Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 91
POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH
(UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN
Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 -Telp (0341)567886
ABSTRAK
UMKM berperan penting dalam pengembangan potensi lokal dan mampu menciptakan lapangan kerja baru
sehingga dapat mengurangi kemiskinan. Namun, kebijakan pembangunan daerah saat ini masih belum dapat
menunjukkan pentingnya keberadaan UMKM dalam peningkatan perekonomian baik skala kecil maupun
menengah. Kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Simalungun sudah mengarah pada pengembangan usaha
kerakyatan berbasis agroindustri. Kebijakan tersebut perlu didukung dengan keberlanjutan ketersediaan bahan
baku sehingga UMKM dapat bertumbuh dan berkembang. Kabupaten Simalungun memiliki potensi daerah yang
dapat dikembangkan melalui UMKM dan komoditas pertanian. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan
UMKM sesuai dengan potensi komoditas lokal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komoditas yang
berpotensi membentuk pola kerjasama regional antar kecamatan di Kabupaten Simalungun. Metode yang
digunakan yaitu analisis location quotient (LQ) untuk mengidentifikasi komoditas basis, dan analisis LISA (local
indicator of spatial association) untuk menentukan komoditas dan lokasi kecamatan yang berpotensi membentuk
pola kerjasama regional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komoditas pertanian yang berpotensi
membentuk pola kerjasama regional ialah jagung, kedelai, kacang tanah, ubi, nangka, ikan, wortel, kopi, cokelat,
dan aren.
Kata kunci: UMKM, komoditas-pertanian, kemiskinan, LISA.
ABSTRACT
MSMEs takes an important role to develop local potential and provides jobs so that the poverty can be reduced.
But nowdays, regional development policy doesn’t show the importance of MSMEs to increace economy in small
and medium scale. Regional development policy in Simalungun Regency takes a program to empower community
through the agroindustry. That policy needs to support with the sustainability of the commodities availability. So
that MSMEs can be grow up. Simalungun Regency has local potential with the number of MSMEs and agriculture
commodities that can be expanded. This study aims to determine the commodities that has potential to do regional
cooperation pattern in each sub-district in Simalungun Regency. This study using some method, location quotient
(LQ) analysis was used to identify the commodities base, and LISA analysis was used to determine the comodities
and the sub-district location that have potential to do a regional cooperation. The result of this study shows that
the agricultural commodities that have potential to do a regional cooperation pattern are corn, soy, peanut,
cassava, jackfruit, fish, carrot, coffee, cacao, and sugar palm.
Keywords: MSMEs, agricultural-commodities, poverty, LISA.
PENDAHULUAN
Dalam perkembangan perekonomian di
Indonesia, kegiatan UMKM sebagian besar
dikategorikan sebagai usaha sektor informal yang
sangat potensial, berperan dalam menyediakan
lapangan pekerjaan, dan mampu menyerap tenaga
kerja secara mandiri (Wirawan et al, 2015). Untuk
mampu bertumbuh dan berkembang, UMKM
menggunakan sumber daya lokal dan penduduk
setempat sebagai pekerja sehingga tidak
bergantung pada bahan baku dan mesin impor
(Karana et al, 2014). Sumberdaya lokal tersebut
perlu dianalisis komoditas basisnya guna
mengetahui kecukupan bahan baku sehingga
dapat mengurangi biaya bahan baku ataupun biaya
transportasi (Susilawati et al, 2016).
Menurut RPJMD Kabupaten Simalungun
Tahun 2016-2020, Kabupaten Simalungun
memiliki program pengembangan Usaha Mikro
Kecil Menengah (UMKM) sebagai penopang
ekonomi daerah. Program tersebut didukung oleh
adanya potensi UMKM di Kabupaten Simalungun
yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan
mengurangi tingkat pengangguran (Lestariani dan
Syafitri, 2016). Dengan terciptanya lapangan
pekerjaan baru dan tenaga kerja dapat terserap
dengan baik, maka angka kemiskinan juga dapat
berkurang (Utari dan Dewi, 2014).
POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN
DI KABUPATEN SIMALUNGUN
92 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016
Berdasarkan Simalungun Dalam Angka
Tahun 2016, jumlah UMKM di Kabupaten
Simalungun sebanyak 57.609 unit. Sebagian besar
daerah Kabupaten Simalungun ialah sektor
pertanian yang sangat luas. Menurut Sasongko
(2013), sektor pertanian berdampak baik terhadap
peningkatan perekonomian dan mampu
menurunkan tingkat kemiskinan. Perkembangan
sektor pertanian dapat dilihat dari nilai PDRBnya,
dimana jika PDRB sektor pertanian tinggi maka
mampu untuk menurunkan tingkat kemiskinan
suatu daerah (Ponto et al, 2015).
Menurut Statistik Pertanian Kabupaten
Simalungun Tahun 2014, sektor pertanian
merupakan lokomotif pembangunan
perekonomian Kabupaten Simalungun dengan
kontribusi sebesar 53,66% dengan nilai
12.720.843 (dalam satuan miliyar rupiah)
sehingga mampu untuk menurunkan tingkat
kemiskinan. Berdasarkan hal tersebut, maka
penelitian ini berfokus pada UMKM berbasis pada
komoditas pertanian.
Berdasarkan pada potensi UMKM dan
komoditas pertanian yang berpengaruh positif
terhadap perekonomian dan dapat mengurangi
angka kemiskinan, maka perlu diketahui lebih
lanjut mengenai hubungan spasial bahan baku
yang digunakan UMKM terhadap komoditas
basis. Hubungan spasial tersebut akan membentuk
klaster yang menggambarkan keterkaitan antara
lokasi UMKM terhadap lokasi bahan baku
terdekat. Hasil akhir dari penelitian ini ialah
teridentifikasinya komoditas pertanian yang
berpotensi untuk membentuk pola kerjasama
regional pada masing-masing kecamatan di
Kabupaten Simalungun. Adapun pola kerjasama
regional tersebut bertujuan untuk mendukung
produktivitas UMKM melalui keberlanjutan
ketersediaan bahan baku sehingga dapat
memperkuat aktifitas perekonomian, produksi
pertanian dan perluasan skala ekonomi regional
(Saputra et al, 2015).
Oleh karena itu, penelitian ini perlu
dilakukan agar pelaku UMKM dapat diarahkan
menggunakan bahan baku yang berpotensi
membentuk kerjasama regional sehingga dapat
memaksimalkan nilai produksi usaha. Nilai
produksi yang meningkat dapat berdampak pada
peningkatan pendapatan masyarakat sehingga
tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat dan
dapat menciptakan lapangan pekerjaan lebih
banyak.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis teknik
sampling yaitu stratified random sampling.
Stratified random sampling merupakan teknik
pengambilan sampel dengan cara membagi
populasi ke dalam sub populasi (strata). Teknik
sampling ini bertujuan untuk membentuk sub
populasi yang didalamnya membentuk satuan-
satuan sampling yang memiliki nilai variabel yang
tidak terlalu bervariasi (Setiawan, 2005). Teknik
sampling ini digunakan untuk menentukan jumlah
sampel penelitian dari UMKM yang ada di
Kabupaten Simalungun. Besarnya jumlah sampel
UMKM akan dihitung menggunakan rumus
slovin. Berikut ini hasil perhitungan slovin:
𝑛 = 𝑁
1 + 𝑁𝑒2
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
E = kelonggaran ketidaktelitian (10%)
Berdasarkan perhitungan menggunakan
rumus slovin, sampel UMKM yang dibutuhkan
dalam penelitian ini sebanyak 282 sampel.
Selanjutnya sampel tersebut diproporsikan ke
masing-masing kecamatan sehingga dapat
diketahui jumlah sampel pada masing-masing
kecamatan.
Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini menggunakan teknik
analisis data yaitu analisis LQ (Location
Quotient), dan analisis LISA (Local Indicator of
Spatial Association). Adapun hasil dari analisis
LQ menunjukkan komoditas basis pada masing-
masing kecamatan dan akan digunakan pada
analisis LISA untuk menganalisis hubungan
spasial antara bahan baku yang digunakan UMKM
terhadap komoditas basis tersebut.
Analisis LQ (Location Quotient)
Pada penelitian ini, analisis LQ digunakan
untuk mengidentifikasi komoditas basis dan non
basis. Berikut ini merupakan rumus perhitungan
LQ.
𝐿𝑄 =
𝑦𝑖𝑦𝑡⁄
𝑌𝑖𝑌𝑡⁄
yi = produksi jenis komoditas pada kecamatan
yt = produksi total sektor pertanian pada
= kecamatan
Yi = produksi jenis komoditas pada kabupaten
Yt = produksi total sektor pertanian pada
= kabupaten
Pada penelitian ini, menghitung nilai LQ
komoditas pertanian menggunakan pendekatan
produksi (satuan ton) karena harapannya UMKM
dapat tumbuh menggunakan produk lokal dan
dapat mengurangi biaya bahan baku ataupun biaya
antara. Data yang dibutuhkan untuk menghitung
Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 93
LQ ialah data produksi pertanian dengan rentang
waktu 5 tahun terakhir. Adapun komoditas yang
digunakan UMKM sebagai bahan bakunya
berdasarkan hasil survei primer ialah padi, jagung,
kacang kedelai, kacang tanah, ubi, wortel, durian,
pisang, pepaya, nangka, kopi, kelapa, cokelat,
aren, dan ikan.
Menurut Kohar dan Suherman (2003) untuk
dapat menginterpretasikan hasil dari analisis LQ
dapat dilakukan apabila nilai:
• LQ > 1: Menunjukkan terjadinya konsentrasi
produksi diwilayah kecamatan secara relatif
dibandingkan dengan total di tingkat
kabupaten. Terjadi surplus produksi pada
tingkat kecamatan dan komoditas tersebut
merupakan komoditas basis.
• LQ = 1: Pada tingkat kecamatan mempunyai
pangsa aktivitas produksi setara dengan
pangsa total pada tingkat kabupaten.
• LQ < 1: Pada tingkat kecamatan mempunyai
pangsa relatif lebih kecil dibandingkan
dengan aktivitas produksi di tingkat
kabupaten. Terjadi defisit produksi pada
tingkat kecamatan dan komoditas tersebut
merupakan komoditas non-basis.
Analisis LISA (Local Indicator of Spatial
Association)
Analisis LISA bertujuan untuk
mengidentifikasi bagaimana hubungan antara
suatu lokasi pengamatan terhadap lokasi
pengamatan yang lainnya (Anselin, 2005).
Analisis LISA berfungsi untuk analisa suatu
pemetaan. Variabel yang digunakan ialah nilai
proporsi bahan baku yang digunakan oleh UMKM
dan komoditas basis. Pada penelitian ini
menggunakan variabel penggunaan bahan baku
UMKM terhadap nilai LQ komoditas pada sektor
pertanian. Manfaat yang diperoleh dari analisis
LISA ialah pada suatu daerah dapat teridentikasi
sektor pertanian yang berpotensi untuk
membentuk pola kerjasama regional antar
kecamatan guna meningkatkan skala ekonomi
regional wilayah sehingga aktifitas perekonomian
dan produksi pertanian memiliki nilai saing yang
kuat dipasar (Saputra et al, 2015). Adapun output
dari analisis LISA yaitu berupa significance map,
cluster map, box plot, dan moran scatter plot. Pada
penelitian ini menggunakan software GeoDa
untuk menghasilkan output tersebut.
Significance map
Significance map menunjukkan wilayah-
wilayah dengan nilai statistik (p-value) yang
signifikan. Significance map menggolongkan
wilayah dengan perbedaan nilai signifikan. Nilai
p-value pada significance map dapat dikatakan
signifikan apabila bernilai dibawah 0,05 (Anselin,
2005). Adapun nilai signifikan tersebut
menunjukkan tingkat keterkaitan spasial antar
wilayah (Saputra et al, 2015).
Gambar 1. LISA significance map.
Cluster map
Cluster map terdiri atas empat kuadran
yaitu high-high, low-low, low-high, dan high-low.
Selain empat kuadran tersebut pada peta cluster
map juga menampilkan daerah yang tidak
terklasifikasi (not significant) dan daerah yang
tidak memiliki hubungan ketetanggan dengan
daerah yang lainnya (neighborless).
Gambar 2. LISA cluster map.
• Pada kuadran HH (High-High) menunjukkan
bahwa daerah yang mempunyai nilai
pengamatan tinggi dikelilingi oleh daerah
yang mempunyai nilai pengamatan tinggi.
• Pada kuadran LH (Low-High) menunjukkan
bahwa daerah yang mempunyai nilai
pengamatan rendah dikelilingi oleh daerah
yang mempunyai nilai pengamatan tinggi.
• Pada kuadran LL (Low-Low) menunjukkan
bahwa daerah yang mempunyai nilai
pengamatan rendah dikelilingi oleh daerah
yang mempunyai nilai pengamatan rendah.
• Pada kuadran HL (High-Low) menunjukkan
bahwa daerah yang mempunyai nilai
pengamatan tinggi dikelilingi oleh daerah
yang mempunyai nilai pengamatan rendah.
Box plot
Box plot merupakan rangkuman data yang
disajikan dalam bentuk diagram grafis yang
bertujuan untuk melihat bagaimana distribusi data.
POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN
DI KABUPATEN SIMALUNGUN
94 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016
Pada box plot akan menampilkan ada atau
tidaknya data dengan nilai ekstrim (outlier).
Moran scatter plot
Pada moran scatter plot menunjukkan nilai
dari moran’s I. Moran’s I bertujuan untuk
mengidentifikasi koefisien autocorrelation secara
lokal dengan menemukan korelasi spasial pada
setiap daerah. Menurut Arrowiyah dan Sutikno
(2006), adanya autokorelasi spasial
mengindikasikan bahwa nilai atribut pada daerah
tertentu terkait oleh nilai atribut tersebut pada
daerah lain yang letaknya berdekatan
(bertetangga). Untuk mengidentifikasi adanya
autokorelasi spasial atau tidak, dapat dilakukan
dengan uji signifikansi moran’s I. Menurut
Wuryandari dan Abdul (2014) rentang nilai dari
moran’s I dalam kasus matriks pembobot spasial
terstandarisasi adalah -1 ≤ I ≤ 1. Nilai -1 ≤ I < 0
menunjukkan adanya autokorelasi spasial negatif,
sedangkan nilai 0 < I ≤ 1 menunjukkan adanya
autokorelasi spasial positif. Apabila nilai moran’s
I bernilai nol hal tersebut mengandung arti bahwa
data tidak berkelompok.
Kuadran II = LH
(Low-High)
Kuadran I = HH
(High-High)
Kuadran III = LL
(Low-Low)
Kuadaran IV = HL
(High-Low)
Gambar 3. Moran scatter plot.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pokok pembahasan pada penelitian ini
antara lain gambaran umum lokasi studi,
karakteristik kemiskinan, karakteristik
perekonomian, penggunaan lahan, karakteristik
UMKM, hasil analisis LQ, dan hasil analisis
LISA.
Gambaran Umum Kabupaten Simalungun
Gambar 4. Peta administrasi Kab. Simalungun.
Kabupaten Simalungun berkedudukan di
Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun
terdiri atas 31 kecamatan dengan Ibukota berada
di Kecamatan Raya. Dari jumlah total 31
kecamatan, Kabupaten Simalungun memiliki 27
kelurahan dan 386 nagori (desa). Adapun luas
wilayah Kabupaten Simalungun ialah sebesar
439.694,55 ha. Berikut ini merupakan kondisi
umum geografis Kabupaten Simalungun terhadap
wilayah lain yang saling bersebelah secara
administrasi:
• Sebelah utara: Kabupaten Serdang Bedagai
• Sebelah timur: Kabupaten Asahan
• Sebelah selatan: Kabupaten Toba Samosir
• Sebelah barat: Kabupaten Karo, Kabupaten
Dairi, dan Danau Toba.
Karakteristik Kemiskinan
Kabupaten Simalungun memiliki potensi
pertanian dan potensi UMKM yang dapat diolah
dan dikembangkan guna mengurangi kemiskinan
wilayah. Menurut Simalungun Dalam Angka
Tahun 2016, jumlah penduduk Kabupaten
Simalungun berjumlah sebesar 709.936 jiwa. Bila
ditinjau dari aspek kemiskinannya, jumlah rumah
tangga miskin Kabupaten Simalungun berjumlah
sebanyak 37.432 rumah tangga. Berikut ini
merupakan tingkat kemiskinan pada masing-
masing kecamatan di Kabupaten Simalungun.
Tabel 1. Tingkat kemiskinan di Kabupaten
Simalungun
No Kecamatan Tingkat
kemiskinan
1 Siantar 9,43%
2 Gunung Malela 9,45%
3 Bandar Huluan 9,46% 4 Gunung Maligas 9,48%
5 Bandar 9,64%
6 Pematang Bandar 10,03% 7 Jawa Maraja Bah Jambi 11,43%
8 Hutabayu Raja 13,76%
9 Tapian Dolok 16,82% 10 Sidamanik 17,53%
11 Girsang Sipangan Bolon 18,28%
12 Dolok Batu Nanggar 18,75% 13 Raya Kahean 18,85%
14 Purba 19,26%
15 Tanah Jawa 19,50% 16 Hatonduhan 20,68%
17 Pematang Sidamanik 21,31%
18 Dolok Silau 21,43% 19 Dolok Pardamean 22,81%
20 Silimahuta 22,83%
21 Panombean Panei 23,41% 22 Bosar Maligas 24,61%
23 Jorlang Hataran 25,21%
24 Ujung Padang 26,12% 25 Raya 26,40%
26 Bandar Masilam 26,72%
27 Panei 27,43% 28 Silau Kahean 32,67%
29 Dolok Panribuan 33,89%
30 Haranggaol Horison 34,47% 31 Pematang Silimahuta 34,54%
Kabupaten Simalungun 20,52%
Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 95
Berdasarkan Tabel 1, Kecamatan
Haranggaol Horison memiliki tingkat kemiskinan
tertinggi sebesar 34,47%. Tingkat kemiskinan
terendah terdapat pada Kecamatan Siantar sebesar
9,43%. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat
kemiskinan yang telah dilakukan, maka tingkat
kemiskinan Kabupaten Simalungun sebesar
20,52%.
Karakteristik Perekonomian
Kondisi ekonomi Kabupaten Simalungun
dapat dilihat melalui pertumbuhan PDRB. Untuk
dapat mengetahui perkembangan agregat
pendapatannya, dapat dilihat pada persentase
pertumbuhan PDRB dari tahun 2011-2015.
Berdasarkan Simalungun Dalam Angka
Tahun 2016, nilai PDRB disajikan atas dasar
harga konstan (ADHK) dengan menggunakan
harga dasar di tahun 2010. PDRB ADHK
digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi
setiap sektor dari tahun ke tahun. Data PDRB
ADHK lebih menggambarkan perkembangan
produksi riil barang dan jasa yang dihasilkan oleh
kegiatan ekonomi suatu daerah.
Tabel 2. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Lapangan Usaha Atas Dasar Harga
Konstan (persentase)
No Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 57,40 56,84 56,35 54,45 53,16
2 Pertambangan dan Penggalian 0,22 0,23 0,23 0,24 0,24
3 Industri Pengolahan 11,91 11,69 11,37 11,67 11,78
4 Pengadaan Listrik dan Gas 0,07 0,07 0,07 0,06 0,06
5 Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang
0,08 0,08 0,08 0,08 0,08
6 Konstruksi 7,34 7,74 8,10 8,62 9,00
7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor
13,03 13,06 13,22 13,91 14,44
8 Transportasi dan Pergudangan 1,38 1,38 1,45 1,54 1,62
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,89 0,90 0,92 0,94 0,95
10 Informasi dan Komunikasi 0,66 0,65 0,61 0,58 0,56
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 0,87 0,95 1,01 1,03 1,03
12 Real Estate 0,87 0,85 0,85 0,88 0,90
13 Jasa Perusahaan 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib
3,83 4,09 4,21 4,41 4,55
15 Jasa Pendidikan 0,94 0,96 0,99 1,04 1,07
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,33 0,34 0,34 0,36 0,37
17 Jasa lainnya 0,09 0,09 0,10 0,10 0,10
PDRB Kabupaten Simalungun 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
d
Berdasarkan Tabel 2 penyumbang PDRB
terbesar bagi Kabupaten Simalungun ialah berasal
dari sektor pertanian dengan nilai 12.720.843
(satuan miliyar rupiah). Namun sektor tersebut
mengalami penurunan, tetapi tidak terlalu
signifikan pada periode tahun 2011-2015.
Adapun perbedaan persentase PDRB sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan antara tahun
2011 dengan 2015 ialah sebesar 3,84%.
Selanjutnya sektor perdagangan besar dan eceran
sebagai penyumbang PDRB tersebesar kedua
sebesar 14,44 dan sektor industri sebagai
penyumbang PDRB terbesar ketiga sebesar
11,78% di tahun 2015.
Penggunaan Lahan Kabupaten Simalungun
Penggunaan lahan di Kabupaten
Simalungun terdiri atas hutan alam, hutan lahan
kering, kebun campuran, perkebunan,
permukiman, pertanian lahan kering, rawa, sawah,
semak/belukar, tegalan/ladang, dan tubuh air.
Gambar 5. Persentase penggunaan lahan.
Pada Gambar 5, penggunaan lahan di
Kabupaten Simalungun didominasi sektor
pertanian. Adapun sektor pertanian tersebut ialah
perkebunan, pertanian lahan kering, sawah, dan
ladang. Hal tersebut mengandung arti bahwa
produksi pertanian di Kabupaten Simalungun
didukung oleh lahan pertanian yang luas.
Karakteristik UMKM
POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN
DI KABUPATEN SIMALUNGUN
96 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016
Karakteristik UMKM di Kabupaten
Simalungun terdiri atas jenis usaha UMKM dan
pekerja UMKM.
Jenis usaha UMKM
Berdasarkan hasil survei sekunder dan
primer, jenis usaha yang berjalan pada UMKM di
Kabupaten Simalungun sebanyak 13 jenis usaha.
Berikut ini merupakan jenis usaha yang terdapat di
Kabupaten Simalungun.
Tabel 3. Karakteristik jenis usaha
No Jenis Usaha Jumlah
Unit Usaha
1 Pembuatan Gula Merah 3
2 Pembuatan Tepung Skala Rumahan 3
3 Pengolahan Kacang Kering 3
4 Pembuatan Mie Skala Rumahan 4
5 Pembuatan Bubuk Minuman 6
6 Penjualan Sayuran 6
7 Pembuatan Kerupuk 20
8 Penjualan Buahan 20
9 Pembuatan Kue dan Roti 21
10 Pembuatan Tempe 24
11 Pembuatan Tahu 45
12 Pembuatan Keripik 48
13 Penjualan Hasil Bumi 83
Berdasarkan Tabel 3, jenis usaha yang
paling umum dijalankan UMKM di Kabupaten
Simalungun ialah usaha penjualan hasil bumi
sebanyak 83 unit usaha. Sebagian besar
masyarakat yang berkerja pada sektor pertanian
tidak melakukan pengolahan pada hasil pertanian,
namun langsung menjual. Terdapat pula UMKM
menggunakan komoditas dari hasil produksi
pertanian sebagai bahan baku untuk melakukan
produksi. Berdasarkan hasil survei primer,
komoditas-komoditas yang digunakan UMKM
sebagai bahan bakunya antara lain padi, jagung,
kacang kedelai, kacang tanah, ubi, wortel, durian,
pisang, pepaya, nangka, kopi, cokelat, aren, dan
ikan.
Gambar 6. Pelaku UMKM di Kabupaten
Simalungun.
Jumlah pekerja UMKM
Berdasarkan hasil survei, jumlah pekerja
usaha mikro sebanyak 1.166 orang, jumlah
pekerja usaha kecil sebanyak 318 orang, dan
jumlah pekerja usaha menengah sebanyak 196
orang. Adapun jumlah pekerja UMKM terendah
berada pada Kecamatan Bosar Maligas sebanyak
16 orang dengan upah rata-rata sebesar Rp
297.000 per bulan.
Gambar 7. Persentase pekerja UMKM.
Berdasarkan skala usahanya, usaha mikro
memiliki jumlah paling banyak bila dibandingkan
dengan skala usaha yang lain. Berdasarkan data
Simalungun Dalam Angka Tahun 2016, usaha
menengah berjumlah 522 unit, usaha kecil
berjumlah 4078 unit, dan usaha mikro berjumlah
53.009 unit. Berdasarkan hal itu, pekerja lebih
banyak bekerja pada usaha mikro karena lapangan
pekerjaan yang tersedia lebih banyak.
Berdasarkan hasil survei, sebagian besar
pelaku UMKM di Kabupaten Simalungun
merangkap sebagai pekerja usaha juga. Hal
tersebut disebabkan pelaku usaha terkendala
dalam upaya meningkatkan hasil produksi
usahanya sehingga kurang mampu untuk
membayar pekerja tambahan. Hal tersebut
berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang
rendah dan semakin sulit mengurangi angka
kemiskinan di Kabupaten Simalungun.
Gambar 8. Peta persebaran UMKM Kabupaten
Simalungun.
Hasil Analisis LQ (Location Quotient)
Sektor pertanian Kabupaten Simalungun
ialah terdiri atas sub-sektor tanaman pangan,
tanaman sayuran, tanaman buah-buahan,
perkebunan rakyat, dan perikanan. Masing-
masing sub-sektor akan dilakukan analisis LQ
untuk menentukan komoditas. Pada penelitian ini
analisis LQ didasarkan pada bahan baku yang
digunakan oleh UMKM berdasarkan hasil survei
Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 97
primer. Adapun komoditas yang digunakan
UMKM sebagai bahan bakunya berdasarkan hasil
survei primer ialah padi, jagung, kacang kedelai,
kacang tanah, ubi, wortel, durian, pisang, pepaya,
nangka, kopi, kelapa, cokelat, aren, dan ikan.
Sub-sektor tanaman pangan
Berdasarkan hasil analisis, nilai LQ
tanaman pangan tertinggi masing-masing
komoditas ialah padi pada Kecamatan Gunung
Malela dengan nilai LQ sebesar 1,921. Komoditas
jagung tertinggi pada Kecamatan Pematang
Silimahuta dengan nilai LQ sebesar 3,675.
Komoditas kacang kedelai tertinggi pada
Kecamatan Bandar Huluan dengan nilai LQ
sebesar 6,294. Komoditas kacang tanah tertinggi
pada Kecamatan Dolok Pardamean dengan nilai
LQ sebesar 4,964. Komoditas ubi tertinggi pada
Kecamatan Tapian Dolok dengan nilai LQ sebesar
2,525.
Sub-sektor tanaman buah-buahan
Berdasarkan hasil analisis, nilai LQ
tanaman buah-buahan tertinggi masing-masing
komoditas ialah durian tertinggi pada Kecamatan
Silau Kahean dengan nilai LQ sebesar 16,301.
Komoditas pisang tertinggi pada Kecamatan Silau
Kahean dengan nilai LQ sebesar 16,959.
Komoditas pepaya tertinggi pada Kecamatan
Silau Kahean dengan nilai LQ sebesar 19,205.
Sedangkan, komoditas nangka tertinggi pada
Kecamatan Bosar Maligas dengan nilai LQ
sebesar 16,218.
Sub-sektor perikanan
Berdasarkan hasil analisis, nilai LQ
perikanan tertinggi komoditas ikan pada
Kecamatan Haranggaol Horison dengan nilai LQ
sebesar 12,995.
Sub-sektor tanaman sayuran
Berdasarkan hasil analisis, nilai LQ
tanaman sayuran tertinggi komoditas wortel pada
Kecamatan Dolok Pardamean dengan nilai LQ
sebesar 17,795.
Sub-sektor perkebunan rakyat
Berdasarkan hasil analisis, nilai LQ
perkebunan rakyat tertinggi masing-masing
komoditas ialah kopi pada Kecamatan Girsang
Sipangan Bolon dengan nilai LQ sebesar 8,392.
Komoditas kelapa pada Kecamatan Bosar Maligas
dengan nilai LQ sebesar 9,124. Komoditas
cokelat pada Kecamatan Raya Kahean dengan
nilai LQ sebesar 13,115. Komoditas aren pada
Kecamatan Raya dengan nilai LQ sebesar 7,999.
Hubungan Spasial Bahan Baku UMKM dan
Nilai LQ Komoditas
Hubungan spasial penggunaan bahan baku
UMKM dan nilai LQ komoditas menggunakan
analisis multivariate LISA. Hubungan spasial
tersebut bertujuan untuk mengetahui pola
keterkaitan antar UMKM dan sumber bahan baku.
Pola kerjasama dapat dilakukan apabila nilai
morans’I positif yang berarti terdapat autokorelasi
positif antara UMKM dan bahan baku.
Menurut Saputra et al (2015), nilai
morans’I positif menunjukkan komoditas tertentu
berpotensi untuk membentuk pola kerjasama
regional. Variabel yang digunakan ialah proporsi
jumlah UMKM pada masing-masing komoditas
dan nilai LQ masing-masing komoditas. Nilai
proporsi didapatkan dengan membandingkan
jumlah UMKM berdasarkan jenis komoditas pada
skala kabupaten terhadap masing-masing
kecamatan.
Pada analisis LISA terdapat ketetanggan
masing-masing kecamatan. Untuk dapat
mengidentifikasi tetangga masing-masing
kecamatan, dilakukan pembobotan spasial dengan
menggunakan jenis persinggungan titik dan sudut
(queen contiguity).
Bobot spasial ketetanggaan
Bobot spasial bertujuan untuk
mengidentifikasi ketetanggan masing-masing
kecamatan. Pada masing-masing kecamatan
memiliki jumlah tetangga yang berbeda-beda.
Ketetanggaan masing-masing kecamatan
didasarkan pada persinggungan queen contiguity
yang dihasilkan dengan menggunakan software
GeoDa. Berikut ini merupakan bobot spasial yang
terbentuk pada masing-masing kecamatan.
Gambar 9. Konektivitas bobot spasial.
Dari Gambar 9, jumlah ketetanggaan yang
terbentuk ialah berada pada rentang 1 s/d 8
tetangga. Pada kecamatan di Kabupaten
Simalungun tidak berdapat ketetanggaan yang
berjumlah 7. Selanjutnya ketetanggaan pada
masing-masing kecamatan menjadi dasar dalam
penentuan klaster ketetanggaan antara lokasi
UMKM dengan lokasi penyedian bahan baku.
POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN
DI KABUPATEN SIMALUNGUN
98 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016
Gambar 10. Hasil analisis LISA antara UMKM dengan masing-masing komoditas.
Hasil Analisis LISA (Local Indicator of Spatial
Association)
Berdasarkan hasil analisis LISA antara
variabel penggunaan bahan baku UMKM
Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 99
terhadap nilai LQ masing-masing komoditas,
terdapat potensi pola kerjasama regional antara
UMKM dengan kecamatan tetangga. Potensi
kerjasama regional dapat dilakukan apabila nilai
morans’I positif antara UMKM dengan nilai LQ
komoditas. Gambar 10 menunjukkan hasil analisis
LISA pada masing-masing komoditas.
Berdasarkan hasil analisis LISA, terdapat
indikator yaitu nilai morans’I yang dapat
menentukan potensi kerjasama regional pada
masing-masing komoditas. Berikut ini merupakan
nilai morans’I pada masing-masing komoditas.
Tabel 4. Nilai morans’I komoditas
No Komoditas Nilai Morans’I
1 Padi -0,0805 -
2 Jagung 0,1250 +
3 Kedelai 0,0962 +
4 Kacang Tanah 0,0969 +
5 Ubi 0,0671 +
6 Durian -0,0822 -
7 Pepaya -0,036 -
8 Pisang -0,1135 -
9 Nangka 0,0738 +
10 Ikan 0,0482 +
11 Wortel 0,5220 +
12 Kopi 0,2964 +
13 Kelapa -0,0133 -
14 Cokelat 0,1052 +
15 Aren 0,1352 +
Berdasarkan Tabel 4, komoditas yang
memiliki potensi untuk membentuk pola
kerjasama regional ialah jagung, kedelai, kacang
tanah, ubi, nangka, ikan, wortel, kopi, cokelat, dan
aren. Oleh karena itu, komoditas tersebut dapat
dikembangkan sebagai bahan baku utama bagi
UMKM melalui kegiatan agroindustri sehingga
UMKM di Kabupaten Simalungun dapat
bertumbuh dan berkembang sehingga dapat
meningkat perekonomian dan mampu
menurunkan tingkat kemiskinan.
Berdasarkan hasil LISA pada kuadran low-
low, terdapat 2 kondisi ketersediaan UMKM yaitu
tidak terdapat UMKM yang mengolah bahan baku
dan terdapat UMKM yang mengolah bahan baku
pada low yang pertama. Sedangkan pada low yang
kedua, ketersediaan bahan baku dari kecamatan
tetangga rendah (LQ < 1) sehingga tidak dapat
mencukupi bahan baku bagi UMKM untuk
melakukan produksinya. Pola kerjasama regional
tidak dapat dilakukan pada kondisi tidak terdapat
UMKM yang mengolah bahan karena tidak
adanya ketersediaan UMKM dan komoditas yang
digunakan UMKM bukan merupakan komoditas
basis pada kecamatan tetangganya. Sedangkan
pada kondisi terdapat UMKM yang mengolah
bahan baku akan ditingkatkan produksinya
dengan menggunakan bahan baku dari kecamatan
lain yang memiliki LQ komoditas > 1 di
Kabupaten Simalungun. Berikut ini merupakan
bentuk pola kerjasama regional pada masing-
masing kuadran.
• Pada kuadran high-high, bentuk pola
kerjasama regional yang dapat dilakukan ialah
penumbuhan UMKM baru dan pada UMKM
eksisting akan ditingkatkan jumlah
produksinya. Sedangkan pada kecamatan
tetangganya akan dikembangkan sebagai
penyedia bahan baku komoditas sehingga
tercipta keterkaitan antara UMKM dan
penyedia bahan baku (backward linkage).
• Pada kuadran low-low, bentuk pola kerjasama
regional yang dapat dilakukan ialah
peningkatan produksi UMKM dengan
memanfaatkan bahan baku dari kecamatan
lain di Kabupaten Simalungun yang memiliki
nilai LQ komoditas > 1.
• Pada kuadran low-high, bentuk pola
kerjasama regional yang dapat dilakukan ialah
penumbuhan UMKM sebagai pengolah bahan
baku komoditas. Sedangkan pada kecamatan
tetangga akan dikembangkan sebagai lokasi
penyedia bahan baku komoditas sehingga
tercipta keterkaitan antara UMKM dan
penyedia bahan baku (backward linkage).
• Pada kuadran high-low, bentuk pola
kerjasama regional yang dapat dilakukan ialah
pada UMKM eksisting akan ditingkatkan
jumlah produksinya dengan memanfaatkan
produksi komoditas pada kecamatan lain di
Kabupaten Simalungun yang memiliki nilai
LQ komoditas > 1 sebagai bahan baku bagi
UMKM untuk melakukan produksi.
• Berdasarkan hasil analisis LISA, kecamatan
yang berpotensi membentuk kerjasama
regional ialah Kecamatan Bandar, Bandar
Huluan, Bandar Masilam, Dolok Batu
Nanggar, Dolok Pardamean, Dolok Silau,
Haranggaol Horison, Jawa Maraja Bah Jambi,
Jorlang Hataran, Panei, Pematang Bandar,
Pematang Sidamanik, Pematang Silimahuta,
Purba, Raya, Raya Kahean, Siantar,
Sidamanik, Silau Kahean, Silimahuta, Tanah
Jawa, dan Ujung Padang.
Hubungan Spasial UMKM dan LQ terhadap
Kemiskinan berdasarkan LISA
Kemiskinan merupakan masalah
pembangunan di Kabupaten Simalungun sehingga
diperlukan upaya-upaya yang bertujuan untuk
mengurangi hal tersebut. Masalah kemiskinan
POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN
DI KABUPATEN SIMALUNGUN
100 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016
dapat dikurangi melalui pengolahan potensi
daerah. Kabupaten Simalungun memiliki potensi
pertanian dan potensi UMKM yang dapat
dikembangkan guna mengurangi kemiskinan
wilayah.
Berdasarkan hasil analisis LISA komoditas
yang memiliki potensi untuk dapat dikembangkan
ialah jagung, kedelai, kacang tanah, ubi, nangka,
ikan, wortel, kopi, cokelat, dan aren. Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai morans’I bernilai positif.
Berdasarkan penelitian terdahulu apabila nilai
morans’I positif, maka komoditas tersebut
memiliki potensi untuk membentuk pola
kerjasama regional. Berikut ini merupakan
hubungan UMKM dan komoditas basis terhadap
kemiskinan berdasarkan hasil analisis LISA.
Tabel 5. Hasil Analisis LISA terhadap Upaya Pengurangan Kemiskinan
No Lokasi Pengembangan UMKM di
Kecamatan:
Potensi Pengembangan
Komoditas
Tingkat
kemiskinan
1 Siantar jagung, ubi Menengah-rendah
2 Bandar Huluan ubi
3 Bandar ubi, nangka
4 Pematang Bandar kopi
5 Jawa Maraja Bah Jambi ikan
6 Sidamanik ubi Menengah-tinggi
7 Dolok Batu Nanggar ubi
8 Raya Kahean kopi, cokelat, aren
9 Purba jagung, wortel, aren
10 Tanah Jawa jagung, nangka, cokelat Tinggi
11 Pematang Sidamanik kacang tanah
12 Dolok Pardamean jagung
13 Dolok Silau jagung, wortel, kopi
14 Silimahuta jagung, wortel
15 Jorlang Hataran ubi
16 Ujung Padang nangka, aren
17 Raya kacang tanah, kopi
18 Bandar Masilam kedelai, ubi
19 Panei ubi, kedelai, kacang tanah
20 Silau Kahean aren Tinggi
21 Haranggaol Horison jagung, wortel
22 Pematang Silimahuta jagung, wortel
Berdasarkan Tabel 5, tingkat kemiskinan di
Kabupaten Simalungun terbagi atas tingkat
kemiskinan menengah-rendah, menengah-tinggi,
dan tinggi. Pada tingkat kemiskinan menengah-
rendah, potensi kerjasama regional dapat
dilakukan pada 5 kecamatan. Pada tingkat
kemiskinan menengah-tinggi, potensi kerjasama
regional dapat dilakukan pada 4 kecamatan.
Sedangkan pada tingkat kemiskinan tinggi,
potensi kerjasama regional dapat dilakukan pada
13 kecamatan. Berdasarkan hal tersebut, potensi
kerjasama regional lebih banyak berlokasi pada
kecamatan dengan tingkat kemiskinan yang
tinggi. Salah satu bentuk pola kerjasama regional
tersebut ialah penumbuhan UMKM berbasis
komoditas pertanian. Pada kecamatan dengan
tingkat kemiskinan tinggi, terdapat banyak potensi
komoditas pertanian yang dapat digunakan
sebagai bahan baku bagi UMKM sehingga
harapannya dapat menyerap tenaga kerja lebih
banyak.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat
hubungan dalam upaya pengurang kemiskinan
melalui penumbuhan UMKM berbasis komoditas
pertanian. Kecamatan dengan tingkat kemiskinan
tinggi yang memiliki potensi untuk penumbuhan
UMKM berbasis komoditas pertanian adalah
Kecamatan Tanah Jawa, Pematang Sidamanik,
Dolok Pardamean, Dolok Silau, Silimahuta,
Jorlang Hataran, Ujung Padang, Raya, Bandar
Masilam, Panei, Silau Kahean, Haranggaol
Horison, Pematang Silimahuta. Penumbuhan
UMKM berbasis komoditas diharapkan dapat
membuka peluang untuk dapat menyerap lebih
banyak tenaga kerja dan masing-masing UMKM
dapat meningkatkan produksinya. Produksi yang
dilakukan UMKM akan berdampak pada
peningkatan pendapatan UMKM sehingga
kesejahteraan masyarakat juga dapat meningkat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis LISA antara
variabel penggunaan bahan baku UMKM
terhadap nilai LQ masing-masing komoditas,
komoditas yang memiliki potensi untuk
membentuk pola kerjasama regional ialah jagung,
Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 101
kedelai, kacang tanah, ubi, nangka, ikan, wortel,
kopi, cokelat, dan aren.
Adapun komoditas yang dapat
dikembangkan sebagai bahan baku bagi UMKM
pada masing-masing kecamatan ialah sebagai
berikut:
• Kecamatan Bandar: ubi, nangka
• Kecamatan Bandar Huluan: ubi
• Kecamatan Bandar Masilam: ubi
• Kecamatan Dolok Batu Nanggar: ubi
• Kecamatan Dolok Pardamean: jagung
• Kecamatan Dolok Silau: wortel
• Kecamatan Haranggaol Horison: jagung
• Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi: ikan
• Kecamatan Jorlang Hataran: ubi
• Kecamatan Panei: kedelai
• Kecamatan Pematang Bandar: kopi
• Kecamatan Pematang Sidamanik: kacang
tanah
• Kecamatan Pematang Silimahuta: wortel
• Kecamatan Purba: jagung
• Kecamatan Raya: kopi
• Kecamatan Raya Kahean: aren
• Kecamatan Siantar: ubi
• Kecamatan Sidamanik: ubi
• Kecamatan Silau Kahean: aren
• Kecamatan Silimahuta: jagung
• Kecamatan Tanah Jawa: jagung
• Kecamatan Ujung Padang: nangka
Berdasarkan analisis LISA, adapun bentuk
pola kerjasama regional yang dapat dilakukan
ialah:
• Pada kuadran high-high, bentuk pola
kerjasama regional yang dapat dilakukan ialah
penumbuhan UMKM baru dan pada UMKM
eksisting akan ditingkatkan jumlah
produksinya. Sedangkan pada kecamatan
tetangganya akan dikembangkan sebagai
penyedia bahan baku komoditas sehingga
tercipta keterkaitan antara UMKM dan
penyedia bahan baku (backward linkage).
• Pada kuadran low-low, bentuk pola kerjasama
regional yang dapat dilakukan ialah
peningkatan produksi UMKM dengan
menggunakan bahan baku dari kecamatan lain
yang memiliki LQ komoditas > 1 di
Kabupaten Simalungun.
• Pada kuadran low-high, bentuk pola
kerjasama regional yang dapat dilakukan ialah
penumbuhan UMKM sebagai pengolah bahan
baku komoditas. Sedangkan pada kecamatan
tetangga akan dikembangkan sebagai lokasi
penyedia bahan baku komoditas sehingga
tercipta keterkaitan antara UMKM dan
penyedia bahan baku (backward linkage).
• Pada kuadran high-low, bentuk pola
kerjasama regional yang dapat dilakukan ialah
UMKM eksisting akan ditingkatkan jumlah
produksinya dengan memanfaatkan produksi
komoditas pada kecamatan lain di Kabupaten
Simalungun yang memiliki nilai LQ
komoditas > 1 sebagai bahan baku bagi
UMKM untuk melakukan produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Anselin, L. (2005). Exploring Spatial Data with
GeoDa: A Workbook. University of
Illinois. Urbana-Champaign Urbana.
Arrowiyah. & Sutikno. (2006). Spatial Pattern
Analysis Kejadian Penyakit Demam
Berdarah Dengue untuk Informasi
Early Warning Bencana di Kota
Surabaya. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Karana, H., Rahim, A. & Safri, M. (2014). Analisa
Struktur Biaya dan Tingkat
Pendapatan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (Studi Kasus Di
Kotamadya Tanjung Balai). Jurnal
dalam Simposium Nasional. RAPI
XIII. Medan, 2014.
Kohar, A. & Suherman, A. (2003). Analisis
Location Quotient (LQ) dalam
Penentuan Komoditas Ikan Unggulan
Perikanan Tangkap Kabupaten
Cilacap. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Lestariani, A. B. & Syafitri, W. (2016). Dampak
UMKM terhadap Penyerapan Tenaga
Kerja di Kota Blitar. Malang:
Universitas Brawijaya (UB).
Ponto, Steva. O., Anderson. K. & Patrick. W.
(2015). Analisis Korelasi Sektor
Pertanian terhadap Tingkat
Kemiskinan di Kabupaten Kepulauan
Sangihe. Berkala Ilmiah Efisiensi. 15
(4): 137-147.
Saputra, Z., Muhammad, S. & Syahnur, S. (2015).
Analisis Keterkaitan Regional
Kabupaten/Kota dalam Pembentukan
Klaster Pengembangan Ekonomi
Wilayah Provinsi Aceh (Pendekatan
Analisis Spasial). Jurnal Ilmu
Ekonomi. 3 (2): 84-93.
Sasongko, A. T. (2013). Analisis Dampak
Pembangunan Sektor Pertanian
terhadap Tingkat Kemiskinan dan
Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi
Aceh. Skripsi. Dipublikasikan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Setiawan, N. (2005). Teknik Sampling. Bandung:
Universitas Padjadjaran.
POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN
DI KABUPATEN SIMALUNGUN
102 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016
Susilawati., I. S., & Shirly. W. (2016). Penentuan
Komoditas Unggulan Sektor Pertanian
Tanaman Pangan di Kabupaten Bone,
Sulawesi Selatan. Bone: Universitas
Hasanuddin.
Utari, T. & Dewi. P. M. (2014). Pengaruh Modal,
Tingkat Pendidikan dan Teknologi
terhadap Pendapatan Usaha Mikro
Kecil Menengah (UMKM) di
Kawasan Imam Bonjol Denpasar
Barat. E-JURNAL EKONOMI
PEMBANGUNAN UNIVERSITAS
UDAYANA. 3 (12): 576-585.
Wirawan, I. K. A., Sudibia. K. & Purbadharmaja.
I. B. P. (2015). Pengaruh Bantuan
Dana Bergulir, Modal Kerja, Lokasi
Pemasaran dan Kualitas Produk
terhadap Pendapatan Pelaku UMKM
Sektor Industri di Kota Denpasar. E-
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana. 4 (1): 1-21.
Wuryandari, T., Hoyyi, A., Kusumawardani, D. S.
& Rahmawati. D. (2014). Identifikasi
Autokorelasi Spasial pada Jumlah
Pengangguran di Jawa Tengah
Menggunakan Indeks Moran. Media
Statistika. 7 (1): 1-10.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Kabupaten Simalungun Tahun 2016-
2020.
Kabupaten Simalungun Dalam Angka Tahun
2016.
Statistik Pertanian Kabupaten Simalungun Tahun
2014.