Upload
lyngoc
View
243
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROFIL GULA SEDERHANA DAN OLIGOSAKARIDA DAUN
KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) HASIL
PEMUPUKAN ORGANIK PADA MUSIM HUJAN
DONI HERWANTO HARIANJA
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Gula Sederhana
dan Oligosakarida Daun Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) Hasil
Pemupukan Organik pada Musim Hujan adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Doni Herwanto Harianja
NIM F24090084
ABSTRAK
DONI HERWANTO HARIANJA. Profil Gula Sederhana dan Oligosakarida
Daun Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) Hasil Pemupukan Organik
pada Musim Hujan. Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF dan DIDAH NUR
FARIDAH.
Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) adalah tanaman yang dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman obat dan sayuran. Keunggulan kolesom adalah
mengandung pektin yang merupakan metabolit primer dan juga komponen serat
larut yang dapat menurunkan kadar kolesterol LDL dalam darah. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hasil pemupukan organik
terhadap profil gula sederhana, oligosakarida, dan total gula pucuk kolesom pada
musim hujan. Ada tiga jenis pupuk organik yang digunakan, yaitu pupuk kandang
sapi (PK), rock phosphate (RP), abu sekam (AS) dengan 4 kombinasi perlakuan
pupuk, yaitu RP+AS, PK+AS, PK+RP, dan PK+RP+AS, serta 1 kontrol (tanpa
pupuk). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan gula sederhana tertinggi
terdapat pada pucuk kolesom tanpa pemupukan (1025.79 mg/100 g BK);
kandungan total oligosakarida tertinggi terdapat pada pucuk kolesom hasil
pemupukan PK+RP+AS (87.61 mg/100 g BK); dan total gula tertinggi terdapat
pada pucuk kolesom tanpa pemupukan (1365.20 mg/100 g BK). Hasil analisis
kandungan gula sederhana, oligosakarida, dan total gula pada pucuk kolesom
tidak menghasilkan perbedaan yang nyata (p>0.05) antar perlakuan kombinasi
pupuk.
Kata kunci: pupuk organik, rafinosa, stakiosa, Talinum triangulare (Jacq.) Willd
ABSTRACT
DONI HERWANTO HARIANJA. Mono- and Oligosaccharides Profile of
Waterleaf (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) of Organic Fertilization Results at
Wet Season. Supervised by RIZAL SYARIEF and DIDAH NUR FARIDAH.
Waterleaf (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) is one of tropical plant and
has long been used as herbs and vegetables. It contains pectin which is soluble
dietary fiber component and performs ability to reduce cholesterol and LDL level
in blood. The aim of this research was to study the effect of organic fertilization
results on mono- and oligosaccharides profile of waterleaf at wet season. The
organic fertilizers were cow manure (CM), rock phosphate (RP), and rice-hull ash
(HA). There were four combination of treatment: RP+HA, CM+HA, CM+RP, and
CM+RP+HA, also control (no-fertilizer). The result of this research shows that
the highest monosaccharides was the waterleaf of control (1025.79 mg/100 g dry
basis); the highest oligosaccharides was the waterleaf of CM+RP+HA fertilization
(87.61 mg/100 g dry basis); and the highest total carbohydrates was the waterleaf
of no-fertilization (1365.20 mg/100 g dry basis). The organic fertilization did not
significantly affect the mono-, oligosaccharides, and total carbohydrates in
waterleaf (p>0.05).
Keywords: organic fertilizers, raffinose, stachyose, Talinum triangulare (Jacq.)
Willd
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
PROFIL GULA SEDERHANA DAN OLIGOSAKARIDA DAUN
KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) HASIL
PEMUPUKAN ORGANIK PADA MUSIM HUJAN
DONI HERWANTO HARIANJA
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas
segala karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
“Profil Gula Sederhana dan Oligosakarida Daun Kolesom (Talinum triangulare
(Jacq.) Willd) Hasil Pemupukan Organik pada Musim Hujan” dengan baik. Karya
ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis yang dilakukan sejak bulan
April 2013. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini, yaitu:
1. Keluarga tercinta: Papa, Mama, dan Adik-adik: Belman, Defria, dan Yanti.
Terima kasih atas doa, dukungan, dan cinta kasih yang telah diberikan.
2. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Dr. Didah Nur Faridah, S.TP, M.Si,
selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas bimbingan, dukungan, serta
nasehat yang telah diberikan.
3. Dr. Nancy Dewi Yuliana, STP, M.Sc., selaku penguji dalam sidang akhir
sarjana. Terima kasih atas waktu dan saran yang telah diberikan.
4. Ev. Stenly Lailewan selaku mentor. Terima kasih untuk bimbingan dan
pengajarannya akan tradisi reformed.
5. Keluarga MRII Bogor: Pdt. Romeo Mazo, M. Div, Ev. Stenly Lailewan, Ko
Suryadi, Ci Sisi, Ko Adi, Ci Susi, Pak Budi, Ci Wina, Pak Peter, Ibu Magda,
Ci Aling, Ci Anna, Erni, dan Abraham. Terima kasih telah menguatkan
penulis di dalam iman pada Tuhan Yesus Kristus.
6. Paul Brugman dan Erni Steffi. Terima kasih untuk mengenalkan teologi dan
teologi reformed pada penulis.
7. Sahabat Kos Purnama (DR D33): Richard, Paul, Brian, Jodi, dan Marcel.
Terima kasih untuk kebersamaan serta semangat yang diberikan.
8. Adik-adik kelompok kecil yang terkasih: Efraim, Rilsan, Hasfan, dan Ardi.
Terima kasih atas doa dan semangat yang telah diberikan.
9. Saudara-saudari Komisi Pelayanan Khusus (Kopelkhu) PMK IPB angkatan
46: Theovany, Erni, Mutiara, Oni, Cathrina, Marco, Alfred, Kadek, Sarah,
Gracia, Anugrah.; dan seluruh keluarga besar kopelkhu.
10. Teman-teman seperjuangan ITP 46.
11. Seluruh teknisi laboratorium di Seafast Center, Laboratorium Jasa Analisis,
dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, serta seluruh pegawai
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas bantuan yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Doni Herwanto Harianja
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Kolesom 2
Oligosakarida 3
Pemupukan 4
Nitrogen 5
Fosfor 5
Kalium 6
METODOLOGI PENELITIAN 7
Bahan dan Alat 7
Metode Penelitian 7
Analisis Data 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Persiapan Sampel 11
Ekstraksi Oligosakarida 13
Analisis Gula Sederhana Pucuk Kolesom 19
Analisis Oligosakarida Pucuk Kolesom 23
Total Gula Pucuk Kolesom 27
SIMPULAN DAN SARAN 28
Simpulan 28
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 43
DAFTAR TABEL
1 Kombinasi perlakuan pupuk organik 8 2 Kadar hara tanah dan tajuk kolesom pada musim tanam pertama 12 3 pH tanah dan rasio C/N sebelum dan sesudah penanaman 12 4 Kandungan gula sederhana pucuk kolesom 19 5 Kadar gula sederhana berbagai sayuran 23 6 Kandungan oligosakarida pucuk kolesom 23 7 Kadar oligosakarida berbagai sayuran 26 8 Kandungan oligosakarida dan total oligosakarida pucuk kolesom 27
DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman kolesom 3 2 Proses ekstraksi oligosakarida daun kolesom 10 3 Ekstrak kolesom yang telah disaring dan yang belum disaring 14 4 Ekstrak kolesom setelah dan sebelum Pb-asetat dan Na-oksalat 15 5 Ekstrak kolesom terhadap etanol (1:8) dan ekstrak kolesom terhadap
etanol (1:16) 16 6 Ekstrak kolesom dengan Pb-asetat dan Na-oksalat, Ekstrak kolesom
dengan silica gel-60, dan Ekstrak kolesom dengan kombinasi silica gel-
60 dengan Pb-asetat dan Na-oksalat 16 7 Ekstrak kolesom sebelum dan sesudah dielusikan dengan silica gel-60 17 8 Kromatogram HPLC metode ekstraksi (f) 17 9 Struktur Silica gel-60 18
10 Struktur Oktadesil silan pada SepPak C-18 18 11 Larutan ekstrak daun kolesom setelah dan sebelum dielusikan dengan
cartridge SepPak C-18 (Agilent) 19 12 Kromatogram kolesom hasil metode ekstraksi (g) 21 13 Kandungan gula sederhana pucuk kolesom 22
14 Kandungan oligosakarida pucuk kolesom 25 15 Kurva standar glukosa 27 16 Total gula pucuk kolesom 28
DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji Oneway ANOVA terhadap kandungan fruktosa pucuk kolesom 32 2 Uji Oneway ANOVA terhadap kandungan glukosa pucuk kolesom 33
3 Uji Oneway ANOVA terhadap kandungan sukrosa pucuk kolesom 34
4 Uji Oneway ANOVA terhadap kandungan rafinosa pucuk kolesom 35
5 Uji Oneway ANOVA terhadap kandungan stakiosa pucuk kolesom 36 6 Uji Oneway ANOVA terhadap kandungan total oligosakarida pucuk
kolesom 37 7 Uji Oneway ANOVA terhadap kandungan total gula pucuk kolesom 38 8 Berat sampel, kadar air, dan berat kering pucuk kolesom 39
9 Waktu retensi, luas area, dan kromatogram standar 40 10 Kromatogram kolesom 42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) merupakan tanaman tahunan
yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Selain itu, kolesom juga dapat
dimanfaatkan sebagai sayuran dengan mengonsumsi bagian daun dan pucuknya.
Pucuk kolesom dapat dipanen dengan interval panen terbaik 15 hari sekali
(Susanti et al. 2011). Bagian batangnya berbentuk bulat, lunak dan berair,
bercabang banyak, akar tunggangnya menggembung berbentuk menyerupai
ginseng (Rifai 1994), dan memiliki daun tebal berdaging, duduknya tersebar atau
berhadapan (Tjitrosoepomo 2007).
Kolesom mengandung metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit
primer adalah senyawa yang bersifat esensial bagi tumbuhan yang berperan dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan, respirasi dan fotosintesis, dan sintesis
protein dan hormon (Hounsome et al. 2008). Proses sintesis metabolit ini
dilakukan setiap saat untuk kelangsungan hidup bagi tumbuhan. Berbeda dengan
metabolit primer, metabolit sekunder adalah senyawa yang bersifat tidak esensial
bagi tumbuhan dan proses sintesisnya hanya pada saat tertentu saja. Metabolit
sekunder berfungsi untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan (Edwards dan Gatehouse 1999). Metabolit primer yang
umumnya terdapat pada sayuran antara lain karbohidrat, asam amino, asam lemak,
dan asam organik (Hounsome et al. 2008). Kandungan metabolit primer yang
terdapat pada kolesom salah satunya adalah pektin. Pektin merupakan komponen
serat larut, sehingga dapat berfungsi menurunkan kadar kolesterol LDL dalam
darah (Aja et al. 2010). Pektin dengan viskositas yang tinggi akan berperan dalam
membentuk misela dan asam empedu dengan laju difusi rendah melalui bolus
untuk mengikat kolesterol pada saluran pencernaan (Sharma et al. 2006).
Kandungan pektin ini merupakan salah satu keunggulan kolesom, sebab
sebagian besar sayuran yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia didominasi
serat tidak larut yang lebih berkhasiat melancarkan pencernaan, namun tidak
berfungsi menurunkan kadar kolesterol LDL dalam darah (Aja et al. 2010).
Menurut Prabekti (2012), kadar pektin yang terkandung dalam kolesom hasil
budidaya organik pada musim hujan (0.35 g/100 g) lebih rendah dibandingkan
pada musim kemarau (0.63 g/100 g). Kadar pektin sebesar 0.23 g/100 g dari kulit
jeruk yang dicampurkan ke dalam ransum, dapat menurunkan kadar LDL tikus
percobaan hingga 5%, serta menurunkan respon glukosanya (Baker 1994).
Selain mengandung pektin, kolesom juga mengandung serat pangan.
Konsumsi serat pangan dapat mengurangi kekerasan feses, mengurangi waktu
transit feses di usus besar, pH kolon menurun, dan meningkatkan mikroflora usus
(Cui 2005). Serat pangan juga memiliki kemampuan menurunkan kadar kolesterol
darah. Kandungan TDF (total dietary fibre) dan IDF (insoluble dietary fibre) yang
terdapat pada kolesom lebih tinggi jika ditanam pada musim hujan dibandingkan
pada musim kemarau. Namun kandungan SDF (soluble dietary fibre) kolesom
lebih tinggi jika ditanam pada musim kemarau (Prabekti 2012; Fadhilatunnur
2013).
2
Selain pektin dan serat pangan, metabolit primer yang dapat ditemukan pada
tumbuhan adalah gula sederhana dan oligosakarida. Komponen gula sederhana
yang secara umum terdapat dalam tumbuhan (sayuran) adalah fruktosa, glukosa
(monosakarida), dan sukrosa (disakarida). Oligosakarida merupakan bagian dari
polimer karbohidrat dengan berat molekul rendah yang berperan penting terhadap
kesehatan, yaitu mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam
saluran pencernaan (Liying et al. 2003), menurunkan resiko kanker kolon (Xu
Qiang et al. 2009), serta dapat meningkatkan penyerapan mineral, seperti kalsium,
magnesium, dan besi (Tenorio et al. 2010). Komponen oligosakarida yang
terdapat pada tumbuhan (sayuran) secara umum adalah rafinosa dan stakiosa
(Hounsome et al. 2008).
Kolesom membutuhkan teknik budidaya yang baik untuk mengoptimalkan
pertumbuhan, produksi, dan kadar metabolit yang terdapat di dalamnya. Salah
satu teknik budidaya yang umum dilakukan adalah pemupukan. Pupuk organik
saat ini banyak digunakan untuk mendukung sistem pertanian organik.
Keunggulan pupuk organik dibandingkan dengan pupuk anorganik adalah dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah selain dapat menyumbang unsur
hara pada tanah dan tanaman. Namun, ketersediaan hara dari pupuk organik
cenderung lambat, karena harus mengalami proses mineralisasi agar bisa diserap
oleh tanaman. Tidak hanya itu, curah hujan pada musim hujan juga akan
mempengaruhi pertumbuhan kolesom.
Berbagai hasil penelitian tersebut mendorong timbulnya hipotesis bahwa
terdapat pengaruh jenis dan dosis pupuk organik yang berbeda terhadap profil
gula sederhana dan oligosakarida pada pucuk kolesom.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hasil pemupukan
organik terhadap profil gula sederhana, oligosakarida, dan total gula pada pucuk
kolesom hasil pemupukan organik yang ditanam pada musim hujan.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi profil gula
sederhana, oligosakarida, dan total gula pada pucuk kolesom hasil pemupukan
organik.
TINJAUAN PUSTAKA
Kolesom
Kolesom merupakan tanaman sukulen yang memiliki lintasan metabolisme
C3 dan inducible CAM (Crassulacean Acid Metabolism) (Pieters et al. 2003).
Tumbuhan ini asli dari Amerika Tropis dan pada tahun 1915 diimpor ke Jawa
melalui Suriname (Heyne 1987). Kolesom diklasifikasikan ke dalam regnum
3
Plantae, division Spermatophyta, sub division Angiospermae, classis
Dicotyledonae, ordo Caryophyllales, familia Portulacaceae, dan genus Talinum
(Hutapea 1994). Tanaman ini memiliki banyak spesies, tetapi dikenal dua spesies
Talinum, yaitu Talinum paniculatum Gaertn. dan Talinum triangulare (Jacq.)
Willd. (Syukur dan Hernani 2002).
Kolesom merupakan tanaman herba menahun yang tumbuh tegak. Batang
tanaman ini berbentuk bulat, pangkalnya berwarna ungu kemerahan, sedangkan
batang bagian tengah hingga ujung berwarna hijau (Wahyuni dan Hadipoentyanti
1999). Daunnya berbentuk oblongatus-spatulans (memanjang dan menyerupai
bentuk bulat telur), berwarna hijau muda, tebal berdaging, filotaksis spiral, dan
kadang-kadang berhadapan. Secara anatomi, daunnya memiliki tipe dorsiventral,
stomata parasitik, parenkim daun yang mengandung kristal kalsium oksalat dan
kelenjar minyak atsiri. Bunganya berwarna merah jambu keunguan, bentuk
tangkai bunga adalah segitiga dan bentuk rangkaian bunganya adalah tandan
(racemus). Bunga mekar pada pagi hari dan buahnya berbentuk bulat memanjang,
berwarna hijau kekuningan, dan berisikan biji hitam mengkilat. Biji dari kolesom
berbentuk lonjong pipih dan berdiameter ± 1 mm. Akarnya menebal
(membengkak) menyerupai akar ginseng (Panax ginseng).
Gambar 1 Tanaman kolesom (Susanti 2012)
Daun, batang, dan umbi tanaman kolesom diketahui berkhasiat sebagai
obat herbal. Penduduk Kalimantan Selatan biasa menggunakan daun kolesom
untuk campuran bedak dingin (Susanti et al. 2008). Selain itu, masyarakat di
Nigeria menggunakan air perasan dari daun kolesom sebagai obat hipertensi yang
diminum langsung (Aiyeloja dan Bello 2006). Umbi kolesom memiliki kandungan
alkaloid, steroid, saponin, dan tannin. Daunnya mengandung alkaloid, saponin,
tannin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida (Mualim 2009).
Oligosakarida
Oligosakarida didefinisikan berbeda-beda berdasarkan jumlah unit
sakaridanya. Menurut Weijers et al. (2008) oligosakarida merupakan bagian dari
polimer karbohidrat dengan berat molekul yang rendah dan mengandung molekul
gula dengan 3 hingga 10 unit sakarida.
4
Oligosakarida dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah monomer
monosakarida penyusun komponen tersebut. Disakarida adalah oligosakarida yang
terdiri dari dua molekul monosakarida; trisakarida terdiri dari tiga molekul
monosakarida; dan tetrasakarida terdiri dari empat molekul monosakarida.
Oligosakarida terdiri dari dua jenis, yaitu homooligosakarida dan
heterooligosakarida. Homooligosakarida adalah tipe oligosakarida yang tersusun
dari hanya satu jenis monosakarida, seperti maltooligosakarida (MOS) yang
tersusun dari glukosa, sedangkan heterooligosakarida adalah tipe oligosakarida
yang terdiri dari dua atau lebih jenis monosakarida, seperti fruktooligosakarida
(FOS) dan galaktooligosakarida (GOS). Oligosakarida sangat mudah larut di
dalam air dan pelarut polar lainnya (Patel dan Goyal 2011).
Berdasarkan kemampuannya untuk dicerna, oligosakarida merupakan
kelompok karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia. Menurut
Rupѐrez (2006), manusia tidak memiliki enzim α-galaktosidase yang dibutuhkan
untuk memutuskan ikatan galaktosidik pada oligosakarida, sehingga oligosakarida
yang dikonsumsi tidak dapat dicerna. Pada saluran pencernaan, oligosakarida
tersebut difermentasi oleh bakteri yang menguntungkan, seperti bakteri dari genus
bifidobakteria dan laktobasili, yang memiliki enzim untuk mencerna oligosakarida
tersebut. Hasil fermentasi tersebut berupa gas karbon dioksida, hidrogen, metana,
dan asam lemak rantai pendek. Gas hasil fermentasi tersebut dapat menyebabkan
flatulensi, namun aktivitas bakteri tersebut dapat meningkatkan sistem imun tubuh
dan menekan pertumbuhan bakteri patogen (Nzeussea et al. 2006).
Secara umum, oligosakarida yang terdapat di dalam tumbuhan merupakan
oligosakarida kelompok fruktooligosakarida (FOS). Fruktooligosakarida (FOS)
merupakan jenis oligosakarida yang terdiri dari monomer glukosil-(fruktosil)n-
fruktosa-(GFn) dan (fruktosil)m-fruktosa (Fm). Rafinosa merupakan trisakarida
yang memiliki terdiri dari 1 unit monomer α-D-galaktosa, 1 unit monomer α-D-
glukosa, dan 1 unit monomer α-D-fruktosa; sedangkan stakiosa merupakan
tetrasakarida yang terdiri dari dua unit monomer α-D-galaktosa, 1 unit monomer
α-D-glukosa, dan 1 unit monomer α-D-fruktosa (Cui 2005).
Pemupukan
Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah, baik secara
organik, maupun anorganik dengan maksud untuk menggantikan kehilangan unsur
hara di dalam tanah dan bertujuan meningkatkan produksi tanaman (Sutedjo
1987). Secara alami, unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tersedia di dalam
tanah. Namun, seiring meningkatnya pertumbuhan tanaman, unsur hara dalam
tanah pun semakin berkurang karena terus-menerus diserap oleh tanaman dan juga
hilang akibat pencucian oleh air hujan ataupun air irigasi. Oleh karena itu,
diperlukan pemupukan untuk mempertahankan pertumbuhan dan produktivitas
tanaman sesuai yang diinginkan.
Terkait dengan budidaya organik dan anorganik, pupuk pun terbagi atas
pupuk organik dan anorganik. Kelebihan pupuk anorganik adalah kandungan
nutriennya lebih tersedia bagi tanaman. Nutrien pupuk anorganik sudah dalam
bentuk ion-ion yang mudah larut sehingga lebih mudah diserap oleh tanaman dan
unsur-unsur tersebut lebih mudah digunakan dalam proses fotosintesis (Lingga
dan Marsono 2007; Hasibuan 2006). Pupuk organik, memiliki kandungan mineral
5
yang lebih rendah dan membutuhkan waktu lebih lama untuk diserap tanaman
karena masih berupa senyawa organik kompleks yang perlu didekomposisi
terlebih dahulu, sebelum dapat digunakan oleh tanaman (Sutedjo 1987).
Kelebihan pupuk organik adalah sifatnya yang mampu menggemburkan lapisan
tanah (top soil), meningkatkan jasad renik dalam tanah, mempertinggi daya serap
dan daya simpan air, yang secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas tanah
(Sutedjo 1987).
Unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman digolongkan ke dalam dua
kelompok, yaitu unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro merupakan unsur
hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar, yaitu C, H, O, N, P, K, Ca,
Mg, dan S. Unsur hara mikro merupakan unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman dalam jumlah kecil, yaitu Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl, dan Co (Gardner
Pearce 1991).
Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur hara terpenting yang digunakan untuk
pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar. Unsur hara ini
bersifat mobile di dalam tanaman, sehingga gejala kekurangan N pertama kali
tampak pada daun tua, daun cenderung cepat gugur, tanaman tumbuh kerdil,
kemampuan fotosintesis berkurang, dan sistem perakaran terbatas. Jika pemberian
unsur ini terlalu banyak, akan menghambat pembungaan dan pembuahan pada
tanaman (Salisbury and Ross 1992).
Nitrogen yang ada di alam tersedia dalam jumlah yang besar. Namun, N2
yang ada di atmosfer maupun yang terikat di dalam tanah tidak bisa dimanfaatkan
oleh tanaman. Nitrogen hanya bisa diserap dalam bentuk NO3- (nitrat) dan NH4
+
(amonium). Secara umum, nitrat merupakan bentuk yang paling disukai untuk
pertumbuhan oleh tanaman, namun dipengaruhi jenis dan faktor lingkungan.
Tanaman pertanian cenderung menyerap NO3-, meskipun pupuk yang diberikan ke
dalam tanah dalam bentuk NH4+ (Munawar 2011). Perbedaan utama serapan NO3
-
dan NH4+ adalah kepekaannya terhadap pH. Serapan NH4
+ berlangsung paling
baik pada media netral dan semakin berkurang dengan menurunnya pH.
Sebaliknya, serapan NO3- lebih cepat pada pH rendah. Namun, dalam sintesis
asam amino bentuk nitrat perlu diasimilasikan ke bentuk amonium oleh enzim
nitrat reduktase dan nitrit reduktase dengan menggunakan energi oksidasi dari
karbohidrat (Dubey dan Pessarakli 1995). Nitrogen berperan dalam pembentukan
klorofil, alkaloid, dan protein, seperti asam amino, enzim, dan nukleotida,
berperan terhadap pembelahan dan pembesaran sel, serta berpengaruh terhadap
penggunaan karbohidrat dan penyerapan nutrisi yang lain (Gardner Pearce 1991).
Fosfor
Fosfor merupakan unsur hara esensial yang paling sering dijumpai dalam
keadaan kahat setelah unsur nitrogen (Mosali et al. 2005). Unsur P yang tersedia
dalam tanah umumnya sangat rendah karena fosfor bersifat immobile di dalam
tanah dan memiliki retensi yang sangat tinggi (Salisbury and Ross 1992).
Fosfor berasal dari pelapukan mineral tanah dan bahan-bahan lain
penyusun tubuh tanah. Jumlah P terlarut yang tersedia tergantung pada pH, tingkat
6
kelarutan, kandungan bahan organik, temperatur, dan tipe dari liat (Mosali et al.
2005).
Fosfor diserap oleh tanaman dalam bentuk anion, yaitu H2PO4- dan HPO4
2-
(Gardner Pearce 1991). Mobilitas anion fosfat dalam tanah sangat rendah, karena
retensinya dalam tanah sangat tinggi. Oleh sebab itu, efisiensi dari pupuk P sangat
rendah antara 10-30%, sisanya 70-90% P tertinggal dalam bentuk immobile atau
hilang karena erosi (Leiwakabessy dan Sutandi 1998).
Fungsi fosfor yang penting pada tanaman, antara lain untuk penyimpanan
dan transfer energi dalam bentuk adenosine trifosfat (ATP), adenosine difosfat
(ADP), NAD, NADPH, serta merupakan komponen struktural penting dalam
penyusunan asam nukleat, kofaktor enzim, fosfolipid, dan nukleotida (Gardner
Pearce 1991; Mosali et al. 2005).
Gejala defisiensi fosfor berlawanan dengan gejala defisiensi nitrogen,
yaitu daun tidak menguning, melainkan berwarna hijau gelap atau hijau kebiru-
biruan, serta tanaman tumbuh kerdil. Pada tanaman yang yang mengalami
defisiensi fosfor, terjadi penimbunan gula, yang ditunjukkan dalam bentuk
pigmentasi antosianin pada bagian dasar batang dan urat daun, terutama pada
tanaman jagung (Gardner Pearce 1991).
Kalium
Kalium berasal dari mineral primer dan mineral sekunder, misalnya tanah
liat. Umumnya, tanah yang kandungan tanah liatnya tinggi cenderung untuk
mengandung K yang relatif tinggi juga, sedangkan tanah organik dan tanah
berpasir umumnya rendah kandungan unsur K-nya (Gardner Pearce 1991). Unsur
ini tersedia di dalam tanah dalam tiga bentuk, yaitu (1) bentuk K tidak dapat
dipertukarkan, (2) bentuk K dapat dipertukarkan, dan (3) bentuk K larut. Bentuk
K yang tidak dapat dipertukarkan, banyak terdapat di dalam tanah, tetapi
pelepasannya lambat, sehingga sulit diserap oleh tanaman. Bentuk K
dipertukarkan adalah bentuk K yang tersedia (ada yang cepat tersedia dan ada
yang lambat tersedia). Bentuk K yang mudah diserap tanaman adalah bentuk K
terlarut (Gardner Pearce 1991).
Kalium pada tanaman berperan sebagai aktivator enzim, mempertahankan
vigor tanaman, merangsang pertumbuhan akar, dan sebagai katalisator. Selain itu,
K juga berperan dalam proses pembentukan karbohidrat, translokasi gula, dan
metabolisme protein. Dalam mempertahankan vigor tanaman, K berperan dalam
proses pemeliharaan status air tanaman, tekanan turgor dalam sel, serta proses
membuka dan menutupnya stomata (Salisbury and Ross 1992).
Kalium merupakan unsur yang bersifat mobile dalam tanaman, sehingga
akan terjadi translokasi dari bagian tanaman paling tua ke bagian tanaman yang
lebih muda, jika terjadi gejala kekurangan K dalam tanaman (Munawar 2011).
Kalium diserap tanaman dalam jumlah mendekati atau bahkan kadang-kadang
melebihi jumlah nitrogen. Gejala kekurangan K dicirikan dengan terjadinya
klorosis, tepi daun mengering, produksi daun berkurang, malformasi daun, dan
berkurangnya luas permukaan daun.
7
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu lima belas sampel daun
kolesom (bubuk) yang diambil pada bagian pucuk tanaman kolesom sepanjang
±10 cm dari ujung bagian atas tanaman dengan umur 10 minggu setelah tanam
(MST), standar rafinosa (Sigma R.0514-25g), standar stakiosa (Sigma S.4001-
100mg), standar glukosa (Merck), standar fruktosa (Merck), standar sukrosa
(Merck), etanol (Merck), air HPLC grade, dan Acetonitrile HPLC grade (Merck).
Alat
Alat yang digunakan, yaitu neraca analitik, waterbath, vortex,
spektrofotometer UV-Vis, kertas Whatman 42, alat-alat gelas, HPLC Agilent yang
dilengkapi dengan degasser (model G1322A Agilent), pompa solvent (model
G1310A Agilent), dan detektor Refractive Index (model G1362A Agilent), kolom
HPLC untuk karbohidrat (ZORBAX Carbohydrate Analysis Columns) berukuran
150 mm x 4.6 mm x 5 µm (Agilent), membran filter 0.45 µm, dan kolom Sep-Pak
C-18 Varian (Agilent).
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Tahapan pertama adalah persiapan
sampel. Tahapan kedua adalah ekstraksi oligosakarida. Tahapan ketiga adalah
analisis kadar gula sederhana, oligosakarida, dan total gula pada lima belas sampel
pucuk kolesom (bubuk).
1. Persiapan Sampel
Sampel pucuk kolesom yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel
pucuk kolesom yang diperoleh dari Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB
yang merupakan hasil pemanenan pada musim tanam pertama dengan umur 10
MST (minggu setelah tanam) yang dilakukan oleh Saleh (2013) dalam meneliti
pertumbuhan, produksi, dan kadar metabolit pucuk kolesom dengan pemupukan
organik berulang. Kolesom ini juga telah diberi perlakuan dengan penambahan
tiga jenis pupuk organik, yaitu pupuk kandang sapi (PK), rock phosphate (RP),
dan abu sekam padi (AS). Curah hujan yang terjadi saat minggu ke-9 dan ke-10
adalah 168.6 mm/minggu dan 240.6 mm/minggu (Saleh 2013).
Adapun kombinasi dan dosis dari masing-masing pupuk organik, dapat
dilihat pada Tabel 1. Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan, sehingga
jumlah sampel daun kolesom adalah 15 sampel.
Daun kolesom yang digunakan dalam penelitian ini akan dibuat menjadi
bubuk yang diambil pada bagian pucuk sepanjang ±10 cm dari ujung bagian atas
tanaman. Pucuk kolesom hasil pemanenan dengan umur 10 MST tersebut
dikeringkan dengan menggunakan oven vakum dengan suhu 50oC selama 8 jam.
Kemudian, pucuk kolesom diiris-iris dan ditepungkan dengan menggunakan
blender.
8
Tabel 1 Kombinasi Perlakuan Pupuk Organik
Perlakuan
Dosis (ton ha-1
) Sumbangan Hara (ton ha-1
)
Pupuk
Kandang
Sapi1
Rock
Phosphate2
Abu
Sekam3 N P2O5 K2O
Kontrol 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
PK+RP 12.3 1.5 0.0 0.16 0.07 0.04
PK+AS 12.3 0.0 5.5 0.17 0.04 0.10
RP+AS 0.0 1.5 5.5 0.01 0.05 0.06
PK+RP+AS 12.3 1.5 5.5 0.17 0.08 0.10 Keterangan: PK: pupuk kandang sapi; RP: Rock Phosphate; AS: Abu Sekam,
1 kadar N 1.29%,
2
kadar P2O5 2.87%, dan 3 kadar K2O 1.10% (Saleh 2013).
2. Ekstraksi Oligosakarida
Ekstraksi oligosakarida pada lima belas sampel bubuk pucuk kolesom
dilakukan dengan menggunakan metode Wang et al. (2007) yang dilakukan pada
sampel kedelai. Pada penelitian ini digunakan tujuh metode ekstraksi
oligosakarida. Tujuh metode tersebut merupakan hasil modifikasi dari metode
Wang et al. (2007) yang diujicobakan untuk memperoleh metode ekstraksi
oligosakarida yang baik pada pucuk kolesom. Metode ekstraksi oligosakarida
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) 1 g bubuk pucuk kolesom dilarutkan dalam 8 ml etanol 80% + CaCO3 (0.5
g/L). Setelah itu dipanaskan dalam waterbath 70oC selama 1 jam. Kemudian
disentrifuse 2400 rpm selama 30 menit dan pemindahan supernatan. Setelah
itu, disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman#42. Hasil
penyaringan dipindahkan ke dalam vial tertutup.
b) 1 g bubuk pucuk kolesom dilarutkan dalam 8 ml etanol 80% + CaCO3 (0.5
g/L). Setelah itu dipanaskan dalam waterbath 70oC selama 1 jam. Kemudian
disentrifuse 2400 rpm selama 30 menit dan pemindahan supernatan. Ke
dalam supernatan ditambahkan Pb-asetat jenuh. Kemudian dilakukan
pengenceran dalam labu takar 10 ml (ditera dengan EtOH 80%). Larutan
tersebut ditambahkan Na-oksalat dan disaring dengan kertas saring
Whatman#42. Hasil penyaringan dipindahkan ke dalam vial tertutup.
c) 1 g bubuk pucuk kolesom dilarutkan dalam 16 ml etanol 80% + CaCO3 (0.5
g/L). Setelah itu dipanaskan dalam waterbath 70oC selama 1 jam. Kemudian
disentrifuse 2400 rpm selama 30 menit dan pemindahan supernatan. Ke
dalam supernatan ditambahkan Pb-asetat jenuh. Kemudian dilakukan
pengenceran dalam labu takar 10 ml (ditera dengan EtOH 80%). Larutan
tersebut ditambahkan Na-oksalat dan disaring dengan kertas saring
Whatman#42. Hasil penyaringan dipindahkan ke dalam vial tertutup.
d) 1 g bubuk pucuk kolesom dilarutkan dalam 16 ml etanol 80% + CaCO3 (0.5
g/L). Setelah itu dipanaskan dalam waterbath 70oC selama 1 jam. Kemudian
disentrifuse 2400 rpm selama 30 menit dan pemindahan supernatan. Ke
dalam supernatan ditambahkan Pb-asetat jenuh. Kemudian dilakukan
pengenceran dalam labu takar 10 ml (ditera dengan EtOH 80%). Larutan
tersebut ditambahkan Na-oksalat dan disaring dengan kertas saring
Whatman#42. Hasil penyaringan dengan kertas saring dielusikan ke dalam
cartridge dengan 1 g silica gel-60 dan dipindahkan ke dalam vial tertutup.
9
e) 1 g bubuk pucuk kolesom dilarutkan dalam 16 ml etanol 80% + CaCO3 (0.5
g/L). Setelah itu dipanaskan dalam waterbath 70oC selama 1 jam. Kemudian
disentrifuse 2400 rpm selama 30 menit dan pemindahan supernatan. Setelah
itu, dielusikan ke dalam cartridge dengan 1 g silica gel-60 dan dipindahkan
ke dalam vial tertutup.
f) 200 mg bubuk pucuk kolesom dilarutkan dalam 3.2 ml etanol 80% + CaCO3
(0.5 g/L). Kemudian dilarutkan dalam 25 ml labu takar (ditera dengan EtOH
80%). Setelah itu, dipanaskan dalam waterbath 70oC selama 1 jam.
Kemudian, disentrifuse 2400 rpm selama 30 menit (dibagi ke dalam 2 tube).
Supernatan dipindahkan dari masing-masing tube sebanyak 2.5 ml ke dalam
tabung reaksi. Setelah itu, dilakukan pengenceran 5x dan diambil 2 ml.
Kemudian, dielusikan ke dalam cartridge dengan 1 g silica gel-60 dan
dipindahkan ke dalam vial tertutup.
g) 0.5 g bubuk pucuk kolesom dilarutkan ke dalam 5 ml etanol 70% + CaCO3
(0.5 g/L). Setelah itu dipanaskan dalam waterbath 70oC selama 1 jam.
Kemudian disentrifuse 2400 rpm selama 30 menit dan pemindahan
supernatan. Supernatan dilarutkan ke dalam labu takar 5 ml. Setelah itu,
diambil 1 ml untuk dielusikan dengan cartridge SepPak C-18 dan
dipindahkan ke dalam vial tertutup.
Sejumlah tujuh metode ekstraksi oligosakarida yang dilakukan, diperoleh
bahwa metode ekstraksi oligosakarida (g) adalah metode ekstraksi oligosakarida
yang baik pada kolesom (Gambar 2).
3. Analisis Gula Sederhana, Oligosakarida, dan Total Gula
Analisis Gula Sederhana dan Oligosakarida (Metode HPLC)
Oligosakarida pucuk kolesom yang telah diisolasi akan dianalisis dengan
menggunakan HPLC. HPLC yang digunakan dilengkapi dengan peralatan sebagai
berikut:
degasser (model G1322A Agilent), pompa solvent (model G1310A
Agilent), dan detector Refractive Index (model G1362A Agilent)
kolom HPLC untuk karbohidrat (ZORBAX Carbohydrate Analysis
Columns) berukuran 150 mm x 4.6 mm x 5 µm (Agilent) yang dilapisi
dengan 3-aminopropilsilan pada partikel silica
fase gerak yang digunakan adalah campuran larutan Acetonitrile:Air
(75:25) dengan kecepatan alir 1 ml/menit
standar pada pengujian oligosakarida adalah rafinosa (Sigma) dan
stakiosa (Sigma), serta standar gula sederhana berupa fruktosa (Merck),
glukosa (Merck), dan sukrosa (Merck). Perhitungan kadar gula
sederhana dan oligosakarida dilakukan dengan menggunakan rumus:
Keterangan: As = Luas area peak sampel
Ast = Luas area peak standar
Vs = Volume larutan ekstrak sampel (5 ml)
Cst = Konsentrasi standar (mg/ml)
W = Berat sampel (g BK)
10
Gambar 2 Proses ekstraksi oligosakarida daun kolesom
Analisis Total Gula, Metode Anthrone Modifikasi (Apriyantono et al. 1989)
a. Persiapan Sampel
Sampel yang digunakan adalah sampel hasil ekstraksi daun kolesom yang
telah melewati kolom Sep-Pak C18.
Daun Kolesom
Pencampuran dengan heksana (0,5 g bubuk kolesom dalam 10 ml heksana)-Sonikasi 30 menit
Penyaringan dengan kertas Whatman 42
Pemindahan residu ke dalam gelas piala
Penambahan 5 ml EtOH 70%+0,5 g/L CaCO3
Pemanasan pada suhu 70o C selama 1 jam
Sentrifuse 30 menit pada 2400 rpm
Pemindahan supernatan dan pelarutan kembali pada 5 ml
labu takar
Penyaringan 1 ml ekstraksi kolesom pada kolom Sep-Pak
C-18
Ekstrak kolesom
11
b. Pembuatan Kurva Standar
Larutan glukosa standar dipipet masing-masing 0.0 (blanko), 0.2, 0.4, 0.6,
0.8, dan 1.0 ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan akuades sampai
total volume masing-masing tabung reaksi 1.0 ml. Sebanyak 5 ml pereaksi
anthrone ditambahkan dengan cepat ke dalam masing-masing tabung, tabung
reaksi ditutup, dan larutan divortex hingga tercampur merata. Kemudian
ditempatkan dalam waterbath 100oC selama 12 menit, didinginkan, dan dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm. Selanjutnya dibuat kurva standar
hubungan antara absorbansi dengan jumlah glukosa standar.
c. Penetapan Sampel
Sampel sebanyak ± 1 ml dari persiapan sampel dimasukkan ke dalam labu
takar 25 ml dan diencerkan dengan akuades hingga tanda tera. Setelah itu, 1 ml
sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 ml pereaksi
anthrone, tabung reaksi ditutup, lalu dikocok. Kemudian ditempatkan dalam
waterbath 100oC selama 12 menit, didinginkan, dan dibaca absorbansinya pada
panjang gelombang 630 nm. Konsentrasi total gula pada sampel dapat ditentukan
dengan perhitungan:
Persamaan garis kurva standar:
Total gula (mg/g BK)
Keterangan: C = Kandungan gula dari kurva standar
FP = Faktor Pengenceran
Vo= Volume ekstraksi awal (5 ml)
Vt = Volume ekstraksi analisis (1 ml)
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam (ANOVA)
pada taraf signifikansi 5% menggunakan aplikasi SPSS 16.0. Masing-masing hasil
pemupukan pada pucuk kolesom terdiri dari tiga ulangan dan dianalisis dua kali
(duplo).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Sampel
Pupuk organik yang digunakan untuk pertumbuhan kolesom ada tiga jenis,
yaitu pupuk kandang sapi (PK), rock phosphate (RP), dan abu sekam (AS). Pupuk
kandang sapi ditujukan sebagai sumber nitrogen, rock phosphate ditujukan
sebagai sumber fosfat, dan abu sekam ditujukan sebagai sumber kalium. Hasil
sumbangan hara dari masing-masing empat kombinasi pupuk organik (Tabel 1),
menunjukkan bahwa setiap kombinasi pupuk organik memberikan sumbangan
12
hara secara lengkap (terdapat unsur N, P, dan K), meskipun terdapat kombinasi
pupuk organik yang terdiri hanya dua jenis pupuk.
Hasil analisis tanah sebelum aplikasi pemupukan, setelah penanaman, dan
kadar hara pada jaringan tanaman dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Hasil ini
diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan Saleh (2013).
Tabel 2 Kadar hara tanah dan tajuk kolesom pada musim tanam pertama
Perlakuan N P K
SB SD Jar SB SD Jar SB SD Jar
% ppm (%) ppm (%)
Kontrol 0.21 0.16 1.34 3.80 517.1 0.32 119.52 63.96 5.15
PK+RP 0.22 0.17 1.90 19.05 280.6 0.36 139.52 93.48 3.26
PK+AS 0.22 0.14 1.45 13.40 492.3 0.35 169.52 71.34 4.25
RP+AS 0.21 0.17 1.83 15.60 495.9 0.32 149.52 76.26 3.43
PK+RP+AS 0.22 0.17 1.39 22.15 513.5 0.38 169.52 95.94 3.53 Keterangan: PK: pupuk kandang, RP: rock phosphate, AS: abu sekam, SB: sebelum aplikasi, SD:
setelah penanaman pada tanah; Jar: kadar hara pada jaringan tanaman (Saleh 2013).
Tabel 3 pH tanah dan rasio C/N tanah sebelum dan sesudah penanaman
Perlakuan pH tanah C/N
SB SD SB SD
Kontrol 5.6 5.5 10.2 9.4
PK+RP 5.6 5.5 10.2 9.4
PK+AS 5.6 5.9 10.2 9.6
RP+AS 5.6 5.4 10.2 9.4
PK+RP+AS 5.6 5.7 10.2 9.4 Keterangan: PK: pupuk kandang, RP: rock phosphate, AS: abu sekam, SB: sebelum aplikasi, SD:
setelah penanaman pada tanah; Jar: kadar hara pada jaringan tanaman (Saleh 2013).
Kadar N pada lahan menunjukkan terjadinya penurunan dari sebelum
pemupukan hingga setelah penanaman (Tabel 2). Berdasarkan Balittanah (2005)
status N di awal percobaan sebelum aplikasi pemupukan tergolong sedang, namun
di akhir percobaan tergolong rendah. Kondisi ini menunjukkan bahwa unsur N
yang berasal dari pupuk organik belum tersedia bagi tanaman, sehingga serapan
hara bagi tanaman berasal dari N tanah. Tabel 3 menunjukkan bahwa pH tanah
pada berbagai perlakuan tergolong asam karena pH sebelum maupun sesudah
aplikasi pemupukan berada di bawah 6. Kondisi pH yang rendah ini akan
mempengaruhi aktivitas penyerapan unsur nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3-).
Ion nitrat (NO3-) akan lebih tinggi penyerapannya pada pH yang rendah (Gardner
Pearce 1991; Munawar 2011).
Kadar P tanah tersedia di awal percobaan sebelum aplikasi pemupukan
tergolong sangat rendah (Balittanah 2005). Ketersediaan unsur P yang rendah
pada tanaman disebabkan oleh pH tanah yang rendah (Tabel 3). Kadar P pada
jaringan tanaman terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemupukan dan rock
phosphate + abu sekam (RP+AS). Serapan P pada tanaman kolesom diduga
terbesar berasal dari pupuk kandang sapi, karena perlakuan tanpa pupuk kandang
sapi memiliki kadar P terendah dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik
lainnya. Hasil penelitian Garg dan Bahl (2008) menunjukkan bahwa penambahan
pupuk kandang sapi dapat meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman dengan
13
meningkatkan aktivitas enzim fosfatase. Rock phosphate yang digunakan sebagai
salah satu pupuk organik ini merupakan sumber P yang bersifat slow release
(Pickering et al. 2002). Havlin et al. (2005) menyatakan bahwa kadar P pada
jaringan tanaman berkisar 0.1-0.5%. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata kadar
P pada jaringan kolesom adalah 0.35%. Kondisi ini menunjukkan bahwa pupuk
rock phosphate tidak terlalu berpengaruh pada metabolit primer kolesom di
musim tanam pertama.
Unsur K tanah yang tersedia di awal percobaan, baik sebelum aplikasi
pemupukan maupun sesudah aplikasi pemupukan tergolong rendah (Balittanah
2005). Unsur K secara umum merupakan unsur yang banyak diserap tanaman dan
mudah tercuci, namun perubahan bentuk dari mineral primer ke bentuk tersedia
berjalan sangat lambat (Havlin et al. 2005). Selain itu, tanaman juga cenderung
mengambil K dalam jumlah yang lebih banyak dari yang dibutuhkan
(Hardjowigeno 2007). Hal tersebut menyebabkan kadar kalium dalam tanah
menjadi rendah setelah aplikasi pemupukan pada musim tanam pertama (Tabel 2).
Rasio C/N juga mempengaruhi ketersediaan unsur hara N, P, dan K yang
dibutuhkan oleh tanaman. Tabel 3 menunjukkan bahwa rasio C/N baik sebelum
maupun sesudah aplikasi pemupukan pada musim tanam pertama berada dibawah
20. Munawar (2011) menyatakan bahwa rasio C/N <20, mengakibatkan terjadinya
proses mineralisasi, yaitu proses perubahan bentuk organik menjadi bentuk
anorganik yang tersedia bagi tanaman. Kondisi tanah yang asam dapat
menghambat proses mineralisasi unsur nitrogen (Munawar 2011). Akibatnya,
ketersediaan unsur nitrogen bagi tanaman menjadi rendah. Kondisi pH yang
rendah mengakibatkan ketersediaan unsur P menjadi rendah, karena pada tanah
asam (pH rendah), fosfat larut akan bereaksi dengan Fe atau Al larut yang
membentuk senyawa Fe- atau Al-fosfat yang tidak larut. Akibatnya, unsur P tidak
dapat diserap oleh tanaman. Unsur kalium secara umum masih dapat diserap oleh
tanaman pada kondisi asam, yaitu pH >5.5 (Munawar 2011). Oleh karena itu,
unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sebagian besar berasal dari tanah.
Menurut BMKG (2005), curah hujan yang terjadi selama musim tanam
pertama tersebut termasuk kategori sedang. Curah hujan yang demikian akan
mempengaruhi suhu, pencucian unsur hara dalam tanah, dan juga fotosintesis.
Kondisi curah hujan yang tinggi akan mengurangi intensitas cahaya selama
fotosintesis yang akan mempengaruhi hasil fotosintesis, yaitu jumlah karbohidrat
yang terbentuk. Semakin tinggi curah hujan, maka akan semakin berkurang
intensitas cahaya matahari yang diperlukan oleh tumbuhan dan mengakibatkan
jumlah karbohidrat hasil fotosintesis akan semakin berkurang. Selain itu, curah
hujan yang tinggi juga akan mengikis unsur hara di dalam tanah, sehingga unsur
hara yang ada di dalam tanah menjadi berkurang (Gardner Pearce 1991).
Ekstraksi Oligosakarida
Ekstraksi oligosakarida dilakukan dengan menggunakan modifikasi
metode ekstraksi oligosakarida Wang et al. (2007) pada kedelai. Ekstraksi
oligosakarida pada kedelai sangat berbeda dengan ekstraksi oligosakarida pada
kolesom. Hal ini disebabkan oleh pigmen klorofil yang terkandung dalam pucuk
kolesom yang akan berpengaruh terhadap analisis gula sederhana dan
oligosakarida dengan menggunakan HPLC.
14
Ada tujuh metode yang diujicobakan untuk mendapatkan metode ekstraksi
oligosakarida yang sesuai dengan sampel kolesom. Permasalahan dalam isolasi
komponen oligosakarida pada pucuk kolesom adalah terdapat komponen klorofil
dan juga pektin. Menurut Nielsen (2003), proses ekstraksi komponen karbohidrat
dengan menggunakan larutan etanol 80% akan memaksimalkan ekstraksi
komponen pigmen yang terdapat di dalam sampel. Bubuk CaCO3 yang digunakan
dalam proses ekstraksi oligosakarida, berfungsi untuk menjaga kondisi pada
sampel tidak asam saat proses pemanasan berlangsung (Shiomi 1992) dan
meningkatkan terbentuknya pektin saat proses ekstraksi (Ridley at al. 2000),
sehingga komponen pektin yang bereaksi dengan ion Ca2+
akan dapat dipisahkan
dengan proses sentrifuse.
Metode ekstraksi oligosakarida pertama yang diujicobakan adalah metode
ekstraksi (a). Jika Wang et al. (2007) menggunakan perbandingan sampel:larutan
(1:10), maka dalam metode ekstraksi (a) digunakan perbandingan sampel:larutan
(1:8). Larutan ekstrak pucuk kolesom yang dihasilkan dari metode ekstraksi (a)
masih terdapat pengotor berupa serbuk potongan daun yang halus yang
mengendap pada bagian bawah tabung reaksi setelah penyimpanan selama 24 jam
di freezer dan komponen klorofil yang masih pekat. Jika dibandingkan antara
larutan ekstraksi yang disaring dengan kertas saring dan larutan ekstraksi yang
tidak disaring dengan kertas saring, maka hasilnya tidak menunjukkan adanya
perbedaan.
Ekstraksi oligosakarida dengan metode ekstraksi (b), terdapat penambahan
Pb-asetat dan Na-oksalat setelah pemindahan supernatant. Pb-asetat yang
ditambahkan berfungsi untuk menghilangkan komponen pigmen klorofil dan Na-
oksalat berfungsi untuk menghilangkan kelebihan Pb-asetat dalam larutan
ekstraksi (Çağ et al. 2007). Hasil ekstraksi dengan metode (b) akan menghasilkan
larutan ekstrak berwarna hijau kekuning-kuningan, namun jumlah ekstrak sedikit
dan terdapat kristal garam di dalam sampel pada tabung reaksi, serta terdapat
endapan pada bagian bawah tabung reaksi setelah penyimpanan di dalam freezer
selama 24 jam.
Gambar 3 (Kiri-Kanan) Ekstrak kolesom yang telah disaring dan Ekstrak kolesom
yang belum disaring
15
Metode ekstraksi oligosakarida (a) dan (b) merupakan metode ekstraksi
oligosakarida dengan perbandingan sampel dan pelarut 1:8, yang masih
menghasilkan larutan ekstrak yang berwarna hijau yang pekat. Oleh karena itu,
metode ekstraksi oligosakarida (c) menggunakan perbandingan sampel dan pelarut
1:16 agar komponen klorofil dalam larutan ekstraksi tidak terlalu pekat dan
dikombinasikan dengan Pb-asetat dan Na-oksalat.
Gambar 4 (Kiri-Kanan) Ekstrak kolesom yang telah ditambahkan Pb-asetat dan
Na-oksalat dan Ekstrak kolesom tanpa Pb-asetat dan Na-oksalat
Hasil ekstraksi metode (c) dengan perbandingan 1:16, menghasilkan
larutan ekstrak berwarna hijau yang tidak pekat, seperti metode ekstraksi dengan
perbandingan 1:8. Penambahan Pb-asetat hingga penetralan dengan Na-oksalat
pada proses ekstraksi, akan menghasilkan larutan ekstrak berwarna hijau
kekuning-kuningan dengan jumlah yang sedikit dan terdapat kristal garam di
dalam sampel pada tabung reaksi, serta masih terdapat endapan pada bagian
bawah tabung reaksi setelah penyimpanan selama 24 jam di dalam freezer.
Proses ekstraksi oligosakarida dengan menggunakan tiga metode
sebelumnya, masih terdapat bintik hijau (pengotor) berupa serbuk pucuk kolesom
yang halus yang akan mengendap pada bagian bawah tabung reaksi, setelah
penyimpanan selama 24 jam di dalam freezer. Oleh karena itu, proses ekstraksi
selanjutnya akan menggunakan silica gel-60 untuk menjerap pigmen atau
pengotor yang terdapat pada larutan hasil ekstraksi.
Metode ekstraksi (d) memiliki kesamaan proses dengan metode ekstraksi
(c), namun pada metode (d) terdapat proses elusi dengan silica gel-60 setelah
proses penyaringan dengan kertas saring. Serbuk pucuk kolesom yang diekstraksi
dengan metode (d) masih terdapat pengotor yang mengendap pada bagian bawah
tabung reaksi setelah penyimpanan selama 24 jam di dalam freezer. Namun,
endapan yang ditemukan di bagian bawah tabung reaksi lebih sedikit
dibandingkan dengan endapan pada metode ekstraksi sebelumnya.
Proses ekstraksi oligosakarida dengan metode ekstraksi (e) tidak
menggunakan penambahan Pb-asetat dan Na-oksalat. Hal ini untuk
membandingkan hasil elusi antara metode ekstraksi (d) dan metode ekstraksi (e).
Setelah larutan ekstraksi (hasil metode ekstraksi (e)) disentrifuse, maka larutan
ekstraksi tersebut dielusikan ke dalam cartridge yang berisikan bubuk silica gel-
16
60. Hasil ekstraksi dengan menggunakan metode ini, masih terdapat endapan pada
bagian bawah tabung reaksi setelah penyimpanan selama 24 jam di dalam freezer.
Gambar 5 (Kiri-Kanan) Ekstrak kolesom terhadap etanol (1:8) dan Ekstrak
kolesom terhadap etanol (1:16)
Penambahan Pb-asetat dan Na-oksalat, maupun silica gel-60, serta
kombinasi Pb-asetat dan Na-oksalat dengan silica gel-60 pada proses ekstraksi,
masih terdapat endapan pada larutan ekstraksi, sehingga setelah penyimpanan
selama 24 jam di dalam freezer serbuk pucuk kolesom yang halus akan
mengendap pada bagian bawah tabung reaksi. Proses ekstraksi selanjutnya tidak
menggunakan Pb-asetat dan Na-oksalat, namun akan menggunakan prinsip
pengenceran untuk mengurangi konsentrasi klorofil di dalam larutan ekstraksi dan
proses elusi ke dalam cartridge dengan silica gel-60.
Metode ekstraksi (f) menggunakan perbandingan sampel dan pelarut 1:16,
namun dengan skala yang lebih kecil dari sebelumnya. Proses ekstraksi ini
menggunakan prinsip pengenceran sebelum dan sesudah proses sentrifuse, yang
bertujuan untuk mengurangi konsentrasi komponen klorofil di dalam larutan
ekstraksi. Hasil ekstraksi dengan metode ini, menghasilkan larutan ekstraksi
berwarna kuning dan tampak jernih. Setelah dilakukan penyimpanan selama 24
jam, tidak ditemukan endapan atau pengotor pada bagian bawah tabung reaksi.
Gambar 6 (Kiri-Kanan) Ekstrak kolesom dengan Pb-asetat dan Na-oksalat,
Ekstrak kolesom dengan silica gel-60, dan Ekstrak kolesom dengan
kombinasi silica gel-60 dengan Pb-asetat dan Na-oksalat
17
Gambar 7 (Kiri-Kanan) Ekstrak kolesom sebelum dielusikan dengan silica gel-60
dan Ekstrak kolesom setelah dielusikan dengan silica gel-60
Hasil ekstraksi dengan metode ekstraksi (f) dianalisis kandungan gula
sederhana dan oligosakaridanya dengan menggunakan HPLC. Namun, metode
ekstraksi (f) tidak menghasilkan peak kromatogram pada analisis HPLC dan
diduga bahwa hasil ekstraksi dengan metode tersebut terlalu encer dan komponen
oligosakarida terikat dengan silica gel-60, sehingga tidak terdapat peak pada
kromatogram HPLC. Komponen oligosakarida yang terikat dengan silica gel-60
dapat dikeluarkan dengan mengelusi kembali silica gel-60 menggunakan larutan
etanol 80%.
Gambar 8 Kromatogram HPLC metode ekstraksi (f)
18
Gambar 9 Struktur Silica gel-60
Struktur kimia pada bubuk silica gel-60 (Gambar 9) menunjukkan terdiri
dari gugus silanol (-Si-OH) dan silandiol (-Si(OH)2) yang bersifat polar. Struktur
senyawa yang demikian akan mengikat senyawa oligosakarida yang memiliki
gugus hidroksil (-OH) yang juga bersifat polar, sehingga saat proses elusi dengan
silica gel-60, komponen analit (oligosakarida) yang akan dianalisis akan tertahan
dan berikatan dengan silica gel-60 dan komponen klorofil yang bersifat non-polar
akan tetap berada di dalam larutan ekstraksi.
Proses ekstraksi selanjutnya tidak menggunakan silica gel-60 untuk
menjerap atau mengkelat komponen pigmen. Namun digunakan kolom Sep-Pak
C-18 Varian dan larutan etanol 70%. Kolom SepPak C-18 Varian digunakan
sebagai alat untuk proses clean-up hasil ekstraksi yang bersifat non-polar (Gambar
10), sehingga untuk mengekstrak komponen oligosakarida digunakan metode
ekstraksi (g). Larutan ekstraksi hasil metode (g) yang dielusikan dengan
menggunakan kolom Sep-Pak C-18 Varian akan menghasilkan larutan berwarna
kuning dan setelah penyimpanan selama 24 jam tidak ditemukan serbuk halus
pucuk kolesom yang mengendap di bagian bawah tabung reaksi. Hasil ekstraksi
ini kemudian diinjeksikan ke HPLC dan terdapat peak yang terlihat pada
kromatogram HPLC (Gambar 12) sesuai dengan waktu retensi standar (Lampiran
9) yang digunakan. Dengan demikian, proses ekstraksi komponen oligosakarida
selanjutnya akan menggunakan metode ekstraksi (g).
Gambar 10 Struktur oktadesilsilan pada SepPak C-18
19
Gambar 11 (Kiri-Kanan) Larutan ekstrak daun kolesom setelah dielusikan dengan
cartridge SepPak C-18 (Agilent) dan Larutan ekstrak daun kolesom sebelum
dielusikan dengan cartridge SepPak C-18 (Agilent)
Analisis Gula Sederhana Pucuk Kolesom
Kandungan gula sederhana (fruktosa, glukosa, dan sukrosa) pucuk
kolesom dihitung berdasarkan perbandingan luas area peak standar gula yang
digunakan dan luas area peak sampel. Hasil analisis kandungan gula sederhana
pucuk kolesom dapat dilihat pada Tabel 4:
Tabel 4 Kandungan Gula Sederhana Pucuk Kolesom
Nama Sampel
Pukan sapi (0 ton/ha)+RP (0 ton/ha) + Abu Sekam (0 ton/ha)
Fruktosa Glukosa Sukrosa
Kolesom 4 322.45 ± 8.14 220.44 ± 5.85 12.21 ± 1.85
Kolesom 9 658.94 ± 15.26 1055.87 ± 81.03 32.61 ± 4.03
Kolesom 14 277.48 ± 5.54 407.95 ± 12.44 89.44 ± 35.92
Rata-rata 419.62 ± 208.47 561.42 ± 438.35 44.75 ± 40.02
Pukan sapi (0 ton/ha)+RP (1,5 ton/ha) + abu sekam (5,5 ton/ha)
Kolesom 3 295.96 ± 4.27 176.18 ± 8.15 20.76 ± 0.30
Kolesom 8 195.57 ± 6.75 371.49 ± 62.74 24.71 ± 4.03
Kolesom 13 79.60 ± 1.08 402.98 ± 8.14 20.86 ± 2.87
Rata-rata 190.38 ± 108.27 316.88 ± 122.87 22.11 ± 2.25
Pukan sapi (12,3 ton/ha)+RP (0 ton/ha) + abu sekam (5,5 ton/ha)
Kolesom 2 434.17 ± 3.84 254.71 ± 0.09 41.28 ± 0.92
Kolesom 7 382.47 ± 3.37 303.90 ± 23.84 10.84 ± 1.57
Kolesom 12 139.31 ± 29.24 632.61 ± 206.78 30.76 ± 9.87
Rata-rata 318.65 ± 157.45 397.07 ± 205.46 27.63 ± 15.46
Pukan sapi (12,3 ton/ha)+RP (1,5 ton/ha) + abu sekam (0 ton/ha)
Kolesom 1 248.66 ± 13.24 145.07 ± 11.46 22.82 ± 6.22
Kolesom 6 256.70 ± 6.51 35.82 ± 2.81 36.31 ± 11.77
Kolesom 11 120.61 ± 13.86 292.03 ± 7.68 11.00 ± 1.08
Rata-rata 208.66 ± 76.36 157.64 ± 128.57 23.38 ± 12.66
20
Pukan sapi (12,3 ton/ha)+RP (1,5 ton/ha) + abu sekam (5,5 ton/ha)
Kolesom 5 88.01 ± 10.94 76.39 ± 26.45 50.25 ± 3.31
Kolesom 10 331.56 ± 13.53 17.65 ± 0.45 16.24 ± 3.40
Kolesom 15 37.80 ± 9.93 430.41 ± 10.31 13.83 ± 0.92
Rata-rata 152.46 ± 157.13 174.82 ± 223.29 26.77 ± 20.37
Keterangan: Kandungan Gula dalam mg/100 g BK ± Standar Deviasi
Berdasarkan hasil analisis, kandungan fruktosa tertinggi terdapat pada
pucuk kolesom tanpa pemupukan, yakni sebesar 419.62 mg/100 g BK dan
terendah terdapat pada pucuk kolesom hasil pemupukan PK+RP+AS, yakni
sebesar 152.46 mg/100 g BK. Secara berurutan, pucuk kolesom dengan kadar
fruktosa dari tertinggi ke rendah antara lain pucuk kolesom tanpa pemupukan
(kontrol), pucuk kolesom hasil pemupukan PK+AS, pucuk kolesom hasil
pemupukan PK+RP, pucuk kolesom hasil pemupukan RP+AS, dan pucuk
kolesom hasil pemupukan PK+RP+AS.
Kandungan glukosa tertinggi terdapat pada pucuk kolesom tanpa
pemupukan (kontrol), yakni sebesar 561.42 mg/100 g B dan terendah terdapat
pada pucuk kolesom hasil pemupukan PK+RP, yakni sebesar 157.64 mg/100 g
BK. Secara berurutan, pucuk kolesom dengan kadar glukosa dari yang tertinggi ke
rendah antara lain pucuk kolesom tanpa pemupukan, pucuk kolesom hasil
pemupukan PK+AS, pucuk kolesom hasil pemupukan RP+AS, pucuk kolesom
hasil pemupukan PK+RP+AS, dan pucuk kolesom hasil pemupukan PK+RP.
Analisis kadar sukrosa pada pucuk kolesom menunjukkan kadar sukrosa
tertinggi terdapat pada pucuk kolesom tanpa pemupukan (kontrol), yakni sebesar
44.75 mg/100 g BK dan kadar sukrosa terendah terdapat pada pucuk kolesom
hasil pemupukan RP+AS. Secara beurutan, pucuk kolesom dengan kadar sukrosa
dari yang tertinggi ke terendah antara lain pucuk kolesom tanpa pemupukan,
pucuk kolesom hasil pemupukan PK+AS, pucuk kolesom hasil pemupukan
PK+RP+AS, pucuk kolesom hasil pemupukan PK+RP, dan pucuk kolesom hasil
pemupukan RP+AS.
Total kadar gula sederhana (fruktosa, glukosa, dan sukrosa) yang terdapat
pada pucuk kolesom, jika diurutkan dari yang tertinggi ke terendah antara lain
1025.79 mg/100 g BK (pucuk kolesom tanpa pemupukan), 743.35 mg/100 g BK
(pucuk kolesom hasil pemupukan PK+AS), 529.37 mg/100 g BK (pucuk kolesom
hasil pemupukan RP+AS), 389.68 mg/100 g BK (pucuk kolesom hasil
pemupukan PK+RP), dan 354.05 mg/100 g BK (pucuk kolesom hasil pemupukan
PK+RP+AS).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saleh (2013), laju asimilasi
bersih pada tanaman kolesom hasil musim tanam pertama dari yang tertinggi
hingga terendah secara berurutan adalah kolesom pemupukan PK+AS, PK+RP,
kontrol, PK+RP+AS, dan RP+AS. Laju asimilasi bersih merupakan ukuran rata-
rata efisiensi fotosintesis daun dalam suatu komunitas tanaman budidaya (Gardner
Pearce 1991). Laju asimilasi bersih dipengaruhi oleh luas dan penyerapan radiasi
matahari dan indeks luas daun yang berpengaruh terhadap laju pertumbuhan,
proses fotosintesis, dan proses translokasi hasil fotosintesis (Gardner Pearce
1991).
21
Gambar 12 Kromatogram kolesom hasil metode ekstraksi (g)
Meskipun kadar N dalam jaringan yang terdapat pada kontrol adalah yang
terendah, namun kadar K dalam jaringan yang terdapat pada kontrol adalah yang
tertinggi. Hasil metabolit primer akan lebih dipengaruhi oleh penyerapan unsur
kalium yang berperan dalam mempertahankan vigor tanaman, terlibat dalam
F G
St
R
S
U
U
U
Keterangan:
F : Fruktosa
G : Glukosa
S : Sukrosa
R : Rafinosa
St : Stakiosa
U : Unknown
U
U
22
pembentukan karbohidrat, dan translokasi gula. Selain itu, unsur kalium juga
berperan dalam memelihara potensial osmotis pada tanaman (Gardner Pearce
1991). Tanaman yang cukup unsur K hanya kehilangan sedikit air saat proses
fotosintesis dan proses fotosintesis yang membutuhkan air akan lebih maksimal.
Kondisi laju asimilasi dan penyerapan kalium yang tinggi pada kolesom tanpa
perlakuan pemupukan ini, akan menghasilkan komponen gula sederhana yang
tinggi jika dibandingkan dengan kolesom yang diberi perlakuan pemupukan.
Hasil analisis kadar fruktosa (Lampiran 1), glukosa (Lampiran 2), dan
sukrosa (Lampiran 3) secara statistik pada pucuk kolesom menunjukkan bahwa
kadar fruktosa, glukosa, dan sukrosa antar pucuk kolesom hasil pemupukan
organik tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Saleh (2013) bahwa kolesom yang diberikan perlakuan pupuk organik
(Tabel 1) dan ditanam pada musim tanam pertama, tidak menghasilkan perbedaan
yang nyata (p>0.05), baik antar perlakuan pupuk organik, maupun antara
pemupukan organik dengan perlakuan kontrol terhadap pertumbuhan, produksi,
dan kadar metabolit pucuk kolesom. Menurut Gardner Pearce (1991) dan
Hounsome et al. (2008), tumbuhan akan menghasilkan metabolit dalam jumlah
yang berbeda, meskipun diberi perlakuan yang sama pada jenis tumbuhan yang
sama juga. Hal ini mengakibatkan standar deviasi yang diperoleh akan tinggi dan
berfluktuasi. Standar deviasi yang tinggi pada masing-masing perlakuan pupuk
pada pucuk kolesom juga menunjukkan bahwa kadar fruktosa, glukosa, dan
sukrosa yang terdapat pada pucuk kolesom tidak dipengaruhi oleh perlakuan
pupuk (Masfufah et al. 2008).
Keterangan: huruf yang berbeda pada masing-masing perlakuan pemupukan menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang nyata pada taraf 0.05
Gambar 13 Kandungan Gula Sederhana Pucuk Kolesom
23
Tabel 5 Kadar gula sederhana berbagai sayuran
Keterangan: a) Hounsome N et al. (2008);
b) Hernández et al. (1998)
Tabel 5 merupakan tabel yang menampilkan kadar gula sederhana pada
berbagai sayuran. Jika dibandingkan sayuran lainnya, seperti brokoli, bawang,
bunga kol, tomat, pea, dan kidney bean, pucuk kolesom memiliki profil gula
sederhana yang lengkap, yakni memiliki kandungan fruktosa, glukosa, dan
sukrosa.
Analisis Oligosakarida Pucuk Kolesom
Kandungan oligosakarida (rafinosa dan stakiosa) pucuk kolesom dihitung
berdasarkan perbandingan luas area peak standar gula yang digunakan dan luas
area peak sampel. Hasil analisis kandungan oligosakarida pucuk kolesom dapat
dilihat pada Tabel 6:
Tabel 6 Kandungan Oligosakarida Pucuk Kolesom
Nama Sampel
Pukan sapi (0 ton/ha)+RP (0 ton/ha) + Abu Sekam (0 ton/ha)
Rafinosa Stakiosa
Kolesom 4 29.05 ± 2.57 29.58 ± 11.88
Kolesom 9 47.01 ± 7.20 37.18 ± 7.57
Kolesom 14 55.47 ± 3.96 37.68 ± 3.71
Rata-rata 43.84 ± 13.49 34.81 ± 4.54
Pukan sapi (0 ton/ha)+RP (1,5 ton/ha) + abu sekam (5,5 ton/ha)
Kolesom 3 9.02 ± 3.00 15.18 ± 6.91
Kolesom 8 20.82 ± 3.26 48.78 ± 5.11
Kolesom 13 26.94 ± 0.54 51.66 ± 2.17
Rata-rata 18.93 ± 9.11 38.54 ± 20.28
Pukan sapi (12,3 ton/ha)+RP (0 ton/ha) + abu sekam (5,5 ton/ha)
Sayuran Kandungan Gula Sederhana (g/100 g)
Fruktosa Glukosa Sukrosa Kubis 1.14-1.74
a 1.4-2.06
a 0.02-0.5
a
Brokoli 0.52-0.87 a - 0.36-0.5
a
Bawang - 1.76-2.34 a -
Tomat - 0.88-1.25 a -
Bunga Kol - - - Pepper (Capsicum annum L.) 1.073
b 1.269
b 0.198
b
Pea (Pisum sativum L.) - - 1.277 b
Kidney Bean (Vicia faba L.) - 0.181 b 3.652
b
Pucuk Kolesom (Kontrol) 0.395 0.526 0.042 Pucuk Kolesom (PK+AS) 0.304 0.379 0.026 Pucuk Kolesom (PK+RP) 0.197 0.150 0.022 Pucuk Kolesom (RP+AS) 0.177 0.294 0.021 Pucuk Kolesom (PK+RP+AS) 0.147 0.165 0.025
24
Kolesom 2 16.54 ± 10.50 44.70 ± 3.94
Kolesom 7 50.58 ± 54.78 36.09 ± 2.57
Kolesom 12 42.35 ± 1.87 66.79 ± 9.63
Rata-rata 36.49 ± 17.76 49.19 ± 15.84
Pukan sapi (12,3 ton/ha)+RP (1,5 ton/ha) + abu sekam (0 ton/ha)
Kolesom 1 14.46 ± 2.97 22.63 ± 3.42
Kolesom 6 44.11 ± 1.47 24.58 ± 3.97
Kolesom 11 71.27 ± 0.13 47.72 ± 6.90
Rata-rata 43.28 ± 28.41 31.64 ± 13.96
Pukan sapi (12,3 ton/ha)+RP (1,5 ton/ha) + abu sekam (5,5 ton/ha)
Kolesom 5 17.93 ± 0.52 10.34 ± 0.98
Kolesom 10 19.56 ± 3.38 10.29 ± 2.41
Kolesom 15 104.33 ± 37.73 100.38 ± 68.02
Rata-rata 47.27 ± 49.42 40.34 ± 52.00
Keterangan: Kandungan Gula dalam mg/100 g BK ± Standar Deviasi
Berdasarkan hasil analisis, kandungan rafinosa tertinggi terdapat pada
pucuk kolesom hasil pemupukan, yakni sebesar 47.27 mg/100 g BK dan
kandungan rafinosa terendah terdapat pada pucuk kolesom hasil pemupukan
RP+AS, yakni sebesar 18.93 mg/100 g BK. Secara berurutan, pucuk kolesom
dengan kadar rafinosa dari tertinggi ke rendah antara lain pucuk kolesom hasil
pemupukan PK+RP+AS, pucuk kolesom tanpa pemupukan (kontrol), pucuk
kolesom hasil pemupukan PK+RP, pucuk kolesom hasil pemupukan PK+AS, dan
pucuk kolesom hasil pemupukan RP+AS.
Kandungan stakiosa tertinggi terdapat pada pucuk kolesom hasil
pemupukan PK+AS, yakni sebesar 49.19 mg/100 g BK dan kandungan stakiosa
terendah terdapat pada pucuk kolesom hasil pemupukan PK+RP, yakni sebesar
31.64 mg/100 g BK. Secara beurutan, pucuk kolesom dengan kadar stakiosa dari
yang tertinggi ke terendah antara lain pucuk kolesom hasil pemupukan PK+AS,
pucuk kolesom hasil pemupukan PK+RP+AS, pucuk kolesom hasil pemupukan
RP+AS, pucuk kolesom tanpa pemupukan (kontrol), dan pucuk kolesom hasil
pemupukan PK+RP.
Total oligosakarida (rafinosa dan stakiosa) pada pucuk kolesom dari yang
tertinggi ke terendah antara lain 87.61 mg/100 g BK (pucuk kolesom hasil
pemupukan PK+RP+AS), 85.68 mg/100 g BK (pucuk kolesom hasil pemupukan
PK+AS), 78.65 mg/100 g BK (pucuk kolesom tanpa pemupukan), 74.92 mg/100 g
BK (pucuk kolesom hasil pemupukan PK+RP), dan 57.47 mg/100 g BK (pucuk
kolesom hasil pemupukan RP+AS). Berbeda dengan perlakuan kontrol yang
memiliki kandungan gula sederhana yang tinggi, perlakuan hasil pemupukan
PK+RP+AS memiliki kandungan oligosakarida yang tinggi dibandingkan dengan
pucuk kolesom tanpa pemupukan. Hal ini diduga disebabkan oleh laju asimilasi
dan unsur kalium dalam jaringan pada kolesom. Kolesom dengan pemupukan
PK+RP+AS memiliki laju asimilasi dan serapan hara unsur K yang rendah jika
dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Jika laju asimilasi menurun, maka proses
translokasi akan terhambat dan memicu penimbunan hasil fotosintesis dalam
25
bentuk pati, fruktan, atau bentuk cadangan makanan yang lain (Gardner Pearce
1991). Hal ini mengakibatkan kondisi perlakuan pemupukan PK+RP+AS
memiliki kandungan oligosakarida yang tinggi dibandingkan perlakuan kontrol.
Hasil analisis kadar rafinosa (Lampiran 4) dan kadar stakiosa (Lampiran 5)
secara statistik pada pucuk kolesom menunjukkan bahwa kadar rafinosa dan
stakiosa antar pucuk kolesom hasil pemupukan organik tidak berbeda nyata
(p>0.05). Penelitian yang dilakukan Saleh (2013) terhadap kolesom yang ditanam
pada musim tanam pertama menyatakan bahwa kolesom yang diberikan perlakuan
pupuk organik (Tabel 1) dan ditanam pada musim tanam pertama, tidak
menghasilkan perbedaan yang nyata (p>0.05), baik antar perlakuan pupuk
organik, maupun antara pemupukan organik dengan perlakuan kontrol terhadap
pertumbuhan, produksi, dan kadar metabolit pucuk kolesom. Standar deviasi yang
tinggi pada masing-masing perlakuan pupuk pada pucuk kolesom juga
menunjukkan bahwa kadar rafinosa yang terdapat pada pucuk kolesom tidak
dipengaruhi oleh perlakuan pupuk (Masfufah et al. 2008).
Keterangan: huruf yang berbeda pada masing-masing perlakuan pemupukan menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang nyata pada taraf 0.05
Gambar 14 Kandungan oligosakarida (rafinosa dan stakiosa) pucuk kolesom
Kandungan rafinosa yang terdapat pada pucuk kolesom tidak terlalu tinggi
jika dibandingkan dengan kandungan rafinosa yang terdapat pada sayur kubis,
brokoli, pea, dan kidney bean. Kandungan stakiosa yang terdapat pada pucuk
kolesom tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan kandungan stakiosa yang
terdapat pada kubis, brokoli, bawang, pea, dan kidney bean (Tabel 7).
Jenis oligosakarida yang terdapat di dalam tumbuhan merupakan
fruktooligosakarida (FOS). Menurut Salminen et al. (2004), konsumsi FOS 4-20
g/hari mampu menstimulasi pertumbuhan bifidobakteria pada manusia. Penelitian
26
yang dilakukan oleh Benno et al. (1984) dalam Salminen et al. (2004) menyatakan
bahwa pemberian 15 gram rafinosa perhari selama 4 minggu dapat meningkatkan
jumlah bifidobakteria dalam saluran pencernaan manusia secara signifikan.
FOS merupakan senyawa yang termasuk kategori GRAS. Menurut FDA
(2007) konsumsi regular FOS adalah sekitar 3-20 g/hari pada orang dewasa.
Menurut Roberfroid et al. (1998), umumnya dosis FOS dalam asupan terhadap
percobaan klinis yang pernah dilakukan berkisar antara 3-20 g/hari untuk orang
dewasa dan 0.4-3 g/hari untuk balita. Dengan demikian, jika mengonsumsi 100 g
pucuk kolesom, maka sumbangan asupan oligosakarida (Tabel 8) yang diperoleh
dari pucuk kolesom adalah sekitar 1.8-2.77% dari asupan atau kebutuhan minimal
FOS yang dianjurkan FDA.
Tabel 7 Kadar oligosakarida pada berbagai sayuran
Sayuran Kandungan Oligosakarida (g/100 g)
Maltotriosa Maltotetriosa Rafinosa Stakiosa Kubis - - 0.06-0.1
a 0.06
a
Brokoli - 0.1-0.16 a 0.18-0.22
a
Bawang 0.012b
0.01 b 0.03
b 0.24-1.16
a
Tomat - 0.05 b - -
Bunga Kol - - 0.02-0.06 a -
Pepper (Capsicum
annum L.) * * - -
Pea (Pisum sativum L.) * * 0.217 c 0.371
c
Kidney Bean (Vicia
faba L.) * * 0.206
c 1.997
c
Pucuk Kolesom
(Kontrol) * * 0.041 0.033
Pucuk Kolesom
(PK+AS) * * 0.035 0.047
Pucuk Kolesom
(PK+RP) * * 0.041 0.030
Pucuk Kolesom
(RP+AS) * * 0.018 0.036
Pucuk Kolesom
(PK+RP+AS) * * 0.045 0.038
Keterangan: a) Hounsome N et al. (2008);
b) Siddeshwar et al. (2008);
c) Hernández et al.
(1998); *) tidak terdapat data
Pucuk kolesom tidak hanya memiliki kandungan oligosakarida berupa
rafinosa dan stakiosa. Hasil analisis kromatogram pucuk kolesom (Gambar 12)
menunjukkan bahwa terdapat tiga peak unknown pada range wilayah peak sukrosa
dan rafinosa dan satu peak unknown pada range wilayah rafinosa dan stakiosa.
Peak yang belum teridentifikasi pada range wilayah peak sukrosa dan rafinosa ini
kemungkinan merupakan jenis disakarida yang lain, sedangkan peak yang belum
teridentifikasi pada range wilayah rafinosa dan stakiosa kemungkinan merupakan
oligosakarida jenis yang lain karena bobot molekulnya berada pada range rafinosa
(terdiri dari 3 unit sakarida) dan stakiosa (terdiri dari 4 unit sakarida). Oleh karena
itu, untuk mengidentifikasi peak unknown tersebut, diperlukan standar untuk
mengidentifikasi senyawa tersebut.
27
Tabel 8 Kandungan oligosakarida dan total oligosakarida pucuk kolesom
Total Gula Pucuk Kolesom
Pengukuran total gula pada pucuk kolesom dilakukan dengan metode
Anthrone yang dibagi menjadi dua tahap, yaitu pembuatan kurva standar dan
penetapan total gula pada pucuk kolesom. Pembuatan kurva standar dilakukan
dengan menggunakan larutan glukosa dan menghasilkan persamaan regresi
(Gambar 15). Penetapan total gula pada pucuk kolesom
dilakukan dengan dengan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh dari
kurva standar glukosa. Hasil pengukuran total gula pada pucuk kolesom pada
masing-masing hasil kombinasi pemupukan dapat diamati pada Gambar 16.
Gambar 15 Kurva standar glukosa
Berdasarkan analisis dengan metode Anthrone, total gula pucuk kolesom
yang tertinggi terdapat pada pucuk kolesom tanpa pemupukan (kontrol), yakni
1365.20 gm/100 g BK dan total gula pucuk kolesom yang terendah terdapat pada
pucuk kolesom hasil pemupukan PK+RP+AS, yakni sebesar 647.34 mg/100 g BK.
Secara berurutan, pucuk kolesom dengan total gula yang tertinggi ke terendah
antara lain pucuk kolesom tanpa pemupukan (kontrol), pucuk kolesom hasil
pemupukan PK+AS, pucuk kolesom hasil pemupukan PK+RP, pucuk kolesom
hasil pemupukan RP+AS, dan pucuk kolesom hasil pemupukan PK+RP+AS.
Sayuran Kandungan Oligosakarida (g/100 g) Total
Oligosakarida Rafinosa Stakiosa Pucuk Kolesom
(Kontrol) 0.041 0.033 0.074
Pucuk Kolesom
(PK+AS) 0.035 0.047 0.082
Pucuk Kolesom
(PK+RP) 0.041 0.030 0.071
Pucuk Kolesom
(RP+AS) 0.018 0.036 0.054
Pucuk Kolesom
(PK+RP+AS) 0.045 0.038 0.083
28
Keterangan: huruf pada masing-masing perlakuan pemupukan menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang nyata pada taraf 0.05
Gambar 16 Total gula pucuk kolesom
Berdasarkan analisis statistik, total gula pucuk kolesom pada masing-masing
pemupukan tidak berbeda nyata (p>0.05) (Lampiran 7). Standar deviasi yang
tinggi pada masing-masing perlakuan pupuk pada pucuk kolesom menunjukkan
bahwa kadar total yang terdapat pada pucuk kolesom tidak dipengaruhi oleh
perlakuan pupuk (Masfufah et al. 2008).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kadar gula sederhana (fruktosa, glukosa, dan sukrosa) pucuk kolesom
yang tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol, sedangkan kadar oligosakarida
(rafinosa dan stakiosa) pucuk kolesom yang tertinggi terdapat pada pucuk
kolesom hasil pemupukan pupuk kandang sapi+rock phosphate+abu sekam
(PK+RP+AS). Hal ini dipengaruhi oleh laju asimilasi bersih pada kolesom dan
kadar kalium dalam jaringan kolesom. Perlakuan kontrol memiliki laju asimilasi
bersih dan kadar kalium yang tinggi. Hasil kombinasi antar pemupukan organik
maupun perlakuan pemupukan organik dengan kontrol tidak memberikan
pengaruh nyata (p>0.05) terhadap kandungan gula sederhana, oligosakarida, dan
total gula pada pucuk kolesom. Ketersediaan hara pada periode musim tanam
pertama dari pupuk organik berlangsung lambat akibat proses mineralisasi,
sehingga serapan hara bagi kolesom sebagian besar berasal dari serapan hara
tanah.
29
Saran
Pemupukan organik dan musim hujan, tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kandungan oligosakarida dan total gula daun kolesom hasil musim
tanam pertama. Penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi senyawa gula
sederhana dan oligosakarida pada pucuk kolesom dapat dilakukan dengan
menganalisis peak kromatogram yang muncul di antara peak sukrosa dan rafinosa,
serta peak antara rafinosa dan stakiosa. Penelitian lebih lanjut mengenai daun
kolesom hasil musim tanam pertama, dapat diarahkan pada pengkajian kandungan
antioksidan dan total fenol.
DAFTAR PUSTAKA
Aja PM, Okaka ANC, Onu PN, Ibiam U, Urako AJ. 2010. Phytochemical
composition of Talinum triangulare (water leaf) leaves. Pakistan Journal of
Nutrition 9 (6): 527-530.
Aja PM, Okaka ANC, Onu PN, Ibiam U, Urako AJ. 2010. Proximate analysis of
Talinum triangulare (water leaf) leaves and its softening principle. Pakistan
Journal of Nutrition (9) 6: 524-528.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989.
Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB
[Balittanah] Balai Penelitian Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, dan
Air. Bogor (ID): Balittanah
Cui SW. 2005. Food Carbohydrates: Chemistry, Physical Properties, and
Application. USA: CRC Press
Epshtein NA. 2004. Structure of chemical compounds, methods of analysis and
process control: Validation of HPLC techniques for pharmaceutical
analysis. Pharmaceutical Chemistry Journal 38 (4):40-56
Farchany SA. 2012. Pemberian Kombinasi Pupuk Organik sebagai Pengganti
Penggunaan Pupuk Anorganik pada Pertumbuhan dan Produksi Kolesom
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Gardner FP and Pearce RB. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Cetakan ke-1.
Susilo H, Subiyanto, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari:
Physiology of Crop Plants
Garg S and Bahl GS. 2008. Phosphorus availability to maize as influenced by
organic manures and fertilizer P associated phosphatase activity in soils.
J.biortech. 99:5773-5777
Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya.
Dalam: Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No. 3:117-135
Hasibuan BE. 2006. Pupuk dan Pemupukan. Medan: Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Havlin JL, Tisdale SL, Beaton JD, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and
Fertilizer : An Introduction to Nutrien Management. 7th edition. Pearson
Prentice Hall. New Jersey.
30
Hernández I, Alegre L, Munné-Bosch S. 2004. Drought-induced changes in
flavonoids and other low molecular weight antioxidants in Cistuss clusii
grown under Mediteranian field conditions. Tree physiology. 24:1303-
1311
Hounsome N, Hounsome B, Tomos D, and Jones GE. 2008. Plant metabolites and
nutritional quality of vegetables. Journal of Food Science Vol. 73 Nr. 4
Kusuma ME. 2012. Pengaruh beberapa jenis pupuk kandang terhadap kualitas
bokashi. Jurnal Ilmu Hewani Tropika Vol 1. No. 2
Lingga dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar
Swadaya
Liying Z, Li D, Qiao S, Johnson EW, Li B, Thacker PA, Han NK. 2003. Effect of
stachyose on performance, diarrhea incidence and intestinal bacteria in
weanling pigs. Arch Anim Nutr (57):1-10
Mualim L. 2012. Produksi dan kualitas kolesom dengan pemupukan organik dan
inorganik [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bengkulu (ID): IPB-
Press
Mosali J, Girma K, Teal RK, Freeman KW, Martin KL, Raun WR. 2005. Effect of
foliar application on winter grain yield, phosporus uptake and use
efficiency. J Plant Nutr 29:2147-2163
Pickering HW, Menzies NW, Hunter MN. 2002. Zeolite/rock phosphate –a novel
slow release phosphorus fertilizer for potted plant production. Scientia
Horticulturae 94:333-343
Prabekti YS. 2012. Kandungan serat pangan daun kolesom (Talinum triangulare
(Jacq.) Willd) pada budidaya dengan pemupukan organik dan anorganik
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Ravindran G. 1990. Study on the flatus potential of dietary fibre from some
legumes. J. Natn. Sci. Coun. Sri langka 18 (2): 127-132.
Ridley BL, O’Neil MA, Mohnen D. 2001. Pectins: structure, biosynthesis, and
oligogalacturonide-related signaling. Phytochemistry 57: 929-967
Roberfroid MB, van Loo JAE, dan Gibson GR. 1998. The bifidogenic nature of
chicory inulin and its hydrolysis product. J Nutr 128:11-19
Saleh I. 2013. Pertumbuhan, produksi, dan kadar metabolit pucuk kolesom
(Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dengan pemupukan organik berulang
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Salisbury FB and Ross CW. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Jilid ke-2. Lukman DR,
Sumaryono, penerjemah. Bandung (ID). Penerbit ITB. Terjemahan dari:
Plant Physiology, 4th
edition
Salminen S, Wright AV, Ouwehand A. 2004. Lactic Acid Bacteria: Microbiology
and Functional Aspect 2nd
Edition, Revised, and Expanded. New York:
Marcell Dekker, Inc
Shiomi N. 1992. Content of carbohydrate and activities of fructosyltransferase and
invertase in asparagus roots during the fructo-oligosaccharide- and fructo-
polysaccharide- accumulating season. New Phytol. 122, 421-432
31
Siddeshwar S, Reddy KK, Rao TM, Arun K, and Reddy PVM. 2008. Screening
and estimation of pre-biotic oligosaccharides in fruits and vegetables.
Biotechnology and Pharmacy Vol. 2 (1) 183-191
Susanti H, Aziz SA, Melati M, Susanto S. 2011. Protein and anthocyanin
production of waterleaf shoots (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) at
different levels of nitrogen+potassium and harvest intervals. J. Agron.
Indonesia. 39 (2):119-123
Tenorio MD, Martos IE, Préstamo G, Rupérez P. 2010. Soybean whey enhance
mineral balance and caecal fermentation in rats. Eur J Nutr 49:155-163
Tjitrosoepomo G. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta
(ID): Gajah Mada University Press
Vickery ML and Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. London (UK):
The Macmillan Press Ltd
Villa CM, Valverde CV, Hidalgo ER. 1982. High performances liquid
chromatographic determination of carbohydrates in raw and cooked
vegetables. J. Food Sci. Volume 47
Wang Q, Leqin K, Dongmei Y, Bili B, Jianmei J, Tiejin Y. 2007. Change in
oligosaccharides during processing of soybean sheet. Asia Pac J Clin Nutr
16 (1):89-94
Weijers CAGM, Franssen MCR, and Visser GM. 2008. Glycosyltransferase-
catalyzed synthesis of bioactive oligosaccharides
Xu Qiang, Chao YongLie, and Wan QianBing. 2009. Health benefit application of
functional oligosaccharides. Carbohydrate Polymers 77:435-441
32
Lampiran 1 Uji Oneway ANOVA hasil pemupukan organik terhadap kandungan
fruktosa pucuk kolesom
Descriptive
Jumlah Fruktosa
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Kontrol 3 4.1962E2 208.47044 1.2036E2 -98.2460 937.4926 277.48 658.94
RP+AS 3 1.9038E2 108.27345 62.51171 -78.5895 459.3428 79.60 295.96
PK+AS 3 3.1865E2 157.44951 90.90352 -72.4763 709.7763 139.31 434.17
PK+RP 3 2.0866E2 76.35655 44.08447 18.9765 398.3368 120.61 256.70
PK+RP+
AS
3 1.5246E2 157.12659 90.71708 -237.8674 542.7807 37.80 331.56
Total 15 2.5795E2 161.42839 41.68063 168.5566 347.3487 37.80 658.94
ANOVA
Jumlah Fruktosa
Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups 143842.764 4 35960.691 1.627 .242*
Within Groups 220985.002 10 22098.500
Total 364827.767 14
Keterangan: *Pengaruh perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan fruktosa pucuk kolesom pada taraf 5%
33
Lampiran 2 Uji Oneway ANOVA hasil pemupukan organik terhadap kandungan
glukosa pucuk kolesom
Descriptive
Jumlah Glukosa
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval
for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Kontrol 3 5.6142E2 438.34986 2.5308E2 -527.5014 1650.3414 220.44 1055.87
RP+AS 3 3.1688E2 122.86568 70.93654 11.6681 622.0986 176.18 402.98
PK+AS 3 3.9707E2 205.45816 1.1862E2 -113.3130 907.4597 254.71 632.61
PK+RP 3 1.5764E2 128.56669 74.22802 -161.7374 477.0174 35.82 292.03
PK+RP+A
S
3 1.7482E2 223.29031 1.2891E2 -379.8672 729.5005 17.65 430.41
Total 15 3.2157E2 262.77043 67.84703 176.0493 467.0841 17.65 1055.87
ANOVA
Jumlah Glukosa
Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups 334980.979 4 83745.245 1.326 .326*
Within Groups 631695.177 10 63169.518
Total 966676.156 14
Keterangan: *Pengaruh perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan glukosa pucuk kolesom pada taraf 5%
34
Lampiran 3 Uji Oneway ANOVA hasil pemupukan organik terhadap kandungan
sukrosa pucuk kolesom
Descriptive
Jumlah Sukrosa
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimu
m Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Kontrol 3 44.7533 40.02141 23.10637 -54.6654 144.1720 12.21 89.44
RP+AS 3 22.1100 2.25222 1.30032 16.5152 27.7048 20.76 24.71
PK+AS 3 27.6267 15.46000 8.92584 -10.7781 66.0314 10.84 41.28
PK+RP 3 23.3767 12.66418 7.31167 -8.0829 54.8362 11.00 36.31
PK+RP+AS 3 26.7733 20.36707 11.75893 -23.8213 77.3679 13.83 50.25
Total 15 28.9280 20.43148 5.27538 17.6134 40.2426 10.84 89.44
ANOVA
Jumlah Sukrosa
Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups 1002.239 4 250.560 .517 .725*
Within Groups 4841.993 10 484.199
Total 5844.232 14
Keterangan: *Pengaruh perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan sukrosa pucuk kolesom pada taraf 5%
35
Lampiran 4 Uji Oneway ANOVA hasil pemupukan organik terhadap kandungan
rafinosa pucuk kolesom
Descriptive
Jumlah Rafinosa
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimu
m Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Kontrol 3 43.8433 13.49166 7.78941 10.3282 77.3585 29.05 55.47
RP+AS 3 18.9267 9.10879 5.25896 -3.7008 41.5542 9.02 26.94
PK+AS 3 36.4900 17.76049 10.25403 -7.6295 80.6095 16.54 50.58
PK+RP 3 43.2800 28.41409 16.40488 -27.3045 113.8645 14.46 71.27
PK+RP+AS 3 47.2733 49.41924 28.53221 -75.4909 170.0375 17.93 104.33
Total 15 37.9627 25.63808 6.61972 23.7648 52.1606 9.02 104.33
ANOVA
Jumlah Rafinosa
Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups 1542.248 4 385.562 .503 .735*
Within Groups 7660.105 10 766.010
Total 9202.353 14
Keterangan: *Pengaruh perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan rafinosa pucuk kolesom pada taraf 5%
36
Lampiran 5 Uji Oneway ANOVA hasil pemupukan organik terhadap kandungan
stakiosa pucuk kolesom
Descriptive
Jumlah Stakiosa
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95%
Confidence Interval
for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Kontrol 3 34.8133 4.53909 2.62064 23.5376 46.0891 29.58 37.68
RP+AS 3 38.5400 20.28154 11.70955 -11.8421 88.9221 15.18 51.66
PK+AS 3 49.1933 15.83556 9.14267 9.8556 88.5311 36.09 66.79
PK+RP 3 31.6433 13.95690 8.05802 -3.0275 66.3142 22.63 47.72
PK+RP+AS 3 40.3367 51.99906 30.02167 -88.8362 169.5095 10.29 100.38
Total 15 38.9053 23.44497 6.05346 25.9219 51.8887 10.29 100.38
ANOVA
Jumlah Stakiosa
Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups 532.519 4 133.130 .186 .940*
Within Groups 7162.812 10 716.281
Total 7695.331 14
Keterangan: *Pengaruh perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan stakiosa pucuk kolesom pada taraf 5%
37
Lampiran 6 Uji Oneway ANOVA hasil pemupukan organik terhadap kandungan
jumlah oligosakarida pucuk kolesom
Descriptive
Jumlah Oligosakarida
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Kontrol 3 78.6567 17.91287 10.34200 34.1586 123.1547 58.63 93.15
RP+AS 3 57.4667 29.15910 16.83502 -14.9686 129.9019 24.20 78.60
PK+AS 3 85.6833 23.96524 13.83634 26.1504 145.2163 61.24 109.14
PK+RP 3 74.9233 41.30428 23.84704 -27.6822 177.5288 37.09 118.99
PK+RP+A
S
3 87.6100 101.41465 58.55178 -164.3180 339.5380 28.27 204.71
Total 15 76.8680 45.67145 11.79232 51.5760 102.1600 24.20 204.71
ANOVA
Jumlah Oligosakarida
Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups 1729.480 4 432.370 .157 .955*
Within Groups 27472.864 10 2747.286
Total 29202.344 14
Keterangan: *Pengaruh perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan oligosakarida pucuk kolesom pada taraf 5%
38
Lampiran 7 Uji Oneway ANOVA perlakuan pupuk organik terhadap kandungan
total gula daun kolesom
Descriptives Total Gula
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Kontrol 3 1.3652E3 748.48862 4.3214E2 -494.1521 3224.5455 805.09 2215.29
RP+AS 3 8.4178E2 183.95788 1.0620E2 384.8033 1298.7567 671.03 1036.58
PK+AS 3 1.1940E3 65.47682 37.80306 1031.3832 1356.6901 1144.42 1268.25
PK+RP 3 8.8050E2 169.95266 98.12221 458.3175 1302.6891 770.65 1076.26
PK+RP+AS 3 6.4734E2 295.49069 1.7060E2 -86.7029 1381.3762 429.06 983.59
Total 15 9.8577E2 416.63584 1.0757E2 755.0454 1216.4959 429.06 2215.29
ANOVA
Total Gula
Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups 1001072.736 4 250268.184 1.751 .215*
Within Groups 1429123.165 10 142912.317
Total 2430195.901 14
Keterangan: *Pengaruh perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan total gula pucuk kolesom pada taraf 5%
39
Lampiran 8 Berat sampel, kadar air, dan berat kering pucuk kolesom
Nama Sampel Berat Sampel (g) Rata-rata Kadar
Air (% wb)
Berat Kering
Sampel (g)
Kolesom 1 0.5051 8.43 0.4625
Kolesom 2 0.5780 5.19 0.5480
Kolesom 3 0.5505 7.02 0.5119
Kolesom 4 0.5049 3.28 0.4883
Kolesom 5 0.5197 9.47 0.4705
Kolesom 6 0.5085 4.08 0.4878
Kolesom 7 0.5014 4.36 0.4795
Kolesom 8 0.5054 5.93 0.4754
Kolesom 9 0.5060 7.33 0.4689
Kolesom 10 0.6116 2.13 0.5986
Kolesom 11 0.5043 3.50 0.4866
Kolesom 12 0.5032 4.41 0.4810
Kolesom 13 0.5069 8.13 0.4657
Kolesom 14 0.5069 5.05 0.4813
Kolesom 15 0.5014 5.20 0.4753
40
Lampiran 9 Waktu retensi, Konsentrasi, Luas Area, dan Kromatogram Fruktosa,
Glukosa, Sukrosa, Rafinosa, dan Stakiosa
Nama
Standar
Waktu Retensi
(menit)
Konsentrasi
(ppm)
Luas Area
(nRIU.s)
Fruktosa 5.087 3210 664542
Glukosa 5.836 3260 717620
Sukrosa 7.888 3160 703860
Rafinosa 15.330 3100 456820
Stakiosa 30.656 2970 361185
Glukosa
Fruktosa
41
Stakiosa
Rafinosa
Sukrosa
42
Lampiran 10 Kromatogram sampel kolesom
Keterangan: Gula yang sudah teridentifikasi (Fruktosa, Glukosa,
Sukrosa, Rafinosa, dan Stakiosa)
Belum teridentifikasi (mono-,disakarida atau oligosakarida)
F
G
S
R
St
43
RIWAYAT HIDUP
Penulis dengan nama lengkap Doni Herwanto
Harianja lahir di Perawang pada tanggal 28 September 1990
dari pasangan Dexson Harianja dan Bentaria Nainggolan.
Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara. Penulis
menamatkan pendidikan jenjang SD di SD Negeri 006
Tualang (2003), jenjang SMP di SMP Negeri 01 Tualang,
jenjang SMA di SMA Negeri 01 Tualang, dan jenjang S1 di
Institut Pertanian Bogor (2013) dengan Mayor Ilmu dan
Teknologi Pangan serta minor Gizi Masyarakat.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan. Penulis merupakan wakil koordinator bidang pelayanan Komisi
Pelayanan Khusus Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor pada
tahun 2011 dan juga pengajar responsi matematika dan kalkulus di PMK-IPB
2010-2011. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan, yaitu sebagai anggota
divisi perlengkapan Keakraban PMK IPB (2011), ketua divisi perlengkapan
retreat Komisi Pelayanan Khusus PMK IPB (2011), anggota divisi perlengkapan
retreat Komisi Pelayanan Khusus PMK IPB (2012), dan ketua divisi doa retreat
angkatan 49 PMK IPB (2013). Penulis juga berkesempatan menjadi asisten
responsi Matakuliah Agama Kristen Protestan (2012).