9

PREDASI INTRAGUILD; · 2013-10-24 · karena predasi intraguild tersebut pada banyak kasus merupakan faktor utama dalam keberhasilan pengendalian hayati. Predasi ... Atau, intraguild

  • Upload
    vophuc

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PREDASI INTRAGUILD;

Fenomena dan Pengaruhnya dalam Pengendalian

Hayati

Oleh

Widihastuy SP.MSi

Dosen Jurusan Biologi FMIPA

Universitas Dian Nusantara Medan

ABSTRACTS

In conservation biological control, we seek to make agricultural systems more hospitable to natural

enemies. Interactions between species are usually categorized as either competition (- -),

predation/parasitism (+ -), mutualism (+ +), comenslism (+ 0), or amensalism (- 0). Intraguild predation

is a combination of the first two, that is, the killing and eating of species that use similar, often limiting,

resources and are thus potential competitors. Intraguild predation is distinguished from traditional

concepts of competition by the immediate energetic gains for one participant (the predator). It differs

from classical predation because the act reduces potential exploitation competition.

Key words: Predation, intraguild, natural enemies, interaction.

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Dalam suatu ekosistem terdapat banyak komponen-komponen ekologi yang saling berinteraksi

satu sama lain. Dalam populasi terdapat fenomena interaksi antar maupun interspesies, yang bentuknya

meliputi kompetisi (-,-), predasi/parasitisasi (+,-), mutualisme (+,+), komensalisme (+,0), atau

amensalisme (0,0) (Polis dan Myers 1989). Masing-masing interaksi tersebut akan sangat mempengaruhi

dinamika populasi masing-masing pemeran dalam ekosistem. Fenomena menarik yang akhir-akhir ini

muncul adalah predasi intraguild, yang merupakan kombinasi antara kompetisi dan predasi/parasitisasi,

karena predasi intraguild tersebut pada banyak kasus merupakan faktor utama dalam keberhasilan

pengendalian hayati.

Predasi intraguild adalah saling membunuh/memakan antar spesies yang menggunakan sumber

daya yang sama, dimana spesies tersebut merupakan kompetitor potensial antara yang satu dengan yang lainnya, dan spesies tersebut mempunyai cara akuisisi sumber daya yang sama (Polis dan Holt 1992).

Atau, intraguild adalah predasi yang terjadi antar anggota dalam kaum (suatu kelompok spesies yang

mengeploitasi sumber daya lingkungan yang sama dengan cara yang sama pula) yang sama. Predasi

intraguild merupakan kombinasi antara kompetisi dengan predasi/parasitisasi. Perbedaan antara predasi

intraguild dengan kompetisi adalah bahwa pada predasi intraguild , salah satu spesies mendapatkan

keuntungan (+,-), sedangkan pada kompetisi umumnya kedua-duanya mengalami kerugian (-,-). Selain

itu predasi intraguild berperan menurunkan kompetisi potensial.

TUJUAN

Telaah pustaka ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang fenomena predasi intraguild,

pengaruhnya terhadap pengembangan pengendalian hayati, dan cara menyiasati fenomena predasi intragulid tersebut untuk meningkatkan efisiensi pengendalian hayati, khususnya predasi.

METODE PENULISAN

Metode penulisan adalah dengan menggunakan metode Library research.

KAJIAN TEORITIS Predasi intraguild adalah saling membunuh/memakan antar spesies yang menggunakan sumber

daya yang sama, dimana spesies tersebut merupakan kompetitor potensial antara yang satu dengan yang

lainnya, dan spesies tersebut mempunyai cara akuisisi sumber daya yang sama (Polis dan Holt 1992).

Atau, intraguild adalah predasi yang terjadi antar anggota dalam kaum (suatu kelompok spesies yang

mengeploitasi sumber daya lingkungan yang sama dengan cara yang sama pula) yang sama. Predasi

intraguild merupakan kombinasi antara kompetisi dengan predasi/parasitisasi. Perbedaan antara predasi

intraguild dengan kompetisi adalah bahwa pada predasi intraguild , salah satu spesies mendapatkan

keuntungan (+,-), sedangkan pada kompetisi umumnya kedua-duanya mengalami kerugian (-,-). Selain

itu predasi intraguild berperan menurunkan kompetisi potensial.

Predasi intraguild pada sutu ekosistem terjadi apabila dalam suatu rantai makanan, antar spesies

penunjang ekosistem tersebut saling tumpang tindih perannya. Khususnya pada predator, ada minimal 2 jenis predator yang menunjang suatu ekosistem. Secara umum predator yang ada dapat dikelompokkan

dalam 2 kelas, yaitu predator intermediet (mangsa intraguild) dan predator puncak) (predator

intraguild) (Polis dan Holt 1992). Sebagai gambaran interaksi kompetisi dan predasi intragulid terlihat

pada gambar 1, dimana:

Gambar 1a adalah rantai makanan yang tidak mempunyai fenomena intraguild dimana predato

puncak hanya memakan predator-predator spesies lain (predator intermediet) yang mempunyai

sumber mangsa yang sama. Antar predator intermediet terjadi fenomena kompetisi untuk

mendapatkan makanan yang jenisnya sama.

Gambar 1b adalah rantai makanan antar spesies, dimana terjadi fenomena intraguild di dalam nya.

Predator puncak bersama-sama dengan predator intermediet bisa mengeploitasi sumber mangsa

yang sama, tetapi predator puncak tersebut juga bisa memangsa predator konsumen.

Gambar 1c adalah rantai makanan yang didalamnya terjadi fenomena intraguild yang mempunyai dimensi struktur umur. Dalam jaringan makanan ini yang mengeploitasi sumber makanan yang

sama dengan predator intermediet dan merupakan kompetitor potensial adalah stadia juvenil

predator puncak, sedangkan stadia dewasa predator puncak tersebut memangsa konsumen.

a b

Predator puncak

Predator

intermediet

Mangsa (hama)

Predator puncak

Predator

intermediet

Mangsa (hama)

Predator

intermediet

c

Gambar 1. Gambar rantai makanan antar spesies baik yang mempunyai fenomena intraguild

maupun kompetisi

STUDI KASUS

Predator predasi intraguild antar predator generalis terhadap penekanan populasi hama

(Roseinheim, Wilhoit dan Armer 1993).

Banyak ditemukan predator generalis pada hama aphid, Aphis gossypii, Chrysoperla carnea,

Zelus renardii, Geocoris sp dan Nabis sp. Masing-masing predator menempati trofik level yang berbeda ,

dimana C. Carnea merupakan konsumen (predator intermediet), sedangkan Z. Renardii, Geocoris sp dan

Nabis sp merupakan predator (predator puncak) (Gambar 2).

Pada kasus ini:

1. Terjadi saling pemangsaan antara predator generalis A. Gossypii. Predator Zelus merupakan

pemangsa dominan terhadap predator lain, khususnya selama predator lain dalam stadia larva

dan nymfa. 2. Terjadi predasi intraguild, dimana penurunan daya hidup stadia larva pada spesies tertentu

(khususnya yang menempati posisi sebagai predator intermediet) disebabkan oleh stadia larva

nymfa atau imago predator sejenis atau predator lain. Fakta lain menunjukkan bahwa penyebab

kematian dari predator-predator tersebut bukan disebabakan oleh faktor kompetisi tetapi lebih

oleh faktor predasi intraguild.

3. Keberadaan intragulid mempengaruhi dinamika populasi dari A. Gossypii, dimana intragulid

menyebabkan keefektifan dari masing-masing predator dalam memangsa A. Gossypii menjadi

berkurang. Banyaknya predator puncak menyebabkan penekanan jumlah predator intermediet

sehingga populasi aphid, umumnya predator intermediet, C. Carnea lebih baik di bandingkan

dengan predator puncak, Z. Renardii dan Nabis.

Mangsa (hama)

Predator

intermediet

Imago predator

puncak Predator

intermediet

Gambar 2. Rantai makanan antar predator aphid (Ketebalan garis menunjukkan kekuatan predasi antar

predator).

Predasi intragulid antara Eysyrphus balteatus (Diptera; Surpidae) dengan predator aphid lainnya

(Hindayana et al. 2001).

Kelimpahan predator aphid baik jenis maupun jumlahnya menyebabkan terjadinya kompetisi.

Situasi seperti ini bisa mengarahkan terjadinya interaksi antar trofik secara langsung. Pada kasus ini, 3

jenis predator digunakan sebagai bahan uji coba yaitu E. Balteatus, Coccinella septempunctata,

Chrysoperla carnea, dan Aphidoletes aphidiomyza. Antar predator-predator aphid tersebut ternyata

terjadi predasi intraguild. Umumnya individu yang lebih besar menjadi predator terhadap individu yang

lebih kecil lainnya. Hal ini menyebabkan stadia telur dan nimfa adalah stadia dimana predator tertentu

mengalami tekanan pemangsaan dari stadia dewasa predator lain. Imago umumnya memenangkan

perkelahian antar predator karena mempunyai cadangan energi yang lebih besar sehingga lebih kuat dan mandibel yang lebih kuat dan besar. Interaksi predasi intraguild terlihat pada gambar 3.

C. carnea

E. balteotus

C. septempunctata

Gambar 3. Fenomena predasi intraguild antar predator aphids hubungannya dengan stadia

predator tersebut.

Larva

Chrysopidae

Aphis

gossypii

Gossypium

hirsutum

Geocoris Nabis Zelus

L1 L2 L3

L1

L1 L2

L2

L3

L3

L4

Pada kasus ini sangat sulit menentukan spesies mana yang menempati masing-masing trofik karena mekanisme pemangsaan sangat dipengaruhi oleh ukuran tubuh antar mangsa dan pemangsa.

Hubungan antar predator aphid tersebut sangat komplek. Predasi intraguild menyebabkan penurunan

populasi predator lain yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan populasi aphids.

Predator pada tingkatan yang lebih dan perannya dalam pengaturan populasi herbivora

(Roseinheim 1998).

Pada kasus ini ditemukan bahwa yang menjadi predator potensial untuk hama umumnya bukan

predator yang berposisi sebagai predator puncak, tetapi predator intermediet. Predator ini justru

mempunyai prefensi yang lebih tinggi dalam memangsa predator intermediet, sehingga peran predator

intermediet menjadi sangat terganggu dan pada akhirnya populasi hama akan meningkat.

EFEK INTRAGUILD

Pengaruh dari predasi intraguild dapat dilihat dalam dimensi individu, populasi dan komunitas

A. Dimensi individu.

Predasi intraguild dalam evolusinya telah menyebabkan perubahan pada individu inter intraguild

yang meliputi perubahan perilaku, morfologi dan modifikasi kimiawi. Mangsa intraguild

telahmengembangkan perilaku melarikan diri dari predator intraguildnya. Seperti laba-laba yang

meniggalkan semak yang banyak dihuni predator intraguild. Selain itu umumnya intraguild predator

mengalami perubahan morfologi mandibel yang semakin besar dan kuat.

B. Dimensi populasi dan komunitas.

Predasi intraguild dapat mempengaruhi ukuran populasi, kestabilan , resiliensi dari predator

intraguild, mangsa intraguild dan spesies nonguild dalam komunitas. Pada banyak kasus predasi

intraguild mampu menurunkan secara tajam populasi mangsa intraguild. Tetapi ada beberapa kasus, justru predasi intraguild mampu meningkatkan jumlah mangsa intraguild. Ini merupakan fenomena

resiliensi, dimana tekanan dari predator intraguild menurunkan tingkat kompetisi di dalam mangsa

intraguild sehingga terjadi peningkatan mangsa intraguild.

Beberapa model yang telah dikembangkan dalam sistem kombinasi antara kompetisi dengan predasi

dapat menerangkan bahwa predasi meningkatkan koeksistensi jika predator yang ada bukan predator

yang lebih super terhadap yang lain nya. Tetapi predasi juga bisa menghalangi koeksistensi, jika predator

yang ada adalah predator generalis yang mana jumlah predator ditentukan oleh ketersediaan berbagai

jenis mangsa (Model Lotka Voltere, Gambar 4 dalam Polis dan Myers 1989)

Dimana (A adalah predator puncak dan B adalah predator intermediet):

Gambar 4a. Jika A mempunyai daya kompetisi yang lebih dominan, maka keberadaan predasi intraguild

akan meningkatkan daya kompetisi tersebut, sehingga A akan menguasai populasi. Gambar 4b. Pada keadaan tanpa predasi intraguild, kedua spesies tersebut akan membentuk

koeksistensi, tetapi predasi intraguild menyebabkan pergeseran titik koeksistensi, tetapi predasi intraguild

menyebabkan pergeseran titik koeksistensi atau bahkan penguasaan A terhadap B.

Gambar 4c. Pada keadaan tanpa predasi intraguild, akan terjadi efek prioritas, artinya kemenangan akan

ditentukan oleh keadaan populasi masing-masing spesies dalam kurva tersebut. Keberadaan predasi

intraguild menimbulkan efek prioritas juga menciptakan peluang bahwa A akan menguasai B.

KA

NA B

A

KB NB NB KB

KA

b a

NA

A

B

Gambar 4. Isoklin dari model kompetisi Lotka-Voltere, dimodifikasi dengan memasukkan predasi

intraguild. Garis tidak terputus menunjukkan tanpa predasi intraguild, dan garis terputus

menunjukkan adanya predasi intraguild. Rumus model dari gambar tersebut adalah dNA/dt =

Nar(1-NA/K) + Ananb, dNB/dt = NBr(1-NB/K – αNA/K) = a’NANB, dimana = tingkat

pertumbuhan intrinsik, K = kapasitas tampung, α = koefisien kompetisi, a = keuntungan yang

di peroleh Adari predasi intraguild, dan a’ adalah tekanan kematian yang di terima oleh B.

Gambar 4d. Karena jumlah B lebih besar dibandingkan dengan A, maka tanpa intraguild

B akan menguasai A. Keberadaan intraguild menyebabkan pergeseran keseimbangan yang mana akan menyebabkan koeksistensi atau penguasaan oeh A terhadap B.

Gambar 4e. Karena A mempunyai kompetisi yang lebih rendah dibandingkan dengan B, keadaan tanpa

predasi intraguild menyebabkan efek negatif yang kuat yang di terima oleh B sehingga

menghindari terjadinya ekploitasi B terhadap A.

PREDASI INTRAGUILD DALAM KEEFEKTIFAN

PENGENDALIAN HAYATI

Dalam kasus ini , Pengendalian hayati yang dilihat adalah hanya pada peran predator sebagai

musuh alami (Walaupun intraguild predasi bisa terjadi juga dalam parasitoid). Melihat kasus-kasus diatas dan model yang terbentuk, dapat dinyatakan bahwa umumnya intraguild akan menurunkan

keefektifan dalam pengendalian hayati. Predator generalis yang mempunyai sifat sebagai predator

puncak; atau predator intraguild yang umumnya mempunyai kemampuan mempredator dan prefensi

terhadap hama yang lebih rendah dibandingkan dengan predator intermediet akan menguasai ekosistem

dan menghambat peran dari predator intermediet. Hal ini menyebabkan tekanan predasi terhadap hama

menjadi berkurang sehingga populasi hama menjadi meningkat.

KA

KA

KA

NA

NB KB

NA

NB

NB

NA

KB

KB

A

A

A

B

B

B

c

d

e

Selain itu, keberadaan beberapa jenis predator juga akan meningkatkan tingkat persaingan dalam ekploitasi hama yang pada level tertentu, populasi gabungan predator tersebut melebihi kapasitas

tampung (carrying capacity), akibatnya akan menyebabkan terjadinya penurunan populasi yang tajam.

Osilasi populasi ini akan sangat merugikan dalam usaha pengendalian.

KESIMPULAN

Walaupun umumnya intraguild mempunyai efek negatif terhadap usaha pengendalian hayati,

tetapi beberapa kasus justru meningkatkan peran musuh alami intermediet dalam menekan populasi

hama. Pada kasus-kasus yang merugikan, perlu dilakukan usaha-usaha konservasi. Konservasi yang bisa

dilakukan mengacu pada rumus dNB/dt = NBr(1-NB/K – αNA/K = a’NANB (dimana tekanan populasi B sangat di pengaruhi oleh keberadaan predasi intraguild oleh dan tingkat kompetisi dengan A yang

terjadi), adalah:

1. Dalam introduksi musuh alami, khususnya predator, harus memperhatikan ciri-ciri dan

peran predator tersebut dalam ekosistem dan juga keberadaan predator lain yang merupakan

predator endemik pada lepasan itu.

2. Menghindari introduksi musuh alami , khususnya predator yang mempunyai guild yang

sama. Sebagai pertimbangan, pelepasan predator spesialisasi lebih baik dibandingkan

predator generalis.

3. Manipulasi ekosistem sehingga predator intermediet akan mempunyai kemampuan yang

lebih dalam mengekploitasi ekosistem.

DAFTAR PUSTAKA

Hindayana D, Meyhofer ², Scholz D, Poehling HM. 2001. Intraguild predations among the

hoverly Episyphus balteatus de Geer (Diptera: Syrpidaee) and other Aphidophagus

predators. Biological Control 20:1-11.

Polis G A, Holt R D. 1992. Intraguild predation: The dynamics of complex trophic interactions.

Tree (7) 5:151-154.

Polis G A, Myers C A. 1989. The ecology and evolution of intraguild predation: potensial competitors that each other. Annu Rev Eccol Syst 20:297-330.

Roseinhem J A. 1998. Heigher order predators and the regulations of insect herbivora

populations. Annu Rev Entomol 43:421-427.

Roseinham J A, Wilhoit L R, rmer C A. 1993. Influence of intraguild predation among

generalist insect predators on the sippresion of an herbivora population. Oecologi 96:439-

449.