Upload
dian-fatma
View
293
Download
36
Embed Size (px)
Citation preview
Efektivitas Kitosan sebagai Bahan Pengawet Alami pada Ikan Segar
Oleh: Kelompok 8
Reksi Bayu Murti 101810301027
Yeni Patmawati 101810301029
Dian Fatmawati
101810301042
Ika Puji Lestari
111810301007
Yuliana
111810301008
Pengawet
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/Menkes/Per/IX/1988, pengawet adalah bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap pangan yang disebabkan mikroorganisme.
Latar BelakangPenggunaan senyawa antimikroba yang dapat memperpanjang umur simpan suatu produk serta menjamin keamanan produk tanpa menggunakan pengawet buatan yang membahayakan kesehatan
Kitosan terbuat dari bahan alami seperti kulit udang dan rajungan. Kandungan kulit udang: protein (25%-40%); kalsium karbonat (45%-50%), dan kitin (15%-20%)
Kitosanproduk alami turunan
dari polisakarida kitin β-(1,4) 2-asetamida-2-
deoksi-D-glucopyranosa dari limbah udang dan
rajungan.
IUPACPoly D-glucosamine
( beta (1,4) 2-amino-2-deoxy-D-glucose).
Sintesis kitosan melalui reaksi hidrolisa amida
dari kitin oleh basa (NaOH)
Terjadi reaksi adisi: gugus OH- masuk
kedalam gugus NHCOCH3, lalu eliminasi
gugus CH3COO- menghasilkan amida
Sifat Fisik Kitosan
Berat molekul bergantung derajat
deasetilasi saat ekstraksi
partikel berupa serpihan, padatan
amorf, berwarna putih dan larutannya tidak
berwarna.
Viskositas larutan bergantung derajat
deasetilasi dan derajat degradasi polimer.
Mudah terdekomposisi di udara terbuka
menjadi kekuningan
Tidak larut dalam air
larut dalam larutan asam dengan pH <6
dan asam organik
larut dalam 1 % asam hidroklorit, tetapi sukar larut dalam asam sulfat
dan asam fosfat
Pelarut kitosan yang baik adalah asam
format dan asam asetat
Tidak bersifat toksis
Sifat Kimia Kitosan
Dapat membentuk film (bahan pelapis )
Bersifat biocompitable, bioantigenik,
biofungsional, dan tidak toksik,
Bersifat antibakteri digunakan sebagai bahan
pengawet
Terdiri dari susunan polimer yaitu poliamina
linear, 2000-3000 monomer
N-asetil-D-glukosamin dengan ikatan β-(1-4).
Reaktivitas kimia tinggi , Memiliki gugus amino dan
hidroksil yang aktif dan mampu mengkelat logam
Memiliki kadar air ≤ 10 % dan kadar abu ≤ 2 % dalam
% berat kering
Derajat deasetilasi (DD) ≥ 70 %.
Kitin dalam CangkangChitin berupa mukopolisakarida yang berikatan dengan garam-garam anorganik terutama CaCO3, protein dan lipida
Limbah kepala udang (35-50% total berat) mengandung 60-70% chitin dan diproses menjadi 15-20% chitosan
Isolasi chitin melibatkan proses pemisahan protein (deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi).
Isolasi chitosan melibatkan proses deasetilasi chitin
Perbandingan Pengawetan menggunakan Kitosan dan Formalin
• Kitosan • Tidak berbahaya• Berasal dari Kitin kulit
udang• Aman bagi kesehatan• Tidak merusak nilai gizi
pada makanan• Tidak merubah bau dan
tekstur• Mahal
• Formalin• Beracun• Berasal dari Sintesis hasil
reduksi Asam karboksilat• Berbahaya bagi kesehatan
(dapat merusak hati karena sifat toksisitas)
• Merusak nilai gizi yang terkandung pada makanan
• Merubah bau dan tekstur• murah
Tabel Perbandingan Jumlah Pertumbuhan Total Mikroba pada Ikan Segar dengan
Pengawet Kitosan dan Formalin
Persiapan Bahan
- dicuci berulang kali- dijemur hingga kering- dihaluskan - serbuk diayak dengan ayakan 50
mesh- dikeringkan dalam oven pada 600C
selama 6 jam
cangkang udang
Hasil
Deproteinasi
Cangkang udang memiliki kandungan
protein sekitar 21-24 % dari bahan keringnya.
Protein berikatan dengan kitin secara kovalen
maupun berikatan secara fisik.
Deproteinasiuntuk menghasilkan kitin, proses untuk melepaskan ikatan
protein dengan kitin
Deproteinasi
- dilarutkan dalam NaOH 4% (1:10) pada suhu 800C selama 1 jam
- dicuci hingga netral,- disaring- dioven endapannya pada 600C sampai kering (±8 jam)
Serbuk udang
Hasil
Demineralisasi
- dilarutkan dalam HCl 1 M (1:15)- diaduk 1 jam pada suhu kamar- dicuci hingga netral - Disaring- dioven endapannya pada 600C sampai kering
Penghilangan mineral-
mineralMineral utama pada cangkang
udang yaitu CaCO3 dan Ca3(PO4)2
Sampel hasil deprotonasi
Hasil
DepigmentasiKandungan pigmen warna dapat menurunkan kualitas kitin
– ditambahkan NaOCl 4% (1:10) untuk menghilangkan warna & menyerap pengotor
– diaduk 1 jam pada suhu kamar– dicuci larutannya hingga netral– disaring– dioven endapannya pada 600C sampai kering
Sampel hasil demineralisasi
Hasil
DeasetilasiPada deasetilasi terjadi pemutusan ikatan antara karbon pada gugus asil dengan nitrogen pada kitin menjadi gugus amina
– dilarutkan dalam NaOH 40 % (1:15) pada 800C selama 1 jam (dihidrolisis)
– dicuci sampai netral– disaring– dioven endapannya pada 600C sampai kering– ditimbang– dikarakterisasi dengan FTIR
Kitin
Hasil
FTIR Karakterisasi Kitosan
• Kitosan yang diperoleh dapat dihitung derajat dengan spektroskopi IR menggunakan metode base line (diusulkan Domszy & Robert):
Ket: DD=derajat deasetilasi A1655= absorbansi 1/ƛ=1655 cm-1 (serapan
karbonil dari amida)A3450= absorbansi 1/ƛ= 3450 cm-1 (serapan
hidroksil)Faktor 1,33= nilai perbandingan kitosan yang terdeasetilasi 100%
• Derajat deasetilasi yang besar menunjukkan semakin banyak gugus asetil kitin diubah menjadi gugus amino.
• Sisi aktif kitosan (NH2 atau NH3+ ) mampu
mengadsorpsi logam-logam berat melalui pembentukan khelat dan atau penukar ion.
Aktivitas Antibakteri Kitosan
Chitosan mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, serta Bacillus cereus (efisiensi tergantung konsentrasi chitosan)
Afinitas chitosan sangat kuat jika berat molekul dan derajat deasetilasi besar. Gugus
(–NH2) parsial positif mengandung PEB yang dapat menarik Ca2+ di dinding sel bakteri parsial negatif membentuk ikatan kovalen koordinasi
Bahan pengawet aman karena chitosan cukup dilarutkan dengan asam asetat encer (1%) hingga membentuk larutan homogen.
Kitosan hasil deasetilasi kitin, terdiri dari unit N-asetil glukosamin dan N glukosamin. Gugus reaktif amino pada atom C-2 dan gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-6 berfungsi sebagai antibakteri yang mampu mengawetkan produk perikanan.
Mekanisme Penghambatan Pertumbuhan Mikroba
Kitosan berinteraksi
dengan senyawa di permukaan
sel bakteri
teradsorbi membentuk layer yang
menghambat saluran
transportasi sel, mengganggu mRNA dan
sintesa protein bakteri
sel mengalami kekurangan
substansi untuk berkembang dan akhirnya sel-sel mati.
Reduksi sel-sel bakteri
disebabkan oleh perubahan
permukaan sel dan hilangnya
fungsi pelindung dalam sel bakteri
ANTIMIKROBA KITOSANPenggunaan anti
mikroba yang tepat dapat
memperpanjang umur simpan dan menjamin
keamanan produk pangan
Kitosan untuk menghambat
aktifitas mikroba
Kulit udang yang mengandung senyawa kimia kitin dan kitosan
merupakan limbah yang mudah didapat dan
tersedia dalam jumlah yang banyak
Pemilihan bahan makanan yang sehat dan jenis pengawetan
yang aman bagitubuh manusia
langkah awal dalam menentukan mutu akhir
dari hidangan yang sekaligus menentukan
derajat kesehatan manusia.
Pemanfaatan Kitosan Sebagai Antimikroba
Kulit udang mengandung protein (25 % - 40%), kalsium karbonat (45% - 50%), dan kitin (15% - 20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya
Kitosan mempunyai gugus aktif yang akan berikatan dengan mikroba sehingga kitosan juga mampu menghambat pertumbuhan mikroba
kitosan tidak berefek buruk bagi kesehatan
METODE PENELITIAN
kulit udang windu
ikan segar yang berupa ikan nila hidup
SAMPEL konsentrasi kitosan yang digunakan (0%, 1%, 1,5%, 2%) sebagai bahan anti mikroba
masa simpan ikan (0 jam, 3 jam, 6, 9 jam,10 jam 12 jam,14 jam)
PERLAKUAN
Alat dan Bahan
1) Alat-alat gelas2) Neraca analitis3) Saringan4) Ayakan ukuran 50 mesh5) Pengaduk6) Pemanas7) Termometer8) Limbah udang windu (Peneaus Monodon)9) NaOH p.a E. Merck10) HCl pekat p.a11) Asam Asetat p.a12) Aquades
pembuatan kitin dan kitosan
1) Oven2) Cawan Petri3) Arloji4) Kapas steril5) Neraca analitik6) pH meter7) Inkubator8) Alat-alat gelas9) Erlenmeyer10) variasi konsentrasi kitosan dan masa simpan11) Larutan kitosan 1 %, 1,5 % dan 2 %12) Asam asetat13) Ekstrak ikan14) Garam NaCl 0,85%15) Peptone16) Agar powder17) Aquades
penentuan jumlah mikroba
A. Pembuatan kitin dan kitosan
1) Pembuatan kitinKulit, kepala, ekor udang
yang tidak terpakai—dikeringkan di udara terbuka—Digerus kemudian diayak—Diambil 120 gram dan ditempatkan dalam wadah—ditambahkan NaOH 3,5% sebanyak 1200 mL dengan perbandingan (1:10)—dipanaskan pada suhu 650C selama 2 jam sambil diaduk—Didinginkan—disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral—ditimbang 100 gram hasilnya dan ditambahkan HCl 1 M 1000 mL—dicuci dengan akuades sampai netral—dikeringkan pada suhu 65oC, dihasilkan kitin—dikarakterisasi gugus aktifnya menggunakan Spektrofotometri InfraMerah (IR)
Hasil
2) Pembuatan kitosan
Kitin —Diambil 50 gram—ditambahkan dengan 500 mL NaOH 50% dengan perbandingan (1:10)—diaduk sambil dipanaskan 1000C selama 30 menit—Didinginkan—disaring dan dicuci sampai netral dan dikeringkan pada suhu 65oC—Dihasilkan kitosan —dikarakterisasi gugus aktifnya mengunakan Spektrofotometri Infra Merah (IR)Hasil
B. Karakterisasi kitin dan kitosan
1) Pengujian kadar air
Sampel—ditimbang sebanyak 1-2 gr dalam cawan porselin atau gelas arloji yang telah diketahui beratnya—dimasukkan dalam oven pada suhu 100-105oC selama 1-2 jam—didinginkan dalam eksikator selama kurang lebih 30 menit dan ditimbang—dipanaskan lagi dalam oven—didinginkan dalam eksikator —diulangi hingga berat konstan—Perhitungan kadar air
Hasil
2) Pengujian kadar abuSampel
—ditimbang sebanyak 2-5 g dalam krus porselin yang kering dan telahdiketahui beratnya—dipijarkan dalam muffle sampai diperoleh abu berwarna keputih-putihan sambil diaduk—didinginkan krus dan abu dalam eksikator selama kurang lebih 30menit.—ditimbang
Hasil
C.Penentuan kadar Nsampel
—Ditimbang 1 gram dan dimasukkan kedalam labu kyeldahl—ditambahkan 7,5 gram K2SO4 dan 0,35 gram HgO dan ditambah 15 ml H2SO4
—dipanaskan dalam labu kyeldahl dalam almari asam sampai berhenti berasap . Teruskan pemanasan sampai cairan menjadi jernih dan dinginkan—ditambahkan 100 ml akuades dalam labu kyeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn—ditambahkan 15 ml larutan K2SO4 % (dalam air) dan ditambahkan pelan-pelan larutan NaOH 50 % sebanyak 50 ml yang sudah didinginkan dalam almari es—dipanaskan pelan-pelan sampai lapisan cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih—ditampung distilat dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan 50 ml larutan standart HCl 0,1 N dan 5 tetes indikator metil merah—Dilakukan destilasi sampai destilat yang tercampur sebanyak 75 ml—dititrasi destilat yang diperoleh dengan larutan standart NaOH 0,1 N dan buat larutan blangko dengan mengganti bahan dengan akuades
Hasil
D. Analisis Derajat Deasetilasi (IR)
• Derajat deasetilasi adalah persentase gugus asetil yang berhasil dihilangkan selama proses deproteinasi kitin, dimana kitin diberi perlakukan dengan menambahkan NaOH 50 % yang menyebabkan terhidrolisisnya gugus asetil dari gugus asetamida pada kitin
• Derajat deasetilasi dapat ditentukan dari spektrum serapan spektroskopi IR dengan metode garis dasar. Puncak tertinggi dicatat dan diukur dari garis dasar yang dipilih. Perbandingan dari bilangan gelombang antara serapan pita amida (1655 cm-1) dengan serapan pita hidroksi (3450 cm-1)
Sample Treatment• Sampel ikan nila yang diambil dari tambak,
kemudian ditimbang untuk diketahui beratnya. • Sampel ikan masing-masing direndam dalam
larutan kitosan dengan konsentrasi bervariasi dengan perbandingan 1 kg ikan/1 L larutan kitosan.
• Penyimpanan dilakukan dengan variasi waktu sampai batas aman yang ditetapkan SNI untuk jumlah mikroba dalam ikan beku adalah 5 x 105 sel/mL.
Pemanfaatan Kitosan sebagai Bahan Antimikroba
Sampel ikan nila
—ditimbang untuk diketahui beratnya—direndam masing-masing sampel ikan dalam larutan kitosan dengan konsentrasi yang bervariasi dengan perbandingan 1 kg ikan/1 L larutan kitosan—Dilakukan penyimpanan dengan variasi waktu sampai batas aman yang ditetapkan SNI untuk jumlah mikroba dalam ikan beku adalah 5 x 105 sel/mL.Hasil
Identifikasi Kerusakan Pangan
Uji organoleptik melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan tekstur atau kekenyalan, kekentalan,warna, bau, pembentukkan lendir.
Uji fisikmelihat perubahan-perubahan fisik akibat mikroba maupun reaksi kimia seperti perubahan pH, kekentalan, tekstur.
Uji kimia menganalisa senyawa kimia hasil pemecahan komponen pangan oleh mikroba ataupun reaksi kimia.
Uji mikrobiologismetode hitungan jumlah mikroba pada cawan, MPN, dan mikroskopis.
Penentuan Jumlah Mikroba1) Sterilisasi Alat-alat Gelas
- dibungkus rapi alat-alat kertas koran- dimasukkan dalam autoclave- dipanaskan pada suhu 121oC selama 10-15 menit.- dimatikan autoclave - dibiarkan sampai suhunya dingin- diambil alat-alat dan dipergunakan atau disimpan
dalam tempat yang aman dalam keadaan terbungkus.
Alat-alat yang akan disterilisasi
Hasil
2) Pembuatan Medium Nutrien Agar (NA)
- ditimbang bahan-bahan (Peptone 1 g, NaCl 0.5 g, ekstrak ikan 0.5 g, aquades 100 cc, bubuk agar 2 g)
- dimasukkan ke erlemeyer dan ditambahkan aquades sampai homogen
- diukur pHnya 7,2 dengan kertas lakmus atau pH meter- ditutup erlemeyer dengan kapas rapat- disterilkan dengan autoclave pada suhu 121 oC, tekanan 1-2 atm
selama 10-15 menit- dilakukan dalam keadaan hangat (suhu 45-50 oC) - dituangkan ke dalam petridish untuk medium nutrien agar datar
sedangkan tabung reaksi agar miring.
Peptone
Hasil
3) Pengujian Jumlah MikrobaSampel
—ditimbang 1 g, dilarutkan (larutan 1)—diambil sampel 1 mL diencerkan menjadi 1/102, dilarutkan (larutan 2)—diencerkan 1/103 dengan ditambah 1 mL larutan 2, dilarutkan (larutan 3)—diencerkan 1/104 dengan ditambah 1 mL larutan 3, dilarutkan (larutan 4)—diencerkan 1/105 dengan ditambah 1 mL larutan 4, dilarutkan (larutan 5)—diencerkan 1/106 dengan ditambah 1 mL larutan 5, dilarutkan (larutan 6)—dipipet 1 mL contoh ke dalam cawan petri (dari konsentrasi terendah)—dituangkan ± 15 mL NA yang dipanaskan (47-50°C) ke cawan hingga rata—didiamkan 30 menit, setelah beku dimasukkan ke inkubator dengan posisi terbalik pada 37°C selama variasi masa simpan. Dihitung koloni yg tumbuh.—dilakukan juga terhadap blanko ikan tanpa penambahan larutan kitosan sebagai kontrol perhitungan.
Hasil
HASIL DAN PEMBAHASANKarakterisasi kitin dan kitosan
Pemanfaatan kitosan sebagai anti mikroba ikan segar
Dari tabel 2: diketahui rata-rata jumlah mikroba tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi larutan kitosan 2 % selama 14 jam (A3B1) yaitu sebesar 82.105 Sel/ mL.Perlakuan menggunakan larutan kitosan 1 % pada ikan selama 10 jam (A1B1) yaitu sebesar 38.104 Sel/ mL paling optimum karena jumlah total mikroba terendah diperoleh pada kontrol tanpa perlakuan selama 0 jam (A*B0) sebesar 112.102 Sel/ mL.
Pada umumnya keefektifan kerja antimikroba berhubungan secara eksponensial dengan konsentrasi (Irianto, 2006). Jika konsentrasi dinaikkan lagi maka tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan.
Kitosan mengandung gugus amino bebas yang bermuatan positif, yang dapat mengikat muatan negatif dari mikrobia
Mekanisme kerja zat antimikroba secara umum adalah dengan merusak struktur-struktur utama dari sel mikroba seperti dinding sel, sitoplasma, ribosom, dan membran sitoplasma
Dengan adanya zat antimikroba (dalam hal ini adalah larutan kitosan yang bersifat asam) akan menyebabkan denaturasi protein. Keadaan ini menyebabkan inaktivasi enzim, sehingga sistem metabolisme terganggu atau menjadi rusak dan akhirnya tidak ada aktivitas sel mikroba
Sebagai kation, kitosan mempunyai potensi untuk mengikat banyak komponen seperti protein. Muatan positif dari gugus NH3+ pada kitosan dapat berinteraksi dengan muatan negatif pada permukaan sel bakteri
Adanya kerusakan pada dinding sel mengakibatkan pelemahan kekuatan dinding sel, bentuk dinding sel menjadi abnormal, dan poripori dinding sel membesar. Hal ini mengakibatkan dinding sel tidak mampu mengatur pertukaran zat-zat dari dan ke dalam sel, kemudian membran sel menjadi rusak dan mengalami lisis sehingga aktifitas metabolisme akan terhambat dan pada akhirnya akan mengalami kematian.
Dengan sifat tersebut kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada ikan nila sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba.
Kesimpulan1. Kitosan dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba
ikan segar karena mengandung gugus amino bebas
yang bermuatan positif sehingga mengikat muatan
negatif dari mikroba, akibatnya sel pecah.
2. Kitosan aman digunakan sebagai pengawet alami
pada bahan pangan.