Upload
davinci145
View
365
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
agama
Citation preview
Golongan yang menyebarkan agama Hindu Buddha
Proses Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia
Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak
diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik)
yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia.
Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur
sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan
antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan
aktif dalam perdagangan tersebut.
Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara
Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi
salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.
Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu - Budha ke
Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli
memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu - Budha atau
kebudayaan India ke Indonesia.
Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat/hipotesa
yaitu antara lain:
1. Hipotesis Ksatria, diutarakan oleh Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa
yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan
prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka
prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga
mendirikan kerajaan di Indonesia.
2.Hipotesis Waisya, diutarakan oleh Dr.N.J.Krom, berpendapat bahwa agama
Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang datang untuk
berdagang ke Indonesia, bahkan diduga ada yang menetap karena menikah dengan
orang Indonesia.
3.Hipotesis Brahmana, diutarakan oleh J.C.Vanleur berpendapat bahwa agama
Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana karena hanyalah kaum
Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda.
Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala
Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke
Indonesia.
Pada dasarnya ketiga teori tersebut memiliki kelemahan yaitu karena golongan
ksatria dan waisya tidak mengusai bahasa Sansekerta. Sedangkan bahasa
Sansekerta adalah bahasa sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci Weda.
Dan golongan Brahmana walaupun menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut
kepercayaan Hindu kolot tidak boleh menyebrangi laut.
Disamping pendapat / hipotesa tersebut di atas, terdapat pendapat yang lebih
menekankan pada peranan Bangsa Indonesia sendiri, untuk lebih jelasnya simak
uraian berikut ini.
Hipotesis Arus Balik dikemukakan oleh FD. K. Bosh. Hipotesis ini menekankan
peranan bangsa Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu dan Budha
di Indonesia. Menurutnya penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh
para cendikiawan atau golongan terdidik. Golongan ini dalam penyebaran
budayanya melakukan proses penyebaran yang terjadi dalam dua tahap yaitu
sebagai berikut:
* Pertama, proses penyebaran di lakukan oleh golongan pendeta Budha atau para
biksu, yang menyebarkan agama Budha ke Asia termasuk Indonesia melalui jalur
dagang, sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat Sangha, dan selanjutnya
orang-orang Indonesia yang sudah menjadi biksu, berusaha belajar agama Budha
di India. Sekembalinya dari India mereka membawa kitab suci, bahasa sansekerta,
kemampuan menulis serta kesan-kesan mengenai kebudayaan India. Dengan
demikian peran aktif penyebaran budaya India, tidak hanya orang India tetapi juga
orang-orang Indonesia yaitu para biksu Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan
melalui karya seni Indonesia yang sudah mendapat pengaruh India masih
menunjukan ciri-ciri Indonesia.
* Kedua, proses penyebaran kedua dilakukan oleh golongan Brahmana terutama
aliran Saiva-siddharta. Menurut aliran ini seseorang yang dicalonkan untuk
menduduki golongan Brahmana harus mempelajari kitab agama Hindu bertahun-
tahun sampai dapat ditasbihkan menjadi Brahmana. Setelah ditasbihkan, ia
dianggap telah disucikan oleh Siva dan dapat melakukan upacara Vratyastome /
penyucian diri untuk menghindukan seseorang
Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut
Hindu - Budha ke Indonesia. Beberapa hipotesis di atas menunjukan bahwa
masuknya pengaruh Hindu - Budha merupakan satu proses tersendiri yang
terpisah namun tetap di dukung oleh proses perdagangan.
Untuk agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang disebut
dengan Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha masuk ke
Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha yang terbuat
dari perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain Sempaga (Sulsel),
Jember (Jatim), Bukit Siguntang (Sumsel). Dilihat ciri-cirinya, arca tersebut
berasal dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi. Dan di
samping itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara (India Utara) di
Kota Bangun, Kutai (Kaltim).
Metode yang digunakan dalam penyebaran agama Hindu
Buddha
1. Teori kolonisasi
Teori ini berusaha menjelaskan proses masuk dan berkembangnya agama
dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia dengan menekankan pada peran
aktif dari orang-orang India dalam menyebarkan pengaruhnya di Indonesia.
Berdasarkan teori ini, orang Indonesia sendiri sangat pasif, artinya mereka
hanya menjadi objek penerima pengaruh kebudayaan India tersebut. Teori
kolonisasi ini terbagi dalam beberapa hipotesis, yaitu sebagai berikut.
a. Hipotesis Waisya
Menurut NJ. Krom, proses terjadinya hubungan antara India dan Indonesia
karena adanya hubungan perdagangan, sehingga orang-orang India yang datang
ke Indonesia sebagian besar adalah para pedagang. Perdagangan yang terjadi
pada saat itu menggunakan jalur laut dan teknologi perkapalan yang masih
banyak tergantung pada angin musim. Hal ini mengakibatkan dalam proses
tersebut, para pedagang India harus menetap dalam kurun waktu tertentu
sampai datangnya angin musim yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan
perjalanan. Selama mereka menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan
dengan perempuan-perempuan pribumi. Mulai dari sini pengaruh kebudayaan
India menyebar dan menyerap dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Pendapat Krom tersebut didasarkan penelaahan dia pada proses Islamisasi
di Indonesia yang dilakukan oleh para pedagang Gujarat. Bukan hal yang
mustahil, proses masuknya budaya Hindu-Buddha di Indonesia dilakukan
dengan cara yang sama. Namun, teori ini memiliki kelemahan, yaitu para
pedagang yang termasuk dalam kasta Waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta
dan huruf Pallawa yang umumnya hanya dikuasai oleh kasta Brahmana. Namun
bila menilik peninggalan prasasti yang dikeluarkan oleh negara-negara kerajaan
Hindu-Buddha di Indonesia, sebagian besar menggunakan bahasa Sanskerta
dan berhuruf Pallawa. Dengan demikian, timbul pertanyaan: Mungkinkah
4
para pedagang India mampu membawa pengaruh kebudayaan yang sangat
tinggi ke Indonesia, sedangkan di daerahnya sendiri kebudayaan tersebut
hanya milik kaum Brahmana? Selain itu, terdapat kelemahan lain dalam hipotesis
ini yaitu dengan melihat peta persebaran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha
di Indonesia yang lebih banyak berada di pedalaman. Namun apabila pengaruh
tersebut dibawa oleh para pedagang India, tentunya pusat kerajaan-kerajaan
Hindu-Buddha akan lebih banyak berada di daerah pesisir pantai.
b. Hipotesis Ksatria
Ada tiga ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai proses penyebaran
agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dilakukan oleh golongan ksatria, yaitu
sebagai berikut.
1) C.C Berg
C.C. Berg mengemukakan bahwa golongan yang turut menyebarkan
kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia adalah para petualang yang
sebagian besar berasal dari golongan Ksatria. Para Ksatria ini ada yang
terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan
yang diberikan oleh para Ksatria ini sedikit banyak membantu kemenangan
bagi salah satu kelompok atau suku yang bertikai. Sebagai hadiah atas
kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah
seorang putri dari kepala suku yang dibantunya. Dari perkawinannya
ini memudahkan bagi para Kesatrian untuk menyebarkan tradisi Hindu
Buddha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Berkembanglah tradisi
Hindu-Buddha dalam masyarakat Indonesia.
2) Mookerji
Dia mengatakan bahwa golongan Ksatria (tentara) dari India yang membawa
pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia. Para Ksatria ini
kemudian membangun koloni-koloni yang akhirnya berkembang menjadi
sebuah kerajaan. Para koloni ini kemudian mengadakan hubungan
perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di India dan mendatangkan para
seniman yang berasal dari India untuk membangun candi-candi di Indonesia.
3) J.L Moens
Dia mencoba menghubungkan proses terbentuknya kerajaan-kerajaan
di Indonesia pada awal abad ke-5 dengan situasi yang terjadi di India
pada abad yang sama. Perlu diketahui bahwa sekitar abad ke-5, banyak
kerajaan-kerajaan di India Selatan yang mengalami kehancuran. Ada
di antara para keluarga kerajaan tersebut, yaitu para Ksatrianya yang
5
melarikan diri ke Indonesia. Mereka ini selanjutnya mendirikan kerajaan
di kepulauan Nusantara.
Kekuatan hipotesis Ksatria terletak pada kenyataan bahwa semangat
berpetualang pada saat itu umumnya dimiliki oleh para Ksatria (keluarga
kerajaan). Sementara itu, kelemahan hipotesis yang dikemukakan oleh Berg,
Moens, dan Mookerji yang menekankan pada peran para Ksatria India dalam
proses masuknya kebudayaan India ke Indonesia terletak pada hal-hal sebagai
berikut, yaitu:
1) Para Ksatria tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa;
2) Apabila daerah Indonesia pernah menjadi daerah taklukkan kerajaankerajaan
India, tentunya ada bukti prasasti (jaya prasasti) yang
menggambarkan penaklukkan tersebut. Akan tetapi, baik di India maupun
Indonesia tidak ditemukan prasasti semacam itu. Adapun prasasti Tanjore
yang menceritakan tentang penaklukkan kerajaan Sriwijaya oleh salah
satu kerajaan Cola di India, tidak dapat dipakai sebagai bukti yang
memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan penaklukkan tersebut terjadi
pada abad ke-11 sedangkan bukti-bukti yang diperlukan harus menunjukkan
pada kurun waktu yang lebih awal.
c. Hipotesis Brahmana
Hipotesis ini menyatakan bahwa tradisi India yang menyebar ke Indonesia
dibawa oleh golongan Brahmana. Pendapat ini dikemukan oleh JC.Van Leur.
Berdasarkan pada pengamatannya terhadap sisa-sisa peninggalan
kerajaankerajaan
yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia, terutama pada prasastiprasasti
yang menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa, maka sangat
jelas itu adalah pengaruh Brahmana. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa
kaum Brahmanalah yang menguasai bahasa dan huruf itu, sehingga pantas
jika mereka yang memegang peranan penting dalam proses penyebaran agama
dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia.
Akan tetapi, bagaimana mungkin para Brahmana bisa sampai ke Indonesia
yang terpisahkan dengan India oleh lautan. Dalam tradisi agama Hindu terdapat
pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyeberangi lautan, sehingga hal ini
menjadi kelemahan hipotesis ini.
2. Teori Arus Balik
Pendapat yang dikemukakan tersebut di atas mendapat kritikan dari
F.D.K Bosch. Adapun kritikan yang dikemukakannya adalah sebagai berikut.
a. Berdasarkan pada peninggalan-peninggalan yang ada, ternyata teori kolonisasi
tidak mempunyai bukti yang kuat. Untuk hipotesa Waisya, tidak terbukti
bahwa kerajaan awal di Indonesia yang bercorak Hindu-Buddha ditemukan
di pesisir pantai, melainkan terletak di pedalaman. Kritikan untuk hipotesa
Ksatria, ternyata tidak ada jaya prasasti yang menyatakan daerah atau
kerajaan yang ada di Indonesia pernah ditaklukkan atau dikuasai oleh
para Ksatria dari India.
b. Bila ada perkawinan antara golongan Ksatria dengan putri pribumi dari
Indonesia, seharusnya ada keturunan dari mereka yang ditemukan di
Indonesia. Pada kenyataannya, hal itu tidak ditemukan.
c. Dilihat dari hasil karya seni, terdapat perbedaan pembangunan antara
candi-candi yang dibangun di Indonesia dengan candi-candi yang dibangun
di India.
d. Kritikan yang lain adalah dilihat dari sudut bahasa. Bahasa Sanskerta
hanya dikuasai oleh para Brahmana, tetapi kenapa bahasa yang digunakan
oleh masyarakat pada waktu itu adalah bahasa yang digunakan oleh
kebanyakan orang India.
Selanjutnya, F.D.K Bosch punya pendapat lain. Teori yang dikemukakan
oleh Bosch ini dikenal dengan teori Arus Balik. Menurut teori ini, yang pertama
kali datang ke Indonesia adalah mereka yang memiliki semangat untuk
menyebarkan Hindu-Buddha, yaitu para intelektual yang ikut menumpang
kapal-kapal dagang. Setelah tiba di Indonesia, mereka menyebarkan ajarannya.
Karena pengaruhnya itu, ada di antara tokoh masyarakat yang tertarik untuk
mengikuti ajarannya tersebut. Pada perkembangan selanjutnya banyak orang
Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berkunjung dan belajar agama
Hindu-Buddha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang
mengajarkannya kepada masyarakat Indonesia yang lain.
Bukti-bukti dari pendapat di atas adalah adanya prasasti Nalanda yang
menyebutkan bahwa Balaputradewa (raja Sriwijaya) telah meminta kepada
raja di India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat untuk menimba
ilmu para tokoh dari Sriwijaya. Permintaan raja Sriwijaya itu ternyata dikabulkan.
Dengan demikian, setelah para tokoh atau pelajar itu menuntut ilmu di sana,
mereka balik ke Indonesia. Merekalah yang selanjutnya menyebarkan pengaruh
Hindu-Buddha di Indonesia.
Kehidupan masyarakat setelah kedatangan Hindu Buddha
Pengaruh Masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu Budha terhadap Kehidupan
Masyarakat Indonesia
Masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia, selain membawa
perubahan pada system kepercayaan bangsa Indonesia, ternyata membawa
perubahan pula pada bidang kehidupan masyarakat lainnya. Masuknya unsur-
unsur budaya Hindu Budha dari India telah mengubah dan menambah khasanah
budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan seperti :
a. Bidang Agama
Sebelum mendapat pengaruh agama-agama dari India, penduduk nusantara telah
memiliki kepercayaan :
1. Animisme : Keyakinan adanya berbagai roh yang menempati alam
sekeliling tempat tinggalnya. Tingkatan tinggi dari animisme adalah
pemujaan kepada roh para leluhur.
2. Dinamisme : Kepercayaan tentang adanya kekuatan gaib yang luar biasa
pada benda-benda tertentu : rambut, kepala, batu, dan lain-lain.
3. Totemisme : Kepercayaan kepada binatang sebagai lambang nenek
moyang.
4. Animatisme : Kepercayaan bahwa benda atau pohon tertentu berjiwa dan
berfikir seperti manusia : keris, pohon beringin, dan lain-lain.
5. Fetisisme : Kepercayaan adanya jiwa dalam benda-benda tertentu.
Dengan masuknya budaya India, penduduk nusantara secara berangsur-angsur
memeluk agama Hindu dan Budha diawali oleh lapisan elit para datu dan
keluarganya. Walaupun demikian, lapisan bawah terutama di pedesaan masih
banyak yang tetap menganut kepercayaan asli berupa pemujaan kepada nenek
moyang. Dalam perkembangan, agama Hindu-Budha berpadu menjadi agama
Siwa Budha. Bahkan agama campuran ini masih diwarnai dengan kepercayaan-
kepercayaan asli nusantara.
b. Bidang Pemerintahan
1. Munculnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha seperti Kutai,
Tarumanegara, Mataram, Majapahit dan Sriwijaya.
2. Munculnya system kemaharajaan sehingga seorang pemimpin tidak dipilih
dengan demokratis melainkan turun-temurun atau menggunakan system dinasti.
3. Pada puncak pemerintahan, atau pucuk sistem masyarakat sebelum
datangnya budaya pengaruh India terdapat para pemimpin : Ketua Suku, Ketua
adat, dengan gelar Datu atau Datuk, Ratu dan Raka. Sejak datangnya pengaruh
budaya India, para Datu atau Ratu berganti gelar Raja atau Maharaja. Meskipun
posisi tidak berubah tetap sebagai pucuk pimpinan dalam pemerintahan. Dengan
adanya sistem kasta, para dukun atau ahli nujum, yang menjadi penasehat Datu
atau Ratu, meskipun bergelar Brahmana, posisi tetap di bawah raja, rakyat
merdeka tetap sebagai waisya, dan para budak tetap sebagai kaum sudra.
c. Bidang Sosial
- Masa Kerajaan-Kerajaan Hindu
Sistem masyarakat di nusantara sebelum kedatangan pengaruh budaya India,
diatur dan dibedakan berdasarkan profesi yaitu petani, perajin, peramu, dan lain-
lain. Dengan masuknya pengaruh budaya India sistem masyarakat ditata
berdasarkan sistem kasta :
· Kasta Brahmana merupakan kasta tertinggi dalam struktur sosial
masyarakat Hindu. Kasta ini terdiri dari para pendeta yang bertugas memimpin
upacara-upacara keagamaan, selain itu memberipetunjuk dan nasihat kepada
seluruh lapisan masyarakat, mulai dari raja, bangsawan, pedagang, sampai
masyarakat biasa.
· Kasta Ksatria merupakan kasta yang bertugas menjaga keamanan Negara
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kasta ini terdiri dari para raja
dan prajurit. Raja dianggap sebagai keturunan dewa dan atas perintah dewa raja
tersebut berkuasa diwilayahnya (Kultus Dewa Raja).
· Kasta Waisya merupakan kasta bagi golongan pedagang dan petani.
Golongan ini merupakan komponen yang sangat penting dalam masyarakat,
karena petani bertugas menghasilkan bahan makanan dan pedagang yang
memasarkan hasil produksi tersebut. Tanpa kehadiran komponen ini kebutuhan
bahan makanan tidak dapat terpenuhi.
· Kasta Sudra merupakan kasta yang memiliki kedudukan paling rendah. Hal
ini diakibatkan orang-orang yang termasuk kedalam golongan ini tidak memiliki
harta atau kekayaan yang cukup untuk menopng hidupnya dan merupakan mereka
hanya mempunyai tenaga saja. Golongan ini umumnya bekerja pada golongan-
golongan di atasnya, sebagai pembantu atau tukang. Dalam pelaksanaan sistem
masyarakat di Indonesia tidak dilakukan pembedaan secara ketat.
· Selain empat Kasta di atas, ada kasta yang tidak diterima oleh masyarakat
karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan adat-adat yang ada di dalam
masyarakat, kasta ini disebut Paria.
- Masa Kerajaan -Kerajaan Budha
Struktur sosial dalam masyarakat yang mendapat pengaruh agama Budha berbeda
dengan agama Hindu, yaitu masyarakatnya tidak mengenal sistem kasta. Pada
masyarakat ini kedudukan seseorang ditentukan oleh usahanya sendiri, bahakan
siapa saja dapat memiliki kedudukan yang diinginkannya. Meskipun demikian,
secara umum masyarakat ini dapat kita bagi ke dalam 2 golongan yaitu:
· Bhiksu dan Bhiksuni
Bhiksu dan Bhiksuni adalah pemeluk agama Budha yang telah berhasil
meninggalkan sifat keduniawiannya dan telah menempati tempat tersendiri, yaitu
biara. Para bhiksu (laki-laki) dan bhiksuni (perempuan) harus menaati aturan-
aturan yang telah ditentukan dalam biara, mereka tidak bisa bebas sebagaimana
masyarakat umum.
· Upasaka-Upasika
Adalah masyarkat Budha yang tingkatannya masih seperti masyarakat
kebanyakan. Mereka tidak begitu terikat dengan aturan-aturan seperti para Bhiksu
dan Bhiksuni. Mereka adalah masyarakat awam yang belum banyak memperoleh
atau memahami tentang ajaran agama
d. Bidang Kesenian
Masuknya Hindu dan Budha memiliki andil yang sangat besar bagi perkembangan
kesenian di Indonesia, baik itu seni pahat, seni bangunan maupun senin sastra.
Perkembangan seni bangunan ditandai dengan berdirinya bangunan candi, seperti
candi prambanan dan Borobudur. Dua bangunan megah ini merupakan bukti
nyata kemajuan di bidang seni bangunan.
Sementara seni pahat/ukir dapat dilihat pada relief candi Borobudur maupun
prambanan. Ternyata gambar relief yang ada pada candi tersebut memiliki arti dan
makna tersendiri. Adapun pengaruhnya di bidang sastra berkembang pesat pada
zaman Kediri dan Majapahit. Banyak di buku-buku sastra yang ditulis para
pujangga baik di Kediri maupun di Majapahit.
e. Di Bidang Bahasa dan Tulisan
Sejak masuknya agama Hindu dan Budha di Indonesia, bahasa sansekerta dan
huruf palawa mulai digunakan dalam penulisan prasasti dan kitab sastra, misalnya
: prasasti kutai, prasasti tugu, prasasti kebun kopi, prasasti canggal, dan lain-lain.
Dalam perkembangannya bahasa Sansekerta dan huruf Palawa mengalami
akulturasi dengan bahasa dan huruf jawa sehingga munculah bahasa jawa kuno
dan huruf Jawa Kuno. Karya-karya sastra dari India seperti Ramayana dan
Mahabaratha banyak mempengaruhi karya-karya pujangga di Nusantara. Karya-
karya sastra yang muncul dengan pengaruh India antara lain:
· Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa
· Sutasoma, karya Mpu Tantular
· Negarakertagama, karya Mpu Prapanca
f. Bidang Teknologi
Kemampuan masyarakat pada masa Hindu dan Budha di bidang teknologi telah
menghasilkan beberapa peninggalan yang sangat membanggakan. Bukti-bukti
yang masih dapat kita saksikan adalah peninggalan candi Borobudur, Prambanan
dan lain-lain. Pembangunan Borobudur dan Prambanan sulit terwujud bila tidak
didukung kemampuan yang tinggi bidang teknologi.
Arca, relief dan ukiran batu bisa tertata rapi dan urut serta serasi memerlukan
keahlian tersendiri. Selain candi, bukti-bukti kemajuan bidang teknologi
masyarakat masa Hindu adalah kemahiran membuat wayang dan system irigasi.
Peninggalan-peninggalan tersebut menunjukan bahwa masyarakat masa Hindu
telah memiliki kemampuan di bidang teknologi.
Proses berdirinya kerajaan Hindu Buddha
Sejarah Kerajaan Hindu-Budha Di indonesia
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat
hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti
India, China dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia
diperkirakan pada awal Tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara
lain: Maha Resi Agastya yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau
Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni Musafir Budha Pahyien.
Dua kerajaan besar pada zaman ini adalah Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa
abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di
Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang
sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh
Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya
sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun
1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah
yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh
Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum
dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya Islam pada sekitar abad ke-12 secara perlahan-lahan menandai akhir
dari era ini.
Alur waktu
300 - Indonesia telah melakukan hubungan dagang dengan India Hubungan
dagang ini mulai intensif abad ke-2 M. Memperdagangkan barang-barang dalam
pasaran internasional misalnya: logam mulia, perhiasan, kerajinan, wangi-
wangian, obat-obatan. Dari sebelah timur Indonesia diperdagangkan kayu
cendana, kapur barus, cengkeh. Hubungan dagang ini memberi pengaruh yang
besar dalam masyarakat Indonesia, terutama dengan masuknya ajaran Hindu dan
Budha, pengaruh lainnya terlihat pada sistem pemerintahan.
300 - Telah dilakukannya hubungan pelayaran niaga yang melintasi Tiongkok.
Dibuktikan dengan perjalanan dua pendeta Budha yaitu Fa Shien dan
Gunavarman. Hubungan dagang ini telah lazim dilakukan, barang-barang yang
diperdagangkan kemenyan, kayu cendana, hasil kerajinan.
400 - Hindu dan Budha telah berkembang di Indonesia dilihat dari sejarah
kerajaan-kerajaan dan peninggalan-peninggalan pada masa itu antara lain candi,
patung dewa, seni ukir, barang-barang logam.
671 - Seorang pendeta Budha dari Tiongkok, bernama I-Tsing berangkat dari
Kanton ke India. Ia singgah di Sriwijaya untuk belajar tatabahasa Sansekerta,
kemudian ia singgah di Melayu selama dua bulan, dan baru melanjutkan
perjalanannya ke India.
685 - I-Tsing kembali ke Sriwijaya, disini ia tinggal selama empat tahun untuk
menterjemahkan kitab suci Budha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa
Tionghoa.
692 - Salah satu kerajaan Hindu di Indonesia yaitu Sriwijaya tumbuh dan
berkembang menjadi besar dan pusat perdagangan yang dikunjungi pedagang
Arab, Parsi, Tiongkok. Yang diperdagangkan antara lain tekstil, kapur barus,
mutiara, rempah-rempah, emas, perak. Sebagian dari Semenanjung Malaya, Selat
Malaka, Sumatera Utara, Sunda, Jambi termasuk kekuasaaan Sriwijaya. Pada
masa ini perkembangan kerajaan Sriwijaya berkaitan dengan masa ekspansi Islam
di Indonesia dalam periode permulaan. Sriwijaya dikenal juga sebagai kerajaan
maritim.
922 - Dari sebuah laporan tertulis diketahui seorang musafir Tiongkok telah
datang kekerajaan Kahuripan di Jawa Timur dan maharaja Jawa telah
menghadiahkan pedang pendek berhulu gading berukur pada kaisar Tiongkok.
1292 - Musafir Venesia, Marco Polo singgah di bagian utara Aceh dalam
perjalanan pulangnya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Marco Polo
berpendapat bahwa Perlak merupakan sebuah kota Islam.
1345-1346 - Musafir Maroko, Ibn Battuta melewati Samudra dalam perjalanannya
ke dan dari Tiongkok. Diketahui juga bahwa Samudra merupakan pelabuhan yang
sangat penting, tempat kapal-kapal dagang dari India dan Tiongkok. Ibn Battuta
mendapati bahwa penguasa Samudra adalah seorang pengikut Mahzab Syafi'i
salah satu ajaran dalam Islam.
1350-1389 - Puncak kejayaan Majapahit dibawah pimpinan Raja Hayam Wuruk
dan patihnya Gajah Mada. Majapahit menguasai seluruh kepulauan Indonesia
bahkan Jazirah Malaka sesuai dengan "sumpah Palapa" Gajah Mada yang ingin
Nusantara bersatu.
Kerajaan Hindu/Buddha:
Kerajaan Kutai
Kerajaan Kalingga
Kerajaan Kediri
Kerajaan Singhasari
Kerajaan Majapahit
Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Mataram (Hindu)
Kerajaan Melayu Tua - Jambi
Kerajaan Sunda
Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Tarumanagara
Peninggalan-Peninggalan Sejarah Yang Bercorak Hindu-Budha
Pada masa kerajaan Hindu-Budha di Nusantara, banyak meninggalkan sumber
sejarah, baik berupa bangunan kuno (seni bangun), prasasti, hasil kesusastraan.
Berikut beberapa peninggalan sejarah yang bercorak Hindu- Budha.
a. Seni bangun
Peninggalan-peninggalan sejarah ada beberapa jenisnya, seperti komplek
percandian, pemandian, keraton, makam. Candi adalah peninggalan berupa
komplek bangunan yang bersifat Hindu, sedangkan yang bersifat Budhis disebut
Stupa, Stupika.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar,
misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke
dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab
Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah.
Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa
Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti
Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak.
Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.
Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja
Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja
yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa
Wisnu”
Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang
menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja
Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman
adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari
Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa
Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu.
Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda
dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri
Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan
berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa
sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja
Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi:
“Sruti indriya rasa“, Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa
Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat
Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca
Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya
perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu
berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti
Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf
Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh
Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda,
para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah
satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang
terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa
Timur.
b. Seni Rupa dan Seni Ukir.
Pengaruh India membawa perkembangan dalam bidang seni rupa dan seni ukir
atau pahat. Hal ini disebabkan adanya akulturasi. Misalnya relief yang dipahatkan
pada dinding candi Borobudur yang merupakan relief tentang riwayat Sang
Budha. Relief ini dikenal dengan Karma Wibangga yang dipahatkan dalam salah
satu dinding Studa Borobudur.
c. Seni Sastra dan Aksara
Hasil sastra berbentuk prosa atau puisi : isinya antara lain tentang tutur (pitutur :
kitab keagamaan), wiracarita (kepahlawanan), kitab Hukum (Undang-Undang).
Wiracarita yang terkenal di Indonesia yaitu Kitab Ramayana dan Mahabarata.
Timbul wiracarita gubahan pujangga Indonesia. Misalnya, Kitab Baratayuda yang
digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.
Perkembangan aksara, perkembangan huruf Pallawa dari India ke Indonesia,
mengakibatkan berkembangnya karya-karya sastra. Misal, karya-karya sastra
Jawa kuno. Huruf Nagari (dari India) disertai huruf Bali kuno (dari Indonesia).
d. Sistem Kemasyarakatan.
Sistem kasta merupakan penggolongan masyarakat berdasarkan tingkat atau
derajad orang yang bersangkutan. Setiap orang sudah ditentukan kastanya. Sistem
kasta ini muncul dalam masyarakat Indonesia setelah ada hubungan dengan India.
Terdapat empat kasta yaitu kasta Brahmana, Ksatria, Weisya dan Sudra. Sistem
kasta ini bukan asli Indonesia.
e. Filsafat dan Sistem Kepercayaan.
Kepercayaan asli bangsa Indonesia adalah animisme dan dinamisme. percaya
adanya kehidupan sesudah mati, yakni sebagai roh halus. Kehidupan roh halus
memiliki kekuatan maka roh nenek moyang dipuja. Masuknya pengaruh India
tidak menyebabkan
pemujaan terhadap roh nenek moyang hilang. Hal ini dapat dilihat pada fungsi
candi. Fungsi candi di India sebagai tempat pemujaan. Di Indonesia, selain
sebagai tempat pemujaan, candi juga berfungsi sebagai makam raja dan untuk
menyimpan abu jenazah raja yang telah wafat.
Dapat terlihat adanya pripih tempat untuk menyimpan abu jenazah, dan diatasnya
didirikan patung raja dalam bentuk mirip dewa. Hal tersebut merupakan
perpaduan antara fungsi candi di India dengan pemujaan roh nenek moyang di
Indonesia.
f. Sistem Pemerintahan
Pengaruh India di Indonesia dalam sistem pemerintahan, adalah adanya sistem
pemerintahan secara sederhana.
Setelah pengaruh India masuk, kedudukan pemimpin tersebut diubah menjadi raja
serta wilayahnya disebut kerajaan. Rajanya dinobatkan dengan melalui upacara
Abhiseka, biasanya namanya ditambah “warman”. Contoh: di Kerajaan Kutai,
Taruma dan sebagainya.
Bukti akulturasi di bidang pemerintahan, misalnya : raja harus berwibawa dan
dipandang punya kesaktian (kekuatan gaib), seperti para Raja disembah
menunjukkan adanya pemujaan Dewa Raja.
TUGAS SEJARAH
KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAHAN PADA
MASA HINDU=BUDDHA
NAMA:
CANDRA AGUNG WIBISONO ( 02 )
KELAS:
X 4
SMA NEGERI 3 PEKALONGAN