Upload
kelompok252011
View
50
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kedokteran, hepatoma, diagnosis, treatment
Citation preview
PRE TACE
MAKALAH
TUGAS KELOMPOK
Oleh:
Andi Anindya Rodiah T
Yohanes Caesar Evan
Nurkholis Bramantyo
Amyra Sharina M. Amran
Joshua Alexander Ghozali
Dwina Prawitasari
Hindun Wildani Wahab
Rian Hidayat
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada
Yogyakarta
Tahun 2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prosedur terapeutik banyak mengalami perkembangan dari masa ke masa. Metode
lama secara bertahap mengalami perubahan dan modifikasi. Ditemukan pula metode-metode
baru yang lebih aman daripada metode sebelumnya. Perkembangan ini terjadi tidak lain
adalah untuk mendapatkan metode terapi yang paling efektif dengan efek samping minimal.
TACE (Transcatheter arterial chemoembolization) merupakan salah satu metode
terapi yang banyak digunakan dalam menangani berbagai kasus medis, khususnya tumor.
Prosedur ini mengalami perkembangan secara bertahap. Dimulai dari angiografi diagnostik
dan terapi injeksi melalui kateter. TACE berkembang dari konsep terapi embolisasi yang
sudah ada sejak tahun 1930an (Guan et al., 2012). Kala itu terapi embolisasi banyak
dilakukan untuk menangani malformasi pembuluh darah dan perdarahan akut. Teknik ligasi
arteri juga dikembangkan untuk kasus tumor yang diikuti dengan pemberian agen
kemoterapi. Dari sana dikembangkan lah sebuah metode yang dapat menggabungkan aspek
inti dari terapi embolisasi dan kemoterapi menjadi metode tunggal yang holistik. Prosedur
angiografi tetap menjadi pilihan utama pada proses diagnosis. Pada TACE, angiografi juga
digunakan untuk membantu visualisasi selama proses berlangsung. Dimulai dari penempatan
kateter hingga pemberian agen embolisasi.
Saat ini TACE diaplikasikan sebagai metode utama pada terapi tumor liver dan
merupakan standar emas untuk terapi HCC stadium menengah. Embolan yang dimasukkan ke
area vaskularisasi tumor umumnya juga telah direndam dalam obat kemoterapi untuk
meningkatkan konsentrasi pada area tumor. Dengan adanya teknik ini dan diikuti dengan
agen kemoterapi maka efek obat pada jaringan tubuh lain dapat ditekan, sehingga efek
samping sistemik dapat diminimalisir. Teknik ini terus dikembangkan dengan menambahkan
teknik lain seperti pemberian obat anti-angiogenik untuk mencegah kekambuhan akibat
neovaskularisasi tumor. Kombinasi dengan terapi ablatif lainnya juga terbukti mampu
memberikan efek terapeutik yang lebih baik (Biolato et al., 2010)
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
TACE (Transcatheter arterial chemoembolization) adalah suatu prosedur invasif
radiologi intervensi untuk mengurangi aliran darah ke area tertentu pada organ yang
diinginkan. Prosedur ini melibatkan akses ke arteri menuju area target dengan bantuan
kateter. Pengaplikasian nya menggunakan teknik Seldinger untuk mendapatkan akses yang
aman ke pembuluh darah. Di pembuluh darah ditempatkan embolus artifisial sehingga terjadi
blokade aliran darah ke area tersebut. Prosedur ini banyak dilakukan untuk menangani tumor.
Pada liver misalnya, TACE diaplikasikan sebagai terapi paliatif untuk tumor, terutama
hepatocellular carcinoma (HCC). Pada kasus keganasan yang tidak dapat di reseksi dengan
pembedahan, TACE bisa menjadi salah satu pilihan. Penutupan atau penyempitan pembuluh
darah oleh embolan menyebabkan perkembangan tumor melambat dan akhirnya menyusut.
Selain itu juga pemberian agen kemoterapi lebih terfokus pada jaringan yang sakit sehingga
paparan sistemik menjadi lebih sedikit.
2.2 Sejarah TACE
Pada 1930 Brooks melaporkan embolisasi fistula carotid-cavernous, yang bisa
dianggap sebagai konsep pertama unuk embolisasi terapeutik. Pada tahun 1953, Dr Sven-Ivar
Seldinger, seorang ahli radiologi Swedia mengembangkan teknik ‘transcatheter’ yang berarti
dilaksanakan melalui lumen catheter. Teknik yang dikembangkan oleh Seldinger adalah
prosedur untuk mendapat akses yang aman kepada organ yang hampa. Dari tekniknya
Seldinger, banyak prosedur intravaskuler yang telah diadvokasi. Hingga awal 1970, banyak
ide yang berkembang dari teknik Seldinger untuk mengontrol perdarahan gastrointestinal
seperti angiografi percutaneous selektif dan infusi arteri dengan vasopressin oleh
katheterisasi. Pada saat itu, embolisasi terapeutik telah digunakan secara percutaneous untuk
pengobatan malformasi aterivenous, di mana Rosch mengaplikasikan embolisasi arteri
selektif pada 1972 untuk intervensi perdarahan akut pada traktus gastrointesetinal. Pada 1972,
ligasi arteri hepatica juga dilaporkan untuk mengobati tumor hepar sekunder yang diikuti oleh
infusi vena portal dengan 5-fluorouracil. Proses ini adalah proses pengikatan vessel darah
untuk memblokir peralihan darah kepada hepar. Proses ini telah dibuktikan aman karena
pasien yang diintervensi tidak mengalami gagal hepar meskipun seluruh pasien tersebut
mengalami gangguan fungsi hepar. Efek proses tersebut juga baik seperti menghilangkan
nyeri abdomen, peningkatan berat badan, mengurangi ukuran tumor dan nekrosis tumor yang
ditunjukkan dalam biopsy hepar. Pada awal 1971, kondisi patologis (sequelae) oleh oklusi
arteri hepatica setelah katheterisasi arteri hepatica di ases dalam 119 kasus katheterisasi
hepatica yang berhasil dari Januari 1963 hingga Februari 1969, dimana pasien dengan tumor
hepar primer atau sekunder diobati dengan kemoterapi infusi. Katheter yang dimasukkan
dibiarkan pada tempatnya selama berminggu-minggu, bahkan hingga melebihi 10 minggu,
dengan demikian menghasilkan pemblokiran secara parsial atau komplit arteri hepatica dalam
18 pasien. Meskipun begitu, oklusi arteri hepatica sangat baik di toleransi dalam pasien
tersebut, sehingga mempertanyakan opini bahwa interupsi arteri hepatica merupakan hal yang
mematikan. Tetapi dokter-dokter telah menyadari bahwa hepar memilki supply darah yang
banyak dari arteri hepatica, vena portal dan arteri-arteri kolateral sehingga insidensi infarksi
hepar sangat langka.
Embolisasi tumor, salah satu proses terapeutik embolisasi, didefinisikan sebagai
pemblokiran supply vaskuler kepada sebuah tumor. Pemblokiran tersebut biasanya
dilaksanakan secara endovaskuler tetapi bisa juga dilaksanakan dengan injeki langsung
percutaneous dengan agen emboli ke dalam tumor. Untuk evaluasi pasien preoperative,
angiografi tetap menjadi metode yang paling akurat untuk mendiagnosis tumor hepar. Pada
awal 1970-an, angiografer mengarah lebih untuk terapi dan mulai menggunakan agen
embolisasi dalam beberapa prosedur angiografi untuk mengobati tumor hepar untuk efek
paliatif. Pada 1974, Doyon et al melaporkan embolisasi arteri hepatica oleh Perancis untuk
mengobati malignancy pada tumor hepar. Setelah itu, beberapa kasus dilaporkan bahwa
katheterisasi transhepatica dan embolisasi dilakukan oleh Jepang untuk mengobati HCC yang
tidak bisa direseksi. Pada akhir 1970-an, injeksi arteri intrahepatica oleh adriamycin, 5-
fluoroouracil, mitomycin-C secara terpisah atau dalam kombinasi dapat digunkan untuk
pengobatan HCC. Diperkirakan bahwa penyuntikan sekali oleh salah satu agen tersebut
melalui infusi terapi intraarterial lebih superior daripada metode administrasi sistemik dosis
tinggi berulang. Agen tersebut langsung diaplikasikan dalam prosedur embolisasi bland ateri
hepatica dalam terapi untuk HCC, yaitu prosedur embolisasi arteri hepatica tanpa
menggunakan agen kemoterapeutik. Pada awal 1980-an, prosedur ini berkembang dengan
nama transcatheter arterial chemoembolization (TACE), prosedur embolisasi dengan agen
kemoterapeutik, dan diaplikasikan secara klinis untuk berbagai macam HCC, tidak termasuk
kasus kegawatdaruratan yang disebabkan oleh simptomatik hyperkalsemia humoral.
Hingga sekarang, TACE termasuk metode utama dalam terapi tumor hepar dan
dianggap sebagai gold standard untuk stase intermediate HCC. Sekarang TACE biasanya
digunakan untuk pengobatan regional untuk HCC yang tidak bisa dioperasi, tetapi lebih
banyak studi menyimpulkan bahwa TACE juga bisa digunakan sebagai alternative untuk
stase awal HCC yang resectable. TACE termasuk dalam kategori minimal invasive image-
guided terapi untuk HCC.
2.3 Indikasi dan Kontraindikasi
A. Indikasi:
Kontrol tumor
Mengurangi progresi tumor
B. Kontraindikasi:
Infeksi sistemik yang susah untuk dikendalikan
Kelainan perdarahan yang tidak bisa diperbaiki
Sensitif terhadap kontras
Leucopenia
Cardiac atau renal insufficiency (serum kreatinin > 2.0 mg/dl)
Kurangnya aliran darah ke hepar
Hepatic encephalopathy
Obstruksi biliar
Child-Pugh Kelas B dan C (stase intermediat dan advance HCC)
Beberapa kontraindikasi termasuk, tetapi tidak terbatas dengan, beberapa faktor
berikut:
o Lab:
Serum bilirubin >3 mg/dl
Lactate dehydrogenase > 425 U/I
Aspartate aminotransferase lebih dari 5 kali batas normal atas
o Ekstrahepatik metastases
o Ascites
o Cardiac atau renal insufficiency
o Thrombocytopenia
o Arteriovenous fistula yang susah untuk dikendalikan
o Tumor yang berhubungan dengan > 50% hepar
o Perdarahan variceal
o Pembedahan portocaval anastomosis
o Thrombosis vena portal yang parah
o Invasi tumor kepada vena cava dan atrium kanan
2.4 Hepatoma
A. Definisi
Hepatoma disebut juga karsinoma hepatoseluler (HCC) atau karsinoma hepar
primer. Hepatoma merupakan pertumbuhan sel hepar yang tidak normal yang ditandai
dengan bertambahnya jumlah sel dalam hepar yang memiliki kemampuan mitosis
disertai dengan perubahan sel hepar yang menjadi ganas.
Hepatoma merupakan kanker hepar primer yang paling sering ditemukan. Tumor
ini merupakan tumor ganas primer pada hepar yang berasal dari sel parenkim atau
epitel saluran empedu.
B. Gejala Klinis
Kebanyakan orang tidak memiliki tanda dan gejala pada tahap awal dari HCC
primer ini. Bila ada, tanda dan gejalanya yaitu:
Penurunan berat badan
Penurunan nafsu makan
Nyeri perut bagian atas kanan meluas ke bagian belakang dan bahu
Kembung
Mual dan muntah
Lemas
Pembengkakan perut
Demam dan ikterus
Feses putih seperti kapur (Chalky stools)
C. Faktor Risiko
Faktor – faktor yang dapat meningkatkan risiko hepatoma adalah :
Chronic Infection with HBV or HCV
Hepatitis B adalah penyebab tertinggi timbulnya HCC di daerah yang
tinggi prevalensinya seperti di Cina dan Indonesia.
Penderita hepatitits B (carrier) memiliki risiko terkena HCC yang lebih tinggi
dari populasi normal.
Infeksi hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan
perkembangan HCC. Di Jepang, virus hepatitis C merupakan penyebab
sampai dengan 75% dari kasus-kasus HCC. Seperti virus hepatitis B,
kebanyakan dari pasien-pasien virus hepatitis C dengan HCC mempunyai
sirosis yang berkaitan, pada beberapa studi-studi retrospektif dari perjalanan
alami hepatitis C, waktu rata-rata perkembangan HCC setelah paparan pada
virus hepatitis C adalah kira-kira 28 tahun. HCC terjadi kira-kira 8 sampai 10
tahun setelah perkembangan sirosis pada pasien-pasien dengan hepatitis C.
Beberapa studi-studi prospektif eropa melaporkan kejadian tahunan kanker ini
pada pasien-pasien virus hepatitis C yang bersirosis berkisar dari 1,4 sampai
2,5% per tahun.
Pada sisi lain, ada beberapa individu yang terinfeksi virus hepatitis C
kronis yang menderita HCC tanpa sirosis. Jadi, telah diajukan teori bahwa
protein inti dari virus hepatitis C bertanggung jawab pada perkembangan
HCC. Protein ini sendiri diperkirakan mengganggu proses alami kematian sel
atau fungsi dari gen p53 penekan tumor yang normal. Akibat dari mekanisme
ini adalah sel-sel hepar akan terus hidup dan membelah tanpa ada inhibisi
normal.
Cirrhosis
Kondisi progresif dan irreversible ini dapat menyebabkan pembentukan
jaringan parut di liver dan meningkatkan risiko untuk berkembangnya HCC.
Certain inherited Liver Disease
Penyakit hepar bisa meningkatkan risiko untuk terjadinya HCC termasuk
hemochromatosis dan Wilson’s Disease.
Diabetes
Seseorang dengan gangguan pada gula darah memiliki risiko lebih besar
untuk terjadinya HCC daripada orang yang tidak menderita diabetes.
Telah lama diduga bahwa diabetes mellitus (DM) merupakan faktor
risiko baik untuk penyakit hepar kronik maupun HCC melalui terjadinya
perlemakan hepar dan non alcoholic steatohepatitis (NASH). Disamping itu,
DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth
factor (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.
Penelitian kohort besar oleh El Serang dkk yang melibatkan 173.643 pasien
DM dan 650.620 pasien non-DM menemukan bahwa insidensi HCC pada
pasien DM lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan pasien non-DM. DM
merupakan faktor risiko HCC tanpa memandang umur, jenis kelamin, dan ras.
Non-alcoholic Fatty Liver Disease
Akumulasi lemak pada hepar meningkatkan risiko untuk terjadinya HCC.
Paparan aflatoxins
Aflatoxin adalah racun yang dihasilkan oleh jamur yang tumbuh pada tanaman
seperti jagung atau kacang yang penyimpanannya tidak baik.
Konsumsi Alkohol
Mengkonsumsi lebih dari jumlah sedang alkohol setiap hari selama
bertahun-tahun dapat menyebabkan kerusakan hepar secara permanen dan
meningkatkan risiko HCC.
Sirosis hepar yang disebabkan konsumsi alkohol yang berlebih ternyata
merupakan penyebab utama terjadinya HCC di usia lanjut. Hal ini didukung
oleh data yang dibuat di Amerika Serikat terhadap para veteran. Karena dari
berbagai penelitian menunjukkan bahwa konsumsi alkohol >50-70 gram per
hari dan dalam jangka waktu yang lama ternyata tidak hanya meningkatkan
risiko terbentuknya sirosis hepar namun juga mempercepat terjadinya sirosis
pada penderita hepatitis C dan HCC.
Obesitas
Memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang tidak sehat dapat
meningkatkan risiko HCC.
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di
Amerika Serikat dengan masa penelitian selama 16 tahun mendapatkan hasil
yaitu terdapat peningkatan angka mortalitas sebesar lima kali akibat HCC pada
kelompok individu dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40) dibandingkan
dengan kelompok individu yang IMT-nya normal. Seperti diketahui, obesitas
merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease
(NAFLD), khususnya non-alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat
berkembang menjadi sirosis hepar dan kemudian dapat berlanjut menjadi
HCC.
D. Patogenesis
Mekanisme karsinogenesis hepatoma/hepatocellular carcinoma (HCC) belum
sepenuhnya dipahami, apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit
dapat terjadi melalui pergantian hepatosit yang diinduksi oleh cedera dan regenerasi
kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat
menimbulkan perubahan kromosom, aktivasi oksigen sellular atau inaktivasi gen
suppressor tumor yang mungkin diikuti dengan DNA mismatch, aktivasi telomerase,
serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenetik. Hepatitis virus kronik,
alkohol dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi
antitrypsin-alfa 1, mungkin memiliki mekanisme terutama melalui jalur cedera
kronik, regenerasi, dan sirosis.
Terdapat banyak faktor dalam perkembangan HCC. Pada tahun 1981 terdapat
satu penelitian yang menyatakan bahwa infeksi virus hepatitis B (HBV) berhubungan
dengan perkembangan HCC. Namun pada penelitian-penelitian berikutnya, tidak
ditemukan bahwa infeksi HBV merupakan faktor risiko yang independen terhadap
perkembangan HCC tetapi bisa berkontribusi terhadap perkembangan HCC.
Inflamasi, nekrosis, fibrosis dan regenerasi jaringan yang terus menerus adalah
karateristik yang dapat ditemukan di sirosis hepar yang berkontribusi dalam
perkembangan HCC. Pada pasien infeksi HBV, yang HCC dapat timbul tanpa sirosis,
dapat terlihat fibrosis dengan kemungkinan gambaran regenerasi. Sementara pada
infeksi virus hepatitis C (HCV), hepar tampak sirosis. Perbedaan ini adalah karena
HBV adalah virus DNA dan berintegrasi di sel inang untuk memproduksi HBV X
protein yang merupakan struktur penting dalam perkembangan HCC. Akan tetapi,
HCV merupakan virus RNA yang bereplikasi di dalam sitoplasma dan tidak
berintegrasi pada DNA sel inang.
Proses penyakit yang mengakibatkan transformasi maligna, meliputi berbagai
jalur, banyak yang dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor eksternal dan lingkungan dan
akhirnya menyebabkan perubahan genetik yang mencegah apoptosis dan
meningkatkan proliferasi sel.
Analisis genetik yang baru-baru ini dilakukan menjelaskan bahwa jalur
genetik dapat bermutasi pada proses hepatokarsinogenesis. Diantara gen- gen yang
diduga terlibat , yang sering mengalami mutasi adalah p53, PIKCA dan ß-catenin gen
pada pasien dengan HCC. Masih banyak penelitian yang diperlukan untuk identifikasi
jalur sinyal yang terganggu yang dapat menyebabkan pertumbuhan yang tidak
terkontrol. Terdapat dua jalur yang terlibat dalam differensiasi sellular (Wnt-ß-
catenin, Hedgehog) yang berubah dan ditemukan di HCC.
Aflotoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur
Aspergillus sp. Yang bersifat karsinogenik. Salah satu mekanisme
hepatocarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon
249 dari gen suppressor tumor p53.
Sementara berbagai nodul sering ditemukan di hepar sirosis, termasuk
displastik dan nodul regeneratif, tidak ada perkembangan yang jelas dari lesi ini
hingga menjadi HCC. Studi prospektif menunjukkan bahwa adanya nodul displastik
small-cell menunjukkan peningkatan risiko HCC, sedangkan nodul displastik sel-
besar tidak dikaitkan dengan peningkatan risiko HCC.
Penelitian terbaru menduga bahwa HCC berkembang dari sel-sel induk hati
yang berkembang sebagai respon terhadap regenerasi kronis yang disebabkan oleh
virus. Sel-sel di nodul displastik kecil membawa marker-marker yang konsisten
dengan sel progenitor atau sel induk.
E. Diagnosis
Rekomendasi untuk diagnosis kanker hati (diperbaharui pada tahun 2010)
telah diterbitkan dalam pedoman AASLD (American Association for the Study of
Liver Diseases). Pedoman ini menyatakan bahwa massa yang ditemukan secara
kebetulan atau dalam screening pasien dengan hepatitis B atau sirosis etiologi lainnya
terdapat kemungkinan merupakan HCC. Urutan tes yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis pada pasien tersebut harus dipandu oleh ukuran lesi:
Nodul yang ditemukan pada pemeriksaan USG yang lebih kecil dari 1 cm
harus diikuti dengan USG pada interval tiga sampai enam bulan berikutnya.
Jika belum ada pertumbuhan dalam periode hingga dua tahun, seseorang bisa
kembali ke pemeriksaan rutin.
Lesi dengan diameter lebih besar dari 1 cm harus dievaluasi dengan MRI
dinamis atau CT scan multidetektor heliks menggunakan kontras. Jika terdapat
gambaran khas HCC, investigasi lebih lanjut tidak diperlukan. Jika ditemukan
karakteristik yang tidak khas untuk HCC (dan tidak mengarah ke
hemangioma), salah satu dari dua strategi ini dapat dilakukan: baik dilakukan
pemeriksaan yang kedua (CT atau MRI, yang mana yang belum dilakukan)
atau biopsi. Jika hasil pencitraan kedua tidak memiliki fitur pencitraan HCC,
lesi harus dibiopsi.
Biopsi lesi kecil harus dievaluasi oleh ahli patologi. Pewarnaan untuk penanda
tumor termasuk CD34, CK7, glypican 3, Hsp70, dan glutamin sintetase dapat
membantu mencirikan lesi yang tidak jelas HCC atau bukan pada pemeriksaan
mikroskop. Jika biopsi negatif untuk HCC, pasien harus melakukan pencitraan
ulang pada interval 3-5 bulan sampai nodul menghilang, membesar, atau
menampilkan karakteristik diagnostik HCC. Jika lesi membesar tapi tetap
atipikal untuk HCC, biopsi ulang direkomendasikan.
Beberapa ahli berpendapat bahwa tidak terdapat data yang cukup yang
mendukung penggunaan hanya satu modalitas pencitraan untuk mendiagnosis HCC
pada pasien dengan nodul ukuran antara 1 dan 2 cm dan untuk mendiagnosa HCC
pada pasien tersebut, harus ada hasil sesuai dari multidetector CT dan MRI. Namun,
salah satu penelitian terhadap 74 pasien dengan nodul antara 1 dan 2 cm ditemukan
bahwa CT dan MRI, 100 persen spesifik untuk HCC atau displastik nodul grade
tinggi jika temuan konklusif (yaitu, peningkatan arteri dan washout) hadir pada
setidaknya satu hasil pencitraan. Jika hanya HCC yang dianggap, spesifisitasnya
adalah 81 persen. Pedoman AASLD ini dapat menghindari biaya dan paparan radiasi
yang tidak perlu ketika melakukan pencitraan kedua pada paseien mengarah HCC
pada pemeriksaan pertama.
Contoh gambaran radiologi pada kasus hepatoma:
USG hepatoma
CT scan hepatoma
MRI hepatoma
2.5 Pre TACE
Persiapan sebelum dilakukan TACE meliputi persiapan pasien yaitu pasien
menandatangani informed consent setelah mengetahui tujuan dan prosedur TACE serta
pasien juga harus berpuasa tidak makan selama empat jam sebelum operasi. Pemeriksaan lab
yaitu evaluasi kemampuan fungsional hepar, complete blood count (CBC), profil koagulasi
dan penilaian baseline penanda tumor. Peningkatan kadar penanda tumor merupakan
indikator adanya respon treatment yang baik, akan tetapi kadar penanda tumor yang tinggi
juga mengindikasikan prognosis yang buruk secara keseluruhan. Cross-sectional imaging
dibutuhkan untuk menilai ukuran dan penyebaran tumor, untuk lokalisasi segmen yang akurat
dan untuk menilai angioinvasi makroskopik ke vena hepatica dan vena porta. Prosedur
pencitraan lain juga dilakukan untuk menilai komorbid dan/atau metastasis. Antibiotik
profilaktik biasanya tidak diberikan pada baik pre maupun post prosedur TACE (Guan, He,
dan Wang, 2012)
Pelaksanaan prosedur disesuaikan dengan kemampuan fungsi hepar, luas tumor, dan
invasi vena porta mayor, dengan setiap usaha dilakukan untuk menjaga parenkim nontumor
dari kemoembolisasi. Akses vasa dengan teknik Seldinger, dengan arteriografi visceral
diagnostik awal dilakukan untuk menilai anatomi arteri dan variasinya, termasuk origin arteri
cystica, arteri gastrica dextra dan sinistra serta arteri falciformis. Semua arteri yang
menyuplai darah ke tumor harus diidentifikasi untuk menghindari embolisasi non target. Bila
ada pirau arterioporta yang menonjol, vasa kolateral atau yang menjadi pirau harus
diembolisasi terlebih dahulu. Agen embolisasi dan obat kemoterapi diinjeksikan setelah
memposisikan kateter secara benar (Rammohan et.al, 2012).
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
TACE merupakan salah satu pengembangan prosedur diagnostik angiografi dan
injeksi transkateter yang khususnya dilakukan dalam tatalaksana terapi hepatocellular
carcinoma (HCC). TACE juga memiliki peran dalam menekan perkembangan HCC sebelum
dilakukannya transplantasi hati orthotopik. Dalam beberapa tahun terakhir, TACE
diindikasikan pada pasien tertentu dengan stadium awal kanker hati. Ketepatan dalam
memilih pasien yang perlu dilakukan prosedur TACE sangat penting dalam menentukan
prognosis dan hasil yang baik dalam teapi HCC.
Jumlah tumor yg lebih sedikit, ukuran tumor yang lebih kecil, dan fungsi hati yang
lebih baik menbuat respon tumor terhadap terapi TACE lebih baik dan tingkat harapan hidup
yang lebih tinggi bagi pasien. Saat ini pilihan protokol TACE sangat heterogen dalam
penentuan dosis, konsentrasi, serta laju injeksi agen kemoterapi, dan strategi retreatment
yang optimal, biasanya diputuskan oleh institusi atau berdasarkan referensi dokter. Penelitian
kohort diperlukan untuk lebih menyelaraskan berbagai protokol TACE sehingga dapat
meningkatkan hasil terapi HCC. Kombinasi penggunaan TACE dengan terapi ablatif lokal
lainnya juga telah memberikan hasil yang baik dalam terapi HCC.
DAFTAR PUSTAKA
Bardiman & Syadra, Kumpulan kuliah hepatologi, penyakit pancreas, dan kantung empedu, bab 55 tumor hati, hal 469-476, sub bagian gastroentero-hepatologi bagian penyakit dalam fakultas kedokteran universitas Brawijaya
Bardiman & Syadra, Kumpulan kuliah hepatologi, penyakit pancreas, dan kantung empedu, bab 40 sirosis hati, hal 335-345, sub bagian gastroentero-hepatologi bagian penyakit dalam fakultas kedokteran universitas Brawijaya
Biolato M, Marrone G, Racco S, et al. Transarterial chemoembolization (TACE) for unresectable HCC: a new life begins? European Review for Medical and Pharmacological Sciences. 2010;14(4):356–362.
Cicalese, L, 2014, Hepatocellular carcinoma, diakses di http://emedicine.medscape.com/ article/197319-overview, pada 3 Juli 2015
Guan YS, He Q, Wang MQ. (2012) Transcatheter Arterial Chemoembolization: History for More than 30 Years. [Online] ISRN Gastroenterology. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3433134/. [Accessed: 4 July 2015].
Jacobson, RD, 2009, Hepatocellular carcinoma, diakses dari http://emidicine.medscape.com/ article/369226-overview
Liapi E, Geschwind JFH. (2010). Cardiovascular and Interventional Radiology: Transcatheter Arterial Chemoembolization. [Online]. Pubmed. 34(1): 37-49. Available from: http://www.researchgate.net/publication/47743477_Transcatheter_Arterial_Chemoembolization_for_Liver_Cancer_Is_It_Time_to_Distinguish_Conventional_from_Drug-Eluting_Chemoembolization. [Accessed: 4 July 2015]
Rammohan A, Sathyanesan J, Ramaswami S et al. 2012, "Embolization of liver tumors: Past, present and future". World J Radiol 4 (9): 405–12.
Rifai, A, 1996, Karsinoma Hati, dalam Soeparman (ed.) Ilmu Penyakit dalam Jilid 1, 3 edn, Jakarta, Balai Penerbit UI.
Schwartz, JM & Carithers, RL, 2015, Clinical features and diagnosis of primary hepatocellular carcinoma, diakses di http://www.uptodate.com.ezproxy.ugm.ac.id/contents/ clinical-features-and-diagnosis-of-primary-hepatocellular-carcinoma?source=machineLearning&search= hepatoma&selectedTitle=2~150§ionRank=1&anchor=H11#H12 pada 3 Juli 2015
Seldinger SI. Catheter replacement of the needle in percutaneous arteriography; a new technique. Acta Radiologica. 1953;39(5):368–376.
Sherman M. (2012). Chemoembolization for Hepatocellular Carcinoma. [Lecture: Online]. University of Toronto. Available from: http://www.cag-acg.org/uploads/cddw_2012_presentations/sunday/clinical_dilemmas_hcc_sherman.pdf. [Accessed: 4 July 2015]