Upload
nuki-zulian-hidayatullah
View
93
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
POLA PENGGUNAAN OBATPADA PASIEN DIFTERI ANAK
(Studi di Instalasi Rawat Inap Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya )
NUKI ZULIAN H050810201
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGADEPARTEMEN FARMASI KLINIS
SURABAYA2011
SKRIPSI
1
LATAR BELAKANG
Difteri
Infeksi akut bakteri C. diphtheriae pada daerah nasofaring dan kulit (Gershon, 2004; Mandell, et al., 2010; Kliegman, et al, 2011)
Sangat MENULAR(droplet batuk/ bersin pasien /karier, makanan terkontaminasi)
Menghasilkan eksotoksin
2
Kejadian penyakit difteri
Imunisasi Difteri
Pencegahan difteri pemberian imunisasi difteri dilakukan 3x bayi berumur usia 2, 4, dan 6 bulan
dengan vaksin difteri, pertusis dan tetanus (DPT)
Setelah suntikan ketiga daya proteksi terhadap infeksi difteri sebesar 98,5% a, namun kekebalan setelah imunisasi dasar (DPT 1,2 3) hanya bertahan selama 10 tahun.
Perlu diberikan booster dengan vaksin Td (difteri dan tetanus) setiap 10 tahun sekali
Cahyo, 2010
3
Gejala klinik
Demam subfebris
(37,8-38,9oC)Nyeri telan Pseudomembran bullneck
Perbesaran kelenjar getah
bening (PKGB)
(Rampengan, 2005; PDT, 2008; Kliegman, 2011)
4
EPIDEMIOLOGI
WHO
• menyerang anak di bawah 5 tahun dan orang dewasa di atas 40 tahun dan 20% dapat menjadi fatal sampai menimbulkan kematian.
Jawa
Timur
• Per 4 November 2011telah terjadi 432 kasus difteri pada anak - anak di 37 Kabupaten/Kota dengan 12 pasien meninggal dunia.
• Pasien paling banyakberasal dari Madura, Malang dan Surabaya (Dinkes, 2011)
Sangat diperlukan studi lebih lanjut mengenai difteri pada anak-anak, baik dalam hal penatalaksanaan maupun
pengobatannya.5
Toksin menyebabkan inflamasi lokal pseudomembran, bullneck
Toksin menyebar ke peredaran darah, dan terikat reseptor HB-EGF komplikasi (miokarditis, neuritis, nefritis)
Berkoloni di nasofaringStrain Toksigenik (menghasilkan eksotoksin)
Bakteri C. diphtheriae
PATOFISIOLOGI
6
Gambar 1 (a) Bullneck, (b) pseudomembran (c) difteri pada kulit (Web RSUD Dr Sutomo) (d) Bakteri difteri dengan pewarnaan TEM yang masih bergabung (sciencephoto.com)
(a) (c)(b)
Sitoplasma
Dinding sel
Nukleus
(d)
7
Obstruksi saluran nafas
Miokarditis
Neuritis
Nefritis
KOMPLIKASI/ PENYULIT
Greshon, 2004; PDT, 2008; Guilfoile, 2009; Kliegman, 2011; Mandell, 2011
8
• Mengikat toksin yang masih bebas dalam darah
ADS
• Membunuh kuman penyebab difteriAntibiotik
• Tergantung dari gejala dan komplikasi yang timbul.
Terapi Suportif
TERAPI
9
ADS (Anti Difteri Serum)
Tipe Difteri Rute Dosis
(units)
Difteri ringan (hidung, kulit,
konjungtiva)
i.m 20.000
Difteri sedang (pseudomembran
terbatas pada tonsil, difteri laring)
i.v 40.000
Difteri berat (pseudomembran
meluas ke luar tonsil, keadaan anak
yang toksik, disertai bullneck dan
disertai penyulit akibat efek toksin
(komplikasi))
i.v 100.000
• Serum yang berasal dari kuda yang dikebalkan terhadap toksin difteri
• 1 ml= 2.000 U. penyimpanan pada suhu 2-8oC• Reaksi alergites alergi
• Tes kulit (moloney test) dan tes konjungtiva. • (+)salah satu, pemberian ADS dengan desensitasi
• Pemberian ADS secara intravena dilakukan secara drip dalam larutan infus Dekstrosa dan salin 200 ml dalam waktu 4-8 jam PDT, 2008; Guilfoile, 2009; Kliegman,
2011
10
Tabel 1 Dosis ADS yang digunakan di RSUD Dr Soetomo (PDT, 2008)
Eritromisin
Antibiotik
Gershon, 2004; PDT, 2008; Alberta, 2011; Kliegman, 2010
• Mengurangi jumlah bakteri• Antibiotik penisilin dan eritromisin• Hari ke-14 hasil swab masih positif,
pengobatan dilanjutkan 10 hari lagi• Dosis:
a. Penisilin procain 50.000-100.000 UI/kgBB/hari selama 7-10 hari
b. Eritromisin dapat digunakan secara parenteral atau oral dengan dosis 40 mg/KgBB/hari dan maksimal sampai 2 g/ hari
• Antibiotik ini dapat diberikan secara tunggal maupun kombinnasi tergantung derajat penyakit pasien.
Penisilin G prokain
1 UI pen G=0,6 g
11
Difteri merupakan penyakit infeksi yang mudah menular Difteri dapat memberikan kontribusi morbiditas dan mortalitas
yang cukup tinggi terutama pada anak Program pemerintah untuk dapat menanggulangi diferi di
Indonesia masih belum sepenuhnya berhasil Monitoring perkembangan pasien difteri dan terapi yang
adekuat oleh pihak pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan agar pasien tidak jatuh pada kondisi komplikasi yang akan meningkatkan biaya pengobatan dan mortalitas pada pasien
PERLU ADANYA STUDI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN DIFTERI ANAK
12
RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah pola penggunaan obat pada
pasien infeksi difteri pada anak di Instalasi
Rawat Inap Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Dr. Soetomo Surabaya ?
13
TUJUAN PENELITIAN
• Mengetahui profil penggunaan obat pada pasien difteri di Instalasi Rawat Inap Departemen / SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Tujuan Umum
• Mengkaji jenis obat, bentuk sediaan, rute pemberian yang diberikan dan lama terapi dikaitkan dengan data lab. / data klinik pasien.
• Mengidentifikasi adanya problema obat yang mungkin terjadi.
Tujuan Khusus
14
Praktisi Kesehatan
• Memberikan gambaran dan informasi mengenai pemberian terapi obat pada pasien difteri.
• Dapat digunakan oleh praktisi kesehatan sebagai bahan evaluasi dan pengawasan penggunaan obat pada pasien difteri.
Farmas
is
• Dapat meningkatkan kualitas asuhan kefarmasian terkait pertimbangan pengobatan pada pasien infeksi difteri anak pada pelayanan kesehatan.
Manfaat Penelitian
15
KERANGKA KONSEPTUAL
Eksotoksin (+)
Lokal (tempat infeksi) Difteri hidungmembran septum nasi (putih) Difteri tonsil-faring bullneck, nyeri telan,
demam Difteri laringobstruksi saluran nafas
Jantung (Miokarditis)
Syaraf (Polineuritis) dan paralisis
Ginjal (Nefritis)
2 fragmen:A (aminoterminal) terdiri dari segmen C mengkatalisis pembentukan ADP-ribosil-EF2
yang tidak aktif dari NAD dan EF2
B (Carboxyterminal) terdiri dari segmen R dan TSegmen R berlekatan langsung pada reseptor sel eukariot (HB-EGF). Segmen T untuk mengeluarkan fragmen A dari endosom
EF2berfungsi untuk
translokasi asam amino untuk pembentukan protein HB-EGF(Heparin-binding epidermal growth factor) terdapat pada sel eukariot, seperti jantung, syaraf, dan lainnya
Protein tidak terbentuk SEL
MATI (jaringan nekrotik)
Menyebar lewat aliran darah
Bakteri Corynebacterium diphtheriae
Infeksi Difteri
Kegagalan Imunisasi (DPT)Sistem imun yang belum sempurna
Strain non toksigenik Strain toksigenik
Terinfeksi bacteriophage pembawa gen pembentuk
toksin
Eksotoksin (-)
Jaringan
Bebas
Antibiotik Mengurangi jumlah
mikroba
- Penisilin- Eritromisin- Cloksasilin
Terapi
Pola penggunaan obat
Meningkatkan kondisi pasien Terapi cairan Antipiretik Kortikosteroid Bed rest Analgesik, dll.
Terapi suportif
Gambar 2 Skema Kerangka Konseptual
Beratnya Penyakit
Infeksi Ringandifteri hidung, kulit, dan atau konjungtiva
Infeksi SedangPseudomembran terbatas pada tonsil (difteri laring)
Infeksi BeratPseudomembran meluas keluar tonsil, disertai bullneck + adanya komplikasi dan penyulit karena toksin
Anti Toxin Difteri (ADS) mengikat toksin yang bebas
Terapi
16
METODE PENELITIAN
• Penelitian Observasional menggunakan data retrospektif (RM), dan analisa dilakukan secara deskriptif
Jenis Penelitia
n
• Pasien anak yang didiagnosis akhir menderita difteri dan dirawat inap pada tanggal 1 Januari – 31 Desember 2011
• Digunakan metode Time limited samplingSampel
• Pasien anak dengan diagnosis akhir difteri dengan atau tanpa komplikasi seperti miokarditis, paralisis, nefritis dan lainnya. Pasien dirawat pada tanggal 1 Januari - 31 Desember 2011
Kriteria Inklusi
• Pasien yang menderita difteri dengan status imunokompromais, seperti ALL, HIV, dan minum obat imunosupresan.
• Pasien dengan diagnosis akhir difteri tapi data rekam medik kurang lengkap (lama MRS < 3hari, terapi antibiotik tidak tertulis, dll.) sehingga tidak dapat diketahui pola penggunaan obatnya
Kriteria Eksklusi
17
SKEMA ALUR PENELITIAN Pasien Difteri pada tanggal
1 Januari- 31 Desember 2011
Pasien dengan diagnosis akhir difteri dan memenuhi kriteria inklusi-eksklusi
Rekam Medik pasien
Data Penderita:No RMNama; Usia; AlamatDiagnosis utamaRiwayat imunisasiKomplikasiRiwayat AlergiData LabData Klinik
Pemindahan Data kelembar pengumpul dataRekapitulasi Data
Analisis dan Penyajian Data
Terapi Obat:Jenis ObatRute PemberianDosisFrekuensi pemberianLama PemberianInteraksiEfek Samping
18
Demografi Pasien
HASIL PENELITIAN
Gambar 3 Sebaran Jenis Kelamin Pasien Difteri Anak di RSUD Dr. Soetomo pada Periode Januari
sampai Desember 2011
1-4 4-6 6-1205
1015202530354045
36%
23%
41%
usia (tahun)
Pro
senta
se P
asie
n (
%)
Gambar 4 Sebaran Usia Pasien Difteri di RSUD Dr. Soetomo pada Periode Januari sampai Desember
2011
Usia 6-12 paling banyak terkena difteri: kekebalan karena imunisasi dasar (DPT 1,2,3) hanya bertahan selama 10 tahun dan pasien membutuhkan booster (vaksinasi Td(difteri dan tetanus)).
19
Demografi Pasien (Cont)
Sura
baya
Sam
pang
Sido
arjo
Mojok
erto
Bangk
alan
Gresik
Jom
bang
Lam
onga
n
Pam
ekas
an
Pasu
ruan
Prob
olin
ggo
Sum
enep
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45 41%
18%
10%8%
5%3% 3% 3% 3% 3% 3% 3%
Tempat Tinggal pasien
Pro
senta
se P
asie
n (
%) Gambar 5 Sebaran Tempat Tinggal Pasien Difteri Anak
Imunisasi difteri perlu menjadi perhatian bagi pemerintah serta tenaga kesehatan :1. Program imunisasi masih belum
mencakup seluruh anak di Indonesia
2. efektivitas dari imunisasi difteri
20Gambar 6 Riwayat Imunisasi DPT pada Pasien Difteri Anak
Difter
i Ton
sil
Difter
i Ton
sil Far
ing
Difter
i Ton
sil H
idun
g
Difter
i Ton
sil Lar
ing
Difter
i Ton
sil Far
ing
Larin
g0
10
20
30
40
50
60
70
59%
33%
3% 3% 3%
Diagnosis Pasien Difteri Anak
Pro
sen
tase
Pasi
en
(%
)
Diagnosis dan beratnya penyakit dari pasien akan mempengaruhi manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh infeksi C. diphtheriae, sehingga akan mempengaruhi dosis dari terapi ADS yang digunakan(Rampengan, 2005; Kliegman, 2011).
21
Gambar 7 Diagnosis Pasien Difteri Anak
Nyeri
tela
n
Pseu
dom
embr
an
Batuk
Demam
PKGB
Pile
k
Hiper
emi
Bulln
eck
Sesa
k
Strid
or in
spira
tor
0
20
40
60
80
100
120
100% 100%
64%59%
49% 49%44%
26%
8% 5%
Pro
senta
se P
asie
n (
%)
Gambar 8 Gejala Klinis pada Pasien Difteri Anak
Series10
20
40
60
80
100
1208%
Lama Rawat Inap
Pros
enta
se P
asie
n (%
)
Lama Rawat Inap Pasien Difteri Anak
Pasien boleh KRS setelah hasil swab tenggorokan dan hidung menunjukkan hasil negatif minimal 2x berturut turut, gejala klinis dan lab membaik, serta telahmenerima pengobatan ADS dan antibiotik selama 7-14 hari
22
Gambar 9 Lama Rawat Inap Pasien Difteri Anak
KomplikasiJumlah Pasien*
Prosentase (%)**
Penyakit Penyerta (komorbid)
Jumlah Pasien*
Prosentase (%)**
BullneckMiokarditisObstruksi jalan nafas
121
353
VaricellaDiare akut non dehidrasiViral exantemaISKBronchopneumoniTyphoid feverAsimptomatik ASD
11 11111
33 33333
Tabel 2 Macam Penyakit Penyerta (Komorbid) dan Komplikasi pada Pasien Difteri Anak
Timbulnya komplikasi dapat dicegah bila diagnosis difteri dilakukan lebih awal sehingga penyebaran toksin dapat dicegah dengan diberikannnya antitoksin difteri (ADS) dan antibiotik untuk mengurangi jumlah toksin yang dihasilkan (Guifoile, 2009).
23
Dosis ADS Pasien
Tipe difteriDosis
Pustaka*Tipe difteri Pustaka* Jumlah
Pasien** Ket.***
40.000 U
40.000 U
40.000 U40.000 U
Difteri tonsil
Difteri tonsil hidung
Difteri tonsil laring Difteri tonsil faring
40.000 - 60.000U
Difteri sedang (pseudomembran
terbatas pada tonsil, difteri laring)a
12
1
13
+
+
++
100.000 U
100.000 U
100.000 U100.000 U
100.000 U
D. tonsil + PJB.
asimptomatik ASD
Difteri tonsil +bullneck
Difteri tonsil faringDifteri tonsil faring
+miokarditisDifteri tonsil laring +obstruksi jalan nafas
100.000
Difteri berat (pseudomembran
meluar keluar tonsil, toksik, disertai
bullneck, disertai penyulit akibat efek
toksina,b
1
1
91
1
+
+
++
+
80.000 U100.000 U
Difteri tonsil >3hariDifteri tonsil >3 hari
80.000-120.000U
Lama penyakit > 3 hari atau pasien dengan bengkak pada leherb
18
+
+
Total39
Tabel 3 Profil Penggunaan Anti Difteri Serum (ADS) pada Pasien Difteri Anak
* = Pustaka : a. PDT anak, 2008, b. Gershon, 2004** = Jumlah pasien menunjukkan jumlah pasien yang menggunakan obat tersebut, pasien hanya menerima 1 macam obat***= (+) Sesuai; (-) Tidak Sesuai
24
Pemberian ADS pada Pasien Difteri Anak
Pemberian ADS pada pasien:1. Single dose: iv drip yang dilarutkan dalam D5½S atau D5¼S
sebanyak 100-300 ml diberikan selama 6-8 jam 2. Desensitasi (Besredka): Bila terjadi reaksi alergi pada skin test.
Diberikan dalam dosis terbagi 6-13, interval antar dosis 15 menit dan diberikan secara berurutan rute subkutan (diencerkan dengan PZ aa dan dilanjutkan tidak diencerkan (murni)), intramuskular, dan terakhir intravena drip dalam D5½S atau D5¼S sebanyak 100-200 ml selama 6-8jam.
25
Gambar 10 Pemberian ADS pada Pasien Difteri Anak di RSUD dr Soetomo Surabaya periode Januari- Desember 2011
AntibiotikDosis Antibiotik
PasienDosis pustaka*
Jumlah
Pasien*
*
Keterangan*
**
Penisilin
procain
1x <50.000 U/kgBB
1x 50.000-100.000
U/kgBB
50.000-100.000
U/KgBB/hari (maks.
1,2 juta U/hari
dalam 2 dosis)a,b
3
20
+
+
2x25.000-50.000
U/kgBB
2x>50.000 U/kgBB
17
5
+
-
Eritromisi
n
3x<13 mg/kgBB
3x13-17 mg/kgBB
3x>17 mg/kgBB
40-50 mg/kg/hari
diberikan setiap
6jam (10-12,5
mg/kgBB/dosis) ,
maksimal 2g/hari a,c,d
2
10
3
-
+
-
4x<10 mg/kgBB
4x10-12,5 mg/kgBB
4x>12,5mg/kgBB
1
1
1
-
+
-* = Pustaka : a.PDT Anak; b. Gershon, 2004; c. Tatro, 2003; d. Kliegman, 2011.** = Jumlah pasien menunjukkan jumlah pasien yang menggunakan obat tersebut, pasien dapat menerima lebih dari 1 macam obat***= (+) Sesuai; (-) Tidak Sesuai
Tabel 4 Profil Penggunaan Antibiotik pada Pasien Difteri Anak
26
95%
5%negatif
positif
Tes Alergi pada Pasien Difteri Anak
• Pada pasien yang menunjukkan reaksi alergi pada penisilin procain, maka pemberian antibiotik diganti dengan eritromisin.
27
Gambar 11 Tes Alergi Penisilin pada Pasien Difteri Anak di RSUD dr Soetomo Surabaya periode Januari- Desember 2011
28
Tabel 5 Lama Pemberian Antibiotik sebagai Terapi selama MRS pada Pasien Difteri
Jenis AntibiotikLama Pemberian
(hari)Jumlah Pasien*
TunggalPenisilin prokain (im) 10
111214
6731
Eritromisin (po) 10 1
Tunggal (pengganti)Penisilin prokain (im) Penisilin prokain (im) 19
112142
2114
1111
Penisilin prokain (im) Eritromisin 39111125
111
Kombinasi
Penisilin prokain (im) dan Eritromisin (po) 8 dan 810 dan 1010 dan 1110 dan 1211 dan 1111 dan 1012 dan 1213 dan 13
11221111
Jenis AntibiotikLama Pemberian
(hari)Jumlah Pasien
Kombinasi Pengganti
Penisilin procain (im) dan eritromisin (po) eritromisin (po 10 dan 2912 dan 313
11
Penisilin procain (im) Penisilin procain (im) dan eritromisin (po) 64 dan 9 1
Penisilin procain (im) Penisilin procain (im) dan eritromisin (po) eritromisin (po)
19 dan 53 1
TOTAL 39
Tabel 5 Lama Pemberian Antibiotik sebagai Terapi selama MRS pada Pasien Difteri (Lanjutan…)
*= Jumlah pasien menunjukkan jumlah pasien yang menggunakan obat tersebut, pasien hanya menerima 1 macam obat
29
AntibiotikaAmpisilin SulbaktamSefotaksimSeftriaksonAmoksisilin clavulanatKloksasilin
KortikosteroidDeksametason
AntivirusAcyclovir
AntijamurEnystyn (Nistatin)
KonstipasiMicrolax
AntialergiKlorfeniramin maleat
BronkodilatorSalbutamolAmbroksol
AntijamurNystatin
DiuretikManitol
Obat gastritisRanitidin
Terapi O2
Vitamin dan mineralMultivitaminZinc Probiotik
Terapi InhalasiNebul PZNebul ventolin dalam PZ
TermoregulasiParacetamolNovalgin
Terapi CairanD5 ½ NSD5 ¼ NS
Inj. KCl
Inj. Ca Glukonas
Na Fusidat cream
Hidrocortison cream
Sulfas Atropin
Inj. Transamin
Obat sebagai Terapi Utama maupun yang Ditujukan untuk Penyakit Penyerta dan Komplikasi pada Pasien
Keterangan :
Obat yang berwarna merah adalah yang paling banyak digunakan
30
Tabel 6 Outcome Terapi pada Pasien Difteri Anak
* = Seorang pasien dapat mengalami lebih dari satu macam outcome terapi**= Prosentase dihitung berdasarkan perbandingan jumlah pasien yang mengalami outcome terapi tertentu (kolom
post) dengan jumlah pasien pada kondisi pasien saat MRS (pre)***= Prosentase dihitung berdasarkan perbandingan jumlah pasien pada kolom post dengan jumlah total pasien (39 orang)Kolom pre: (+) = mengalami gejala atau hasil lab di atas batas normal
(-) = tidak mengalami gejala atau hasil lab. di batas normalKolom post: (+) = gejala masih ada atau hasil lab. masih di atas normal
(-) = gejala hilang (sembuh) atau hasil lab. masih di batas normal
31
Parameter*Outcome Terapi
Kriteria Prosentase (%)**Pre (MRS) Jml.
PasienPost
(KRS)Jml
Pasien
Nyeri telan+ 39 +
-0
39Ada nyeri telan
Tidak ada (sembuh)0
100
Pseudomembran+ 39 +
-0
39Ada pseudomembran
Tidak ada (hilang)0
100
PKGB+ 18 +
-0
18Ada PKGB
Tidak ada (hilang)0
100
Bullneck+ 12 +
-0
12Ada
Tidak ada (hilang)0
100
Hiperemi+ 18 +
-0
18Ada
Tidak ada (hilang)0
100
Peningkatan WBC
+ 33 +-
231
Tetap diatas normalTurun ke batas normal
694
Demam+ 19 +
-0
19Tetap di atas normal
Turun ke batas normal0
100
Peningkatan RR+ 24 +
-3
21Tetap di atas normal
Turun ke batas normal1288
Swab Tenggorokan
+ 9 + -
0 9
Ada pertumbuhan s.d. akhirTdk tumbuh dipemeriksaan akhir
0 100
- 30 + -
0 30
Tumbuh dipemeriksaan akhirTidak tumbuh s.d akhir
0 77***
Obat Penyebab
Efek Samping* RekomendasiJumlah
pasien**Prosenta
se (%)
ADS Reaksi alergic
- Dilakukan skin test sebelum diberikan
- Pemantauan terhadap gejala hipersensitifitas
- Pemberian ADS dilakukan secara desensitasi
39 100
Penisilin Reaksi alergi- Dilakukan skin test sebelum
diberikan- Pemantauan terhadap gejala alergi
38 97
Eritromisin Gangguan GITa, b
- Pemantauan gangguan GIT- Pemberian eritromisin setelah
makan22 56
SalbutamolPalpitasi, takikardi, tremora
- Pemantauan dosis terapi- Terapi tetap dilanjutkan
1 3
Kortikosteroid(deksametason)
Gangguan pada GITa,b - Pemantauan dosis terapi12 31
Atropin sulfatPalpitasi, takikardi, aritmiaa,b
- Pemantauan dosis terapi- Pemantauan gejala yang timbul- Penghentian terapi
1 3
Inj. KCl Hiperkalemiac
- Pemantauan dosis terapi- injeksi iv drip dengan kecepatan
maks. 40 mEq/jam1 3
* Pustaka : a. Tatro, 2003; b. Lacy, 2007; c. Mandell, 2010
Tabel 7 Problema Terkait Obat (DRP) Potensial
32
sembuh mulai sembuh pulang paksa0
10
20
30
40
50
60
70
80
69%
26%
5%
Kondis Pasien saat KRS
Pros
enta
se Jm
l. Pa
sien
(%)
Kondisi KRS Pasien Difteri Anak
Kriteria pembagian pasien:1. Pasien KRS dengan kondisi sembuh (outcome terapi pasien
berada dalam rentang normal), 2. Pasien KRS dengan kondisi mulai sembuh (≥1 outcome
terapi belum berada dalam rentang normal) dan 3. pulang paksa (kemungkinan karena keadaan ekonomi atau
orang tua pasien menginginkan pasien untuk rawat jalan)
33
Gambar 12 Kondisi KRS Pasien Difteri Anak
Terapi utama untuk difteri adalah anti difteri serum (ADS) dan Antibiotik (penisilin prokain dan eritromisin).
ADS diberikan dengan dosis 40.000 IU, 80.000 IU, 100.000 IU yang diberikan dengan rute intravena drip dalam D5¼S atau D5½S sebanyak 100-300 ml selama 6-8 jam dan 40.000 IU, dan 100.000 IU yang diberikan dengan secara desensitasi (besredka)
Antibiotik penisilin procain diberikan dengan dosis 40.000 – 136.000 IU/kgBB. Antibiotik eritromisin diberikan dengan dosis 30 – 60 mg/kgBB Penggunaan antibiotik digunakan secara tunggal, pengganti dan kombinasi.
Terapi suportif yang digunakan bergantung pada kondisi klinis, komplikasi dan atau penyakit yang menyertai. Dan yang paling banyak digunakan adalah antipiretik, analgesik untuk penurun panas pasien dan nyeri tenggorokan dan terapi cairan dan elektrolit untuk pengganti cairan tubuh.
Keberhasilan terapi ditandai dengan hilangnya gejala nyeri telan, pseudomembran, bullneck, pembesaran kelenjar getah bening (PKGB), dan hiperemi (100%) . Data klinik respiratory rate (RR) (88%) dan suhu (100%) turun ke batas normal. Data Lab. WBC (94%) turun ke batas normal. Tidak ada pertumbuhan pada swab tenggorok dan hidung pasien (100%).
Problema Terkait Obat (DRP) yang ditemui yaitu : DRP potensial : efek samping obat, tidak ada interaksi obat yang terjadi
selama terapi pada penelitian
KESIMPULAN
1
2
3
34
4
Perlunya penelitian lebih lanjut terhadap kualitas vaksin DPT yang beredar di pasaran terutama yang digunakan untuk menunjang program pemerintah.
Peningkatan upaya promotif terhadap vaksinasi DPT
SARAN
35
Daftar Pustaka
Alberta, 2011. Alberta Health and Wellness Public Health Notifiable Disease Management Guidelines.
Diphtheria Guideline. Government of Alberta
Arfijanto, M. V., Siti Irma Mashitah, Prihatini Widyanti, Bramantono, A Patient with Suspected Diphtheria .
Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease. 2010. Vol. 1, No. 2, p. 69-75.
Atkinson, W ., Hamborsky J, McIntyre L, Wolfe S,. 2007. Diphteria. In: Epidimiology and prevention of
Vaccine-Preventable disease (Pink book). p. 75-85
Basuki, Parwati S., Soegeng Soegijanto, Diphtheria. In: 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Anak Edisi III Buku Satu. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo, p. 76-83.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Respiratory diphtheria-like illness caused by toxigenic
Corynebacterium ulcerans—Idaho, 2010. MMWR 2011. p. 1-15
Cipolle, R.J., Strand, L.M and Morley, P.C., 1998. Pharmaceutical Care Practice. New York: McGraw Hill
Health Profession Division. P. 23-46
Cook, C., Gordon., Alimuddin L. Zumla., 2008. Manson’s Tropical Disease 22nd ed. Saunders Elsevier. p.
1132-1137
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2011. Difteri situasi terkini dan gerakan penanggulangannya di
Jawa Timur. Di akses dari http://
Dinkes.jatimprov.go.id/contentdetailed/9/1/131/difteri_situasi_ terkini_dan_gerakan_penanggulangannya_di_jawa_timur.html
. Diakses pada 18 november 2011. 36
37
Terima Kasih…