42
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai bahasa yang hidup, pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus semakin ditingkatkan. Hal itu dapat dilakukan pada semua bidang yang dianggap tepat dan dapat menunjang kesempurnaan bahasa Indonesia. Pada bidang morfologi misalnya, pembinaan dan pengembangan biasanya diarahkan pada proses pembentukan kata. Proses pembentukan kata tersebut dapat dilakukan dengan cara, antara lain: proses pembubuhan afiks atau afiksasi, pemajemukan, dan pengulangan atau reduplikasi. Khusus mengenai proses pembentukan kata melalui afiksasi atau pembubuhan afiks (imbuhan), pada umumnya sangat berpotensi mengubah makna dan bentuk kata. Sebagai contoh, dapat dilihat pada kata-kata tersebut seperti: temu, amen, lempar, dan sebagainya. Jika Kata- kata itu dibubuhi afiks menjadi penemu, temuan, penemuan, dan sebagainya, demikian pula terhadap kata amen dan lempar, maka makna dan bentuk kata-kata tersebut akan berubah, misalnya: temu (muka berhadapan muka ; tatap muka), penemu (orang yang menemukan); temuan (hasil menemukan); penemuan (proses atau cara menemukan). Jadi, proses pembubuhan afiks atau afiksasi

(Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai bahasa yang hidup, pembinaan dan pengembangan bahasa

Indonesia harus semakin ditingkatkan. Hal itu dapat dilakukan pada semua bidang

yang dianggap tepat dan dapat menunjang kesempurnaan bahasa Indonesia. Pada

bidang morfologi misalnya, pembinaan dan pengembangan biasanya diarahkan

pada proses pembentukan kata. Proses pembentukan kata tersebut dapat dilakukan

dengan cara, antara lain: proses pembubuhan afiks atau afiksasi, pemajemukan,

dan pengulangan atau reduplikasi.

Khusus mengenai proses pembentukan kata melalui afiksasi atau

pembubuhan afiks (imbuhan), pada umumnya sangat berpotensi mengubah makna

dan bentuk kata. Sebagai contoh, dapat dilihat pada kata-kata tersebut seperti:

temu, amen, lempar, dan sebagainya. Jika Kata-kata itu dibubuhi afiks menjadi

penemu, temuan, penemuan, dan sebagainya, demikian pula terhadap kata amen

dan lempar, maka makna dan bentuk kata-kata tersebut akan berubah, misalnya:

temu (muka berhadapan muka ; tatap muka), penemu (orang yang menemukan);

temuan (hasil menemukan); penemuan (proses atau cara menemukan). Jadi,

proses pembubuhan afiks atau afiksasi sangat penting dan memerlukan ketelitian

karena jika salah akan menjadi makna dan bentuknya tidak komunikatif.

Berdasarkan kenyataan itu, media massa, dalam hal ini surat kabar

sebagaimana diketahui, merupakan salah satu media yang dianggap resmi dalam

pemakaian bahasa. Asep menjelaskan bahwa berita dalam televisi, radio, surat

kabar, majalah, serta tulisan dalam buku-buku, yang merupakan produk wartawan

dan penerbit, sangat mewarnai pemakaian bahasa dalam masyarakat. Oleh karena

itu, suatu hal yang sangat masuk akal jika wartawan dan penerbit perlu

meningkatkan kemahiran dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar

dalam penyebaran informasi, baik secara lisan maupun tulisan. Hal tersebut tidak

dapat dipungkiri karena di samping sebagai salah satu media resmi, juga media

Page 2: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

2

massa sangat berpotensi dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa

Indonesia yang balk dan benar. Namun, yang menjadi pertanyaan, apakah media

massa, dalam hal ini surat kabar, sudah patut menjadi panutan berbahasa

Indonesia yang baik dan benar? Apakah sudah menerapkan kaidah-kaidah

morfologis dalam penulisan berita-beritanya? Ataukah lebih mengutamakan

prinsip ekonomi bahasa sebagai salah satu cirinya. Dalam pemakaian bahasa di

surat kabar, terdapat istilah “ekonomi bahasa”. Artinya, kita dapat menggunakan

kata atau kalimat dengan sehemat-hematnya. Akan tetapi, penghematan itu jangan

sampai merusak kaidah bahasa, apalagi menimbulkan salah paham (Suroso,

2001: 6).

Salah satu kolom yang terdapat dalam surat kabar atau media massa ini

adalah tajuk rencana yang membahas masalah atau informasi yang sedang hangat

berkembang dalam masyarakat. Tujuan utama penulisan tajuk rencana adalah

menyampaikan tulisan disertai dengan argumentasi dan logika yang jelas. Bahkan,

untuk memperjelas pandangan penulis dalam tajuk rencana disertakan fakta

pendukung. Secara umum karakteristik bahasa yang digunakan pada wacana tajuk

rencana adalah padat, logis, singkat, menarik, dan bertujuan mempengaruhi

pembaca. Penulisan tajuk rencana harus berpijak pada kaidah jurnalistik dan hal

ini memungkinkan pada hasil tulisannya terdapat kesalahan karena hanya

memenuhi target yang telah disebutkan di atas.

Bertolak pada uraian di atas, penulis tertarik pada salah satu media cetak

yang terbit di kawasan Indonesia barat, yakni surat kabar harian KOMPAS

sebagai objek penelitian. Surat kabar KOMPAS merupakan salah satu surat kabar

harian yang paling sering ditemukan pada pedagang koran dan terlaris di wilayah

Indonesia barat. Penulis juga memilih wacana Tajuk Rencana sebagai kajian

penelitian karena wacana tersebut sering dijadikan bahan pembelajaran bahasa

Indonesia di sekolah. Sering kali guru kurang memperhatikan struktur

morfologinya terutama menyoroti afiksasi atau kata berimbuhan pada wacana

tersebut. Pada saat sesorang membaca surat kabar, pertama kali yang ia baca

adalah isi berita tersebut. Setelah selesai dibaca, kemudian koran akan dilipat dan

dimasukan ke dalam tas bahkan dibiarkan begitu saja. Jarang sekali seorang

Page 3: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

3

pembaca meneliti kebahasaannya padahal, belum tentu setiap wacana tidak

terdapat kesalahan. Misalnya saja kesalahan penulisan atau penggunaan EYD,

tidak terdapatnya kekohesian pada wacananya, juga kaidah gramatikalnya yang

kurang diperhatikan khususnya pada bidang kajian morfologi yaitu afiks pada kata

kerja yang berupa prefiks atau awalan yang sering dihilangkan. Berdasarkan yang

tercantum dalam surat kabar harian KOMPAS, terutama dalam hal pembentukan

kata melalui afiksasi atau pembubuhan afiks (imbuhan).

B. Rumusan Masalah

Pada umunya, pembahasan afiksasi merupakan hal yang cukup rumit

sering menemui kesulitan. Melihat kenyataan itu, penulisan skripsi ini akan

dipusatkan pada masalah :

1. Afiks apa sajakah yang digunakan pada wacana “Tajuk Rencana” dalam

surat kabar KOMPAS ?

2. Afiks apakah yang dominan digunakan dalam wacana “Tajuk Rencana”

di KOMPAS dan apa fungsinya?

C. Batasan Masalah

Afiksasi mempunyai jangkauan yang cukup luas. Agar pembahasan yang

dilakukan lebih terarah dan terinci, maka penulis membatasi ruang lingkup

penelitian ini. Aspek yang akan ditelaah dalam penelitian ini adalah pemakaian

afiks pada wacana kolom “Tajuk Rencana” dalam surat kabar harian KOMPAS.

sebanyak 10 terbitan, edisi Januari 2010. Afiks yang dimaksud adalah afiks asli

bahasa Indonesia.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari

penelitian ini untuk mendeskripsikan:

1. Jenis-jenis afiks yang digunakan pada wacana “Tajuk Rencana” dalam

surat kabar KOMPAS.

Page 4: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

4

2. Jenis afiks yang dominan digunakan dalam wacana “Tajuk Rencana” di

KOMPAS dan fungsinya.

E. Manfaat Teoritik dan Praktis

Adapun manfaat yang diperoleh baik secara teoritik maupun secara praktis

diantaranya :

Manfaat Teoritik

Memberikan masukan bagi media massa pada umumnya dan lebih khusus

bagi harian KOMPAS, sejalan dengan keberadaan media massa sebagai salah

satu panutan dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Manfaat Praktis

a. Bagi siswa, memperdalam pemahaman afiks dalam wacana sehingga siswa

dapat memanfaatkan pengetahuan tersebut secara praktis dalam pemakaian

kalimat.

b. Bagi guru, khususnya guru bahasa Indonesia sebagai tambahan

pengetahuan dalam memahami afiks pada wacana yang nantinya dapat

digunakan sebagai bahan materi pelajaran bagi siswa untuk menambah

kosakata.

c. Bagi peneliti lain sebagai sumber informasi pengetahuan dalam bidang

linguistic dan para jurnalis, khususnya pemakaian afiks dalam wacana

sehingga dapat menulis wacana sesuai dengan tata gramatikal yang

berlaku.

Page 5: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Wacana

Isttilah wacana diperkenalkan oleh para linguis di Indonesia dan

negeri-negeri berbahasa Melayu lainnya sebagai terjemahan dari istilah bahasa

Inggris discourse yang berarti wacana. Crystal sebagaimana dikutip oleh Dede

Oetomo (1993: 4) menyatakan bahwa wacana adalah suatu rangkaian

sinambung bahasa (khususnya lisan) yang lebih luas dari pada kalimat.

Di sisi lain, Moeliono (1988: 334) mengungkapkan bahwa wacana

adalah rentetan kalimat yang menghubungkan proposisi yang satu dengan

proposisi yang lain membentuk kesatuan. Sementara itu, Harimurti

Kridalaksana (1996: 94) menyatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa

terlengkap, dalam hhierarki gframatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi

atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk yang utuh (novel, buku,

dan sebagainya), pafragraf, kalimat, ataupun kata yang membawa amanat

lengkap.

2. Analisis Wacana

Analisis wacana menurut pendapat Stubs seperti dikutip Dede Oetomo

(1993: 5) adalah sebagai berikut:

Analisis wacana adalah upaya untuk mengkaji pengaturan bahasa di atas kalimat/ di atas klausa, dan karenanya mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas, seperti pertukaran percakapan atau teks tertulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial, dan khususnya interaksi dialog antarpenutur.”

Senada dengan pendapat di atas, Soesono Kartomiharjo (1996: 21)

menyatakan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang

dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar dari

pada kalimat. Dalam upaya menguraikan suatu unit bahasa, tambahnya,

Page 6: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

6

analisis wacana tidak terlepas dari penggunaan piranti cabang ilmuu bahasa

lainnya seperti yang dimiliki semantik, sintaksis, fonologi, morfologi, dan

sebagainya.

Sejalan dengan Soesono, Purwadi (2000: 37) membagi pokok bahasan

dalam menganalisis berrdasarkan bidang kajian ilmu linguistik lainnya, salah

satunya bidang morfologi. Pada bidang ini Purwadi menambahkan ada dua

macam kesalahan, yaitu: pembentukan kata dan pemakaian kata. Kesalahan

pembentukan kata mencakup kesalahan memilih afiks yang tepat untuk

mengungkap makna kata dan kesalahan dalam membuat variasi

bentuk/alomorf. Kesalahan pembentukan kata terjadi karena salah dalam

memilih afiks sebagai pembentuk kata, dapat kita lihat pada kata yang

bercetak miring dalam kalimat:

Ia berziarah ke kuburan ayahnya.

Mereka saling ketemu.

Adik sedang nggambar pemandangan.

Di daerah kami sedang membangun jembatan.

Kesalahan-kesalahan lain yang termasuk kelompok ini adalah pemakaian kata-

kata: idiil, analisa, memproklamirkan, dsb. Pemakaian afiks –il salah

seharusnya –al, kecuali pada kata materiil dan spirituil sebab maknanya

berbeda dengan material dan spiritual. Pemakaian kata analisa dan

semacamnya seharusnya analisis, memproklamirkan dan semacamnya

seharusnya memproklamasikan.

3. Tajuk Rencana

Tajuk rencana adalah tulisan kolom yang dibuat oleh redaksi penerbit

pers. Ia dimuat dihalaman khusus bagi tulisan- tulisan opini tentang suatu

masalah atau peristiwa (Asep, 2003 : 88).

Berdasarkan pendapat di atas, dijelaskan bahwa tajuk rencana

merupakan tulisan-tulisan berupa opini tentang suatu masalah yang biasanya

dimuat dihalaman khusus dan ditulis oleh pemimpin redaksi..

Jika sesorang membaca koran, maka ia akan menemukan nama kolom

opini. Halaman opini ini biasanya berisikan tajuk rencana / pojok, artikel,

Page 7: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

7

surat pembaca, karikatur dan kolom. Pada halaman opini terkecuali tajuk

rencana, opini biasanya ditulis khusus oleh penulis ternama, pengamat, para

pakar, atau analisis. Opini atau pemikiran yang disuarakan lewat tajuk adalah

visi, misi dan penilaian orang, kelompok, atau suatu organisasi mengenai

suatu hal haruslah orang terpercaya yang mengetahui kebijakan pemerintahan.

Asep (2003 : 89) mengemukakan bahwa Tajuk rencana (editorial)

biasa disingkat “Tajuk” saja disebut juga “induk karangan” “opini

redaksi”, atau “Leader”. Tajukrencana merupakan Jatidiri atau identitas

sebuah media massa sesuai dengan visi dan misi tersebut

Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa tajukrencana juga

biasanya disebut sebagai editorial. Seseorang bisa menilai baik atau tidaknya

kualitas suatu koran dapat dilihat dari hasil tulisan tajukrencana. Karena ia

merupakan jatidiri dari sebuah media massa sesuai dengan visi dan misi media

tersebut.

4. Morfologi

Morfologi ialah cabang dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk-

beluk bentuk kata dan perubahannya serta dampak dari perubahan itu terhadap

arti (makna) dan kelas kata (Supriyadi, 1996: 5).

Senada dengan pendapat di atas, Sumarwati mengemukakan morfologi

merupakan kaidah atau tata bahasa sebab di dalamnya terkandung seperangkat

kaidah tentang penggunaan bentuk kata. Adapun penyimpangan-

penyimpangan di dalamnya, membuktikan bahwa bahasa itu hidup dan bukan

semata pencerminan logika. Jadi morfologi adalah cabang tata bahasa yang

membicarakan saluk beluk terjadinya kata. (1999: 2).

Berdasarkan pendapat di atas bahwa morfologi merupakan ilmu yang

mengkaji tentang bentukan kata serta menganalisis penyimpangan dalam

pemakaian bentuk kata tersebut. Ini berarti morfologi di dalamnya terdapat

proses morfologis. Seperti yang diungkapkan Supriyadi proses morfologis

adalah proses gramatis dalam pembentukan kata. Ada tiga kebahasaan yang

terlibat dalam proses ini yaitu segi bentuk, segi kategori, dan segi makna.

Salah satu jenis proses morfologis adalah afiksasi (1996: 61).

Page 8: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

8

5. Kata Berimbuhan (Afiksasi)

Afiksasi atau kata berimbuhan adalah proses pembubuhan afiks pada

kata dasar. Afiksasi ini dibedakan menjadi empat macam, yaitu: prefiksasi,

infiksasi, sufiksasi, dan konfiksasi (Sumarwati, 1999: 20).

Dalam bahasa Indonesia, imbuhan terdiri atas awalan, sisipan, akhiran,

dan gabungan awalan dengan akhiran yang disebut konfiks dan gabungan

afiks dalam ilmu bahasa. Awalan yang terdapat di dalam bahasa Indonesia

terdiri atas me(N)-, be(R)-, di-, te(R), -pe(N)-, pe(R)-, ke-, dan se-, sedangkan

sisipan terdiri atas -el-, -em-, dan -er-; akhiran terdiri atas -kan, -i, dan -an;

konfiks atau gabungan afiks terdiri atas gabungan awalan dengan akhiran.

Awalan dan akhiran masih sangat produktif digunakan, sedangkan sisipan

tidak produktif. Walaupun demikian, semua imbuhan termasuk sisipan di

dalamnya, apabila diperlukan, masih dapat kita manfaatkan, misalnya, dalam

penciptaan kosakata baru atau dalam penerjemahan atau penyepadanan istilah

asing (Agus, dkk, 2007: 19-27).

a. Awalan me(N)-

Proses pengimbuhan dengan awalan me(N)- terhadap bentuk dasar

dapat mengakibatkan munculnya bunyi sengau atau bunyi hidung dapat pula

tidak. Hal tersebut bergantung pada bunyi awal bentuk dasar yang dilekati

awalan tersebut. Bunyi awal bentuk dasar dapat luluh, dapat pula tidak

bergantung pada jenis bunyi bentuk dasar yang dilekati awalan. Untuk

memperjelas hal tersebut, perhatikan contoh berikut:

me(N)- + buat → membuat

me(N)- + pakai→ memakai

me(N)- + fotokopi → memfotokopi

me(N)- + dengar→ mendengar

me(N)- + tatar → menatar

me(N)- + jabat → menjabat

me(N)- + colok→ mencolok

me(N)- + kikis→ mengikis

me(N)- + hadap→ menghadap

me(N)- + undang→ mengundang

me(N)- + muat→ memuat

me(N)- + nilai → menilai

me(N)- + nyanyi → menyanyi

me(N)- + nganga → menganga

Page 9: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

9

me(N)- + suruh→ menyuruh

me(N)- + ganti→ mengganti

me(N)- + lepas→ melepas

me(N)- + rusak→ merusak

Apabila bentuk dasar yang dilekati hanya berupa satu suku kata, me(N)-

berubah menjadi menge-, misalnya, dalam contoh berikut.

me(N)- + cap → mengecapme(N)- + pak → mengepak

Namun demikian, perlu kita perhatikan jika bentuk dasar tersebut ditempeli

awalan di-, bentuk yang ditempelinya tidak mengalami perubahan. Kita

perhatikan contoh berikut.

di- + pak → dipakdi- + tik→ ditikdi- + cap→ dicap

Berdasarkan contoh-contoh yang sudah kita kenal dengan baik, dapat kita

impulkan bahwa untuk membentuk kata secara benar, kita harus mengetahui

bentuk dasarnya.

b. Awalan be(R)-

Awalan be(R)- memiliki tiga variasi, yaitu ber-, be-, dan bel-. Variasi tersebut

muncul sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya, misalnya, dalam contoh

berikut:

be(R)- + usaha→ berusaha

be(R)- + diskusi→ berdiskusi

be(R)- + korban→ berkorban

be(R)- + rencana → berencana

be(R)- + kerja→ bekerja

be(R)- + serta→ beserta

be(R)- + ajar → belajar

Kata beruang sebagai kata dasar berarti sejenis binatang, sedangkan sebagai

kata berimbuhan, yang terdiri atas ber- dan uang memiliki arti mempunyai

uang; ber- dan ruang berarti memiliki ruang’. Kata tersebut akan menjadi jelas

artinya jika terdapat dalam konteks kalimat. Begitu pula halnya dengan kata

berevolusi yang terdiri atas ber- dan evolusi atau ber- dan revolusi.

Page 10: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

10

Dalam keseharian kini sering digunakan kata berterima atau keberterimaan.

Dalam hal ini awalan ber- sejajar dengan awalan di-. Jadi, berterima sama

dengan diterima, misalnya, dalam kalimat Usulan yang disampaikan kepada

Bapak Gubernur sudah berterima. Kata berterima dan keberterimaan

merupakan padanan acceptable dan acceptability dalam bahasa Inggris.

Dalam bahasa Melayu, imbuhan ber- yang sepadan dengan di- merupakan hal

yang lazim, peribahasa gayung bersambut, kata berjawab berarti gayung

disambut, kata dijawab.

c. Awalan te(R)-

Awalan te(R)- memiliki variasi ter-, te-, dan tel-. Ketiga variasi tersebut

muncul sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya. Layak diingat bahwa

awalan ini memiliki tiga macam arti dalam pemakaiannya. Pertama, artinya

sama dengan paling. Kedua, menyatakan arti tidak sengaja. Ketiga,

menyatakan arti sudah di- Misalnya dalam contoh di bawah ini.

te(R)- + dengar→ terdengar

te(R)- + pandai→ terpandai

te(R)- + rasa → terasa

te(R)- + kerjakan→ tekerjakan

te(R)- + perdaya→ teperdaya

te(R)- + percaya→ tepercaya

Selanjutnya, cobalah Anda menggunakan awalan itu dalam kata lain dan

kalimat lain yang sesuai dengan tautannya.

d. Awalan pe(N)- dan pe(R)-

Awalan pe(N)- dan pe(R)- merupakan pembentuk kata benda. Kata benda

yang dibentuk dengan pe(N)- berkaitan dengan kata kerja yang berawalan

me(N)-. Kata benda yang dibentuk dengan pe(R)- berkaitan dengan kata kerja

yang berawalan be(R)-. Awalan pe(N)- memiliki variasi pe-, pem-, pen-,

peny-, peng-, dan penge-. Variasi tersebut muncul bergantung pada bentuk

dasar yang dilekati pe(N)-. Kitaihat contoh berikut:

pe(N)- + rusak→ perusak

pe(N)- + laku → pelaku

pe(N)- + beri → pemberi

pe(N)- + cari → pencari

pe(N)- + suluh→ penyuluh

pe(N)- + guna→ pengguna

Page 11: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

11

pe(N)- + pasok→ pemasok

pe(N)- + daftar→ pendaftar

pe(N)- + teliti→ peneliti

pe(N)- + jual → penjual

pe(N)- + kirim→ pengirim

pe(N)- + tik → pengetik

pe(N)- + cap→ pengecap

pe(N)- + las → pengelas

Dalam keseharian sering dijumpai bentuk pengrajin yang berarti orang yang

pekerjaannya membuat kerajinan’. Bila kita bandingkan dengan kata pe(N)- +

rusak menjadi perusak yang berarti orang yang membuat kerusakan’, bentuk

pengrajin merupakan bentuk yang tidak tepat. Kita ingat saja bahwa kedua

kata tersebut, rajin dan rusak, merupakan kata sifat. Karena itu, bentuk

tersebut harus dikembalikan pada bentuk yang tepat dan sesuai dengan kaidah,

yaitu perajin.

Awalan pe(R)- memiliki variasi bentuk pe-, per-, dan pel-. Variasi tersebut

muncul sesuai denngan bentuk dasar yang dilekati awalan pe(R)-. Kita lihat

contoh berikut:

pe(R)- + dagang → pedagang

pe(R)- + kerja→ pekerja

pe(R)- + tapa → pertapa

pe(R)- + ajar → pelajar

Kata-kata sebelah kanan berkaitan dengan awalan ber- yang dilekati dengan

kata dasar dagang, kerja, tapa, dan ajar. Jadi, kata-kata tersebut berkaitan

dengan kata berdagang, bekerja, bertapa, dan belajar. Selain kata-kata itu,

kita sering melihat kata-kata lain seperti pesuruh dan penyuruh. Kata pesuruh

dibentuk dari pe(R)- + suruh, sedangkan penyuruh dibentuk dari pe(N)- +

suruh. Pesuruh berarti yang disuruh’ dan penyuruh berarti yang menyuruh’.

Beranalogi pada kedua kata tersebut kini muncul kata-kata lain yang sepola

dengan pesuruh dan penyuruh, misalnya, kata petatar dan penatar, pesuluh

dan penyuluh.

Dalam bahasa Indonesia sekarang muncul pula bentuk kata yang sepola

dengan kedua kata di atas, tetapi artinya berlainan. Misalnya, pegolf, pecatur,

Page 12: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

12

perenang, pesenam, dan petenis. Awalan pe- pada kata-kata tersebut berarti

pelaku olah raga golf, catur, renang, senam, dan tenis. Selain itu, muncul juga

bentuk lain seperti pemerhati ‘yang memperhatikan’, pemersatu ‘yang

mempersatukan’ dan pemerkaya ‘yang memperkaya’. Bentuk-bentuk itu

merupakan bentuk baru dalam bahasa Indonesia. Kata-kata yang termasuk

kata benda itu berkaitan dengan kata kerja yang berawalan memper- atau

memper- + kan. Kini mari kita mencoba menaruh perhatian pada pemakaian

bentuk kata yang dicetak miring dalam kalimat berikut.

o Pertamina akan mendatangkan alat pembor minyak dari Amerika Serikat.

o Generasi muda sekarang merupakan pewaris Angkatan 45.

o Sebagai pengelola administrasi, dia begitu cekatan.

o Betulkah bangsa Indonesia sebagai pengkonsumsi barang buatan Jepang.

o Siapa pun pemitnahnya harus dihukum.

o Mereka adalah pemrakarsa pembangunan gedung ini.

o Setiap peubah dalam penyusunan harus dapat diuji.

o Orang yang memfotokopi bisa disebut pengopi.

o Dapatkah Anda membedakan siapa petembak dan siapa penembak?

o Orang yang memberikan atau memiliki saham suatu perusahaan bisa disebut penyaham perusahaan.

e. Konfiks pe(N)-an dan pe(R)-an

Kata benda yang dibentuk dengan pe(N)-an menunjukkan proses yang

berkaitan dengan kata kerja yang berimbuhan me(N)-, me(N)-kan, atau me(N)-

i. Kata benda yang dibentuk dengan pe(R)-an ini menunjukkan hal atau

masalah yang berkaitan dengan kata kerja yang berawalan be(R)-. Kita

perhatikan contoh berikut:

pe(N)- + rusak + -an → perusakan

pe(N)- + lepas + -an → pelepasan

pe(N)- + tatar + -an → penataran

pe(N)- + tik + -an → pengetikan

pe(R)- + kerja + -an → pekerjaan

pe(R)- + ajar + -an → pelajaran

Page 13: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

13

pe(N)- + sah + -an → pengesahan

Selain kata-kata yang dicontohkan, kita sering menemukan kata-kata yang

tidak sesuai dengan kaidah di atas seperti pengrumahan, pengrusakan,

pengluasan, penyucian (kain), penglepasan, penyoblosan, dan pensuksesan.

Kata-kata yang tidak sesuai dengan kaidah ini harus dikembalikan pada

bentuk yang tepat (Bagaimana bentuk yang tepat dari kata-kata di atas

menurut Saudara?).

f. Akhiran -an dan Konfiks ke-an

Kata benda dapat dibentuk dengan bentuk dasar dan akhiran –an atau konfiks

ke-an. Kata benda yang mengandung akhiran -an umumnya menyatakan hasil,

sedangkan kata benda yang mengandung konfiks ke-an umumnya menyatakan

hal. Untuk memperjelas uraian di atas, kita perhatikan contoh berikut:

o Dia mengirimkan sumbangan sepekan lalu, tetapi kiriman itu belum kami terima.

o Sebulan setelah dia mengarang artikel, karangannya itu dikirimkan ke sebuah media massa.

Kata benda yang mengandung ke-an diturunkan langsung dari bentuk

dasarnya seperti contoh berikut:

o Beliau hadir untuk meresmikan penggunaan gedung baru. Kehadiran beliau disana disambut dengan berbagai kesenian tradisional.

o Mereka terlambat menyerahkan tugasnya. Keterlambatan itu menyebabkan mereka mendapatkan nilai jelek.

Isilah rumpang kalimat berikut dengan kata benda yang mengandung akhiran -

an atau konfiks ke-an.

o Sejak lama ia dididik orang tuanya. ... yang diberikan orang tuanya itu menyebabkan dia menjadi orang besar.

o Mereka membantu kami sepekan lalu. ... itu sangat bermanfaat bagi kami.

o Masyarakat di pulau terpencil itu masih terbelakang. ... itu menyebabkan taraf hidup mereka masih rendah.

Page 14: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

14

o Anak itu sangat pandai di kelasnya. Karena ... itu, dia memperoleh beasiswa dari pemerintah.

o Usaha yang ditempuhnya selalu gagal. Akan tetapi, dia tidak pernah putus asa akibat ...nya itu.

g. Kata Kerja  Bentuk me(N)- dan me(N)-kan

Akhiran -kan dan -i pada kata kerja dalam kalimat berfungsi menghadirkan

objek kalimat. Beberapa kata kerja baru dapat digunakan dalam kalimat

setelah diberi akhiran -kan atau -i. Mari kita perhatikan contoh untuk

memperjelas uraian.

o Beliau sedang mengajar di kelas.

o Beliau sedang mengajarkan bahasa Indonesia.

o Beliau mengajari kami bahasa Indonesia di kelas.

o Atasan kami menugasi kami mengikuti penyuluhan ini.

o Atasan kami menugaskan pembuatan naskah pidato kepada sekretaris.

o Pemerintah menganugerahi rakyat Jawa Barat tanda kehormatan.

o Pemerintah menganugerahkan tanda kehormatan kepada rakyat Jawa Barat.

o Kami membeli buku-buku baru untuk perpustakaan.

o Kami membelikan mereka buku baru untuk perpustakaan.

o Setiap 28 Oktober kami memperingati hari Sumpah Pemuda.

h. Awalan ke-

Awalan ke- berfungsi membentuk kata benda dan kata bilangan, baik bilangan

tingkat maupun bilangan yang menyatakan kumpulan. Kata benda yang

dibentuk dengan awalan ke- sangat terbatas, yaitu hanya pada kata tua, kasih,

hendak yang menjadi ketua, kekasih, dan kehendak.

Penentuan apakah awalan ke- sebagai pembentuk kata bilangan tingkat atau

kata bilangan yang menyatakan kumpulan harus dilihat dalam hubungan

kalimat. Misalnya kalimat berikut:

Page 15: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

15

o Tim kami berhasil menduduki peringkat ketiga dalam MTQ tingkat Jawa Barat.

o Ketiga penyuluh itu ternyata teman kami waktu di SMA.

Dalam percakapan sehari-hari, awalan ke- sering mengganti awalan ter-

sebagai bentuk pasif. Hal ini terjadi karena pengaruh bahasa daerah atau

dialek tertentu. Dalam situasi resmi, hal ini harus dihindari.

Kita perhatikan contoh berikut:

Menurut laporan yang dapat dipercaya, korban tanpa identitas itu ketabrak mobil.

Seharusnya:

Menurut laporan yang dapat dipercaya, korban tanpa identitas itu tertabrak mobil.

i. Akhiran Lain

Selain akhiran asli bahasa Indonesia -kan, -i, dan -an, terdapat pula beberapa

akhiran yang berasal dari bahasa asing, misalnya, -wan, -man, dan -wati dari

bahasa Sanskerta; akhiran -i, -wi, dan -iah dari bahasa Arab. Akhiran -wan

dan -wati produktif, sedangkan akhiran –man tidak demikian. Akhiran -wi

lebih produktif daripada akhiran -i dan -iah. Akhiran -wi tidak hanya terdapat

dalam bentukan bahasa asalnya, tetapi juga terdapat dalam bentukan dengan

bentuk dasar bahasa Indonesia.

Perhatikan beberapa contoh kata berikut:

karyawan

karyawati

olahragawan

olahragawati

budiman

seniman

manusiawi

surgawi

badani

badaniah

Beberapa contoh bentuk kata yang salah dan yang benar didaftarkan berikut

ini.

Salah:

memparkir

Page 16: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

16

menterjemahkan

mentafsirkan

mensukseskan

memitnah

menyolok

menyintai

Benar:

memarkir

menerjemahkan

menafsirkan

menyukseskan

memfitnah

mencolok

mencintai

mengontrakan

membanding

mengundur

memberitahu

berserta

bewarna

bekerjasama

berterimakasih

dikata

dipensiun

terlantar

terlanjur

pengrusakan

pengletakan

penglepasan

pengrajin

nampak

dibanding

diselusuri

mengontrakkan

membandingkan

mengundurkan

memberi tahu

beserta

berwarna

bekerja sama

berterima kasih

dikatakan

dipensiunkan

telantar

telanjur

perusakan

peletakan

pelepasan

perajin

tampak

dibandingkan dengan

ditelusuri

6. Jurnalistik

Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang dipergunakan dalam bidang

pers. Bahasa yang dipergunakan dalam bidang pers adalah bahasa yang

praktis, efisien, dan efektif bagi semua orang (Badudu, 1988: 119).

Page 17: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

17

Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagaimana

tampak dalam surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu

bahasa jurnalistik  harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran

intelektual minimal. Oleh karena itu, beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa

jurnalistik seperti yang dikemukakan Rosihan Anwar (1991: 1-2) di antaranya:

1. Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang

panjang dan bertele-tele.

2. Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu

menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca

sudah tertampung di dalamnya. Menerapkan prinsip 5 W + 1 H,

membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.

3. Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal

dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan

kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya,

tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis)

4. Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau

makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang

berbunga-bunga .

5. Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup,

tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.

6. Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat

dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak

menimbulkan pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan

bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogyanya

bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif.

Namun, seringkali kita masih menjumpai judul berita “Tim Ferrari

Berhasil Mengatasi Rally Neraka Paris-Dakar”. Jago Merah Melahap Mall

Termewah di Kawasan Jakarta”. “Polisi Mengamankan Spesialis

Perampok Bank”.

Page 18: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

18

Berdasarkan ciri di atas, sering wartawan kurang teliti menulis dan

menyusun berita, sehingga tidak jarang adanya kesalahan. Asegaf (1982, 20)

menyebutkan penyebab wartawan melakukan kesalahan bahasa dari faktor

penulis karena minimnya penguasaan kosakata, pengetahuan kebahasaan

yang terbatas, dan kurang bertanggung jawab terhadap pemakaian bahasa,

karena kebiasaan lupa dan pendidikan yang belum baik. Sedangkan faktor di

luar penulis, yang menyebabkan wartawan melakukan kesalahan dalam

menggunakan bahasa Indonesia karena keterbatasan waktu menulis, lama

kerja, banyaknya naskah yang dikoreksi, dan tidak tersedianya redaktur bahasa

dalam surat kabar.

Terdapat beberapa penyimpangan bahasa jurnalistik dibandingkan

dengan kaidah bahasa Indonesia baku salah satunya penyimpangan

morfologis. Penyimpangan ini sering terjadi dijumpai pada judul berita surat

kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku

dengan penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefiks atau

awalan dihilangkan. Kita sering menemukan judul berita misalnya, Polisi

Tembak Mati Lima Perampok Nasabah Bank. Israil Tembak Pesawat Mata-

mata. Amerika Bom Lagi Kota Bagdad.

B. Kajian Relevansi

Untuk menghindari terjadinya kesalahan, seorang peneliti harus mengkaji

Skripsi sebelumnya yang sama dengan kajian yang penulis teliti. Sugiono (2005 :

1) mengatakan bahwa adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan

dan kegunaan tertentu. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa cara ilmiah

yang gunakan oleh seorang peneliti bukanlah cara yang dilakukan dengan

rekayasa atau kebohongan untuk memperoleh data. Data yang didapatkan,

digunakan untuk memahami dan memperjelas masalah, serta melakukan antisipasi

guna mencegah timbulnya masalah. Oleh karena itu, penulis mencoba semaksimal

mungkin untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah yang ada

dalam proses belajar mengejar khususnya pelajaran bahasa Indonesia yang

menyangkut tentang wacana.

Page 19: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

19

Berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa orang yang melakukan

penelitian yang sejenis dengan proposal yang penulis ajukan yaitu penelitian

tentang wacana. Adapun judul penelitian yang telah dilakukan diantaranya:

Penelitian yang dilakukan oleh Nida Ul Husna dengan judul “Analisis Kesalahan

Morfologi dalam wacana publik Radar Banten Edisi Juni 2005 dan model

pembelajaran di kelas I SMA”. Menyimpulkan bahwa kesalahan morfologi pada

wacana tersebut sebanyak 35 kesalahan. Adapun kesalahan tersebut berupa : (1)

penulisan afiksasi sebanyak 18 kesalahan, (2) pemilihan afiks sebanyak 7

kesalahan, (3) penggunaan kata ulang sebanyak 2 kesalahan, (4) penulisan kata

majemuk sebanyak 8 kesalahan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan

oleh peneliti tersebut, dapat disusun model rencana pembelajaran bahasa (aspek

morfologi) di kelas 1 SMA.

Dari penelitian yang telah dipaparkan menganalisis kesalahan morfologi,

sedangkan dua di antaranya membahas tentang kohesi dan koherensi. Akan tetapi,

penulis memilih menganalisis wacana dari segi morfologi khususnya pada

pemakaian kata berimbuhan atau afiksasi sehingga dapat menghasilkan penelitian

mikro.

C. Kerangka Berfikir

Kerangka berpikir merupakan alur berpikir yang dipergunakan dalam

penelitian yang digambarkan secara menyeluruh dan sistematis setelah

mempelajari teori yang mendukung kerangka berpikir yang akan dipakai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Analisis Wacana

KataBerimbuhan

Pendekatan Morfologis

Prefiksasi Infiksasi Sufiksasi Konfiksasi

Ujaran-ujaran dalam Wacana “Tajuk Rencana”

Page 20: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bukan termasuk dalam penelitian lapangan, karena itu

penelitian ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, antara bulan Maret

sampai dengan bulan Juni 2011. Jadwal kegiatan selengkapnya dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

No. KegiatanTahun 2011, Bulan

Maret April Mei Juni

1 Pengajuan Judul v

2 Penyusunan Proposal v v

3 Pelaksanaan Penelitian v v

4 Analisis Data v v

5 Penyusunan Laporan v

B. Metode Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Subroto mengatakan bahwa penelitian kualitatif bersifat deskriptif, artinya peneliti

mencatat dengan teliti dan detail data yang berwujud kata-kata, kalimat, wacana,

gambar, catatan harian, memorandum, video, dan lain-lain (1992: 7).

Metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini digunakan penulis untuk

mendeskripsikan penyimpangan afiks pada wacana kolom “Tajuk Rencana”

dalam surat kabar harian KOMPAS edisi bulan Januari 2011.

C. Sumber Data

Penelitian ini diawali dengan tahap pencarian data. Data adalah semua

informasi/bahan yang disediakan alam (dalam arti luas) yaitu segala sesuatu yang

Page 21: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

21

menjadi bidang dan sarana penelitian yang harus dicari/dikumpulkan dan dipilih

oleh peneliti. (Edy Subroto, 1992: 34). Sumber yang dipakai adalah:

1. Dokumen

Sumber data primer yang dipakai penulis adalah Koran KOMPAS pada

wacana “Tajuk Rencana” Edisi Januari 2011. Sedangkan data sekunder yang

dipakai adalah semua buku-buku maupun artikel-artikel kajian morfologi dan

bahasa jurnalistik yang mendukung penelitian ini.

2. Informan

Peneliti dapat mengambil data dengan wawancara kepada sejumlah

tokoh pengamat bahasa khususnya kajian morfologis yaitu afiksasi serta

pendidik/pakar pendidikan

D. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah internal

sampling. Internal sampling menurut Bogdan dan Biklen (dalam Sutopo, 1988:

22) merupakan pengambilan sampel atas dasar pemikiran umum peneliti tentang

apa yang dipelajari, berapa jumlah dokumen, serta macam data yang akan direviu,

dengan siapa akan berbicara, dan kapan akan melakukan observasi. Teknik

internal sampling ini diterapkan dengan cara memberikan bukti nyata tentang hal

yang dikaji sesuai denga yang diinginkan atau dibutuhkan, dan sesuai pula dengan

teori para ahli seperti yang ditunjuk pada landasan teoritis.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis dokumen yang berupa kajian morfologis dengan teknik studi pustaka

(Library research) dan teknik catat, yaitu mencatat dokumen-dokumen atau arsip

yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Adapun langkah-langkah

pengumpulan data yang ditempuh adalah sebagai berikut: (1) membaca wacana

tajuk rencana pada surat kabar KOMPAS; (2) mencatat kata-kata yang

mengandung afiks; (3) menggolongkan afiks berdasarkan jenis dan fungsinya;

Page 22: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

22

serta (4) menganalisis afiks yang domain digunakan pada wacana tajuk rencana

tersebut.

Sedangkan wawancara dilakukan kepada orang-orang yang dianggap

kompeten dalam dunia bahasa khususnya afiksasi untuk mengetahui seberapa jauh

jenis dan fungsi afiks yang digunakan pada surat kabar KOMPAS khususnya

dalam wacana tajuk rencana.

F. Validitas Data

Penelitian kualitatif menuntut kesahihan data yang dapat diperoleh melalui

triangulasi. Triangulasi ada empat macam, yaitu triangulasi sumber/ data

triangulasi teori, triangulasi peneliti, dan triangulasi metode (Sutopo, 1988: 31).

Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

triangulasi teori dan triangulasi peneliti. Triangulasi teori digunakan dengan

merujuk silang teori yang diperoleh dari perspektif satu dengan perspektif yang

lain untuk mengecek kebenarannya sedangkan triangulasi peneliti digunakan

dengan merujuk silang informasi yang diperoleh dari peneliti yang sebaya atau

yang lebih tau.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah teknik

analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis) yang meliputi tiga

komponen, yaitu: 1. reduksi data (data reduction); 2. sajian data (data display);

dan 3. penarikan simpulan (cunclution drawing). Berikut penjelasannya:

1. Reduksi data (Data Reduction)

Pada langkah ini yang dilakukan peneliti adalah mencatat data yang diperoleh

dalam bentuk uraian yang terperinci.

2. Sajian Data (Data Display)

Pada langkah ini, peneliti menyusun informasi/data secara teratur dan

terperinci sehingga mudah dipahami. Data-data yang digunakan peneliti

analisis secara teliti untuk menunjukkan jawaban yang diharapkan. Kegiatan

analisis data dilakukan sebagai berikut: (1) membaca wacana tajuk rencana

Page 23: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

23

pada surat kabar KOMPAS; (2) mencatat kata-kata yang mengandung afiks;

(3) menggolongkan afiks berdasarkan jenis dan fungsinya; serta (4)

menganalisis afiks yang domain digunakan pada wacana tajuk rencana

tersebut.

3. Penarikan Simpulan (Conclution Drawing)

Pada langkah ini peneliti sudah memasuki tahap membuat simpulan dari data

yang sudah diperoleh sejak awal penelitian. Simpulan ini masih bersifat

sementara, untuk itu perlu adanya verifikasi (penelitian kembali tentang

kebenaran laporan) selama penelitian berlangsung.

Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan dilakukan secara terus

menerus dari mulai awal, saat penelitian berlangsung dan sampai akhir

penelitian. Tahap-tahap kegiatan analisis data secara lebih jelas dapat dilihat

pada gambar berikut:

Gambar 2. Analisis Data Model Mengalir (Miles and Huberman, 1994: 10)

PENGUMPULAN DATA

REDUKSI DATA

Sebelum Selama Sesudah

PENARIKAN SIMPULAN/ VERIFIKASI

Selama Sesudah

Selama Sesudah

ANALISISDISPLAI DATA

Page 24: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

24

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

ABSTRAK.......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar Belakang............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah........................................................................ 3

C. Batasan Masalah.......................................................................... 3

D. Tujuan Penelitian......................................................................... 4

E. Manfaat Teoritik dan Praktis....................................................... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR................. 5

A. Kajian Pustaka............................................................................. 5

B. Kajian Relevansi.......................................................................... 18

C. Kerangka Berfikir........................................................................ 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................... 21

A. Tempat dan Waktu Penelitian...................................................... 21

B. Metode Pendekatan Penelitian..................................................... 21

C. Sumber Data................................................................................. 21

D. Teknik Pengambilan Sampel....................................................... 21

E. Teknik Pengumpulan Data........................................................... 22

F. Teknik Uji Validitas Data............................................................ 23

G. Teknik Analisis Data.................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 25: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

25

DAFTAR PUSTAKA

Agus, dkk. 2007. Bahasa Indonesia dalam Penuisan Karya Ilmiah. Bandung:

Widyatama University.

Anton Moeliono. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Asep Syamsul. 2003. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula (edisi revisi). Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

Dede Oetomo. 1993. “Pelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana”

(Bambang Kaswanti Purwo. ed.) PELLBA 6. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Dja’far H Asegaf. 1982. Jurnalistik Masa Kini: Pengantar ke Praktik

Kewartawanan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Edi Subroto. 1992. Pengantar Metode Penelitian Struktural. Surakarta: UNS

Press.

Harimurti Kridalaksana.1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

J.S Badudu. 1988. Cakrawala Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Purwadi. 2000. Analisis Kesalahan Berbahasa Ind 4237/ 2 SKS (Hand Out).

Surakarta: UNS Press.

Rosihan Anwar. 1991. Bahasa Jurnalistik dan Komposisi. Jakarta: Pradnya

Paramita.

Soesono Kartomiharjo. 1996. “Analisis Wacana dengan Penerapannya pada

Beberapa Wacana” (Bambang Kaswanti Purwo. ed.) PELLBA 6.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Page 26: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

26

Sumarwati dan Purwadi. 1999. Analisis Morfologi (Buku Pegangan Kuliah FKIP-

PBS-Indonesia). Surakarta: Depdikbud

Supriyadi, dkk. 1996. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Suroso (2001). Menuju Pers Demokratis: Kritik atas Profesionalisme Wartawan.

Yogyakarta: LSIP.

Sutopo Heribertus. 1988. Pengantar Penelitian Kualitatif. Suarakarta: UNS Press.

Page 27: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

27

PROPOSAL

ANALISIS PEMAKAIAN KATA BERIMBUHAN

PADA WACANA “TAJUK RENCANA”

SURAT KABAR KOMPAS

(edisi Januari 2011)

Oleh :

Nur Salamah Wijayanti

NIM : K1207026

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 28: (Proposal)Analisis Pemakaian Kata Berimbuhan

28

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS PEMAKAIAN KATA BERIMBUHAN

PADA WACANA “TAJUK RENCANA”

SURAT KABAR KOMPAS

Pengesahan

proposal metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekan kualittaif

untuk mengetahui penggunaan kata berimbuhan wacana “Tajuk Rencana” pada

surat kabar KOMPAS, telah disetujui oleh dosen mata kulia metode penelitian

kualitatif pada :

Hari                  :

Tanggal            :

 

  

Surakarta, Oktober 2010

Dosen Pengampu

Dra. Sumarwati, M.Pd