Upload
hoangminh
View
269
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
“PROSEDUR PENGEMBANGAN INSTRUMEN DAN MEDIA BIMBINGAN DAN KONSELING”
Disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu Mata Kuliah : Dr. Edi Purwanta, M.Pd & Dr. Ali Muhtadi, M.Pd
Oleh:
Luky Kurniawan, S.Pd (14713251010) Uswatun Khasanah, S.Pd (14713251011)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah, guru bimbingan dan
konseling dihadapkan pada berbagai masalah yang dihadapi siswa. Baik dalam
bidang layanan pribadi sosial, belajar dan karir. Sebelum memberikan program
bimbingan dan konseling apa yang akan dilakukan, Guru bimbingan dan konseling
harus melakukan need assessment dan pemahaman individu (Agus Triyanto, 2011).
Program bimbingan dan konseling yang akan dilaksanakan meliputi layanan
dasar, layanan responsif dan juga layanan perencanaan individual. Dari proses need
assessment tersebut kemudian disusunlah instrument dan media yang dapat
membantu kinerja guru bimbingan dan konseling dalam pelaksanaan berbagai
layanan tersebut. Jenis instrument dan media dalam Bimbingan dan Konseling
beragam bentuknya yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang
ingin dicapai. Untuk itu penting bagi guru bimbingan dan konseling untuk
memahami prosedur penyusunan instrument dan media bimbingan dan konseling
yang baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian instrument dan media bimbingan dan konseling?
2. Bagaimanakah prosedur penyusunan instrument dan media bimbingan dan
konseling?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Instrumen
Ibnu Hadjar (1996:160) berpendapat bahwa instrumen merupakan alat ukur
yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi
karakteristik variabel secara objektif.
Instrumen pengumpul data menurut Sumadi Suryabrata (2008:52) adalah alat
yang digunakan untuk merekam-pada umumnya secara kuantitatif-keadaan dan
aktivitas atribut-atribut psikologis. Atibut-atribut psikologis itu secara teknis
biasanya digolongkan menjadi atribut kognitif dan atribut non kognitif. Sumadi
mengemukakan bahwa untuk atribut kognitif, perangsangnya adalah pertanyaan.
Sedangkan untuk atribut non-kognitif, perangsangnya adalah pernyataan.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa instrumen
penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan
informasi kuantitatif tentang variabel yang sedang diteliti.
B. Prosedur Pengembangan Instrumen (Skala Psikologi)
Langkah-langkah dasar dalam konstruksi skala psikologi memberikan gambaran
alur kerja umum mengenai prosedur yang biasanya dilakukan oleh para penyusun
skala. Alur kerja dalam penyusunan skala psikologi tidak selalu dapat dan tidak
perlu untuk selalu diikuti secara ketat disebabkan model dan format skala yang
dibuat banyak ragamnya dan oleh karena itu dalam pelaksanaannya menuntut
keluwesan dari fihak perancang dan penyusun skala. Alur kerja dalam penyusunan
skala psikologi sebagai berikut (Saifuddin Azwar: 2014):
3
Gambar 1. Prosedur Pengembangan Instrumen (Skala Psikologi)
Awal kerja penyusunan suatu skala psikologi dimulai dari melakukan identifikasi
tujuan ukur, yaitu memilih suatu definisi, mengenali dan memahami dengan
seksama teori yang mendasari konstrak psikologi atribut yang hendak diukur.
Kemudian dilakukan pembatasan kawasan domain ukur berdasarkan konstrak yang
didefinisikan oleh teori yang dipilih. Pembatasan domain tersebut dilakukan dengan
cara menguraikan konstrak teoritik atribut yang diukur menjadi beberapa rumusan
dimensi atau aspek keperilakuan yang konsep keperilakuan nya lebih jelas. Dengan
jelasnya batasan ukur dan adanya dimensi yang lebih pasti bentuk keperilakuannya
maka skala akan mengukur secara komprehensif dan relevan, yang pada gilirannya
akan menunjang validasi isi skala.
Dimensi keperilakuan, sekalipun sudah lebih jelas konsep keperilakuannya,
biasanya masih konseptual dan belum terukur sehingga perlu dioperasionalkan ke
dalam bentuk keperilakuan yang lebih konkret sehingga penulis aitem akan
memahami benar arah respon yang harus diungkap dari subjek. Operasionaliasi ini
dirumuskan ke dalam bentuk indikator keperilakuan (behavioral indicators).
IDENTIFIKASI TUJUAN UKUR
PEMBATASAN DOMAIN UKUR
OPERASIONALISASI ASPEK
PENULISAN AITEM
UJI COBA BAHASA FIELD TEST
EVALUASI KUANTITATIF
SELEKSI AITEM ESTIMASI RELIABILITAS
VALIDASI
KONSTRAK
KOMPILASI
FINAL
KISI-KISI &
SPESIFIKASI SKALA
PENSKALAAN
4
Himpunan indikator-indikator keperilakuan beserta dimensi yang diwakilinya
kemudian dituangkan dalam kisi-kisi atau blue-print yang setelah dilengkapi dengan
spesifikasi skala, akan dijadikan acuan bagi para penulis aitem.
Sebelum penulisan aitem dimulai, perancang skala perlu menetapkan bentuk
atau format stimulus yang hendak digunakan. Format stimulus ini erat berkaitan
dengan metode penskalaannya. Berbeda dari prosedur penyusunan tes kemampuan
kognitif yang dalam penentuan pilihan format aitemnya memerlukan beberapa
pertimbangan menyangkut keadaan subyek, materi uji, dan tujuan pengukuran,
pada perancangan skala psikologi penentan format aitemnya tidak terlalu
mempertimbangkan keadaan subyek maupun tujuan penggunaan skala. Biasanya
pemilihan format skala lebih tergantung pada keunggulan teoritik dan sisi praktis
penggunaan format yang bersangkutan.
Penulisan aitem harus selalu memperhatikan kaidah-kaidah penulisan yang
sudah ditentukan. Pada tahapan awal penulisan aitem, umumnya dibuat aitem yang
jumlahnya jauh lebih banyak daripada jumlah yang direncanakan dalam spesifikasi
skala, yaitu sampai sekitar tiga kali lipat dari jumlah aitem yang nanti akan
digunakan dalam skala bentuk final. Hal ini dimaksudkan agar nanti penyusunan
skala tidak kehabisan aitem akibat gugurnya aitem-aitem yang tidak memenuhi
persyaratan. Menurut pengalaman, bagi penulis-penulis aitem yang belum berada
pada tahap kecakapan yang tinggi, angka mortalitas (mortality rate) aitem sangat
besar. Hanya sebagian kecil saja aitem yang ditulis oleh penulis yang belum terlatih
yang akan selamat melewati proses seleksi psikometrik.
Reviu (review) pertama harus dilakukan oleh penulis aitem sendiri, yaitu dengan
selalu memeriksa ulang setiap aitem yang baru saja ditulis apakah telah sesuai
dengan indicator perilaku yang hendak diungkap dan apakah juga tidak keluar dari
pedoman penulisan aitem. Apabila semua aitem telah selesai ditulis, reviu dilakukan
oleh beberapa orang yang berkompeten (sebagai panel). Kompetensi yang
diperlukan dalam hal ini meliputi penguasaan masalah konstruksi skala dan
masalah atribut yang diukur. Selain itu penguasaan bahasa tulis standar yang
diperlukan. Semua aitem yang diperkirakan tidak sesuai dengan spesifikasi blue-
print atau yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan harus diperbaiki atau ditulis
ulang. Hanya aitem-aitem yang diyakini akan berfungsi dengan baik yang boleh
diloloskan untuk mengikuti uji coba empiric di lapangan (field test).
5
Ketentuan meloloskan aitem dalam tahap evaluasi kualitatif oleh panel para ahli
tersebut adalah kesepakatan mereka (expert judgment) bahwa isi aitem yang
bersangkutan adalah logis untuk mengungkap indikatornya (logical validity). Sampai
pada tahap ini, kerja sistematik yang dilakukan merupakan dukungan terhadap
validitas isi (content validity) dan validitas konstrak (construct validity) skala.
Kumpulan aitem yang telah berhasil melewati proses reviu kemudian harus
dievaluasi secara kualitatif lebih jauh, yaitu dengan diujicobakan pada sekelompok
kecl responden guna mengetahui apakah kalimat yang digunakan dalam aitem
mudah dan dapat dipahami dengan benar oleh responden sebagaimana diinginkan
oleh penulis aitem. Reaksi-reaksi responden berupa pertanyaan melalui kata-kata
atau kalimat yang digunakan dalam aitem merupakan pertanda kurang
komunikatifnya kalimat yang ditulis dan itu memerlukan perbaikan. Hal ini sangat
mungkin terjadi mengingat apa yang sudah jelas bagi penulis aitem dapat saja belum
cukup mudah untuk dimengerti oleh orang lain.
Setelah perbaikan bahasa dan kalimat selesai dilakukan pada tahap berikut
adalah langkah evaluasi terhadap fungsi aitem secara kuantitatif, yaitu berdasarkan
skor jawaban responden. Data skor aitem dari responden diperoleh dari hasil field-
test.
Evaluasi terhadap fungsi aitem yang biasa dikenal dengan istilah analisis aitem
merupakan proses pengujian aitem secara kuantitatif guna mengetahui apakah
aitem memenuhi persyaratan psikometrik untuk disertakan sebagai bagian dari
skala. Parameter aitem yang duji paling tidak adalah daya beda aitem atau daya
diskriminasi aitem, yaitu kemampuan aitem dalam membedakan antara subyek
yang memiliki atribut yang diukur dan yang tidak. Lebih tajam lagi, daya beda, daya
beda aitem memperlihatkan kemampuan aitem untuk membedakan individu ke
dalam berbagai tingkatan kualitatif atribut yang diukur berdasar skor kuantitatif.
Dalam analisis aitem secara klasik yang lebih lengkap dilakukan juga analisis indeks
validitas dan indeks realibitas aitem.
Hasil analisis aitem menjadi dasar dalam seleksi aitem. Aitem-aitem yang tidak
memenuhi persyaratan psikometrik akan disingkirkan atau diperbaiki lebih dahulu
sebelum dapat menjadi bagian dari skala. Sebaliknya, aitem-aitem yang telah
memebuhi persyaratan pun tidak dengan sendirinya disertakan ke dalam skala.
Proses kompilasi akan menentukan mana di antara aitem tersebut yang akhirnya
6
terpilih. Disamping memperhatikan parameter aitem, kompilasi skala harus
dilakukan dengan mempertimbangkan proporsionalitas aspek keperilakuan
sebagaimana dideskripsikan oleh blue-printnya.
Komputasi koefisien reliabilitas sebagai estimasi terhadap realiabilitas skala
dilakukan bagi kumpulan aitem-aitem yang telah terpilih yang banyaknya
disesuaikan dengan jumlah yang telah disepesifikasikan oleh blue-print. Apabila
koefisien realibititas skala ternyata belum memuaskan, maka penyusunan skala
dapat kembali ke langkah kompilasi dan merakit ulang skala dengan lebih
mengutamakan aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi sekalipun perlu sedikit
mengubah proporsi aitem dalam setiap komponen atau bagian skala. Kumpulan
aitem yang memiliki daya diskriminasi tinggi akan dapat meningkatkan koefisien
realibilitas skala (Azwar, 2009). Jalan lain yang juga dapat ditempuh untuk
meningkatkan koefisien reliabilitas skala adalah menambah jumlah aitem pada
setiap komponen secara proporsional dengan menurunkan sedikit kriteria seleksi
aitem asalkan sisa aitem masih cukup tersedia. Hal tersebut dilakukan terutama bila
jumlah seluruh aitem dalam skala belum begitu banyak. Secara umum penambahan
jumlah aitem akan meningkatkan koefisien reliabilitas skala.
Validitas skala pada hakikatnya merupakan suatu proses berkelanjutan. Pada
skala-skala yang hanya akan digunakan secara terbatas memang pada umumnya
dicukupkan dengan validasi isi yang dilakukan melalui proses reviu aitem oleh panel
ahli (expert judgement) namun sebenarnya semua skala psikologi harus teruji
konstraknya. Skala yang secara isi sudah sesuai dengan kisi-kisi indicator perilaku
tetap perlu ditunjukkan secara empirik apakah konstrak yang dibagun dari teori
semula memang didukung oleh data.
Format final skala dirakit dalam tampilan yang menarik namun tetap
memudahkan bagi responden untuk membaca dan menjawabnya. Dalam bentuk
final, berkas skala dilengkapi dengan petunjuk pengerjaan dan mungkin pula lembar
jawaban yang terpisah. Ukuran kertas yang digunakan perlu disesuaikan dengan
panjangnya skala sehingga jangan sampai berkas skala tampak sangat tebal yang
menyebabkan responden kehilangan motivasi. Pemilihan ukuran huruf perlu juga
mempertimbangkan usia responden jangan sampai memakai huruf berukuran
terlalu kecil sehingga responden yang agak lanjut usia kesulitan membacanya.
7
C. Pengertian Media Bimbingan dan Konseling
Media berasal dari bahasa latin yaitu “medium” yang berarti perantara atau
pengantar. Media juga merupakan alat saluran komunikasi. Media bimbingan dan
konseling adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
bimbingan dan konseling komunikasi yang dapat merangsang pikiran , perasaan
perhatian dan kemauan siswa/konseli untuk memahami diri, mengarahkan diri,
mengambil keputusan serta memecahkan masalah yang dihadapi. (Mochmad
Nursalim, 2013).
Didalam media bimbingan dan konseling terdapat dua unsure penting yaitu,
unsure hardware (perangkat keras) dan unsure software (pesan yang dibawa).
Unsure hardware adalah sarana atau peralatan adalah sarana atau peralatan yang
digunakan untuk menyajikan pesan/bahan bimbingan dan konseling , sedangkan
unsure software merupakan informasi atau bahan bimbingan dan konseling itu
sendiri yang akan disampaikan kepada siswa atau konseli. (Mochmad Nursalim,
2013). Jadi dapat disimpulkan bahwa media bimbingan dan konseling memerlukan
peralatan, namun yang terpenting media tersebut memiliki pesan atau tujuan dari
informasi yang tepat sasaran pada siswa/konseli.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa : (a) media bimbingan dan
konseling merupakan wadah dari pesan (b) materi yang ingin disampaikan dalam
media adalah pesan bimbingan dan konseling (c) tujuan media ialah perkembangan
siswa secara optimal. Sebagai seorang guru BK, dituntut kreatif dalam menyusun
media BK karena menurut Mochmad Nursalim (2013: 6) hal tersebut akan
memperbesar kemungkinan bagi siswa/klien untuk tertarik pada layanan
bimbingan dan konseling, serta akan belajar lebih banyak, menerima yang dipelajari
lebih baik dan meningkatkan penampilan dalam melakukan ketrampilan yang sesuai
dengan tujuan bimbingan dan konseling.
D. Manfaat media bimbingan dan konseling
Dalam Mochmad Nursalim (2013: 7) secara umum media memiliki manfaat
sebagai berikut:
1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra.
8
3. Menimbulkan gairah/minat siswa, interaksi lebih langsung antara siswa dengan
guru bimbingan dan konseling.
4. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan
menimbulkan persepsi yang sama.
5. Proses layanan bimbingan dan konseling dapat lebih menarik.
6. Proses layanan bimbingan dan konseling dapat lebih interaktif.
7. Kualitas layanan bimbingan dapat ditingkatkan.
8. Meningkatkan sikap posistif siswa terhadap materi layanan bimbingan dan
konseling.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa media bimbingan dan konseling
memiliki beberapa hal yang perlu ditekankan, yaitu:
1. Penggunaan media BK memiliki fungsi tersendiri, bukan sebagai fungsi
tambahan.
2. Media BK merupakan bagian integral dari keseluuhan proses layanan bimbingan
dan konseling.
3. Penggunaan media BK harus relevan dengan tujuan yang ingin dicapai dengan isi
layanan.
4. Media BK berfungsi memperlancar proses dan meningkatkan kualitas layanan.
bimbingan dan konseling dan meningkatkan kualitasnya.
9
E. Prosedur Pengembangan Media Bimbingan dan Konseling
Menurut Mochmad Nursalim (2013:25-42) Langkah-langkah dalam peyusunan
media bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Prosedur Pengembangan Media Bimbingan dan Konseling
Berikut penjelasannya
1. Identifikasi kebutuhan dan karakteristik siswa
Perencanaan media berdasarkan kebutuhan siswa. Makna dari kebutuhan adalah
kesenjangan antara apa yang seharusnya atau yang diharapkan dengan apa yang
terjadi. Karena itu melakukan proses need assessment merupakan tahap awal
sebuah perencanaan media bimbingan dan konseling.
2. Perumusan tujuan bimbingan dan konseling.
Dalam bimbingan dan konseling tujuan akan menjadi arah siswa untuk
melakukan perilaku yang diharapkan dengan tujuan tersebut. Tujuan yang baik
memiliki ciri: jelas, terukur dan operasional. Dalam hal ini ada dua ketentuan
perumusan tujuan: (a) client oriented, yaitu bahwa tujuan harus berpatokn
Identiifkasi Kebutuhan & Karakteristik
Siswa
Perumusan
Tujuan
Perumusan Butir-
Butir Layanan
Perumusan Alat
Pengukur
Keberhasilan
GBPM
Penulisan Naskah
Media
Tes/ Uji Coba
REVISI?
Naskah Siap
Produksi
YA
TIDAK
KK
10
kepada perilaku siswa/ konseli. (b). Operasional yaitu penyusunan tujuan harus
spesifik dan operasional sehingga mudah untuk mengukur tingkat
keberhasilannya.
3. Perumusan butir-butir materi yang terperinci
Ada kriteria yang harus dipenuhi ketikan menyusun media BK, yaitu:
a. Sahih atau valid
b. Tingkat signifikansi
c. Kebermanfaatan
d. Learnbility, atau dapat dipelajari.
e. Menarik minat
4. Mengembangkan alat pengukur keberhasilan
Untuk mengukur tujuan apakah sudah tercapai atau belum maka dibutuhkan alat
pengukur hasil layanan bimbingan dan konseling.
5. Menyusun garis besar pengembangan media (GBPM)
GBPM dibuat berdasarkan analisis kebutuhan (need assessment), tujuan, dan
materi. Penyusunannya dilakukan setelah menentukan topik, kemudian
dilakukan telaah topik tertentu penyajiannya menggunakan media tertentu. di
dalam penyusunan GBPM dibutuhkan seorang ahli materi yang dapat berasal
perguruan tinggi atau guru BK sendiri, juga ada seorang ahli media yang berguna
menentukan media apa yang tepat dengan topik yang dipilih.
6. Menuliskan naskah media
Naskah dalam program media diartikan sebagai pedoman tertulis yang berisi
informasi yan berbentuk visual, grafis dan video sebagai acuan dalam
pembuatan media tertentu. Tujuan penulisan naskah media adalah tercapainya
tujuan/harapan yang ingin dicapai dengan menuangkannya pada kemasan media
yang tepat. Jenis naskah ada 3, yaitu naskah audio, naskah video dan juga naskah
media grafis.
7. Merumuskan istrumen dan tes
8. Revisi
11
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Hadjar.1996.Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan.
Jakarta:RajaGrafindo Persada.
Saifudin Azwar. 2009. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sumadi Suryabrata. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada