4
| Media Informasi Ditjen Bina Pembangunan Daerah 16 Edisi Agustus 2011 Tahun I Jendela Pembangunan Daerah | Media Informasi Ditjen Bina Pembangunan Daerah 16 lebih dekat Edisi Agustus 2011 Tahun I Jendela Pembangunan Daerah ama tak terdengar kabar, setelah sempat bertugas di Ditjen Bangda tahun 2000-2001, H. Tursandi Alwi rupanya terus melanjutkan pengabdiannya di berbagai tempat dan posisi penting, bukan hanya dalam lingkup Kementerian Dalam Negeri, tapi juga “Ring-1”, selama hampir 4 th sebagai Sekretaris Wakil Presiden RI. Pernah merasakan berbagai jabatan dari mulai camat, wakil walikota, penjabat gubernur di Gorontalo, Lampung dan Kalsel, hingga Dirjen dan Kepala Badan Litbang (hanya lurah yang belum pernah), Pak Tursandi merasa apa yang telah dicapainya ini jauh dari bayangannya semasa kecil. Ungkapan “mengalir seperti air”, kiranya sangat tepat menggambarkan filosofi dan perjalanan hidup kakek bercucu dua-lebih ini. Namun beliau bukan sekadar ikut arus air, melainkan juga seorang pembelajar yang gigih. Meski telah mengecap APDN dan IIP, di tengah kesibukannya sebagai birokrat, beliau tak keberatan menjadi mahasiswa lagi di S1 Fakultas Hukum dan S2 Manajemen. “Saya itu suka orang yang mau sekolah. Mantan ajudan saya sewaktu menjadi penjabat gubernur semuanya saya dorong ambil S2,” katanya di sela wawancara dengan Buletin Jendela di kantor Sekretariat Wakil Presiden. Apa aktivitas Bapak saat ini? Aktivitas saya sehari-hari, yang pertama adalah sebagai anggota Timtelstra (Tim Telaahan Strategis) dengan tugas-tugas khusus dari Wakil Presiden. Yang kedua, sebagai peneliti utama bidang politik dan pemerintahan Indonesia. Saat ini saya ditugaskan oleh Menteri Dalam Negeri sebagai koordinator kelompok ahli untuk ikut membahas, bersama pakar-pakar lain, penyusunan delapan RUU bidang penyelenggaraan pemerintahan daerah dan bidang politik. Kedelapan RUU itu adalah revisi UU 32/2004, RUU tentang Pilkada, RUU tentang Desa, revisi UU 22/ 2007, revisi UU 2/2008, revisi UU 10/2008, revisi L Drs. H. Tursandi Alwi, SH, MM Mengalir Seperti Air

Profil Tursandi Alwy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

This is profile and short biography of prominent people, Tursandi Aly, former Secretary or Vice President Indonesia Jusuf Kalla and Boediono, and former governor Lampung, Gorontalo, and South Kalimantan.

Citation preview

Page 1: Profil Tursandi Alwy

| Media Informasi Ditjen Bina Pembangunan Daerah16

Edisi Agustus 2011 Tahun I Jendela Pembangunan Daerah

| Media Informasi Ditjen Bina Pembangunan Daerah16

lebih dekatEdisi Agustus 2011 Tahun I Jendela Pembangunan Daerah

ama tak terdengar kabar, setelahsempat bertugas di Ditjen Bangdatahun 2000-2001, H. Tursandi Alwirupanya terus melanjutkanpengabdiannya di berbagai

tempat dan posisi penting, bukan hanya dalamlingkup Kementerian Dalam Negeri, tapi juga“Ring-1”, selama hampir 4 th sebagai SekretarisWakil Presiden RI.

Pernah merasakan berbagai jabatan dari mulaicamat, wakil walikota, penjabat gubernur diGorontalo, Lampung dan Kalsel, hingga Dirjen danKepala Badan Litbang (hanya lurah yang belumpernah), Pak Tursandi merasa apa yang telahdicapainya ini jauh dari bayangannya semasa kecil.Ungkapan “mengalir seperti air”, kiranya sangattepat menggambarkan filosofi dan perjalananhidup kakek bercucu dua-lebih ini.

Namun beliau bukan sekadar ikut arus air,melainkan juga seorang pembelajar yang gigih.Meski telah mengecap APDN dan IIP, di tengahkesibukannya sebagai birokrat, beliau takkeberatan menjadi mahasiswa lagi di S1 FakultasHukum dan S2 Manajemen.

“Saya itu suka orang yang mau sekolah.Mantan ajudan saya sewaktu menjadi penjabatgubernur semuanya saya dorong ambil S2,”katanya di sela wawancara dengan BuletinJendela di kantor Sekretariat Wakil Presiden.

Apa aktivitas Bapak saat ini?Aktivitas saya sehari-hari, yang pertama adalah

sebagai anggota Timtelstra (Tim TelaahanStrategis) dengan tugas-tugas khusus dari WakilPresiden. Yang kedua, sebagai peneliti utamabidang politik dan pemerintahan Indonesia. Saatini saya ditugaskan oleh Menteri Dalam Negerisebagai koordinator kelompok ahli untuk ikutmembahas, bersama pakar-pakar lain, penyusunandelapan RUU bidang penyelenggaraanpemerintahan daerah dan bidang politik.Kedelapan RUU itu adalah revisi UU 32/2004, RUUtentang Pilkada, RUU tentang Desa, revisi UU 22/2007, revisi UU 2/2008, revisi UU 10/2008, revisi

L

Drs. H. Tursandi Alwi, SH, MM

Mengalir Seperti Air

Page 2: Profil Tursandi Alwy

Media Informasi Ditjen Bina Pembangunan Daerah | 17

Edisi Agustus 2011Tahun IJendela Pembangunan Daerah

UU 27/2009, dan RUU tentang Keistimewaan DIY.Kemudian kegiatan lainnya, saya menjadi komisaris di

PT Angkasa Pura II. Sebagai komisaris, saya mengawasi danmemberikan nasihat kepada Direksi PT AP II. Perusahaanini mengelola 12 bandara di belahan barat.

Sewaktu di Bangda dulu, apa yang paling berkesan bagiBapak?

Di Bangda saya tidak lama lho. Tapi saya bersyukurbahwa saya sempat, sebagai tangan kanan Mendagri,untuk mengoordinasikan perencanaan pembangunandaerah melalui Rakorbang dan Rakornas. Duluperencanaan pembangunan daerah itu masih merupakanwilayah kewenangan Ditjen Pembangunan Daerah.Bappenas dan K/L lain ikut kita. Jadi dalam perencanaanpembangunan daerah itu, kita bisa lebih mewarnai danmenyinergikan antara pembangunan pusat danpembangunan daerah.

Dulu, sektor itu (departemen lain) kalau mau ke daerahdan bicara pembangunan daerah, tidak pe-de kalau tidakdidampingi orang Bangda. Dan orang daerah juga tidakmelayani. Kemudian, dulu Kepala Bappeda Provinsi tidakbisa diangkat kalau tidak ada pertimbangan ataurekomendasi dari Dirjen Bangda atas nama Mendagri. Tapimungkin sekarang ini regulasi dan undang-undangnyasudah berubah, saya tidak mengikuti lagi. Sekarangpembangunan daerah bukan core (kewenangan pokok)Bangda lagi.

Apakah mungkin core itu dikembalikan ke Bangda?Hal itu harus dimulai dari undang-undang induk, yaitu

revisi UU 32/2004. Peluangnya ada. Namun itu jugatergantung kebijakan politik pimpinan. Asalkan bisadicarikan rujukan yang meyakinkan pimpinan, mungkinbisa.

Tapi selain itu ada UU Sistem PerencanaanPembangunan Nasional. Itu ‘kan pegangan Bappenas.

Menurut Bapak, bagaimana dinamika pembangunandaerah saat ini?

Sekarang ini pembangunan daerah merupakankonsekuensi logis dari era otonomi daerah, karenamemang daerah lebih tahu kebutuhan mereka. Kalaumereka merancang sendiri, itu bagus. Cuma harus tetapmerujuk pada dokumen rencana pembangunan yang lebihtinggi. Itulah yang harus dikawal oleh Ditjen Bina Bangda,supaya pembangunan daerah tetap sinergis dengankebijakan pusat.

Calon kepala daerah ‘kan seringkali punya visi-misi yangmengawang-awang, tapi mereka tidak tahu bahwapotensi daerahnya sebenarnya banyak. Peran Bangdabagaimana ya?

Ini dampak lain dari demokratisasi. Dia harus mencari

visi dan misi yang dapat meyakinkan masyarakat agarmemilih dia. Tapi sebenarnya rujukan visi dan misi itu tidakboleh lepas dari RPJM. Ada aturannya tentang ini. Cuma diaboleh cuplik prioritas mana yang dia unggulkan. Dalamrangka memilih prioritas itu dia pragmatis. Jangka pendek,karena ‘kan cuma lima tahunan.

Satu hal yang menarik, Pak, daerah itu kebanyakan mintanyainfrastruktur, seperti gedung, jembatan, jalan, dan kurangbisa memperkirakan kebutuhan jangka panjang. Bagaimanamenurut Bapak?

Infrastruktur itu merupakan kebutuhan dasar, walaupunkelihatannya memang agak pragmatis. Masyarakatpenginnya yang sekarang. Tapi harusnya kalau kepaladaerahnya cerdas, itu ‘kan ada rujukannya. RPJM itu tetapharus jadi rujukan mereka. Makanya sosialisasi tentang RPJMitu penting ke daerah, supaya daerah tahu SOP tentangbagaimana aplikasi dari RPJM, sehingga mereka sadar bahwaada untungnya kalau disinergikan dengan pembangunannasional. Ini yang disebut teori partisipasi; begitu merasa adakepentingan bagi yang bersangkutan, tanpa diminta punakan ikut. Di situ peranan Bangda; mungkin sudah dilakukan,tapi harus lebih intens dengan pola yang lebih sederhanaagar RPJM lebih mudah dipahami.

Sekarang tentang pribadi, Pak. Dari semua yang telah Bapakraih, apakah ini sesuai dengan cita-cita Bapak waktu kecil?

Rasanya dulu waktu kecil saya tidak punya cita-cita. Orangkampung kok. Saya biarkan seperti air mengalir saja. Sayapun tidak pernah nguber-nguber jabatan. Jadi kayaknyakarena Tuhan kasihan pada saya, orang sudah susah dari kecil,makanya dikasih macam-macam, jadi camat, wakil walikota,dirjen, penjabat gubernur, sampai Sekretaris Wakil Presiden.Saya tidak pernah membayangkan memperoleh semua itu.

O ya, dulu sewaktu di IIP, cita-cita saya ingin jadi camat.Kemudian saya pernah ingin jadi walikota, tapi tidak tercapai.Tahunya malah jadi penjabat gubernur.

Apa kunci kesuksesan Bapak?Saya ini orang birokrat asli. Saya mencintai pekerjaan

saya. Bagi saya jabatan itu bukan untuk dimiliki. Janganmenganggap jabatan itu kita yang punya. Sebab begitu dialepas, saya tidak merasa ada yang hilang. Waktu jadigubernur, saya tidak pernah pakai tanda pangkat, kecuali adakunjungan Menteri, Wapres, atau Presiden. Itu cara sayaagar begitu pangkat ini hilang, saya tidak akan kehilangan.Sewaktu jadi gubernur, saya tidak pernah tinggal di kamartidur utama gubernur di rumah jabatan, atau menggunakanvoriders, kata orang mobil ngiung-ngiung. Saya tanamkan didalam diri saya jangan sampai saya merasa memiliki terhadapjabatan. Tapi saya cintai pekerjaan yang diberikan atasan danTuhan kepada saya.

Begitu saya lepas dari suatu jabatan, saya tidak mau samasekali masuk ke sana lagi. Selesai di Bangda, sudah. Begitu

Page 3: Profil Tursandi Alwy

| Media Informasi Ditjen Bina Pembangunan Daerah18

Edisi Agustus 2011 Tahun I Jendela Pembangunan Daerah

juga di Balitbang, Sospol, dll. Saya tidak mau menggangguirama di sana.

Masih adakah cita-cita atau obsesi yang ingin Bapak raihselanjutnya?

Sebagai manusia tentu masih. Tetapi saya tidak ngoyo.Biarlah seperti air mengalir. Prinsip saya satu: Hidup ini sudahada yang mengatur. Catat itu. Tanggal ini, bulan ini, hari ini,jam ini, kamu jadi apa, itu ada di aturan sana. Kita tidak tahu.

Bagaimana selanjutnya? Yang jelas saya tetapmengerjakan apa yang ditugaskan atasan dengan maksimal,berdoa, dan pasrah kepada Allah Swt.

Kalau sudah pensiun nanti, Pak?Saya tidak tahu apa yang terjadi setelah itu. Paling-paling

momong cucu. Saya tidak ada bakat untuk dagang, tani, ataupolitik. Ada yang ngajak-ngajak ke politik, saya tidak mau. Danmemang belum bisa karena saya masih PNS. Tak ada bakatsaya di politik, walaupun pernah jadi Dirjen Sospol. Saya tidakmau memaksakan bakat. Saya akan nikmati hidup sayaseperti air mengalir. Jadi tidak ada target-target, karena sayaanggap apa yang saya peroleh ini sudah sangat luar biasa dantidak pernah saya bayangkan.

Apakah Bapak punya hobi tertentu, yang mungkin Bapaktekuni sekarang ini?

Hobi saya golf. Dulu tenis. Tapi pada tahun 2003 sayaberhenti ketika ada teman main saya meninggal dunia dilapangan tenis. Dari umur juga, waktu itu saya sudah 53tahun. Akhirnya sejak 2003 saya pindah ke golf. Saya maingolf itu biasanya Jumat pagi, kecuali ada tugas, dan terutamahari Sabtu dan Minggu. Kalau kata orang itu permainanmahal, tidak, tergantung pergaulan. ‘Kan kita pemainundangan (sambil tertawa, red).

Apakah Bapak mengikuti suatukomunitas/organisasi tertentu? Kalauada, bagaimana peran Bapak dalamkomunitas tersebut?

Saya tidak aktif di organisasi, kecualiMIPI (Masyarakat Ilmu PemerintahanIndonesia) dan Ikatan Alumni IIP. Sayajadi penasihat.

Di lingkungan tempat tinggal jugatidak. Saya tinggal di komunitas Betawidi daerah Lebak Bulus. Komunikasi

dengan tetangga, RT, RW, alhamdulillah bagus. Danmereka tahunya saya camat, karena jabatan camat itubegitu melekat bagi orang Betawi.

Boleh cerita tentang keluarga Bapak saat ini?Saya menikah 25 November 1979. Setelah itu saya bisa

langsung jadi wakil camat, sebab di Pemda DKI kalau maujadi camat harus ada istri biar ada PKK-nya. Istri saya yangjadi wakil ketua TP PKK Kecamatan pada usia 21 tahun.Waktu disuruh pidato, nangis dia. Maklum keluaran ASMI.Maka saya yang buatkan pidatonya.

Anak saya empat sebetulnya, tiga perempuan dan satulaki-laki, tapi yang laki-laki meninggal. Saya punya menantudua. Yang bungsu belum menikah, masih kuliah di UI. Anakyang pertama kerja di Pemda DKI, suaminya diKemendagri. Mereka sudah punya anak dua, laki-lakisemua. Yang nomor dua kerja di BRI, suaminya di BankMandiri. Sekarang baru hamil 4 bulan. Jadi cucu saya dualebihlah. Yang dua itu lelaki semua, umur 3 dan 1 tahun.Anak saya ‘kan perempuan semua, wah happy banget saya.

Sering bertemu dengan cucu, Pak?Anak sekarang ini begitu menikah tidak mau lagi tinggal

dengan kita. Jadi kalau ingin ketemu cucu, misalnyakemarin saya pulang dari Singapura, saya cari oleh-olehyang menarik biar bisa mancing cucu main ke rumah.

Sekarang saya tinggal bertiga dengan Ibu dan Rahmah(anak bungsu). Itu pun rupanya di UI dia banyak tugas, jadipulang kuliah sudah hilang di kamar.

Ada pesan-pesan untuk pembaca Buletin Jendela?Cintai pekerjaan dan jangan merasa memiliki jabatan.[]

Edisi Agustus 2011 Tahun I Jendela Pembangunan Daerah

BIODATA

Nama : Drs. H. Tursandi Alwi, SH, MMTempat tgl lahir : Lampung Barat, 14 Oktober 1950Istri : Grace Martono TursandiAnak : Sulastri, Rukmini, RahmahPendidikan : APDN, IIP, FH Universitas Tarumanagara (S1),

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (S2 Magister Manajemen)Pekerjaan : - Anggota Timtelstra Wakil Presiden,

- Peneliti Utama Bidang Politik dan Pemerintahan Dalam Negeri,- Komisaris PT Angkasa Pura II

Page 4: Profil Tursandi Alwy

Media Informasi Ditjen Bina Pembangunan Daerah | 19

Edisi Agustus 2011Tahun IJendela Pembangunan Daerah

Perjalanan Karier

Tursandi Alwi memulaipengabdiannya sebagai PNS padatahun 1969 di Kabupaten Ogan

Komering Ulu, Sumatera Selatan. Taklama kemudian dia langsung menjalanitugas belajar di APDN Palembang. TamatAPDN (Akademi Pemerintahan DalamNegeri) tahun 1973, dia kembali danmenjadi kepala Humas Kabupaten OKU.Karena termasuk 10 besar di APDN, tidaksampai setahun dia dikirim ke IIP(Institut Ilmu Pemerintahan), tamattahun 1976 sebagai lulusan termuda,bersama Ryaas Rasyid.

Selepas dari IIP, Tursandi kembali keOKU, namun tidak diberi jabatan apa-apaoleh bupati yang kebetulan pamannya.Lalu dia minta izin untuk pindah keJakarta. Kata pamannya, silakan kegubernur. Dia pun menghadap GubernurSumsel, waktu itu Asnawi Mangku Alam.Mulanya tidak boleh, tapi ketikadiketahui belum menikah, Gubernurmengizinkan.

Di Jakarta, Tursandi Alwi mendapat tempat di BiroKepegawaian Departemen Dalam Negeri. Enam bulankemudian, dia dipindah ke Pemda DKI Jakarta diDirektorat I Pemerintahan. Pada 1979 ada telex dariMendagri bahwa lulusan IIP semuanya harus jadi camat.Maka diproseslah dia jadi wakil camat Pulogadung.Namun begitu ketahuan belum ada istri, namanya pundicoret.

Akhirnya dia mencari istri, dan bertemulah denganGrace Martono, mahasiswi semester terakhir di ASMI(Akademi Sekretaris dan Manajemen Indonesia).Mereka menikah pada tanggal 25 November 1979.Setelah punya istri, Tursandi pun langsung diangkatmenjadi wakil camat Taman Sari.

Pada tahun 1983, dia dipromosikan sebagai camatGrogol-Petamburan, dalam usia 32 tahun. Kononkatanya, dialah camat termuda di DKI, atau malah se-Indonesia. Setelah lima tahun, dia dipindah lagi jadicamat Kebon Jeruk. Sudah 11 tahun jadi camat dancapek karena sering dipanggil polisi sebagai PPAT terkaiturusan peralihan hak atas tanah, tiga tahun setelah itudia menghadap Walikota minta berhenti jadi camat.Permohonannya diterima, dan dia diangkat menjadiAsisten Umum Kantor Walikota.

Sembilan bulan kemudian, dia diusulkan menjadiSekretaris Kota Jakarta Barat. Lima tahun lebih dia jadiSeko, sementara teman-teman seangkatannya ada yang

sudah jadi wakilwalikota. Setelah itudia pun diangkat jadiWakil WalikotaJakarta Pusat tahun1996. Kemudian diamenjadi Asisten TataPraja (Astapraja) DKIJakarta selama duatahun lebih.

Kariernyamelonjak setelah itu.Pada tahun 1999,tiba-tiba TursandiAlwi langsung naikmenjadi DirjenSospol Depdagri.Ketika menteriberganti, diadipindahkan menjadiDirjenPembangunanDaerah, tahun 2000sampai 2001.Sewaktu jadi DirjenBangda, dia sempat

merangkap sebagai Penjabat Gubernur Gorontalo.Tidak lama di Bangda, dia dipindah ke Badan Litbang

sebagai Kepala Badan selama lima tahun. Selama jadiKaban Litbang, dia sempat pula jadi Penjabat Gubernurdi Lampung dan Kalimantan Selatan.

Dari Badan Litbang, dia diangkat menjadi Sahli (StafAhli) Bidang Pemerintahan. Entah bagaimana ceritanya,dia dipanggil Pak Jusuf Kalla ke rumahnya. Hampir satujam diceramahi tentang tugas kantor wakil presiden, diadiminta kesiapannya sebagai Sekretaris Wakil Presiden.

Jawabannya waktu itu cuma tiga kata:“Alhamdulillah, terima kasih, insya Allah.”

Pada 28 April 2007 dia dilantik sebagai SekretarisWakil Presiden. Tugas itu dijabatnya hingga tahun 2010,saat usianya 60 tahun. Namun dia masih berkantor diSeswapres, karena untuk sementara ditugaskan sebagaianggota Tim Telstra Wapres bersama Pak Sofian Djalil,Sarwono Kusuma Atmaja, dan Abdillah Toha.

Dikira sudah pensiun, rupanya sebagai peneliti utamabidang politik dan pemerintahan Indonesia (sesuaiKepres 58 tahun 2011), H. Tursandi Alwi baru akanpurnabakti sebagai PNS pada 1 November 2015.

Perjalanan karier yang panjang dan unik sebagaibirokrat, telah menarik minat Kompas untukmenerbitkan buku biografinya. Saat ini buku tersebutsedang disusun oleh S. Sinansari Ecip, seorang penulisdan wartawan senior. []