14
1 Production and the rate of decomposition of Mangrove leaf litter in Los island Tanjungpinang Horas Galaxy Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] Arief Pratomo Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH [email protected] Dony Apdillah Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] ABSTRACT This study aims to determine the contribution of mangrove forests productivity on the surrounding environment . This study was conducted in February 2013 - May 2013 . The litter production was calculated in 1 x 1 M 2 . Time mangrove litter retrieval was done in 15 days for 5 times, so that totaly were 75 days. Components mangrove observed is leaves weight which was taken from litter bag 15 x 10 cm . 10 grams mangroves leaves was dried at temperature 60 ° C for 2 X 24 hours up to constain weight. put the dried leaves in a litter bag and tied under the tree . Extraction was carried out once in 15 days for 45 days, measured using gram/m 2 /day unit . Average daily production Mangrove leaf litter in the station I was 3.0465267 gram/m2/days, at station II 4.8896428 gram/m2/days, and 3.2784398 gram/m2/days at the station III, as well as the total average was 3.738203 gram/m2/days. The most Depreciation Mangrove leaf litter dry weight found in Station III , and the lowest was at station II . The total average depreciation dry weight of leaf litter was 0.13225 grams /day or 1.3225 % /day . Keywords : Production , Decomposition , Mangrove leaf litter

Production and the rate of decomposition of Mangrove leaf ...jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · estuari yang menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik, bahan

Embed Size (px)

Citation preview

1

Production and the rate of decomposition of Mangrove leaf litter in Los island

Tanjungpinang

Horas Galaxy

Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

Arief Pratomo

Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH [email protected]

Dony Apdillah

Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

ABSTRACT

This study aims to determine the contribution of mangrove forests productivity on the

surrounding environment . This study was conducted in February 2013 - May 2013 . The litter

production was calculated in 1 x 1 M2 . Time mangrove litter retrieval was done in 15 days for 5

times, so that totaly were 75 days. Components mangrove observed is leaves weight which was

taken from litter bag 15 x 10 cm . 10 grams mangroves leaves was dried at temperature 60 ° C for

2 X 24 hours up to constain weight. put the dried leaves in a litter bag and tied under the tree .

Extraction was carried out once in 15 days for 45 days, measured using gram/m2/day unit .

Average daily production Mangrove leaf litter in the station I was 3.0465267 gram/m2/days, at

station II 4.8896428 gram/m2/days, and 3.2784398 gram/m2/days at the station III, as well as the

total average was 3.738203 gram/m2/days. The most Depreciation Mangrove leaf litter dry weight

found in Station III , and the lowest was at station II . The total average depreciation dry weight of

leaf litter was 0.13225 grams /day or 1.3225 % /day .

Keywords : Production , Decomposition , Mangrove leaf litter

2

Produksi dan laju dekomposisi serasah daun mangrove di Pulau Los Kota

Tanjungpinang

Horas Galaxy

Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

Arief Pratomo

Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH [email protected]

Dony Apdillah

Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

ABSTRAK

Penelitian tentang “Produksi dan laju dekomposisi serasah daun mangrove di Pulau Los

Kota Tanjungpinang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi hutan mangrove pada

produktifitas lingkungan sekitarnya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 – Mei

2013. Cara menghitung produksi adalah Litter-trap yang berukuran 1 X 1 m2

. Waktu pengambilan

serasah mangrove dilakukan 15 hari sekali sebanyak 5 kali pengambilan selama 75 hari.

Komponen mangrove yaitu daun, beratnya di timbang. Untuk penghitungan laju dekomposisi

menggunakan litter bag berukuran 15 x 10 cm. Daun mangrove seberat 10 gram yang sudah

dikeringkan pada suhu 60 °C sampai berat konstan atau 2 X 24 jam, dimasukkan ke dalam litter

bag lalu diikat di bawah pohon mangrove. Pengambilannya dilakukan 15 hari sekali dengan lama

pengambilan 45 hari, di timbang dengan menggunakan satuan gram/m2

/hari. Rata – rata produksi

serasah daun Mangrove perhari adalah 3,0465267 gram/m2/hari pada stasiun I, 4,8896428

gram/m2/hari pada stasiun II, dan 3,2784398 gram/m

2/hari pada stasiun III, serta rata – rata

totalnya adalah 3,738203 gram/m2/hari. Penyusutan bobot kering serasah daun Mangrove terbesar

terdapat pada Stasiun III, dan yang terendah terdapat pada Stasiun II. Rata – rata total penyusutan

bobot kering serasah daun perhari sebesar 0,13225 gram/hari atau 1,3225 %/hari.

Kata Kunci : Produksi, Dekomposisi, Serasah daun Mangrove

3

Produksi dan laju dekomposisi serasah daun mangrove di Pulau Los Kota

Tanjungpinang

Horas Galaxy

Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

Arief Pratomo

Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH [email protected]

Dony Apdillah

Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

I. PENDAHULUAN

Hutan Mangrove di Pulau Los Kota

Tanjungpinang tumbuh secara alami, jenis

mangrove yang ditemukan ada 27 jenis dari

14 Family (Affandi, 2012). Menurut hasil

penelitian Affandi, (2012) menyimpulkan

bahwa keanekaragaman jenis Mangrove di

Pulau Los tergolong sedang dengan nilai

index rata rata 2,091005 dan tingkat

kerapatan Mangrove juga tergolong sedang

dengan tingkat kerapatan rata rata sebesar

1359 pohon/Ha dan secara umum ditempati

rhizophora apiculata baik pada tingkat

pohon, anakan, maupun semaian. Pulau Los

juga merupakan pulau yang tidak ada

aktivitas di sekitar daratannya. Namun jika

di lihat disekitar perairannya maka akan

ditemukan sekitar 4 buah usaha budidaya

laut berupa KJA atau keramba jaring apung,

yang semuanya berada pada sekitar kawasan

perairan hutan mangrove, hal ini disebabkan

karena mangrove dikenal sebagai sumber

bahan organik bagi ekosistem laut dan

estuari yang menyokong kehidupan berbagai

organisme akuatik, bahan organik yang

berupa daun, batang dapat jatuh ke air

selanjutnya masuk ke dalam sistem estuari

dan menjadi dasar bagi jaring – jaring

makanan kompleks. unsur hara yang

dihasilkan hutan mangrove menjadi

penyokong untuk budidaya KJA, dan sangat

mungkin untuk ditingkatkan lagi, dan perlu

dilakukan pengkajian mengenai serasah,

pada daun mangrove khususnya.

Salah satu proses yang terjadi pada

ekosistem Mangrove yang memberikan

kontribusi paling besar terhadap kesuburan

perairan adalah proses dekomposisi atau

penghancuran serasah mangrove.

Penghancuran serasah merupakan bagian

dari tahap proses dekomposisi, yang dapat

menghasilkan bahan organik yang penting

dalam rantai makanan, memberikan

kesuburan dan produktivitas perairan

disekitarnya. Mengingat di sekitar wilayah

ekosistem mangrove ini terdapat budidaya

laut yang potensial untuk ditingkatkan dan

menyadari pentingnya peranan serasah

terhadap ekosistem perairan pantai serta

masih terbatasnya informasi yang ada

khususnya di Pulau Los, karena penelitian

4

mengenai produksi dan laju dekomposisi

serasah daun mangrove di pulau Los belum

pernah dilakukan, maka perlu dihitung

berapa laju produksi dan dekomposisi

serasah daun mangrove di Pulau Los, dan

perlu diketahui juga bahwa hanya serasah

daun saja yang dikaji dalam penelitian ini.

Tujuan di penelitian ini adalah untuk

Mengetahui produksi serasah daun

Mangrove dan Mengetahui laju dekomposisi

serasah daun mangrove. Penelitian ini dapat

bermanfaat nantinya sebagai informasi bagi

para stakeholder dan yang membutuhkan.

Dan dapat dijadikan acuan untuk melakukan

penelitian lanjutan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Hutan mangrove yang sering kali

disebut hutan bakau atau mangal adalah

komunitas vegetasi pantai tropis dan

subtropis, yang didominasi oleh beberapa

jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh

dan berkembang pada daerah pasang surut

pantai berlumpur (Bengen, 2000).

Komunitas ini umumnya tumbuh dan

berkembang pada daerah intertidal dan

subratidal yang cukup mendapat air, dan

terlindung dari gelombang besar dan arus

pasang surut yang kuat. Menurut Nybakken

dalam Indriani, (2008), komunitas hutan

mangrove tersebar di seluruh hutan tropis

dan subtropis, mulai dari 25 °LU sampai 25

°LS. Mangrove mampu tumbuh hanya pada

pantai yang terlindung dari gerakan

gelombang. Bila pantai dalam keadaan

sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh

dengan sempurna dan mengeluarkan

akarnya. Tumbuhan ini dapat tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang surut pantai

berlumpur dan lingkungan yang anaerob.

Mangrove juga dapat tumbuh pada substrat

pasir, batu atau karang yang terlindung dari

gelombang, karena itu mangrove banyak

ditemukan di pantai-pantai teluk, estuari,

laguna, dan pantai terbuka yang berhadapan

dengan terumbu karang.

2.1. Produktivitas Serasah Mangrove

Serasah adalah sisa organik dari

tanaman dan hewan yang ditemukan baik di

permukaan tanah atau di dalam mineral

tanah itu sendiri. Serasah daun merupakan

70% dari total serasah di permukaan tanah

(waring dan Schlesinger dalam Wibisana,

2004). Daun daun mangrove yang jatuh

didefinisikan sebagai berat materi tumbuhan

mati yang jatuh dalam satuan luas

permukaan tanah dalam periode waktu

tertentu (Chapman, dalam handayani, 2004).

Produksi serasah adalah guguran struktur

vegetatif dan reproduktif yang disebabkan

oleh faktor ketuaan, stress oleh faktor

mekanik (misalnya angin), ataupun

kombinasi dari keduanya dan kematian serta

kerusakan dari keseluruhan tumbuhan oleh

iklim (hujan dan angin) (Brown, dalam

Indriani, 2008). Serasah adalah tumpukan

dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai

sisa vegetasi lainnya diatas lantai hutan atau

kebun. Tanaman memberikan masukan

bahan organik melalui daun-daun, cabang

dan ranting yang gugur, dan juga melalui

akar-akarnya yang telah mati. Variasi

produktivitas Serasah antara lain ditentukan

5

oleh musim, jenis pohon, kerapatan,

perbedaan temperature udrara siang dan

malam, kekurangan unsur hara dan serangan

hama penyakit (Alrasjid, dalam Wibisana,

2004). Faktor iklim dan jarak dari garis

pantai juga akan mempengaruhi

produktivitas serasah (Khairijon, dalam

Wibisana, 2004).

2.2. Dekomposisi Serasah Mangrove

Hutan Mangrove mempunyai

produktivitas bahan organik yang sangat

tinggi, tetapi hanya kurang lebih 10% dari

produksinya dapat langsung dimakan oleh

herbivora, sisanya masuk ke dalam

ekosistem dalam bentuk detritus. Sebagian

besar dari produksi tersebut dimanfaatkan

sebagian detritus atau bahan organik mati

seperti daun-daun Mangrove yang gugur

sepanjang tahun, dan melalui aktivitas

mikroba decomposer dan hewan hewan

pemakan detritus kemudian diproses

menjadi partikel partikel halus (Odum dan

Heald dalam Mahmudi, et all 2008).

Selanjutnya, detritus tersebut merupakan

suatu fraksi penting dari rantai makanan

yang terdapat di ekosistem hutan mangrove

dan estuaria. Partikel partikel organik

tersebut menjadi tempat hidup bagi bakteri,

jamur dan mikroorganisme lainnya yang

merupakan sumber makanan utama bagi

organisme omnivora seperti udang, kepiting

dan sejumlah ikan (Mahmudi et all, 2008).

Ada beberapa definisi yang

dikemukakan tentang dekomposisi antara

lain dekomposisi didefinisikan sebagai

penghancuran bahan organik mati secara

gradual yang dilakukan oleh agen biologi

maupun fisika (handayani, 2004).

Sedangkan Smith dalam Handayani, (2004)

menerangkan bahwa proses dekomposisi

adalah gabungan dari proses pragmentasi,

perubahan struktur fisik dan kegiatan enzim

yang dilakukan oleh dekomposer yang

merubah bahan organik menjadi senyawa

organik. Proses dekomposisi bukan saja di

lakukan oleh agen biologis seperti bakteri

tetapi juga melibatkan agen agen fisika.

Proses dekomposisi dimulai dari proses

penghancuran/pragmentasi atau pemecahan

struktur fisik yang mungkin dilakukan oleh

hewan pemakan bangkai (scavenger)

terhadap hewan hewan mati atau oleh hewan

hewan herbivora terhadap tumbuhan dan

menyisakannya sebagai bahan organik mati

yang selanjutnya menjadi serasah, debris

atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil.

Proses fisika dilanjutkan dengan proses

biologi dengan bekerjanya bakteri yang

melakukan penghancuran secara enzimatik

terhadap partikel partikel organic hasil

proses pragmentasi. Proses dekomposisi

oleh bakteri dimulai dengan kolonisasi

bahan organik mati oleh bakteri yang

mampu mengautolisis jaringan mati melalui

mekanise enzimatik. Dekomposer

mengeluarkan enzim yang menghancurkan

molekul molekul organik kompleks seperi

protein dan karbohidrat dari tumbuhan dan

hewan yang telah mati. Menurut

Hardjowigeno dalam Indriani, (2008).

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

6

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Februari sampai Mei 2013 dan stasiun

penelitian berada pada ekosistem mangrove

di Pulau Los Kota Tanjungpinang.

Analisis data produksi dan laju

dekomposisi serasah mangrove dilaksanakan

di Laboratorium Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan Universitas Maritim Raja Ali

Haji.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.

Sumber; Google Earth, 2013 (modifikasi).

Tabel I. Koordinat transek tiap stasiun

Stasiun Transek Koordinat

1

I

N: 000 54’ 129”

E: 1040 28’ 349”

II

N: 000 57’ 315”

E: 1040 24’ 287”

2

I

N: 000 57’ 423”

E: 1040 24’ 469”

II

N: 000 57’ 455”

E: 1040 24’ 484”

3

I

N: 000 57’ 521”

E: 1040 24’ 558”

II

N: 000 57’ 575”

E: 1040 24’ 592”

3.2. Alat dan Bahan

Tabel 2. Parameter dan alat yang digunakan dalam penelitian:

Alat dan Bahan Kegunaan Satuan Keterangan

Termometer Mengukur suhu 0C In situ

HandRefraktometer Mengukur Salinitas 0/00 In situ

pH Meter Mengukur pH Air In situ

Timbangan digital

ketelitian 0,0001

Menimbang Serasah Gram Ex situ

GPS Menentukan koordinat In situ

Litter trap Menampung Serasah 1 x 1 m In situ

Litter bag Kantong Dekomposisi Serasah 15 x 10 cm, mesh size

0,5 cm

In situ

Kantong Plastik Wadah produksi Serasah In/Ex Situ

Tali Rafia Pemasangan transek, plot, dan

pengikat

M In situ

Alat tulis Menulis data In/Ex situ

Kamera Dokumentasi In/Ex situ

Oven Pengering sampel 0C Ex situ

7

3.3. Metode Kerja

Penentuan lokasi stasiun dengan

cara observasi langsung dan ditetapkan

secara acak dikarenakan lokasi yang

homogen , berdasarkan keterwakilan

ekosistem mangrove di pulau los,

Pemasangan Transek dan pemasangan jaring

penampung serasah (litter trap) dilakukan

setelah menetapkan titik koordinat.

3.3.1. Rancangan litter trap dan litter bag

Litter trap adalah alat atau wadah

untuk menampung guguran serasah dari

pohon Mangrove, dalam penelitian ini litter

trap berbentuk persegi empat terbuat dari

jaring berbahan nylon ukuran 1x1 m dengan

mesh size 0,5 cm, dilengkapi dengan tali

pengikat disetiap sudutnya dan pemberat

dari batu ditengahnya.

Gambar 3. Litter trap

Sedangkan litter bag adalah alat

atau wadah bagi sampel dekomposisi daun

mangrove, terbuat dari jaring berukuran 15 x

10 cm dengan mesh size 0,5 cm yang

diikatkan pada akar Mangrove dilantai

hutan.

Gambar 2. Litter bag

3.3.2. Prosedur Pengukuran Produksi

Serasah

Metode yang umum digunakan

untuk pengambilan produksi serasah adalah

metode litter-trap (Jaring penampung

serasah) (Brown, 1984) dalam Indriani

(2008). Pengambilan contoh serasah

mangrove (daun) menggunakan jaring yang

berukuran (1 X 1) m2

, jaring dibentangkan di

bawah pohon mangrove. Pengambilan

contoh serasah selama 2 bulan dengan

rentang waktu 15 hari sekali sebanyak 4 x.

Hal ini dianggap bahwa daun mangrove dari

awal tumbuh sampai tua dan gugur selama

15 hari. Mangrove yang tertampung jaring

dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu

diberi label, setelah itu dibawa ke

laboratorium untuk ditimbang (ketelitian

0,001gram) produksi serasah dengan satuan

gram/m2

/15 hari.

3.3.3. Prosedur pengukuran laju

dekomposisi serasah.

Dekomposisi pada penelitian ini

didefinisikan secara fisik, serasah yang

hancur yang berukuran ≤ 0,5 cm, yang

8

terlepas dari litter bag pada saat terendam

atau pencucian. Prosedur pengukuran laju

dekomposisi serasah menggunakan litter

bag, (Indriani, 2008).

Pengukuran contoh laju

dekomposisi diawali dengan pengeringan

daun mangrove pada temperatur 60 °C

selama 2 hari dimana serasah diperkirakan

sudah kering, sebanyak 10 gram daun kering

mangrove dimasukkan kedalam litter bag

dgn mesh size 0,5 cm dan diletakan di

bawah pohon mangrove yang masih di

pengaruhi pasang surut (ketergenangan).

Rentang waktu pengambilan 15 hari sekali

sebanyak 3 kali dalam waktu 1,5 bulan.

Litter bag dibawa ke laboratorium, daun

dibersihkan dari lumpur maupun kotoran,

dikeringkan pada temperatur 105 °C selama

2 hari dan ditimbang. Hasil untuk

mengetahui penguraian yaitu berat kering

awal dikurangi berat kering akhir.

3.3.4. Perhitungan produksi serasah.

Serasah mangrove yang jatuh ke jaring

nylon berukuran (1 X 1) m2

kemudian

dimasukkan ke kantong plastik. Pisahkan

komponen daun, ranting, dan bunga-buah.

Kemudian ditimbang dengan ketelitian

timbangan 0,001 gram. Hasil dari

pengukuran dihitung dengan satuan

gram/m2

/hari.

3.3.5. Perhitungan laju dekomposisi

serasah.

Perhitungan presentase laju

dekomposisi mangrove per hari

menggunakan rumus Bonruang, dalam

Indriani 2008)

dimana: Y = Presentase serasah daun yang

mengalami dekomposisi .

BA = Berat awal Penimbangan (gram) .

BK = Berat akhir penimbangan (gram).

Untuk mendapatkan nilai presentase

kecepatan dekomposisi serasah daun per

hari:

dimana: X = Persentase kecepatan

dekomposisi serasah daun per hari .

D = Lama pengamatan (hari).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Parameter Lingkungan Perairan

Tabel. 3. Hasil pengukuran parameter

perairan.

Derajat keasaman (pH) adalah

jumlah ion hidrogen yang terdapat dalam

larutan. Berdasarkan hasil pengukuran pH,

Stasiun Ulangan pH Suhu

(0C)

Salinitas

1

1 8,73 30,6 32

2 8,58 30,3 32

3 8,29 27,6 32

Rata-

rata

8,54 29,5 32

2

1 8,25 30,4 30

2 8,25 30,3 30

3 8,30 27 30

Rata-

rata

8,27 29,24 30

3

1 8,26 30,1 29

2 8,27 30 29

3 8,25 27 29

Rata-

rata

8,26 29,04 29

9

didapat rata-rata nilai pH perairan Pulau Los

berkisar diantara 8,26 – 8,54. Nilai tersebut

menunjukkan nilai basa yang normal untuk

permukaan perairan Indonesia (Aksornkoae

dalam Indriani 2008). Nilai pH tertinggi

terdapat pada stasiun I yaitu 8,73, sedangkan

yang terendah berada pada stasiun III yaitu

8,26. Nilai pH yang tidak jauh berbeda

namun berada di atas 8 pada seluruh stasiun

menyebabkan mikroorganisme pada tiap

stasiun berkembang secara optimal dan

sangat produktif. Pulau Los masih

terpengaruh dari daratan yang disekitarnya.

Dari hasil pengukuran suhu

menunjukkan suhu yang tergolong optimum

pada tiap stasiun dengan kisaran rata-rata

29,04 – 29,24 0C. Hal ini disebabkan pada

saat pengukuran cuaca cerah berawan, dan

Pulau Los berada pada daerah terbuka

sehingga intensitas cahaya yang diterima

cukup tinggi. Menurut Soenardjo dalam

Indriani (2008) suhu optimum untuk bakteri

berkisar 27 0C – 36

0C. Kisaran tersebut

sangat baik untuk proses penguraian dengan

asumsi daun mangrove sebagai dasar

metabolisme. Berdasarkan hasil penelitian,

temperatur suhu yang diperoleh masih

berada dalam kisaran yang baik untuk proses

dekomposisi.

Salinitas juga merupakan faktor

lingkungan yang menentukan perkembangan

hutan Mangrove. Nilai hasil pengukuran

salinitas berada pada kisaran rata-rata 29 –

32 ‰. Salinitas terbesar berada pada pada

stasiun I dan Salinitas terendah berada pada

stasiun III. Nilai salinitas yang bervariasi

diduga karena daerah pada lokasi stasiun I

berada pada ujung Pulau, sedangkan daerah

dilokasi stasiun III berdekatan dengan

senggarang yang diduga masukan air

tawarnya cukup tinggi.

4.2. Produksi Serasah daun Mangrove

Total produksi rata – rata serasah

mangrove tertinggi pada stasiun I didapat

pada 15 hari ke-4 yaitu dengan berat

66,7066 gr/m2/15 . Produksi serasah daun

Mangrove tinggi pada 15 hari ke -4 ini

disebabkan oleh faktor cuaca yaitu angin

dan hujan dari data yang diperoleh dari

BMKG (lampiran), kecepatan angin pada

periode 15 hari ke-4 yaitu pada tanggal 6

April sampai dengan 20 April 2013 rata –

rata berkisar antara 5 – 10 knot, dan

mencapai kecepatan tertinggi pada 9 April

dengan kecepatan 37 knot, ini merupakan

kecepatan tertinggi pada bulan April, Begitu

juga dengan curah hujan yang mencapai

curah tertinggi juga pada 9 April yaitu

sebesar 176.4 mm. Hal ini sejalan dengan

pendapat Brown dalam Lestarina, (2011)

menyatakan bahwa salah satu faktor

mekanik yang mempengaruhi produktifitas

serasah adalah angin bersama-sama dengan

hujan. Data kecepatan angin dan curah hujan

periode 15 hari ke 4 pada dapat dilihat pada

gambar 5 dan 6 berikut:

10

Gambar 4. Kecepatan angin 5 – 19 April

2013 BMKG Tanjungpinang

Gambar 5. Curah hujan 5-19 april 2013

BMKG Tanjungpinang

Selanjutnya total produksi serasah

rata-rata tertinggi pada stasiun II didapat

pada 15 hari pertama yaitu dengan berat

mencapai 81.6500 gr/m2/15 hari. Produksi

serasah pada stasiun II tertinggi pada 15 hari

pertama, hal ini juga disebabkan oleh faktor

cuaca yaitu angin dan hujan, saat

pengambilan produksi serasah 15 hari

pertama yaitu pada tanggal 5 Maret 2013,

berdasarkan data dari BMKG kecepatan

angin rata – rata pada hari itu adalah 09

Knot dan kecepatan maksimum mencapai 24

knot (lampiran), ini merupakan kecepatan

angin tertinggi pada bulan maret. Hal ini

sejalan dengan pendapat Cuevas dan Sajise

dalam Wibisana, (2004) yang menyatakan

bahwa terdapat hubungan positif antara

kecepatan angin dengan produksi serasah.

Bila kecepatan angin tinggi maka produksi

serasah tinggi pula. Sedangkan curah hujan

mencapai curah tertinngi pada tanggal 19

february. Juga sejalan dengan pendapat

Khirijon dalam Wibisana (2004)

menyatakan bahwa produksi serasah

tertinggi terjadi pada saat musim hujan/ pada

saat curah hujan tinggi. Kecepatan angin dan

curah hujan periode 15 hari pertama dapat

dilihat pada gambar 6 dan 7 berikut:

Gambar 6. Kecepatan angin 19 Feb-5

Maret 2013, BMKG Tanjungpinang

Gambar 7. Curah hujan 19 Feb-5 Maret

2013, BMKG Tanjungpinang

0

5

10

15

20

25

30

35

40

05

-Ap

r

07

-Ap

r

09

-Ap

r

11

-Ap

r

13

-Ap

r

15

-Ap

r

17

-Ap

r

19

-Ap

r

kno

t

0

50

100

150

200

05

-Ap

r

07

-Ap

r

09

-Ap

r

11

-Ap

r

13

-Ap

r

15

-Ap

r

17

-Ap

r

19

-Ap

r

mm

0

5

10

15

20

25

301

9-F

eb

21

-Fe

b

23

-Fe

b

25

-Fe

b

27

-Fe

b

01

-Mar

03

-Mar

05

-Mar

kno

t

05

10152025303540

19

-Fe

b

21

-Fe

b

23

-Fe

b

25

-Fe

b

27

-Fe

b

01

-Mar

03

-Mar

05

-Mar

mm

11

Pada stasiun III, total produksi rata

- rata serasah daun mangrove memiliki nilai

terbesar berada pada 15 hari ke 2 yaitu

dengan berat 72,4225 gr/m2/15 hari.

Produksi serasah pada 15 hari ke-2 tinggi

disebabkan juga oleh faktor cuaca yaitu

angin, karena pada periode 15 hari ke-2

yaitu tanggal 6 Maret – 20 Maret 2013,

kecepatan angin berkisar dari 06 – 09 Knot,

dan kecepatan tertinggi 20 knot pada tanggal

6 Maret. Begitu juga dengan curah hujan

yang mencapai curah tertinggi pada tanggal

17 Maret yaitu sebesar 35.0, ini merupakan

curah hujan tertinggi pada bulan Maret. Hal

ini sama seperti pada stasiun I. kecepatan

angin dan curah hujan pada periode 15 hari

ke 2 dapat dilihat pada gambar 8 dan 9

berikut:

Gambar 8. Kecepatan angin 6 – 20 Maret

2013, BMKG Tanjungpinang

Gambar 9. Curah hujan 6 – 20 Maret

2013, BMKG Tanjungpinang

4.3 Laju Dekomposisi

Hasil dan pembahasan penyusutan

berat kering serasah daun Mangrove yang

terurai per 15 hari disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata penyusutan berat

kering

Perubahan bobot kering serasah

daun Mangrove mengalami penurunan

dengan lamanya penguraian per 15 hari.

Penurunan bobot kering daun terbesar

terlihat pada stasiun III yaitu pada daerah

yang dekat dengan keramba jaring apung

disekitarnya. Nilai penyusutan adalah

0

5

10

15

20

25

06

-Mar

08

-Mar

10

-Mar

12

-Mar

14

-Mar

16

-Mar

18

-Mar

20

-Mar

kno

t

0

5

10

15

20

25

30

35

40

06

-Mar

08

-Mar

10

-Mar

12

-Mar

14

-Mar

16

-Mar

18

-Mar

20

-Mar

mm

St Bobot awal

(gram)

Berat Akhir Hari ke

15 30 45

1 10

6.89127

5

6.06645

3.87047

5

2 10

7.295

6.341575

4.7784

3 10

6.52

4.800725

3.38605

12

3,38605 gram dalam waktu 45 hari dengan

bobot yang hilang/terdekomposisi adalah

66,1395 %. Penyusutan bobot kering serasah

daun terendah terdapat pada stasiun II

sebesar 4,7784 gram dalam waktu 45 hari

dengan persentase bobot yang hilang adalah

52,216 %. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya adalah temperatur dan

salinitas, lokasi transek dan plot yang

tertutup oleh tutupan hutan mangrove yang

lebat sehingga cahaya matahari terhalang

dan berakibat serasah lebih sering lembab

pada stasiun II. Dan pada stasiun III transek

dan plot terletak pada bagian ujung yang

tutupan hutannya tidak terlalu lebat sehingga

cahaya matahari yang tembus dapat

langsung mengeringkan sampel disetiap

surut siang hari.

Hasil dan pembahasan rata – rata

total penyusutan berat kering serasah daun

Mangrove yang terurai hasilnya disajikan

pada tabel 10 berikut, sedangkan untuk data

mentahnya dapat dilihat di lampiran.

Tabel 10. Rata – rata total dekomposisi daun serasah

Dari hasil penimbangan serasah

Mangrove setelah 15 hari terjadi penurunan

berat yang cukup signifikan karena

terdekomposisi seperti yang diperkirakan,

terlihat pada tabel diatas bobot yang

berkurang sebesar 3,0979083 gram selama

15 hari, hal ini terjadi pada semua stasiun

penelitian. Oleh sebab itu, dapat

disimpulkan bahwa apapun jenis bakaunya

atau bagaimanapun karakteristik substrat

dan kondisi perairannya, persentase serasah

yang terurai lebih besar pada 15 hari

pertama. Hal senada dikemukakan oleh

Hodgkiss dan Leung dalam Lestarina,

(2011) menjelaskan bahwa aktifitas enzim

selulotik fungi (fangal cellulolic enzym)

yang paling tinggi terjadi di saat awal

dekomposisi.

Penguraian atau penyederhanaan

kandungan organik daun mangrove yang

mudah terjadi ketika serasah gugur dan

terperangkap di ekosistem mangrove.

Bahan-bahan organik yang terdapat di dalam

serasah akan dikonsumsi oleh decomposer.

Aktivitas tertinggi dari enzim selulotik fungi

terjadi pada awal proses dekomposisi.

Dekomposisi serasah daun pada hari ke- 30

dan hari ke-45 tidak jauh berbeda, dengan

kisaran bobot yang terurai 0,14208333 –

0,13225 g/hari. Hal ini disebabkan oleh

menurunnya bahan-bahan organik dan

kandungan nitrogen yang terdapat dalam

Hari

ke

Berat kering akhir

daun (gram)

yang terurai

(gram)

yang terurai

( % )

Gram per

hari

% perhari

15 6,9020917 3,0979083 30,979083 0,20658333 2,0658333

30 5,73625 4,26375 42,6375 0,14208333 1,4208333

45 4,0114167 5,9885833 59,885833 0,13225 1,3225

13

sisa daun. Semakin lama waktu dekomposisi

semakin besar yang terurai.

Untuk total rata-rata laju persentase

dekomposisi serasah daun mangrove perhari

dapat dilihat pada gambar 7 di bawah ini

Gambar 17. Total rata-rata persentase laju dekomposisi serasah daun Mangrove

Pada grafik garis diatas terlihat

rata-rata laju dekomposisi perhari cukup

tinggi pada kisaran 15 hari yaitu sebesar 2,0

% perharinya dan perlahan lahan turun

menjadi 1,4 % pada hari ke 30 dan 1,3 %

pada hari ke 45. Laju dekomposisi tertinggi

terjadi pada tahap awal, hal ini diduga

berhubungan erat dengan kehilangan bahan

organik dan anorganik yang mudah larut

(pelindihan) dan juga hadirnya

mikroorganisme yang berperan dalam

perombakan beberapa zat yang terkandung

dalam daun mangrove. Semakin lama waktu

proses, semakin turun kecepatan perharinya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Rata – rata Produksi Serasah Daun

Mangrove di Pulau Los Kelurahan

Senggarang Kota Tanjungpinang perhari

masing-masing sebesar 3,0465267

gram/m2/hari pada stasiun I, 4,8896428

gram/m2/hari pada stasiun II, dan 3,2784398

gram/m2/hari pada stasiun III, serta rata –

rata total produksi Serasah Daun Mangrove

di Pulau Los Kelurahan Senggarang Kota

Tanjungpinang adalah sebesar 3,738203

gram/m2/hari. Faktor iklim seperti angin dan

hujan sangat mempengaruhi produksi

serasah.

2,0658333

1,4208333 1,3225

0

0,5

1

1,5

2

2,5

15 hari 30 hari 45 hari

dekomposisi %/hari

14

Penyusutan bobot kering Serasah

Daun Mangrove terbesar terdapat pada

Stasiun III, dan yang terendah terdapat pada

Stasiun II. Rata – rata total penyusutan

bobot kering serasah daun Mangrove di

Pulau Los perhari sebesar 0,13225 gram/hari

atau 1,3225 %/hari. Penyusutan bobot

tertinggi distasiun III diduga disebabkan

keterandaman yang cukup sering serta

tutupan hutan yang kurang rimbun sehingga

intensitas cahaya matahari yang diterima

cukup tinggi.

6.2. Saran

Dari hasil penelitian, dapat

disarankan untuk melakukan penelitian lebih

lanjut tentang laju dekomposisi serasah daun

hingga pada jenis dan kandungannya serta

peranan penting dekomposer dalam proses

dekomposisi.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Z. 2012. Identifikasi dan Zonasi

Vegetasi Mangrove di Pulau Los

Kelurahan Senggarang Kota

Tanjungpinang.

Bengen, D. G. 2000. Pedoman Teknis

Pengenalan dan Pengelolaan

Ekosistem Mangrove. PKSPL. IPB.

Bogor.

Biodiversitas Volume 9, Nomor 4 Halaman

284 – 28. ISSN: 1412-033X.

Oktober 2008. Produksi Serasah

Hutan Mangrove di Perairan Pantai

Teluk Sepi Lombok Barat.

Gufran, A. 2003 Laju Penghancuran

Serasah Daun Beberapa Jenis

Mangrove di Hutan Mangrove

Rembang.

Handayani, T. 2004 Laju Dekomposisi

Serasah Mangrove Rhizophora

Mucronata Lamk Di Pulau Untung

Jawa, Kepulauan seribu, Jakarta.

Indriani, Y. 2008 Produksi dan Laju

Dekomposisi Serasah Daun

Mangrove Api – api (Avicennia

Marina Forssk. Vierh) di Desa

Lontar, Kecamatan Kemiri,

Kabupaten Tangerang, Provinsi

Banten.

Lestarina, M P. 2011. Produktifitas Serasah

Mangrove dan Potensi Kontribusi

Unsur hara di Perairan Mangrove

Pulau Panjang Banten.

Mahmudi, M, Soewardi, K, Kusmana, C,

Hardjomidjojo, H, Damar, A. Laju

Dekomposisi Serasah Mangrove

dan Kontribusinya Terhadap

Nutrien.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Penerbit

Djambatan. Jakarta.

Wibisana, T B. 2004 Produksi dan Laju

Dekomposisi Serasah Mangrove di

Wilayah Pesisir Kabupaten Berau,

Propinsi Kalimantan Timur.