Upload
ronaaina
View
37
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
preskas asma
Citation preview
1
PRESENTASI KASUS
“Asma Persisten Ringan Eksaserbasi Akut Derajat Berat”
Disusun Oleh :
Madinatul Munawwaroh
1111103000055
Pembimbing :
dr. Linda Nurdewati, SpP
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU
RSUP FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus yang berjudul Asma
Eksaserbasi Akut Derajat Berat. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas dalam kepaniteraan klinik di stase Pulmonologi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada :
1. Dr. Linda Nurdewati, Sp.P selaku pembimbing diskusi topik ini.
2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Pulmonologi Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Pulmonologi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan presentasi kasus ini masih
terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga makalah presentasi
kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran
terutama dalam bidang pulmonologi.
Jakarta, 14 April 2015
Penulis
3
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. RM
Tanggal Lahir : 04/06/1990 usia 24 tahun 10 bulan
No. RM : 1359620
Pendidikan : Perguruan tinggi
Pekerjaan : Pengajar
Agama : Islam
Suku : Betawi
Status : Menikah
Masuk IGD : 5 April 2015
Masuk HCU Paru : 6 April 2015
Masuk ruang rawat paru : 9 April 2015
1.2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang memberat sejak 2
hari SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan sesak napas
yang memberat sejak 2 hari SMRS. Awalnya setelah pasien selesai
melakukan aktivitas mengajar, tiba-tiba ia merasa sesak. Pasien lalu
menggunakan Ventolin inhaler namun sesak napas tidak berkurang.
Biasanya saat serangan sesak muncul, pasien menghirup Ventolin dan
sesaknya terasa berkurang, namun saat serangan kali ini pasien telah
menghabiskan 1 botol Ventolin inhaler tapi sesak napas tidak berkurang.
Karena Ventolin inhaler habis, pasien merasakan semakin sesak disertai
mengi yang keras dan tidak berkurang dengan istirahat. Sesak napas
dirasakan semakin berat saat malam hari ketika pasien tidur. Karena
4
sesaknya, pasien tidak dapat beraktivitas, sulit berbicara dan keringat
dimgin sehingga pasien dibawa ke IGD RSUP Fatmawati. Keluhan disertai
batuk berdahak yang sulit dikeluarkan dan demam yang dirasakan pasien
sejak 4 hari SMRS. Pasien juga merasa mual dan muntah berisi air.
Saat di IGD, pasien diberikan terapi uap dan merasa lebih baik namun
masih sesak. Pasien kemudian di ruang perawatan instensif paru dan masih
merasa sesak hingga 2 hari setelahnya.Saat dipindahkan ke ruang rawat
paru, keluhan sesak mulai berkurang dan pasien mulai dapat beraktivitas
seperti berjalan ke kamar mandi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat sesak sejak 1 tahun yang lalu. Sesak sering
timbul jika pasien kelelahan atau saat udara dingin dan sehabis hujan.
Pasien rutin menggunakan Ventolin inhaler saat serangan sesak. Awalnya
serangan sesak hanya timbul sebulan sekali namun sejak 3 bulan yang lalu
serangan sesak biasanya timbul minimal 1 kali dalam seminggu. Sesak
napas sering dirasakan pasien saat malam hari sekitar jam 2 malam
sehingga mengganggu tidur namun sesak berkurang dengan menarik napas.
Pasien memiliki riwayat alergi dingin dan debu. Riwayat batuk lama dan
riwayat minum obat paru selama 6 bulan disangkal. Riwayat penyakit paru
sebelumnya disangkal. Riwayat hipertensi dan diabetes disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien memiliki riwayat asma dan alergi makanan. Riwayat
anggota keluarga yang batuk-batuk lama maupun pernah minum obat paru
selama 6 bulan disangkal. Riwayat keganasan pada keluarga disangkal.
e. Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai guru ngaji anak-anak sekolah dasar. Pasien
tidak memiliki kebiasaan merokok. Pasien mengaku jarang berolahraga
dan suka makan makanan yang berlemak. Pasien tinggal di lingkungan
5
rumah yang tidak padat penduduk dengan ventilasi dan pencahayaan yang
cukup.
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 9 April 2015 saat pasien masuk
ruang rawat
- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tanda vital
o Tekanan darah : 130/70 mmHg
o Frekuensi nadi : 94 kali/menit, regular, teraba kuat, isi cukup.
o Frekuensi napas : 22 kali/menit, regular
o Suhu : 37,3 °C
- Kepala : Normosefalik, tidak ada deformitas
- Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)
- Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, trakea teraba
ditegah
- Toraks :
o Jantung
I : Pulsasi ictus cordis tidak terihat
P: Pulsasi ictus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra
P: Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri : ICS V 1 jari medial linea midklavikula sinistra
Pinggang jantung : ICS II linea parasternal sinistra
A : BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-)
o Paru
Depan
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, penggunaan otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-),
pelebaran vena (-), massa (-)
P : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal
fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan
6
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)
Belakang
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, vertebrae normal, skoliosis (-), lordosis (-), massa (-).
P : ekspansi dada simetris, massa (-), vocal fremitus hemithoraks kiri
sama dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)
- Abdomen
I : Datar, dilatasi vena (-), scar (-)
A : Bising Usus (+) normal, bruit (-)
P : Defans muscular (-), hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-)
P : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)/(-)
- Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (-)/(-), CRT < 2 detik.
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (5 April 2014)
Pemeriksaan Hasil Hasil Rujukan
Hematologi
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Leukosit
- Trombosit
- Eritrosit
15,2 gr/dL
46%
25,4 ribu/μL
721 ribu/μL
5,28 juta/ μL
13,2-17,3 gr/dL
33-45%
5-10 ribu/μL
150-440 ribu/μL
3,80-5,20 juta/ μL
- VER
- HER
- KHER
- RDW
87,8 fl
28,7 pg
32,7 g/dL
14,2 %
80-100 fl
26-34 pg
32,0-36,0 g/dL
11.5-14.5%
Fungsi Hati
7
Analisa: Koreksi:
- asidosis respiratorik pemberian O2 6 liter/menit
- leukositosis (infeksi bakteri) antibiotic Levofloxacin 1x500 mg iv
- hiperglikemia insulin Levemir 1 x 6 unit
- peningkatan transaminase
2. Analisa Gas Darah (6 April 2015)
- SGOT
- SGPT
60 U/l
71 U/l
0-34
0-40
Fungsi Ginjal
- Ureum darah
- Kreatinin darah
24 mg/dl
0.6 mg/dl
20-40
0.6-1.5
Diabetes
- GDS 303 mg/dl 70-140
Analisa Gas Darah
- pH
- pCO2
- pO2
- BP
- HCO3
- Sat O2
- BE
- Total CO2
7,158
62,9 mmHg
91,9 mmHg
755 mmHg
21,8 mmHg
94,5 %
-7,9 mmol/L
23,7 mmol/L
7,370-7,440
35,0-45,0
83,0-108,0
21,0-28,0
95,0-99,0
-2,5-2,5
19,0-24,0
Elektrolit Darah
- Natrium
- Kalium
- Klorida
141 mmol/l
3.86 mmol/l
98 mmol/l
135-147
3.1-5.1
95-108
Pemeriksaan Hasil Hasil rujukan
Analisa Gas Darah
8
Analisa: Koreksi:
- asidosis respiratorik perbaikan lanjutkan pemberian O2 6 liter/menit
3. Elektrolit Darah (7 April 2015)
4. Kimia Klinik Diabetes
(8 April 2015)
Analisa: Koreksi:
- Hiperglikemia perbaikan lanjutkan insulin Levemir 1 x 6 unit
(9 April 2015)
- pH
- pCO2
- pO2
- BP
- HCO3
- Sat O2
- BE
- Total CO2
7,375
40,1 mmHg
76,1 mmHg
755 mmHg
22,9 mmHg
95 %
-2,1 mmol/L
24,2 mmol/L
7,370-7,440
35,0-45,0
83,0-108,0
21,0-28,0
95,0-99,0
-2,5-2,5
19,0-24,0
Pemeriksaan Hasil Hasil rujukan
Elektrolit Darah
- Natrium
- Kalium
- Klorida
146 mmol/l
3.97 mmol/l
108 mmol/l
135-147
3.1-5.1
95-108
Pemeriksaan Hasil Hasil rujukan
Analisa Gas Darah
- HbAIC
- GDP
- GD 2 jam pp
7,0 %
202 mg/dL
239 mmHg
4,0-6,0
80-100
80-145
9
Analisa: Koreksi:
- Hiperglikemia perbaikan lanjutkan insulin Levemir 1 x 6 unit
5. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks tanggal 6 April 2015
- Trakea di tengah
- Mediastinum superior tidak membesar
- Jantung kesan tidak membesar
- Aorta baik
- Pulmo : Hilus dikedua paru baik
Infltrat minimal di parakardial kanan
- Diafragma dan sinus kostofrenikus kanan kiri normal
- Tulang costae baik
- Soft tissue sekitar paru baik
- Kesan :
Jantung dalam batas normal
Infiltrat di parakardial kanan DD/Interstisial pneumonia
Pemeriksaan Hasil Hasil rujukan
Glucometer 149 mg/dL < 90
10
1.5. RESUME
Anamnesis
Ny.RM usia 24 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang
memberat sejak 2 hari SMRS. Awalnya setelah pasien selesai
melakukan aktivitas mengajar, tiba-tiba ia merasa sesak. Pasien lalu
menggunakan Ventolin inhaler namun sesak napas tidak berkurang.
Biasanya saat serangan sesak muncul, pasien menghirup Ventolin dan
sesaknya terasa berkurang, namun saat serangan kali ini pasien telah
menghabiskan 1 botol Ventolin inhaler tapi sesak napas tidak
berkurang. Karena Ventolin inhaler habis, pasien merasakan semakin
sesak disertai mengi yang keras dan tidak berkurang dengan istirahat.
Sesak napas dirasakan semakin berat saat malam hari ketika pasien
tidur. Karena sesaknya, pasien tidak dapat beraktivitas, sulit berbicara
dan keringat dimgin sehingga pasien dibawa ke IGD RSUP
Fatmawati. Keluhan disertai batuk berdahak yang sulit dikeluarkan
dan demam yang dirasakan pasien sejak 4 hari SMRS. Pasien juga
merasa mual dan muntah berisi air. Saat di IGD, pasien diberikan
terapi uap dan merasa lebih baik namun masih sesak. Pasien
kemudian di ruang perawatan instensif paru dan masih merasa sesak
hingga 2 hari setelahnya.Saat dipindahkan ke ruang rawat paru,
keluhan sesak mulai berkurang dan pasien mulai dapat beraktivitas
seperti berjalan ke kamar mandi.
Pemeriksaan fisik
Paru depan
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, penggunaan otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-),
pelebaran vena (-), massa (-)
P : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal
fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
11
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)
Paru belakang
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, vertebrae normal, skoliosis (-), lordosis (-), massa (-).
P : ekspansi dada simetris, massa (-), vocal fremitus hemithoraks kiri
sama dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)
Pemeriksaan Laboratorium
Analisa : leukositosis, asidosis respiratorik, hiperglikemia,
peningkatan transaminase
Radiologi
Kesan : Infiltrat di parakardial kanan DD/Interstisial pneumonia
1.6. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja:
- Asma persisten ringan serangan akut derajat berat
- Asidosis respiratorik
- Pneumonia
- Hiperglikemia reaktif DD/ DM tipe II
Diagnosis Banding:
- PPOK
- Bronkiektasis
1.7. RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN
- Spirometri
- Uji provokasi bronkus
- Cek ulang analisa gas darah, hematologi, fungsi hati dan gula darah
12
1.8. TATALAKSANA ANJURAN
Tatalaksana saat di RS (asma serangan akut derajat berat dengan
pneumonia dan hiperglikemia):
A. Non medikamentosa
a. Tirah baring
b. Edukasi pasien dan keluarga untuk penghindari pencetus sesak
(debu, dingin, kelelahan)
B. Medikamentosa
O2 Nasal Kanul 4 liter per menit
IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam + aminofilin 2 amp iv
Metilprednisolon 2 x 62,5 mg iv
Levofloxacin 1 x 500 mg iv
Insulin Levemir 1 x 6 unit
Nebulize:
- Ventolin nebules (Salbutamol) 2,5 mg 3 x sehari
- Pulmicort nebulizing suspension (Budesonide) 0,25 mg/mL 3 x
sehari
OBH 3 x 5 ml po
Tatalaksana untuk pulang (asma persisten ringan):
- Ventolin inhaler (salbutamol) 1 x 1 inhalasi/hari
- Pulmicort turbuhaler (budesonide) 2 x 1 inhalasi /hari
1.9. PROGNOSIS
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : bonam
- Ad sanasionam : dubia ad bonam
13
1.10. PENGKAJIAN FOLLOW UP PASIEN
Data dari IGD, tanggal 5 April 2015
S = Pasien datang dnegan keluhan sesak yang makin memberat, disertai
mengi yang keras yang tidak berkurang dengan istirahat dan inhalasi
Ventolin. Sesak dirasakan semakin memberat ketika malam hari hingga
mengganggu tidur. Karena sesak, pasien tidak dapat beraktivitas dan sulit
berbicara. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah berisi air.
O =
- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit berat, tampak sesak dan pucat
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tanda vital
o Tekanan darah : 135/102 mmHg
o Frekuensi nadi : 140 kali/menit
o Frekuensi napas : 42 kali/menit
o Suhu : 37,7 °C
- Toraks :
o Paru
Depan
I : pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, penggunaan otot
bantu napas (+)
P : ekspansi dada simetris, vocal fremitus hemithoraks kiri sama
dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+), ekspirasi
memanjang
Belakang
I : pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis
P : vocal fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+), ekspirasi
memanjang
- Ekstremitas : akrat dingin, CRT<3’
14
A = Asma persisten ringan eksaserbasi akut derajat berat
P = O2 NRM 6 liter/menit
IVFD Dextrose 5% + Aminophilin 1,5 amp/8 jam
Bolus aminophilin 8 ml + Dekstrose 5% 12 ml (dalam 15 menit)
Metilprednisolon 62,5 mg iv
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Tanggal 9 April 2015, pasien masuk ke ruang rawat paru
S = Pasien massih merasa sesak namun sudah dapat beraktivitas seperti
berjalan ke kamar mandi. Terdapat batuk berdahak berwarna putih dan
mual. Terpasang oksigen nasal kanul.
O =
- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tanda vital
o Tekanan darah : 130/70 mmHg
o Frekuensi nadi : 94 kali/menit, regular, teraba kuat, isi cukup.
o Frekuensi napas : 22 kali/menit, regular
o Suhu : 37,3 °C
- Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)
- Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, trakea teraba
ditegah
- Toraks :
o Paru
Depan
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, penggunaan otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-),
pelebaran vena (-), massa (-)
P : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal
fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)
15
Belakang
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, vertebrae normal, skoliosis (-), lordosis (-), massa (-).
P : ekspansi dada simetris, massa (-), vocal fremitus hemithoraks kiri
sama dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)
A = Asma eksaserbasi akut derajat berat perbaikan
Hiperglikemia reaktif DD/DM tipe 2
P = NaCl 0,9% 500 cc + 2 amp Aminophilin/24 jam iv
Metilprednisolon 2 x 62,5 mg iv
Levofloxacin 1 x 500 mg iv
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Levemir 1 x 6 unit
Pulmicort nebu 2 x inhalasi
Combivent nebu 4 x inhalasi
Seretide inhaler 2 x inhalasi
OBH 3 x 5 ml po
Paracetamol 3 x 500 mg po
Tanggal 10 April 2015
S = Pasien merasa sesak sudah berkurang dan ada batuk berdahak
berwarna putih. Terpasang oksigen nasal kanul.
O =
- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tanda vital
o Tekanan darah : 120/80 mmHg
o Frekuensi nadi : 84 kali/menit, regular, teraba kuat, isi cukup.
o Frekuensi napas : 20 kali/menit, regular
o Suhu : 37,8 °C
- Toraks :
16
o Paru
Depan
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, penggunaan otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-),
pelebaran vena (-), massa (-)
P : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal
fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)
Belakang
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, vertebrae normal, skoliosis (-), lordosis (-), massa (-).
P : ekspansi dada simetris, massa (-), vocal fremitus hemithoraks kiri
sama dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)
A = Asma persisten ringan eksaserbasi akut derajat berat perbaikan
Hiperglikemia reaktif DD/DM tipe 2
P = NaCl 0,9% 500 cc + 2 amp Aminophilin/24 jam iv
Metilprednisolon 2 x 62,5 mg iv
Levofloxacin 1 x 500 mg iv
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Levemir 1 x 6 unit
Pulmicort nebu 2 x inhalasi
Combivent nebu 4 x inhalasi
Seretide inhaler 2 x inhalasi
OBH 3 x 5 ml po
Paracetamol 3 x 500 mg po
17
Tanggal 11 April 2015
S = Pasien merasa sesak sudah jauh berkurang namun masih batuk
berdahak berwarna putih. Oksigen nasal kanul sudah dilepas. Pasien
direncanakan pulang.
O =
- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tanda vital
o Tekanan darah : 110/80 mmHg
o Frekuensi nadi : 84 kali/menit, regular, teraba kuat, isi cukup.
o Frekuensi napas : 22 kali/menit, regular
o Suhu : 37,6 °C
- Toraks :
o Paru
Depan
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, penggunaan otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-),
pelebaran vena (-), massa (-)
P : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal
fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)
Belakang
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, vertebrae normal, skoliosis (-), lordosis (-), massa (-).
P : ekspansi dada simetris, massa (-), vocal fremitus hemithoraks kiri
sama dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)
A = Asma persisten ringan eksaserbasi akut derajat berat perbaikan
P = Combivent inhaler 4 x inhalasi
OBH 3 x 5 ml po
18
Paracetamol 3 x 500 mg po
Tanggal 12 April 2015
S = Pasien merasa sudah tidak sesak namun masih ada batuk berdahak
berwarna putih.
O =
- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tanda vital
o Tekanan darah : 110/80 mmHg
o Frekuensi nadi : 100 kali/menit, regular, teraba kuat, isi cukup.
o Frekuensi napas : 24 kali/menit, regular
o Suhu : 37,6 °C
- Toraks :
o Paru
Depan
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, penggunaan otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-),
pelebaran vena (-), massa (-)
P : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal
fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)
Belakang
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis, vertebrae normal, skoliosis (-), lordosis (-), massa (-).
P : ekspansi dada simetris, massa (-), vocal fremitus hemithoraks kiri
sama dengan sisi kanan
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)
A = Asma persisten ringan eksaserbasi akut derajat berat perbaikan
P = Combivent inhaler 4 x inhalasi
19
OBH 3 x 5 ml po
Paracetamol 3 x 500 mg po
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA
2.1 Definisi Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk batuk terutama malam dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
2.2 Epidemiologi Asma
Asma merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di
negara berkembang seperti di Indonesia. Di dunia diperkirakan 300 juta orang
mengidap asma. Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan berbagai
ukuran beban kesehatan karena asma di dunia, yaitu 15 juta disability-
adjusted life years (DALYs) hilang setiap tahunnya karena asma, artinya 15
juta usia produktif hilang setiap tahunnya karena asma. Selain itu, WHO juga
memperkirakan 250.000 kematian karena asma setiap tahunnya.
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, asma,
bronchitis kronik, dan emfisema merupakan penyebab kematian ke 4 di
Indonesia yaitu sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma diseluruh
Indonesia sebesar 13/1000 dibandingkan brokitis kronik yaitu 11/1000 dan
obstruksi paru 2/1000. Tahun 1993 pada 37 puskesmas di Jawa Timur
didapatkan prevalensi asna sebesar 7,7%, yaitu 9,2% pada laki-laki dan 6,6%
pada perempuan.
2.3 Faktor Resiko Asma
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu
dan lingkungan. Faktor penjamu yang merupakan faktor genetik dari host
21
sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi timbulnya gejala asma
dikenal sebagai faktor pencetus. Fsktor risiko asma pada anak umunya atopi
sedangkan pada dewasa adalah infeksi saluran pernapasan berulang.
Tabel 2.1 Faktor Risiko pada Asma
Sumber: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia, 2004
2.4 Mekanisme dan Patofisiologi
Sesuai dengan pengertiannya, asma merupakan gangguan inflamasi kronik
jalan napas yang melibatkan berbagai sel dan mediator inflamasi sehingga
menghasilkan perubahan patofisiologis.
Mekanisme yang terjadi antara lain :
- Inflamasi jalan napas
22
Pola inflamasi pada berbagai bentuk asma (asma alergik, non-
alergik, asma akibat aspirin, asma pada exercise) sama baik pada semua
usia. Sel inflamasi yang terlibat adalah sel mast, eosinofil, limfosit T
terutama Th2, sel dedndritik, makrofag dan neutrofil. Sedangkan sel
struktur jalan napas yang terlibat dalam produksi mediator inflamasi dan
berkontribusi dalam proses inflamasi kronik adalah sel epitel jalan napas,
sel otot polos jalan napas, sel endotelial pembuluh darah bronkus, sel
fibroblas dan miofibroblas dan serabut saraf jalan napas. Selain ituterdapat
ratusan mediator yang terlibat dalam proses inflamasi yang kompleks pada
asma antara lain; kemokin, sisteinil leukotrien, sitokin, histamin, oksida
nitrat/ NO, dan prostaglandin D2.
- Bronkokonstriksi
Kontraksi otot polos bronkus sebagai respon terhadap mediator dan
neurotransmiter yang bersifat bronkokontriktor. Bronkokonstriksi
merupakan mekanisme utama obstruksi jalan napas pada asma dan
memberikan respon baik dengan obat bronkodilator, sehingga asma yang
terjadi bersifat reversible.
- Perubahan struktur jalan napas (airway remodeling)
Perubahan struktur jalan napas tampak sebagai fibrosis subepitelial
akibat deposit serabut kolagen dan proteoglikan di bawah membran
basalis. Selain itu fibrosis yang terjadi pada lapisan lain dinding jalan
napas dengan deposit kolagen dan proteoglikan.Perubahan struktur juga
disebabkan oleh penebalan otot polos jalan napas (hipertrofi dan
hiperplasia), proliferasi pembuluh darah bronkus, dan peningkatan sel
goblet epitel jalan napas dan kelenjar mokus sukmukosa. Factor tersebut
yang menyebabkan asma tidak sepenuhnya reversible.
- Hipereaktivitas bronkus
Tanda khas kelainan fungsional pada asma, menghasilkan
penyempitan jalan napas sebagai respon rangsangan (hipereaktif) yang
pada orang normal biasanya tidak terjadi. Hipereaktivitas bronkus
berkaitan dengan proses inflamasi jalan napas, serta menunjukan respon
reversibel sebagian degan pengobatan.
23
Mekanisme hipereaktivitas bronkus berhubungan dengan beberapa
faktor antara lain:
1. Kontraksi otot polos bronkus, terjadi baik karena volume otot yang
meningkat maupun karena kontraksi sel-sel otot.
2. Uncoupling of airway contraction, karena perubahan pada dinding
jalan napas akibat inflamasi menyebabkan penebalan dinding pada
jalan napas yang menghasilkan penyempitan jalan napas dan
hilangnya kontraksi maksimum jalan napas.
3. Penebalan dinding jalan napas akibat edema dan perubahan
struktur yang menambah penyempitan jalan napas.
4. Serabut sensorik yang tersensitisasi karena adanya inflamasi
sehingga menimbulkan penambahan bronkokonstriksi saat respon
dengan rangsangan.
Faktor yang berperan dalam obstruksi jalan napas pada asma natara lain:
- Bronkokonstruksi akibat kontraksi otot polos bronkus, merupakan dasar
reversibilitas pada asma.
- Edema dinding saluran napas, akibat inflamasi kronik pada kondisi asma
sehari-hari yang meningkat pada saat eksaserbasi akut.
- Penambahan dinding jalan napas, akibat penebalan membran basal,
merupakan perubahan struktur jalan napas, dikenal dengan airway
remodelling. Faktor tersebut yang menyebabkan asma tidak sepenuhnya
reversibel.
- Hipersekresi mukus menyebabkan sumbatan lumem jalan napas oleh
lendir yang mengental (mucus plugging) merupakan hasil inflamasi yaitu
hipersekresi mukus dan eksudasi inflamasi.
2.5 Patogenesis Asma
1. Inflamasi akut
Pencetus serangan akut dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang
terdiri dari atas reaksi asma fase cepat dan pada sejumlah kasus diikuti
24
reaksi asma fase lambat.
- Reaksi fase cepat
Alergen akan terikan pada IgE yang menempel pada sel mast tersebut.
Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti
histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrin,
prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
- Reaksi fase lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan
melibatkan pengerahan serta aktivasi cosinofil, sel T CD4+, neutrofil
dan makrofag.
2. Inflamasi kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik seperti ssel
limfosit T, eusinofil, sel mast, sel epitel, fibrobslat dan otot polos bronkus.
- Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T CD4 (subtipe
Th2+) yang mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL-5,IL-13
dan GM-CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah
Th2 dan bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosia B mensintesis
IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta
memperanjang hidup eosinofil.
- Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15 HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers
seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau
khemokin. Sel epitel pada asma sebagian mengalami sheeding.
Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan
oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein, oxygenfree radical,
TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan metaloprotase sel epitel.
- Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) merupakan karateristik untuk
asma tetapi tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan di saluran napas
25
pada penderita asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil
berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain,
IL-3, IL-5, IL-6,GM-CSF, TNF-alfa serta mediaor lipid antara lain
LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan
maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic
protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil proxidase (EP)
dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel.
- Sel mast
Sel mast memiliki reseptor IgE dengan afinitas yang tinggi. Cross-
linking reseptor IgE degan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel
mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed
mediator seperti histamin dan protease serta newly generated
mediators antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga
mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-
CSF.
- Markofag
Merupakan sel terbanyak yang didapatkan pada organ pernapasan,baik
pada orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan
seluruh percabangan bronkus. Markofag dapat meghasilkan berbagai
mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain
berperan pada proses inlfamasi, markofag juga berperan pada regulalsi
airway remodeling. Peran tersebut melalui a.l sekresi growth
promoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-β.
26
Gambar 2.2. Inflamasi dan remodeling pada asma
Sumber: GINA, 2005
Gambar 2.3. Hubungan antara inflamasi akut, inflamasi kronik, dan airway
remodelling dengan gejala klinis
Sumber: PDPI, 2004
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi asma dapat dbagi menjadi 2 kelompok besar yaitu sebelum dan
sesudah mendapatkan terapi. Pasien yang pertama kali datang dengan gejala
asma akan dinilai derajat eksaserbasi akut (Tabel 2.2) dan beratnya asma
(Tabel 2.3). penilaian tersebut akan menentukan tatalaksana awal dan terapi
rawat jalan.
27
Tabel 2.2 Derajat asma eksaserbasi
Ringan Sedang Berat Henti napas iminen
Sulit bernapas Berjalan
Dapat berbaring
Berbicara
Pada bayi menangis
pelan, sulit minum
Lebih memilih duduk
Saat istirahat
Pada bayi berhenti
makan/minum
Membungkuk
Berbicara Kalimat Frase Kata
Kewaspadaan Gelisah (+)/(-) Gelisah Gelisah Mengantuk/bingung
Laju pernapasan Meningkat Meningkat >30x/menit
Otot aksesorius &
restriksi suprasternal
Tidak ada Ada Ada Gerakan paradox
torakoabdominal
Mengi Sedang,
terkadang
hanya saat
ekspirasi akhir
Keras Biasanya keras Tidak ada mengi (silet
chest)
Denyut nadi <100 100-120 >120 Bradikardia
Pulsus paradoksus Tidak ada
<10 mmHg
Mungkin ada
10-25 mmHg
Ada
>25 mmHg (dewasa)
20-40 mmHg (anak)
Tidak ada ,
meunujukkan
kelelahan otot respirasi
APE
Setelah inisial
bronkodilator
% predicted atau %
terbaik
>80% 60-80% <60% predicted atau
terbaik (<100x/m)
atau
Respons berakhir < 2
jam
PaO2 (dalam udara)
dan/atau
PaCO2
Normal (tidak
perlu test)
<45 mmHg
>60 mmHg
<45 mmHg
<60 mmHg
Mungkin sianosis
<45 mmHg,
mungkin gagal napas
SaO2 (dalam udara) >95% 91-95% <90%
Hiperkapnia/hiorventilasi lebih cepat terjadi pada anak
Sumber: GINA 2012
Tabel 2.3 Derajat beratnya asma dan terapi rawat jalan yang diberikan
Derajat asma Gejala Gejala Malam Faal Paru Terapi rawat jalan
Intermitten Bulanan APE > 80%
- Gejala <1x/minggu
- Tanpa gejala di luar
serangan
- Serangan singkat
< 2x/bulan - VEP1 > 80% nilai prediksi
APE > 80% nilai terbaik
- Variabiliti APE < 20%
Agonis β2 kerja
cepat
Persisten ringan Mingguan APE > 80%
- Gejala >1x/minggu
tetapi < 1x/hari
- Serangan dapat
mengganggu aktivitas dan
tidur
> 2x/bulan - VEP1 > 80% nilai prediksi
APE > 80% nilai terbaik
- Variabiliti APE 20-30%
Agonis β2 kerja
cepat. KSI dosis
rendah
Persisten sedang Harian APE 60-80%
- Gejala setiap hari
- Serangan mengganggu
aktivitas dan tidur
- Membutuhkan
bronkodilator setiap hari
>1x/minggu - VEP1 60-80% nilai prediksi
APE 60-80% nilai terbaik
- Variabiliti APE >30%
Agonis β2 kerja
cepat. KSI dosis
rendah. ABKP
28
Persisten berat Kontinyu APE < 60%
- Gejala terus menerus
- Sering kambuh
- Aktiviti fisik terbatas
Sering - VEP1 < 60% nilai prediksi
APE < 60% nilai terbaik
- Variabiliti APE >30%
Agonis β2 kerja
cepat. KSI dosis
tinggi. ABKP
dan/atau ISO
Sumber:GINA, 2012
Klasifikasi kendali asma dapat dikelompokkan berdasarkan level of
asthma control (GINA 2012, Tabel 2.4) atau asthma control test (ACT).
Aspek yang dinilai dalam kendali asma yaitu pengendalian gejala klinis dan
kemungkinan risiko eksaserbasi, penurunan fungsi paru, atau efek samping
obat. Klasifikasi ACT tidak memperhitungkan fugsi daal paru dalam
klasifikasinya.
Tabel 2.4 Level of asthma control
Sumber:GINA, 2012
Klasifikasi ACT (Tabel 2.5) menggunakan kuesioner 5 pertanyaan dengan
nilai maksimal masing-masing 5 poin. Kuesioner ACT hanya dapat diberikan
pada pasien usia 12 tahun keatas. Kuesioner tersebut berfungsi sebagai
instrument pemantauan keluhan asma pasien selama 1 bulan terakhir, bukan
29
diagnosis. Klasifikasi kendali asma adalah sebagai berikut:
Asma tidak terkontrol : ≤19
Asma terkontrol sebagian : 19-24
Asma terkontrol : 25
2.7 Diagnosis
Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1. Gejala Klinis
Gejala klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi dan
sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa
berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin.
Dikatakan episodik karena serangan berulang, dapat hilang timbul dan
diantaranya terdapat episode bebas serangan. Meskipun pada mulanya
batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya
pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-
kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya
batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cought variant
asthma. Bila hal yang tersebut dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan
spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi
bronkus dengan metakolin. Gejala asma sering timbul pada malam hari,
tapi dapat pula muncul sembarang waktu, dan adakalanya gejala lebih
sering terjadi pada musim tertentu. Adanya penyakit alergi yang lain
pada pasien maupun keluarganya seperti rinitis alergi, dermatitis atopik
membantu diagnosis asma. Yang perlu diperhatikan adalah faktor-
faktor pencetus asma yang sudah dibahas sebelumnya. Dengan
mengetahui faktor pencetus, maka gejala asma dapat dicegah. Yang
membedakan asma dengan penyakit paru lainnya adalah pada asma
serangan dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan.
2. Pemeriksaan Fisik
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma, tergantung dari
derajat obstruksi saluran napas. Gejala asma bervariasi sepanjang hari
30
sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan pemeriksaan
jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi.
Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun
dalam pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan
napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas,
edema, dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai
kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar
untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja
pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi,
dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada
waktu eksprasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar
(silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai
gejala lain, misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi,
hiperinflasi, dan penggunaan otot bantu napas.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:
1. Obstruksi jalan napas
2. Reversibiliti kelainan faal paru
3. Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif
jalan napas
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah
diterima secara luas dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan
spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan maneuver
ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan
spirometri dilakukan pada saat awal, setelah stabil pasca
tatalaksana eksaserbasi, dan berkala tiap 1-2 tahun untuk
mengetahui perjalanan penyakit. Pemeriksaan itu sangat
bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan
instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Pemeriksaan
31
ini hnaya dilakukan pada pasien berusia diatas 5 tahun. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai
yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui
dari nilai rasio VEP1/KVP < 75 % atau VEP1 < 80 % nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma:
1. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75
% atau VEP1 < 80 % nilai prediksi.
2. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ≥ 12 % dan >200 ml secara
spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator),
atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau
setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi / oral) 2 minggu.
Reversibility ini dapat membantu diagnosis asma.
3. Menilai derajat asma
Arus puncak ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak
expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah,
mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di
berbagai tingkat layanan kesehatan.
Manfaat APE dalam diagnosis asma:
1. Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15 % setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14
hari, atau respon terapi kortikosteroid (inhalasi / oral, 2
minggu)
2. Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan
variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga
dapat digunakan menilai derajat berat penyakit. Dikatakan
asma jika variability diurnal APE ≥ 15 % dengan 2 kali
pemeriksaan setiap harinya.
Uji provokasi bronkus
Dilakukan dengan pemberian metakolin dan histamine dengan
tujuan untuk membuat bronkus konstriksi. Jika VEP1 <20%
32
setelahsetelah uji provokasi, berarti terjadi hiperreaktivitas
bronkus. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi
spesifitasnya rendah, artinya hasil negative dapat menyingkirkan
diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti
bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada
penyakit lain seperti, rinitis alergi, berbagai gangguan dengan
penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis, dan fibrosis
kistik.
Pengukuran status alergi
Diakukan dengan cara skin prick test dan pengukuran IgE spesifik
serum
Foto Dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain
obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses
patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, atelektasis dan lain-lain.
Analisis Gas Darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase
awal serangan terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35
mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru
mendekati normal sampai normokapnia. Selanjutnya pada asma
yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2 > 45 mmHg),
hipoksemia dan asidosis respiratorik.
2.8 Komplikasi Asma
- Pneumotoraks
- Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
- Atelektasis
- Gagal napas
- Aspergilosis bronkopulmonar alergik
- Bronkitis
33
2.9 Penatalaksanaan Asma
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol manifestasi klinis dari
penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan kualitas
hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari hari.
Secara garis besar obat asma terdiri atas 2 golongan, yaitu:
1. Pelega (Reliever)
Obat ini bersifat bronkodilator yang berguna untuk menghilangkan
serangan asma dengan mengurangi bronkokonstriksi yang terjadi.
Termasuk dalam golongan ini adalah:
- inhalasi agonis β-2 kerja singkat
- kortikosteroid sistemik
- inhalasi anti kolinergik
- golongan xantin
- agonis-2 oral.
Obat ini diberikan pada saat terjadi serangan asma, tergantung dari
beratnya serangan. Obat dapat diberikan dalam bentuk tunggal atau
kombinasi. Pemberian dalam bentuk inhalasi lebih dianjurkan, karena
pemberian secara inhalasi mempunyai beberapa keuntungan yaitu
dosis rendah, efek samping minimal, bekerja terbatas pada saluran
napas, efek terapeutik cepat, dan dapat memobilisasi sekret di saluran
napas.
2. Pengontrol (Controller)
Terapi bertujuan untuk mencegah terjadinya gejala atau serangan akut
serta meningkatkan fungsi paru. Obat ini diberikan setiap hari untuk
jangka waktu yang lama. Termasuk dalam golongan ini adalah:
- Glukokortikosteroid inhalasi
- Glukokortikosteroid sistemik
- Kromolin (Sodium kromoglikat dan sodium nedokromil)
- Metilsantin (teofilin lepas lambat)
- Agonis beta-2 kerja lama
- Leukotrien modifiers
34
Pengobatan berdasarkan derajat berat asma :
Gambar 2.4 Rekomendasi terapi asma berdasarkan derajatnya
Gambar 2.5 Rekomendasi terapi asma berdasarkan beratnya serangan
35
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien didiagnosis asma eksaserbasi akut derajat berat berdasarkan
beberapa pertimbangan. Dari anamnesis, pasien datang ke IGD RSUP dengan
keluhan sesak napas yang memberat disertai mengi yang keras dan tidak
berkurang dengan istirahat dan inhalasi Ventolin. Sesak dirasakan pasien semakin
memberat ketika malam hari hingga mengganggu tidur. Karena sesak, pasien
tidak dapat beraktivitas, sulit berbicara dan keringat dingin. Dari data pemeriksaan
fisik di IGD saat pasien pertama kali datang, didapatkan keadaan umum pasien
tampak sakit berat dan sesak, tekanan darah 135/102 mmHg, nadi 140x/menit,
pernapasan 42x/menit, terdapat penggunaan otot batu pernapasan dan pada
auskultasi paru ditemukan wheezing disertai ekspirasi memanjang. Dari
pemeriksaan penunjang pada analisa gas darah didapatkan kesan asidosis
respiratorik. Temuan-temuan tersebut menunjang diagnosis asma eksaserbasi akut
derajat berat sesuai dengan Derajat Asma Eksaserbasi yang terdapat pada GINA
tahun 2012 (Tabel 2.2)
Serangan sesak yang terjadi pada pasien ini kemungkinan dipicu oleh
kelelahan yang dirasakan pasien setelah kegiatan mengajar dan mungkin juga
karena batuk yang telah dialami pasien sebelumnya. Sesak terjadi karena adanya
hipersensitivitas dan hiperreaktivitas bronkus terhadap pemicu tertentu yang pada
orang normal tidak menimbulkan reaksi. Hal ini dapat terjadi salah satunya
karena adanya faktor genetik asma yang juga dialami oleh ibu pasien. Pada
orang-orang yang memiliki predisposisi genetik, kadar IgE pada permukaan sel
mast yang ada di diding saluran napas akan berlebih, sehingga respon terhadap
pemicu berlebihan dan menyebabkan timbulnya gejala asma.
Keluhan sesak disertai mengi yang keras dan batuk berdahak. Pada
pemeriksaan auskultasi paru didapatkan wheezing pada kedua lapang paru. Hal ini
terjadi akibat adanya turbulensi arus udara dan getaran mukus bronkus saat udara
melewati saluran napas yang menyempit akibat bronkokonstriksi. Pada malam
hari merupakan periode konstriksi maksimal irama sikardian tonus brokus akibat
tingginya kadar eosinophil, dimana eosinofil akan mengeluarkan leukotrin yang
36
menyebabkan bronkostriksi sehingga keluhan sesak memberat saat malam hari.
Adanya peningkatan produksi mucus mengakibatkan pasien masih mengeluhkan
batuk berdahak yang menyertai sesak.
Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan spirometri untuk mengetahui
VEP1 dan reversibilitas dari asma setelah diberikan bronkodilator. Selain itu dapat
pula dianjurkan pemeriksaan APE dan uji provokasi bronkus. Untuk terapi pada
pasien ini dapat diberikan oksigen, nebulisasi agonis β-2 kerja cepat,
kortikosteroid inhalasi dosis rendah, dan agonis β-2 kerja lambat.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. ASMA: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Bakai Penerbit FKUI. 2004
2. Dewan Asma Indonesia. Pedoman Tatalaksana Asma. Jakarta: CV.
Mahkota Dirfan. 2011
3. Aru W, Sudoyo. W. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V.
Jakarta: Interna Publishing. 2009
4. Setiati,Siti dkk. Panduan Sistematis Untuk Diagnosis Fisis. Jakarta:
Interna Publishing
5. Global Inotiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma
management dan prevention. NIH Publication 2005
6. GINA. Pocket guide for asthma management and prevention (for adults
and children older than 5 years). 2012