Upload
meilina-fitri
View
230
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
porto folio
Citation preview
PORTOFOLIO 1
Topik : Demam Typhoid
Tanggal (kasus) : 20 April 2015 Presenter : dr. Putri endah wulandari
Tanggal Presentasi : Pendamping: dr.Linda sp.Pd
Tempat Presentasi : RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
Obyek Presentasi
● Keilmuan ○ Keterampilan ○ Penyegaran ● Tinjauan Pustaka
● Diagnostik ● Manajemen ○ Masalah ○ Istimewa
○ Neonatus ○ Bayi ○ Anak ○ Remaja ● Dewasa ○ Lansia ○ Bumil
Deskripsi : Perempuan usia 35 tahun, demam sejak ± 5 hari, mual (+), muntah (+),
mencret (+), anoreksia (+), sakit kepala (+).
Tujuan : Mengetahui defenisi, etiologi, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan, dan
komplikasi demam typhoid.
Bahan Bahasan ● Tinjauan Pustaka ○ Riset ● Kasus ○ Audit
Cara Membahas ○ Diskusi ● Presentasi dan diskusi ○ Email ○ Pos
Data Pasien Nama : Ny.N Nomor Registrasi : 408032
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Manifestasi Klinis :
Perempuan usia 35 tahun, demam sejak ± 5 hari, mual (+), muntah (+), mencret (+),
anoreksia (+), sakit kepala (+).
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien merupakan rujukan dari puskesmas baso
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan yang sama seperti ini sebelumnya (+) 20 hari yang lalu.
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
5. Riwayat Psikososial :
Di lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang sakit seperti ini
6. Lain-lain :
TD = 120/80 mmHg, HR = 80x/menit, RR = 20x/menit, S = 38,1oC
Coated tongue (+)
7. Diagnosis : Demam Typhoid
Daftar Pustaka
Background Document.2003.The Diagnosis, Treatment and Prevention of Thypoid
Fever. Comunicable Disease Surveillance and Response Vaccinase and
Biologicals. WHO.
Braunwald. 2008.Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Edition, New
York,
Brush, John L. 2009. Typhoid Fever, in http:// emedicine.medscape.com/article
231135-overview dikunjungi pada 20 November 2014.
Jawetz Ernest et al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa : Nugroho Edi,
Maulani RF. Jakarta EGC
Widodo Djoko. 2007. Demam Tifoid didalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III edisi IV. Jakarta FKUI
Hasil Pembelajaran
1) Defenisi Demam Typhoid
2) Etiologi Demam Typhoid
3) Patogenesis Demam Typhoid
4) Diagnosis Demam Typhoid
5) Penatalaksanaan Demam Typhoid
6) Komplikasi Demam Typhoid
Pembahasan Kasus :
1. Subjektif
Perempuan usia 35 tahun Ibu Rumah Tangga datang ke IGD RSUD Dr. Achmad Mochtar
dengan keluhan demam sejak ± 5 hari SMRS. Demam dirasakan tiap hari dan terutama tinggi
pada malam hari, kadang disertai menggigil. Keringat malam dan batuk lama disangkal oleh
pasien. Penurunan berat badan disangkal. Pasien mengeluh mual dan muntah. Muntah dengan
frekuensi ± 3 kali sehari sejak 5 hari terakhir berisi cairan dan kadang makanan. Keluhan
disertai nafsu makan yang menurun dan badan dirasakan lemah. Sakit kepala yang berdenyut
juga dirasakan oleh pasien. Pasien mengeluh mencret sejak 3 hari terakhir dengan frekuensi
3x/hari, perut dirasakan nyeri dan panas. BAK dalam batas normal. Sebelum nya pasien
sudah pernah di rawat dengan gejala yang sama di puskesmas baso dengan demam thypoid
selama 10 hari rawatan. Namun 20 hari kemudian kembali lagi dan di rujuk ke RSUD Dr.
Achmad Mochtar.
2. Objektif
Pemeriksaan Umum
- Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
- TD : 120/80 mmHg - RR : 20 x/menit
- HR : 80 x/menit - Suhu : 38,1 oC
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Pupil isokor
Telinga : Normotia
Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mulut : Bibir kering (+), Stomatitis (-), tremor (-), coated tongue (+)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thorax
a. Inspeksi : normochest simetris, retraksi dinding dada (-)
b. Palpasi : tidak ada bagian dada yang tertinggal saat bernafas
c. Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki(-/-), wheezing (-/-)
Jantung
a. Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
b. Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
c. Perkusi : Batas jantung relatif dalam batas normal
d. Auskultasi : Bunyi Janting I-II reguler, BJ tambahan (-)
Abdomen
a. Inspeksi : tampak datar
b. Auskultasi : Bising Usus (+) Normal. Metallic sound (-)
c. Palpasi : kembung, hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri tekan (-)
d. Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Ekstrimitas : Akral hangat +/+, Sianosis -/-, edema -/- , CRT <2detik
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap Hasil Satuan
Hb
Lekosit
Ht
Trombosit
Imunoserologi
WIDAL
Salmonella thypi O
Salmonella thypi H
Mikrobiologi
Malaria
12.4
5.690
36.2
283
1/320
1/320
Negatif
g/ dL
/ ul
%
10^3/ ul
3. Assesment
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien ini di assesment
dengan Demam Typhoid.
Pada pasien ini ditemukan gejala klinis berupa demam yang telah berlangsung selama 5
hari terutama pada sore hari karena pada masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara
4-14 hari dan menurut teori sifat demam pada demam tifoid adalah meningkat perlahan –
lahan terutama pada sore hari hingga malam hari. Gejala – gejala klinis yang timbul juga
sangat bervariasi dari yang ringan sampai dengan yang berat, dari asimptomatik hingga
gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama
gejala klinis pada demam tifoid ini memang ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit infeksi akut lain seperti yang terjadi pada pasien ini berupa batuk, mual, muntah,
pusing, badan lemas, penurunan nafsu makan, dll. Pada pemeriksaan fisik hanya
ditemukan suhu badan yang meningkat dan lidah kotor. Dalam minggu kedua gejala –
gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang berselaput (kotor
di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor) yang juga ditemukan pada pasien ini,
hepatomegali, splenomegali, gangguan mental berupa somnolen, delirium, dll, namun
pada pasien ini kesadarannya masih CMC. Demam tifoid ini disebabkan oleh masuknya
kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi
sangat mendukung dengan riwayat pasien yang sering membeli makan di luar seperti di
warung maupun rumah makan yang tidak diketahui kebersihannya. Pada temuan
laboratorium tes widal dengan hasil Aglutinin H : (+) 1/320 dan Aglutinin O (+) 1/320 ini
menunjukan adanya kuman Salmonella typhi di dalam darah pasien ini
4. Planning
Medikamentosa :
- IVFD RL 20 tetes/menit - Paracetamol 3 x 1 tab
- Cefotaxime 2 x 1 amp - Sucralfate sirup 3 x 1
- Loperamide 1 x 2 tab - Omeprazole 2 x 1 tab
- Ranitidin 2 x 1 amp
5. Pendidikan
Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
penyebab, cara penularan seta mencegah terjadinya komplikasi yang berat dari
penyakit demam tifoid yang diderita pasien.
Menjelaskan bahwa pengobatan pasien dilakukan secara medikamentosa dan non
medikamentosa.
Follow up, Tanggal 20 April 2015 (Hari Rawat I)
S/ Demam (+), mual (+), muntah (+), mencret (+), anoreksia (+), sakit kepala (+).
O/ TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit Suhu : 38,1 oC
A/ Demam Tyfoid
P/ IVFD RL 20 tetes/menit Paracetamol 3 x 1 tab
Cefotaxime 2 x 1 amp Sucralfate sirup 3 x 1
Loperamide 1 x 2 tab Omeprazole 2 x 1 tab
Ranitidin 2 x 1 amp
Follow up, Tanggal 21 April 2015 (Hari Rawat II)
S/ Demam (+), mual (+), muntah (+), mencret (+), anoreksia (+), sakit kepala (+).
O/ TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit Suhu : 38,1 oC
A/ Demam Tyfoid
P/ IVFD RL 20 tetes/menit Paracetamol 3 x 1 tab
Cefotaxime 2 x 1 amp Sucralfate sirup 3 x 1
Loperamide 1 x 2 tab Omeprazole 2 x 1 tab
Ranitidin 2 x 1 amp
Follow up, Tanggal 22 April 2015 (Hari Rawat III)
S/ Demam (+), mual (+), muntah (+), mencret (+), anoreksia (+), sakit kepala (+).
O/ TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit Suhu : 38,1 oC
A/ Demam Tyfoid
P/ IVFD RL 20 tetes/menit Paracetamol 3 x 1 tab
Cefotaxime 2 x 1 amp Sucralfate sirup 3 x 1
Loperamide 1 x 2 tab Omeprazole 2 x 1 tab
Ranitidin 2 x 1 amp
Follow up, Tanggal 23 April 2015 (Hari Rawat IV)
S/ Demam (+), mual (+), muntah (+), mencret (+), anoreksia (+), sakit kepala (+).
O/ TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit Suhu : 38,1 oC
A/ Demam Tyfoid
P/ IVFD RL 20 tetes/menit Paracetamol 3 x 1 tab
Cefotaxime 2 x 1 amp Sucralfate sirup 3 x 1
Loperamide 1 x 2 tab Omeprazole 2 x 1 tab
Ranitidin 2 x 1 amp
Follow up, Tanggal 24 April 2015 (Hari Rawat V)
S/ Demam (+), mual (+), muntah (+), mencret (+), anoreksia (+), sakit kepala (+).
O/ TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit Suhu : 38,1 oC
A/ Demam Tyfoid
P/ IVFD RL 20 tetes/menit Paracetamol 3 x 1 tab
Cefotaxime 2 x 1 amp Sucralfate sirup 3 x 1
Loperamide 1 x 2 tab Omeprazole 2 x 1 tab
Ranitidin 2 x 1 amp
Follow up, Tanggal 25 April 2015 (Hari Rawat VI)
S/ Demam (+), mual (+), muntah (+), mencret (+), anoreksia (+), sakit kepala (+).
O/ TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit Suhu : 38,1 oC
A/ Demam Tyfoid
P/ IVFD RL 20 tetes/menit Paracetamol 3 x 1 tab
Cefotaxime 2 x 1 amp Sucralfate sirup 3 x 1
Loperamide 1 x 2 tab Omeprazole 2 x 1 tab
Ranitidin 2 x 1 amp
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Demam Typhoid
Penyakit sistemik akut yang ditandai demam akut akibat infeksi Salmonella sp
(lebih dari 500 sp). Spesies yang sering dikenal di klinik adalah Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A, B, C
B. Etiologi Demam Typhoid
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif,
berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O
(somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam
serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen
tersebut.
Gambar 1. Salmonella Typhi
C. Patofisiologi Demam Typhoid
Masuknya kuman Salmonella Typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
makanan yang terkontaminasi kuman dengan masa inkubasi berjarak selama 4-14
hari. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam
usus dan selanjutnya berkembang biak. Seperti yang diketahui S.typhi menginvasi
tubuh dengan menembus mukosa usus ileum terminal, yang mungkin melalui antigen
sample sel yang dikhususkan yang diketahui sebagai sel M, yang melapisi usus,
berhubungan dengan jaringan limfoid, melalui enterosit atau melalaui rute paraselular.
Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di
lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterica. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat
didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia
pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan
kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk
kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan
disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.
Didalam hati kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intemiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi
setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag
telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi
pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala
reaksi infeksi sitemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi.
Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis
dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear didinding usus. Proses
patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga kelapisan otot, serosa usus
dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel direseptor endotel
kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.
D. Manifestasi Klinis Demam Typhoid
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 7-14 hari, namun ini juga
bergantung dosis infeksi (3-30 hari). Gejala-gejala klinis yang timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran
penyakit yang khas disertai komplikasi.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala
serupa infeksi akut pada umumnya yaitu
Demam sekitar interminten/remiten
Lidah kotor, mulut kering, mual muntah
Gambaran gejala saluran nafas atas
Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah
Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan splenomegali/
hepatomegali
Roseola mungkin ditemukan
Gambar 3. Perjalanan Penyakit Demam Tifoid
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa
Demam kontinyu
Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8
kali permenit)
Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung
Hepatomegali dan splenomegali,
Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) dan
kehilangan nafsu makan
Nyeri, distensi perut, meteorismus
Pada minggu ketiga dapat ditemukan gejala antara lain:
Suhu turun jika berhasil diobati tanpa komplikasi
Jika keadaan memburuk:
- Disorientasi, bingung, insomnia,
- Komplikasi perdarahan dan perforasi.
E. Penegakan Diagnosis Demam Typhoid
Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Namun diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil kultur
darah. Hasil kultur darah menunjukkan 40-60% positif pada pasien di awal penyakit
dan kultur feses dan urin akan positif setelah minggu pertama infeksi. Hasil kultur
feses kadang-kadang juga positif pada masa inkubasi. Pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid tidak terlalu spesifik.
Pada pemeriksan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, namun dapat
pula terjadi leukositosis atau kadar leukosit normal. Pemeriksaan widal juga
dilakukan dalam membantu penegakan diagnosis demam tifoid. Uji widal dilakukan
dengan mengukur antibodi terhadap antigen O dan H dari Salmonella Typhi, namun
tes ini kurang spesifik dan sensitive. Karena bnyak hasil tes false-negative dan false-
positif terjadi.
Tes Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. pada uji
widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibody
yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense
Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan uji widal adalah
untuk menentukan adanya agluitinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid
yaitu :
a). agglutinin O (dari tubuh kuman)
b). agglutinin H (flagella kuman)
c). agglutinin Vi (simpai kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan
untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini. Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu
pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula
timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan agglutinin H. Pada orang yang telah
sembuh agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, setelah agglutinin H
menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh dengan
selang waktu 7-10 hari, untuk membuktikan adanya kenaikan titer antibody. Serum
yang tidak dikenal diencerkan berturut-turut (dua kali lipat) lalu dites terhadap antigen
Salmonella. Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut :
1) Titer O yang tinggi atu kenaikan titer O (≥ 1 : 160) menunjukkan adanya
infeksi aktif.
2) Titer H yang tinggi (≥ 1 : 160) menunjukkan bahwa penderita itu pernah
divaksinasi atau pernah terkena infeksi.
3) Titer Vi yang tinggi terdapat pada beberapa pembawa bakteri
Kultur darah
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi
dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Berkaitan
dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah
dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam
urine dan feses.
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah
mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
mungkin negatif.
2) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang
dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya
secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk
pertumbuhan kuman
3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibody dalam darah
psien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah
dapat negatif.
4) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin
meningkat.
F. Penatalaksanaan Demam Typhoid
Penegakan diagnosis awal demam tifoid dan penatalaksanaan yang tepat
merupakan hal yang penting. Sebagian besar anak-anak dengan tifoid dapat dirawat
dirumah dengan antibiotic oral dan dilakukan follow-up utnuk mengikuti
perkembangan penyakit dan melihat apakah ada komplikasi atu kegagalan terapi.
Pasien dengan muntah yang persisten, diare berta dan distensi abdomen memerlukan
perawatan di rumah sakit dan terapi antibiotic parenteral.
Secara umum terdapat tiga prinsip penatalaksanaan demam tifoid. Istirahat
yang adekuat, hydrasi dan pengobatan penting untuk mengoreksi ketidakseimbangan
cairan-elektrolit. Terapi antipiretik (acetaminophen 120-750 mg stiap 4-6 jam PO)
harus diberikan jika diperlukan. Makanan yang lunak, harus dilanjutkan pada pasien
distensi abdomen atau ileus. Terapi antibiotic penting untuk meminimalisir
komplikasi. Pengggunaan chloramphenicol atau amoxicillin diketahhui mempunyai
angka kekambuhan masing-masing 5-15% dan 4-14%. Penggunaan antibiotik untuk
demam tifoid pada anak juga dipengaruhi oleh prevalensi dari resistensi antimikroba.
Berikut adalah antibiotik yang biasa digunakan pada demam tifoid. Sebagai
tambahan untuk antibiotik, terapi suportif juga penting dan pemeliharaan
keseimbangan cairan dan elektrolit juga harus diperhatikan.
Pemberian terapi tambahan dengan dexametason (3mg/kgBB dosis awal,
diikuti 1 mg/kg setiap 6 jam selama 48 jam) telah diekomendasikan pada pasien
dengan syok, penurunan kesadaran, stupor atau koma, hal ini harus dilakukan dengan
pengawasan .
G. Komplikasi Demam Typhoid
Komplikasi pada demam tifoid dibagi menjadi komplikasi intestinal dan
ekstraintestinal.
Komplikasi ekstra-intestinal.
Kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.
Darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID, thrombosis.
Paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
Hepatobilier : hepatitis, kolesistitis.
Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
Tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.
Neuropsikiatrik : Tifoid toksik
Komplikasi intra-intestinal
Perdarahan Intestinal, Perforasi usus,