71
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999). Dari pengertian tersebut maka pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan yang berlangsung di sekolah dan luar sekolah. Kimia sebagai salah satu mata pelajaran wajib dalam kurikulum pembelajaran di SMA merupakan ilmu yang kaya akan konsep yang bersifat abstrak. Kimia bukanlah pelajaran yang baru bagi siswa, namun seringkali dijumpai siswa-siswa yang menganggap materi kimia rumit dan sulit dipelajari, sehingga siswa sudah terlebih dahulu merasa kurang mampu untuk mempelajarinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyajian materi yang rumit, kurang menarik, monoton dan membosankan, dimana konsep dasar kimia menjadi tidak menarik dan semakin sulit dipahami siswa. Untuk mengatasinya diperlukan inovasi dalam penerapan model maupun metode pengajaran kimia, karena keberhasilan 1

Proposal Pendidikan Kimia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Proposal Pendidikan Kimia

Citation preview

Page 1: Proposal Pendidikan Kimia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran

dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999). Dari pengertian tersebut

maka pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga,

masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau

latihan yang berlangsung di sekolah dan luar sekolah.

Kimia sebagai salah satu mata pelajaran wajib dalam kurikulum

pembelajaran di SMA merupakan ilmu yang kaya akan konsep yang bersifat

abstrak. Kimia bukanlah pelajaran yang baru bagi siswa, namun seringkali

dijumpai siswa-siswa yang menganggap materi kimia rumit dan sulit dipelajari,

sehingga siswa sudah terlebih dahulu merasa kurang mampu untuk

mempelajarinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyajian materi yang rumit,

kurang menarik, monoton dan membosankan, dimana konsep dasar kimia

menjadi tidak menarik dan semakin sulit dipahami siswa. Untuk mengatasinya

diperlukan inovasi dalam penerapan model maupun metode pengajaran kimia,

karena keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh kemampuan guru dalam

mengelola proses belajar mengajar yang dalam hal ini dipengaruhi oleh

penerapan model maupun metode pengajaran yang tepat.

Koloid merupakan pokok bahasan kimia pada semester genap yang

menarik untuk dipelajari karena dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Namun,

pemahaman siswa pada pokok bahasan koloid ternyata masih rendah, hal ini

mungkin disebabkan karena guru di dalam menjelaskan pokok bahasan koloid

tersebut belum menggunakan strategi pengajaran yang tepat atau lebih cenderung

menggunakan metode ceramah, akibatnya hasil belajar siswa kurang memuaskan.

Dari beberapa hasil penelitian yang membahas tentang penggunaan model

pembelajaran problem based learning sebelumnya, antara lain penelitian yang

dilakukan oleh Anisa Kusumastuti.

1

Page 2: Proposal Pendidikan Kimia

Dimana penelitiannya menggunakan model pembelajaran problem based learning

yang didukung media animasi pada pokok bahasan pesawat sederhana diperoleh

peningkatan dalam hasil belajar siswa dengan rata-rata di akhir pembelajaran

adalah sebesar 75,29, (Kusumastuti,2013). Dengan menggunakan media yang

berbeda terdapat pula penelitian dengan model pembelajaran problem based

learning yakni penelitian yang dilakukan oleh Heni Purwaningsih yang

menggunakan media peta konsep untuk meningkatkan metakognisi siswa.

Dimana dari hasil analisis penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan peta

konsep pada model PBL mempengaruhi metakognisi siswa dan memberikan

kontribusi sebesar 47,8%.

Oleh karena karakteristik dari pokok bahasan koloid adalah banyak

menekankan pada hapalan, bersifat abstrak, dan tidak banyak hitungan, maka

dalam penelitian ini diusulkan untuk menggunakan model pembelajaran problem

based learning yang didukung media baik visual maupun audiovisual untuk dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Problem Based Learning (PBL), merupakan

salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar

aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa

secara berkelompok untuk memecahkan suatu masalah secara bertahap sehingga

mendapat pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut serta

memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. PBL menggunakan masalah

dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara

berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh

pengetahuan dan konsep yang esensial dari pelajaran tersebut. PBL cocok untuk

diterapkan pada mata pelajaran atau bahasan lanjutan seperti sistem koloid,

karena pelajaran dilakukan dengan cara membangun penalaran siswa dari semua

pengetahuan yang sudah dimiliki dan yang diperoleh sebagai hasil kegiatan

berinteraksi dengan sesama individu.

Media merupakan alat penunjang bagi berbagai bentuk pendidikan dan

untuk menyampaikan informasi. Media pengajaran yang menarik dan mampu

mengaktifkan alat indera siswa, meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran, serta menghindari kejenuhan pada peserta didik.

2

Page 3: Proposal Pendidikan Kimia

Media visual adalah media yang hanya terdiri dari proses melihat saja.

Salah satu contoh media visual peta konsep. Peta konsep adalah suatu teknik

mengorganisasi atau menyusun informasi yang menujukkan keterkaitan antara

satu konsep lainnya. Keunggulan peta konsep sebagai media pembelajaran yaitu

merupakan suatu alat yang efektif untuk menghadirkan secara visual hirarki

generalisasi-generalisasi, untuk mengekspresikan keterkaitan proporsi dalam

sistem konsep-konsep yang saling berhubungan. Sedangkan media audiovisual

adalah media yang terdiri dari proses mendengarkan sekaligus dengan

pengelihatan karena ditampilkan pada layar. Keunggulan media audiovisual bila

dibandingkan dengan media lain adalah dapat membawa dunia nyata, menyajikan

gambar dan suara sekaligus sehingga proses pembelajaran lebih menarik, dapat

diputar ulang serta hemat dalam hal waktu, tenaga, dan biaya karena materi dapat

disajikan dalam bentuk CD yang juga mudah untuk diperbanyak.

Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa diperoleh informasi bahwa

model pembelajaran problem based learning dengan menggunakan media masih

jarang digunakan dalam pembelajaran kimia di sekolah. Berdasarkan uraian di

atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh dan perbandingan hasil belajar

siswa pada pembelajaran sistem koloid dengan model pembelajaran problem

based learning yang didukung media peta konsep dan audiovisual di SMA.

Dari uraian di atas peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul:

“Perbandingan Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Dengan Menggunakan

Media Peta Konsep Dan Audiovisual Melalui Model Pembelajaran Problem

Based Learning (PBL) Pada Materi Sistem Koloid.”

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang telah dikemukakan, maka yang

menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini antara lain:

1. Dalam proses belajar mengajar keaktifan siswa masih kurang karena

pusat pembelajaran masih terletak pada kegiatan guru.

2. Pembelajaran masih berpusat pada guru.

3

Page 4: Proposal Pendidikan Kimia

3. Dalam proses belajar mengajar media yang diterapkan kurang bervariasi

dan belum dilaksanakan secara maksimal dimana cara pengajaran

konvensional masih mendominasi dalam pembelajaran.

4. Guru kurang terampil dalam menggunakan media dalam pembelajaran

kimia.

1.3. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka

pembatasan masalah dititikberatkan pada:

1. Objek penelitian adalah siswa kelas XI semester Genap SMAN 5 Medan

Tahun Ajaran 2013/2014

2. Model pembelajaran yang digunakan adalah Problem Based Learning yang

didukung media Peta Konsep dan Audiovisual (Video)

3. Materi yang diberikan dibatasi pada pokok bahasan Sistem Koloid

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah hasil belajar siswa yang

menggunakan media Video melalui model pembelajaran PBL lebih tinggi secara

signifikan dibandingkan hasil belajar siswa yang menggunakan media Peta

Konsep pada pokok bahasan Sistem Koloid? “

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar

siswa yang menggunakan media Video melalui model pembelajaran PBL lebih

tinggi secara signifikan dibandingkan hasil belajar yang menggunakan media

Peta Konsep pada pokok bahasan Sistem Koloid.

4

Page 5: Proposal Pendidikan Kimia

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi siswa, yaitu meningkatkan hasil belajar kimia siswa dan pemahaman

siswa terhadap konsep sistem koloid

2. Bagi guru dan calon guru, dapat digunakan sebagai informasi bagi guru

dan calon guru untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa dengan

menerapkan model pembelajaran problem based learning yang didukung

oleh media pada pokok bahasan sistem koloid.

3. Bagi Sekolah, dapat memberikan sumbangan untuk meningkatkan prestasi

belajar siswa di sekolah sehingga dapat memperbaiki kualitas

pembelajaran kimia di SMA Negeri 5 Medan.

4. Bagi Peneliti, menambah pengetahuan dan meningkatan kompetensinya

sebagai calon guru.

1.7. Defenisi Operasional

PBL adalah sebuah pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa

masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau

mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru dalam memecahkan masalah, dimana

dalam penelitian ini masalah nya mencakup pokok bahasan koloid.

Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar yang

meliputi bidang KOgnitif, psikomotorik, dan afektif.

Audiovisual(video) adalah suatu media pembelajaran yang tidak hanya

terdiri dari proses melihat saja namun juga terdapat proses mendengar.

Sistem Koloid adalah salah satu pokok bahasan Kimia yang mengkaji

tentang suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan

suspensi.

5

Page 6: Proposal Pendidikan Kimia

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis2.1.1. Hakikat Belajar Mengajar dan PembelajaranMenurut Sudjana, (1989) bahwa “belajar dan mengajar merupakan dua

konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain”. Dua konsep tersebut menjadi

terpadu dalam satu kegiatan. Belajar mengajar selaku suatu sistem instruksional

mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling

bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan interaksi guru dengan siswa

sebagai makna utama proses pengajaran memegang peranan penting untuk

mencapai tujuan pengajaran yang efektif.

Menurut sanjaya, (2008) :belajar pada hakekatnya adalah proses

perubahan tingkah laku yang melalui pengalaman.” Pengalaman itu dapat berupa

pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung

adalah pengalaman yang diperoleh melalui aktivitas sendiri dan pada situasi yang

sebenarnya, sedangkan pengalaman tidak langsung adalah pengalaman yang

diperoleh tanpa melakukan aktivitas sendiri maupun pada situasi yang

sebenarnya. Pengalaman tidak langsung dapat diperoleh dengan perantaraan

media, seperti alat peraga.

Mengajar berarti menyampaikan atau menularkan pengetahuan dan

pandangan dimana ada subjek yang memberi dan ada subjek yang menerima.

Djamarah dan Zain mengatakan bahwa “Mengajar adalah suatu proses, yaitu

proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik,

sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses

belajar” (Djamarah dan Zain, 1996). Dengan kata lain bahwa dalam mengajar ada

dua hal yang saling terlibat yaitu guru dan siswa, dimana guru memberikan

pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik. Dalam hal itu

baik murid maupun pengajar harus mengerti bahan yang akan dibicarakan.

Dengan kata lain dalam kegiatan mengajar itu harus terjadi suatu proses belajar.

Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh

guru, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa.

6

Page 7: Proposal Pendidikan Kimia

Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk

mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan

berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi

pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap

materi pelajaran.

Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang

diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan

berpikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat

merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran

yang matang oleh guru. Setiap kegiatan belajar mengajar memiliki tujuan, yaitu

sasaran atau cita-cita yang hendak dicapai berupa pembentukan pengetahuan,

sikap dan ketrampilan siswa (Roestiyah, 1982).

2.1.2. Hasil Belajar

Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar. Hasil belajar

merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan satu paket

pembelajaran tertentu. Hasil belajar siswa dapat diketahui setelah mengikuti

pelajaran. Berdasarkan hasil belajar tersebut didapat informasi tentang seberapa

besar penguasaan siswa terhadap materi yang telah diberikan, yang dapat ditulis

dalam bentuk angka atau nilai. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan

siswa terhadap materi yang telah diajarkan dapat dilihat dari hasil tes yang

diberikan kepada siswa setelah mendapat pengalaman.

Tolak ukur dari tinggi rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari

tinggi rendahnya hasil belajar siswa. Kualitas proses hasil belajar mengajar dan

mutu hasil belajar adalah indikator keberhasilan pelaksanaan sistem kurikulum

pendidikan. Menurut Sudjana, Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan,

Harahap memberi batasan bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang

perkembangan dan kemajuan siswa yang berkenaan dengan penguasaan bahan

pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam

kurikulum.

7

Page 8: Proposal Pendidikan Kimia

Jadi hasil belajar siswa untuk bidang studi kimia adalah gambaran

penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan dalam bidang studi kimia.

Sehingga dari beberapa pengertian di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa

hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari kegiatan belajar mengajar.

2.1.3. Model pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu pola perencanaan yang dapat digunakan

untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Model pembelajaran

bertujuan menciptakan suatu pembelajaran yang efektif sehingga siswa dapat

mencapai hasil belajar yang optimal. Menurut Nasution, “Model pembelajaran

adalah suatu rencana atau pola pendekatan yang digunakan untuk mendesain

pengajaran dan mengandung strategi mengajar, yang digunakan untuk mencapai

tujuan belajar yang diinginkan”. Pada strategi mengajar terdapat strategi

insrtuksional, ketrampilan mengajukan pertanyaan, mengkomunikasikan

pengarahan, menstruktur jawaban siswa,dll. dalam strategi mengajar guru juga

menerapkan sejumlah strategi mengajar dan menerapkan berbagai teknik

mengajar atau insrtuksional, seperti bagaimana menata kelas, mengelompokkan

siswa, dan menerapkan berbagai macam pendekatan dalam penggunaan alat

pengajaran (Nasution, 1994).

Banyak model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan hasil

penelitian dan percobaan atas praktek-praktek pengajaran secara luas. Model

pembelajaran yang diperkenalkan saat ini paling tidak didasarkan atas tiga hal,

pertama atas pengalaman praktek, kedua didasarkan atas telaah teori-teori

tertentu dan ketiga atas hasil-hasil penelitian.

2.1.4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning)

Dewasa ini, model pembelajaran ini mulai diangkat sebeb ditinjau secara

umum pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa

situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan

kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (Trianto, 2009).

8

Page 9: Proposal Pendidikan Kimia

Menurut Ratumanan dalam Trianto (2009), pengajaran berdasarkan

masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir

tingkat tinggi. Pemebelajaran ini membantu siswa untuk memperoleh informasi

yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri

tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk

mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

PBL adalah sebuah pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa

masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau

mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. Dengan demikian masalah yang ada

digunakan sebagai sarana agar siswa dapat belajar sesuatu yang dapat

menyokong keilmuannya (Suyatno,2008). Problem Based Leraning (PBL)

berfokus kepada identifikasi permasalahan serta penyusunan kerangka analisis

dan pemecahan. Metode ini dilakuakan dengan membentuk kelompok-kelompok

kecil, banyak kerja sama dan interaksi, mendiskusikan hal-hal yang tidak atau

kurang dipahami serta berbagi peran untuk melaksanakan tugas dan saling

melaporkan. Menurut Suradijono, PBL adalah metode belajar yang menggunakan

masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan

pengetahuan baru (Warmada,2004). Pembelajaran berbasis masalah (Problem

Based Learning) merupakan slah satu model pembelajaran inovatif yang dapat

memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa.

Pembelajaran berbasis masalah secara khusus melibatkan siswa bekerja

pada masalah dalam kelompok kecil yang terdiri dari lima orang dengan bantuan

asisten sebagai tutor/fasilitator. Masalah disiapkan sebagai konteks pembelajaran

baru. Analisis dan penyelesaian terhadap masalah itu menghasilkan problem

pengetahuan dan ketrampilan pemecahan masalah. Permasalahan dihadapkan

sebelum semua pengetahuan relevan diperoleh dan tidak hanya setelah membaca

teks atau mendengar ceramah tentang materi subjek yang melatarbelakangi

masalah tersebut. Hal inilah yang membedakan antara PBL dengan metode yang

berorientasi masalah lainnya (Pasek,2008).

9

Page 10: Proposal Pendidikan Kimia

Tutor berfungsi sebagai pelatih kelompok yang menyediakan bantuan

agar interaksi siswa menjadi produktif dan membantu siswa mengidentifikasi

pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Hasil dari proses

pemecahan masalah itu adalah siswa membangun pertanyaan-pertanyaan (isu

pembelajaran) tentang jenis pengetahuan apa yang diperlukan untuk

menyelesaikan masalah. Setelah itu, siswa melakukan penelitian pada isu-isu

pembelajaran yang telah diidentifikasi dengan menggunakan berbagai sumber.

Untuk ini siswa disediakan waktu yang cukup untuk belajar mandiri. Proses PBL

akan menjadi lengkap bila siswa melaporkan hasil penelitiannya (apa yang

dipelajari) pada pertemuan berikutnya. Tujuan pertama dari paparan ini adalah

untuk menunjukan hubungan antara pengetahuan baru yang diperoleh dengan

masalah yang ada di tangan siswa. Fokus yang kedua adalah untuk bergerak pada

tahap pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfer

pengetahuan baru. Setelah melengkapi siklus pemecahan masalah ini, siswa akan

memulai menganalisis masalah baru, kemudian diikuti lagi oleh prosedur

analisis-penelitian-laporan.

Menurut Barrows and Tamblyn: terdapat beberapa karakteristik PBL

(Warmada,2004) diantaranya yaitu :

1. Kompleks, dalam mengorganisaikan fokus pembelajaran tidak ada satu

jawaban yang “benar” seperti keadaan nyata dalam kehidupan.

2. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok dalam memecahkan masalah,

mengidentifikasi kesenjangan dalam pembelajaran, dan mengembangkan

pemecahan yang mungkin.

3. Siswa mengumpulkan informasi baru melalui pembelajaran yang

diarahkannya sendiri (self-directed learning)

4. Guru hanya sebagai fasilitator

5. Permasalahan diserahkan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan

masalah dalam profesinya.

Problem Based Learning dirancang dengan beberapa sasaran yang penting untuk

membatu para siswa dalam hal:

1. Membangun satu basis pengetahuan yang fleksibel dan luas

10

Page 11: Proposal Pendidikan Kimia

2. Mengembangkan strategi pemecahan masalah yang efektif

3. Mengembangkan, mengarahkan pembelajaran yang bermakna

4. Mengefektifkan kolaborasi

5. Memunculkan motivasi intrinsik untuk belajar

2.1.5. Langkah-Langkah Dalam Problem Based Learning (PBL)

Dalam pelaksanaan PBL sebagai salah satu model pembelajaran yang

diterapkan pada proses pembelajaran, ada beberapa langkah-langkah yang harus

dilaksanakan yaitu :

1. Konsep Dasar (Basic Concept)

Jika dipandang perlu, fasilitator dapat memberikan konsep dasar,

petunjuk,referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran

tersebut. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih cepat masuk dalam atmosfer

pembelajaran mendapatkan peta yang akurat tentang arah dan tujuan

pembelajaran. Lebih jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan siswa

mendapatkan kunci utama materi pelajaran sehingga tidak ada kemungkinan

terlewatkan oleh siswa seperti yang bisa jika siswa mempelajari secara mandiri.

Konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan dalam bentuk garis besar

saja sehingga sisw adapat mengembangkan secara mandiri dan mendalam.

2. Pendefenisian Masalah (defening the problem)

Langkah kedua dari metode lima langkah Pbl adalah pendefinisian

masalah. Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau

permasalahan dalam kelompoknya, siswa melakukan berbagai kegiatan. Pertama

brainstorming. Brainstorming ini dilaksanakan dengan cara semua anggota

kelompok mengungkapkan ide, tanggapan, terhadap skenario secara bebas

sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Setiap

anggota kelompok memiliki hak sama dalam memberikan dan menyampaikan ide

dalam diskusi serta mendokumentasikan secara tertulis pendapat masing-masing

dalam kertas kerja.

11

Page 12: Proposal Pendidikan Kimia

Selain itu, setiap kelompok harus mencari istilah yang kurang dikenal

dalam skenario tersebut dan berusaha mendiskusikan maksud dan artinya.

Jika ada siswa yang mengetahui artunya, segera menjelaskan kepada teman-

teman yang lain. Jika ada yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok

tersebut, ditulis dalam permasalahan kelompok. Selanjutnya jika ada yang belum

dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis sebagai isu dalam

permasalahan kelompok.

Kedua, melakukan seleksi alternatif untuk memilih pendapat yang lebih

fokus. Ketiga menentukan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam

kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang

didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang dipilih siswa. Jika tujuan

yang diinginkan oleh fasilitator disinggung oleh siswa, fasilitator mengusulkan

dengan memberikan alasannya.

Pada akhir langkah ini siswa diharapkan memiliki gambaran yang jelas

tentang apa saja yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui dan

pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk menjembataninya. Untuk

memastikan setiap siswa mengikuti langkah ini maka pendefinisian masalah

dilakukan dengan mengikuti petunjuk.

3. Pembelajaran Mandiri (Self Learning)

Setelah mengetahui tugasnya masing-masing siswa mencari berbagai

sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang

dimaksud bisa dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan,

halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang relevan. Tahap investigasi

memiliki tujuan utama yaitu:

1. Agar siswa mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang

relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas,

2. Informasi yang dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan

di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dpat dipahami.

Di luar pertemuan dengan fasilitator, siswa bebas untuk mengadakan pertemuan

dan melakukan berbagai kegiatan.

12

Page 13: Proposal Pendidikan Kimia

Dalam pertemuan tersebut siswa akan saling bertukar informasi yang telah

dikumpulkannya dan pengetahuan telah mereka bangun.

Siswa juga harus mengorganisasi informasi yang didiskusikan sehingga anggota

kelompok lain dapat memahami relevansi terhadap permasalahan yang dihadapi.

Proses pelaksanaan pembelajaran mandiri dapat dimulai seleksi alternatif

dan pembagian tugas sudah dilakukan. Setiap siswa melakukan pendalaman

materi sesuai dengan tugas dalam kelompok masing-masing. Pendalaman materi

dapat dilakukan melalui referensi atau percobaan.

4. Pertukaran Pengetahuan (excange Knowledge)

Setelah mendapat sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam

langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya siswa

berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi hasil pencapaiannya dan

merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini

dapat dilakukan dengan cara siswa berkumpul sesuai kelompok dan

fasilitatornya.

5. Penilaian (assessment)

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan

(knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap

penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang

dilakuakan dengan ujian akhir semester, ujian tengah semester, kuis, PR,

dokumen, da laporan. Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan

alat bantu pembelajaran baik software, hardware, maupun kemampuan

perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan

pada penguasaan soft skill yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi,

kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran.

Menurut Arends, terdapat lima phase dalam sintaks model pembelajaran

berbasis masalah (Problem Based Learning), yaitu dimulai dengan guru

memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian

dan analisis hasil kerja siswa, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

13

Page 14: Proposal Pendidikan Kimia

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah

Phase Kegiatan

Phase

1

Orientasi siswa kepada

masalah

Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, menjelaskan logistik

yang dibutuhkan, memotivasi siswa

terlibat pada aktivitas pemecahan

masalah.

Phase

2

Mengorganisasikan

siswa untuk belajar

Guru membantu siswa

mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah

tersebut.

Phase

3

Membimbing

penyelidikan individu

maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang

sesuai, melaksanakan eksperimen,

untuk mendapatkan penjelasan dan

pemecahan masalah

Phase

4

Menghubungkan dan

menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam

merencanakan dan menyiapkan karya

yang sesuai seperti laporan, model

dan membantu mereka untuk berbagi

tugas dengan temannya.

Phase

5

Menganalisis dan

mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk

melakukan refleksi atau evaluasi

terhadap penyelidikan mereka dan

proses-proses yang mereka gunakan.

2.1.6. Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah

Sebelum melaksanakan proses belajar dengan metode PBL perlu

dilakukan persiapan yang intensif.

14

Page 15: Proposal Pendidikan Kimia

Dalam pembelajaran dengan metode PBL ada tiga komponen yang

bekerja yaitu:

1. Institusi (sekolah)

2. Guru

3. Siswa

Ketiga komponen ini bekerja sesuai pesan atau tugas masing-masing

untuk mendapatkan capaian pelajaran dalam pokok bahasan dengan PBL secara

optimal.

1. Institusi

Institusi dalam hal ini adalah sekolah atau satuan pendidikan.

Institusi ini akan mendukung pelaksanaan pembelajaran PBL antara lain dengan

cara:

Mempersiapkan sarana pendukung proses belajar mengajar, termasuk

ruang kelas, perpustakaan dan alat-alat laboratorium

Mencatat kehadiran siswa dalam proses belajar mengajar sehingga

informasinya dapat digunakan dalam evaluasi pelaksanaan proses

belajar mengajar

Mempersiapkan guru/fasilitaor pengganti apabila guru yang ditunjuk

berhalangan hadir.

2. Guru

Dalam pembelajaran berbasis masalah peran guru adalah sebagai

fasilitaor proses belajar mengajar dan membangun komunitas pembelajaran.

Peran guru dalam proses belajar mengajar:

Mempersiapkan skenario pembelajaran yang akan dibahas pada tiap

sesi disesuaikan dengan cakupan materi pada tiap-tiap pokok

bahasan.

Mempersiapkan materi pada setiap pokok bahasan dan memberikan

beberapa sumber referensi lain.

Sebagai fasilitator.

Guru mendorong para siswa untuk mengeksplorasi pengetahuan yang

telah mereka miliki dan menentukan pengetahuan yang diperlukan selanjutnya.

15

Page 16: Proposal Pendidikan Kimia

Guru umumnya diharapkan untuk menahan diri tidak memberikan informasi,

sebaliknya mendorong dilakukannya diskusi dan pembelajaran antar siswa.

Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah:

Melakukan klarifikasi, misalnya terhadap perspektif yang muncul

dalam diskusi.

Mendorong pemikiran yang divergen, misalnya adakah kemungkinan

solusi yang lain.

Meletakkan permasalahan yang divergen, misalnya adakah isu yang

dibahas mengingatkan guru ada berbagai informasi yang telah

teridentifikasi sebelumnya.

Membuat urutan prioritas, misalnya apakah berbagai informasi yang

telah teridentifikasi dapat diurutkan sesuai relevansinya terhadap

permasalahan.

Memoderasi diskusi, misalnya apakah ada kemajuan dalam diskusi,

kalau tidak identifikasi apa saja yang salah dan mengembalikan

diskusi pada tujuan semula.

Sebagai evaluator

Walaupun peran guru tidak lagi dominan dalam dalam pelaksanaan proses

belajar mengajar dengan PBL, namun guru tetap bertanggung jawab penuh

terhadap keberhasilan pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk

itu secara berkelanjutan guru perlu mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan

melakukan perbaikan jika segera diperlukan.

3. Siswa

Peran siswa secara umum dalam proses belajar mengajar ber-PBL adalah:

Siswa mempersiapkan diri untuk belajar dan bekerja secara

kelompok.

Berperan aktif dalam proses belajar mengajar.

Mengikuti dan menghadiri keseluruhan kegiatan proses belajar

mengajar.

Menyelesaikan masalah.

16

Page 17: Proposal Pendidikan Kimia

Melakukan diskusi dalam kelompoknya.

Adapun keuntungan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai

berikut :

1. Cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

2. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk

menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

3. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

4. Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk

memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan

bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

6. Lebih menyenangkan dan disukai siswa serta mengembangkan minat

untuk belajar.

7. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan untuk

menyesuaikan pengetahuan baru.

8. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan

pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

(Sanjaya, 2007)

2.1.7. Media Pengajaran Dalam Proses Belajar Mengajar

Pada hakekatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi yang

harus diciptakan melalui kegiatan penyampaian dan tukar menukar pesan melalui

informasi oleh setiap tanaga pengajar dan peserta didik. Pesan atau informasi

dapat berupa pengetahuan keahlian (skill), ide, pengalaman, dan

sebagainya.Untuk memperlancar proses komunikasi digunakan sarana yang

membantu komunikasi yang disebut sebagai media.

Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari

medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Jadi media adalah

perantara atau pengantar pesan dari pengirim atau penerima pesan

(Sardiman,dkk, 2003:10).

17

Page 18: Proposal Pendidikan Kimia

Sedangkan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau

isi pelajaran, perangsang pikiran, perasaan, perhatian, minat, dan kemampuan

siswa sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar disebut sebagai media

pengajaran (Ibrahim dan Syaodih, 2003:10).

Menurut Harjanto, “Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang

paling penting menonjol yakni metode mengajar dan media pendidikan sebagai

alat bantu mengajar” (Harjanto, 2008). Dari uraian diatas dapat disimpulkan

bahwa kedudukan media dan metode sebagai alat bantu mengajar adalah sangat

penting guna mewujudkan lingkungan belajar yang diharapkan.

Klasifikasi Media Pengajaran

Menurut Ibrahim dan Syaodih (2003:115) media pengajaran dapat

digolongkan dalam tiga kelompok yaitu:

1. Media cetak, seperti buku, majalah, panplet, dan modul.

2. Media elektronik, yang lazim dipilih dan digunakan dalam

pengajaran yaitu: perangkat slide, film bingkai, film strip,

rekaman, OHP, video tape.

3. Realita (objek nyata atau benda sesungguhnya).

Menurut Leshin, pollck dan Reigeluth, media diklasifikasikan ke dalam 5

kelompok yaitu :

1. Media berbasis manusia, seperti: guru, instruktur, tutor, main peran,

kegiatan kelompok.

2. Media berbasis cetak, seperti: buku penuntun, buku latihan, dan lain-lain

3. Media berbasis visual, seperti: buku, alat bantu kerja, chart, grafik, peta,

gambar, transparansi.

4. Media berbasis audiovisual, seperti: video, film, program slide tape,

televisi.

5. Media berbasis komputer, seperti: pengajaran dengan bantuan komputer.

(Arsyad,2000)

18

Page 19: Proposal Pendidikan Kimia

Kegunaan Media Pengajaran

Kegunaan media pengajaran secara umum menurut Sadiman,dkk, adalah

sebagai berikut:

1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam

bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra, seperti:

a. Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan gambar, film

bingkai atau model.

b. Objek yang terlalu kecil dibantu dengan proyektor mikro, film dan

gambar.

3. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat

mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan

berguna untuk:

a. Menimbulkan kegairahan belajar

b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik

dengan lingkungan kenyataan

c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri menurut kemampuan

dan minatnya

4. Dengan sifat yang unik pada tiap diri siswa ditambah lagi dengan

lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan

materi pendidikan ditentukan sama untuk siswa, maka guru akan banyak

mengalami kesulitan bilamana semua diatasi sendiri. Masalah ini dapat

diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuan dalam:

a. Memberikan perangsangan yang sama

b. Mempersamakan pengalaman

c. Menimbulkan persepsi yang sama.

19

Page 20: Proposal Pendidikan Kimia

Kriteria Pemilihan Media

Arsyad (200:72) menjelaskan bahwa criteria pemilihan media bersumber

dari konsep bahwa media merupakan bagian dari sistem instruksional secara

keseluruhan.

Untuk itu ada beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media

antara lain adalah:

1. Sesuai dengan tujuan yang dicapai.

2. Tepat untuk mendukung peljaran yang sifatnya fakta, konsep,

prinsip, atau generalisasi.

3. Praktis, luwes, dan bertahap.

4. Guru terampil menggunakannya.

2.1.7.1. Media Peta Konsep

Penggunaan media peta konsep di didalam pendidikan sudah dilakukan

sejak tahun 1997, yaitu dalam pelajaran biologi, dan sejak itu media peta konsep

berkembang dan telah digunakan dalam setiap pembelajaran sains. Media peta

konsep pada dasarnya adalah suatu teknik mengorganisasi atau menyusun

informasi yang menujukkan keterkaitan antara satu konsep lainnya.

Menurut Rusmansyah, istilah peta konsep pertama kali diperkenalkan

oleh Novak dan Gowin pada tahun 1985 dan merupakan suatu alat yang efektif

untuk menghadirkan secara visual hirarki generalisasi-generalisasi, untuk

mengekspresikan keterkaitan proporsi dalam sistem konsep-konsep yang saling

berhubungan. Novak dan Gowin mengklaim bahwa pemetaan konsep akan

membantu para siswa membangun kebermaknaan konsep-konsep dan prinsip-

prinsip yang baru dan lebih kuat pada suatu bidang study. Berdasarkan alasan

inilah peta konsep selalu dipakai dan digunakan dalam berbagai bidang studi

untuk mempelajari suatu pokok bahasan, termasuk pada bidang studi kimia.

Pada kenyataannya, penyusun peta konsep melalui hubungan antara

konsep-konsep dalam bentuk proporsi, dapat menolong guru mengetahui konsep

apa yang dimiliki dan tingkat penguasaan siswa terhadap konsep tersebut,

sehingga memberikan semangat belajar yang tinggipada siswa.

20

Page 21: Proposal Pendidikan Kimia

Penyusunan ini dilakukan secara hirarki mulai dari konsep-konsep yang semakin

khusus (Fajaroh,dkk, 2001:60). Selain sebagai alat bantu mengajar, peta konsep

dapat juga dijadikan sebagai alat evaluasi untuk mengetahui pemahaman siswa

tentang materi pelajaran sebelum dan sesudah diajarkan. Hal ini dilakukan

dengan cara menugasi siswa membuat sendiri peta konsep tersebut.

Adapun ciri-ciri dari peta konsep ini berdasarkan pendapat Dahar

(1989:125-126) adalah :

1. Peta konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep

dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu fisika, kimia,

biologi, matematika, dll.

2. Peta konsep merupakan suatu gambaran dua dimensi dari suatu

bidang tertentu atau bagian dari bidang studi.

3. Konsep yang paling inklusif terdapat pada puncak peta, lalu menurun

hingga konsep-konsep yang lebih khusus dan contoh-contoh.

4. Bila dua atau lebih konsep digambarkan dibawah suatu konsep yang

lebih inklusif terbentuklah hirarki dalam peta konsep.

Manfaat Peta Konsep

Manfaat peta konsep menurut Novak (dalam Dahar, 1989:129) sebagai

berikut :

1) Mengetahui konsep-konsep yang telah dikuasai siswa.

2) Mempelajari cara belajar siswa.

3) Mengungkapkan konsepsi siswa, kesalahan konsep yang dilakukan siswa

dapat dideteksi dengan menelusuri peta konsep yang dibuat siswa.

4) Sebagai alat evaluasi siswa setelah mempelajari suatu materi pelajaran.

Menurut Fajaroh, dkk (2001:62) walaupun peta konsep sangat penting

dalam pengajaran, khususnya kimia, tetapi dalam penerapannya masih dirasakan

adanya kesulitan-kesulitan yang patut menjadi perhatian dan memerlukan usaha

keras untuk mengatasinya. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain :

1. Masih adanya masalah bagaimana menggunakan cara ini secara efektif.

21

Page 22: Proposal Pendidikan Kimia

2. Masih ada kesulitan untuk meyakinkan siswa agar menerima strategi

penggunaan media ini.

3. Peta konsep yang kompleks malah kadang membingungkan siswa.

4. Mengevaluasi dengan peta konsep membutuhkan waktu yang relative

lama

.

2.1.7.2. Media Audiovisual

Pengertian audiovisual berasal dari kata “audible” artinya didengar dan

“visible” yang berarti dapat dilihat. Jadi, media audiovisual adalah media yang

terdiri dari proses pendengaran/ mendengarkan sekaligus dengan penglihatan.

Media audiovisual dapat menyampaikan informasi dengan cara yang lebih

konkrit atau lebih nyata daripada yang disampaikan melalui kata-kata.

Ketika kita melihat sesuatu yang kita butuhkan, kita akan tertarik dan

akan timbul suatu dorongan untuk mengetahui lebih banyak, dorongan ini adalah

dasar bagi pemindahan suatu ide yang ada dalam pikiran itu untuk dapat

menghasilkan ide-ide yang lebih cemerlang. Media audiovisual memberi

motivasi serta membangkitkan keinginan untuk mengetahui dan menyelidiki,

yang akhirnya menjurus kepada pengertian lebih baik.

Video

Video adalah media yang menyampaikan pesan-pesan pembelajaran

secara audiovisual yang menampilkan gerak bersama-sama dengan suara.

Menurut Arsyad, sebagai media pendidikan, video mempunyai kelebihan-

kelebihan sebagai berikut:

1. Video dapat menyajikan berbagai jenis bahan audiovisual termasuk

gambar-gambar, film, objek, dan drama

2. Video bisa menyajikan model dan contoh-contoh yang baik bagi siswa

3. Dapat membawa dunia nyata kerumah dan kelas-kelas, seperti orang,

tempat-tempat dan peristiwa-peristiwa, melalui penyiaran langsung atau

rekaman.

4. Video dapat menyajikan program-program yang dapat dipahami oleh

siswa dengan usia dan tingkatan pendidikan yang berbeda-beda

22

Page 23: Proposal Pendidikan Kimia

5. Video dapat menyajikan visual dan suara yang amat sulit diperoleh pada

dunia nyata misalnya ekspresi wajah

6. Video dapat menghemat waktu, guru, dan siswa, misalnya dengan

merekam siaran pelajaran yang disajikan dapat diputar ulang jika

diperlukan tanpa harus melakukan proses itu lagi.

Beberapa kelemahan/ keterbatasan media video, antara lain adalah :

1. Sifat komunikasi hanya satu arah

2. Program diluar kontrol guru

3. Tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan,

karena gambar-gambar bergerak terus.

4. Objek tidak ditampilkan secara langsung, melainkan hanya melalui layar.

(Sadiman,dkk.1984).

2.1.8. Sistem Koloid

2.1.8.1. Pengertian Koloid

Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak

antara larutan dan suspensi. Sistem koloid terdiri atas fase terdispersi dengan

ukuran tertentu dalam medium pendispersi.

Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang

digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi.

Beberapa perbedaan antara larutan sejati, sistem koloid dan suspensi dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.2. Perbedaan antara Larutan, Koloid, dan Suspensi

Aspek yang

dibedakan

Sistem dispersi

Larutan sejati Koloid Suspensi

Bentuk campuran Homogen Homogen Heterogen

Bentuk dispersi Dispersi molekul Dispersi padatan Dispersi padatan

Penulisan X(aq) X(s) X(s)

Fasa Tetap homogen Heterogen Heterogen

Penyaringan Tidak dapat

disaring dengan

Tidak dapat

disaring dengan

Dapat disaring

dengan kertas

23

Page 24: Proposal Pendidikan Kimia

kertas saring

maupun saringan

permeable

kertas saring

biasa, tapi dapat

disaring dengan

saringan

permeable

saring biasa

Pemeriksaan Tidak dapat

diamati dengan

microscope biasa,

tapi teramati

dengan

microscope

elektron

Dapat diamati

dengan

microscope ultra

Dapat diamati

dengan

microscope biasa

Ukuran partikel < 1nm 1nm-100nm >100nm

(Sumber : www.geocities.com/davinpratama/lapkim/koloid.doc)

2.1.8.2. Jenis-jenis Koloid

Penggolongan sistem koloid didasarkan pada jenis fase pendispersi

(pelarut) dan medium terdispersi (terlarut), antara lain, yaitu:

1. Aerosol

Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas

disebut aerosol.

Jika zat yang terdispersi berupa zat padat disebut aerosol padat. Contoh aerosol

padat : debu buangan knalpot. Sedangkan zat yang terdispersi berupa zat cair

disebut aerosol cair. Contoh aerosol cair: hairspray dan obat semprot. Untuk

menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol).

Contoh propelan aerosol yang banyak digunakan yaitu CFC dan CO2.

2. Sol

Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut

sol. Contoh sol : putih telur, air lumpur, tinta, cat, dan lain-lain. Sistem koloid

dari partikel padat yang terdispersi dalam zat padat disebut sol padat. Contoh sol

padat : perunggu, kuningan, permata.

24

Page 25: Proposal Pendidikan Kimia

3. Emulsi

Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut

emulsi. Sedangkan sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat

disebut emulsi padat dan sistem koloid dari zat cair terdispersi dalam gas disebut

emulsi gas. Syarat terjadinya emulsi yaitu kedua zat cair tidak saling melarutkan.

Emulsi digolongkan kedalam dua bagian yaitu emulsi minyak dalam air

dan emulsi emulsi air dalam minyak. Contoh emulsi minyak dalam air: santan,

susu, lateks. Contoh emulsi air dalam minyak : mayonaise, minyak ikan, minyak

bumi. Contoh emulsi padat: jelly, mutiara Emulsi terbentuk karena pengaruh

suatu pengemulsi (emulgator). Misalnya sabun dicampurkan kedalam campuran

minyak dan air, maka akan diperoleh campuran stabil yang disebut emulsi

4. Buih

Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih,

sedangkan sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat padat disebut buih

padat.

5. Gel

Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat dan bersifat

setengah kaku disebut gel. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat

terdispersinya mengadsorbsi medium dispersinya sehingga terjadi koloid yang

agak padat. Contoh gel : agar-agar, semir sepatu, mutiara, mentega.

Campuran gas dengan gas tidak membentuk sistem koloid tetapi suatu larutan

sebab semua gas bercampur baik secara homogen dalam segala perbandingan.

Tabel 2.3. Klasifikasi Sistem Dispersi Koloid

No Fase Medium Nama Contoh

25

Page 26: Proposal Pendidikan Kimia

Terdispersi Pendispersi Koloid

1. Gas Cair Busa/buih Buih sabun, krim kocok

2. Gas Padat Busa padat Batu apung, karet busa

3. Cair Gas Aerosol Awan, kabut

4. Cair Cair Emulsi Susu, santan

5. Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega,mutiara

6. Padat Gas Aerosol

padat

Asap, debu

7. Padat Cair Sol Cat, kanji, tinta

8. Padat padat Sol padat Kaca berwarna, paduan

logam

(Sumber : www.geocities.com/davinpratama/lapkim/koloid.doc)

2.1.8.3. Sifat-Sifat Koloid

Efek tyndall

Efek tyndall adalah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh

partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang

cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh john Tyndall (1820-1893). Efek

tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan

sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghambat

cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. Hal itu terjadi

karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel relatif besar untuk

dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-

partikel relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat

sulit diamati.

Elektroforesis

Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan

bahwa partikel koloid memiliki muatan. Pergerakkan partikel koloid dalam

medan listrik ini disebut elektroforesis.

26

Page 27: Proposal Pendidikan Kimia

Apabila kedalam sistem koloid dimasukkan dua batang elektroda kemudian

dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke

salah satu elektroda bergantung pada jenis muatanya.

Gerak Brown

Gerak brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa

bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak tidak beraturan). Jika kita amati

koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel

tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan

gerak brown. Gerakan ini terjadi karena benturan molekul-molekul zat

pendispersi pada partikel-partikel koloid.

Adsorbsi

Adsorbsi adalah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain

pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan

partikel. Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi terhadap partikel

atau ion senyawa lain. Penyerapan terhadap ion positif atau ion negatif dari

partikel koloid menyebabkan koloid bermuatan. Partikel koloid mempunyai

permukaan yang relatif luas, sehingga koloid juga mempunyai daya adsorbsi

yang besar. Dalam kehidupan sehari-hari sifat adsorbsi partikel digunakan untuk

pemutihan gula pasir, menjernihkan air,dll.

Koagulasi Koloid

Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan.

Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.

Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan

pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid

yang berbeda muatan.

27

Page 28: Proposal Pendidikan Kimia

Koloid Pelindung

Koloid pelindung adalah koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi

koloid lain dari proses koagulasi.

Dialisis

Dialisis adalah pemisahan koloid dari ion-ion penggangu. Pemisahan

tersebut dilakukan dengan cara menggantikan cairan yang tercampur dengan

koloid melalui membran semipermeable yang berfungsi sebagai penyaring.

Memberan semipermeable ini dapat dilewati cairan tetapi tidak dapat dilewati

koloid, sehingga koloid dan cairan akan berpisah.

Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Koloid ini terjadi pada sol. Sol liofil adalah koloid yang fase

terdispersinya suka (dapat mengikat) pada cairan (fase pendispersinya). Sol

liofob adalah koloid yang fase terdispersinya tidak suka pada cairan (fase

pendispersinya) pada koloid liofil pengikatan medium pendispersinya disebabkan

oleh gaya tarik menarik (berupa gaya elektrostatik) pada setiap ujung gugus

molekul terdispersi. Sol liofob/hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit

penambahan elektrolit, tetapi menjadi lebih stabil jika ditambahkan koloid

pelindung yaitu koloid liofil.

Berikut ini penjelasan yang lebih lengkap mengenai koloid liofil dan liofob :

Koloid liofil (suka cairan) adalah koloid dimana terdapat gaya tarik-

menarik yang cukup besar antara fase terdispersi dan medium pendispersi.

Contoh: dispersi kanji, sabun, deterjen

Koloid liofob (tidak suka cairan) adalah koloid dimana gaya tarik-menarik

yang lemah atau bahkan tidak ada sama sekali antar fase terdispersi dan

medium pendispersinya. Contoh : dispersi emas, belerang dalam air.

28

Page 29: Proposal Pendidikan Kimia

Tabel 2.4. Perbedaan Antara Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Sifat-sifat Koloid liofil Koloid liofob

Pembuatan Dapat dibuat langsung

dengan mencampurkan

fase terdispersi dengan

medium terdispersinya

Tidak dapat dibuat

langsung dengan

mencampurkan fase

terdispersi dengan

medium terdispersinya

Muatan partikel Mempunyai muatan yang

kecil atau tidak

bermuatan

Mempunyai muatan

positif atau negatif

Adsorpsi medium

pendispersi

Partikel-partikel sol liofil

mengadsorbsi medium

pendispersinya. Terdapat

proses solvasi/hidrasi,

yaitu terbentuknya

lapisan medium

pendispersi yang

teradsorbsi di sekeliling

partikel sehingga

menyebabkan partikel sol

liofil tidak saling

bergabung

Partikel-partikel sol

liofob tidak

mengadsorbsi medium

pendispersinya. Muatan

partikel diperoleh dari

adsorbsi partikel-partikel

ion yang bermuatan

listrik

Viskositas (kekentalan) Viskositas sol liofil >

viskositas medium

pendispersi

Viskositas sol liofob

hampir sama dengan

viskositas medium

pendispersi

Penggumpalan Tidak mudah

menggumpal dengan

penambahan elektrolit

Mudah menggumpal

dengan penambahan

elektrolit karena

mempunyai muatan

Sifat reversibel Reversibel, artinya fase Irreversibel artinya sol

29

Page 30: Proposal Pendidikan Kimia

terdispersi sol liofil dapat

dipisahkan

liofob telah menggumpal

tidak dapat diubah

menjadi sol

Efek tyndall Memberikan efek tyndall

yang lemah

Memberikan efek tyndall

yang jelas

Migrasi dalam medan

listrik

Dapat bermigrasi ke

anode, katode, atau tidak

sama sekali

Akan bergerak ke anode

atau katode, tergantung

jenis muatan partikel.

(Sumber : www.sistemkoloid.tripod.com)

2.1.8.4. Pembuatan Koloid

Ukuran partikel koloid berada di antara partikel larutan dan suspensi,

karena itu cara pembuatannya dapat dilakukan dengan memperbesar partikel

larutan atau memperkecil partikel suspensi. Terdapat dua metode dasar dalam

pembuatan sistem koloid sol, yaitu :

Metode kondensasi

Merupakan metode bergabungnya partikel-partikel kecil larutan sejati

yang membentuk partikel-partikel berukuran koloid

Metode dispersi

merupakan metode dipecahnya partikel-partikel besar sehingga menjadi

partikel-partikel berukuran koloid

Metode kondensasi

Metode dimana partikel-partikel kecil larutan sejati bergabung membentuk

partikel-partikel berukuran koloid. Pembuatan koloid sol dengan metode ini pada

umumnya dilakukan dengan cara kimia.

a. Dekomposisi Rangkap

Misalnya :

Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan perlahan-

lahan melalui larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang

berwarna kuning terang:

As2O3(aq) + 3H2S As2S3(koloid) + 3H2O(l)

30

Page 31: Proposal Pendidikan Kimia

(Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaanya menyerap ion

S2-)

Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 encer dan

larutan HCl encer:

AgNO3(aq) + HCl(aq) AgCl(koloid) + HNO3(aq)

b. Reaksi Hidrolisis

Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.

Misalnya :

Sol Fe(OH)3 dapat dibuat dengan hidrolisis larutan FeCl3 dengan

memanaskan larutan FeCl3 atau reaksi hidrolisis garam Fe dalam air

mendidih:

FeCl3(aq) + 3H2O(l) Fe(OH)3(koloid) + 3HCl(aq)

Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam

air mendidih:

AlCl3(aq) + 3H2O(l) Al(OH)3(koloid) + 3HCl(aq)

c. Reaksi Oksidasi Reduksi (Redoks)

Misalnya :

Sol emas atau sol Au dapat dibuat dengan mereduksi larutan

garamnya dengan melarutkan AuCl3 dalam pereduksi organic

formaldehida HCOH :

2AuCl3(aq) + HCOH(aq) + 3H2O(l) 2Au(s)+ HCOOH(aq) +

6HCl(aq)

Sol belerang dapat dibuat dengan mereduksi SO2 yang terlarut

dalam air dengan mengalirinya H2S :

2 H2S(g) + SO2(aq) 3S(g) + 2H2O(l)

Metode Dispersi

Metode ini melibatkan pemecahan partikel-partikel kasar menjadi berukuran

koloid yang kemudian akan didispersikan dalam medium pendispersinya. Ada 3

cara dalam metode ini, yaitu :

Cara mekanik (penggerusan)

31

Page 32: Proposal Pendidikan Kimia

Cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat

dengan proses penggilingan untuk dapat membentuk partikel-partikel

berukuran koloid

Cara busur bredig

Cara ini khusus untuk membuat sol logam dengan cara dispersi. Dua

kawat logam yang berfungsi sebagai elektroda dicelupkan ke dalam air,

kemudian diberi loncatan listrik, sebagian logam akan mendebu ke dalam

air dalam bentuk partikel koloid.

Cara pemecahan

Partikel endapan dipecah dan dihaluskan menjadi partikel koloid dengan

menambahkan suatu elektrosit yang mengandung ion sejenis. Contoh sol

Fe(OH)3 dapat dibuat dengan menambahkan FeCl3.

2.2. Kerangka Konseptual

Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang

sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.

Perubahan yang terjadi itu adalah hasil belajar atau akibat yang timbul setelah

adanya proses belajar.

Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal yaitu sesuai dengan yang

diharapkan maka perlu dilakukan inovasi dalam pembelajaran. Inovasi

pembelajaran yang dilakukan dalam hal ini adalah dengan menerapkan model

pembelajaran Problem Based Learning yang didukung penggunaan media.

Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan model

pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui

tahap-tahap yang berhubungan dengan masalah tersebut dan memiliki

ketrampilan untuk memecahkan masalah. Aspek penting dalam PBL adalah

bahwa pembelajaran dimulai dengan permasalahan dan permasalahan tersebut

akan menentukan arah pembelajaran. Dalam penelitian ini pelaksanaan

pemebelajaran ini didukung oleh media peta konsep dan audiovisual (video).

Dengan penggunaan media tersebut akan memberikan pengalaman konkret dan

menambah gairah dan motivasi siswa untuk belajar. Dengan pembelajaran PBL

32

Page 33: Proposal Pendidikan Kimia

yang didukung oleh media peta konsep ataupun audiovisual diharapkan dapat

membantu meningkatkan hasil belajar siswa, karena model pembelajaran ini

berakar dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah

berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka punya sebelumnya (Prior

Knowledge). Dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan

pengalaman baru. Dan hal ini akan memberikan keadaan belajar aktif kepada

siswa. Apalagi pelaksanaan PBL ini didukung oleh media yang dapat menambah

gairah dan motivasi siswa untuk belajar.

Dengan demikian model pembelajaran PBL diharapkan dapat

meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada pokok bahasan sistem koloid.

Penerapan model pembelajaran yang didukung penggunaan media maupun

metode pembelajaran yang tepat oleh guru akan dapat menjadikan kegiatan

pembelajaran semakin menarik sehingga anak didik akan termotivasi untuk

belajar.

Untuk itu dalam penelitian ini akan dilihat hasil belajar siswa yang diajar

dengan model pembelajaran Problem Based Learning yang didukung media peta

konsep dan audiovisual (video) pada pokok bahasan sistem koloid di kelas XI

SMA Negeri 5 Medan.

2.3. Hipotesis Penelitian

2.3.1. Hipotesis Verbal

Ho : Hasil belajar siswa yang menggunakan media Video melalui model

pembelajaran PBL tidak lebih tinggi sama dengan secara signifikan

dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan media

Peta Konsep pada pokok bahasan Sistem Koloid.

Ha : Hasil belajar siswa yang menggunakan media Video melalui model

pembelajaran PBL lebih tinggi secara signifikan dibandingkan

dengan hasil belajar siswa yang menggunakan media Peta Konsep

pada pokok bahasan Sistem Koloid.

2.3.2. Hipotesis Statistik

Ho : 1 ≤ 2

33

Page 34: Proposal Pendidikan Kimia

Ha : 1 > 2

Keterangan :

1 : Rata-rata hasil belajar kimia siswa setelah diberikan pengajaran

dengan model pembelajaran problem based learning yang

didukung media audiovisual(video).

2 : Rata-rata hasil belajar kimia siswa setelah diberikan pengajaran

dengan model pembelajaran problem based learning yang

didukung media peta konsep.

BAB III

METODE PENELITIAN

34

Page 35: Proposal Pendidikan Kimia

3.1. Lokasi dan

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 5 Medan dan akan dilaksanakan

pada bulan April-Mei 2014

3.2. Populasi dan Sampel

a) Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA yang

terdiri dari 8 kelas paralel dengan jumlah rata-rata siswa 40 siswa

sehingga jumlah keseluruhan siswa adalah 320 orang.

b) Sampel

Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling,

dimana peneliti dengan sengaja menentukan atau menunjuk anggota

sampel berdasarkan pengetahuannya dalam populasi. Hal ini dikarenakan

guru yang mengajar sama, waktu pengajaran yang tidak terlalu berjauhan

dan bahan ajar yang sama, sehingga kemungkinan kemampuan siswa

relative sama dan materi pelajaran yang sudah dipelajari adalah sama.

Sampel yang diambil sebanyak satu kelas sebagai kelas kontrol yang

diberi pengajaran melalui model pembelajaran PBL dengan media Peta

Konsep dan satu kelas lainnya diberi media Audiovisual(video).

3.3. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

a) Variabel bebas : Pembelajaran dengan model pembelajaran problem

based learning yang didukung media peta konsep

dan media audiovisual pada pokok bahasan

Koloid.

b) Variabel terikat : Hasil belajar kimia siswa

3.4. Instrumen Penelitian

35

Page 36: Proposal Pendidikan Kimia

Instrument pada penelitian ini berupa test kognitif pada awal dan akhir

pembelajaran, untuk kedua kelas eksperimen dengan pokok bahasan yang sama.

Jumlah soal sebelum divalidasi sebanyak 40 soal pilihan berganda. Test ini

berbentuk pilihan berganda yang mempunyai 5 option (a,b,c,d,e), dimana

jawaban soal yang benar diberi score 1 dan jawaban yang salah diberi score 0.

3.4.1. Validitas instrumen

Untuk menguji validitas tes yang digunakan

r xy=N∑ XY −(∑ X )(∑ Y )

√¿¿¿ ¿¿

Keterangan : rxy = Koefisien validitas tes

N = Jumlah seluruh siswa

X = Skor item

Y = Skor total item

Dengan kriteria pengujian :

Jika r hitung > rtabel pada α=0,05 maka dapat dikatakan soal tersebut valid. Untuk

mengadakan interpretasi mengenai besarnya korelasi adalah sebagai berikut :

Antara 0,800 sampai dengan 1,000 : Validitas sangat tinggi

Antara 0,600 sampai dengan 0,790 : Validitas tinggi

Antara 0,400 sampai dengan 0,590 : Validitas cukup

Antara 0,200 sampai dengan 0,590 : Validitas rendah

Lebih rendah dari 0,200 : Validitas sangat rendah

3.4.2. Realibilitas Tes

Untuk menguji realibilitas tes digunakan rumus Kuder dan

Richardson (KR-20) :r11=( K

K−1 )(Vt−∑ PQVt )

Keterangan : r11 = Koefisien realibilitas instrumen

K = Jumlah butir instrumen

Vt = Varians Total

P = Proporsi subjek yang menjawab benar

36

Page 37: Proposal Pendidikan Kimia

Q = Proposi subjek yang menjawab salah

Q = 1-P

Dengan kriteria pengujian :

Jika rhitung>rtabel untuk α =0,05, maka tes tersebut dinyatakan reliabel.

Untuk menafsirkan arti dari suatu koefisien realibilitas, dapat digunakan acuan:

Antara 0,00 sampai dengan 0,40 : Realibilitas rendah

Antara 0,41 sampai dengan 0,70 : Realibilitas sedang

Antara 0,71 sampai dengan 0,90 : Realibilitas tinggi

Antara 0,91 sampai dengan 1,00 : Realibilitas sangat tinggi

3.4.3. Tingkat Kesukaran Soal

Untuk menghitung tingkat kesukaran soal digunakan rumus :

Tingkat Kesukaran Soal =

Keterangan :

Sh = jumlah skor benar dari kelompok tinggi

S1 = jumlah skor benar dari kelompok rendah

Skormaks = skor maksimal suatu butir soal

Skormin = skor minimal suatu butir soal

N = jumlah subjek kelompok tinggi atau rendah

Dengan kriteria pengujian jika : P = 0-0,2 : soal sukar ( tidak memenuhi syarat )

P = 0,3-0,7: soal sedang(memenuhi syarat)

P = 0,8-1 : soal mudah (memenuhi syarat)

3.4.4. Daya Pembeda Soal

Untuk menghitung daya pembeda soal digunakan rumus :

Daya Beda =

Keterangan :

37

Page 38: Proposal Pendidikan Kimia

Sh = jumlah skor benar dari kelompok tinggi

S1 = jumlah skor benar dari kelompok rendah

Skormaks = skor maksimal suatu butir soal

Skormin = skor minimal suatu butir soal

N = jumlah subjek kelompok tinggi atau rendah

Dengan kriteria : D = 0-0,2 : buruk

D = 0,2-0,4 : cukup

D = 0,4-0,7 : baik

D = 0,7-1 : baik sekali

3.5. Desain Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan rancangan Pretest-posttest Control

Group Design dimana dalam rancangan ini dilakukan pengukuran variable terikat

di awal penelitian. Hasil penelitian ini digunakan untuk memilih sampel yang

relative homogen sekaligus untuk mengukur perubahan nilai/hasil pengamatan

setelah penelitian selesai.

Setelah proses belajar mengajar selesai, kelas eksperimen kemudian diberi

tes akhir untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan

model pembelajaran problem based learning yang didukung media peta konsep

dan audiovisual. Kemudian dilakukan uji statistik dengan yang sesuai dan yang

terakhir yaitu mengambil kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Rancangan PenelitianKelompok Tes awal Perlakuan Tes Akhir

Eksperimen T1 X1 T2

Kontrol T1 X2 T2

Keterangan : T1 : Pemberian tes awal

38

Page 39: Proposal Pendidikan Kimia

T2 : Pemberian tes akhir

X1 :Perlakuan yang diberikan pada kelompok ekperimen 1

X2 : Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperien 2

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Untuk melaksanakan penelitian, dapat dilakukan tahap-tahap kegiatan

pembelajaran dikelas dengan menggunakan model pembelajaran problem based

learning, yaitu sebagai berikut :

1. Tahap persiapan

a) Menyusun jadwal penelitian disesuaikan dengan pendekatan

yang ada disekolah

b) Menyusun rencana pembelajaran dengan model pembelajaran

problem based learning yang didukung media audiovisual.

c) Menentukan sampel sebanyak satu kelas sebagai kelas

eksperimen 1 dan satu kelas sebagai kelas eksperimen 2,

kemudian sebelum melakukan proses belajar mengajar

dilakukan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

d) Membagi siswa dalam beberapa kelompok kecil.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melaksanakan model pembelajaran problem based learning

yang didukung media peta konsep dan audiovisual.

b. Memberikan posttest pada akhir proses belajar mengajar untuk

mengukur hasil belajar siswa kelas eksperimen 1 dan 2 setelah

diberikan perlakuan.

3. Tahap Pengolahan Data

a. Tahapan Pengolahan Data, tahap pengolahan data ini untuk

melihat apakah ada pengaruh hasil belajar setelah diberi

perlakuan.

4. Membuat Kesimpulan Akhir

39

Page 40: Proposal Pendidikan Kimia

Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian

40

Sampel

Ekperimen I

Populasi

Eksperimen II

Kelas Eksperimen 1

Pengajaran dengan Menggunakan Model

Pembelajaran PBL yang didukung media Audiovisual

Gain

Analisis Data

Kesimpulan

Post-test

Kelas Eksperimen 2

Pengajaran dengan Menggunakan Model

Pembelajaran PBL yang didukung media peta Konsep

Pre-test

Page 41: Proposal Pendidikan Kimia

3.7. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini data yang diperoleh adalah dari kelas eksperimen

dan kelas kontrol setelah data dari kelas ini diperoleh, maka langkah-langkah

yang dilakukan adalah sebagai berikut :

3.7.1. Menghitung Rata-rata

X=∑ X

N ∑Y

Y=∑ Y

N ∑Y

Keterangan : X = Rata-rata hitung kelas eksperimen

Y = Rata-rata hitung kelas kontrol

Simpangan Baku

S=√ n∑ X2−(∑ X )2

n(n−1)

3.7.2. Uji Normalitas

Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data-data

yang akan diolah memiliki distribusi normal atau tidak. Hal ini penting untuk

menentukan jenis statistik yang akan digunakan, jika data tersebut berdistribusi

tidak normal, maka digunakan statistik non-parametrik. Di lain pihak jika data

tersebut berdistribusi normal digunakan statistik parametrik dan dilanjutkan

dengan regresi linier.

Langkah-langkah :

Menentukan banyaknya kelas interval dengan menggunakan

aturan Sturges dengan rumus : k = 1 + 3,3 log n

Menentukan rentang antarinterval, dengan rumus :

Keterangan : R = skor maksimum –skor minimum

41

Page 42: Proposal Pendidikan Kimia

Membuat tabel distribusi frekuensi yang berisikan : kelas

interval, titik tengah kelas interval (Yi), frekuensi (fi), fi.Yi, Yi-

Y, (Yi-Y)2.

Menghitung nilai rata-rata

Menghitung simpangan baku (S) dengan rumus :

Membuat tabel distribusi harga-harga yang diperlukan dalam uji

chi kuadrat (x2),

Dengan kriteria pengujian :

a. Jika Lo < L maka sampel berdistribusi normal

b. Jika Lo > L maka sampel tidak berdistribusi normal.

3.7.3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah data

mempunyai varians yang homogen atau tidak.

F=S terbesar

S terkecil

Kriteria pengujian adalah jika Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima (homogen)

pada taraf signifikan α = 0,05.

3.7.4. Uji Linearitas

Bertujuan untuk mengetahui apakah kedua variabel mempunyai

hubungan, baik hubungan kausal maupun fungsional, atau tidak.

Untuk mengujinya digunakan analisis regresi untuk memutuskan apakah

naik dan turunnya satu variabel dapat dilakukan melalui cara menaikkan atau

menurunkan keadaan variabel yang lain.

42

Page 43: Proposal Pendidikan Kimia

Untuk meningkatkan keadaan suatu variabel dapat dilakukan dengan

meningkatkan variabel yang lain atau dan sebaliknya.

Rumus :

Ŷ = a+bX

Keterangan :

Ŷ= subyek dalam variabel yang diprediksikan

a= harga Y bila X = 0

b= angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka

peningkatan atau penurunan suatu variabel yang didasarkan pada

variabel yang lain. Bila b (+) maka naik, dan bila (-) maka terjadi

penurunan.

X= subyek pada suatu variabel yang mempunyai nilai tertentu.

3.7.5. Uji Hipotesis

Hipotesis diuji dengan uji t pihak kanan dengan rumus yang dikutip

dari Silitonga (2011), sebagai berikut :

t=x1−x2

S √ 1n1

+ 1n2

Dengan S2=

(n1−1)S22+(n2−1)S2

2

n1+n2−2

Keterangan : X1 = Rata-rata pada kelas eksperimen I

X2= Rata-rata pada kelas kontrol

n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen I

n2 =Jumlah siswa kelas kontrol

S12= Varians kelas eksperimen I

S22= Varians kelas kontrol

Yang dapat dilihat dari kriteria pengujian dibawah ini sebagai berikut :

- Terima Ho jika thitung < t(1-1/2á)(n1+n2-2) /t tabel dan tolak Ha

- Tolak Ho jika thitung > t(1-1/2á)(n1+n2-2) /t tabel dan terima Ha

43

Page 44: Proposal Pendidikan Kimia

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Wianti, dkk, (2008), Pembelajaran Melalui Metode PBL (Problem Based

Learning) Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan,

http://www.multiply.com/. (diakses 6 Februari 2014)

Arsyad, A, (2000), Media Pengajaran, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Arikunto, S, (2003), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara,

Jakarta.

Djamarah, S.B dan Zain, A, (1996), Strategi Belajar Mengajar, Edisi Baru

Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Djamarah, S.B, (2000), Psikologi Belajar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Kusumastuti, Anisa, (2013), Pengaruh Model PBL (Problem Based Learning)

Menggunakan Media Gambar Bergerak (Animasi) Terhadap Hasil

Belajar IPA Materi Pesawat Sederhana Siswa Kelas VIII SMPN 2

Bobotsari Purbalingga, Skripsi, FPMIPA IKIP PGRI Semarang.

Nasution,N, (1994), Materi Pokok Psikologi Pendidikan Modul 1-6, Universitas

Terbuka, Jakarta.

Pasek, I.N, (2008), Pembelajaran Berbasis Masalah, http://sarwadipa.com/

(diakses tanggal 13 Februari 2014)

Purwaningsih, Heni, (2011), Pengaruh Penggunaan Peta Konsep Pada Model

Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Metakognisi Siswa,

Skripsi, FMIPA UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

44

Page 45: Proposal Pendidikan Kimia

Sadiman, A.S, Rahardjo.R., Haryan, A, dan Rahardjo, (1984), Media Pendidikan,

Penerbit PT. Raja Grafindo, Jakarta.

Sanjaya, W, (2007), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Sanjaya, W, (2008), Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Penerbit

Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Silitonga, Pasar Maulim, (2011), Statistik Teori dan Aplikasi dalam Penelitian,

FMIPA UNIMED, Medan.

Sudarman, Problem Based Learning Suatu Model Pembelajaran Untuk Mengembangkan Dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah, http://papyrus.te.ugm.ac.id/files/docs/. (diakses 13 Februari 2014)

Sudjana, N, (1989), Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Penerbit Sinar Baru,

Bandung.

Suhari, Ahmad, (2010), Pengaruh Penerapan E-learning Berbasis Weblog dalam Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Pokok Bahasan Sistem Koloid, Skripsi, FMIPA UNIMED.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (1999), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua Cetakan Kesepuluh, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.

Warmada, I,W., (2003), Problem Based Learning Berbasis Teknologi Informasi, http://www.te.ugm.ac.id/seminarpbl/ (diakses 13 februari 2014)

www.geocities.com/davinpratama/lapkim/koloid.doc (diakses 14 februari 2014)

45