Upload
regina-marhadi-soni
View
60
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
proposal KTI pola makan dan status gizi balita
Citation preview
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah
melalui peningkatan status gizi masyarakat. Status gizi masyarakat merupakan salah satu
faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja. Angka kematian yang tinggi
pada bayi, anak balita, ibu melahirkan dan menurunnya daya kerja fisik, terganggunya
perkembangan mental dan kecerdasan jika di telusuri adalah akibat langsung maupun tidak
langsung dari kekurangan asupan gizi.1
Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang
dimilikinya. Tetapi pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi oleh intake zat gizi yang
dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelebihan gizi akan dimanifestasikan
dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari pola standar. Pertumbuhan fisik sering
dijadikan indikator untuk mengukur status gizi baik individu maupun populasi. Oleh karena
itu, orang tua perlu menaruh perhatian pada aspek pertumbuhan anak bila ingin mengetahui
keadaan gizi mereka.2
Status gizi yang baik untuk membangun sumber daya berkualitas pada hakekatnya
harus dimulai sedini mungkin, yakni sejak manusia itu masih berada dalam kandungan. Salah
satu hal yang perlu diperhatikan adalah makanannya. Melalui makanan manusia mendapat zat
gizi yang merupakan kebutuhan dasar untuk hidup dan berkembang. Ketidaktahuan tentang
cara memberikan makan pada anak balita baik dari jumlah, jenis, dan frekuensi pemberian
serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan (pantangan terhadap satu jenis makanan
tertentu), secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah
kurang gizi pada anak.3
Menurut data WHO pada tahun 2010 kematian bayi dan balita di dunia disebabkan oleh
pneumonia 19%, diare 18%, malaria 8%, campak 4%, HIV/AIDS 3%, kondisi neonatal
termasuk kelahiran prematur, asfiksia dan infeksi 37 %. Dari kematian bayi dan balita
tersebut lebih dari 50% nya menderita gizi kurang, oleh karena itu menurunkan kejadian gizi
kurang berarti menurunkan angka kematian bayi dan balita.1
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 prevalensi status gizi balita
dengan berat kurang pada tahun 2010 adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan
13% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%)
sudah terjadi penurunan. Penurunan terutama pada terjadi pada prevalensi gizi buruk, turun
2
sebesar 0,5%, sedangkan prevalensi gizi kurang masih tetap sebesar 13.0% bila dibandingkan
dengan sasaran MDGs tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi berat kurang secara nasional
masih harus diturunkan. Sementara prevalensi kependekan (stunting) secara nasional tahun
2010 sebesar 35,6%, ada 15 provinsi memiliki prevalensi stunting di atas angka prevalensi
nasional, tetapi bila dibandingkan dengan batas “non public health problem” menurut WHO
untuk masalah kependekan sebesar 20 %, maka semua provinsi masih dalam kondisi
bermasalah. Kondisi ini cukup memprihatinkan, karena dapat mengancam kualitas sumber
daya manusia di masa yang akan datang.1
Keadaan status gizi balita di Sumatera Utara berdasarkan berat badan menurut umur
pada tahun 2010 menunjukkan berat kurang pada balita juga masih tinggi dibanding angka
nasional yaitu mencapai 21,3 % terdiri dari gizi buruk 7,8 % dan gizi kurang 13,5 % dan
prevalensi stunting mencapai 41,3 %.1
Berdasarkan latar belakang di atas pertumbuhan anak yang sehat akan dipengaruhi oleh
intake zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan Pertumbuhan ini dijadikan indikator
untuk mengukur status gizi baik individu maupun populasi. Melihat pravelensi status gizi
kurang, gizi buruk dan pendek pada balita di Indonesia khususnya Provinsi Sumatera Utara
masih tinggi, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran pola makan dan
status gizi balita di desa X.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola makan dan
status gizi balita di desa X.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola makan dan
status gizi balita di desa X.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran pola makan balita di desa X.
2. Untuk mengetahui gambaran status gizi balita di desa X.
3
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat, yaitu:
1. Sebagai tambahan pengetahuan dan saran tentang gizi bagi desa X agar dapat
disalurkan kepada masyarakat lainnya melalui program pembinaan dan pengawasan
terhadap tumbuh kembang balita sehingga diharapkan (dalam mengkonsumsi
makanan) selalu memperhatikan aspek gizi untuk makanan yang diberikan kepada
anak dan balitanya.
2. Sebagai bahan informasi mengenai gambaran pola makan dan status gizi balita di
bagian gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten X untuk megambil
langkah-langkah kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kesehatan
anak.
4
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Pola Makan
Pola makan didefinisikan sebagai cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok
untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis,
psikologis, budaya dan sosial.4 Penjelasan lain mengenai pola makan mengartikannya sebagai
berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan
yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai cirri khas untuk suatu kelompok
masyarakat tertentu.5
Pola makan suatu daerah dapat berubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau
kondisi setempat. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu :
1. Faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan pangan.
Dalam kelompok ini termasuk geografi, iklim, kesuburan tanah, yang dapat
mempengaruhi jenis tanaman dan jumlah produksinya di suatu daerah.
2. Faktor adat istiadat yang berhubungan dengan konsumen
Taraf sosio ekonomi dan adat istiadat setempat memegang peranan penting dalam
pola konsumsi makan penduduk. Jumlah penduduk merupakan kunci utama yang
menentukan tinggi rendahnya jumlah konsumsi bahan pangan di suatu daerah.
Demikian juga dalam keluarga, jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pola
konsumsi makan anggota keluarga. Apalagi dengan pengetahuan, pendapatan yang
rendah dan jumlah anak yang banyak cenderung pola konsumsi akan menjadi
berkurang.6
Kesukaan makan pada anak sering merupakan akibat perpanjangan pola
makan pada masa bayi. Setelah terbiasa dengan makanan lain, cukup sulit bagi bayi
untuk menyesuaikan dengan makanan yang agak keras. Hal ini menambah
ketidaksukaan terhadap makanan walaupun anak tersebut menyukai rasanya, karena
itu pola makan anak hendaknya disesuaikan dengan usia dan kemampuan organ
tubuhnya.6
5
2.1.1. Pola Makan Anak Balita
Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah sangat
rentan terhadap terjadinya gizi kurang. Mereka konsumsi pangan (energi dan protein) lebih
rendah dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga berada.3
Bagi bayi dan anak balita tidak ada makanan yang lebih sempurna daipada ASI.
Pemberian ASI ini minimal sampai usia 18 bulan dan salah satu fungsinya adalah untuk
mencegah penyakit diare, disebabkan oleh kebersihannya yang terjaga. Tabel berikut
menunjukkan berbagai vitamin yang didapati pada ASI.7
Vitamin Jumlah didapati pada ASI
(Unit/100 ml)
A (μg) 60
D (μg) 0.01
E (mg) 0.35
K (μg) 0.21
B1 (mg) 0.016
B2 (mg) 0.031
Niacin 0.23
B6 (mg) 0.006
B12 (μg) 0.01
Biotin(μg) 0.76
Pantothenate (μg) 260
Folate (μg) 5.2
C (mg) 3.8
Tabel 1 : Kandungan Vitamin dalam ASI
6
Dalam keadaan demikian, bayi harus mendapat bahan pangan pengganti yaitu susu
sapi (susu formula). Biasanya ini dilakukan dengan pengenceran terlebih dahulu. Kekurangan
zat gizi dapat disebabkan oleh pengenceran ini karena jika dalam pengenceran tersebut
mempergunakan air yang kurang masak atau botol susu yang tidak steril, maka susu tersebut
akan teremar karena kuman-kuman yang ada. Oleh karena itu, dapat terjadi diare yang akan
menurunkan kondisi kesehatan bayi.8
Ibu pekerja harus menyusui sesering mungkin untuk bayinya saat ibu berada di
rumah.8 Kemudian ASI yang berlebih dapat disimpan dan dapat diberikan selama ibu bekerja.
Bayi yang sudah berumur lebih dari 6 bulan dapat menkonsumsi makanan pendamping ASI
(MP-ASI).9
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan pada bayi dan anak balita
termasuk :
1. Berilah bayi ASI sampai sekurang-kurangnya umur 18 bulan
2. Mulailah memberi makanan bubur encer pada bayi pada umur 4 bulan, nasi tim saring
pada umur 6 bulan dan nasi tim tanpa saring pada umur 9 bulan
3. Tambahkan pada bubur atau nasi tim, seperti ikan, telur, kacang merah, tempe, tahu
dan seterusnya.
4. Seorang anak balita memerlukan empat kali makan dalam sehari10
2.1.2. Pengaturan Makan untuk Anak Balita
Anak-anak dalam usia ini sudah dapat lebih banyak dikenalkan dengan makanan yang
disajikan oleh anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, menanamkan kebiasaan memilih
bahan makanan yang baik pada usia ini sangat penting. Lazimnya anak-anak kurang
menyukai sayuran dalam makanannya. Dalam hal ini ibu harus bertindak sedemikian rupa
untuk mengajak memakan bahan-bahan yang berfaedah itu. Disamping itu, ibupun harus
mengerti bahwa jumlah bahan makanan yang diperlukan seorang anak akan semakin
bertambah dengan bertambahnya usia.11
Ada beberapa kesukaran dalam menyusun makanan anak-anak, antara lain :
1. Tidak terdapatnya bahan-bahan makanan yang baik seperti makanan-makanan yang
siap santap yang khusus dibuat untuk anak-anak
7
2. Bahan makanan di daerah perdesaan umumnya terbatas sehingga tidak ada pilihan
lain
3. Bahan-bahan makanan seperti susu atau daging umumnya tidak terbeli oleh sebagian
besar keluarga.
Dalam menentukan makanan yang tepat untuk seseorang anak, maka perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menentukan jumlah kebutuhan dari setiap zat gizi dengan menggunakan data tentang
kebutuhan zat gizi
2. Menentukan jenis makanan yang dipilih untuk menterjemahkan zat gizi yang
diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan
3. Menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang
dikehendaki
4. Menentukan jadwal untuk waktu makan dan menentukan hidangan
5. Mempertimbangkan intake yang terjadi terhadap hidangan tersebut dengan
mempertimbangkan kemungkinan faktor selera terhadap suatu makanan.12
Untuk pengaturan makanan yang tepat perlu diperhitungkan faktor sebagai berikut;
umur, berat badan, keadaan mulut sebagai alat penerima makanan, kebiasaan makan,
kesukaan dan ketidak sukaan pada jenis makanan dan toleransi dari anak terhadap
makanan yang diberikan.11
Masalah kekurangan gizi sering terjadi pada anak-anak karena anak-anak merupakan
golongan yang paling rawan terhadap kekurangan gizi. Kerawanan kurang gizi pada anak
balita disebabkan oleh karena hal-hal sebagai berikut :
1. Kebutuhan gizi anak balita lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa, karena
disamping untuk pemeliharaan kesehatan juga dibutuhkan untuk pertumbuhan.
2. Segera setelah anak dapat bergerak sendiri, memperbesar kemungkinan terjadinya
penularan penyakit
3. Dalam penyajian makanan pada anggota keluarga, biasanya anggota keluarga yang
produktif akan mendapatkan prioritas utama, baru lebihnya diberikan kepada anggota
8
keluarga yang lain. Biasanya anak balita yang mendapat prioritas paling sedikit
dalam pendistribusian makanan anggota keluarganya.12
2.2. Status Gizi Anak Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih
popular dengan pengertian anak usia dibawah lima tahun. Menurut Sutomo & Anggraini
(2010), balita adalah istilah umum bagi anak usia batita (1-3 tahun) dan anak prasekolah (3-5
tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan
kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan
sudah bertambah baik, namun kemampuan lain masih terbatas.13
Status Gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang di
indikasikan oleh berat badan dan tinggi badan ana. Status gizi juga didefinisikan sebagai
status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient.
Status gizi dipegaruhi oleh berbagai macam faktor, yaitu:14
A. Faktor External
1) Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalh taraf ekonomi keluarga, yang
hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut.
2) Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan sikap dan prilaku orang
tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang baik.
3) Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan
keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja
bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
4) Budaya
Budaya adalah satu cirri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan.
B. Faktor Internal
1) Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam
pemberian nutrisi anak balita.
9
2) Kondisi fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya
memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan
anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup
ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat.
3) Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan
kesulitan menelan dan mencerna makanan.
2.2.1. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan
menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko
atau dengan status gizi buruk.15 Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dapat
dilakuakan secara langsung maupun secara tidak langsung:16
A Penilaian secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri,
klinis, biokimia, dan biofisika. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai
berikut:
1) Antropometri
Secara umum antropometri berarti ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri
secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energy.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan porposi jaringan tubuh
seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Keunggulan antropometri gizi sebagai metode penilaian status gizi yaitu :
- Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar
- Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah
dilatih dalam waktu singkat
- Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat
- Metode tepat dan akurat, karena dapat dibakukan
- Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau
10
- Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk, karena
sudah ada ambang batas yang jelas
- Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu,
atau dari satu generasi ke generasi berikutnya
- Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.
Kelemahan antropometri gizi sebagai metode penilaian status gizi yaitu
- Tidak sensitif, sebab metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu
singkat. Disamping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti
zink dan Fe
- Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat
menurunkan spesifisitas dan sensitivitas pengukuran antropometri
- Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi,
dan validitas pengukuran antropometri gizi.
2) Klinis
Penilaian klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
(superficial ephitelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada
organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara tepat (rapid clical
surveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis
umumnya dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu
tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
3) Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara
laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakan antara lain: darah, urin, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati
dan otot.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkina akan terjadi
keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik,
11
maka penentuannya secara faal dapat lebih banyak menolong untuk menentukan
kekurangan gizi yang spesifik.
4) Biofisika
Penentuan status gizi secara biofisika adalah penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic
(epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
b. Penilaian status gizi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey konsumsi
makanan, statistic vital, dan faktor ekologi.. adapun uraian dari ketiga hal yang tercakup
dalam penilaian status gizi secara tidak langsung adalah.
1) Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data
konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi
pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei dapat mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan zat gizi.
2) Satistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistic vital adalah dengan menganalisis data
bebrapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan
dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan
gizi. Penggunaan penilaian status gizi dengan indicator tidak langsung pengukuran
status gizi masyarakat.
3) Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai
hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah
makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dapat dipandang sangat penting untuk
mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan
program intervensi gizi.
Kategori dan ambang batas status gizi anak adalah sebagai mana terdapat pada table di bawah
ini:16
12
Dari masing-masing indeks antropometri tersebut, mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan:16
Indeks Kelebihan Kekurangan
BB/U - Baik untuk mengukur
status gizi akut/ kronis
- Berat badan dapat
berfluktuasi
- Sangat sensitive terhadap
perubahan-perubahan
keci
- Umur sering sulit ditaksir
secara tepat
TB/U - Baik untuk menilai gizi
masa lampau
- Alat pengukur panjang
- Tinggi badan tidak cepat
naik, bahkan tidak mungkin
turun
13
badan dapat dibuat
sendiri, murah dan
mudah dibawa
- Pengukuran relative sulit
dilakukan karena anak harus
berdiri tegak, sehingga
diperlukan dua orang untuk
melakukannya
- Ketepatan umur sulit
BB/TB - Tidak memerlukan data
umur
- Dapat membedakan
proporsi badan (gemuk,
normal, kurus)
- Membutuhkan dua macam
alat ukur
- Pengukuran relative lebih
lama
- Membutuhkan dua orang
untuk melakukannya
14
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka penelitisn ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana gambaran pola makan dan status gizi pada balita – balita yang berada di desa X kecamatan Y. berdasarakan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep penelitian ini adalah:
Variabel Independen Variabel Dependen
3.2 Definisi Operasional
Untuk menghindari perbedaan persepsi dalam menginterpretasi masing-masing variable penelitian, maka perlu dijabarkan definisi operasional dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Pola makan adalah jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh balita yang ada di Desa X
2. Status Gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi yang dinilai dari berat badan dan panjang / tinggi badan menurut usia pada balita di Desa X
3. Balita adalah anak usia lebih dari satu tahun dan kurang dari lima tahun yang berada di Desa X
Aspek Pengukuran
1. Menilai pola makan pada balita di Desa X dilakukan berdasarkan pertanyaan yang diberikan kepada Ibu/ Orangtua/ Wali balita
Cara ukur : Angket dan wawancara
Alat ukur : Kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 13 pertanyaan.
Hasil ukur :
Skala pengukuran: Ordinal
Balita di Desa X Pola makan dan satus gizi
15
2. Mengukur status gizi balita di Desa X dilakukan dengan cara mengukur berat badan dan panjang/ tinggi badan balita di Desa X yang kemudian di plot kan kedalam kurva WHO
Cara ukur : Observasi
Alat ukur : Timbangan, stadiometer/ meteran dan kurva WHO (Z score)
Hasil ukur : Berdasarkan BB menurut PB atau TB
Normal : -2 SD s/d +2 SDKurus : -3 SD s/d -2 SDSangat kurus : <-3 SDGemuk : >+2 SD
Skala pengukuran : Rasio
16
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskripsi potong
melintang ( cross sectional ). Dalam penelitian ini peneliti hanya melakukan observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada waktu yang telah ditentukan ( point time approach ).
Namun bukan berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama
(Notoatmodjo, 2010).
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa. Dan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret
2014.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi penelitian
Menurut Wahyuni (2007), populasi adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai
karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita di Desa X.
4.3.2. Sampel Penelitian
Menurut Wahyuni (2007), sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan
cara tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Dalam penelitian ini agar sampel dapat
mewakili populasi maka sampel tersebut diambil dengan cara total sampling. Disini sampel
yang akan diambil tidak ditentukan jumlahnya dan sampelnya akan diambil pada bulan
Maret. Sampel pada penelitian ini adalah balita yang tercatat didalam SKDN puskesmas di
Desa X
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data-data pada penelitian ini dikumpulkan dari data primer yakni dengan
melakukan wawancara yang menggunakan kuesioner mengenai pola makan dan pengukuran
berat serta panjang badan balita tersebut
.
17
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisa dengan bantuan komputer dengan
menggunakan program SPSS for windows.
4.5.1 Pengolahan Data
a. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila data
belum lengkap akan dilengkapi dengan follow up ulang responden.
b. Coding
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian
diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.
c. Entri
Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program komputer.
d. Cleaning Data
Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna
menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
e. Saving
Penyimpanan data untuk siap dianalisis.
f. Analisis data
4.5.2 Analisis Data
Pada penelitian ini data yang telah dikumpulkan akan ditabulasi dan dianalisa secara
deskriptif dengan membuat tabel distribusi frekuansi terhadap variabel- variabel yang diteliti.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Supraptini dan Hapsari, D., 2011. Status Gizi Balita Berdasarkan Kondisi Lingkungan
dan Status Ekonomi (Data RisKesDas 2007). Available from:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/viewFile/1701/pdf.
[Accessed 23 Febuari 2014].
2. Lubis, R., 2008. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat
Tahun 2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Available from:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16927. [Accessed 23 Febuari 2014].
3. Nadeak, M.H., 2011. Gambaran Pola Makan dan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan
Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul. Tahun 2011
4. Collins Dictionary. (2014). Definition of "Eating Habits". Available:
http://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/eating-habits. Last accessed 26th
February 2014.
5. Palar, S. (2013). HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROMA
DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA REMAJA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI
MODEL MANADO. Available:
ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/download/3273/2817. Last accessed
26th February 2014.
6. Scaglioni, S. (2011). Determinants of Children's eating behavior.Available:
http://ajcn.nutrition.org/content/94/6_Suppl/2006S.full. Last accessed 26th February
2014.
7. Child, A., 2007. Vitamins for babies and young children. Available:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2083301/. [Last accessed 26th
February 2014]
19
8. Uniq Post, 2012. Tips Penyajian Susu Formula untuk Anak. Available :
http://uniqpost.com/29785/tips-penyajian-susu-formula-untuk-anak/ [ Last accessed
26th February 2014]
9. Majalah Ayahbunda, 2012. Tahapan Pemberian MP-ASI. Available :
http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/bayi/tips/tahapan.pemberian.mpasi/
001/005/475/1/1 [Last accessed 26th February 2014]
10. Sukmasari, R, 2013. Perhatikan Hal ini saat Memberi Makan Pendamping ASI pada
bayi. [Last accessed 26th February 2014
11. Thompson, J, 2003. Kebutuhan Gizi Balita. Available at :
http://books.google.co.id/books?
id=5wC7yXCwndgC&pg=PA6&lpg=PA6&dq=pengaturan+makan+untuk+balita&so
urce=bl&ots=bZyArAvJz4&sig=wNzUk_HsT8L0niLoq05aaBwc4M8&hl=id&sa=X
&ei=mDYNU-fNLoKzrgfsj4DoDA&redir_esc=y#v=onepage&q=pengaturan
%20makan%20untuk%20balita&f=false. [Last accessed 26th February 2014]
12. Anton, S, 2002. Masalah Gizi Buruk pada Balita. Available at :
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16316-1309105010-chapter-1pdf.pdf
[Last accessed 26th February 2014]
13. Amrulloh, M. K., 2013. Perbedaan Lama Tidur pada Balita dengan Status Gizi Buruk
dan Status Gizi Baik di Wilayah kerja Puskesmas 1 Kembaran Kabupaten Banyumas.
Purwokerto: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Jenderal
Soedirman. Available from:
http://keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/files/MUHAMMAD%20K.A.pdf
14. Rismayanthi, C., 2002. Status Gizi . Available from:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Cerika%20Rismayanthi,
%20S.Or./STATUS%20GIZI(1).pdf
15. Gozali, A., 2010. Hubungan antara Status Gizi dengan Klasifikasi Penumonia pada
Balita di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarmasin Surakarta. Surakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Available from :
core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/12345200.pdf
16. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia., 2011. Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak . Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan dan Ibu dan Anak.,
Jakarta. http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/11/buku-sk-antropometri-
2010.pdf. [Last accessed 25th February 2014]