Upload
princepervinder
View
164
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Polisitemia VeraSuatu penyakit kelainan pada system mieloproliferatif di mana terjadi
klon abnormal pada hemopoetik sel induk (hematopoietic stem cells)
dengan peningkatan sensitivitas pada growth factors yang berbeda
untuk terjadinya maturasi yang berakibat terjadi peningkatan banyak
sel.
Polisitemia : peningkatan dari total kuantitas atau volum dari sel darah
pada tubuh tanpa mempedulikan jumlah leukosit atau trombosit.
Eritrositosis : peningkatan jumlah dan volume hitung eritrosit,
hemoglobin dan hematokrit
Klasifikasi dan Pendekatan pada Pasien dengan eritrositosis:
Eritrositosis relative atau polisitemia (pseudoertrositosis),
berhubungan dengan penurunan volume plasma.
o Hemokonsentrasi
o Polisitemia spurious (sindrom gaisbok)
Polisitemia (eritrositosis absolute)
o Polisitemia primer
- Polisitemia vera
- Polisitemia FaMilial primer
o Polisitemia sekunder
-Sekunder oleh karena penurunan oksigenasi pada jaringan
(Physiologically appropriate polycytemia atau hypoxia
erytrhosytosis).
High-altitude erytrhosytosis (Monge disease)
Penyakit paru (kor pulmonal kronik, sindrom Ayerza)
Cyanotic congenital heart disease
Sindrom hipoventilasi
Hemoglobin abnormal
Polisitemia FaMilial
- Sekunder oleh karena penyimpangan respon atau produksi
eritropoetin
o Polisitemia idiopatik
Etiologi
Penyebab dari polisitemia vera belum diketahui. Hipotesis awal
penyakit ini disebabkan oleh kompensasi terhadap anoksemia yang
terjadi pada sumsum tulang. Hipotesis ini berdasarkan adanya
penebalan kapiler dan fibrosis pada subintimal dan adventisia dari
pembuluh darah kecil pada sumsum tulang. Namun pengukuran
langsung terhadap saturasi oksigen sumsum tulang yang
memberikan nilai normal dan tidak ditemukannya peningkatan
eritropoietin serum atau urin menimbulkan kontra terhadap
hipotesis ini.
Ditinjau dari terdapatnya peningkatan produksi dan turn-over dari
eritrosit, neutrofil, dan trombosit serta hiperselularitas sumsum
tulang, dapat disimpulkan bahwa abnormalitas produksi sel pada
polisitemia vera terletak pada level sel stem. Terbentuk suatu klon
abnormal stem sel dengan peningkatan sensitivitas terhadap
berbagai growth factor, seperti eritropoietin, insulin growth factor-
1, IL-3, hematopoietic growth factor, granulocyte-monocyte colony
stimulating factor, dan lain sebagainya, yang berakibatnya
terjadinya peningkatan jumlah produksi sel.
Hipersensitivitas terhadap berbagai growth factor ini ditunjukkan
dengan terbentuknya koloni progenitor eritroid in vitro tanpa
penambahan eritropoietin eksogen, Fenomena ini disebut
endogenous erythroid colonies (EEC) atau erythropoietin-
independent colony formation.
Pada akhir 2004, kelompok William Vainchenker di Prancis
menemukan mutasi somatic pada gen di kromosom 9p pada
mayoritas pasien polisitemia vera. Gen ini mengkode tirosin kinase,
JAK (Janus Kinase) yang normalnya diaktivasi oleh aktivasi
eritropoietin pada reseptor eritropoietin, yang berfungsi dalam
pengaturan sinyal pertumbuhan. Substitusi valin menjadi fenilalanin
pada kodon 617 (JAK2V617F) mengubah protein ini menjadi
bentuk aktif terus menerus.
Kariotip abnormal ditemukan pada kurang lebih 20% pasien pada
saat awal diagnosis, penemuan kariotip abnormal ini meningkat
menjadi 80% setelah diikuti selama 10 tahun. Abnormalitas kariotip
yang sering ditemukan antara lain trisomi 8, 9, 1q, delesi Y, 5q, 6q,
7q, 11 q, 13 q, 20 q, monosomi 5 dan monosomi 7.
Penyebab dari mutasi dan abnormalitas kromosom didapat belum
diketahui sampai saat ini.
Epidemiologi
Data klinis Mayo mengungkapkan 2,8 per 100.000 laki-laki dan 1,3
per 100.000 wanita menderita polisitemia vera. Rasio penderita laki-
laki dibandingkan wanita berkisar antara 1,2-2,2. Dilaporkan
insidensi polisitemia vera 2,3 per 100.00 populasi dalam satu tahun.
Beberapa penelitian menyebutkan insidensi polisitemia vera
meningkat seiring dengan peningkatan usia. Usia puncak insiden
PV adalah 60 sampai 80 tahun.
PV lebih sering mengenai laki-laki berkulit putih dibandingkan laki-
laki berkulit hitam.
Faktor Risiko
Kategori Faktor Risiko Faktor Risiko
Risiko Rendah Umur muda-60 tahun dan tidak ada
riwayat trombosis dan jumlah trombosit
< 150.000/mm3
Risiko menengah Umur muda-60 tahun dan tidak ada
riwayat trombosis dan jumlah trombosit
> 150.000/mm3 atau ada risiko
kardiovaskular
Risiko tinggi Umur > 60 tahun atau ada risiko
kardiovaskular
Patogenesis
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh
kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain
terdapat sel tunas normal pada sumsum tulang terdapat pula sel
tunas abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan
pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan
sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal
terhadap faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak
dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut
dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan
mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang
memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.
Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai
dengan ikatan antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya
(Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein
JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian
memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi
aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT).
Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara
spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi
proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.
Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617
dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F),
dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi
autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2
berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis
dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth
factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel
darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas
darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan
pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis
yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya
jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang
dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau
sindrom Budd-Chiari.
Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat
menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel
dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan
resiko pirai dan batu ginjal.
Manifestasi Klinik
Sign and symptom dari penyakit ini berkaitan dengan peningkatan
volume total darah dan perlambatan aliran darah akibat
meningkatnya viskositas. Gejala yang sering timbul pada penderita
polisitemia vera:
Physical Findings Frequency (%)
Splenomegaly 70
Skin plethora 67
Conjunctival plethora 59
Engorged vessels in the optic fluid 46
Hepatomegaly 40
Systolic blood pressure>140 mm Hg 72
Diastolic blood pressure>90 mm Hg 32
Symptoms
Headache 48
Weakness 47
Pruritus 43
Dizziness 43
Diaphoresis 33
Visual disturbances 31
Weight loss 29
Paresthesias 29
Dyspnea 26
Joint symptoms 26
Epigastric discomfort 24
Data from Berlin NI. Diagnosis and classification of the polycythemias.
Semin Haematol 1975;12:339–351.
Hiperviskositas
Penurunan shear rate gangguan fungsi hemostasis primer
abnormal bleeding
Splenomegali (75% kasus)
Hepatomegali (40% kasus)
Laju siklus sel yang tinggi sekuestrasi sel darah makin cepat
produksi asam urat meningkat ; GFR menurun karena
penurunan shear rate arthritis gout (5-10% kasus)
Trombositosis
Basofilia
Defisiensi B12 dan asam folat, UB-12 meningkat(protein
binding capacity)
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan:
Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus
(individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi
Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/
polisitemia yang belum terkendali.
Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek
sterilisasi pada pasien usia muda
Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu
atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila
didapatkan
o Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika
disertai gejala thrombosis
o Leukositosis progresif
o Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia
problematik
Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang
sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau
hiperurikosuria yang sulit diatasi.
Media pengobatan:
Flebotomi
Flebotomi dapat merupakan pengobatan yang adekuat bagi
seorang pasien polisitemia selama bertahun-tahun dan
merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi:
o Polisitemia vera fase polisitemia
o Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55
% (target Ht < 55%)
o Polisitemia sekunder nonfisiologis bergantung pada derajat
beratnya gejala yang ditimbulkan akibat hiperviskositas dan
penurunan shear rate, atau sebagai penatalaksanaan terbatas
gawat darurat sindrom paraneoplastik.
Pada penderita polisitemia vera tujuan flebotomi adalah untuk
mempertahankan Ht 42% pada wanita, 47% pada pria. Prosedur :
pada permulaan 250-500 cc darah dikeluarkan dengan blood
donor collection set standar setiap 2 hari. Pada pasien lebih dari
55 tahun atau penyakt vaskular aterosklerotik harus ditambah
dengan plasma expander.
Fosfor radiaktif (32P). Dosis : 2-3 mCi/m2 i.v ,apabila diberikan
secara oral maka dosis dinaikkan menjadi 25%
.
Kemoterapi sitostatika
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Saat
ini lebih dianjurkan menggunakan hidroksiurea, salah satu
sitostatik golongan obat antimetabolik, sedangkan penggunaan
golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak
dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang
serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan
klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Indikasi
penggunaan kemoterapi sitostatik :
o Hanya untuk polisitemia rubra primer (PV)
o Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan dua kali sebulan
o Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis
urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin
splenomegali simtomatik/mengancam ruptur limpa
Hidroksiurea dosis : 800-1200 mg/m2/hari atau diberikan 1x2
dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, jika telah tercapai target dapat
dilanjutkan dengan pemberian intermitten untuk pemeliharaan.
Kemoterapi biologi
o Interferon α, dosis : 2 juta lu/m2/sc atau i.m 3x seminggu
o Kombinasi dengan sitostatika siklofosfamid dosis : 100
mg/m2/hari selama 10-14 hari, dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 100 mg/m2 1-2 kali seminggu
o Low dose acetyl salicylicacid
Pengobatan suportif:
o Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral
pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan
memperhatikan fungsi ginjal.
o Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, ika
diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran
Ultraviolet range A (PUVA)
o Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor
H2
Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin
disebutkan juga dapat menekan trombopoesis.
Treatment Advantages Disadvantages
Phlebotomy Low risk. Simple to
perform.
Does not control
thrombocytosis or
leukocytosis.
Hydroxyurea Controls leukocytosis and
thrombocytosis. Low
leukemogenic risk.
Continuous therapy
required.
Busulfan Easy to administer.
Prolonged remissions. Risk
of leukemogenesis
probably not high.
Overdose produces
prolonged marrow
suppression. Risks
of leukemogenesis,
long-term
pulmonary and
cutaneous toxicity.32P
Patient compliance not
required. Prolonged control
of thrombocytosis and
leukocytosis.
Expensive and
relatively
inconvenient.
Moderate
leukemogenic risk.
Chlorambuci
l
Easy to administer. Good
control of thrombocytosis
and leukocytosis.
High risk of
leukemogenesis.
Interferon Low leukemogenic Inconvenient,
potential. Effect on
pruritus.
costly, frequent
side effects.
Anagrelide Selective effect on
platelets.
Selective effect on
platelets.
Pencegahan
Karena sampai saat ini etiologi polisitemia masih belum jelas dan
berkaitan dengan mutasi gen dan aberasi kromosom, maka
pencegahan tidak dapat dilakukan.
Komplikasi
Trombosis dan perdarahan adalah masalah klinis utama. Viskositas
yang meningkat, stasis vaskular dan jumlah trombosit yang banyak
dapat mendukung timbulnya trombosis, sedangkan gangguan fungsi
trombosit dapat menyebabkan perdarahan.
A sudden massive increase in spleen size can be associated with
splenic infarction
The increase in peptic ulcer disease and for the pruritus.
Progressive cachexia.
Attendant increase in uric acid.
Intravascular thrombosis involving vital organs such as the liver,
heart, brain, or lungs.
Congestive failure.
Myeloid metaplasia can also develop with transfusion dependent
anemia.
Myelofibrosis.
Acute leukemia.
Some of the central nervous system symptoms observed in
patients with polycythemia. vera may represent a variant of
erythromelalgia.
Intermittent Headache dan Vertigo
a. Produksi berlebihan sel hematopoietic matur terutama
peningkatan jumlah sel darah merah Hiperviskositas
penurunan laju transportasi oksigen ke jaringan gangguan
oksigenasi target organ (otak) sakit kepala dan vertigo
Berkeringat di Malam Hari dan Pruritus
Generalisata
a. Proliferasi progenitor sumsum tulang neoplastik→ Pembentukan
sel-sel darah berlebihan → Hipermetabolisme→ Keringat malam
b. Proliferasi progenitor sumsum tulang neoplastik dgn mempertahankan
kemampuan diferensiasi terminal→ ↑ granulosit termasuk basofil→
↑Pelepasan histamin→ Pruritus di seluruh tubuh
a. Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan Kasus Nilai
Normal
Interpretasi
RBC mass 38 ml/kg Pria:25-35
ml/kg
Wanita: 22-32
ml/kg
Meningkat
Saturasi Oksigen 98% >92% Normal
Kadar
Eritropoietin
Menurun
Leucocyte
Alkaline
Phospatase
(LAP)
<100 mU Meningkat
Bone Marrow Hypercelullar,
normal
maturation
Cytogenetics 46 XX,
normal
46 XX,
normal
Normal
RBC mass
Peningkatan volume eritrosit total merupakan criteria mayor dari
criteria diagnosis PVSG (Polycythemia Vera Study Group).
Pemeriksaan volume eritrosit total ini menggunakan 51Cr.
Saturasi Oksigen
Pengukuran kadar saturasi oksigen diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan polisitemia sekunder fisiologis
(appropriate polycythemia). Pada penderita polisitemia vera,
saturasi oksigen normal atau diatas normal. Penurunan kadar
saturasi oksigen dapat menunjukkan polisitemia sekunder yang
disebabkan oleh hipoksia.
Kadar Eritropoietin
Pengukuran eritropoietin juga diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan polisitemia sekunder. Pada penderita polisitemia
primer, kadar eritropoietin dalam serum menurun (<4 mU/ml).
LAP
Merupakan isoenzim alkali fosfatase yang terdapat pada leukosit.
Peningkatan jumlah leukosit, terutama pada neutrofil,
menyebabkan peningkatan LAP. Peningkatan LAP juga dapat
dijumpai pada kasus neutrofilia dan penurunan LAP ditemukan
pada CML.
Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila
ada kecurigaan terhadap penyakit mieloproliferatif lainnya
seperti adanya sel blas dalam hitung jenis leukosit. Sitologi
sumsum tulang menunjukkan peningkatan selularitas
normoblastik berupa hiperplasi trilinier seri eritrosit,
megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari gambaran
histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi
megakariosit yang patologis/abnormal dan sedikit fibrosis
merupakan petanda patognomonik PV.
Jumlah cadangan besi dalam sumsum tulang dapat berkurang
atau bahkan menghilang.
Morfologi sumsum tulang termasuk salah satu criteria diagnosis
PV oleh WHO.
Sitogenetik
Pada pasien PV yang belum mendapat pengobatan P53 atau
kemoterapi sitostatik dapat dijumpai kariotip trisomi 8, 9, 1q,
delesi Y, 5q, 6q, 7q, 11 q, 13 q, 20 q, monosomi 5 dan monosomi
7 Variasi abnormalitas sitogenetik dapat dijumpai selain bentuk
tersebut di atas terutama jika pasien telah mendapatkan
pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatik sebelumnya. Kelainan
sitogenetik ini dijumpai pada kurang dari 20% pasien pada saat
diagnosis.