

besar kemungkinan bahwa apa yang dikerjakan Abu al-Aswad ad-Du‟ali pada

awal kedaulatan tidak lain merupakan tugas yang sudah dirintisnya sejak beberapa

tahun sebelumnya, yaitu masa Khalifah Ali ibn Abi Thalib (35-41 H/656-661 M)

yang mengendalikan tampuk kepemimpinan hingga dia wafat akibat suatu

pembunuhan fitnah oleh Abdurrahman ibnu Muljam dari Khawarij pada tahun 40

H/661 M.173

Diriwayatkan oleh Abu Abbas: “Bahwa orang yang pertama kali

memperkenalkan tanda titik (i‟jam) ke dalam naskah al-Quran adalah seorang

tabi‟in yang bernama Abu al-Aswad ad-Du‟ali, kemudian perbaikan diikuti oleh

al-Hasan al-Basri, Yahya bin Ya‟mar, dan Nasr bin Ashim al-Laitsi.”174

Hasan al-

Bashri (w. 727 M)175

yang memperlihatkan partisipasi dan andilnya yang besar

terhadap rumus-rumus yang dipublikasikan Nashr ibn Ashim al-Laitsi dan Yahya

ibn Yu‟mar al-Udwan al-Laitsi.176

As-Suyuthi menyebutkan dalam kitab al-Itqan fi Ulum al-Quran bahwa

Abu al-Aswad ad-Duali adalah orang yang pertama melakukan usaha pemberian

titik (nuqthah) pada al-Quran atas perintah Abdul Malik ibn Marwan, bukan atas

173

D. Sirojuddin AR, Kuliah Seni Kaligrafi Islam, 65.

174

D. Sirojuddin AR, Kuliah Seni Kaligrafi Islam, 64. Manna al-Qaththan, 150, Lihat Ali

Ismail al-Sayyid Handawi, Jami‟ul al-Bayan Fi Ma‟rifati Rasmi al-Qur‟an, (Riyadh: Daar al-

Furqan, 1410 H), h. 30-32 175

Namanya Hasan ibn Yasar al-Bashri, dipanggil Abu Sa‟id, lahir di Madinah 21 H, pada

masa pemerintahan Umar ibn Khattab. Hasan al-Bashri meriwayatkan hadits dari Imran ibn

Hushain, Mughirah ibn Syu‟bah dan Nu‟man ibn Basyir. Dia wafat di Bashrah tahun 110 H dalam

usia 89 tahun. Selengkapnya lihat Muhammad Sa‟id Mursi, Penerjemah Khoirul Amru Harahap

dan Achmad Faozan, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, h. 176-177. 176

D. Sirojuddin AR, Kuliah Seni Kaligrafi Islam, 67.

Page 79: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

75

perintah Ziyad ibn Abihi. Ketika itu orang-orang telah membaca mushaf Utsman

lebih dari empat puluh tahun hingga masa kepemimpinan Abdul Malik ibn

Marwan. Pada masa kepemimpinan Abdul Malik ibn Marwan inilah orang-orang

banyak yang membuat kesalahan dalam membaca al-Quran yang paling fatal di

Irak. Para penguasa memikirkan pembuatan tanda baca, titik dan harakat.177

Abu al-Aswad ad-Du‟ali dikenal sebagai orang pertama yang meletakkan

konstruksi ilmu nahwu, atas perintah khalifah Ali ibn Abi Thalib. Kenyataannya,

kreasi Abu al-Aswad ad-Duali ini belum cukup untuk digunakan membaca ayat-

ayat al-Quran secara baik dan benar. Ziyad ibn Abihi memerintahkan ulang

kepada Abu al-Aswad ad-Du‟ali untuk menciptakan sesuatu agar membaca

kalamullah secara benar.178

Sayang sekali, Abu al-Aswad ad-Du‟ali sendiri tidak

begitu serius memandang perintah ini, karena di antara dirinya dengan orang-

orang Umayyah dibatasi hubungan yang renggang (yaitu Permasalahan politik

pada perang Siffin, ditambah lagi Abu al-Aswad ad-Du‟ali adalah seorang murid

dari Khalifah Ali ibn Abi Thalib dan Abu al-Aswad ad-Du‟ali takut untuk

memberikan titik berupa syakal pada al-Quran, sedangkan Ziyad ibn Abihi adalah

termasuk dari golongan Bani Umayyah di bawah kepemimpin Muawiyah ibn Abi

Sufyan).

Awalnya Abu al-Aswad ad-Du‟ali tidak mau mengungkapkan apa saja

yang dia pelajari dari Ali ibn Abi Thalib sehingga Ziyad ibn Abihi mengirimkan

direktif yang meminta Abu al-Aswad ad-Du‟ali untuk mempersiapkan pekerjaan

yang akan membantu orang-orang memahami kitab Allah SWT. Abu al-Aswad

ad-Du‟ali meminta agar dibebaskan dari tugas tersebut. Ziyad ibn Abihi lalu

memberikan kehormatan itu kepada seorang pengikutnya untuk meneruskan tugas

mengikuti cara yang ditempuh oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali. Akan tetapi, ketika

seorang lelaki itu mendekatinya (Abu al-Aswad ad-Du‟ali) lelaki itu dengan

sengaja (suruhan dari Ziyad ibn Abihi) membuka suara dan membaca surah at-

Taubah ayat ke-3 dengan meng-kasrah-kan lam menjadi “Rasulihi” membuat Ab

177

Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Quran. Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, h.

187-188. 178

Kamil al-Baba, Dinamika Kaligrafi Arab Kepustakaan Pesantren LEMKA Sukabumi,

1989), h. 36

Page 80: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

76

al-Aswad ad-Du‟ali terkejut dan terus-menerus menyalahkannya sambil

berkomentar “Maha suci Allah untuk terlepas dari rasul-Nya” saat itu juga Abu

al-Aswad ad-Du‟ali bergegas menemui Ziyad ibn Abihi. Abu al-Aswad ad-Du‟ali

berkata, “Saya telah menjawab seruan yang Tuan tanyakan dan saya berpikir

untuk segera memulai membuat tanda baca al-Quran, dampingilah saya oleh

seorang sekretaris (juru tulis )“ Ziyad ibn Abihi menghadirkan 30 juru tulis,

kemudian Abu al-Aswad ad-Du‟ali memilih salah seorang dari mereka yaitu Abdi

al-Qais yang sesuku dengannya (Abu al-Aswad ad-Du‟ali). Abu al-Aswad-ad-

Du‟ali memberi isyarat ke Abdi al-Qais:179

”Ambillah al-Quran dan cairan yang

berbeda dengan warna tinta.”

1. Apabila saya (Abu al-Aswad ad-Du‟ali) buka mulutku (Fathah), buatlah

(Abdi al-Qais) satu titik di atas huruf.

2. Apabila saya (Abu al-Aswad ad-Du‟ali) pecahkan mulutku kebawah

(kasrah), buatlah (Abdi al-Qais) satu titik di bawah huruf.

3. Apabila saya (Abu al-Aswad ad-Du‟ali) kedepankan mulutku

(dhammah), buatlah (Abdi al-Qais) satu titik di depan huruf.

4. Apabila saya ikuti ghunnah, yakni tanwin (an,in,un) dari harakat-harakat

tersebut, buatkanlah dua titik. Abu al-Aswad ad-Du‟ali membacakan al-

Quran dengan perlahan-lahan sementara Abd al-Qais menaruh titik, dan

setiap kali Abd al-Qais menamatkan satu lembar Abu al-Aswad ad-

Du‟ali kembali memeriksa sehingga mushaf terisi tanda-tanda

seluruhnya, sementara sukun ditinggalkan tanpa tanda.180

Hal itu dia

lakukan hingga ujung mushaf sedangkan sukun tidak dikasih tanda.”181

Abu al-Aswad ad-Du‟ali berhasil mewariskan sistem penempatan “titik-

titik” tinta berwarna merah berfungsi sebagai syakal yang menunjukkan pada

unsur-unsur kata Arab yang tidak terwakili oleh huruf-huruf. Penempatan titik-

titik seperti yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:182

179

Kamil al-Baba. Dinamka Kaligrafi Arab, Penj. D. Sirajuddin AR (Kepustakaan

Pesantren LEMKA Sukabumi, 1989) h. 37.

180

Kamil al-Baba. Dinamka Kaligrafi Arab, Penj. D. Sirajuddin AR (Kepustakaan

Pesantren Sukabumi, h. 39. 181

D. Sirojuddin AR, Kuliah Seni Kaligrafi Islam, 65. 182

D. Sirojuddin AR, Kuliah Seni Kaligrafi Islam, 65.

Page 81: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

77

1. Tanda fathah dilambangkan dengan satu titik di atas huruf ( a ).

2. Tanda dhammah dengan satu titik di tengah kiri huruf ) u ).

3. Tanda kasrah dengan satu titik di bawah huruf ( i ).

4. Tanda tanwin dengan dua atau double titik (an-in-un).183

Hal itu

dilakukan oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali hingga ujung mushaf.

Rumus-rumus pembeda (diacritical Marks) yang berupa titik-titik tersebut

selalu ditulis dengan tinta berwarna merah agar terlihat berbeda dengan tulisan

pokok mushaf yang umumnya berwarna hitam. Dalam satu riwayat dikatakan,

bahwa tanda-tanda tersebut hanya dicantumkan pada huruf-huruf terakhir tiap kata

atau pada huruf-huruf tertentu saja yang dikhawatirkan bisa menimbulkan salah

baca bila tidak dibubuhi syakal, jika riwayat ini benar, maka dapat dipastikan

bahwa Abu al-Aswad ad-Du‟ali tidak membubuhi titik-titik yang dianggap syakal

(vocalization) itu pada tiap-tiap huruf al-Quran saat itu.184

Setelah itu, bukan berarti segalanya sudah sanggup memecahkan masalah,

sebab ada huruf-huruf yang sama bentuknya namun harus dibaca berlainan.

Misalnya, bagaimana menentukan bahwa huruf ini ب, ت, خ, ع, ؽ, ج, ح, خ dan

seterusnya, tanpa dibubuhi tanda-tanda pembeda, huruf-huruf tersebut akan

menyulitkan banyak pembaca, kecuali jika di ikuti pemahaman bahasa yang di

kandumgnya.

Usaha yang di rintis Abu al-Aswad ad-Du‟ali ini akhirnya disempurnakan

oleh kedua muridnya, Nashr ibn Ashim (w 707 M) dan Yahya ibn Ya‟mur (w 708

M). Peristiwa ini terjadi masa kepemimpinan Abdul Malik ibn Marwan (65-86

H/685-705 M).185

Sejarah Islam mencatat, bahwa kesulitan masalah di atas telah dipecahkan

di tangan al-Hajjaj ibn Yusuf as-Tsaqafi (694-714 M) seorang gubernur bawahan

183

D. Sirojuddin AR, Kuliah Seni Kaligrafi Islam, 65. Manna‟ al-Qaththan, Pengantar

Studi Ilmu Al-Qur‟an, Penj. Anunur Rafiq el-Mazni, h. 188. Anshori, ed., Ulinnuha Khusnan:

Ulumul Qur‟an: Kaidah-kaidah memahami Firman Tuhan h. 96. Ahmad „Adil Kamal, Ulumu Al-

Qur‟an, (Kairo: Al-Mukhtaru al-Islmi, 1707), h. 59. Hasan, Taman, Al-Ushul Dirasah

Ibtimulujiyah li ushulil Fikri al-Lughah al-Arabiyah (Maghrib: ad-Darul Baydhah. 1991), h. 32.

Abdul Karim Husain, Seni Kaligrafi Khat Naskahi Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab dengan

Metode Komparatif, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1985), h. 14.

184

D. Sirojuddin AR, Kuliah Seni Kaligrafi Islam, 65-66. 185

D. Sirojuddin AR, Kuliah Seni Kaligrafi Islam, 66.

Page 82: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

78

dari Irak oleh Abdul Malik ibn Marwan, yang sayap kekuasaannya (al-Hajjaj ibn

Yusuf as-Tsaqafi) membentang di bagian Timur emperor Muslim. Kemudian al-

Hajjaj ibn Yusuf as-Tsaqafi menginstruksikan kepada Nashr ibn Ashim al-Laitsi

dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi untuk mendokumentasikan suatu

sistem baru berupa tanda-tanda yang sama persis dengan cara-cara yang pernah di

tempuh oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali sebelumnya. Namun, jika tanda-tanda yang

dirumuskan Abu al-Aswad ad-Du‟ali berfungsi sebagai tanda huruf hidup atau

(syakal), sebaliknya tanda-tanda yang dirumuskan kedua muridnya ini berfungsi

untuk membedakan bunyi-bunyi yang berlainan pada huruf-huruf yang justru

bersamaan bentuknya.186

C. Respons Masyarakat

Adapun respons positif setelah diletakkannya tanda titik oleh Abu

al Aswad ad-Du‟ali Pertama, untuk membantu orang-orang non-Arab

(Ajam) yang pada waktu itu jumlahnya terus bertambah namun mereka

harus menggunakan bahasa Arab. Sebagian dari mereka masuk jajaran

ulama dan Qurra‟, padahal bahasa asli mereka bukan bahasa Arab.

Fenomena ini menjadi respons serius dari kaum Muslim.

Apa yang dilakukan oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali ini sangat

berkontribusi besar dalam pembaharuan bahasa Arab. Meskipun dalam

kenyataannya, adanya tanda dari huruf vokal di atas belum sempurna,

karena sebagaimana yang kita tahu bahwa dalam huruf hijaiyah, ada

beberapa huruf yang bentuknya serupa, seperti huruf ف dengan ت , ق

dengan ج , خ dengan ح dan خ , dan masih banyak lagi. Hal ini juga menjadi

faktor yang membuat orang-orang non-Arab yang beragama Islam berbeda

bacaan al-Qurannya. Oleh karena itu, dalam perkembangannya, dikenal

dengan istilah I‟jam, yaitu pembedaan huruf-huruf yang serupa dengan

cara meletakkan titik agar tidak rancu.187

186

D. Sirojuddin AR, Kuliah Seni Kaligrafi Islam, 66.

187

Hifni Nashif, Hayat Al-Lughah Al-Arabiyah, (Bur Sa‟id: Maktabah ats-Tsaqafah ad-

Diniyah), h. 88

Page 83: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

79

D. Nashr ibn Ashim al-Laitsi dan Yahya ibn Ya’mur al-Udwan al-Laitsi

Usaha penyempurnaan kedua dalam kodifikasi tanda baca dapat

diselesaikan pada masa kekhalifahan Abdul Malik ibn Marwan di akhir kurun

pertama Hijriyah atas usaha Nashr ibn Ashim al-Laitsi (w. 707 M) dan Yahya

ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi (w. 708 M).188

Penemuan I‟jam (pembedaan

huruf-huruf yang sama bentuknya tapi pelafalannya berbeda) ini dikenal pada

zaman Khalifah Abdul Malik ibn Marwan (65-86 H/ 685-705 M).

Ada tiga pendapat yang berbeda tentang lahirnya Ijam ini: Pertama,

diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Amir ibn Jadarah adalah orang yang

pertama kali menciptakan I‟jam. Kedua, yaitu bahwa huruf-huruf ب خ , ت,

kemudian ج , ح dan huruf-huruf lainnya yang berbeda pelafalannya dan sama , خ ,

bentuknya, jauh sudah ada beberapa tahun sebelum Islam, sebenarnya semua

huruf tersebut sudah memiliki perbedaan antara satu sama lain. Namun, seiring

berjalannya waktu, huruf-huruf yang memiliki kesamaan bentuk tersebut

disatukan agar lebih memudahkan penulisan, lalu bentuk-bentuk huruf tersebut

dibedakan dengan meletakkan titik pada huruf tersebut.189

Para sejarawan pun telah berasumsi bahwa huruf-huruf yang memiliki

kemiripan seperti: ,ج, ح, خب, ت, خ , dan lain-lain adalah huruf-huruf yang tidak

ada dalam huruf Finix.190

Berdasarkan bukti yang ada, dikatakan bahwa dari

berbagai naskah kuno yang ditulis sebelum zaman Khalifah Abdul Malik ibn

Marwan (65-86 H/ 685-705 M), ternyata sudah ada beberapa naskah yang ada

beberapa unsur I‟jam dalam beberapa huruf seperti “ب”.191

Ketiga, adanya faktor

ketidaksukaan terhadap pemberian titik pada al-Quran, banyak orang Islam yang

telah membaca Mushaf Utsmani menolak apa yang telah dilakukan Abu al-

Aswad-as-Du‟ali, atas dasar itulah Nashr ibn Ashim al-Laitsi dan Yahya ibn

188

D. Sirojuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, h. 66.

189

Afif Kholisun Nashoih, Problematika Qiraat al-Quran: Pintu Masuk Munculnya

Kajian Bahasa Arab. DINAMIKA, [S.I ], v. I. n. I, p. 93-113, feb. 2017. ISSN 2548-6896,

Available at: http://ejournal.unwaha.ac.id/index.php.dinamika/article/view/106. Date accsseed: 30

Oct. 2017. [PDF]unwaha.ac.id. h. 15.

190

Finix adalah jenis aksara kuno yang menjadi dasar lahirnya huruf-huruf hijaiyah dalam

bahasa Arab.

191

Hifni Nashif, Hayat Al-Lughah Al-Arabiyah, (Bur Sa‟id: Maktabah ats-Tsaqafah ad-

Diniyah), h. 88.

Page 84: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

80

Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi melakukan penyempurnaan dengan memberikan satu

titik pada huruf yang berpasangan ataupun yang tidak berpasangan sebagai

pembeda antara huruf-huruf yang bentuknya sama, seperti huruf yang

berpasangan د dan ر yang salah satu dari keduanya mengalami proses i‟jam ( ر )

dengan pemberian satu titik dan satu lagi tidak mengalami i‟jam ( د ).192

Hal tersebut juga berlaku pada huruf ع, ؽ س, ص, serta ط, ػ yang

meniadakan proses I‟jam pada yang pertama dan menerapkan i‟jam dengan tiga

titik di atas huruf berjumlah tiga karena menyesuaikan ػ Pemberian titik pada . ػ

dengan tiga gigi yang ada pada huruf tersebut. Selain itu akan terjadi kerancuan

jika titik pada syin hanya berjumlah satu titik, maka akan menimbulkan kerancuan

dimana titik itu di letakkan, apakah di atas gigi pertama, kedua, atau ketiga.

Adapun huruf ب, ت, خ dan , serta semuanya diperlakukan dengan pemberian , ي

titik yang berbeda, baik jumlah ataupun tempatnya. Hal tersebut karena dilandasi

dua sebab, Pertama yaitu jika huruf ب, ت, خ dikumpulkan dalam satu kata maka

akan tidak bisa dibedakan antara ط dan Kedua yaitu bahwa huruf-huruf . ػ

tersebut bukanlah huruf yang berpasangan seperti huruf dal dan zal, oleh sebab itu

jika ada yang tidak mengalami i‟jam, maka akan terjadi kerancuan.193

Kemudian pada huruf ف dan ق , keduanya mengalami proses i‟jam yaitu

satu titik diletakkan di atas huruf dan dua titik diatas huruf , ف ق . Hal tersebut

dilakukan karena jika salah satu saja yang mengalami i‟jam, maka akan terjadi

kerancauan antara ع dan ؽ jika berada di tengah kata. Setelah semua huruf

ditentukan berdasarkan proses i‟jam, kemudian Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-

Laitsi dan Nasr ibn Ashim al-Laitsi meletakkan urutan huruf-huruf yang serupa itu

berdampingan sesuai dengan urutan abjad yang kita kenal sekarang.194

Setelah

semuanya terkumpul, disimpulkanlah bahwa huruf-huruf yang tidak mengalami

proses i‟jam ada tiga belas, yaitu ) , , ,ا, د, ح , س , ط, ص, ط, ع, ن, ي (

192

Afif Kholisun Nashoih, Problematika Qiraat al-Quran: Pintu Masuk Munculnya

Kajian Bahasa Arab. DINAMIKA, [S.I ], v. I. n. I, p. 93-113, feb. 2017. ISSN 2548-6896,

Available at: http://ejournal.unwaha.ac.id/index.php.dinamika/article/view/106. Date accsseed: 30

Oct. 2017. [PDF]unwaha.ac.id. h. 16.

193

Hifni Nashif, Hayat Al-Lughah Al-Arabiyah, h. 90.

194

Hifni Nashif, Hayat Al-Lughah Al-Arabiyah (Bur Sa‟id: Maktabah ats-Tsaqafah,

h. 90-91.

Page 85: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

81

sedangkan huruf-huruf yang mengalami i‟jam ada empat belas yaitu: , خ) ب, ت,

Kemudian ada sepuluh huruf yang . , ص, ػ, ض, ظ, ؽ, ف, ق, (ج , خ , ر

memiliki satu huruf, tiga huruf memiliki dua titik, dan dua huruf yang memiliki

tiga titik. Semua titik yang berada di atas, kecuali tiga huruf, yaitu: (.ي ,)ب, ج .195

Adapun tanda-tanda yang dirumuskan oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali

adalah berfungsi sebagai tanda –tanda huruf hidup (harakat). Sebaliknya, tanda-

tanda yang dirumuskan oleh kedua murid Abu al-Aswad ad-Du‟ali (Yahya ibn

Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi dan Nashr ibn Ashim al-Laitsi) berfungsi untuk

membedakan bunyi-bunyi yang berlainan pada huruf-huruf yang justru bersamaan

bentuknya.196

Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi dan Nashr ibn Ashim al-Laitsi

memberi tanda (berupa rumus vocal dari Syiria) pada huruf-huruf yang sama

bentuknya agar mudah dibedakan antara huruf satu sama lain. Tanda-tanda

tersebut berupa garis sudut-menyudut diagonal pendek seperti ini ( ) yang

ditempatkan di atas atau di bawah tulisan, terpisah satu persatu atau dalam ikatan

(grouf) berdua atau tiga, seperti ba, dengan diagonal pendek bergandengan di atas

huruf ta dan tsa dengan diagonal pendek di atas huruf dimana salah satunya

terletak ditengah-tengah atau dua lainnya.197

Garis-garis diagonal tersebut sengaja dibuat dengan tinta yang warnanya

sama dengan tinta untuk pokok tulisan dengan demikian akan tampak jelas

perbedaannya dengan “titik-titik” syakal oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali yang

dibuat dengan tinta yang lain pula warnanya. Huruf berwarna hitam, garis-garis

diagonal berwarna hitam, sedangkan titik syakal berwarna merah. Dua jenis warna

inilah yang sering dipakai pada waktu itu. Apabila dikaitkan dengan rumus-rumus

tanda baca sekarang, ada sesuatu yang aneh kita temukan di sini, yakni bahwa

195

Afif Kholisun Nashoih, Problematika Qiraat al-Quran: Pintu Masuk Munculnya

Kajian Bahasa Arab. DINAMIKA, [S.I ], v. I. n. I, p. 93-113, feb. 2017. ISSN 2548-6896,

Available at: http://ejournal.unwaha.ac.id/index.php.dinamika/article/view/106. Date accsseed: 30

Oct. 2017. [PDF]unwaha.ac.id. h. 17.

196

D. Sirojuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, h. 66.

197

D. Sirojuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, h. 66. Abdul Karim Husain, Seni Kaligrafi

Khat Naskahi Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab dengan Metode Komparatif, (Jakarta:CV

Pedoman Ilmu Jaya, tth), h. 14.

Page 86: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

82

bentuk syakal yang berupa garis diagonal sekarang pada masa tersebut adalah

berupa titik-titik yang justru sekarang digunakan untuk membedakan bunyi-bunyi

pada tulisan yang sama, sebaliknya titik-itik yang sekarang dipakai untuk

membedakann bunyi-bunyi berlainan pada jenis huruf-huruf yang bersamaan pada

masa tersebut berfungsi sebagai tanda syakal atau harakat sedangkan gambar titik-

titik yang sekarang mengambil bentuk yang bersudut-sudut, pada masa tersebut

berbentuk bulat total. 198

Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi dan Nashr ibn Ashim al-Laitsi telah

bekerja dengan sungguh-sungguh dan berhasil mengkodifikasi cara yang

dipandang lebih mudah dan praktis pada waktu itu. Ada seorang tokoh, yakni

Hasan al-Bashri (727 M)199

pada waktu itu memperlihatkan partisipasi dan

andilnya yang besar terhadap rumus-rumus yang dipublikasikan oleh Yahya ibn

Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi dan Nashr ibn Ashim al-Laitsi, dan Hajjaj ibn Yusuf

as-Tsaqafi dalam bagian ini pula telah memaksakan wewenangnya agar sistem

baru tersebut benar-benar dipandang sangat penting dan dipakai secara sungguh-

sungguh dalam rangka melawan banyaknya sikap malas dan ogah-ogahan pada

waktu itu. Hasil rumusan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi dan Nashr ibn

Ashim al-Laitsi ini tetap terpakai selama pemerintahan Bani Umayyah hingga

permulaan kekuasaan Bani Abbasiyyah, bahkan di Spanyol-Islam (Andalusia)

masih dipergunakan sampai pertengahan abad ke-4 H.200

Lama-kelamaan cara yang digunakan seperti yang di atas itu dianggap

sering membingungkan dan kurang memuaskan untuk memecahkan masalah.

Penggunaan serempak titik-titik dengan garis diagonal pendek sangat

menyusahkan banyak orang dalam membaca al-Quran disebabkan terlalu

banyaknya tanda-tanda, selain itu ada lagi masalah yang suka merisaukan karena

tanda-tanda yang dirumuskan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi dan Nashr

198

D. Sirojuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, h. 67. 199

Hasan al-Bashri dilahirkan pada masa kekhalifahan Umar ibn Khattab, termasyhur

selain sebagai ulama Fiqh yang fasih dan wara‟, tulisannya yang indah, memiliki andil yang beesar

terhadap kaligrafi, sebelum kaligrafi itu sendiri menemukan bentuknya yang sempurna. Ada yang

menduga bahwa Hasan al-Bashrilah yang mengubah tulisan kufi kepada Naskhi dan Tsuluts, Lihat

Safawi, III, h. 155.

200

D. Sirojuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, h. 67. Abdul Karim Husain, Seni Kaligrafi

Khat Naskahi Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab dengan Metode Komparatif, h. 14 -15.

Page 87: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

83

ibn Ashim al-Laitsi (berupa garis-garis diagonal pendek) semakin lama bentuknya

semakin berubah menjadi seperti titik-titik yang dibuat oleh Abu al-Aswad ad-

Du‟ali, Pertama, karena mushaf tersebut sudah lama umurnya menyebabkan titik-

titik kelihatan seperti garis diagonal pendek, atau sebaliknya garis-garis itu

berubah menjadi seperti titik-titik karena sebagian tintanya terhapus atau tersapu

air, kemungkinan Kedua, bahwa tinta yang merah itu makin lama semakin hitam

warnanya menyerupai huruf-huruf pokok tulisan (Abu al-Aswad ad-Du‟ali)

sehingga sulit lagi dibedakan antara rumus titik-titik untuk syakal/harakat dengan

garis-garis tanda pembeda untuk huruf-huruf yang sama.201

Akhirnya solusi dari masalah tersebut disempurnakan oleh al-Khalil

Ahmad al-Farahidi w 175 H atas inisiatifnya sendiri pada permulaan Bani

Abbasiyah (memiliki gagasan yang luas tentang bahasa Arab, kemudian

menggagas cara lain dalam memberikan harakat dan tanda vokal pada huruf-

huruf al-Quran).

E. Al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi al-Busairi (w. 170 H/ 786 M)

Nama lengkap dari al-Khalil adalah Khalil ibn Ahmad ibn Amru ibn

Tamim yang biasa dipanggil dengan Abu Abdurrahman dan dikenal dengan

Farahidi yang dinisbatkan kepada kakeknya Farhud. Dilahirkan dalam keluarga

sederhana di Oman yaitu pantai teluk Paris pada tahun 100 H, dia hidup ketika

masa kepemimpinan Umar ibn Abdul Aziz (99-101 H/ 717-719M).202

Dikatakan

bahwa setelah masa sahabat tidak ada ulama yang paling cerdas dan pengumpul

ilmu-ilmu Arab kecuali al-Khalil. Ada seorang laki-laki yang bernama Ibnu

Muqafa ditanya tentang al-Khalil, Ibnu Muqafa menjawab: Saya melihat

kecerdasannya melebihi ilmunya. Al-Khalil menjadi imam dalam ilmu-ilmu Arab

201

D. Sirojuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, h. 67-68. Abdul Karim Husain, Seni Kaligrafi

Khat Naskahi Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab dengan Metode Komparatif, h. 15. 202

Nama lengkap Umar ibn Abdul Aziz ibn Marwan ibn Hakam ibn Abu Ash ibn

Umayyah ibn Abdusyams ibn Abdu Manaf, Abu Hafsh al-Qurasyi al-Umawi al-Ma‟ruf Amirul

Mukminin, dilahirkan 61 H di Mesir, yakni tahun dibunuhnya Husain ibn Ali, Muhammad ibn

Sa‟ad berkata dilahirkan 63 H, ada juga yang mengatakan 65 H wallahu a‟lam, dia memegang

tampuk kepemimpinan ke-8 dari Bani Umayyah Selengkapnya baca Muhammad ibn Ahmad

kan‟an, Penj Irwan Raihan, Daulah Bani Umayyah: Fragmen Sejarah Khilafah Islamiah sejak

Era Mu‟awiyah ibn Abi Sufyan hingga Marwan ibn Muhammad 41 H-661 M-132 H/749 M, h

621-656.

Page 88: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

84

dan Nahwu. Kemampuan al-Khalil dalam menyusun bait-bait syair tidak

tertandingi oleh penyair pada zamannya dan pengarang ensiklopedi bahasa Arab.

Karya-karya dari al-Khalil ialah Mu‟jam al-Aini, al-Urudh, an-Nuqath wa Syakl,

an-Naghm dan Ma‟na al-Harf.203

Berikut ini adalah guru-guru dari al-Khalil di antaranya Abu Amru ibn

„Ala, Ayub Sahtayani, Awam ibn Hausyab, Ashim Ahwal, Utsman ibn Hadhir

dan Ghalib Qathan, sedangkan murid-murid dari al-Khalil ialah Sibawaih, Nadhar

ibn Syamil dan Asmhu‟i. Al-Kalil wafat pada tahun 170 H di Basrah.204

Setelah melalui dua tahap pemberian titik, yang pertama tahap pemberian

titik berwarna merah sebagai tanda baca, dan yang kedua yaitu pemberian titik

berbentuk diagonal untuk membedakan huruf-huruf yang serupa bentuknya. Dua

tahap di atas terjadi pada masa Bani Umayyah, sedangkan dalam

perkembangannya terjadi pada masa Bani Abbas, dimana orang-orang lebih

cenderung menggunakan warna tinta yang sama dengan warna tulisan agar lebih

mengoptimalkan waktu penulisan.205

. Oleh karena itu, muncul permasalahan baru,

karena orang-orang di zaman ini tidak mengubah titik pembeda huruf, sehingga

terjadi kerancuan dalam peletakan titik. Dari sinilah mereka beranggapan perlu

adanya perombakan untuk ketiga kalinya, entah itu perubahan titik sebagai tanda

baca, atau mungkin perubahan titik yang difungsikan sebagai pembeda huruf.206

Di sela-sela rumitnya permasalahan tersebut, muncul seorang yang

bernama al-Khalil Ahmad al-Farahidi (memiliki wawasan luas tentang bahasa

Arab) yang kemudian menggagas cara lain dalam memberikan harakat atau tanda

baca vokal.207

203

Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul

A.mru Harahap dan Achmad Faozan (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007), h. 377. 204

Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Penj. Khoirul

A.mru Harahap dan Achmad Faozan. h. 378. 205

Hifni Nashif, Hayat Al-Lughah Al-Arabiyah (Bur Sa‟id: Maktabah ats-Tsaqafah ad-

Diniyah), h. 96. 206

Afif Kholisun Nashoih, Problematika Qiraat al-Quran: Pintu Masuk Munculnya

Kajian Bahasa Arab. DINAMIKA, [S.I ], v. I. n. I, p. 93-113, Desember. 2016. ISSN 2548-6896,

h. 18. 207

Afif Kholisun Nashoih, Problematika Qiraat al-Quran: Pintu Masuk Munculnya

Kajian Bahasa Arab. DINAMIKA, [S.I ], v. I. n. I, p. 93-113, Desember. 2016. ISSN 2548-6896,

h. 18.

Page 89: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

85

Penentukan bunyi huruf atau syakal/harakat, al-Khalil Ahmad al-Farahidi

menggunakan tanda-tanda yang terambil dari huruf-huruf yang menjadi sumber

bunyi-bunyi tersebut, yaitu alif sebagai sumber dari bunyi a (fathah), ya sumber

dari bunyi i (kasrah) dan waw dari sumber bunyi u (dhammah), untuk tanwin,

huruf yang bersangkutan digunakan rangkap atau double. Huruf-hurufnya dibuat

lebih kecil daripada huruf-huruf pokok tulisan. Penyempurnaan al-Khalil Ahmad

al-Farahidi al-Busairi ini dapat dikatakan “meringkas” huruf-huruf „Illah (alif,

waw, dan ya) yang terjadi pada akhir abad ke-II H.

Pada puncaknya, tanda-tanda harakat atau syakal tersebut berkembang

menjadi delapan buah, yaitu: fathah, kasrah, dhammah, sukun, jazm, syiddah,

maddah, alamat silah dan hamzah. Bagian tiga pertama adalah hasil rumusan al-

Khalil, sedangkan sisanya tercipta beberapa generasi sesudahnya.208

Penyempurnaan al-Khalil Ahmad al-Farahidi ini menjadi dasar rumus-rumus atau

tanda baca dalam tulisan Arab yang terus berlaku sampai sekarang,

penyempurnaan yang luar biasa tersebut dapat disimpulkan berikut:209

1. Fathah, ditandai dengan alif kecil miring yang ditelentangkan dan

diletakkan di atas huruf ( )

2. Kasrah, ditandai dengan kepala Ya‟ kecil yang diletakkan di bawah huruf

( ) .

3. Dhammah, ditandai dengan huruf waw kecil yang diletakkan di atas

huruf ( ).

4. Tasydid, ditandai dengan kepala huruf sin tanpa titik yang diletakkan di

atas huruf ( ).

208

Lihat Abu „Amr al-Dany al-Qurthubi. al-Muhkam, tanpa disebutkan pengarang dan

halaman buku. 209

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 60. Hifni Nashif, Hayat Al-Lughah Al-

Arabiyah (Bur Sa‟id: Maktabah ats-Tsaqafah ad-Diniyah), h. 96. Abdul Karim Husain, Seni

Kaligrafi Khat Naskahi Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab dengan Metode Komparatif,

h. 15-16.

Page 90: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

86

5. Sukun, ditandai dengan kepala huruf Kha‟ tanpa titik yang diletakkan di

atas huruf ( ).

6. Hamzah, ditandai dengan kepala „ain di atas/ bawah huruf. (Untuk

hamzah qath‟i di letakkan di atas alif berfungsi untuk membedakan

antara alif dan hamzah).

7. Alif, Ya‟ dan waw dibelakang huruf lain dibaca mad (panjang)

8. Nuqthah atau titik dibuat identik seperti titik sekarang.210

Ciptaan Al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi al-Busairi inilah yang kemudian

menjadi dasar untuk tanda-tanda dalam tulisan Arab sampai sekarang. Berikut ini

untuk lebih jelas dan lengkapnya penyempurnaan tanda-tanda dalam tulisan Arab

dapat diuaraikan sebagai berikut :211

1. Huruf ALIF kecil dan ditulis miring di atas huruf sebagai tanda fathah

yang berbunyi A, sekarang menjadi garis miring pendek di atas huruf.

2. Huruf YA kecil diletakkan di bawah huruf sebagai tanda kasrah yang

berbunyi I, sekarang menjadi garis miring pendek (seperti fathah) di

bawah huruf.

3. Huruf WAWU kecil diletakkan di atas huruf sebagai tanda dhammah

yang berbunyi U, sekarang hanya diambil kepala wawunya saja bulat

kemudian bagian selanjutnya berupa garis miring pendek.

4. Kepala huruf KHA dan ditulis di atas huruf sebagai tanda mati atau pepet

(sukun, berhenti). Huruf Kha berasal dari kata Khafafa yang berarti

ringan Takhfif, sekarang kepala Kha itu dibuat elastis sehingga tidak

semata-mata berupa kepala huruf Kha serta tanpa titik di atasnya.

5. Kepala huruf SYN (yang diambilkan SYIN dari kata tasydid) digunakan

sebagai tanda untuk huruf rangkap atau tanda tasydid.

6. Kepala huruf AIN (yang diambilkan huruf terakhir dari kata “qatha”.

“A” ditulis dan dikecilkan, diletakkan di atas atau di bawah Alif sebagai

210

Ahmad al-Iskandary wa Musthafa al-Anany, al-Wasith fi al-Adab al-„Araby wa

Tarikhi, cet, XVIII, (Mesir: Dairah al-Ma‟arif), h. 196. 211

Abdul Karim Husain, Seni Kaligrafi Khat Naskahi Tuntunan Menulis Halus Huruf

Arab dengan Metode Komparatif, h. 16-18.

Page 91: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

87

tanda hamzah sehingga alif yang mendapat tanda ini (di depan kata)

disebut Hamzah Qatha.

7. Penggunaan huruf hidup. Alif, Wawu dan Ya berfungsi sebagai huruf

Madd (dibaca panjang) atau huruf hidup (vowel). Ketiga huruf tersebut

berfungsi sebagai huruf hidup dengan ketentuan:

a. Jika Alif berharakat sukun (mati, pepet) dan jatuh setelah huruf yang

berharakat fathah.

b. Jika Wawu berharakat sukun (mati, pepet) dan jatuh setelah huruf

yang berharakat dhammah.

c. Jika Ya berharakat sukun (mati, pepet) dan jatuh setelah huruf yang

berharakat kasrah.

Ketiga huruf tersebut juga dapat berfungsi sebagai huruf mati

sehingga dapat diberi harakat atau sandang, sehingga ketiga huruf

tersebut dapat berbunyi, a, u, i atau pepet.

8. TITIK digunakan untuk memberi ciri khas pada huruf yang bersamaan

bentuk tetapi berbeda ejaannya seperti sekarang berlaku hingga kini.

Perkembangan selanjutnya, tanda-tanda tersebut menemui

bentuknya yang lebih sederhana lagi , untuk fathah dan kasrah tidak lagi

digunakan alif dan ya, melainkan cukup dengan garis lurus miring

(diagonal) pendek seperti sekarang wawu untuk dhammah hanya diambil

lengkungan bulatnya saja untuk bagian kepala, sedangkan untuk

buntutnya digunakan garis miring berupa fathah atau kasrah, demikian

pula tasydid, sukun dan hamzah semakin lama semakin halus

bentuknya.212

Adapun keistimewaan setelah diadakannya penyempurnaan tanda

baca pada al-Quran dalam Kaligrafi Islam yaitu melalui bentuk Kaligrafi

Cursif dan Kaligrafi Kufi, di antaranya: Pertama, Model kaligrafi Cursif

213 tidak memakai sistem Abu al-Aswad ad-Du‟ali, kalau memakai sistem

212

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam (Darul Ulum Press, h. 70 213

Selain Kufi dikategorikan ke dalam kaligrafi Cursif, karena penampilannya yang

lembut (Laiyin/soft) dan mudah dibengkok-bengkokkan bahkan kerap ditulis miring, sedangkan

Kufi selalu ditulis tegak kecuali beberapa bagian pada tubuh Kufi miring. Adapun ciri pokok khat

Page 92: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

88

Abu al-Aswad ad-Du‟ali lebih cocok untuk tulisan yang lebih besar-besar

ukurannya (seperti Kufi, karena Kufi sering ditulis dengan menggunakan

huruf-huruf besar), akan tetapi sebagai gantinya dipakailah sistem Hajjaj

ibn Yusuf as-Tsaqafi (Nashr ibn Ashim al-Laitsi dan Yahya ibn Ya‟mur

al-Udwan al-Laitsi) dalam pemberian titik hurufnya dan sistem al-Khalil

khusus untuk tasykil.214

Sistem al-Hajjaj ibn Yusuf as-Tsaqafi (Nashr ibn Ashim al-Laitsi

dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi) dan al-Khalil Ahmad al-

Farahidi meleburkan kedalam “sistem tunggal” yang saling melengkapi

satu sama lain, walaupun hal itu sulit digunakan untuk penulisan Fan

Kufi kuno,215

ia digunakan juga pada masa dulu untuk tulisan Kufi Timur

dan seluruh tulisan Cursif. Ada kesepakatan pendapat bahwa hasil

tersebut mendapat pengaruh pada awal abad ke-XI, yang hidup terus

(survival) hanya sedikit sekali terjadi perubahan dan pada umumnya

masih dipakai sampai saat ini.216

Khat Muzawwa (kubisme) yang sering disebut sebagai khat Kufi

adalah asal tulisan Arab yang pernah berjaya di Hirah, Raha dan

Nasibain sebelum kota Kufah lahir. Kelahiran kota Kufah sebagai markas

agama dan politik Islam telah membawa khat tersebut pada

penyempurnaan bentuk anatomi dan keindahannya, lebih-lebih karena

dipakai untuk menyalin mushaf-mushaf al-Quran, karena keaguangan

dan keindahan tulisan Kufi tersebut. Kelahiran kota Kufah yang secara

Kufi, yakni berukuran seimbang, yang spesifik dengan sifat bersudut-sudut atau persegi menyolok,

memiliki sapuan sapuan garis vertikal pendek dan garis-garis horizontal yang memanjang dalam

ukuran sama lebar, akan tampak bahwa tulisan berbentuk empat persegi panjang. Gaya hias atau

iluminasi khat Kufi, ukuran tersebut terkadang tidak mengikat betul misalnya, pada sapuan garis

vertial yang dibuat panjang-panjang melebihi garis-garis horizontalnya namun tetap harus

ditekankan, bahwa tulisan kufi adalah tulisan bersiku-siku. Sumber D. Sirojuddin Ar. Seni

Kaligrafi Islam (Jakarta: Pustaka Pamjimas), h. 47. 214

Didin Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 71. 215

Fan (Bhs Arab) ialah seni atau gaya, dikutip dari D. Sirojuddin AR. Seni Kaligrafi

Islam. h. 26. 216

Didin Sirajuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, h. 71.

Page 93: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

89

otomatis telah merubah khat Hieri (dari kata Hirah) menjadi Kufi. Fan

Hieri atau Kufi inilah yang juga sering disebut Jazm.217

Tulisan Hirah, memang telah diakui sejarah sebagai tulisan yang

pernah berperan dalam penyalinan masalah-masalah keagamaan. Oleh

karena itu, tidaklah mengherankan jika Kufah menjadi pemimpin utama

yang membawa reformasi (pembaharuan) terhadap tulisan Mekah dan

Madinah yang masih agak kaku, sementara Kufah sendiri dianggap

sebagai ahli waris kebudayaan Hirah. Selain itu, Kufah yang menjadi

markas agama tersebut telah mengundang sejumlah umat Islam

berduyun-duyun mendatanginya. Hal inilah yang menyebabkan tulisan

Kufi menyebar lebih cepat.218

Jika dibahas lebih jauh, khat Jazm tiada lain adalah belahan atau

potongan (majzum) dari Fan Musnad219

(dengan model lingkaran

hurufnya yang terpisah-pisah, hingga persamaan pada gaya sambung dan

gaya potongnya).220

Kemiripan yang paling menonjol terdapat pada 14

huruf dari keseluruhan abjad Musnad dengan huruf-huruf Kufi. Pada

pasal “Jazm” dalam kamus al-Muhit221

Al-Alusi menulis dalam kitabnya yang berjudul Bulug al-

Urab:222

pasal Jazm, “Khat Arab dinamakan Jazm karena

khat Kufi pada awalnya bernama Jazm, sebelum kota

217

D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, (Darul Ulum Press, ), h. 46. 218

D. Sirajuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, (Darul Ulum Press, ), h. 46. 219

Abdurrahman ibn Muhammad Ibn Khaldun al-Magribi (w. 808 H), al-muqaddimah,

(Kairo, 1957), h. 418. Mencatat bahwa orang-orang Hijaz mengambil khatnya dari Hiarah , orang-

orang Hirah dari Hameir, sedangkan Hameir sendiri dari Yaman, yang diduga sebagi tempat

kelahiran pertama kaligrafi Musnad. Sedangkan Ibnu Khallikan (w. 681 H), Wafayat al-A‟yan wa

Anba al-Zaman, (Mesir, 1948) 4 jilid, h. 346, dia menambahkan bahwa, perpindahan khat Humeiri

ke Hirah terjadi pada masa kekuasaan keluarga Munzir. Muhammad Tahir ibn Abdul Kadir al-

Kurdi al-Makki al-Khattat, Tarikh al-Khat al-Arabi wa Adabuhu, (Arab Saudi: al-Jam‟iyatu al-

Arabiyah al-Su‟udiyah li al-Saqafah wal Funun), Cet. Ke-II, dia mengatakan bahwa fan Musnad

adalahkaligrafi yang mula-mula dari sekian banyak jenis kaligrafi yang dipakai oleh masyarakat

Humeir (Himyar) dan Raja-raja Ad (Kaum Ad berikut kedurhakaan mereka digambarkan secara

jelas di dalam al-Quran Surat 11:59, 22:42, 26:123, 38:12, 41:15, 50:13, 54:18, 69:4 67:68, 11:60,

89:6, 51:4, 7:73, 9:71, 14:9, 40:43, 41:13, 46:21, 29:38, dan 53:50. Selengkapnya lihat D.

Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, (Jakarta:Panjimas, 1987),Cet. Ke-II, h. 27-29. 220

Sirajuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, (Darul Ulum Press, ), h. 46. 221

Al Fairuz Abady, al-Qamus al-Muhit tanpa menyebutkan halaman. 222

Naji Zaynuddin, Muzawwar al-Khat al-Araby (Bagdad: Maktabah al-Nahdah), Cet.

Ke-2, h. 298.

Page 94: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

90

Kufah didirikan. Dinamakan Jazm karena dia “Juzima‟

atau (terpotong), dan dilahirkan dari Fan Musnad

Humeiri, dan khat Kufi sudah lama sekali umurnya.

Peletaknya adalah Sayidina Isma‟il as. Disebutkan oleh al-

Washiyah an-Nabty dalam kitabnya berjudul Syawq al-

Mustaham an-Nabty ya fi Ma‟rifati Rumus al-Aqlam.

Sedangkan Ibnu Nadim mengatakan, yang menulis dengan

Arab Jazm ini adalah seorang lelaki dari bani Makhlad ibn

al-Nazar ibn Kinanah: maka sejak saat itulah masyarakat

Arab mulai menulis dengannya.” Al-Fairuz223

menambahkan: “… Karena itu, orang Arab menamakan

khatnya dengan Jazm sebab ada potongan atau kepingan

(Jazm) dari musnad Humeiri dan Khat Humeiri dinamakan

Musnad kerena dia bersandar kepada Nabi Hud as.”

Mungkin yang dimaksud Fairuz adalah bahwa khat Musnad

pernah dipakai menulis oleh Nabi Hud as. Jika demikian

alangkah tuanya usia tulisan tersebut.224

Hasil terakhir dari rumus-rumus al-Khalil Ahmad al-Farahidi di

atas terus berlaku sampai saat ini dan menjadi warisan abadi bagi

khazanah Islam yang tiada ternilai harganya. Orang-orang tidak akan

kesulitan lagi membaca al-Quran karena telah dilengkapi dengan rumus-

rumus tersebut yang sudah populer di mana-mana.225

Atas kontribusi itu, perbedaan qira‟at al-Quran sedikit-demi

sedikit mulai pudar, karena para pembaca al-Quran pada saat itu sudah

sangat terbantu dengan adanya tanda baca tersebut. Seperti yang kita

tahu, bahwa tanda-tanda yang diciptakan oleh al-Khalil Ahmad al-

Farahidi masih tetap langgeng, dan difungsikan oleh semua umat Islam

223

Al Fairuz Abady, al-Qamus al-Muhit, IV, h. 88 224

Sirajuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, (Darul Ulum Press, 1987 ), h. 47. 225

D. Sirajuddin AR. Seni Kaligrafi Islam, (Darul Ulum Press, ), h. 71.

Page 95: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

91

sebagaimana fungsi saat diciptakannya tanda-tanda tersebut tanpa

sekalipun merubahnya.226

Awal muncul kesadaran para ahli bahasa Arab dipicu oleh

adanya ragam perbedaan qiraat al-Quran, kemudian dalam

perkembangannya tahapan-tahapan yang dimulai oleh Abu al-Aswad ad-

Du‟ali hingga al-Khalil Alfarahidi al-Busairi tersebut menjadi cikal bakal

lahirnya sebuah bidang ilmu dalam kaidah bahasa Arab yang disebut

Ilmu Nahwu. Oleh karena itu, tak salah jika banyak orang yang

mengatakan bahwa bapak pencetus ilmu nahwu adalah Abu al-Aswad ad-

Du‟ali, karena Abu al-Aswad ad-Du‟ali yang meletakkan batu pertama,

meskipun hanya sebatas memberikan titik yang berfungsi sebagai tanda

baca dan juga I‟rab.

Demikian pembahasan tentang peran Abu al-Aswad ad-Du‟ali dalam ilmu

nahwu dan pemberian titik (nuqthah) pada huruf-huruf al-Quran yang

disempurnakan oleh generasi berikutnya yaitu kedua murid dari Abu al-Aswad

ad-Du‟ali yaitu Nashr ibn Ashim al-Laitsi dan Yahya ibn Ya‟mur al-Udwan al-

Laitsi dan yang terakhir oleh al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi al-Busairi.

226

Afif Kholisun Nashoih, Problematika Qiraat al-Quran: Pintu Masuk Munculnya

Kajian Bahasa Arab. DINAMIKA, [S.I ], v. I. n. I, p. 93-113, feb. 2017. ISSN2548-

6896,Availableat: http://ejournal.unwaha.ac.id/index.php.dinamika/article/view/106. Date

accsseed: 30 Oct. 2017. [PDF]unwaha.ac.id. h.18.

Page 96: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

105

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Abu al-Aswad ad-Du‟ali adalah seorang tabi‟in sekaligus murid dari

Khalifah Ali ibn Abi Thalib, tokoh penemu tata bahasa Arab dan Sharaf setelah

mendapat rekomendasi dari Khalifah Ali ibn Abi Thalib. Abu al-Aswad ad-Du‟ali

adalah orang yang pertama kali merumuskan tanda baca berupa titik (merah)

berfungsi sebagai syakal pada al-Quran (hitam) dibantu oleh juru tulis yaitu Abdi

al-Qais atas perintah Ziyad ibn Abihi (guberbur di Basrah 55 H) yang terjadi pada

masa pemerintahan Bani Umayyah di bawah kepemimpinan Mu‟awiyah ibn Abi

Sufyan (41- 60 H/661-683), hal tersebut dilakukan karena banyaknya orang Ajam

yang masuk Islam, kebanyakan dari mereka masuk kalangan Ulama dan Qurra,

ketika mereka membaca al-Quran banyak terjadi salah baca atau Lahn. Sebelum

menggeluti ilmu Nahwu, Abu al-Aswad ad-Du‟ali banyak berkiprah dalam dunia

perpolitikan, dimana Abu al-Aswad ad-Du‟ali pernah menjabat sebagai hakim di

Basrah pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Khattab (13- 23 H/634-644

M), sedangkan pada masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib (35-41 H/656-661M),

Abu al-Aswad ad-Du‟ali diangkat sebagai gubernur di Basrah.

Adapun al-Quran masa Rasulullah saw ialah tulisannya masih gundul dan

berserakan ada yang di pelepah kurma, batu cadas dan kulit binatang. Setelah

Rasulullah saw wafat al-Quran di pegang oleh Khalifah Abu Bakar as-Siddiq (11-

13 H/632-634 M) terjadi penghimpunan al-Quran. Ketika Abu Bakar as-Siddiq

wafat kekhalifahan di pegang oleh Umar ibn Khattab (13-23 H/634-644 M)

progres al-Quran tidak ada akan tetapi, Khalifah Umar ibn Khattab adalah seorang

pencetus ide pertama kali dalam sejarah penghimpunan al-Quran terhadap

Khalifah Abu Bakar as-Siddiq. Setelah Khalifah Umar ibn Khattab wafat untuk

sementara waktu himpunan al-Quran di pegang dan dirawat oleh Hafshah akan

tetapi demi kepentingan penggandaan al-Quran di zaman Khalifah Utsman ibn

Affan (644-636 M) himpunan al-Quran yang berada di tangan Hafshah diminta

oleh Khalifah Utsman ibn Affan karena di kalangan umat Islam terjadi perbedaan

Page 97: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

106

qira‟at al-Quran dan al-Quran saat itu diberi nama Mushaf Utsmani. Khalifah Ali

ibn Ali Thalib pernah menulis al-Quran selama tiga hari. Tiga hari tersebut

tidaklah mungkin Ali ibn Abi Thalib selesai menulis al-Quran bisa jadi, mulai

adanya perintah menulis al-Quran oleh Rasulullah saw, dia menulis dan

mengumpulkannya atau bisa jadi dia menulis al-Quran hanya beberapa bagian

saja. Al-Quran pada masa Bani Umayyah oleh Marwan ibn al-Hakam, dia pernah

meminta beberapa kali shuhuf yang ada di tangan Hafshah dengan maksud untuk

membakarnya akan tetapi Hafshah tidak memberikannya. Setelah Hafshah wafat

Marwan ibn al-Hakam berhasil membakar shuhuf Hafshah tersebut dengan alasan

untuk menghindarkan keraguan umat Islam di masa yang akan datang jika mushaf

al-Quran terdapat dua naskah (shuhuf Hafshah dan Mushaf Utsmani). Abu al-

Aswad ad- Dua‟li adalah orang yang pertama kali mengadakan tanda baca pada

al-Quran berupa titik merah yang berfungsi sebagai syakal, kemudian dilanjutkan

oleh kedua muridnya yaitu Nashr ibn Ashim al-Laitsi dan Yahya ibn Ya‟mur al-

Udwan al-Laitsi dengan mengadakan titik hitam yang berbentuk diagonal

berfungsi sebagai pembeda huruf atau I‟jam. Penyempurnaan al-Quran terakhir

dilakukan oleh al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi al-Busairi, bisa bilang dia masih

berpegang teguh pada sistem yang digunakan oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali dan

kedua muridnya. Al-Khalil menambahkan dengan menggunakan tanda-tanda yang

terambil dari huruf-huruf yang menjadi sumber-sumber bunyi yaitu Alif sebagai

sumber dari bunyi a (fathah), Ya sebagai sumber dari bunyi i (kasrah), dan Wawu

sumber dari bunyi u (dhammah), sedangkan untuk tanwin huruf yang

bersangkutan digunakan rangkap atau double . Huruf-huruf tersebut dibuat lebih

kecil dari huruf-huruf pokok tulisan al-Quran.

Penelitian ini menunjukkan bahwa: Pertama, apa yang dilakukan oleh Abu

al-Aswad ad-Du‟ali yaitu pemberian titik telah meminimalisir adanya lahn yang

terjadi di kalangan orang Ajam dan pembaca al-Quran. Kedua, Abu al-Aswad ad-

Du‟ali telah meletakkan pondasi bagi terbentuknya ilmu I‟rab atau ilmu Nahwu.

Ketiga, Penyempurnaan dasar-dasar ilmu Nahwu di antaranya: generasi pertama

yaitu Abu al-Aswad ad-Du‟ali dan Abdurrahman ibn Hurmuz, generasi kedua

dilakukan oleh kedua murid-murid dari Abu al-Aswad ad-Duali, yaitu: Yahya ibn

Page 98: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

107

Ya‟mur al-Udwan al-Laitsi, dan Nashr ibn Ashim al-Laitsi, dilanjutkan oleh

Maimun al-Aqran, Anbasah al-Fil, generasi ketiga Abdullah ibn Abu Ishak, Abu

Umar ibn Ula, Isa ibn Amr al-Tsaqafi, generasi keempat al-Akhfas al-Akbar, al-

Khalil ibn Ahmad al-Farahidi, Yunus ibn Habib, generasi kelima Sibawaih, al-

Yazidy, generasi keenam al-Akhfasy al-Awsath, Qatrab, generasi ketujuh al-

Jurmy, at-Tauzy, al-Maziny, Abu Chatim al-Sijistany, al-Riyasy dan generasi

kedelapan al-Mubarrad.

B. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan maka penulis memiliki saran yakni:

1. Kalau dilihat dari segi biografi Abu al-Aswad ad-Duali, penulis hanya

membahas sekilas saja sekedar untuk mengetahui secara umum siapa

sebenarnya Abu al-Aswad ad-Du‟ali karena penulis hanya fokus kepada

pembahasan penyempurnaan dalam pemberian titik dan tanda baca pada

al-Quran. Diharapkan peneliti berikutnya bisa lebih detail

meneliti/meneropong profil Abu al-Aswad ad-Du‟ali secara lengkap di

dalam buku karya Muhammad Mansur, Abu al-Aswad ad-Du‟ali fil

Midzan, Iran: Maktab al-I‟lam al-Islami, Markas Nasir 1376.

2. Abu al-Aswad ad-Du‟ali adalah salah seorang penyair dari Basrah dan

banyak berkiprah di dalam dunia perpolitikan. Oleh karena itu,

diharapkan kepada peneliti berikutnya bisa menggali lebih lengkap apa

saja tema syair-syair yang pernah digubah oleh Abu al-Aswad-ad-Du‟ali.

3. Perlu diketahui bahwa pondasi lahirnya ilmu Nahwu berasal dari jerih

payah Abu al-Aswad ad-Du‟ali setelah dia mendapat izin dari Khalifah

Ali ibn Abi Thalib untuk menyusun I‟rabil Hurf. Pembahasan dalam

bidang ilmu Nahwu yang dipelopori oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali masih

minim sekali dibahas oleh orang-orang. Jadi, penulis berharap semoga ke

depannya ada dari peneliti berikutnya lebih spesifik untuk membahas

bagaimana cara yang ditempuh oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali dalam

merumuskan ilmu Nahwu.

Page 99: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

107

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Primer

Baba, al-Kamil. Dinamika Kaligrafi Islam. Penj. D. Sirojuddin AR, Jakarta: Darul

Ulum Press, 1992.

Karim, Husain Abdul. Seni Kaligrafi Khat Naskahi Tuntunan Menulis Halus

Huruf Arab dengan Metode Komparatif, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, t.th.

Qaththan, al- Manna‟ Khalil. Pengantar Ilmu Studi Al-Quran. Penj. Anunur Rafiq

el-Mazni. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005.

Sirojuddin, AR, D. Seni Kaligrafi Islam. Jakarta: Panjimas, 1987.

Sumber Sekunder

„Adil Kamal, Ahmad. Ulumul Al-Qur‟an. Kairo: Al-Mukhtaru al-Islmi, 1707.

„Azami, M. Hadits Nabi dan Sejarah Kodifikasinya. Penj. Ali Musthofa Ya‟qup.

Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.

Ahmad ibn Ali, Abu al-Abbas. al-Qasqhasandy, Subh al- Asya. Kairo: Wazarah

al-Tsaqafah wa al-Irsyad al-Qaumy, Jilid I. t.th.

Ahmad Syamsuri, Hasani. Studi Ulumul Quran. Jakarta: Zikra Multi Service,

2009.

Al-Alusi M, Abi Umar ibn Muhammad ibn Abd Rabbih al-Andalusi. al-„Iq al-

Farid. Bairut: Dar al-Kitab, 1973.

Ali as-Shabunie, Moh. Pengantar Ilmu-ilmu Al-Quran. Terjemahan dari

Attibiyanu fi Ulumil Quran. Jakarta: Al-Ikhlas, 1983.

Ali Mudhar,Yunus dan Bey Arifin. Sejarah Kesusastraan Arab. Surabaya: Bina

Ilmu, 1983.

Al-Quran al-Karim

Al-Sayyid Handawi, Ali Ismail. Jami‟ul al-Bayan Fi Ma‟rifati Rasmi al-Qur‟an.

Riyadh: Daar al-Furqan, 1410 H.

Page 100: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

108

Al-Wahhab Khalaf, Abd. Ilmu Ushul al-Fiqh. Cet ke-VIII Mesir: Dar al-

Qalam,1978.

Amin, Ahmad, Penerjemah Zaini Dahlan. Fadjr Islam. Jakarta: Bulan Bintang,

1967.

Ahmad, Musthafa al-Iskandary. al-Wasit fi al-Adab al-Araby wa Tarikhi, XVIII.

Mesir: Dairat al-Ma‟arif, th.

Anany Anshori, Ulumul Quran: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan.

Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2013.

Ash-Shalih, Subhi. Penj. Nur Rakhim. Mabahits fi Ulum al-Quran. Beirut: Dar al-

tlm Li al-Malayin, 1988.

As-Suyuti, Imam. Tarik Khulafa‟. Penj. Samson Rahman. Jakarta: Pustaka al-

Kautsar, 2003.

Atjeh, Aboebakar. Sejarah al-Quran. Cet ke-IV. Surabaya: Sinar Bupemi, 1956.

Baba, al-Kamil. Dinamika Kaligrafi Arab. Penj. D. Sirojuddin AR Kepustakaan

LEMKA Sukabumi. 1989.

___________. al-Ruh al-Khath al-„Arabi. Bairut: Dar al-Ilm wa al-Malayin, cet I,

1983.

___________. Dinamika Kaligrafi Arab. Alih Bahasa dan Kata pengantar D.

Sirojuddin AR. Kepustakaan Pesantren LEMKA Sukabumi, 1989.

Chirzin, Muhammad. Al-Qur‟an dan Ulumul Qur‟an. Jakarta: Dana Bakti Prima

Jaya, 1998.

Dawud, Ibn Abi, Abu Bakar Abd Allah. Kitab al-Mashahif, ed. A. Jeffery. Mesir:

al-Mathba‟ah al-Rahmaniyah, 1936.

Dewan Redaksi. Ensiklopedi Islam. Jilid IV CET ke-III Jakarta: Ikhtiar baru Van

Houve, 1994.

Dhaif, Syauqi. al-Madaris an-Nahwiyah. Kairo: Dar al-Ma‟arif, 1968.

Djalal, Abdul. Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu, 1998.

Fadli, al-Hadi. Marakiz al-Dirasah al-Nahwiyah. Urdun: Maktabah al-Manar,

1986.

Page 101: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

109

Farid, Ahmad. Biografi Ulama Salaf. Penj Masturi Ilham dan Asmu‟I Taman.

Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006.

Habash al-Bayati, Hasan Qasim. Rihlah al-Mushaf al-Syarif. Bairut: Dar al-

Qalam, 1414 H.

Hadi M, Ma‟rifat. Sejarah Al-Qur‟an. Jakarta: al-Huda, 2007.

Hamka. Tafsir al-azhar, pasal Ghanimah, Juz X, Jakarta: Yayasan Nurul Islam,

t.th.

Hasbi ash-Shiddieqy, T.M. Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir.

Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.

Husain, Abdul Karim. Seni Kaligrafi Khat Naskahi Tuntunan Menulis Halus

Huruf Arab dengan Metode Komparatif. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,

1985.

Husen al-Dzahabi, Buhuts Fi Ulum al-Tafsir wa al-Fiqhi wa al-Da‟wah : Cairo:

Dar al-Hadits, 2005.

Ibn Khaldun al-Magribi Abdurrahman ibn Muhammad, al-muqaddimah, Kairo,

1957.

Israr, C. Teks Klasik Sampai ke Kaligrafi Arab. Jakarta: Yayasan Masagung,

1985.

Jazari Ibnu, Muhammad ibn Ahmad. al-Nasyir fi al-Qira‟at al-Asyr. w. 833 H.

ed, Ali Muhammad al-Dlabba‟. Kairo: al-Maktabah al-Tijariyyah al-

Kubra, t.th.

K. Hitti, Philip. History of The Arab., New York: The Macmillan Press, 1974.

Kamal, Taufik Adnan. Rekontruksi Sejarah al-Quran, Jakarta: PT Rajawali Press,

1991.

Kan‟an, Muhammad ibn Ahmad. Syaikh. Daulah Bani Umayyah. Syaikh. Penj.

Irwan Raihan. Solo: al-Qowam, 2015.

Khallikan, Ibnu (w. 681 H). Wafayat al-A‟yan wa Anba al-Zaman. Mesir, 1948.

Khoiri R, Ilham. Al-Quran dan Kaligrafi Arab: Peran Kitab Suci dan

Transformasi Budaya. Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Page 102: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

110

Lewis, Bernard. Penj Said Jamhuri. Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah: Dari

Segi Geografi, sosial, Budaya dan Peranan Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1998.

Mansur, Muhammad. Abu al-Aswad ad- Du‟ali fil Midzan. Iran: Maktab al-I‟lam

al-Islami, Markaz Nasir, 1376.

Mursi, Muhammad Said. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta:

Pustaka al-Kautsar, 2007.

Nadim, al-Ibn. Fhirst, ed. Bayard Dogde. New York dan London: Columbia Univ

Press, 1970. ed. Arab, Beirut- Libanon: Dar al-Kutub al-„ilmiyah, 1997.

Nashif, Hifni. Hayat Al-Lughah Al-Arabiyah. Bur Sa‟id: Maktabah ats-Tsaqafah

ad-Diniyah, t.th.

Nashir al-Thayyar bin Musa‟id bin Sulaiman. al-Muharrir Fi Ulum al-Qur‟an.

Jeddah: Markaz al-Dirasah wa al-Ma‟lumat al-Qur‟aniyah, 2008.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1985.

_____________. Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran. Bandung: PT Mizan

Pustaka, 1995.

Nawawi, Rif‟at Syauki dan M. Ali Hasan. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Bulan

Bintang, 1992.

Qadhi, Abdul Fattah. Tarikh al-Mushhaf Syarif, Cairo: Maktabah wa Mathba‟ah,

al-Masyhad al-Husaini, 1965.

Quraibi, al-Ibrahim. Tarikh al-Khulafa.‟ Penj. Faris Khairul Anam. Jakarta: Qisthi

Press, 2009.

Ra‟fat al-Basya, Abdurrahman. Penj Abu Umar Basyir, Sirah Para Tabi‟in,

Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2011.

Safadi, Yasin Hamid. Islamic Calligraphy. London: Thames and Hudson, 1978..

Said al ibn Lubaib. Mushaf al-Murattal. Kairo: Dar al- Katib al-Arabi, t.th.

Shihab M, Quraish. Mukjizat al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,

Isyarat, Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, Bandung: Mizan, 1997.

______________. Lentera al-Quran. Bandung: PT Mizan Pustaka, 1994.

Page 103: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

111

______________. et al. Sejarah dan Ulumul Qur‟an, Jakarta: Pustaka Firdaus,

1999.

Sirojuddin, AR, D. Kuliah Seni Kaligrafi Islam, Fakultas Adab dan Humaniora

IAIN Jakarta. 1983.

Sirojuddin, D. AR., Diktat Kuliah Seni Kaligrafi Islam. Skripsi SI Fakultas Adab

dan Humaniora, IAIN Syarif Hidayarullah Jakarta, 1984.

Subhani, Ja‟far, al-Risalah: Sejarah Kehidupan Rasulullah, Penj. Muhammad

Hasyim dan Meth Kieran. Jakarta:Lentera, 1996.

Suma, Muhammad Amin. Ulumul Quran. (ed I, cet I.), Jakarta: Rajawali Pers,

2013.

Suyuthi, al-Jalaluddin. al-Itqan fi Ulum al-Quran. Beirut: Muassasah al-Kutub

as-Saqafiyah, Dar al-Fikr, tth.

Syahneci, Kadzim Munir. “Manuskrip-manuskrip Kuno,” al-Hikmah, VII,5

(November, 1992), h. 13.

Syahin, Abdussabur, Penj Ahmad Bachmid, ed Indonesia, Sejarah al-Quran,

Jakarta: PT Rehal Publika, 2008.

Syarif Hidayatullah, Moch. Cakrawala Linguistik Arab. Tangerang Selatan: al-

Kitabah, 2012.

Syukri, Bulugh al- Adab fi Ma‟rifah ahwal al-Arab, Bairut: Dar al-Kutub al-

„Ilmiyah, t.th.

Taman, Al-Ushul Dirasah Ibtimulujiyah li ushulil Fikri al-Lughah al-Arabiyah,

Maghrib: ad-Darul Baydhah. 1991.

Thahthawiy, Muhammad. Nasyatu an-nahwi wa Tarikh Asyhuria an-Nuhah.

Mesir: al-Azhar, 1969.

Tibi, Bassam. Krisis Peradaban Islam Modern: Sebuah Kultur Praindustri dalam

Era Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi. Penj. Yudian W. Asmin Naqiyah

Mukhtar dan Afandi Mocthar. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994.

Nasution, Harun. Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran. Bandung: PT Mizan

Pustaka, 1995.

Tohir, Muhammad ibn Abdul Kadir al-Kurdi al-Makki al-Khattat, Tarikh al-Khat

al-Arabi wa Adabuhu. Arab Saudi: al-Jam‟iyatu al-Arabiyah al-Su‟udiyah

li al-Saqafah wal Funun, t.th.

Page 104: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

112

Vondeffer, Ahmad. Ilmu al-Quran. Jakarta: Rajawali Press, 1988.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2008.

Zaidan, Georje. History of Islamic Civilitation. New Delhi: Fine Press, 1981.

Zanjani, Abu Abdullah. Penj Kamaluddin Marzuki Anwar dan A Qurthubi

Hassan. Wawasan Baru Tarikh al-Quran. Bandung: Mizan, 1993.

Zarqani, Muhammad Abd al-„Azhim. al- Manahil al-Irfani fi Ulum al-Quran,

Bairut: Dar al-Fikr, 1414 H.

Zuhdi, Masjfuk. Pengantar Ulumul Quran. Surabaya: Bina Ilmu,1987.

Jornal

Aang Saeful Milah. Otorisasi Hadits Sebagai Sumber Kaidah Bahasa: Studi

Analisis Pemikiran Ibnu Malik dalam Pembentukan Kaidah Nahwu.

Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. Issue Date 05 Oct

2015. Series/Report: 000-029-08-3249: 1090 PPS T

http://respository.uinjkt.ac.id/dsape/handle/123456789/6303

https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=aang+saefu

l+milah+otoriasi+hadits+sebagai+sumber+kaidah+bahasa&btnG=[PDF]ui

njkt.ac.id

Abd Kadir. Pembelajaran Membaca al-Quran pada Periode klasik. Kadir - Jurnal

Media Pendidikan Agama Islam, 2014 - ejournal.kopertais4.or.id

Afif Kholisun Nashoih. Problematika Qiraat al-Quran: Pintu Masuk Munculnya

Kajian Bahasa Arab. DINAMIKA, [S.I ], v. I. n. I, p. 93-113, feb. 2017.

ISSN 2548-6896, Availableat:

https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Afif+Kholi

sun+Nashoih+problematika+qiraat+al-

quran+pintu+masuk+munculnnya+kajian+bahasa+arab&btnG=

https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=rahmap+ali

ran+basrah+sejarah+lahir+tokoh+dan+karakteristiknya&btnG= [PDF]

Jounaliainpontianak.or.id

Dolla Sobari, Periodisasi Tokoh Ilmu Nahwu Aliran Basrah, Fakultas Adab dan

Humaniora, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Jl. Zainal

Abidin Fikry, No. 01 Km. 3,5 Palembang. Phone:

0817277835/08127144404.

Page 105: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

113

http://ejournal.kopertais4.or.id/susi/index.php/jmpai/article/view/1295.http

://scholar.google.co.id/scholar_url?url=http%3A%2F%2Fjurnal.radenfatah

.ac.id%2Findex.php%2Ftamaddun%2Farticle%2Fview%2F134&hl=id&sa

=T&ct=res&cd=0&ei=d_L2WeuzO6WFjgTH9bzgAQscisig=AAGBfm2nr

UMKh-wPGgPlKgp4v67l9_lg-A&nossl=1&ws=1366x664&

Tamaddun by http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun is licensed

under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International

License.

Website

Al-Arabiyyah. Com/20015/05/ Abu al- Aswad-ad-Du‟ali, penemu-ilmu

nahwu. html.

https.//www. Kisahislam.net/2012/05/23/kisah-tabiin-abu-al-aswad-ad-duali/.

Page 106: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

114

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 107: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

115

A. Al-Quran masa Rasulullah saw masih gundul dan tulisan al-Quran juga masih

berserakan ada yang di pelepah kurma, batu cadas, dan kulit binatang.

Gambar 1. A: Halaman dari surat An- Nur ayat 31-36 tertera dalam mushaf penghujung abad

ke-8 Miladiyah. Teks di atas terdiri dari 23 baris. Kamil al-Baba, Dinamika Kaligrafi Arab,

Penj D. Sirojuddin AR (Sukabumi: Kepustakaan Pesantren LEMKA, 1989), h. 41.

Bunyi lengkap dari ayat di atas adalah:

Page 108: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

116

Gambar 1. B: Kamil al-Baba, Dinamika Kaligrafi Arab, Penj. D. Sirojuddin AR

(Sukabumi: Kepustakaan Pesantren LEMKA, 1989), h. 25-26. Empat baris pertama berisi

ayat-ayat dari surah Maryam : 97-98, baris ke 4-5 berbunyi:

sedangkan tujuh baris berikutnya adalah surat At-Thaha, dengan bunyi:

...

Page 109: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

117

Gambar 1. C: Ayat-Ayat Surat Al-An‟am. Dikutip dari Kamil al-Baba, Kaligrafi Islam,

Alih Bahasa dan Kata Pengantar D. Sirojuddin AR (Jakarta: Darul Ulum Press, 1992. h.

21.

Dengan bunyi:

خمى ازي تشت ؼذ )د( )ج( اظا ت اس)ب( ث از وفشا )أ (خك اغا ت األسض جغ

غا )ط( ت )( ط ث لضى أ ) ( جل أج غى ػذ ) ص( ث أح جحش ) ح( لا ف ا

فاألس ) ي( ض ؼ عشو جشو ) ن(

Page 110: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

118

B. Al-Qur’an masa Khulafaur Rasyidin yaitu pada masa Khalifah Utsman ibn Affan

telah terkumpulkan dalam satu mushaf yaitu mushaf Utsmani.

Gambar B.1: Manuskrip mushaf Utsmani di Tashkent, Uzbekistan. Sumber:

Unesco.com. Dikutip dari buku Abdussabur Syahin, Sejarah al-Quran, Penj. Ahmad

Bachmid, ed. Indonesia, (Jakarta: PT Rehal Publika, 2008), h. 14-15.

Gambar B.2: Bagian dari Mushaf Utsmani dengan khat Kufi gundul surat Al-An‟am

ayat Ke-1, dengan bunyi:

.

Sumber: D. Sirojuddin AR. Diktat Kuliah Seni Kaligrafi Islam (Sukabumi: Kepustakaan

Pesantren LEMKA, (Jakarta, 1984), h. 2.

Page 111: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

119

C. Al-Quran amam Bani Umayyah sudah ada tanda baca berupa titik berfungsi sebagai

syakal ( Masa kepemimpinan Mu’awiyah ibn Abu Sufyan)

Gambar C. 1: Tulisan Kufi bertitik menurut teori Abu al-Aswad ad-Du‟ali di akhir

surah Al-A‟raf ayat 206. Dengan bunyi:

Sumber: Kamil al-Baba, Dinamika Kaligrafi Arab, Penj. D. Sirajuddin AR

(Sukabumi: Kepustakaan Pesantren LEMKA,. 1989) h. 40.

D. Al-Quran amam Bani Umayyah sudah ada tanda baca berupa titik berbentuk

diagonal berfungsi sebagai pembeda huruf yang bentuknya sama tapi pelafalannya

berbeda I’jam oleh Nashr ibn Ashim al-Laitsi dan Yahya ibn Ya’mutr l-Udwan al-

Laitsi (Masa kepemimpinan Abdul Malik ibn Marwan)

Gambar D. 1: Sumber Al-Quran al-Karim Q.S Al-Baqarah: 60 (huruf yang di I‟jam

ialah خ, , ت

Gambar D. 2: Sumber Al-Quran al-Karim Q.S Al-Baqarah: 87 (huruf yang di I‟jam

, ب, ي, , ت

Page 112: PROSES PEMBERIAN TITIK (NUQTHAH) PADA HURUF-HURUF AL-QURAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39079/1/PATIMAH... · sumber; 2) verifikasi atau kritik sumber, yaitu

120

Gambar D. 3: Sumber Al-Quran al-Karim Q.S At-Takwir: 12 (huruf yang di I‟jam ialah

ج, ح

Gambar D. 4: Sumber Al-Quran al-Karim Q.S Al-Baqarah: 60 (huruf yang di I‟jam

ialah س, ص

Gambar D. 5: Sumber Al-Quran al-Karim Q.S Al-Baqarah: 48 (huruf yang ialah ط, ػ

Gambar D. 5: Sumber Al-Quran al-Karim Q.S Al-A‟raf : 117 (huruf yang bergandengan

bentuknya sama namun pelafalannya berbeda ialah ق, ف

E. Al-Quran masa Bani Abbasiyah berupa titik sebagai pembeda huruf antara huruf

yang bersamaan bentuknya tapi pengucapannya berbeda, titik diagonal sebagai

harakat (al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi)

Gambar E. 1: Khat Kufi Timur, penuh tanda baca menurut sistem al-Khalil ibn Ahmad

al Farahidi al-Busairi, surah An-Nisa‟ ayat 121. Diperkirakan disalin di Irak/Persia pada

masa Bani Abbas di penghujung abad ke-10. Sumber: D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi

Islam. Dikutip dari buku Abdussabur Syahin, Penerjemah Ahmad Bachmid, ed.

Indonesia, Sejarah al-Quran, (Jakarta: PT Rehal Publika, 2008), h. 111.