20
PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT BERDOKUMEN DALAM NEGERI (STUDI KASSUS PADA BANK X) Evi Dita Pratiwi dan Aad Rusyad Nurdin Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Email: [email protected] [email protected] Abstrak Dalam skripsi ini dibahas tentang prinsip kehati-hatian yang pada transaksi SKBDN yang dilakukan oleh Bank X. SKBDN itu sendiri merupakan suatu janji bayar yang diberikan oleh bank penerbit kepada penerima. SKBDN akan digunakan utuk transaksi perdagangan yang memiliki nilai besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh Bank X pada transaksi SKBDN. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implikasi yang terjadi apabila Bank X melakukan pelanggaran SKBDN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitis, yaitu penelitian yang memberikan gambaran dan penjelasan berdasarkan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini adalah Bank X telah melakukan prinsip kehati-hatian yang diatur di dalam Undang-undang dan Peraturan Bank Indonesia, akan tetapi Bank X melanggar salah satu aturan Bank Indonesia dikarenakan pemohon adalah salah satu nasabah terbesar pada Bank X. The Implementation of Prudential Banking Principle on Domestic Letter of Credit Transaction (Case Study in Bank X) Abstract This minor thesis is about the implementation of prudential principle on Domestic Letter of Credit (SKBDN) in Bank X. A Domestic Letter of Credit is any arrangement of the issuing bank to honor a complying presentation. Domestic Letter of Credit is one of payment method for goods transaction which used for a huge transaction. The purposes of this minor thesis are to know the implementation of prudential principle on Domestic Letter of Credit and to know the implication for party who breaks the regulation. Research method which is used in this study is a qualitative method and the shape of the research is descriptive-analytical, which is empirically gives an overview and explanation based on the analysis conducted in this research. Results from this research are Bank X was followed the regulation and Bank of Indonesia regulations, but Bank X broke on of Bank of Indonesia regulation because the applicant is one of the majority customer. Keywords: Bank; Domestic Letter of Credit; Risk; Risk Management; Prudential Banking Principle. Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT BERDOKUMEN DALAM NEGERI (STUDI KASSUS PADA BANK X)

Evi Dita Pratiwi dan Aad Rusyad Nurdin

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

Email: [email protected]

[email protected]

Abstrak

Dalam skripsi ini dibahas tentang prinsip kehati-hatian yang pada transaksi SKBDN yang dilakukan oleh Bank X. SKBDN itu sendiri merupakan suatu janji bayar yang diberikan oleh bank penerbit kepada penerima. SKBDN akan digunakan utuk transaksi perdagangan yang memiliki nilai besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh Bank X pada transaksi SKBDN. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implikasi yang terjadi apabila Bank X melakukan pelanggaran SKBDN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitis, yaitu penelitian yang memberikan gambaran dan penjelasan berdasarkan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini adalah Bank X telah melakukan prinsip kehati-hatian yang diatur di dalam Undang-undang dan Peraturan Bank Indonesia, akan tetapi Bank X melanggar salah satu aturan Bank Indonesia dikarenakan pemohon adalah salah satu nasabah terbesar pada Bank X.

The Implementation of Prudential Banking Principle on Domestic Letter of Credit

Transaction (Case Study in Bank X)

Abstract

This minor thesis is about the implementation of prudential principle on Domestic Letter of Credit (SKBDN) in Bank X. A Domestic Letter of Credit is any arrangement of the issuing bank to honor a complying presentation. Domestic Letter of Credit is one of payment method for goods transaction which used for a huge transaction. The purposes of this minor thesis are to know the implementation of prudential principle on Domestic Letter of Credit and to know the implication for party who breaks the regulation. Research method which is used in this study is a qualitative method and the shape of the research is descriptive-analytical, which is empirically gives an overview and explanation based on the analysis conducted in this research. Results from this research are Bank X was followed the regulation and Bank of Indonesia regulations, but Bank X broke on of Bank of Indonesia regulation because the applicant is one of the majority customer.

Keywords: Bank; Domestic Letter of Credit; Risk; Risk Management; Prudential Banking Principle.

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 2: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

Pendahuluan

Perbankan menurut Undang-undang No. 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank didefinisikan sebagai:

“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”1

Sebagai lembaga keuangan, bank memiliki peranan penting dalam kegiatan

perekonomian suatu negara karena maju atau tidaknya suatu negara dapat dilihat dari fungsi

bank yang ada di negara tersebut.2 Untuk mewujudkan keberhasilan kegiatan ekonomi di

suatu negara, bank sebagai lembaga keuangan memiliki beberapa kegiatan untuk mencapai

hal tersebut, dimana kegiatan bank pada umumnya adalah:3

1. Menghimpun dana (uang) dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya: simpanan

giro (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit) dan simpanan deposito (time

deposit).4

2. Menyalurkan dana ke masyarakat.

3. Memberikan jasa-jasa lainnya.

Pada kegiatan pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank, bank memiliki peranan penting

sebagai lembaga yang memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.5

Untuk memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, maka untuk

                                                                                                                         1 Indonesia, Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Ps. 1 angka 2. 2 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, edisi revisi, cet. 10, (Jakarta: PT Rajagrafindo, 2012), hal. 2. 3 Ibid., hal. 33. 4 Ibid., hal. 4. 5 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia ditinjau menurut Undang-undang No. 7 Tahun

1992 tentang Perbankan, Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, dan

Undang-undang No. 23 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Inodnesia, serta

Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), cet. 7, (Jakarta: Kencana, 2011),

hal. 81.

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 3: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

mendukung hal tersebut, bank mengeluarkan beberapa jasa perbankan, salah satunya adalah

letter of credit dalam transaksi perdagangan dalam negeri dan luar negeri.6

Letter of Credit dalam transaksi perdagangan luar negeri berdasarkan UCP 600 didefinisikan

sebagai “… any arrangement, however named or described, that is irrevocable and thereby

constitutes a definite undertaking of the issuing bank to honour a compling presentation.”7

Letter of credit dalam perdagangan internasional diterbitkan dengan tujuan untuk

memberikan jaminan pembayaran kepada penerima L/C. Dengan adanya jaminan yang

diberikan oleh penerbit L/C (yang biasanya bertindak sebagai pembeli barang) kepada

penerima (yang biasanya adalah penjual barang) maka L/C sangat disukai oleh pedagang

Internasional.8 Adanya janji bayar dari seorang pembeli kepada penjual, sebenarnya telah ada

sejak zaman dahulu terutama di zaman perdagangan.9

Di Indonesia, terdapat jaminan pembayaran seperti letter of credit yang diperuntukkan

untuk perdagangan dalam negeri, jaminan itu dikenal dengan Letter of Credit Dalam Negeri

atau Surat Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). Dasar hukum operasional dari SKBDN

terdapat di dalam Peraturan Bank Indonesia No. 5/6/PBI/2003 jo. PBI No. 10/5/PBI/2008. Di

Peraturan Bank Indonesia, SKBDN diartikan sebagai:

“….setiap janji tertulis berdasarkan permintaan tertulis Pemohon (Applicant) yang mengikat Bank Pembuka (Issuing Bank) untuk melakukan pembayaran kepada Penerima atau ordernya, atau mengaksep dan membayar wesel yang ditarik oleh Penerima; memberi kuasa kepada Bank lain untuk melakukan pembayaran kepada Penerima atau ordernya, atau mengaksep dan membayar wesel yang ditarik oleh Penerima; atau memberi kuasa kepada Bank lain untuk menegosiasi wesel yang ditarik oleh Penerima atas penyerahan dokumen, sepanjang persyaratan dan kondisi SKBDN dipenuhi.”10

                                                                                                                         6 Ibid., hal. 93. 7 ICC, Uniform Customs and Practice for Documentary Credit, 2007 Revision, ICC Publication No. 600,

article 1. 8 Ramlan Ginting, Letter of Credit: Tinjuan Aspek Hukum dan Bisnis, (Jakarta: Trisakti, 2007), hal. 39. 9 Sweet dan Maxwell, Law of Bank Payments, edisi ke-4, (England & Wales: Thomson Reuters, 2010),

hal. 751 10 Bank Indonesia Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia

No. 5/6/PBI/2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri, PBI No. No. 10/5/PBI/2008, LN No. 31DInt/UKMI Tahun 2008, TLN No. 4819 DInt/UKMI Ps. 1 angka 1.

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 4: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

Hubungan hukum utama yang terdapat dalam suatu pembukaan SKBDN secara

sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:11

a. Hubungan hukum antara pembeli (pemohon) dan penjual (penerima) berdasarkan

kontrak penjualan;

b. Hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit berdasarkan permintaan

penerbitan SKBDN sebagai kontrak;

c. Hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima berdasarkan SKBDN sebagai

kontrak;

d. Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus berdasarkan kontrak keagenan;

e. Hubungan hukum antara bank penerus dan penerima berdasarkan kontrak pembayaran

SKBDN.

Masing-masing hubungan hukum di atas adalah terpisah satu sama lain karena pihak-

pihaknya berbeda dan para pihak memiliki hak dan kewajiban yang berbeda pula.

Meskipun hubungan hukum yang ada pada transaksi SKBDN berbeda satu dengan

lainnya, tetapi bank yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana masyarakat dan

menyalurkan dana ke masyarakat, harus berhati-hati dalam memilih transaksi SKBDN mana

yang akan disetujui oleh bank. Sikap hati-hati yang harus diterapkan bank baik dalam

pemberian kredit atau pemberian fasilitas lainnya seperti SKBDN dikenal dengan prinsip

kehati-hatian (Prudential Banking Principle).

Prinsip kehati-hatian harus diterapkan dalam kegiatan perbankan Indonesia, hal tersebut

telah diatur dalam UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun

1998 tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa “Perbankan Indonesia dalam melakukan

usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.”12

Menurut Undang-undang No. 24 Tahun 1999, tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai

Tukar, prinsip kehati-hatian didefinisikan sebagai:

                                                                                                                         11 Ramlan Ginting, Op.Cit., hal. 34. 12 Indonesia, Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

Op.Cit., ps. 2.

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 5: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

“… salah satu upaya untuk meminimalkan risiko usaha dalam pengelolaan bank, baik melalui ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maupun ketentuan intern Bank yang bersangkutan.”13

Transaksi dalam SKBDN yang disebutkan sebelumnya, merupakan salah satu kegiatan

bank dimana bank akan memberikan jasa yang berupa penerbitan SKBDN yang dimohonkan

oleh pemohon SKBDN. Pada umumnya transaksi SKBDN hanya digunakan dalam transaksi

barang. Dalam PBI No. 5/6/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.

10/5/PBI/2008 disebutkan bahwa “SKBDN hanya dilakukan untuk transaksi perdagangan

barang. Dalam hal transaksi perdagangan barang tersebut terkait dengan perdagangan jasa

yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, nilai barang harus lebih besar dari nilai jasa.”14

Pada praktiknya terdapat salah satu bank yang beroperasi di Indonesia yang pernah

meneruskan SKBDN untuk transaksi jasa (selanjutnya disebut Bank X). Sebagai bank

penerus, ia berkewajiban untuk meneruskan SKBDN yang ia terima kepada penerima. Setelah

Bank X mengetahui bahwa penerima adalah salah satu nasabah utama yang bonafid dan

sering melakukan transaksi di Bank X, Bank X setuju untuk meneruskan SKBDN yang telah

dikeluarkan oleh bank penerbit(selanjutnya disebut Bank Y). Padahal, telah diketahui bahwa

berdasarkan PBI No. 5/6/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 10/5/PBI/2008

SKBDN hanya diperuntukan untuk perdagangan barang.

Pada permasalahan ini, pemohon mengajukan permohonan kepada Bank Y untuk

menerbitkan SKBDN dengan tujuan memberikan jaminan pembayaran kepada penerima,

karena penerima telah melakukan jasa penimbunan dan pemadatan tanah. Dalam hal ini

pemohon memiliki sebuah proyek untuk membuat jalan atau bangunan, dimana pemohon

telah memiliki sebidang tanah dan semua bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat jalan

atau bangunan. Sebelum pembuatan jalan/bangunan pemilik proyek (dalam hal ini adalah A)

harus meratakan tanah yang ada terlebih dahulu. Untuk meratakan tanah, A membutuhkan

bantuan pihak lain karena A tidak memiliki peralatan dan tenaga yang memadai untuk

meratakan tanah. Oleh sebab itu, A meminta bantuan B untuk melakukan penimbunan dan

pemadatan tanah. Pihak B pun bersedia untuk melakukan jasa penimbunan dan pemadatan

tanah yang diminta oleh A, akan tetapi sebagai kontraktor, B ingin mendapatkan jaminan

                                                                                                                         13 Indonesia, Undang-undang tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, UU No. 24 Tahun

1999, LN No. 67 Tahun 1999, TLN No. 3844, penjelasan Ps. 4 (1) 14 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No.

5/6/PBI/2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri, Op.Cit., ps. 2 ayat (3).

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 6: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

pembayaran atas jasa yang telah ia kerjakan. Mengetahui hal tersebut, A berinisiatif untuk

memohonkan penerbitan SKBDN kepada Bank Y. SKBDN yang akan diterbitkan tersebut

diperuntukkan untuk pihak B. Bank Y yang menerbitkan SKBDN tersebut selanjutnya

meminta bantuan bank lain untuk meneruskan SKBDN yang telah diterbitkannya guna untuk

menyampaikan SKBDN kepada penerima.

Bank Y sebagai bank penerbit bersedia untuk menerbitkan SKBDN yang dimohonkan

oleh pihak A, padahal SKBDN yang dimohonkan oleh A merupakan SKBDN yang bertujuan

untuk pembayaran jasa kepada pihak B.

Bank X yang merupakan bank koresponden dari Bank Y terlibat dalam transaksi

SKBDN ini sebagai bank penerus. Sebagai bank penerus, Bank X hanya berkewajiban untuk

meneruskan SKBDN yang ia terima dari Bank Y kepada pihak B. Bank X dimungkinkan

untuk melakukan negosiasi terhadap SKBDN yang diterbitkan oleh Bank Y karena Bank X

mengetahui bahwa Bank Y sebagai penerbit SKBDN merupakan bank yang bonafid, di sisi

lain pihak B merupakan nasabah utama Bank X. Dengan negosiasi yang dilakukan oleh Bank

X, maka Bank X bersedia untuk melakukan pembayaran kepada pihak B terlebih dahulu,

sebelum bank Y melakukan pembayaran, sebesar nilai dokumen yang ditagihkan maksimal

sebesar nilai SKBDN.

Pada transaksi SKBDN yang dilakukan oleh bank, Bank Indonesia mewajibkan seluruh

bank yang beroperasi di Indonesia harus memberikan laporan bulanan mengenai transaksi

SKBDN yang telah dilakukan. Kewajiban memberikan laporan kepada Bank Indonesia telah

diatur dalam PBI No. 5/6/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 10/5/PBI/2008

jo PBI No. 14/12/PBI/2012 tentang Laporan Kantor Pusat Bank Umum. Dalam aturan

dimaksud disebutkan bahwa setiap bank yang melakukan transaksi SKBDN harus

memberikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai transaksi SKBDN apa saja yang telah

dilakukan oleh bank tersebut setiap bulan.

Bank Y dan Bank X sebagai bank yang terlibat dalam transaksi SKDBN untuk transaksi

jasa tentu memberikan laporan bulanan terhadap Bank Indonesia, akan tetapi dikarenakan

laporan yang diberikan kepada Bank Indonesia tidak ada rincian mengenai tujuan pemberian

SKBDN, maka Bank Indonesia tidak mengetahui jika dalam laporan tersebut terdapat

transaksi jasa yang menggunakan fasilitas SKBDN.

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 7: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

Apabila nasabah lain mengetahui bahwa Bank X turut melakukan pelanggaran terhadap

aturan Bank Indonesia karena Bank Y, maka dimungkinkan banyak nasabah yang akan

khawatir akan penerapan prinsip kehati-hatian yang diterapkan Bank X karena mereka

mengkhawatirkan dana yang telah mereka simpan. Oleh sebab itu, Bank X harus

melaksanakan prinsip kehati-hatian untuk meminimalkan risiko-risiko yang dihadapi dalam

menjalankan kegiatan perbankan.

Dari penjelasan sebelumnya maka timbullah suatu pertanyaan apakah Bank Y telah

menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penerbitan SKBDN dan jasa-jasa perbankan apa

yang sebaiknya digunakan untuk menjamin pembayaran kontraktor, mengingat SKBDN tidak

mengakomodasi jaminan pembayaran untuk kontraktor pada suatu transaksi jasa.

Dari latar belakang yang telah disebutkan, permasalahan yang akan diteliti dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam transaksi SKBDN?

2. Bagaimana implikasi hukum terhadap tindakan negosiasi SKBDN dalam transaksi jasa

bagi Bank X?

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui penerapan prinsip kehati-hatian pada transaksi yang menggunakan Surat

Kredit Berdokumen Dalam Negeri apabila dilihat dari peraturan perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia.

2. Mengetahui implikasi hukum yang akan terjadi jika suatu bank konvensional melakukan

penerusan terhadap SKBDN pada transaksi jasa.

Tinjauan Teoritis

Prinsip kehati-hatian (prudent principle) adalah suatu prinsip yang menyatakan bahwa

bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent)

dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.15 Prinsip kehati-

hatian merupakan prinsip yang harus ditaati oleh bank dalam menjalankan usahanya. Dasar

                                                                                                                         15 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2001), hal. 18.

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 8: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

hukum yang mengatur bahwa prinsip kehati-hatian harus dijalankan oleh bank ada pada pasal

2 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.

10 Tahun 1998 yang berbunyi “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan

Demokrasi Ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.”16 Selain itu prinsip kehati-

hatian juga diatur di dalamUndang-undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa

dan Sistem Nilai Tukar. Dalam pasal 4 ayat (1) UU Lalu Lintas Devisa disebutkan bahwa

“Salah satu upaya untuk meminimalkan risiko usaha dalam pengelolaan bank, baik melalui

ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maupun ketentuan intern bank yang

bersangkutan.”17

Pada pasal 29 ayat (2) Undang-undang Perbankan, bank yang beroperasi di Indonesia

wajib untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan usahanya.18 Prinsip kehati-

hatian harus dijunjung tinggi oleh bank karena tugas utama bank adalah menghimpun dan

menyalurkan dana dari dan ke masyarakat, sehingga bank harus berhati-hati dalam mengelola

uang nasabahnya.19 Selain itu undang-undang perbankan juga mengatur bahwa prinsip kehati-

hatian harus diterapkan oleh bank dalam melakukan kegiatan penyaluran kredit. Pengaturan

tersebut diatur di dalam pasal 29 ayat (3) undang-undang perbankan, yang berbunyi:

“Dalam memberikan Kredit atau Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.”

Dalam menjalankan prinsip kehati-hatian pada kegiatannya memberikan kredit, bank

harus menganut salah satu prinsip pemberian kredit yaitu prinsip 5C, prinsip 7P, atau Prinsip

Studi Kelayakan. Pada prinsip 5C bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:20

                                                                                                                         

16 Indonesia, Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, op.cit., ps. 2.

17 Indonesia, Undang-undang tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, Op.Cit., Penjelasan

ps. 4 ayat (1). 18 Hermansyah, Op.Cit., hal. 7. 19 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, Op.Cit., hal. 4. 20 Kasmir, Manajemen Perbankan, cet. 10, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), hal. 91

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 9: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

1. Character

Character merupakan sifat tau watak seseorang yang mana dalam pembahasan ini

adalah nasabah. Dalam prinsip kehati-hatian, bank akan meneliti bagaimana sifat

dari nasabahnya, selain itu bank juga akan meneliti bagaimana latar belakang

pekerjaan, cara hidup, gaya hidup, keadaan keluarga, hobi, dan sosial nasabahnya.

Dari penilaian karakteristik ini, bank akan mengetahui seberapa besar kemauan

nasabahnya untuk melunasi pinjaman-pinjaman yang ia miliki di bank.

2. Capacity

Prinsip 5C yan kedua adalah capacity yang tujuannya adalah mengetahui

kemampuan calon nasabah untuk membayar hutang-hutang yang ia miliki apabila

ia menjadi peminjam di suatu bank. bank akan melihat kemampuan nasabah

berdasarkan kemampuannya mengelola bisnis dan mencari laba. Semakin banyak

sumber pendapatan yang di dapat, maka semakin tinggi kemampuannya untuk

membayar.

3. Capital

Capital adalah prinsip yang digunakan untuk mengetahui sumber-sumber

pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.

4. Collateral

Collateral adalah jaminan yang akan diberikan oleh nasabah apabila ia menjadi

peminjam dari suatu bank. Tugas bank dalam prinsip collateral ini adalah meneliti

keabsahan dari jaminan yang diberikan oleh nasabah tersebut.

5. Condition

Condition adalah salah satu prinisp yang harus dilihat oleh pihak bank, apakah

kondisi perekonomian Indonesia untuk usaha yang akan dilakukan oleh nasaba

peminjam akan baik di masa yang akan datang karena apabila kondisi dimasa

datang tidak membaik, maka bank akan mengalami kerugian jika memberikan

suatu kredit kepada calon debiturnya

Untuk menjalankan prinsip kehati-hatian yang diamanahkan oleh pasal 2 Undang-

undang Perbankan, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral mengeluarkan beberapa peraturan

mengenai prinsip kehati-hatian yang harus dipatuhi oleh bank21 dimana peraturan – peraturan

tersebut adalah:

                                                                                                                         21 Kasmir, Manajemen Perbankan, Op.Cit., hal. 25.

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 10: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SK Dir BI) No. 27/162/KEP/DIR

tertanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan Pelaksanaan Kebijakan

Perkreditan bagi Bank Umum.

2. Peraturan Bank Indonesia No. 5/6/PBI/2003 sebagai mana telah diubah dengan

Peratauran Bank Indonesia No. 10/5/PBI/2008 tentang Surat Kredit Berdokumen

Dalam Negeri

3. Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Bank Indonesia No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian

Kredit Bank Umum.

4. Peraturan Bank Indonesia No. 14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti

Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum.

5. Peraturan Bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi

Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah

6. Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006 tentang prinsip Good Corporate

Governance

7. Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 seabgaimana telah diubah dengan

Peraturan Bank Inodonesia No. 11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen

Risiko Bagi Bank Umum

8. Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aktiva

Bagi Bank Umum.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif.22 Jenis tipologi yang digunakan adalah deskriptif analisis. Jenis data yang

digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan. Adapun jenis

bahan hukum yang dipergunakan adalah:

1. Bahan hukum primer yaitu merupakan bahan hukum yang mengikat kepada

masyarakat. Terdiri dari:

a. Norma atau kaedah dasar yaitu Pembukaan Undang-undang Dasar 1945

b. Peraturan dasar:

1) Batang tubuh Undang-undang Dasar 1945                                                                                                                          

22 Sri Mamudji, et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 9 – 10.

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 11: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

c. Peraturan perundang-undangan:

Dalam penulisan ini akan dipergunakan berbagai peraturan perundang-

undangan diantaranya seperti:

1) Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan;

2) Undang-undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan

Sistem Nilai Tukar;

3) Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;

4) Undang-undang No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan

UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia

d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan seperti peraturan yang dibuat oleh

Bank Indonesia terkait dengan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri,

seperti:

1) PBI No. 5/6/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.

10/5/PBI/2008 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri;

2) PBI No. 5/8/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.

11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank

Umum;

3) PBI No. 7/3/PBI/2005 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.

10/5/PBI/2008 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank

Umum;

4) PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank

dan Penggunaan data Pribadi Nasabah;

5) PBI No. 8/4/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.

8/14/PBI/2006 tentang Good Corporate Governance bagi Bank Umum;

6) PBI No. 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum;

7) PBI No. 11/28/PBI/2009 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.

14/127/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan

Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum;

8) PBI No. 14/12/PBI/2012 tentang Laporan Kantor Pusat Bank Umum;

9) PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum;

2. Bahan hukum sekunder yaitu merupakan bahan hukum yang menjelaskan bahan

hukum primer, seperti buku ataupun skripsi, tesis atau disertasi yang telah dibuat

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 12: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

sebelumnya, yang dalam pengutipan atau pengambilan data akan dicantumkan

melalui footnote dan/atau daftar pustaka.

3. Bahan hukum tersier yaitu merupakan bahan hukum yang menjelaskan bahan

hukum primer atau sekunder seperti kamus, ensiklopedia, dan sebagainya yang

dalam pengutipan atau pengambilan data akan dicantumkan melalui footnote

dan/atau daftar pustaka.

Alat pengumpulan data yang digunakan oleh penulis berupa studi dokumen dan

wawancara.23 Studi dokumen dilakukan dengan menelaah berbagai bahan kepustakaan seperti

buku, jurnal ilmiah, norma dasar, undang-undang yang terkait dengan penelitian.24 Sedangkan

wawancara dilakukan kepada informan dari Bank X yang bekerja pada bagian divisi hukum.

Hasil Penelitian

SKBDN merupakan suatu metode pembayaran yang diperuntukkan untuk perdagangan

barang. Akan tetapi dalam hal ini, ada suatu bank (yang selanjutnya disebut Bank Y) yang

berani untuk menerbitkan SKBDN untuk transaksi jasa. Sebagai pemohon (yang selanjutnya

disebut A), ia melakukan permohonan penerbitan SKBDN untuk menjamin pembayaran

kepada penerima (yang selanjutnya disebut B) karena A dan B telah sepakat untuk melakukan

kerjasama dalam pemberian jasa pembuatan semen.

Pada transaksi SKBDN tentu diperlukan bank lain yang kedudukannya sebagai bank

penerus, dalam hal ini bank penerus adadalah Bank X. Awalnya Bank X hanya berkedudukan

sebagai bank penerus, akan tetapi karena suatu hal, Bank X menyetujui untuk melakukan

negosiasi terhadap SKBDN yang telah dikeluarkan oleh Bank Y. Menurut informan dari Bank

X, ssebelum melakukan negosiasi, Bank X telah melakukan prinsip 5C terhadap pihak A.

Dari prinsip 5C tersebut, Bank X mengetahui bahwa pihak A dan Bank Y merupakan pihak-

pihak yang bonafid.

                                                                                                                         23 Ibid. 24 Ibid., hal. 29 – 30.

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 13: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

Pembahasan

Bank X yang merupakan Bank Umum Konvensional di Indonesia, dalam menjalankan

fungsi dan kegiatan usahanya memiliki beberapa risiko, diantaranya: risiko kredit, risiko

pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko hukum, risiko reputasi dan

risiko stratejik.25 Untuk meminimalkan risiko-risiko tersebut, Bank X harus menerapkan

prinsip kehati-hatian.26 Prinsip kehati-hatian (prudent principle) diartikan sebagai prinsip

yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib

bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan

padanya.27 Prinsip kehati-hatian wajib dilaksanakan oleh Bank X dengan cara tunduk pada

ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia maupun ketentuan internal Bank X.28

Apabila dilihat dari kasus posisi dalam transaksi SKBDN untuk transaksi jasa yang

dilakukan Bank X, maka analisis penulis berdasarkan Undang-undang dan Peraturan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam transaksi SKBDN mengenai

penerusan dan negosiasi yang dilakukan oleh Bank X adalah sebagai berikut:

SKBDN yang diterbitkan oleh Bank Y (issuing bank) merupakan SKBDN yang

bertujuan untuk pembayaran transaksi jasa. Berdasarkan pasal 2 PBI No. 5/6/PBI/2003

sebagiamana telah diubah dengan PBI No. 10/5/PBI/2008 tentang Surat Kredit Berdokumen

Dalam Negeri, disebutkan bahwa:

“SKBDN hanya dilakukan untuk transaksi perdagangan barang; Dalam hal ini transaksi perdagangan barang tersebut terkait dengan transaksi jasa yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, nilai barang harus lebih besar dari nilai jasa.”29

Dari pasal diatas diketahui bahwa SKBDN hanya digunakan untuk perdagangan barang. Para

pihak yang ingin menggunakan SKBDN untuk transaksi jasa hanya diperbolehkan apabila

pemberian jasa tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan nilai barang haruslah lebih besar                                                                                                                          

25 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, Op.Cit., ps. 7

26 Indonesia, Undang-undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar,

Op.Cit., penjelasan ps. 4 ayat (1). 27 Rachmadi Usman, Op.Cit., hal. 18. 28 Indonesia, Undang-undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar,

Op.Cit., penjelasan ps. 4 ayat (1). 29 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No.

5/6/PBI/2003 tentng Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri, Op.Cit., ps. 2

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 14: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

dibandingkan nilai jasa, seperti jasa pembelian dan pemasangan AC (Air Conditioner). Pada

kasus posisi diatas disebutkan bahwa penerbitan SKBDN ditujukan untuk membayar jasa

penimbunan dan pemadatan tanah

Penimbunan tanah apabila diartikan secara gramatika diartikan sebagai proses, cara, dan

perbuatan menimbun.30 Sehingga penimbunan tanah dapat diartikan sebagai proses, cara, dan

atau perbuatan untuk menimbun tanah dengan tujuan tertentu. Sedangkan pengertian dari

pemadatan tanah adalah upaya untuk mengatur kembali susunan butiran tanah, agar menjadi

lebih rapat sehingga tanah akan lebih padat.”31

Berdasarkan pengertian dari penimbunan dan pemadatan tanah diatas, maka Bank Y

telah salah memilih instrument pembayaran yaitu dengan menerbitkan SKBDN yang

dimohonkan penerbitannya oleh pihak A (applicant). Bank Y menerbitkan SKBDN untuk

transaksi jasa sehingga ia melanggar pasal 2 PBI No. 5/6/PBI/2003 sebagaimana telah diubah

dengan PBI No. 10/5/PBI/2008.

Pada saat Bank X memutuskan untuk melakukan penerusan dan selanjutnya

menegosiasi dokumen SKBDN, Bank X telah melakukan prinsip kehati-hatian untuk

mengurangi risiko kredit yang ada pada transaksi dimaksud. Dalam melaksanakan prinsip

kehati-hatian, Bank X telah melakukan CDD (Customer Due Diligence) dengan

menggunakan metode 5C. Pada pelaksanaan CDD, Bank X mengetahui bahwa B

(beneficiary) merupakan nasabah yang tidak pernah masuk Daftar Hitam Nasional (DHN)32

Bank Indonesia, selain itu Bank X juga mengetahui jika B merupakan salah satu nasabah

yang memiliki dana simpanan terbesar dan sering melakukan transaksi yang menguntungkan

pada Bank X. Dari hasil CDD yang dilakukan oleh Bank X, Bank X pun memutuskan untuk

melakukan penerusan dan dapat dilanjutkan dengan negosiasi dokumen SKBDN yang

dimohonkan penerbitannya oleh A (applicant) dengan disertai hak regres.

                                                                                                                         30 Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit., hal. 1194 31 Tekno, Loc.Cit. 32 Bank Indonesia, diakses dari http://www.bi.go.id/id/iek/alat-pembayaran/Contents/Default_DHN.aspx

pada hari Minggu, 8 September 2015. Daftar Hitam Nasional (DHN) adalah informasi mengenai identitas pemilik rekening yang melakukan penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro baik melalui kliring maupun loket bank (over the counter). Seseorang akan dimasukan kedalam DHN apabila ia melakukan penarikan cek dan/atau bilyet giro kosong yang berbeda sebanyak 3 (tiga) lembar atau lebih dengan nilai nominal masing-masing Rp.500.000.000 pada bank yang sama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan; atau penarikan cek dan/atau bilyet giro Kosong 1 (satu) lembar dengan nilai nominal Rp.500.000.000,00 atau lebih.

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 15: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

Berdasarkan pasal 2 UU Perbankan jo. pasal 23 PBI No. 14/27/PBI/2012 tentang

Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank

Umum menyebutkan bahwa prinsip kehati-hatian yang harus dimiliki perbankan salah

satunya adalah dengan menerapkan prinsip CDD kepada nasabahnya. Pada PBI tersebut

dikatakan bahwa bank harus memiliki informasi terkait dengan calon nasabahnya. Apabila

dihubungkan dengan kasus posisi diatas, Bank X telah memenuhi pasal 23 PBI No.

14/27/PBI/2012 karena sebelum Bank X menyetujui untuk melakukan negosiasi terhadap

SKBDN yang dimohonkan oleh B (beneficiary), Bank X telah memiliki informasi mengenai

bonafiditas Bank Y dan nasabah B (beneficiary) dan ternyata B merupakan salah satu nasabah

yang bonafid berdasarkan 5C, usahanya baik, memiliki dana besar dan transaksinya

menguntungkan Bank X.

SKBDN atau yang lebih dikenal dengan domestic letter of credit harus mengikuti aturan

yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit karena

SKBDN merupakan transaksi rekening administratif.33 Pada pemberian fasilitas SKBDN,

baik Bank Penerbit, Bank Penegosiasi, dan Bank Pengkonfirmasi harus memperhatikan

berapa nilai maksimal SKBDN yang dapat diberikan kepada nasabah. Berdasarkan PBI

tentang BMPK, bank hanya boleh memberikan dana kepada pihak terkait dengan bank paling

tinggi sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari modal bank.34 Sedangkan untuk pihak tidak

terkait, bank hanya boleh memberikan dana paling tinggi sebesar 20% (dua puluh per seratus)

dari modal bank.35

Apabila dilihat dari besarnya dana yang diberikan oleh Bank X kepada A (applicant)

yang bukan merupakan pihak terkait, maka SKBDN sebesar ±Rp. 1.900.000.000,00 (satu

milyar sembilan ratus juta rupiah) ternyata tidak melebihi 20% (dua puluh perseratus) dari

modal bank. Sehingga meskipun Bank X melakukan negosiasi terhadap SKBDN untuk

transaksi jasa, Bank X tidak melanggar pasal 11 PBI No. 7/3/PBI/2003 sebagaimana telah

diubah dengan PBI No.8/13/PBI/2006.

Penerusan dan negosiasi yang dilakukan oleh Bank X terhadap SKBDN yang

diterbitkan oleh Bank Y merupakan kesalahan yang dilakukan oleh Bank X. Kesalahan

                                                                                                                         33 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No.

7/3/PBI/2005 tentangBatas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Op.Cit., ps. 1 angka 17. 34 Ibid., ps. 4 35 Ibid., ps. 11 ayat (1).

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 16: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

tersebut dikarenakan Bank X yang sudah mengetahui penerbitan SKBDN untuk transaksi jasa

tidak diperbolehkan, namun tetap meneruskan SKBDN dan melakukan negosiasi terhadap

SKBDN jasa yang telah diterbitkan oleh Bank Y. Perbuatan itu, membuat Bank X melanggar

pasal 2 PBI No. 5/6/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 10/5/PBI/2008

tentang SKBDN. Dengan melanggar PBI tentang SKBDN, Bank X dapat terkena risiko

kepatuhan, risiko kredit, risiko reputasi, risiko hukum, dan risiko likuiditas.

Bank X akan terkena risiko kepatuhan pada saat ia melakukan penerusan dan negosiasi

terhadap SKBDN jasa karena Bank X mengetahui bahwa SKBDN untuk transaksi jasa

dilarang oleh PBI 5/6/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 10/5/PBI/2008,

akan tetapi Bank X justru melakukan penerusan dan negosiasi dengan alasan Bank Penerbit

SKBDN sebagai penjamin merupakan bank yang bonafid, dan pihak B (beneficiary)

merupakan nasabah utama Bank X, yang sudah dilakukan CDD, memiliki usaha yang

bonafid, serta sering melakukan transaksi yang menguntungkan Bank X. Dengan

dilakukannya negosiasi, Bank X juga akan menghadapi risiko kredit yang lebih besar bila

dibandingkan dengan transaksi SKBDN untuk pembelian barang. Hal itu dikarenakan adanya

kemungkinan bahwa pihak A (applicant) tidak mau membayar nilai SKBDN kepada Bank Y

karena adanya sengketa terhadap penyerahan jasa, dan dapat meluas menjadi risiko hukum

dan reputasi. Apabila nasabah lain mengetahui bahwa Bank X telah melanggar aturan yang

dikeluarkan oleh Bank Indonesia demi salah satu nasabah utamanya, maka nasabah lain akan

mempertanyakan keamanan dari dana yang disimpannya pada Bank X. Jika banyak nasabah

tidak mempercayai Bank X dan menarik dana yang mereka miliki, maka Bank X akan terkena

risiko likuiditas karena Bank X akan mengalami penarikan dana yang berkesinambungan serta

membayar surat-surat berharga yang ditagihkan oleh nasabah. Hal ini bila dimuat di media

masa akan menimbulkan risiko reputasi bagi Bank X.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa Bank X sebagai bank pelapor berkewajiban untuk

memberikan laporan mengenai transaksi SKBDN yang telah ia lakukan selama satu bulan.

Dalam transaksi SKBDN jasa sebenarnya Bank X telah memberikan laporan tersebut kepada

Bank Indonesia. Akan tetapi Bank Indonesia tidak mengetahui bahwa Bank X telah

melakukan negosiasi terhadap SKBDN jasa. Hal itu disebabkan tidak adanya rincian kolom

mengenai tujuan dari transaksi SKBDN. Sehingga laporan mengenai transaksi SKBDN untuk

transaksi jasa bercampur dengan SKBDN untuk perdagangan barang.

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 17: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan dan pembahasan yang telah sebelumnya, penulis menyimpulkan

sebagai berikut:

1. Prinsip kehati-hatian sebenarnya telah diterapkan oleh Bank X. Prinsip tersebut

diterapkan karena Bank X ingin menghindari risiko-risiko yang ada seperti risiko

kepatuhan, risiko kredit, risiko hukum, risiko reputasi, dan risiko likuiditas. Prinsip

kehati-hatian yang dilakukan oleh Bank X dengan cara memberitahu mengenai biaya-

biaya yang akan dikenakan pada produk Bank X. Jika nasabah telah setuju untuk

menggunakan fasilitas SKBDN, Bank X akan melakukan CDD dengan menggunakan

metode 5C. Hal tersebut bertujuan agar Bank X meyakini bahwa nasabah yang akan

diberikan fasilitas SKBDN merupakan nasabah yang memiliki itikad baik, mampu

membayar tagihan SKBDN, serta dana yang digunakan bukanlah dana hasil dari

tindakan yang dilarang. Bank X yang telah melakukan CDD akan memberikan fasilitas

SKBDN dengan memperhatikan aturan mengenai BMPK.

Akan tetapi pada saat Bank X melakukan penerusan dan negosiasi terhadap

SKBDN yang bertujuan untuk transaksi jasa yang diterbitkan oleh bank penerbit, Bank

X telah melanggar pasal 2 PBI No. 5/6/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI

No. 10/5/PBI/2008. Pelanggaran tersebut terjadi karena Bank Penerbit merupakan salah

satu bank yang bonafid, sedangkan penerima SKBDN adalah nasabah yang bonafid,

telah lolos CDD, memiliki simpanan besar dan sering melakukan transaksi yang

menguntungkan bagi Bank X. Dengan dilakukannya penerusan dan negosiasi SKBDN

oleh Bank X, maka Bank X akan terkena risiko kepatuhan.

Walaupun Bank X telah melakukan pelanggaran dengan cara melakukan negosiasi

terhadap SKBDN untuk transaksi jasa, Bank X tetap mematuhi aturan mengenai BMPK,

penerapan prinsip CDD, dan penginformasian terhadap nasabah mengenai risiko serta

biaya-biaya yang mungkin timbul dalam transaksi SKBDN transaksi jasa.

2. Implikasi yang akan dikenakan kepada Bank X saat ia melakukan transaksi SKBDN

untuk transaksi jasa adalah terkenanya risiko kepatuhan, kredit, reputasi, dan likuiditas.

Apabila Bank X telah terkena risiko likuiditas maka tingkat kesehatan Bank X akan

diturunkan karena Bank X tidak dapat memberikan dana yang diminta oleh nasabahnya.

Apabila dalam permasalahan ini Bank X tidak memberikan laporan kepada Bank

Indonesia maka berdasarkan PBI No. 5/6/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 18: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

PBI No. 10/5/PBI/2008 tentang SKBDN dan PBI No. 14/12/PBI/2012 tentang Laporan

Kantor Pusat Bank Umum, Bank X akan dikenakan sanksi administratif berupa

pembayaran sanksi sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap form

per Hari Kerja keterlambatan dan paling banyak sebesar Rp. 7.500.000,00 (tujuh juta

limat ratus ribu rupiah) untuk setiap form.

3. Prinsip kehati-hatian sebenarnya telah diterapkan oleh Bank X. Prinsip tersebut

diterapkan karena Bank X ingin menghindari risiko-risiko yang ada seperti risiko

kepatuhan, risiko kredit, risiko hukum, risiko reputasi, risiko kepatuhan, dan risiko

likuiditas. Prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh Bank X dengan cara memberitahu

mengenai biaya-biaya yang akan dikenakan pada produk Bank X. Jika nasabah telah

setuju untuk menggunakan fasilitas SKBDN, Bank X akan melakukan CDD dengan

menggunakan metode 5C. Hal tersebut bertujuan agar Bank X meyakini bahwa nasabah

yang akan diberikan fasilitas SKBDN merupakan nasabah yang memiliki itikad baik,

mampu membayar tagihan SKBDN, serta dana yang digunakan bukanlah dana hasil dari

tindakan yang dilarang. Bank X yang telah melakukan CDD akan memberikan fasilitas

SKBDN dengan memperhatikan aturan mengenai BMPK.

Akan tetapi pada saat Bank X melakukan penerusan dan negosiasi terhadap

SKBDN yang bertujuan untuk transaksi jasa yang diterbitkan oleh bank penerbit, Bank

X telah melanggar pasal 2 PBI No. 5/6/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI

No. 10/5/PBI/2008. Pelanggaran tersebut terjadi karena Bank Penerbit merupakan salah

satu bank yang bonafid, sedangkan penerima SKBDN adalah nasabah yang bonafid,

telah lolos CDD, memiliki simpanan besar dan sering melakukan transaksi yang

menguntungkan bagi Bank X. Dengan dilakukannya penerusan dan negosiasi SKBDN

oleh Bank X, maka Bank X akan terkena risiko kepatuhan.

Walaupun Bank X telah melakukan pelanggaran dengan cara melakukan negosiasi

terhadap SKBDN untuk transaksi jasa, Bank X tetap mematuhi aturan mengenai BMPK,

penerapan prinsip CDD, dan penginformasian terhadap nasabah mengenai risiko serta

biaya-biaya yang mungkin timbul dalam transaksi SKBDN transaksi jasa.

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 19: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

Saran

Berdasarkan penjelasan, analisis, dan kesimpulan yang telah dibuat sebelumnya, penulis

memberikan saran:

1. Untuk menjamin pembayaran nasabah dalam transaksi jasa, maka lebih baik digunakan

produk Guarantee yang digunakan untuk tujuan pembayaran (Direct Pay), yaitu dengan

menggunakan Bank Garansi/Standby Letter of Credit (SBLC)/Demand Guarantee jenis

Direct Pay. Hal ini karena produk Guarantee tidak dilarang untuk dipergunakan untuk

menjamin pembayaran transaksi jasa. Untuk itu Bank pelaksana harus senantiasa

memberikan sosialisasi yang memadai terhadap nasabahnya terutama yang memerlukan

instrument pembayaran untuk transaksi jasa.

2. Dibuatnya suatu aturan oleh Bank Indonesia yang mengatur mengenai standarisasi

format, jenis dokumen apa saja, dan peraturan apa saja yang akan digunakan untuk

transaksi SKBDN khususnya jasa. Dimana hal ini dapat terwujud apabila Bank

Indonesia merevisi PBI tentang SKBDN dengan mengacu kepada UCP yang terbaru

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014

Page 20: PRISNIP KEHATI-HATIAN PADA TRANSAKSI SURAT KREDIT

Daftar Referensi

Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia

No. 5/6/PBI/2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri, PBI No. No.

10/5/PBI/2008.

, Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia

No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit, PBI No. 8/13/PBI/2006,

LN No. 70 DPNP Tahun 2006, TLN No. 4639.

ICC, Uniform Customs and Practice for Documentary Credit, 2007 Revision, ICC Publication

No. 600

Indonesia, Undang-undang tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. UU No. 24

Tahun 1999. LN No. 67 Tahun 1999. TLN No. 3844.

, Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790.

Ginting, Ramlan. Letter of Credit: Tinjuan Aspek Hukum dan Bisnis, (Jakarta: Trisakti, 2007).

Hermasnyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia ditinjau menurut Undang-undang No. 7

Tahun 1992 tentang Perbankan, Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-undang

No. 10 Tahun 1998, dan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 3

Tahun 2004 tentang Bank Inodnesia, serta Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), cet. 7, (Jakarta: Kencana, 2011).

Kasmir, Manajemen Perbankan. cet. 10, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011

. Dasar-dasar Perbankan, edisi revisi. cet. 10. (Jakarta: PT Rajagrafindo, 2012).

Mamudji, Sri. Et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005).

Sweet dan Maxwell. Law of Bank Payments, edisi ke-4, (England & Wales: Thomson

Reuters, 2010),

Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2001).

Penerapan prinsip..., Evi Dita Pratiwi, FH UI, 2014