100

Pola Pembiayaan Usaha Kecil menengah - bi.go.id · Prospek agribisnis bawang merah saat ini cukup baik, ditunjukkan oleh permintaan konsumen yang tinggi. Permintaan dapat melonjak

  • Upload
    dodat

  • View
    244

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Pola Pembiayaan Usaha Kecil menengahUsaha bUDiDaya baWang meRah

i

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan untuk komoditas potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas (lending model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah telah menghasilkan 124 judul buku pola pembiayaan pola konvensional dan 34 judul buku pola pembiayaan pola syariah.

Dalam upaya menyebarluaskan hasil penelitian dimaksud kepada masyarakat, maka buku pola pembiayaan ini akan dimasukkan dalam minisite Info UMKM yang dapat diakses melalui internet di alamat: http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan

Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang bersedia membantu dan berkerjasama serta memberikan informasi dan masukan selama pelaksanaan kajian. Bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait isi buku ini dapat menghubungi:

BaNK INDONEsIaDepartemen Pengembangan akses Keuangan dan UMKM

Grup Pengembangan UMKMDivisi Pengembangan dan Pengaturan UMKM

Jalan M. h. Thamrin No. 2, Jakarta PusatTelp. 021 2981-7991 l Faks. 021 351-8951

Besar harapan kami, bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang pola pembiayaan komoditas bagi perbankan dan sekaligus memperluas replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut. n

JaKarTa, DeSeMBer 2013

KaTa PeNgaNTar

ii

rINgKaSaN POLa PeMBIaYaaN USaHa KeCIL MeNeNgaH USaHa BUDIDaYa BaWaNg MeraH

No Usaha PembiayaaN UraiaN

1 Jenis Usaha Usaha Budidaya Bawang Merah

2 Lokasi Usaha Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah

3 Dana yang digunakan Investasi : rp 26.323.000 Modal Kerja : rp 111.130.000 Total : rp 137.453.000

4 Sumber dana a. Kredit (60%) rp 82.471.800 b. Modal Sendiri (40%) rp 54.981.200

5 Periode pembayaran kredit Pengusaha melakukan angsuran pokok dan angsuran bunga setiap kali panen (bulan keempat), selama jangka waktu kredit (1 tahun)

6 Kelayakan Usaha a. Periode proyek 3 tahun b. Produk utama Bawang merah c. Skala proyek 1 hektar dengan produksi 10 ton/ha per siklus d. Pemasaran produk Lokal/regional/Nasional e. Teknologi Sistem intensifikasi sesuai POS Kementerian Pertanian rI

7 Kriteria Kelayakan Usaha a. NPV rp 103.630.364 b. Irr 118,50% c. Net B/C Ratio 4,94 kali d. Pay Back Period 1,51 tahun e. Penilaian Layak dilaksanakan

8 analisis Sensitivitas : Penurunan Pendapatan 10% analisis Profitabilitas a. NPV rp 6.277.294 b. Irr 23,26%

iii

No Usaha PembiayaaN UraiaN

c. Net B/C Ratio 1,24 kali d. Pay Back Period 2,85 tahun e. Penilaian Layak dilaksanakan

9 analisis Sensitivitas : Penurunan Pendapatan 11% analisis Profitabilitas a. NPV - rp 3.458.013 b. Irr 15,14% c. Net B/C Ratio 0,87 kali d. Pay Back Period 3,09 tahun e. Penilaian Tidak layak dilaksanakan

10 analisis Sensitivitas : Kenaikan Biaya Variabel 15% analisis Profitabilitas a. NPV rp 1.502.590 b. Irr 19,25% c. Net B/C Ratio 1,06 kali d. Pay Back Period 2,96 tahun e. Penilaian Layak dilaksanakan

11 analisis Sensitivitas : Kenaikan Biaya Variabel 16% analisis Profitabilitas a. NPV - rp 5.305.928 b. Irr 13,63% c. Net B/C Ratio 0,80 kali d. Pay Back Period 3,14 tahun e. Penilaian Tidak layak dilaksanakan

12 analisis Sensitivitas Kombinasi : Variabel Naik 6% dan Pendapatan Turun 6% analisis Profitabilitas a. NPV rp 4.367.412 b. Irr 21,65% c. Net B/C Ratio 1,17 kali d. Pay Back Period 2,89 tahun e. Penilaian Layak dilaksanakan

13 analisis Sensitivitas Kombinasi : Variabel Naik 7% dan Pendapatan Turun 7% analisis Profitabilitas a. NPV - rp 12.176.413 b. Irr 8,06% c. Net B/C Ratio 0,54 kali d. Pay Back Period 3,34 tahun e. Penilaian Tidak layak dilaksanakan

iv

KaTa PeNGaNTar iriNGKasaN iiDaFTar isi ivDaFTar TabeL viDaFTar Gambar viDaFTar LamPiraN vii

bab i PeNDahULUaN 1

bab ii ProFiL Usaha DaN PoLa PembiayaaN 4 2.1. Profil Usaha 5 2.2. Profil Pengusaha 6 2.3. Pola Pembiayaan 7

bab iii asPeK TeKNis ProDUKsi 10 3.1. Lokasi Usaha 11 3.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan 12 3.3. Bahan Baku 13 3.4. Tenaga Kerja 13 3.5. Teknologi 14 3.6. Proses Produksi 15 3.6.1. Pengolahan Tanah 15 3.6.2. Penyiapan Jarak Tanam 17 3.6.3. Penyiapan Benih atau Bibit 17 3.6.4. Penanaman dan Pemupukan 18 3.6.5. Penyiraman dan Pengendalian gulma 18 3.6.6. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman 20 3.6.7. Panen 22 3.6.8. Pasca Panen 23 3.7. Mutu Produksi 23 3.8. Produksi Optimum 25 3.9. Kendala atau Faktor Kritis Produksi 25

bab iV asPeK Pasar DaN PemasaraN 26 4.1. aspek Pasar 28 4.1.1. Permintaan 27 4.1.2. Penawaran 28 4.1.3. analisis Persaingan dan Peluang Usaha 28 4.2. aspek Pemasaran 32 4.2.1. Harga 32

Daftar IsI

v

4.2.2. Jalur Pemasaran Produk 33 4.2.3. Kendala Pemasaran 34

bab V asPeK KeUaNGaN 36 5.1. Pemilihan Pola Usaha 37 5.2. asumsi dan Parameter dalam analisis Keuangan 38 5.3. Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional 39 5.3.1. Biaya Investasi 39 5.3.2. Biaya Operasional 39 5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja 40 5.5. Produksi dan Pendapatan 43 5.6. Proyeksi Laba rugi dan Break Even Point 44 5.7. Proyeksi arus Kas dan Kelayakan Proyek 45 5.8. analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha 46 5.9. Kendala Keuangan 48

bab Vi asPeK eKoNomi, sosiaL DaN DamPaK LiNGKUNGaN 50 6.1. aspek ekonomi dan Sosial 51 6.2. Dampak Lingkungan 51

bab Vii KesimPULaN DaN saraN 56 7.1. Kesimpulan 57 7.2. Saran 58

DaFTar PUsTaKa 64

LamPiraN 68

DaFTar ISI

vi

Tabel 3.1. Penggolongan Mutu Bawang Merah Berdasarkan SNI 24Tabel 4.1. Data Proyeksi Kebutuhan Bawang Merah Tahun 2005 – 2025 27Tabel 4.2. Perkembangan Produksi, Luas Lahan dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia, Tahun 2009-2012 29Tabel 4.3. Data Impor dan ekspor Bawang Merah Tahun 2009-2012 31Tabel 4.4. Negara Tujuan ekspor Bawang Merah Indonesia Tahun 2012 32Tabel 5.1. asumsi dalam analisis Keuangan 38Tabel 5.2. Biaya Investasi Budidaya Bawang Merah per Hektar 40Tabel 5.3. Biaya Variabel Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar 41Tabel 5.4. Biaya Tetap Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar 41Tabel 5.5. Struktur Kebutuhan Dana Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar 42Tabel 5.6. angsuran Kredit Investasi Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar 42Tabel 5.7. angsuran Kredit Modal Kerja Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar 43Tabel 5.8. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Budidaya Bawang Merah per Hektar 44Tabel 5.9. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Budidaya Bawang Merah per Tahun 44Tabel 5.10. Proyeksi Laba-rugi Budidaya Bawang Merah per Hektar 44Tabel 5.11. Proyeksi arus Kas Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar 45Tabel 5.12. Kriteria Kelayakan Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar 46Tabel 5.13. Sensitivitas Penurunan Produksi/Penurunan Pendapatan 47Tabel 5.14. Sensitivitas Peningkatan Biaya Variabel 47Tabel 5.15. Sensitivitas Kombinasi 48

Gambar 1.1. Total Produksi dan Konsumsi Bawang Merah di Indonesia 1Gambar 2.1. Pola Tata Usaha Budidaya Bawang Merah 9Gambar 3.1. Bibit Bawang Merah 13Gambar 3.2. Pembuatan Parit (selokan) dan Penggemburan Bedengan 15Gambar 3.3. Pengolahan Tanah dan Pembuatan Bedengan 16Gambar 3.4. Jarak Tanam pada Budidaya Bawang Merah 16Gambar 3.5. Mesin Pompa Diesel dan air Masuk dalam Saluran Irigasi Lahan Budidaya 19Gambar 3.6. alat Penyiram dan Kegiatan Penyiraman 19Gambar 3.7. Kegiatan Panen Bawang Merah 22Gambar 3.8. Penjemuran Bawang Merah 23

Daftar tabel

Daftar Gambar

vii

Lampiran 1. asumsi Untuk analisis Keuangan 69Lampiran 2. Biaya Investasi 70Lampiran 3. Biaya Operasional 71Lampiran 4. Sumber Dana 72Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan 73Lampiran 6. angsuran Kredit Investasi 74Lampiran 7. angsuran Kredit Modal Kerja 75Lampiran 8. Proyeksi rugi Laba Usaha 76Lampiran 9. Proyeksi arus Kas 77Lampiran 10. analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 10% 78Lampiran 11. analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 11% 79Lampiran 12. analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 15% 80Lampiran 13. analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 16% 81Lampiran 14. analisis Sensitivitas Kombinasi : Biaya Variabel Naik 6% dan Pendapatan Turun 6% 82Lampiran 15. analisis Sensitivitas Kombinasi : Biaya Variabel Naik 7% dan Pendapatan Turun 7% 83Lampiran 16. rumus dan Cara Perhitungan untuk analisis aspek Keuangan 84

Daftar lampIran

Gambar 4.1. Data Impor dan Kebutuhan Bawang Merah 33Gambar 4.2. Jalur Pemasaran Bawang Merah 35

viii

bab IpenDaHUlUan

1

BawaNG merah merupakan tanaman umbi bernilai ekonomi tinggi ditinjau dari fungsinya sebagai bumbu penyedap masakan. Hampir semua masakan Indonesia menggunakan bawang merah dalam pembuatannya. Di samping itu bawang merah juga bisa dimanfaatkan sebagai obat herbal. Bawang merah memiliki nama lokal di antaranya: Bawang abang mirah (aceh), Bawang abang (Palembang), Dasun merah (Minangkabau), Bawang suluh (Lampung), Bawang beureum (Sunda), Brambang abang (Jawa), Bhabang merah (Madura), dan masih banyak nama lokal lainnya.

Prospek agribisnis bawang merah saat ini cukup baik, ditunjukkan oleh permintaan konsumen yang tinggi. Permintaan dapat melonjak tajam terutama menjelang hari raya keagamaan, namun karena tidak diimbangi dengan pasokan yang cukup, harga komoditas ini juga meningkat. Peluang ini dapat digunakan petani atau pedagang bawang merah untuk meraup laba yang cukup tinggi.

Produksi bawang merah sampai saat ini masih terpusat di beberapa kabupaten di Jawa yaitu Kuningan, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bantul, Nganjuk, dan Probolinggo. Berdasarkan data dari Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, permintaan bawang merah secara nasional cenderung meningkat dari tahun ke tahun, begitu pula produksi bawang merah. Pada tahun 2007 misalnya, permintaan bawang merah sebesar 909.853 ton dengan

Ket. *) Data Konsumsi nasional tidak tersedia

Gambar 1.1. Total Produksi dan Konsumsi bawang merah di indonesia (sumber, Kementan, 2013)

BaB I – PeNDaHULUaN

2

produksi 807.000 ton, tahun 2008 permintaan meningkat menjadi 934.301 ton dengan produksi 855.000 ton. Pada tahun 2009, kebutuhan bawang merah di Indonesia mencapai 936.103 ton dengan produksi 965.164 ton dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 976.284 ton dengan produksi 1.048.228 ton. Penurunan produksi terjadi pada tahun 2011 yaitu produksi sebesar 893.124 ton. Peningkatan produksi bawang merah diprediksi terjadi pada tahun 2012 menjadi 960.179 ton.

Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 provinsi di Indonesia. Provinsi penghasil utama (luas areal panen > 1000 hektar per tahun) bawang merah diantaranya adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, dan Sulawesi Selatan. Kesembilan provinsi ini menyumbang 95,8% (Jawa memberikan kontribusi 75%) dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2013. Konsumsi rata-rata bawang merah per kapita untuk tahun 2008-2012 berkisar antara 2,36 kg dan 2,74 kg/tahun. gambar 1.1. menunjukkan perkembangan produksi dan konsumsi bawang merah tahun 2007-2012.

Profil usaha tani bawang merah terutama dicirikan oleh 80% petani yang merupakan petani kecil dengan luas lahan usaha kurang dari 1 ha. Berbagai varietas bawang merah yang diusahakan petani diantaranya adalah Kuning (rimpeg, Berawa, Sidapurna, dan Tablet), Bangkok Warso, Bima Timor, Bima Sawo, Bima Brebes, engkel, Bangkok, Filipina, dan Thailand. adapun varietas bawang merah yang lebih disukai petani untuk ditanam pada musim kemarau adalah varietas Philippines (impor).

Beberapa komponen teknologi budidaya tanaman bawang merah telah dihasilkan oleh lembaga penelitian, antara lain: (a) tiga varietas unggul bawang merah yang sudah dilepas, yaitu varietas Kramat-1, Kramat-2, dan Kuning; (b) teknik budidaya bawang merah di lahan kering maupun lahan sawah, secara monokultur atau tumpang sari/gilir; (c) komponen PHT-budidaya tanaman sehat, pengendalian secara fisik/mekanik, pemasangan perangkap, pengamatan secara rutin, dan penggunaan pestisida berdasarkan ambang pengendalian; serta (d) bentuk olahan-tepung dan bubuk. Tujuan pengembangan agribisnis bawang merah mencakup: (a) menyediakan benih varietas unggul bawang merah kualitas impor sebagai salah satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan terhadap pasokan impor), (b) meningkatkan produksi bawang merah rata-rata 5.24% per tahun selama periode 2005–2010, (c) mengembangkan industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kontinuitas pasokan benih bermutu, serta (d) mengembangkan diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah. Substansi pengembangan agribisnis bawang merah diarahkan pada: (a) pengembangan ketersediaan benih unggul, (b) pengembangan sentra produksi dan perluasan areal tanam, serta (c) pengembangan produk olahan.

BaB I – PeNDaHULUaN

3

Puncak panen bawang merah di Indonesia terjadi hampir selama 6-7 bulan setiap tahun, dan terkonsentrasi antara bulan Juni-Desember-Januari, sedangkan bulan kosong panen terjadi pada bulan Februari-Mei dan November. Berdasarkan pengamatan tersebut, musim tanam puncak diperkirakan terjadi pada bulan april-Oktober. Selama ini budidaya bawang merah diusahakan secara musiman (seasonal), yang pada umumnya dilakukan pada musim kemarau (april-Oktober), sehingga mengakibatkan produksi dan harganya berfluktuasi sepanjang tahun. Untuk mencegah terjadinya fluktuasi produksi dan fluktuasi harga yang sering merugikan petani, maka perlu diupayakan budidaya yang dapat berlangsung sepanjang tahun, antara lain melalui budidaya di luar musim (off season). Dengan melakukan budidaya di luar musim dan membatasi produksi pada saat bertanam normal sesuai dengan permintaan pasar, diharapkan produksi dan harga bawang merah di pasar akan lebih stabil.

Selama ini usaha budidaya bawang merah dibiayai oleh petani sendiri, masih belum banyak yang memperoleh pembiayaan dari kredit perbankan. Kesenjangan informasi (asymmetric information) antara produk perbankan beserta persyaratan yang ditetapkan dengan pengetahuan yang dimiliki usaha mikro kecil (UMK) sebagai salah satu dari berbagai penyebab masih belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan pada sektor usaha produktif. Di satu sisi, pelaku UMK masih mengalami keterbatasan informasi mengenai pola usaha yang layak dibiayai bank. Ternyata di sisi lain, perbankan juga masih kekurangan informasi tentang komoditi usaha yang potensial untuk dibiayai, sehingga aksesibilitas UMK ke perbankan semakin terkendala. Dalam upaya pengembangan UMK dan peningkatan fungsi intermediasi perbankan, maka penyediaan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas/usaha potensial dalam bentuk “model/pola pembiayaan komoditas (lending model)” akan membantu perbankan dalam meningkatkan pembiayaan kepada komoditas/usaha potensial tersebut sekaligus sebagai rujukan bagi pelaku usaha dalam rangka pengembangan usahanya.

Menindaklanjuti hal tersebut, Bank Indonesia melakukan penelitian model pembiayaan (Lending Model) Usaha Budidaya Bawang Merah. Sebagai model dilakukan penelitian di Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu sentra produksi bawang merah. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperluas pembiayaan terhadap UMKM sekaligus melengkapi informasi tentang pola pembiayaan komoditas potensial bagi perbankan di daerah. Pemilihan komoditas/usaha bawang merah ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta bahwa bawang merah merupakan salah satu produk usaha di sektor industri. Komoditas ini telah banyak diusahakan oleh masyarakat dalam skala usaha rumah tangga sehingga menjadi salah satu sumber mata pencaharian yang dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan keluarga, dan memberikan multiplier effect pada masyarakat di sekitarnya. n

BaB I – PeNDaHULUaN

4

bab IIprOfIl UsaHa Dan pOla pembIaYaan

5

BaB II – PrOFIL USaHa DaN POLa PeMBIaYaaN

2.1. ProFiL Usaha

DI Indonesia, daerah sentra produksi bawang merah utama adalah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Brebes merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki total lahan terbesar yang diusahakan untuk komoditas bawang merah. Kabupaten Brebes memasok sekitar 75% kebutuhan bawang merah di Provinsi Jawa Tengah dan 23% kebutuhan bawang merah nasional. Dengan produksi sebesar 267.500 ton pada tahun 2012, pertanian bawang merah menyumbang PDrB Kabupaten Brebes sebesar 58% (BPS Kabupaten Brebes). Beberapa varietas bawang merah yang dikembangkan di Kabupaten Brebes adalah varietas Bima Brebes, Kuning, Timor, Sumenep, dan varietas bawang merah impor seperti dari Filipina dan Bangkok (ditanam pada musim kemarau). Namun hanya bawang merah varietas Bima dan varietas Kuning yang dikembangkan di Kelurahan Brebes karena kedua varietas ini lebih adaptif.

Bawang merah di Kelurahan Brebes ditanam dengan sistem monokultur dan bergilir, dengan waktu panen raya pada bulan Mei-Juni dan agustus-September. Beberapa faktor iklim yang penting dalam budidaya bawang merah adalah ketinggian tempat, temperatur, cahaya, curah hujan, dan angin. Sebagai komoditas unggulan yang sekaligus menjadi andalan di Kabupaten Brebes, bawang merah dikembangkan di 10 wilayah kecamatan yang menjadi sentra produksi komoditas utama tersebut, yaitu Kecamatan Wanasari, Bulakamba, Larangan, Tanjung, Losari, Kersana, Ketanggungan, Larangan, Songgom, dan Brebes.

Usaha budidaya bawang merah di Kabupaten Brebes merupakan usaha pokok atau sebagai mata pencaharian utama keluarga, dan diusahakan secara perorangan dengan satu siklus budidaya bawang merah dari mulai persiapan tanam sampai pemanenan berkisar 60 - 90 hari.

Jumlah total kebutuhan tenaga kerja untuk usaha budidaya bawang merah satu musim tanam sekitar 1.400 HOK (Hari Orang Kerja) per ha. Oleh karena itu, sebagian besar petani bawang merah menggunakan tenaga kerja tambahan yang berasal dari sekitar lokasi usaha. Sebagian petani bawang merah mengerjakan usaha budidaya di tanah milik pribadi, baik itu yang berada di dekat rumah tinggal maupun yang terpisah jauh dari lahan rumah. Beberapa petani ada yang menyewa tanah milik orang lain sebagai tambahan untuk budidaya bawang merahnya. Sistem yang dipakai dalam menyewa lahan dapat berupa bagi hasil panen maupun penentuan nilai sewa dalam bentuk nominal rupiah.

Petani-petani bawang merah di Kabupaten Brebes umumnya telah tergabung dalam kelompok tani yang kemudian bergabung membentuk gabungan kelompok tani (gapoktan). Kelompok tani ini berfungsi untuk

6

mengkoordinir maupun mengusahakan kebutuhan petani dalam budidaya bawang merah. Namun hanya sedikit kelompok tani yang mengusahakan pasar bagi anggotanya. Hal ini disebabkan petani-petani bawang merah cenderung lebih suka menjual kepada pedagang desa/kecamatan yang datang langsung ke lahan budidaya bawang merah. Pedagang-pedagang ini umumnya langsung membayar kontan yang lebih disukai petani sehingga uang hasil panen tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2.2. ProFiL PeNGUsaha

Budidaya bawang merah dilakukan oleh petani dengan luasan 1-5 ha dan termasuk usaha mikro dan kecil (UMK). Diversifikasi usaha budidaya bawang merah ini terlihat dari jenis/varietas bawang merah, misalnya bawang merah konsumsi (Varietas Bima Brebes) atau penangkaran bibit/umbi bawang merah. Walaupun sebagian besar petani sudah tergabung dalam Kelompok Tani maupun gapoktan, namun pada prakteknya, agribisnis bawang merah kebanyakan dilakukan secara individu para petani. artinya, fungsi kelompok tani atau gapoktan belum dijalankan secara maksimal.

Usaha budidaya bawang merah di Kabupaten Brebes pada umumnya adalah usaha keluarga yang telah dilaksanakan secara turun-temurun. Sebagian besar petani bawang merah sudah melakukan budidaya bawang merah hingga 15-25 tahun. Motivasi pendirian usaha ini diantaranya adalah karena harga jual bawang merah yang cukup baik dengan pola perubahan yang statis, meneruskan usaha yang telah ada (usaha keluarga), pemasaran yang terjamin, sumber daya alam yang mendukung, teknologi tersedia atau adanya pengalaman dengan keterampilan yang sederhana. Untuk mencapai produktivitas bawang merah yang maksimal, budidayanya harus dilakukan intensif sehingga perlu keuletan dan ketelatenan yang ekstra, terutama dalam hal pengendalian hama dan penyakit bawang merah. Bawang merah termasuk komoditi yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit dan tingkat kerusakan akibat serangan hama penyakit tersebut bisa menyebabkan gagal panen.

Petani-petani bawang merah di Kabupaten Brebes sudah beberapa kali mendapat pelatihan mengenai teknik budidaya yang baik. Diantaranya adalah pelatihan dari dinas pertanian berupa penyuluhan penggunaan pestisida yang baik dalam bentuk Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), pembinaan kelompok tani dan teknologi panen serta pascapanen bawang merah. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pelatihan mengenai manajemen dan pembiayaan/pemodalan usaha bawang merah. Saling bertukar informasi dan pengalaman juga dilakukan petani-petani bawang merah dengan pengusaha/petani bawang merah yang telah sukses. Berbagai

BaB II – PrOFIL USaHa DaN POLa PeMBIaYaaN

7

pengalaman dan pelatihan mengindikasikan bahwa petani bawang merah khususnya di Kabupaten Brebes sudah memiliki tingkat keterampilan yang sangat baik. Namun hal ini juga menimbulkan sisi negatif terutama perihal penerimaan teknologi baru menyangkut teknis budidaya maupun perniagaan bawang merah.

Petani bawang merah di Kabupaten Brebes terbuka terhadap teknologi dan pengalaman dalam membudidayakan bawang merah. Namun apabila ada teknologi baru yang diaplikasikan, petani bawang merah umumnya meminta jaminan apabila terjadi gagal panen. Hal ini karena modal usaha untuk membudidayakan bawang merah sangat besar dan membutuhkan tenaga kerja cukup banyak. Oleh karena itu, pada umumnya petani bawang merah sebagian modal usaha budidayanya diperoleh dengan pembiayaan dari bank komersial seperti Bank rakyat Indonesia (BrI) cabang Brebes.

2.3. PoLa PembiayaaN

Pola pembiayaan usaha budidaya bawang merah berasal dari petani/pengusaha sendiri (modal sendiri), kredit/pembiayaan bank, ataupun berasal dari lembaga keuangan non bank (dengan mekanisme pencairan dana dan pembayaran kredit melalui bank). Proporsi pola pembiayaan ini bervariasi antar petani/pengusaha untuk pembiayaan komersial, sedangkan untuk pembiayaan khusus atau bantuan biasanya tetap atau sama. Pola pembiayaan ini juga sangat tergantung pada skala usaha (luasan lahan yang dikelola). Beberapa pengusaha/petani menggunakan 100% modal sendiri dari perputaran usahanya atau dukungan dari usaha lainnya, dan pola pembiayaannya menggunakan kombinasi antara modal sendiri dan kredit bank/non bank.

Pada umumnya, di awal pendirian usaha, seluruh pendanaan berasal dari pemilik usaha, baik pribadi maupun dukungan usaha lainnya. Dalam perkembangannya, beberapa pengusaha berhasil mendapatkan kredit dari bank, kemitraan, dan bantuan program dari Dinas terkait. Beberapa bank yang memberikan kredit untuk usaha budidaya bawang merah adalah BrI, Bank Mandiri, BNI, sedangkan kredit yang berasal dari program pemerintah misalnya KUr, PUaP, dana bergulir maupun dana bantuan program Dinas Pertanian. Pola bantuan kredit benih oleh mitra usaha (industri) juga merupakan bentuk lain dari pola pembiayaan budidaya bawang merah.

Skim kredit modal kerja yang diberikan oleh BrI di tingkat unit untuk skim KUr dengan plafon rp100 juta, sudah terealisasi lebih dari rp8,4 miliar di wilayah Brebes. Untuk pinjaman kredit lebih besar dari rp100 juta lebih diarahkan kepada BrI cabang Kabupaten Brebes. Kredit/pembiayaan usaha budidaya bawang

BaB II – PrOFIL USaHa DaN POLa PeMBIaYaaN

8

merah sebagian besar disalurkan kepada nasabah perorangan. Pengajuan kredit yang dilakukan oleh kelompok tani relatif sedikit namun dengan jumlah pinjaman yang lebih besar daripada nasabah perorangan.

Ketentuan kredit yang ditetapkan BrI untuk bunga flat dan besarannya tergantung nilai kredit yang diajukan. BrI memberikan grace period selama 3 bulan untuk setiap musim tanam dengan jangka waktu pengembalian 1 tahun. Penetapan grace period tersebut berdasarkan pada kondisi usaha budidaya bawang merah yang dalam satu siklus produksinya memerlukan waktu 4 bulan. Dengan grace period 3 bulan, debitur dapat mengembalikan pinjaman pada bulan ke-4 pada saat panen. Mekanisme permohonan kredit di BrI juga relatif cepat. Dalam jangka waktu 1 minggu setelah pengajuan permohonan, dana sudah dapat dibayarkan ke debitur. Persyaratan keikutsertaan dana debitur sendiri sebesar 30-50%, namun bukan persyaratan utama. Syarat utama dari bank-bank komersial untuk memberikan kredit umumnya lebih kepada karakter calon debitur.

Sejauh ini, bank-bank komersial yang menyalurkan kredit kepada petani bawang merah jarang mengalami permasalahan. Masalah umumnya terjadi apabila terjadi lonjakan harga bawang merah di pasaran dan serangan hama penyakit yang tinggi. Namun lonjakan harga bawang merah sangat jarang sekali terjadi dan pengendalian hama penyakit bawang merah sudah dipahami dengan baik oleh petani bawang merah. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya bawang merah sebetulnya sangat menguntungkan dan potensial untuk dibiayai perbankan.

Untuk pola usaha budidaya bawang merah dengan sistem kemitraan, setiap pelaku kemitraan memiliki hak dan kewajiban yang telah dibuat pada awal kerjasama. Secara umum, pihak industri bawang merah berkewajiban untuk menyediakan modal dalam bentuk bibit atau uang untuk usaha budidaya bawang merah. Selain itu, pihak industri olahan bawang merah juga membeli hasil panen bawang merah yang diusahakan petani mitra. Modal awal yang diberikan tersebut dikembalikan oleh petani ketika selesai panen (sistem yarnen=bayar panen) bawang merah. Petani bawang merah yang bermitra juga diwajibkan untuk mengusahakan hasil panen bawang merah sesuai kriteria yang dibutuhkan pihak industri olahan bawang merah.

Dalam kerjasama kemitraan ini dilakukan pemantauan secara ketat. Petani yang menjual bawang merah hasil panen ke pihak selain industri mitra akan dikenakan sanksi. Kondisi ini seringkali terjadi apabila harga bawang merah di pasaran lebih tinggi daripada harga kesepakatan awal yang ditetapkan. Pola kemitraan ini umumnya berlandaskan pada azas saling percaya dan rekam jejak kelompok tani atau petani. Dalam kerjasama ini petani menginginkan adanya kontrak resmi secara hukum sehingga dapat digunakan untuk mengajukan

BaB II – PrOFIL USaHa DaN POLa PeMBIaYaaN

9

BaB II – PrOFIL USaHa DaN POLa PeMBIaYaaN

Gambar 2.1. Pola Tata Usaha budidaya bawang merah

Lembaga Pembiayaan

Kredit modal kerjaKredit Investasi

Pelunasan Kredit

Pasar

Gapoktan

Kelompok Tani

Petani Petani

PenyediaSaprodi

Industri

Produk Olahan

l Penyuluh Lapangl Pendampinganl Dll

kredit/pembiayaan kepada bank. Pola tata usaha dalam budidaya bawang merah dapat dilihat pada gambar 2.1. n

10

bab IIIaspeK teKnIs

prODUKsI

11

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

3.1. LoKasi Usaha

PEMILIhaN lokasi budidaya bawang merah harus disesuaikan dengan persyaratan tumbuh bawang merah untuk mencegah kegagalan proses produksi sehingga dapat menghasilkan bawang merah sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan dan tidak merusak lingkungan. Secara umum lahan yang digunakan bukan bekas tanaman sejenis atau se-famili. Lahan terbuka dan tidak ternaungi sehingga matahari dapat langsung menyinari tanaman. Lokasi lahan diusahakan dekat dengan mata air untuk memenuhi ketersediaan air irigasi.

Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi ±1.100 m (ideal 0 - 800 m) di atas permukaan laut, tetapi produksi terbaik dihasilkan dari dataran rendah yang didukung keadaan iklim yang meliputi suhu udara antara 25-32ºC dan iklim kering, tempat terbuka dengan pencahayaan ±70%, karena bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup panjang.

Jenis tanah yang cocok untuk budidaya bawang merah adalah jenis tanah alluvial dan regosol dengan tipe iklim (klasifikasi Oldeman dan Irsal) C3 = 5 - 6 bulan basah dan 4 - 6 bulan kering; atau D3 = 3 - 4 bulan basah dan 4 - 6 bulan kering; atau e3 = 3 bulan basah dan 4–6 bulan kering.

Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara 1.300-2.500 mm/tahun. Kelembaban udara (nisbi) untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta hasil produksi yang optimal, bawang merah menghendaki kelembaban udara nisbi antara 80-90%. Intensitas sinar matahari penuh lebih dari 10 jam/hari, oleh sebab itu tanaman ini tidak memerlukan naung-an/pohon peneduh.

Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi. Bawang merah tumbuh baik pada tanah subur, gembur, dan banyak mengandung bahan organik dengan dukungan jenis tanah lempung berpasir atau lempung berdebu, derajat kemasaman tanah (pH) untuk bawang merah antara 5,5 - 6,5. Tata air (drainase) dan tata udara (aerasi) dalam tanah harus berjalan baik, tidak boleh ada genangan. Tiupan angin sepoi-sepoi berpengaruh baik bagi tanaman sehingga laju fotosintesis dan pembentukan umbinya akan tinggi. angin merupakan faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah. Dengan sistem perakaran yang sangat dangkal, angin kencang yang berhembus terus-menerus secara langsung dapat menyebabkan kerusakan tanaman.

Sentra produksi bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah memiliki ketinggian tempat 500-900 m dpl, suhu udara berkisar 27-28ºC dengan curah hujan 2.149 mm/tahun. Tipe tanah yang digunakan untuk kegiatan budidaya

12

tanaman bawang merah adalah alluvial kelabu. Sebelah utara Kabupaten Brebes dibatasi oleh Laut Jawa, sebelah timur dengan Kota Tegal dan Kabupaten Tegal, sebelah selatan dengan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap, dan sebelah barat dengan Provinsi Jawa Barat.

3.2. FasiLiTas ProDUKsi DaN PeraLaTaN

Pelaksanaan usaha budidaya bawang merah secara umum mengikuti Prosedur Operasional Standar (POS) yang diterbitkan Kementerian Pertanian diharapkan dapat mengurangi kehilangan hasil yang masih besar, pencapaian produktivitas yang maksimal, serta kualitas umbi bawang merah yang sesuai standar. agar dapat melaksanakan POS tersebut diperlukan fasilitas dan peralatan produksi yang sesuai aktivitasnya.

Secara garis besar, peralatan yang digunakan dalam produksi bawang merah tidak berbeda dengan tanaman sayuran lainnya, yaitu:a. Parang/arit/golok untuk memotong dan membersihkan semak belukar

yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman muda.b. Cangkul/kored untuk membersihkan tanah dari rumput dan sisa-sisa semak

belukar/tanaman yang tertinggal, untuk mengolah tanah, mengambil dan mengangkat pupuk organik, untuk meninggikan bedengan.

c. Keranjang/pikulan/carangka untuk mengangkut hasil pembersihan lahan, mengangkut pupuk ke lahan.

d. gacok untuk mengolah tanah.e. Meteran sebagai alat ukur menentukan ukuran bedengan dan parit.f. Tali untuk tarikan bedengan dan parit agar diperoleh bedengan dan parit

yang lurus.g. Keranjang/pikulan/ember untuk menampung benih dan pupuk,

mengangkut umbi yang telah dipanen.h. Pompa air digunakan untuk memompa air dari sumber air (air tanah,

embung/kolam penampung air hasil pemompaan, sungai).i. Selang air/sprinkler/drip/emrat untuk mengalirkan air ke areal pertanaman.j. Power sprayer, mist blower, hand sprayer sebagai alat untuk mengaplikasikan

pestisida.k. ember, drum, alat pengaduk untuk mencampur pestisida dengan air.l. Takaran untuk menakar pestisida dengan air.m. Terpal digunakan sebagai alas dan naungan dalam pengumpulan hasil

panen di lahan pertanaman.n. Timbangan untuk menimbang hasil panen.

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

13

3.3. bahaN baKU

Bahan baku utama dalam proses produksi bawang merah adalah bibit bermutu dari varietas unggul. ada beberapa varietas atau kultivar yang berasal dari daerah-daerah tertentu, seperti Sumenep, Bima, Lampung, Maja, dan sebagainya, dimana satu sama lain memiliki perbedaan yang jelas. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang (BaLITSa) telah melepas beberapa varietas bawang merah, yaitu Kuning, Kramat 1, dan Kramat 2. Kualitas umbi bawang merah tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, seperti warna, kepadatan, rasa, aroma, dan bentuk. Bawang merah yang berwarna merah memiliki umbi padat, rasa pedas, aroma wangi jika digoreng, dan bentuk lonjong, lebih menarik dan disukai oleh konsumen.

Umbi bibit yang besar dapat menyediakan cadangan makanan yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya di lapangan. Umbi bibit berukuran besar (>1.8 cm) akan tumbuh lebih vigor, menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih besar, sehingga dihasilkan jumlah umbi

per tanaman dan total hasil yang tinggi. akan tetapi jika dihitung berdasarkan beratnya bibit, harga umbi bibit berukuran besar relatif mahal, sehingga umumnya petani menggunakan umbi bibit berukuran sedang. Umbi bibit berukuran kecil (<1,5 cm) akan memiliki pertumbuhan lemah dan hasil rendah. Penggunaan umbi bibit besar tidak meningkatkan persentase bobot umbi berukuran besar yang dihasilkan, tetapi total hasil per plot lebih tinggi jika umbi bibit besar yang ditanam (gambar 3.1).

Banyaknya umbi bibit yang diperlukan dapat diperhitungkan berdasarkan jarak tanam dan berat umbi bibit. Sebagai contoh, dari petakan seluas 1 m2 dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm dapat ditanam 40 tanaman, maka untuk lahan 1 ha dengan efisiensi lahan 90% diperlukan umbi bibit 9.000 x 40 umbi = 360.000 umbi, seberat 360.000 umbi x 5 g = 1.800 kg bersih. Oleh karena itu untuk setiap 1 ha areal tanaman bawang merah diperlukan penyediaan umbi bibit kotor tidak kurang dari 2.000 kg.

3.4. TeNaGa Kerja

Tenaga kerja usaha tani bawang merah berasal dari keluarga tani (suami dan isteri) dan tenaga upah/harian (pria/wanita). Upah harian pria lebih mahal

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

Gambar 3.1. bibit bawang merah siap Ditanam

14

daripada wanita, yaitu rp40.000,00/hari untuk pria dan rp25.000,00/hari untuk wanita. Banyaknya tenaga upah harian yang digunakan sangat bergantung jenis pekerjaan dan luas lahan yang diusahakan. Pekerjaan yang cukup berat, seperti mengolah tanah, mengangkut sarana produksi dan hasil produksi, menyemprot dan menyiram, lebih dominan dikerjakan oleh pria, sedangkan wanita lebih dominan untuk pekerjaan yang lebih ringan, seperti menanam, memupuk, menyulam, menyiangi, dan panen.

3.5. TeKNoLoGi

Teknologi yang diterapkan dalam usaha budidaya bawang merah didasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki oleh petani atau pengusaha. Sebagian petani bawang merah telah memiliki wawasan teknik budidaya yang diwariskan orang tuanya. Beberapa petani atau pengusaha senantiasa memperbaharui pengetahuan dan wawasannya dengan mengikuti penyuluhan, pelatihan teknis, dan manajemen. Usaha budidaya bawang merah masih menerapkan teknologi sederhana dan pengetahuan lokal yang ditunjang dengan ketelitian dan pengelolaan yang baik. Teknologi budidaya yang diterapkan pada skala usaha yang besar (pengelolaan lahan yang luas) mulai dari penyiapan lahan hingga pemanenan dilakukan secara semi mekanis. Untuk pengolahan tanah menggunakan gacok, penyemprotan menggunakan mesin semprot, maupun irigasi dengan teknik siram manual. Secara umum, usaha budidaya bawang merah menerapkan sistem intensifikasi dengan mengacu pada teknik budidaya yang baik dan benar sesuai Prosedur Operasional Standar (POS) budidaya bawang merah yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian.

Berbagai hasil penelitian telah dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk mendukung pengembangan agribisnis bawang merah di Indonesia. Beberapa komponen teknologi budidaya tanaman bawang merah yang telah dihasilkan diantaranya adalah (a) varietas unggul: Kramat-1, Kramat-2, dan Kuning yang memiliki karakteristik potensi hasil 21-25 ton/ha, cocok ditanam di dataran rendah, cocok ditanam di musim kemarau karena tahan terhadap kekeringan dan suhu tinggi, toleran terhadap penyakit, serta cocok untuk processing; (b) teknik budidaya di lahan kering/tegalan, lahan sawah, sistem pertanaman monokultur atau sistem pertanaman tumpang-gilir dengan cabai merah; (c) komponen PHT: budidaya tanaman sehat, pengendalian secara fisik/mekanik, pemasangan perangkap, pengamatan secara rutin, penggunaan biopestisida, dan penggunaan pestisida berdasarkan ambang pengendalian; serta (d) teknologi pasca panen: pemanfaatan bawang merah dalam bentuk olahan tepung/bubuk.

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

15

3.6. Proses ProDUKsi

Upaya produksi sesuai dengan norma budidaya yang baik dan benar perlu dilakukan untuk menghasilkan bawang merah yang berkualitas dengan produktivitas yang optimal. Oleh karena itu, pelaksanaan Prosedur Operasional Standar (POS) budidaya bawang merah seperti yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian harus konsisten dan terdokumentasi dengan baik oleh setiap pelaku usaha. Pelaksanaan POS yang baik dapat menghasilkan produktivitas sebesar 15-20 ton/ha (tergantung varietas bawang merah). agar dapat melaksanakan POS tersebut, diperlukan proses produksi yang sesuai tahapan seperti di bawah ini.

3.6.1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan pada saat tidak hujan 2-4 minggu sebelum tanam. Tujuannya untuk menggemburkan tanah, memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan membasmi sisa-sisa gulma. Pengolahan tanah diawali dengan pembuatan parit sebagai jarak antar bedengan dengan lebar 40-50 cm (gambar 3.2.), kemudian tanah dicangkul sedalam 40 cm. Budidaya dilakukan pada bedengan yang telah disiapkan dengan ukuran yang dikehendaki serta arah bedengan yang benar. Ukuran lebar bedengan 100-200 cm dengan ketinggian 30-50 cm, dan panjangnya sesuai kebutuhan (gambar 3.3.).

Pengolahan lahan dimulai dengan pembuatan bedengan. Proses ini membutuhkan 10 orang tenaga laki-laki dengan lama waktu pengerjaan selama 2 hari (20 HOK). arah bedengan adalah timur-barat dengan lebar 1-2 m

Gambar 3.2. Pembuatan Parit dan Penggemburan bedengan

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

16

dengan panjang disesuaikan keadaan lahan. Seminggu kemudian, bedengan digemburkan yang membutuhkan tenaga kerja 40 HOK laki-laki. Bedengan kemudian dibiarkan selama 1-2 minggu agar hama dan penyakit tanah dapat diminimalkan, serta benih-benih gulma yang ada dalam tanah juga mengalami kematian. Setelah 2 minggu, dilakukan pembersihan rumput-rumput yang ada di lahan dan pembuatan parit di antara bedengan dengan membutuhkan 20 HOK laki-laki. air kemudian dialirkan ke lahan sampai batas permukaan tanah, sehingga tanah mendapat kandungan air yang cukup. Seminggu kemudian dilakukan pemberian pupuk kandang dan penggemburan tanah kembali yang membutuhkan 20 HOK laki-laki. Setelah seminggu didiamkan, tanah siap untuk ditanami bawang merah. Total waktu pengerjaan pengolahan lahan adalah 4 minggu dengan jumlah tenaga kerja 100 HOK laki-laki.

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

Gambar 3.3. Pengolahan Tanah dan Pembuatan bedengan

Gambar 3.4. Jarak Tanam pada budidaya bawang merah

17

3.6.2. Penyiapan jarak Tanam

Pengaturan jarak tanam pada dasarnya bertujuan memberi kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami persaingan dalam hal pengambilan air, unsur hara dan cahaya matahari, serta memudahkan pemeliharaan tanaman. Jarak tanam yang kurang tepat dapat merangsang pertumbuhan gulma, sehingga dapat menurunkan hasil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil bawang merah tertinggi diperoleh pada penggunaan umbi bibit besar (>10 g) dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm, tetapi secara statistik tidak berbeda nyata dengan penggunaan umbi bibit sedang (5-10 g) dan jarak tanam yang sama. Penanaman umbi bawang merah dilakukan oleh pekerja wanita sebanyak 25 orang selama 2 hari atau 50 HOK wanita.

3.6.3. Penyiapan benih atau bibit

Penggunaan benih bermutu merupakan syarat mutlak dalam budidaya bawang merah. Varietas bawang merah yang dapat digunakan adalah Bima, Brebes, ampenan, Medan, Keling, Maja Cipanas, Sumenep, Kuning, Timor, Lampung, Banteng dan varietas lokal lainnya. Perbedaan produktivitas dari setiap varietas/kultivar tidak hanya bergantung pada sifatnya, namun juga banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi daerah. Iklim, pemupukan, pengairan, dan tanah merupakan faktor penentu dalam produktivitas maupun kualitas umbi bawang merah.

Tanaman biasanya dipanen cukup tua antara 60-80 hari, telah diseleksi di lapangan dan di tempat penyimpanan. Umbi yang akan digunakan untuk bibit harus berasal dari tanaman yang sudah cukup tua umurnya, yaitu sekitar 70-80 hari setelah tanam. Umbi untuk bibit sebaiknya berukuran sedang (5-10 g). penampilan umbi bibit harus segar dan sehat, bernas (padat, tidak keriput), dan warnanya cerah (tidak kusam). Umbi bibit sudah siap ditanam apabila telah disimpan selama 2-4 bulan sejak panen dan tunasnya sudah sampai ke ujung umbi.

Faktor yang cukup menentukan kualitas umbi bibit bawang merah adalah ukuran umbi. Berdasarkan ukuran umbi, umbi bibit digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu:l Umbi bibit besar (ø = > 1,8 cm atau > 10 g)l Umbi bibit sedang (ø = 1,5-1,8 cm atau 5-10 g)l Umbi bibit kecil (ø = < 1,5 cm atau < 5 g)

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

18

3.6.4. Penanaman dan Pemupukan

Penanaman dilakukan pada akhir musim hujan. Dengan alat penugal, lubang tanam dibuat sedalam rata-rata setinggi umbi. Cara penanamannya, yaitu: kulit pembalut umbi dikupas terlebih dahulu dan dipisahkan siung-siungnya. Sebagai catatan, untuk umbi bawang merah yang telah disimpan lebih dari 40 hari, pada saat penanaman tidak perlu dilakukan pemotongan ujung umbi. Hal ini disebabkan umbi tersebut sudah cukup masa dorman, tingkat pertumbuhan cukup baik dan tingkat kematian umbi juga rendah. Sedangkan untuk umbi yang disimpan kurang dari 40 hari, perlu dilakukan pemotongan ujung umbi untuk mempercepat keluarnya tunas dengan memotong ujung bibit hingga 1/3 bagian. Bibit ditanam berdiri di atas bedengan sampai permukaan irisan tertutup oleh lapisan tanah yang tipis.

Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik yang sudah matang seperti pupuk kandang ayam dengan dosis 5-6 ton/ha, atau kompos dengan dosis 4-5 ton/ha khususnya pada lahan kering. Pemberian pupuk kandang dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah. Pupuk lainnya yaitu pupuk buatan dengan dosis pupuk Urea 200 kg/ha, Za 300 kg/ha, SP-36 250 kg/ha, KCl 200 kg/ha, dan TSP 250 kg/ha. Pemupukan dilakukan 3 kali dalam 1 musim tanam. Pemupukan pertama dilakukan seminggu setelah tanam, yaitu Urea 100 kg/ha, Za 150 kg/ha, SP-36 150 kg/ha, TSP 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Pemupukan kedua dilakukan 3 minggu setelah tanam yaitu Urea 50 kg/ha, Za 75 kg/ha, SP-36 50 kg/ha, TSP 75 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha. Pemupukan terakhir dilakukan pada saat bawang merah berumur 6 minggu setelah tanam yaitu Urea 50 kg/ha, Za 75 kg/ha, SP-36 50 kg/ha, TSP 75 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha. Kegiatan pemupukan dilakukan oleh 10 orang dengan waktu 2 hari (20 HOK). Jadi, dalam satu musim tanam bawang merah untuk kegiatan pemupukan membutuhkan 60 HOK wanita.

3.6.5. Penyiraman dan Pengendalian Gulma

Walaupun tidak memerlukan banyak hujan, tetapi tanaman bawang merah memerlukan air yang cukup selama pertumbuhannya melalui penyiraman. Pertanaman di lahan bekas sawah dalam keadaan terik di musim kemarau memerlukan penyiraman yang cukup, biasanya 1 kali dalam sehari pada pagi atau sore hari, sejak tanam sampai menjelang panen. Penyiraman yang dilakukan pada musim hujan umumnya ditujukan untuk membilas daun tanaman, yaitu untuk menurunkan percikan tanah yang menempel pada daun bawang merah. Penyiraman dapat menggunakan gembor atau sprinkler, atau dengan cara menggenangi air di sekitar bedengan yang disebut sistem leb (gambar 3.5).

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

19

Penyiraman dilakukan dengan terlebih dahulu memompa air tanah dengan menggunakan mesin pompa diesel. Dengan menggunakan mesin pompa tersebut, air akan keluar kemudian dialirkan masuk ke dalam lahan budidaya bawang merah. air yang menggenangi/memenuhi parit tersebut kemudian digunakan untuk mengairi bawang merah. Cara penyiraman bawang merah adalah dengan menggunakan ember atau gembor kecil (gambar 3.6). Dengan gembor/ember kecil tersebut, petani akan berjalan sepanjang parit sambil menyiram bawang merah yang airnya berasal dari air tanah hasil dari pompa diesel.

Pertumbuhan gulma pada pertanaman bawang merah yang masih muda sampai umur 2 minggu sangat cepat. Oleh karena itu, penyiangan merupakan keharusan dan dilakukan secara intensif untuk luasan yang terbatas. Penyiangan dapat dilakukan bersamaan dengan penyiraman. Untuk penyiraman dan pengendalian gulma membutuhkan sekitar 800 HOK tenaga wanita. Upah tenaga wanita adalah rp25.000,00 per HOK. Penyiraman dan pengendalian gulma memakai sistem pekerjaan borongan sehingga biaya HOK lebih murah/rendah.

Gambar 3.5. mesin Pompa Diesel dan air masuk dalam saluran irigasi lahan budidaya

Gambar 3.6. alat Penyiram dan Kegiatan Penyiraman

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

20

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

3.6.6. Pengendalian organisme Pengganggu Tanaman (oPT)

Hama yang biasa menyerang tanaman bawang merah adalah ulat tanah, ulat daun, ulat grayak, kutu daun, dan nematoda akar. Pengendalian hama dilakukan dengan cara sanitasi dan pembuangan gulma, pengumpulan dan memusnahkan larva, pengolahan lahan untuk membongkar persembunyian ulat, penggunaan insektisida, serta rotasi tanaman.

Hama utama pada tanaman bawang merah yang perlu diwaspadai adalah ulat daun bawang (Spodoptera exigua). Pengendalian S. exigua dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Penggunaan lampu perangkap. Lampu perangkap dipasang pada tiang kayu dengan ketinggian antara 10-

15 cm di atas bak air. Mulut bak air tidak boleh lebih dari 40 cm di atas ujung daun tanaman bawang merah. Jenis lampu yang digunakan adalah neon, dengan jarak antara satu lampu perangkap (titik) dengan titik yang lain adalah 20 m x 20 m atau 25 titik/ha.

2. Penggunaan se-NPV. Se-NPV dapat diminta dari Balitsa Lembang atau IPB untuk selanjutnya

diperbanyak melalui ulat S. exigua yang terinfeksi. Ulat yang terinfeksi diambil, digerus lalu disaring dan disemprotkan ke tanaman bawang merah. Dengan se-NPV ini dapat mematikan ulat 4 hari setelah aplikasi.

3. Pengendalian secara kimia. Cara ini merupakan anjuran paling terakhir, yaitu apabila kedua cara di atas

tidak efektif atau tidak bisa dilakukan dan populasi hama sudah mencapai ambang pengendalian, yaitu kerusakan daun > 5% per rumpun.

Penyakit yang sering menyerang bawang merah adalah bercak ungu, embun tepung, busuk leher batang, antraknosa, busuk umbi, layu fusarium, dan busuk basah. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan cara kuratif maupun preventif.

Secara kuratif adalah:

1. sanitasi, yaitu segera mencabut tanaman yang sudah terserang parah atau mati dan memetik daun-daun yang kering, dikumpulkan lalu dikeluarkan dari kebun dan dibakar. Cara ini merupakan upaya untuk mengurangi sumber infeksi.

2. Penyiraman, yaitu menyiram tanaman jika hujan turun dengan menggunakan gembor agar butiran-butiran tanah yang menempel pada daun akibat

21

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

percikan air hujan tidak lama menempel, karena dapat menjadi sumber infeksi (mengandung inokulum patogen).

3. Pengendalian kimia dengan menggunakan fungisida kimia, harus dilakukan apabila intensitas serangan sudah mencapai ambang pengendalian, yaitu rata-rata intensitas serangan di atas 10%.

Secara preventif adalah:1. Sanitasi, khusus terhadap tanaman dan sisa tanaman yang terinfeksi.2. Penanaman umbi bebas penyakit.3. Perlakuan umbi dengan fungisida efektif.4. rotasi tanaman dengan tanaman bukan bawang-bawangan, kacang-

kacangan, labu-labuan, atau terong-terongan.5. Mengatur waktu tanam, yaitu pada musim kemarau.6. Perbaikan sistem drainase lahan.7. Menanam kultivar tahan, misalnya kultivar Sumenep.8. Penggunaan agens antagonis, cendawan, atau bakteri.

Petani-petani bawang merah di Kabupaten Brebes sebagian besar menggunakan pestisida kimia dalam mengendalikan serangan hama dan penyakit. Penyemprotan pestisida berlangsung setiap hari sampai dengan masa panen. Hal ini dilakukan petani sebagai tindakan preventif karena dalam budidaya bawang merah membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga petani merasa takut mengalami kerugian jika terjadi serangan hama dan penyakit yang mendadak akibat tidak dilakukan penyemprotan pestisida.

ada bermacam-macam pestisida yang digunakan petani bawang merah dalam mengendalikan hama penyakit bawang merah. Namun sebagian besar petani menggunakan insektisida dan fungisida sampai 9 merk dagang yaitu Ludo, Tumagon, Demolish, antracol, Dithane, Marshal, Metindo, Borer, dan arjuna. Untuk penggunaan Demolish dilakukan pada 1, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, dan 60 HST. aplikasi Ludo dapat digabung dengan Tumagon yang diberikan pada 1, 3, 5, 7, 10, 12, 15, 17, 20, 22, 25, 27, 30, 32, 35, 37, 40, 42, 45, 47, 50, 52, 55, 57, dan 60 HST bawang merah. antracol dan Dithane dapat diaplikasikan pada 2, 6, 11, 16, 21, 26, 31, 36, 41, 46, 51, dan 56 HST. Borer dan arjuna dapat diaplikasikan pada 4, 9, 14, 19, 24, 29, 34, 39, 44, 49, 54, dan 59.

Semua pengaplikasian pestisida membutuhkan perekat apsa. Setiap jadwal aplikasi penyemprotan pestisida memerlukan 77 ml Demolish, 400 ml Ludo, 400 ml Tumagon, 400 g antracol, 580 g Dithane, 270 ml Marshal, 270 g Metindo, 400 ml Borer, 400 ml arjuna dan 330 ml apsa. Setiap kali aplikasi pengendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah, pestisida, dan perekat yang digunakan dicampur dengan 600 liter air (volume semprot 600 liter/ha).

22

Untuk wilayah-wilayah pengembangan baru, di mana belum ada sumber hama dan penyakit yang melimpah serta terus menerus seperti di Kabupaten Brebes, penggunaan pestisida dapat dikurangi. rekomendasi yang tertera di setiap merk dagang pestisida, yang merupakan rekomendasi aman, dapat diikuti dan hanya diaplikasikan apabila hama penyakit telah mencapai ambang ekonomi. Sebagai contoh fungisida berbahan aktif Pyraclostrobin hanya direkomendasikan diaplikasikan 5 kali dalam satu musim tanam bawang merah dengan dosis 1.0-1.5 kg per hektar. Tidak seperti fungisida dengan merk dagang Dithane dan Marshall yang diaplikasikan sebanyak 12 kali dalam satu musim tanam bawang merah oleh petani Brebes. aplikasi insektisida biasanya dengan dosis yang direkomendasikan berkisar antara 2.0-4.0 kg per hektar.

3.6.7. Panen

Panen bawang merah dilakukan bila umbi sudah cukup umur sekitar 60 - 70 HST. Tanaman bawang merah mulai dipanen setelah terlihat tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman rebah, dan daun mulai menguning (gambar 3.7.). Caranya dengan mencabut seluruh tanaman dengan hati-hati supaya tidak ada umbi yang tertinggal atau lecet. Pemanenan sebaiknya dilaksanakan pada keadaan tanah kering dan cuaca yang cerah untuk mencegah serangan penyakit busuk umbi di gudang penyimpanan. Untuk 1 ha pertanaman bawang merah yang diusahakan secara baik dapat dihasilkan 10 - 20 ton.

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

Gambar 3.7. Kegiatan Panen bawang merah

23

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

Gambar 3.8. Penjemuran bawang merah

3.6.8. Pasca panenDemi mempertahankan kualitas yang baik, penanganan pasca panen perlu mendapat perhatian karena sifatnya yang mudah rusak. Kerusakan dapat disebabkan antara lain terjadinya penurunan kandungan air, pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, kebusukan, dan pelunakan umbi. Kerusakan tersebut menurunkan kualitas bawang merah baik nilai gizi, warna, bau, maupun rasa.

Penanganan pasca panen yang penting untuk menghindari kerusakan dan penurunan kualitas, meliputi:

1. Pengeringan umbi dilakukan dengan cara dihamparkan merata di atas tikar atau digantung di atas para-para. Dalam keadaan cukup panas biasanya memakan waktu 4-7 hari. Bawang merah yang sudah agak kering diikat dalam bentuk ikatan. Proses pengeringan dihentikan apabila umbi telah mengkilap, lebih merah, leher umbi tampak keras dan bila terkena sentuhan terdengar gemerisik. (gambar 3.8.).

2. Sortasi dilakukan setelah proses pengeringan. 3. Ikatan bawang merah dapat disimpan dalam rak penyimpanan atau digantung

dengan kadar air 80 - 85%, ruang penyimpanan harus bersih, aerasi cukup baik, dan harus khusus tidak dicampur dengan komoditas lain.

3.7. mUTU ProDUKsi

Bawang merah yang telah dipanen, langsung dijemur atau langsung dijual. Setelah bawang merah cukup kering, dapat langsung dibawa ke gudang penyimpanan untuk dijadikan benih atau dapat dijual. gudang penyimpanan

24

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

dalam satu slot seragam dalam bentuk umum umbi.Ketuaan : bawang merah dinyatakan tua apabila telah mencapai tingkat per-

tumbuhan fisiologis yang cukup tua, terlihat dari tingkat kekerasan.Kekerasan : bawang merah dinyatakan keras apabila setelah mengalami pe-

ngeringan dengan baik, umbi bawang merah cukup keras dan ti-dak lunak bila ditekan dengan jari.

Diameter : dimensi terbesar diukur tegak lurus pada garis lurus sepanjang batang sampai akar.

Kerusakan : bawang merah dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan atau cacat secara fisiologis, mekanis, dan lainnya yang terlihat pada permukaan.

Busuk : bawang merah dinyatakan busuk apabila mengalami pembusukan akibat kerusakan biologis.

Kotoran : semua bahan bukan bawang merah atau benda asing lainnya (se-perti tanah bahan tanaman dan lain-lain) yang menempel atau ber-ada dalam kemasan, yang mempengaruhi penampakannya, bahan penyekat/pembungkus tidak dianggap sebagai kotoran (SNI, 1992).

berfungsi untuk melindungi bawang merah dari kerusakan akibat faktor luar. gudang harus memenuhi persyaratan seperti ventilasi udara dan penyebaran cahaya yang baik, serta kebersihan gudang tetap terjaga, yaitu bersih dari sisa-sisa kotoran umbi yang busuk, saat penyimpanan sebaiknya tidak dicampur dengan komoditas lain.

Standar mutu bawang merah yang telah ada, berdasarkan survei di daerah penghasil bawang merah, yaitu di Jawa Tengah dan Jawa Timur, studi pustaka serta wawancara dengan Dinas Pertanian setempat dan Lembaga Penelitian Hortikultura. Saat ini, bawang merah digolongkan dalam dua jenis mutu, yaitu Mutu I dan Mutu II.

Keterangan :Kesamaan sifat varietas : kesamaan sifat varietas dinyatakan seragam apabila bawang merah

Tabel 3.1. Penggolongan Mutu Bawang Merah Berdasarkan SNI 01-3159-1992

Karakteristik Syarat

Mutu I Mutu II Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam Ketuaan Tua Cukup tua Kekerasan Keras Cukup keras kompak Diameter (cm) min. 1,7 1,3 Kerusakan, % (bobot/-bobot) maks. 5 8 Busuk, % (bobot/-bobot) maks. 1 2 Kotoran, % (bobot/-bobot) maks. Tidak ada Tidak ada

Sumber: BSN

Tabel 3.1. Penggolongan Mutu Bawang Merah Berdasarkan SNI 01-3159-1992

25

BaB III – aSPeK TeKNIS PrODUKSI

Sortasi dan pemutuan biasanya dilakukan di lapangan (lahan) ketika proses penjemuran selesai. Umbi bawang merah yang telah dipanen dan kering, dipilih berdasarkan ukuran dan dipisahkan antara umbi yang baik, afkir, dan busuk. Biasanya yang melakukan sortasi bukanlah petani, tetapi para pembeli.

3.8. ProDUKsi oPTimUm

Usaha budidaya bawang merah yang dilakukan sesuai dengan Prosedur Operasional Standar (POS) dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi hingga 10-20 ton/ha. Pada tahun 2012 secara nasional rata-rata produktivitas bawang merah sebesar 9,67 ton/ha, dimana sentra produksi bawang merah di wilayah Jawa Tengah menghasilkan produksi kedua tertinggi, yaitu sebesar 10,66 ton/ha. Produksi optimum usaha budidaya bawang merah juga sangat tergantung pada kondisi lokasi, musim, dan penggunaan benih.

3.9. KeNDaLa aTaU FaKTor KriTis ProDUKsi

Secara umum, kendala teknis sekaligus sebagai faktor kritis yang dihadapi dalam budidaya bawang merah di Indonesia, secara berturut-turut adalah sebagai berikut:

(1) Bibit, yaitu harga bibit yang lebih mahal dibandingkan harga jual ketika musim panen. Misalnya harga bibit mencapai rp25 000/kg sedangkan ketika panen, harga jualnya hanya rp10.000/kg. Selain itu, kualitas bibit yang dibeli terkadang buruk karena tidak diketahui dengan pasti berapa lama waktu jemurnya, karena dapat terjadi petani tidak mengatakan waktu jemur yang sebenarnya (seharusnya 2 bulan, ternyata baru 40 hari).

(2) air, tanaman bawang merah perlu disiram setiap hari sehingga membutuhkan banyak air.

(3) angin, merupakan faktor iklim yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah. Tiupan angin sepoi-sepoi “angin kumbang” berpengaruh baik terhadap laju fotosintesis tanaman dan tingkat pembentukan umbinya akan tinggi.

(4) Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), pengendalian hama dan penyakit dengan pemberian bahan kimia (pestisida/fungisida) masih menjadi hal yang sangat lumrah di lapangan, khususnya pada saat serangan sangat intensif di musim peng-hujan. Terkadang ketersediaan bahan pengendali hama dan penyakit di lapangan menjadi kendala, yaitu tidak ada saat dibutuhkan atau banyak beredar pestisida/fungisida palsu sehingga kurang efektif dalam membasmi hama dan penyakit. n

26

bab IVaspeK pasar Dan

pemasaran

27

BaB IV – aSPeK PaSar DaN PeMaSaraN

4.1. asPeK Pasar

4.1.1. PermintaanBawaNG merah merupakan bahan utama bumbu masakan Indonesia. Selain sebagai bumbu dasar masakan, bawang merah dapat digunakan sebagai obat herbal karena kandungan gizi yang cukup lengkap. Bawang merah mengandung flavo glikosida yang dapat menyembuhkan radang, sedangkan kandungan saponinnya dapat mengencerkan dahak. Menurut penelitian, bawang merah juga dapat mencegah kanker karena kandungan sulfurnya. Dalam 100 gram bawang merah terkandung karbohidrat (9,34 gr), gula (4,24 gr), serat (1,7 gr), lemak jenuh (0,042 gr), protein (1,1 gr), air (89,11 gr), thiamine (0,046 mg), riboflavin (0,027 mg), niacin (0,116 mg), vitamin B6 (0,12 mg), folat (19 mg), vitamin C (7,4 mg), vitamin e (0,02 mg), vitamin K (0,4 mg), kalsium (23 mg), besi (0,21 mg), magnesium (0,129 mg), fosfor (29 mg), kalium (146 mg), sodium (4 mg), dan seng (0,17 mg).

Permintaan bawang merah dalam negeri cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah. Semakin banyak penduduk Indonesia, maka kebutuhan bawang merah juga meningkat karena bawang merah merupakan bumbu dasar masakan-masakan Indonesia. Kebutuhan bawang merah yang meningkat juga dipengaruhi oleh tumbuhnya industri olahan bawang merah seperti di daerah Brebes, Jawa Tengah dan Palu, Sulawesi Tengah.

Umbi bawang merah, khususnya yang memiliki karakteristik kualitas seperti bawang impor (super), yaitu: umbi besar (diameter 2,5 - 3 cm), bentuk bulat dan warna merah, mempunyai prospek pasar yang sangat baik di pasar domestik maupun ekspor. Permintaan pasar dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, kebutuhan bawang merah diproyeksikan mencapai 1.195.235 ton. Jika produktivitas bawang merah diproyeksikan mencapai 10,22 ton/ha, maka dibutuhkan sekitar 116.950 ha areal panen. Mengacu pada areal panen tahun 2012, yaitu sebesar 99.519 ha, maka pemenuhan kebutuhan bawang merah tahun 2015 memerlukan perluasan areal panen sekitar 17.432 ha atau sekitar 6 000 ha per tahun. Sasaran produksi sebesar 1.195.235 ton tersebut pada tahun 2015 termasuk untuk benih bawang merah sekitar 102.900 ton. Proyeksi kebutuhan bawang merah sampai dengan tahun 2025 tertera pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Proyeksi Kebutuhan Bawang Merah Tahun 2015–2025

Tahun Kebutuhan (Ton)

Konsumsi Benih Industri Ekspor Total

2015 952.335 102.900 40.000 100.000 1.195.235

2020 1.067.527 107.000 50.000 110.000 1.335.427

2025 1.194.837 116.900 80.000 150.000 1.541.737 Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura, Kementerian Pertanian RI.

Tabel 4.1. Data Proyeksi Kebutuhan Bawang Merah Tahun 2015-2025

28

BaB IV – aSPeK PaSar DaN PeMaSaraN

4.1.2. Penawaran

Sampai saat ini, ekspor bawang merah relatif sedikit mengingat kebutuhan dalam negeri yang begitu tinggi. Prospek untuk peningkatan ekspor sebenarnya cukup tinggi, terutama jika dikaitkan dengan fakta-fakta sebagai berikut: (a) di pasar Taiwan, walaupun ada persaingan dari Thailand, Filipina, dan Vietnam, bawang merah dari Indonesia mampu menguasai 86% dari kebutuhan pasar, (b) permintaan bawang merah di Hongkong diperkirakan sebesar 200 ribu ton per tahun dan dipasok oleh Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, Malaysia, dan Singapura, tidak termasuk Indonesia, dan (c) ekspor ke negara-negara pelanggan seperti Malaysia, Singapura, dan Taiwan masih terbuka untuk ditingkatkan, jika produksi bawang merah dapat ditingkatkan (Kementan, 2013).

Pengembangan agribisnis bawang merah pada masa mendatang diarahkan untuk: (a) pengembangan varietas bawang merah setara kualitas impor sebagai salah satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan terhadap pasokan impor), (b) pengembangan industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kesinambungan pasokan benih bermutu, (c) perluasan areal tanam bawang merah sebagai upaya antisipasi peningkatan konsumsi, dan (d) pengembangan diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah. Perkembangan usaha budidaya bawang merah di Indonesia tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 4.2.

4.1.3. analisis Persaingan dan Peluang Pasar

Berdasarkan data pada Tabel 4.2. di atas, bawang merah dihasilkan di 24 dari 33 provinsi di Indonesia. Provinsi penghasil utama bawang merah dengan luas areal panen di atas 1.000 ha per tahun adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Sembilan provinsi ini menyumbang 96,5% (Jawa = 79%) dari produksi total bawang merah di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah khususnya Kabupaten Brebes merupakan penyumbang terbesar produksi bawang merah di Indonesia (sekitar 33% dari total produksi). rata-rata produksi di Kabupaten Brebes sebesar 204.347 ton/bulan. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara nasional persaingan usaha budidaya dari aspek bisnis sangat besar, dimana setiap sentra produksi memiliki tingkat produktivitas rata-rata 9 ton/ha.

Di setiap sentra budidaya bawang merah pada umumnya merupakan usaha turun-temurun sehingga teknologi budidayanya bersifat lokal. Sebagai contoh, penerapan teknik budidaya bawang merah di daerah Brebes berbeda dengan teknik budidaya di daerah Nganjuk, Cirebon, Bali, atau Palu. Kondisi lahan di Brebes yang sebagian besar merupakan lahan dengan luasan yang sempit tidak memungkinkan penggunaan alat mekanisasi. Selain itu, terdapatnya angin

29

BaB IV – aSPeK PaSar DaN PeMaSaraN

Tab

el 4

.2. P

erke

mb

ang

an P

rod

uksi

, Lua

s La

han

dan

Pro

duk

tivita

s B

awan

g M

erah

di I

ndo

nesi

a, T

ahun

200

9-20

12

Prov

insi

2009

20

10

2011

20

12 *)

Lu

as

Pane

n (H

a)

Prod

(T

on)

Prod

uk-

tivita

s (T

on/H

a)

Luas

Pa

nen

(Ha)

Prod

(T

on)

Prod

uk-

tivita

s (T

on/H

a)

Luas

Pa

nen

(Ha)

Prod

(T

on)

Prod

uk-

tivita

s (T

on/H

a)

Luas

Pa

nen

(Ha)

Prod

(T

on)

Prod

uk-

tivita

s (T

on/H

a)

1. A

ceh

604

2.86

8 4,

75

666

3.61

5 5,

43

788

2.60

0 3,

30

808

43.8

46

5,43

2. S

umat

era

Uta

ra

1.37

9 12

.655

9,

18

1.36

0 9.

413

6,92

1.

384

12.4

49

8,99

1.

581

141.

559

8,95

3.

Sum

ater

a B

arat

2.

416

21.9

85

9,10

2.

699

25.0

58

9,28

3.

340

32.4

42

9,71

3.

670

358.

376

9,76

4.

R i

a u

- -

- -

- -

- -

- 1

60

6,00

5. J

a m

b i

224

1.81

3 8,

09

174

1.49

2 8,

57

803

7.99

4 9,

96

769

68.5

02

8,91

6.

Sum

ater

a Se

lata

n 7

17

2,43

31

74

2,

39

8 37

4,

63

5 17

6 3,

52

7.B

eng

kulu

15

8 93

8 5,

94

109

602

5,52

82

50

6 6,

17

116

6.95

9 5,

99

8.La

mp

ung

62

30

0 4,

84

69

369

5,35

55

70

5 12

,82

39

3.15

0 8,

08

9.B

ang

ka B

elitu

ng

- -

- -

- -

- -

- 6

210

3,50

10.K

ep. R

iau

- -

- -

- -

1 1

1,00

-

- -

11.D

KI J

akar

ta

- -

- -

- -

- -

- -

- -

12.J

awa

Bar

at

10.8

37

123.

587

11,4

0 12

.168

11

6.39

6 9,

57

10.0

09

101.

273

10,1

2 11

.438

1.

158.

964

10,1

3 13

.Jaw

a Te

ngah

38

.280

40

6.72

5 10

,63

45.5

38

506.

357

11,1

2 35

.711

37

2.25

6 10

,42

35.8

28

3.81

8.13

1 10

,65

14.D

I Yog

yaka

rta

1.62

8 19

.763

12

,14

2.02

7 19

.950

9,

84

1.27

1 14

.407

11

,34

1.18

0 11

8.55

0 10

,05

15.J

awa

Tim

ur

26.3

58

181.

490

6,89

26

.507

20

3.73

9 7,

69

20.9

40

198.

388

9,47

22

.200

2.

211.

685

9,96

16

.Ban

ten

85

668

7,86

69

35

1 5,

09

102

421

4,13

15

7 11

.263

7,

17

17.B

a l

i 1.

043

11.5

54

11,0

8 1.

013

10.9

81

10,8

4 81

7 9.

319

11,4

1 76

6 86

.658

11

,31

18.N

usa

Teng

gar

a B

arat

13

.105

13

3.94

5 10

,22

10.1

59

104.

324

10,2

7 9.

988

78.3

00

7,84

12

.333

1.

009.

887

8,18

19.N

usa

Teng

gar

a Ti

mur

2.

268

16.6

02

7,32

92

3 3.

879

4,20

91

7 2.

436

2,66

72

5 20

.609

2,

84

20. K

alim

anta

n B

arat

-

- -

- -

- -

- -

- -

- 21

. Kal

iman

tan

Teng

ah

- -

- -

- -

- -

- 3

6 2,

00

22. K

alim

anta

n Se

lata

n 5

17

3,40

-

- -

1 7

7,00

-

- -

23. K

alim

anta

n Ti

mur

29

12

2 4,

21

11

35

3,18

5

15

3,00

11

75

3 6,

85

Tabe

l 4.2

. Per

kem

bang

an P

rodu

ksi,

Luas

Laha

n da

n Pr

oduk

tivita

s Baw

ang

Mer

ah d

i Ind

ones

ia, T

ahun

200

9-20

12

30

Prov

insi

2009

20

10

2011

20

12 *)

Lu

as

Pane

n (H

a)

Prod

(T

on)

Prod

uk-

tivita

s (T

on/H

a)

Luas

Pa

nen

(Ha)

Prod

(T

on)

Prod

uk-

tivita

s (T

on/H

a)

Luas

Pa

nen

(Ha)

Prod

(T

on)

Prod

uk-

tivita

s (T

on/H

a)

Luas

Pa

nen

(Ha)

Prod

(T

on)

Prod

uk-

tivita

s (T

on/H

a)

24.S

ulaw

esi U

tara

76

2 6.

918

9,08

72

0 5.

963

8,28

65

4 5.

005

7,65

69

9 48

.566

6,

95

25.S

ulaw

esi T

eng

ah

1.05

1 6.

490

6,18

1.

280

10.3

01

8,05

1.

381

10.8

24

7,84

1.

716

57.2

63

3,34

26

.Sul

awes

i Sel

atan

2.

629

13.2

46

5,04

3.

180

23.2

76

7,32

4.

633

41.7

10

9,00

4.

518

412.

380

9,13

27

.Sul

awes

i Ten

gg

ara

180

657

3,65

21

3 64

6 3,

03

98

121

1,23

76

1.

999

2,63

28.G

oron

talo

13

4 40

5 3,

02

119

240

2,02

69

17

2 2,

49

73

1.63

8 2,

24

29.S

ulaw

esi B

arat

35

0 88

1 2,

52

131

348

2,66

13

3 28

0 2,

11

86

3.83

3 4,

46

30.M

aluk

u 73

16

7 2,

29

170

398

2,34

13

5 48

4 3,

59

167

3.83

1 2,

29

31.M

aluk

u U

tara

82

23

7 2,

89

93

151

1,62

12

2 18

5 1,

52

129

1.43

7 1,

11

32.P

apua

Bar

at

66

327

4,95

77

47

7 6,

19

77

107

1,39

62

1.

886

3,04

33.P

apua

19

4 78

7 4,

06

128

499

3,90

14

3 68

0 4,

76

153

8.54

2 5,

58

Indo

nesi

a 10

4.00

9 96

5.16

4 9,

28

109.

634

1.04

8.93

4 9,

57

93.6

67

893.

124

9,54

99

.315

9.

600.

719

9,67

Su

mb

er: B

asis

Dat

a K

emen

teria

n Pe

rtan

ian

RI

Ket

. *) A

ngka

Sem

enta

ra

BaB IV – aSPeK PaSar DaN PeMaSaraN

31

BaB IV – aSPeK PaSar DaN PeMaSaraN

“kumbang” yang merupakan angin lokal dipercaya oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes dapat meningkatkan produksi bawang merah. Periode panen di empat provinsi penghasil utama bawang merah (Jatim, Jateng, Jabar, dan Sulsel) menunjukkan bahwa bulan panen cukup bervariasi. Tidak saja antar provinsi, tetapi juga dari tahun ke tahun.

Pengamatan lebih lanjut memberikan gambaran bahwa puncak panen terjadi hampir selama 6-7 bulan setiap tahun yaitu pada bulan Juni, Juli, agustus, September, Oktober, Desember dan Januari. Sedangkan bulan kosong panen terjadi pada bulan Februari sampai Mei dan November. Berdasarkan pengamatan tersebut, musim tanam puncak diperkirakan terjadi pada bulan april sampai Oktober. Kondisi ini menyebabkan terjadi persaingan antar daerah di Indonesia yang dapat mengganggu rantai produksi dan pemasaran bawang merah konsumsi dan benih sehingga harga dapat berfluktuasi.

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2011-2013), seperti terlihat pada Tabel 4.3, terdapat indikasi kuat bahwa daya saing bawang merah nasional terus menurun dibandingkan bawang merah impor. Kondisi ini diperparah dengan semakin tingginya selisih harga satuan bawang merah ekspor dan impor terkait dengan penurunan nilai rupiah terhadap dollar amerika. Jika kondisi perbedaan harga ini semakin tajam, maka diperkirakan pada tahun-tahun mendatangpun impor bawang merah akan terus menekan produksi dan harga bawang merah nasional. Pada akhirnya, hal ini dapat menurunkan motivasi petani untuk menanam bawang merah dan produksi nasional bawang merah sehingga akan meningkatkan ketergantungan terhadap bawang impor.

Bawang merah yang banyak diekspor oleh Indonesia adalah bawang merah konsumsi. Pada tahun 2012, total ekspor bawang merah baik konsumsi atau

Tabel 4.3. Data Impor dan Ekspor Bawang Merah 2009-2013 (ton)

Bulan 2011 2012 2013*)

Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor 1 20.000 2.500 6.500 0 3.000 0 2 25.000 500 28.000 0 3.500 0 3 43.000 1.000 25.000 0 6.000 0 4 20.000 0 12.500 0 15.000 0 5 18.000 900 12.000 0 22.500 0 6 16.000 0 5.000 900 15.000 0 7 5.000 700 2.500 27.000 - - 8 3.000 5.000 300 17.000 9 2.500 26.000 2.500 27.000

10 3.500 35.000 1.500 32.000 11 2.500 7.500 100 5.000 12 3.000 900 2.000 1.000 Ket. *) Data sampai dengan Juni 2013

Sumber: Kementan RI (2013)

Tabel 4.3. Data Impor dan Ekspor Bawang Merah 2009-2013 (ton)

32

benih dari Indonesia yang terbesar adalah ke Thailand sebesar 11.160,53 ton atau mencapai 60,24% dari total nilai ekspor bawang merah Indonesia. Negara kedua terbesar adalah Vietnam sebesar 4.667,80 ton atau 21,52% dari total nilai ekspor bawang merah Indonesia. Negara selanjutnya adalah ke Malaysia (8,28%) dan Singapura (6,97%) dengan nilai ekspor masing-masing sebesar US$729 ribu dan US$614 ribu. Selanjutnya, ekspor bawang merah Indonesia ditujukan ke Taiwan dengan total ekspor mencapai 2,34% atau sebesar US$206 ribu (gambar 5.6). Negara tujuan ekspor lainnya untuk bawang merah dari Indonesia memiliki total ekspor dibawah 1% saja. ekspor bawang merah tahun 2012 menurut negara tujuan secara rinci disajikan pada Tabel 4.4.

4.2. asPeK PemasaraN

4.2.1. hargaDalam kurun waktu 2 tahun terakhir (2012 sampai agustus 2013), usaha budidaya bawang merah mengalami gejolak pasar yang cukup kuat. Pada bulan agustus 2013, harga bawang merah di tingkat petani Brebes rp 35.000 - rp 38.000, di tingkat pedagang rp 40.000 - rp 45.000 dan di tingkat konsumen rp 50.000,00 - rp 55.000 per kg. Pada bulan agustus -September 2013, terjadi panen di beberapa sentra bawang merah di Brebes sehingga stok bawang relatif tersedia. Namun, total hasil produksi di Brebes tahun 2013 diperkirakan jauh lebih sedikit dibandingkan hasil panen tahun-tahun sebelumnya pada

BaB IV – aSPeK PaSar DaN PeMaSaraN

Tabel 4.4. Negara Tujuan Ekspor Bawang Merah Indonesia Tahun 2012

Negara Tujuan Ekspor

Ekspor 2013 % thd Total Ekspor Volume

(Ton) Nilai (000

US$) Volume Nilai

Thailand 11.160,53 5.308,63 58,48 60,24 Vietnam 4.667,80 1.896,30 24,46 21,52 Malaysia 1.407,83 729,20 7,38 8,28 Singapura 974,60 614,56 5,11 6,97 Taiwan 708,04 206,51 3,71 2,34 Cina 58,00 14,21 0,30 0,16 Timor Leste 48,00 7,94 0,25 0,09 Filipina 47,41 6,43 0,25 0,07 Benin 9,55 23,88 0,05 0,27 Australia 2,40 3,6 0,01 0,04 Hongkong 0,28 0,51 0 0,01 Papua New Guenea

0,25 0,12 0 0

Arab Saudi 0,09 0,14 0 0 Total Ekspor 19.084,78 8.812,03 100 100

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin 2013

Tabel 4.4. Negara Tujuan Ekspor Bawang Merah Tahun 2012

33

periode yang sama. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah luasan panen akibat sedikitnya jumlah petani yang mampu menanam bawang merah akibat tidak tersedianya bibit bawang merah.

4.2.2. jalur Pemasaran ProdukJalur pemasaran bawang merah secara umum ditunjukkan pada gambar 4.2. Petani umumnya menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul yang datang kepada mereka. Hubungan ini didasarkan atas asas saling percaya dan sudah berlangsung beberapa tahun. Petani yang memiliki lahan cukup luas dan keuangan kuat menjual hasil panen ke padagang besar yang sudah memiliki jaringan pemasaran yang baik dan penawaran harga lebih tinggi.

Beberapa petani ada yang memiliki kontrak dengan industri pengolahan bawang merah. Kesepakatan harga ditetapkan di awal dan kedua belah pihak wajib menaati peraturan yang telah dibuat. Kondisi ini memberikan jaminan harga dan terjualnya produk bawang merah yang dihasilkan petani. Tapi di sisi lain, apabila harga bawang merah sedang tinggi, petani tidak mendapat untung dengan meningkatnya harga bawang merah tersebut.

Pedagang-pedagang pengumpul yang mendatangi petani bawang merah adalah pedagang pengumpul tingkat desa yang menjual bawang merah yang dibeli dari petani kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan. Pedagang pengumpul tingkat kecamatan kemudian bergabung menjadi beberapa pedagang yang kemudian menjual ke pedagang-pedagang besar di pasar induk atau pasar tradisional yang berada di kota-kota besar seperti Jakarta,

Gambar 4.1. Data impor Dan Kebutuhan bawang merah

BaB IV – aSPeK PaSar DaN PeMaSaraN

34

Medan, Semarang, dan Surabaya. Dari pedagang besar tersebut, bawang merah kemudian didistribusikan kepada pedagang-pedagang kecil yang berada di sekitar kota-kota besar tersebut. Dari pedagang kecil yang berada di pasar tradisional, bawang merah kemudian dijual kepada pedagang keliling atau pedagang di kampung-kampung.

Untuk jalur perdagangan bawang merah, industri pengolahan bawang merah sudah memiliki kontrak/perjanjian dengan petani bawang merah secara langsung. Sedangkan untuk supermarket, jalur perdagangan bawang merah masuk melalui supplier yang ditunjuk. Supplier ini juga berdasarkan kontrak yang dibuat dengan pihak supermarket.

Target akhir dari jalur perdagangan bawang merah adalah konsumen rumah tangga. Sebagian besar konsumen membeli bawang merah di pasar-pasar tradisional atau pedagang keliling. ada juga konsumen yang membeli di pasar modern atau supermarket. Beberapa konsumen membeli langsung ke pasar induk atau pada saat ada pasar lelang bawang merah apabila membutuhkan bawang merah dalam jumlah besar. Untuk pembelian di tingkat pasar induk, harga bawang merah cenderung lebih murah dibandingkan pasar tradisional, namun pembelian harus dalam jumlah yang besar.

Jalur pemasaran bawang merah dengan tujuan akhir konsumen rumah tangga di Kabupaten Brebes dapat dikelompokkan menjadi 3 jalur utama, yaitu pasar tradisional, pasar modern, dan industri pengolahan. Pemasaran ke pasar tradisional mengikuti jalur dari petani-pedagang pengumpul (desa-kecamatan)-pedagang besar/pasar induk. Untuk pemasaran ke pasar modern (supermarket), bawang merah dipasok dari pedagang besar ke supplier dan selanjutnya ke supermarket. Sedangkan untuk industri pengolahan, pemasaran dilakukan dengan terlebih dahulu membuat perjanjian antara petani/kelompok tani dengan pihak industri pengolahan. Dalam perjanjian tersebut, umumnya juga tercakup harga pembelian, banyaknya bawang merah yang disuplai dan kualitas yang diperjualbelikan.

4.2.3. Kendala Pemasaran

Permasalahan utama dalam pemasaran bawang merah adalah kepastian pasar dan harga jual. Harga, seperti telah dijelaskan sebelumnya, menjadi faktor penentu dalam pemasaran bawang merah. Ketika pasokan bawang merah melimpah maka harga akan terkoreksi, dan begitu juga sebaliknya. Problem kedua yang harus dihadapi petani adalah belum terjaminnya pasar akibat masuknya bawang merah impor yang berharga murah. Petani juga tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga jual di pasar karena sangat tergantung oleh mekanisme pasar yang sebagian besar diperankan oleh suplier.

BaB IV – aSPeK PaSar DaN PeMaSaraN

35

Pemasaran bawang merah juga tidak terlepas dari kondisi sistem produksi dan rantai jual bawang merah. Sistem produksi yang dapat menghasilkan bawang merah dengan mutu terbaik tentulah mudah dalam pemasarannya. Untuk petani yang bermitra, baik dengan industri pengolahan maupun pedagang pengumpul, kurangnya keterbukaan terhadap perkembangan harga dan pasar menjadi kendala. Hal ini menyebabkan petani tidak memperoleh market share atau added value yang lebih adil dan transparan. Dalam kesepakatan atau perjanjian yang dibuat, penentuan harga cenderung dilakukan oleh pihak mitra atau pengelola industri bawang merah sehingga petani tidak memiliki kekuatan tawar terhadap produknya. Dengan memperhatikan perkembangan budidaya bawang merah saat ini, peran pemerintah dalam sistem tataniaga bawang merah sangat penting. regulasi atau kebijakan yang ditetapkan sebaiknya melindungi petani maupun konsumen dalam negeri, termasuk kebijakan impor dan ekspor yang tepat untuk menstabilkan harga. Penentuan harga pokok minimum atau harga pokok pemerintah (HPP) juga diharapkan dapat diimplementasikan pada produk bawang merah. n

BaB IV – aSPeK PaSar DaN PeMaSaraN

Gambar 4.2. Jalur Pemasaran bawang merah

  PETANI  

PEDAGANG  PENGUMPUL  DESA  

PEDAGANG  PENGUMPUL  KECAMATAN  

PEDAGANG  PASAR  INDUK  

PEDAGANG  KECIL/PASAR  

LOKAL  

PEDAGANG  KELILING/PASAR  TRADISIONAL  

KONSUMEN  RUMAH  TANGGA  

INDUSTRI  OLAHAN  BAWANG  MERAH  

SUPLIER  

SUPERMARKET  

36

bab VaspeK KeUanGan

37

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

5.1. PemiLihaN PoLa Usaha

BUDIDaya bawang merah dilakukan hampir di seluruh wilayah Indonesia, kecuali provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Barat. Melihat sebaran sentra produksi bawang merah yang luas, usaha budidaya bawang merah berkembang sebagai unit bisnis yang prospektif. Beberapa tahun terakhir, permintaan terhadap bawang merah meningkat. Peningkatan ini selain disebabkan bawang merah merupakan bumbu dasar aneka masakan Indonesia, juga karena komoditas tersebut mulai diproduksi dalam bentuk olahan seperti bawang goreng dan beberapa obat herbal. Oleh karena itu, budidaya bawang merah tidak saja menjadi tradisi tetapi sudah merupakan usaha yang berorientasi pada peningkatan pendapatan dan nilai tambah. Usaha budidaya bawang merah pada daerah-daerah sentra produksi merupakan mata pencaharian pokok sehingga pengelolaan dan budidayanya berlangsung intensif.

Pola usaha budidaya bawang merah bervariasi dari hulu hingga hilir, antara lain budidaya bawang merah konsumsi, budidaya bawang merah, penangkar benih, hingga usaha lepas panen seperti pengolahan berbasis bawang merah. Pola usaha bawang merah dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu pola usaha on-farm dan off-farm. Usaha yang termasuk dalam kategori on-farm yaitu budidaya bawang merah untuk konsumsi rumah tangga, budidaya bawang merah untuk bahan baku industri pangan olahan, dan usaha budidaya benih bawang merah yang menghasilkan bawang merah bersertifikasi. Hasil benih/bibit digunakan sebagai bahan tanam budidaya bawang merah konsumsi dan industri. Sementara itu, pola usaha bawang merah off-farm antara lain perdagangan bawang merah konsumsi dan industri, pengepul hasil panen dari petani/kelompok tani, dan usaha penjualan sarana produksi (saprodi) usaha budidaya bawang merah.

Dalam pemilihan pola usaha ini digunakan kriteria minimal bahwa usaha tersebut bersifat ekonomis dan bankable. Kriteria lain yang menjadi acuan dalam menentukan pola usaha adalah produktivitas yang optimal (jumlah dan mutu) serta kepastian pasar dan harga jual (pola kemitraan atau kesepakatan dengan pedagang besar). Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, pola usaha yang dilakukan adalah usaha budidaya bawang merah konsumsi dengan pembudidaya (petani) yang minimal tergabung dalam kelompok tani. Skala usaha bawang merah sangat tergantung pada ketersediaan lahan, musim, kesepakatan harga, dan ketersediaan bibit bawang merah. Fasilitas dan teknologi produksi yang diterapkan oleh petani/pengusaha berbasis pengalaman budidaya bawang merah sesuai dengan POS (Prosedur Operasional Standar) yang sebagian besar bukan merupakan usaha baru sehingga dalam prakteknya petani tidak mengalami kesulitan dalam proses produksi bawang merah.

38

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

Tabel 5.1. Asumsi dalam Analisis Keuangan

No. Asumsi Satuan Nilai

1 Periode produksi bulan 12 2 Periode proyeksi tahun 3 3 Musim tanam kali/tahun 3 4 Lama per musim tanam bulan 4 5 Luas lahan ha 1 6 Produktivitas kg/ha 10.000 7 Harga tetap a Bibit bawang merah Rp/kg 25.000 b Jual bawang merah Rp/kg 15.000 c Jual bawang merah (off-grade) Rp/kg 12.000

d Kenaikan harga jual bawang merah Persen/th 0% 8 Off Grade Persen 2,5% 9 Suku bunga per tahun (flat) Persen 18%

10 Jangka waktu kredit a Kredit investasi bulan 12 b. Kredit modal kerja bulan 12

11 Proporsi modal kerja a Modal sendiri Persen 40% b Kredit Persen 60%

12 Proporsi modal usaha a Modal sendiri Persen 40% b Kredit Persen 60%

13 Discount Factor Persen 18% 14 Pembayaran pinjaman setiap bulan 4

5.2. asUmsi DaN ParameTer DaLam aNaLisis KeUaNGaN

Setelah mengetahui pola usaha dan pemilihannya, ditetapkan asumsi dan parameter yang akan digunakan untuk analisis kelayakan usaha dari sisi keuangan. asumsi dan parameter ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha budidaya bawang merah di sentra produksi di Kabupaten Brebes serta informasi yang diperoleh dari pengusaha yang bergerak di bidang bawang merah, pustaka dan kajian komparasi dengan sentra produksi lainnya. asumsi dan parameter untuk analisis keuangan dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Dalam asumsi dan parameter keuangan yang tersusun, periode proyeksi adalah selama 3 tahun dengan penyusunan aliran kas selama 12 bulan. Periode proyeksi tersebut tidak menggambarkan pola investasi sebab siklus produk (bawang merah) relatif singkat, yaitu 4 bulan dengan 3 kali musim tanam per

Tabel 5.1. Asumsi dalam Analisis Keuangan

39

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

tahun. Tiap musim tanam harus diusahakan penanaman pada lahan baru yang bukan bekas tanaman sejenis atau sefamili untuk memutus siklus hama dan penyakit. Lahan yang digunakan merupakan lahan sewa yang masuk dalam biaya tetap. Suku bunga yang berlaku diasumsikan 18% per tahun dengan proporsi modal adalah sebesar 40% berasal dari petani/kelompok tani dan 60% berasal dari kredit bank. Berdasarkan informasi dari lembaga keuangan/perbankan di sekitar wilayah sentra produksi bawang merah, pinjaman atau kredit sebagian besar digunakan untuk modal kerja dengan jangka waktu kredit diasumsikan 1 tahun. Selain sebagai modal kerja, beberapa debitur mempergunakan kredit yang didapat sebagai biaya investasi dengan pembayaran bunga setiap bulan dan pokok pinjaman saat panen. Satu siklus budidaya bawang merah membutuhkan waktu selama 4 bulan, dan jangka waktu tersebut digunakan untuk acuan pembayaran kredit oleh petani/kelompok tani.

5.3. KomPoNeN DaN sTrUKTUr biaya iNVesTasi DaN biaya oPerasioNaL

Komponen biaya dalam analisis kelayakan usaha budidaya bawang merah dibedakan menjadi dua yaitu biaya investasi dan dan biaya modal kerja. Biaya investasi adalah komponen biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi keperluan peralatan dan mesin-mesin yang digunakan saat usaha budidaya bawang merah. adapun biaya modal kerja merupakan gabungan dari biaya tetap (yang diperhitungkan setiap musim tanam) dan biaya variabel. Biaya modal kerja atau biaya operasional yang harus dikeluarkan untuk memulai usaha budidaya bawang merah akan dipersiapkan pada awal pelaksanaan budidaya. Sedangkan kendaraan/sarana transportasi dihitung sebagai sewa yang tergantung pada aktivitas usaha sehingga masuk ke dalam biaya variabel. Biaya operasional atau biaya modal kerja adalah keseluruhan biaya yang harus dipersiapkan untuk memulai usaha budidaya bawang merah.

5.3.1. biaya investasi

Budidaya bawang merah membutuhkan biaya investasi pada tahap awal usaha berupa biaya pengadaan peralatan dan mesin budidaya. Besarnya biaya investasi ini dipengaruhi oleh skala usaha (luas lahan budidaya bawang merah). Semakin luas lahan budidayanya, maka semakin besar biaya investasinya. Namun dalam penyusunan biaya investasi ini, asumsi lahan yang digunakan adalah 1 ha dengan 3 musim tanam. Biaya investasi budidaya bawang merah adalah sebesar rp26.323.000 seperti tertera dalam Tabel 5.2.

5.3.2. biaya operasional

Seperti dijelaskan sebelumnya, biaya operasional dalam usaha budidaya bawang

40

merah terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap yang tergantung pada skala usaha atau luas lahan yang dikelola. Total biaya variabel dalam usaha budidaya bawang merah sebesar rp104.380.000 per musim tanam atau sebesar rp313.140.000 per tahun dengan pembagian komposisi biaya antara lain untuk bibit 47,90%, pupuk 4,01%, bahan penunjang 7,38%, pestisida 4,83%, dan upah tenaga kerja 35,88%. Untuk komponen biaya tetap sebesar rp6.750.000 per musim tanam dengan komponen terbesar biaya sewa lahan sebesar 74,07%, perbaikan alat 22,22% dan sisanya untuk kegiatan administrasi, sumbangan dan komunikasi. Total biaya tetap dalam setahun sebesar rp20.250.000,-.

5.4. KebUTUhaN DaNa iNVesTasi DaN moDaL Kerja

Total biaya yang diperlukan dalam usaha budidaya bawang merah per hektar per musim tanam adalah sebesar rp137.453.000,-. Dari total biaya tersebut, sesuai dengan asumsi awal yang ditetapkan, 40% dari biaya tersebut diperoleh dari modal sendiri dan 60% sisanya diperoleh dari kredit lembaga keuangan/perbankan dengan suku bunga 18% per tahun seperti ditunjukkan pada Tabel 5.5.

Biaya investasi yang diperlukan untuk usaha budidaya bawang merah berasal dari kredit dan dana pribadi dengan persentase sama dengan biaya modal kerja. Kredit investasi budidaya bawang merah ini berjangka waktu 1

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

Tabel 5.2. Biaya Investasi Budidaya Bawang Merah per Hektar.

No. Komponen Biaya Jumlah Harga Satuan

(Rp) Total (Rp)

A Alsintan

1 Pompa air mesin diesel 1 unit 10.000.000 10.000.000

2 Terpal (hasil panen) 42 m2 238.000 9.996.000

B Peralatan produksi

1 Parang 10 unit 50.000 500.000

2 Cangkul 10 unit 95.000 950.000

3 Selang air 21 m2 25.000 525.000

4 Sumur bor 8 m 50.000 400.000

5 Keranjang bambu pikulan 120 unit 30.000 360.000

6 Kored 40 unit 15.000 600.000

7 Ember 10 unit 5.000 50.000

8 Hand sprayer 5 unit 550.000 2.750.000

9 Terpal (saung) 12 m2 16.000 192.000

Jumlah Biaya Investasi 26.323.000

Tabel 5.2. Biaya Invwstasi Budidaya Bawang Merah per Hektar

41

Tabel 5.3. Biaya Variabel Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

No. Komponen Biaya Volume Harga

Satuan (Rp)

Total Biaya Per Musim Tanam (Rp)

Total Biaya per Tahun

(Rp)

1 BIBIT Bibit bawang merah 2.000 kg 25.000 50.000.000 150.000.000 Jumlah (1) 50.000.000 150.000.000

2 PUPUK Pupuk kandang 5.000 kg 200 1.000.000 3.000.000 Urea 200 kg 1.900 380.000 1.140.000 SP-36 250 kg 3.200 800.000 2.400.000 KCl 200 kg 5.000 1.000.000 3.000.000 ZA 300 kg 1.700 510.000 1.530.000 TSP 250 kg 2.000 500.000 1.500.000 Jumlah (2) 4.190.000 12.570.000

3 BAHAN PENUNJANG BBM pompa air (solar) 1.400 liter 5.500 7.700.000 23.100.000 Jumlah (3) 7.700.000 23.100.000

4 PESTISIDA Fungisida 16 liter 125.000 2.000.000 3.000.000 Insektisida 16 liter 190.000 3.040.000 4.560.000 Jumlah (4) 5.040.000 15.120.000

5 UPAH TENAGA KERJA a. Pengolahan tanah 100 HOK 40.000 4.000.000 12.000.000 b. Penanaman 50 HOK 25.000 1.250.000 3.750.000 c. Penyiraman 800 HOK 20.000 16.000.000 48.000.000 d. Pemupukan 60 HOK 25.000 1.500.000 4.500.000 e. Pengendalian hama penyakit 300 HOK 40.000 12.000.000 36.000.000 f. Pemanenan 60 HOK 25.000 1.500.000 4.500.000 g. Pengangkutan 30 HOK 40.000 1.200.000 3.600.000 Jumlah (5) 37.450.000 112.350.000

Jumlah Biaya Variabel 104.380.000 313.140.000

Tabel 5.4. Biaya Tetap Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

No. Komponen Biaya Jumlah Harga satuan

(Rp)

Biaya Per Musim

Tanam(Rp)

Total Biaya per Tahun

(Rp)

1 Sewa lahan 1 musim 5.000.000 5.000.000 15.000.000 2 Perbaikan peralatan 1 musim 1.500.000 1.500.000 4.500.000 3 Administrasi 1 musim 250.000 250.000 750.000

Jumlah Biaya Tetap 6.750.000 20.250.000

tahun dengan pembayaran angsuran setiap akhir masa tanam atau paska panen.Usaha budidaya bawang merah per hektar memerlukan biaya modal

kerja sebesar rp111.130.000 per musim tanam. Proporsi pinjaman (kredit) adalah 60% atau sebesar rp 66.678.000 dan 40% modal sendiri, atau sebesar rp44.452.000,-. Bunga kredit yang ditetapkan adalah 18% per tahun atau 6%

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

Tabel 5.3. Biaya Variabel Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

Tabel 5.4. Biaya Tetap Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

42

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

per musim tanam dibayarkan angsuran pokok dan bunganya pada saat panen. Dalam pelaksanaan usaha budidaya bawang merah, petani akan mengambil kredit modal kerja sebanyak 2 kali, yaitu pada awal musim tanam ke-1 dan awal musim tanam ke-4. Jangka waktu untuk masing-masing pinjaman adalah 1 tahun dengan angsuran masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali yang dibayarkan setiap panen (bayar panen). estimasi pengembalian kredit modal

Tabel 5.6. Angsuran Kredit Investasi Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

Periode Kredit Angsuran

Tetap Bunga Total Saldo Awal Saldo Akhir

Tahun 0 15.793.800

15.793.800 15.793.800 MT ke-1

Bulan ke-1

0 0 0 Bulan ke-2

0 0 0

Bulan ke-3

0 0 0 Bulan ke-4

5.264.600 947.628 6.212.228 15.793.800 10.529.200

MT ke-2 Bulan ke-5

0 0 0 Bulan ke-6

0 0 0

Bulan ke-7

0 0 0 Bulan ke-8

5.264.600 947.628 6.212.228 10.529.200 5.264.600

MT ke-3 Bulan ke-9

0 0 0 Bulan ke-10

0 0 0

Bulan ke-11

0 0 0 Bulan ke-12

5.264.600 947.628 6.212.228 0

Tahun 1

15.793.800 2.842.884 18.636.684

Tabel 5.5. Struktur Kebutuhan Dana Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

No Komponen Biaya Proyek % Total Biaya

1 Biaya Investasi - Bersumber dari kredit 60% 15.793.800 - Dari dana sendiri 40% 10.529.200 Total Biaya Investasi 26.323.000

2 Biaya Modal Kerja

- Bersumber dari kredit 60% 66.678.000 - Dari dana sendiri 40% 44.452.000 Total Biaya Modal Kerja 111.130.000

3 Total Dana Proyek

- Bersumber dari kredit 60% 82.471.800 - Dari dana sendiri 40% 54.981.200 Jumlah Dana Proyek 137.453.000

Tabel 5.5. Struktur Kebutuhan Dana Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

Tabel 5.6. Angsuran Kredit Investasi Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

43

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

investasi dan kredit modal kerja ditampilkan pada Tabel 5.6 dan 5.7.5.5. ProDUKsi DaN PeNDaPaTaN

Pada asumsi yang telah disebutkan sebelumnya, produksi budidaya bawang merah adalah sebesar 10 ton/ha per musim tanam dengan tingkat off grade sebesar 2,5% atau 250 kg. Dengan demikian petani memanen 9.750 kg bawang merah sesuai standar pasar. Harga untuk bawang merah sesuai standar pasar adalah rp15.000,00/kg, sedangkan bawang merah off grade dijual sebesar rp12.000/kg. Dari hasil panen, seluruhannya terserap oleh pasar lokal maupun luar daerah sentra. Perkiraan pendapatan usaha per hektar untuk satu musim tanam sebesar rp149.250.000,- sehingga dalam setahun pendapatan usaha

Tabel 5.7. Angsuran Kredit Modal Kerja Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

Periode Kredit Angsuran

Tetap Bunga Total Saldo Awal Saldo Akhir

Tahun 0 66.678.000

66.678.000 66.678.000 MT ke-1

Bulan ke-1

0 0 0 Bulan ke-2

0 0 0

Bulan ke-3

0 0 0 Bulan ke-4

22.226.000 4.000.680 26.226.680 66.678.000 44.452.000

MT ke-2 Bulan ke-5

0 0 0 Bulan ke-6

0 0 0

Bulan ke-7

0 0 0 Bulan ke-8

22.226.000 4.000.680 26.226.680 44.452.000 22.226.000

MT ke-3 Bulan ke-9

0 0 0 Bulan ke-10

0 0 0

Bulan ke-11

0 0 0 Bulan ke-12

22.226.000 4.000.680 26.226.680 0

Tahun 1

66.678.000 12.002.040 78.680.040

Tahun 2 66.678.000

66.678.000 66.678.000 MT ke-4

Bulan ke-1

0 0 0 Bulan ke-2

0 0 0

Bulan ke-3

0 0 0 Bulan ke-4

22.226.000 4.000.680 26.226.680 66.678.000 44.452.000

MT ke-5 Bulan ke-5

0 0 0 Bulan ke-6

0 0 0

Bulan ke-7

0 0 0 Bulan ke-8

22.226.000 4.000.680 26.226.680 44.452.000 22.226.000

MT ke-6 Bulan ke-9

0 0 0 Bulan ke-10

0 0 0

Bulan ke-11

0 0 0 Bulan ke-12

22.226.000 4.000.680 26.226.680 0

Tahun 1

66.678.000 12.002.040 78.680.040

Tabel 5.7. Angsuran Kredit Modal Kerja Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

44

mencapai rp 447.750.000.5.6. ProyeKsi Laba rUGi DaN breaK eVeN PoiNT

Pada tahun pertama, usaha budidaya bawang merah diproyeksikan dapat menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar rp81.022.235,- dengan asumsi seluruh produk atau hasil panen laku terjual. Dengan asumsi yang telah ditetapkan

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

Tabel 5.10. Proyeksi Laba-Rugi Budidaya Bawang Merah per Hektar

Tahun No Uraian

1 2 3 Rata-rata (Rp)

A Total Penerimaan 447.750.000 447.750.000 447.750.000 447.750.000 B Pengeluaran i. Biaya Variabel 313.140.000 313.140.000 313.140.000 313.140.000 ii. Biaya Tetap 20.250.000 20.250.000 20.250.000 20.250.000 iii. Depresiasi 4.194.800 4.194.800 4.194.800 4.194.800 iv. Angsuran Bunga 14.844.924 12.002.040 13.423.482 Total Pengeluaran 352.429.724 349.586.840 337.584.800 346.533.788 C R/L Sebelum Pajak 95.320.276 98.163.160 110.165.200 101.216.212 D Pajak (15%) 14.298.041 14.724.474 16.524.780 15.182.432 E Laba Setelah Pajak 81.022.235 83.438.686 93.640.420 86.033.780 F Profit on Sales 18,10% 18,64% 20,91% 19,21% G BEP : - Nilai Penjualan (Rp) 130.688.462 121.232.246 81.310.149 111.076.953 - Volume Produksi (Kg) 8.767 8.133 5.455 7.451

Tabel 5.8. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Budidaya Bawang Merah per Hektar

No. Produksi Bawang

Merah Jumlah

Harga Jual (Rp)

Penjualan per Musim Tanam

(Rp)

Penjualan per Tahun

(Rp) 1 Grade super 9.750 kg 15.000 146.250.000 438.750.000 2 Off-grade 250 kg 12.000 3.000.000 9.000.000 Jumlah Pendapatan

149.250.000 447.750.000

Tabel 5.9. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Budidaya Bawang Merah Per Tahun

Produk 1 2 3 Produk : Bawang Merah - Jumlah Produksi (kg) a. Bawang merah on grade 29.250 29.250 29.250 b. Bawang merah off grade 750 750 750 - Harga (Rp/kg) a. Bawang merah on grade 15.000 15.000 15.000 b. Bawang merah off grade 12.000 12.000 12.000 - Nilai Penjualan (Rp) a. Bawang merah on grade 438.750.000 438.750.000 438.750.000 b. Bawang merah off grade 9.000.000 9.000.000 9.000.000 TOTAL 447.750.000 447.750.000 447.750.000

Tabel 5.8. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Budidaya Bawang Merah per Hektar

Tabel 5.9. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Budidaya Bawang Merah per Tahun

Tabel 5.10. Proyeksi Laba-Rugi Budidaya Bawang Merah per Hektar

45

sebelumnya yaitu adanya kepastian pasar, harga yang konstan, dan produk habis terjual maka pada tahun berikutnya hasil penjualan sama dengan tahun sebelumnya. Net profit margin usaha budidaya bawang merah mencapai 18,10% dengan asumsi selama masa proyeksi tidak terjadi perubahan produktivitas maupun tingkat harga jual. Selain Net Profit Margin, pencapaian titik impas (BeP) usaha budidaya bawang merah pada tahun pertama sebesar rp130.688.462,- dan tahun-tahun berikutnya berubah menjadi rp121.232.246,- pada tahun ke-2 dan rp81.310.149,- pada tahun ke-3.

5.7. ProyeKsi arUs Kas DaN KeLayaKaN ProyeK

Pada usaha budidaya bawang merah, aliran kas (cash flow) dalam perhitungannya dibagi dua, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). aliran arus masuk didapatkan dari total penjualan setiap panen bawang merah selama musim tanam. Pada usaha budidaya bawang merah, setiap tahun dilakukan 3 kali musim tanam dengan tetap memperhatikan kondisi dan kesesuaian lahan. Idealnya lahan tidak dapat dilakukan penanaman secara terus menerus untuk tanaman sejenis. Lahan perlu diberi waktu untuk beberapa saat tidak ditanami

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

Tabel 5.11. Proyeksi Arus Kas Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

Tahun No Uraian

0 1 2 3 A Arus Masuk 1. Total Penjualan 447.750.000 447.750.000 447.750.000 2. Kredit a. Investasi 15.793.800 b. Modal Kerja 66.678.000 66.678.000 3. Modal Sendiri a. Investasi 10.529.200 b. Modal Kerja 44.452.000 4. Nilai Sisa Proyek 14.508.600 Total Arus Masuk 137.453.000 447.750.000 514.428.000 462.258.600 Arus Masuk unt IRR 336.620.000 447.750.000 462.258.600 B Arus Keluar 1. Biaya Investasi 26.323.000 360.000 410.000 2. Biaya Variabel 313.140.000 313.140.000 313.140.000 3. Biaya Tetap 20.250.000 20.250.000 20.250.000 4. Angsuran Pokok 82.471.800 66.678.000 5. Angsuran Bunga 14.844.924 12.002.040 6. Pajak 14.298.041 14.724.474 16.524.780 Total Arus Keluar 26.323.000 445.364.765 427.204.514 349.914.780 Arus Keluar untuk IRR 26.323.000 348.048.041 348.524.474 349.914.780 C Arus Bersih (NCF) 111.130.000 2.385.235 87.223.486 112.343.820 D Cash Flow untuk IRR -26.323.000 (11.428.041) 99.225.526 112.343.820

Discount Factor (18%) 1,0000 0,8475 0,7182 0,6086 Present Value -26.323.000 (9.684.781) 71.262.228 68.375.917 E Cummulative -26.323.000 (36.007.781) 35.254.447 103.630.364

Tabel 5.11. Proyeksi Arus Kas Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

46

bawang merah atau melakukan rotasi tanaman dengan tanaman lain seperti padi, jagung, atau kedelai. Mengingat umur bawang merah hanya 60 hari (2 bulan) dalam satu siklus, maka 2 bulan sisanya digunakan untuk persiapan lahan dan peristirahatan lahan dari kegiatan budidaya. Oleh karena itu, proyeksi arus kas disusun per tahun dengan 3 kali musim tanam. Proyeksi arus kas budidaya bawang merah per musim tanam disajikan pada Lampiran 10 sedangkan untuk proyeksi per tahun selama 3 tahun ditunjukkan pada Tabel 5.11.

Pada usaha budidaya bawang merah, evaluasi profitabilitas rencana investasi dilakukan dengan menilai kriteria investasi untuk mengukur kelayakan usaha budidaya bawang merah yaitu NPV (Net Present Value), Irr (Internal Rate of Return), dan Net B/C ratio (Net Benefit-Cost Ratio). Sesuai asumsi, usaha budidaya bawang merah per hektar menghasilkan NPV rp103.630.364,- pada tingkat bunga 18% dengan nilai Irr 118,50% dan Net B/C ratio sebesar 4,94 (Tabel 5.12). Usaha budidaya bawang merah per hektar selama masa proyeksi sudah layak untuk dilaksanakan dengan Pay Back Period (PBP) selama 1,51 tahun. Selama semua faktor biaya variabel tergantung pada luas lahan yang dikelola, maka dalam analisis yang diperlukan adalah luas lahan minimal yang masih layak yaitu seluas 4,76 ha. Untuk skala yang lebih besar, dengan asumsi

yang sama maka usaha budidaya bawang merah masih layak untuk diusahakan.5.8. aNaLisis seNsiTiViTas KeLayaKaN Usaha

Secara umum, biaya produksi dan pendapatan dijadikan patokan untuk mengukur kelayakan usaha dalam analisis kelayakan proyek karena merupakan komponen inti dalam suatu kegiatan usaha. Selain itu, komponen biaya produksi dan pendapatan didasarkan pada asumsi dan proyeksi sehingga memiliki tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi. Dalam rangka mengurangi dan mengantisipasi resiko, diperlukan analisis sensitivitas untuk menguji tingkat sensitivitas proyek terhadap perubahan input maupun output. Dalam pola pembiayaan usaha budidaya bawang merah digunakan tiga skenario sensitivitas yang didasarkan pada perubahan harga produk yang menyebabkan penurunan pendapatan, kenaikan biaya variabel, dan kombinasi keduanya.

a. skenario 1

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

Tabel 5.12. Kriteria Kelayakan Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

Kriteria Kelayakan Nilai Justifikasi Kelayakan

NPV (Rp) Rp103.630.364 > 0

IRR 118,50% > suku bunga (18%)

Net B/C 4,94 > 1

PBP (tahun) 1,51 < periode proyeksi (3 tahun)

Tabel 5.12. Kriteria Kelayakan Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar

47

Usaha budidaya bawang merah memiliki ketergantungan tinggi terhadap (umbi bawang merah). akibatnya, produktivitas akan menurun apabila umbi yang ditanam berkualitas kurang baik. Selain itu, musim juga mempengaruhi produktivitas budidaya bawang merah. apabila musim hujan, usaha budidaya bawang merah sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Oleh karena itu, pengetahuan yang cukup luas dalam pengendalian hama penyakit bawang merah mutlak diperlukan. Dalam struktur aliran kas, penurunan produksi mengakibatkan penurunan pendapatan. Penurunan pendapatan sebesar 10% menyebabkan usaha budidaya bawang merah masih layak diusahakan, tetapi penurunan pendapatan di atas 10% menyebabkan usaha tidak layak.

b. skenario 2Sensitivitas kenaikan biaya produksi, terutama biaya variabel, sangat

mungkin terjadi melihat perkembangan pasar bebas yang sulit dibendung sehingga memunculkan asumsi peningkatan biaya produksi/variabel sedangkan pendapatan dianggap tetap/konstan. Pada usaha budidaya bawang merah, 47,9% dari total biaya variabel digunakan untuk biaya benih/umbi bawang merah. Sedangkan sisanya digunakan untuk komponen biaya tenaga kerja, biaya pupuk, dan obat-obatan serta biaya penunjang lainnya. apabila terjadi peningkatan biaya produksi hingga 15% maka usaha budidaya bawang merah masih layak dilakukan. Namun apabila peningkatan biaya produksi mencapai 16%, maka usaha budidaya bawang merah menjadi tidak layak dilakukan karena nilai NPV negatif, Irr lebih kecil dari suku bunga dan net B/C ratio lebih rendah

Tabel 5.13. Sensitivitas Penurunan Produksi/Penurunan Pendapatan

Pendapatan Kriteria Kelayakan

Turun 10% Turun 11% Justifikasi Kelayakan

NPV (Rp) Rp6.277.294 - Rp3.458.013 > 0 IRR 23,26% 15,14% > suku bunga (18%) Net B/C 1,24 0,87 > 1 PBP (tahun) 2,85 3,09 <periode proyeksi (3 tahun) Penilaian Layak Tidak Layak

Tabel 5.14. Sensitivitas Peningkatan Biaya Variabel

Biaya Variabel Kriteria Kelayakan

Naik 15% Naik 16% Justifikasi Kelayakan

NPV (Rp) Rp1.502.590 - Rp5.305.928 > 0 IRR 19,25% 13,63% > suku bunga (18%) Net B/C 1,06 0,80 > 1 PBP (tahun) 2,96 3,14 <periode proyeksi (3 tahun) Penilaian Layak Tidak Layak

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

Tabel 5.13. Sensitivitas Penurunan Produksi/Penurunan Pendapatan

Tabel 5.14. Sensitivitas Peningkatan Biaya Variabel

48

dari 1.c. skenario 3

Penurunan harga bawang merah dapat terjadi karena kenaikan biaya produksi seiring dengan peningkatan harga sarana produksi dapat juga terkombinasi dengan turunnya jumlah produk yang terjual ataupun turunnya nilai jual produk bawang merah. Sensitivitas kombinasi tersebut memperlihatkan bahwa pada saat terjadinya kenaikan biaya variabel sebesar 6% dan secara bersamaan terjadinya penurunan pendapatan sebesar 6%, maka usaha budidaya bawang merah masih dinilai layak, namun lebih dari nilai tersebut akan menyebabkan

usaha tidak layak.

Dari ketiga skenario tersebut, meskipun harga bibit dan upah tenaga kerja memiliki proporsi pengeluaran yang cukup besar, namun usaha budidaya bawang merah masih layak. Hal-hal yang perlu dicermati dalam usaha budidaya bawang merah adalah ketersediaan lahan dan musim yang dapat berakibat pada produktivitas. apabila produktivitas menurun maka dapat terjadi penurunan faktor kelayakan yang cukup signifikan. Selain itu, kebijakan pemerintah khususnya terhadap impor bawang merah juga dapat membuat harga bawang merah lokal terkoreksi.

5.9. KeNDaLa KeUaNGaN

Permodalan tetap menjadi kendala yang harus diperhatikan dalam usaha berbasis komoditas pertanian seperti budidaya bawang merah. Berbagai skim pembiayaan telah diterapkan dan diterima oleh petani/pengusaha bawang merah, namun usaha ini belum berkembang secara maksimal dan profesional sehingga kurang menarik bagi lembaga keuangan untuk membiayainya. Program pembiayaan yang saat ini sudah ada lebih diarahkan untuk penguatan produksi dalam bentuk pembiayaan modal kerja sementara untuk investasi

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

Tabel 5.15. Sensitivitas Kombinasi

Kombinasi

Kriteria Kelayakan Biaya Variabel Naik

6% dan Pendapatan Turun

6%

Biaya Variabel Naik 7% dan

Pendapatan Turun 7%

Justifikasi Kelayakan

NPV (Rp) Rp4.367.412 - Rp12.176.413 > 0 IRR 21,65% 8,06% > suku bunga (18%) Net B/C 1,17 0,54 > 1 PBP (tahun) 2,89 3,34 <periode proyeksi (3 tahun) Penilaian Layak Tidak Layak

Tabel 5.15. Sensitivitas Kombinasi

49

usaha rata-rata sudah dimiliki oleh petani/pengusaha bawang merah. Hal ini disebabkan dalam skala produksi satu hektar, biaya investasi yang dikeluarkan relatif kecil dibandingkan dengan biaya modal kerja. Namun pada skala usaha yang lebih luas, biaya investasi berpengaruh terhadap kelayakan usaha. Untuk itu, pihak lembaga keuangan perlu memberikan porsi yang cukup untuk pembiayaan investasi budidaya bawang merah. Selain itu, perlunya agunan dalam persyaratan pengajuan kredit juga dirasa berat oleh petani bawang merah. Petani/pengusaha pada umumnya takut menjaminkan agunan ke pihak bank karena usaha bawang merah sangat rentan terhadap perubahan harga atau produktivitas hasil panen.

Pemerintah belum mampu menguatkan daya jual produk bawang merah karena pembiayaan untuk penguatan pasar belum langsung menjangkau pada pelayanan di tingkat petani. Pasar lelang yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah hanya diikuti oleh pedagang besar bawang merah. Pasar lelang tersebut juga belum kontinyu padahal jual beli bawang merah di masyarakat terjadi setiap hari. Program seperti PUaP juga belum maksimal dalam memperkuat pasar karena jumlah dana yang dialokasikan masih tergolong kecil untuk menampung hasil kelompok tani bawang merah. Dalam pola kemitraan yang dilakukan beberapa petani/kelompok tani dengan pihak industri pengolahan bawang merah, pihak petani/kelompok tani belum memiliki kekuatan untuk akses pembiayaan. Dokumen kontrak yang dibuat masih perlu disesuaikan dengan persyaratan dari perbankan agar dapat digunakan sebagai jaminan atas usaha yang dilakukan. Hal ini menyebabkan terbatasnya kredit yang diberikan kepada petani sehingga ketika petani membutuhkan modal besar untuk investasi sewa lahan bagi pengembangan usaha budidaya bawang merah yang dilakukannya menemui kesulitan. n

BaB V – aSPeK KeUaNgaN

50

bab VIaspeK eKOnOmI,

sOsIal Dan DampaK lInGKUnGan

51

BaB VI – aSPeK eKONOMI, SOSIaL DaN DaMPaK LINgKUNgaN

6.1. asPeK eKoNomi DaN sosiaL

Usaha budidaya bawang merah merupakan mata pencaharian pokok yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Kabupaten Brebes. Usaha ini sudah dilakukan secara turun temurun sehingga pengetahuan mengenai teknik bercocok tanam bawang merah juga dilakukan melalui garis keturunan. apabila dilakukan dengan profesional, usaha budidaya bawang merah dapat meningkatkan pendapatan petani/pengusaha bawang merah sehingga penjualan hasil panen bawang merah dapat digunakan untuk kebutuhan primer, biaya pendidikan keluarga, kebutuhan sekunder, dan tersier.

Usaha budidaya bawang merah juga menyerap banyak tenaga kerja sehingga dampak ekonomi yang dirasakan juga cukup besar. Hal ini dapat berdampak pada menurunnya arus urbanisasi ke kota besar dan mengurangi tingkat pengangguran di Kabupaten Brebes. Mengingat masyarakat Brebes sebagian besar beragama Islam, petani bawang merah sebagian besar memberikan sedekah dan sumbangan kepada pondok pesantren, masjid, masyarakat yang kurang mampu, atau kegiatan-kegiatan sosial yang terjadi di sekitar lingkungannya. Hasil panen bawang merah juga dapat disisihkan untuk menunaikan ibadah haji yang memang membutuhkan dana yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya bawang merah ini memberikan dampak sosial yang positif terhadap masyarakat. Perekonomian di Kabupaten Brebes sangat terpengaruh juga oleh harga dan permintaan bawang merah. Bila harga bawang merah tinggi dan petani memperoleh untung yang cukup besar, maka penjualan barang-barang kebutuhan seperti baju, sepeda motor, perhiasan, dan mesin sarana produksi pertanian juga meningkat, begitu juga apabila terjadi hal sebaliknya.

Usaha budidaya bawang merah juga dapat mensinergikan kebijakan pemerintah, pengabdian masyarakat oleh lembaga pendidikan tinggi, pengembangan IPTeK serta kemitraan dengan usaha sektor lain. Namun koordinasi sangat diperlukan agar sinergi antar berbagai pihak tersebut dapat lebih maksimal. Seiring berjalannya waktu, kemitraan pemasaran tidak hanya melibatkan petani, lembaga penelitian dan perusahaan pengolahan tetapi juga mampu menarik pihak lain seperti lembaga pembiayaan dan usaha sektor lain (pedagang-pedagang sarana produksi pertanian) sehingga mampu memberikan dampak yang cukup besar bagi perputaran roda perekonomian masyarakat.

6.2. DamPaK LiNGKUNGaN

Kabupaten Brebes sangat tergantung dengan usaha budidaya bawang merah mengingat lebih dari 70% perekonomian Kabupaten Brebes berasal dari

52

BaB VI – aSPeK eKONOMI, SOSIaL DaN DaMPaK LINgKUNgaN

budidaya komoditas tersebut. Usaha budidaya bawang merah di sini juga sudah berlangsung sangat lama, rata-rata sekitar 25 tahun. Selain karena faktor sumberdaya manusia yang mencukupi, usaha budidaya bawang merah di Brebes berkembang karena lingkungan yang mendukung. adanya peningkatan harga dari tahun ke tahun membawa perubahan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Brebes. Perubahan ini ditunjukkan dengan semakin tingginya daya beli masyarakat terhadap barang kebutuhan primer, sekunder bahkan barang pelengkap yang bersifat tersier (sepeda motor atau mobil). Peningkatan taraf hidup masyarakat membuktikan bahwa usaha budidaya bawang merah sangat bermanfaat jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi.

Peningkatan taraf hidup tersebut membuka peluang untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat. Meningkatnya derajat kesehatan dan pendidikan dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Beberapa indikator Indeks Pembangunan Manusia antara lain daya beli, derajat kesehatan, dan tingkat pendidikan masyarakat. Keberhasilan pembangunan juga ditentukan oleh pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan agar tercapai program pembangunan berkelanjutan yang merupakan keseimbangan antara kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya alam.

Di sisi lain, pengelolaan usaha budidaya bawang merah secara intensif memberikan potensi kerusakan lahan di Kabupaten Brebes. Penggunaan bahan kimia berupa pupuk dan pestisida yang tidak terkontrol juga dapat memberikan ancaman kepada lingkungan di sekitar lahan budidaya. Dengan demikian, hasil yang didapat dari usaha budidaya bawang merah di Kabupaten Brebes memberi manfaat secara ekonomi dan sosial namun cenderung memberi risiko yang cukup tinggi bagi terjadinya kerusakan lingkungan.

Lahan-lahan di Kabupaten Brebes sebagian besar merupakan lahan tadah hujan yang sumber pengairannya dari curah hujan. Pemenuhan kebutuhan air pada usaha bawang merah dilakukan dengan membuat sumur bor yang kemudian dipompa dengan menggunakan mesin pompa diesel. Penggunaan air tanah yang berlebihan pada usaha budidaya bawang merah mengakibatkan keringnya sumur-sumur yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari manusia. Tanah di lahan yang digunakan untuk budidaya bawang merah juga mengeras karena proposi tanah yang seharusnya berisi air menjadi kosong, sehingga pengelolaan tanah dalam budidaya bawang merah semakin sulit untuk dilakukan.

Pola tanam monokultur dan sepanjang tahun dapat menyebabkan terjadinya erosi tanah yang cukup tinggi. Kondisi ini menjadi faktor pemicu semakin menurunnya tingkat kesuburan tanah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan degradasi lahan. Penggunaan pola tanam polikultur, adanya tanaman pohon, atau memberikan tanah masa istirahat merupakan cara-cara

53

BaB VI – aSPeK eKONOMI, SOSIaL DaN DaMPaK LINgKUNgaN

yang dapat mengembalikan kemampuan tanah dalam mendukung siklus hidup tanaman bawang merah. Namun cara-cara ini tidak dilakukan oleh petani karena usaha budidaya bawang merah merupakan mata pencaharian pokok petani di Brebes.

Penggunaan pupuk organik yang masih minim juga meningkatkan laju kerusakan tanah. Bahan organik tanah mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap ketersediaan hara bagi tanaman dan merupakan pakan yang sangat penting bagi organisme tanah. Ketika bahan organik mengalami dekomposisi, unsur-unsur hara akan dibebaskan ke tanah dalam bentuk yang dapat digunakan tanaman. Proses pelepasan ini disebut mineralisasi, membebaskan unsur-unsur yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Untuk menjaga daur tersebut, maka laju penambahan bahan organik harus sama dengan laju dekomposisi, laju penyerapan hara oleh tanaman dan kehilangan hara melalui pencucian dan erosi. Bahan organik tanah juga dapat mengatur pasokan hara tanaman melalui kemampuannya berinteraksi dengan ion-ion logam dengan membentuk kompleks bahan organik-logam. Kompleks bahan organik logam merupakan bentuk yang sangat efektif mengikat unsur-unsur hara mikro seperti Fe, Cu, Mn, dan Zn. Ikatan semacam itu disebut kelat dan merupakan bentuk yang mudah tersedia bagi tanaman. Fungsi lainnya yaitu menghalangi pengaruh perubahan yang dapat membuat unsur-unsur tersebut tidak tersedia bagi tanaman misalnya pH tinggi dan menghalangi pencucian unsur-unsur tersebut. Pembentukan bahan organik-logam juga dapat mengurangi toksisitas logam seperti al dan Mn pada tanah-tanah masam atau karena penggunaan herbisida.

Penggunaan pupuk kimia berlebihan juga berbahaya bagi lingkungan. Petani bawang merah di Brebes umumnya hanya melihat gejala pada tanaman seperti tanaman pertumbuhannya lambat dan kerdil. akibatnya, petani cenderung meningkatkan penggunaan pupuk kimia untuk memperoleh hasil yang maksimal. Metode paling baik untuk membuat rekomendasi jumlah pupuk optimal didasarkan serangkaian percobaan lapang yang dilaksanakan di lahan percobaan dan tanah petani. Percobaan ini meliputi tentang perlakuan pupuk untuk mendapatkan dosis optimum, waktu pemupukan, dan cara pemupukan. Setiap percobaan akan memberikan hasil pasti untuk tanah dan tanaman tertentu. Dengan melakukan percobaan memungkinkan untuk penetapan keragaman kebutuhan pupuk dan mengorelasikan keragaman ini dengan sifat-sifat tanah. Jumlah kebutuhan pupuk dapat dihubungkan dengan status hara yang ditunjukkan oleh hasil analisis tanah, tipe tanah, penanaman sebelumnya, pupuk organik yang digunakan dan sifat-sifat tanaman. Jumlah hara yang diambil pada saat panen sangat beragam antar tanaman dan mempengaruhi tingkat hasil tanaman. Perhitungan hara yang terambil atau terangkut saat panen diperlukan agar rekomendasi pemupukan menjaga status hara.

54

Bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman yang tingkat serangan hama dan penyakitnya tinggi. Hama utama adalah ulat grayak, sedangkan penyakit utama adalah embun upas yang dapat mengakibatkan gagal panen. Hal ini membuat petani bawang merah cenderung menggunakan pestisida secara berlebihan untuk mengendalikan dan mengantisipasi serangan hama dan penyakit tersebut, meskipun dapat mengancam lingkungan serta meninggalkan residu pada bawang merah yang mempengaruhi mutu produk tersebut. Tak heran bila kendala utama dalam produksi dan pemasaran untuk komoditas bawang merah pada perdagangan regional maupun internasional saat ini adalah pada aspek mutu dan keamanan pangan.

Usaha peningkatan keamanan pangan produk pertanian, khususnya bawang merah, telah dilakukan. Melalui program pengendalian hama-penyakit terpadu (PHT) membuktikan bahwa produksi hasil pertanian dilakukan tidak hanya mempertimbangkan aspek tingginya tingkat produksi, tetapi juga aspek keberlanjutan produksi, kelestarian lingkungan, dan keamanan pangan. Namun sejauh ini belum mampu menjawab berbagai persoalan keamanan pangan disebabkan praktik produksi yang menyimpang dari anjuran.

adanya kasus penolakan produk ekspor Indonesia oleh beberapa negara juga menunjukkan bahwa penanganan aspek keamanan pangan di Indonesia masih belum optimal. aspek mutu dan keamanan pangan merupakan masalah utama dalam produksi dan pemasaran bawang merah. Hal ini juga terkait dengan semakin meningkatnya kepedulian konsumen terhadap mutu dan kesehatan. Bawang merah Indonesia umumnya mempunyai masalah mutu yang tidak konsisten dan tingkat kontaminan yang cukup tinggi. Penerapan teknologi produksi dan penanganan pasca panen yang seadanya mengakibatkan inkonsistensi mutu tersebut. Kedua faktor ini dan faktor penggunaan pupuk serta pestisida yang tidak proporsional telah membawa produk bawang merah Indonesia pada status jaminan keamanan pangan yang rendah dan tingkat kontaminasi yang tinggi. n

BaB VI – aSPeK eKONOMI, SOSIaL DaN DaMPaK LINgKUNgaN

55

56

bab VIIKesImpUlan Dan

saran

57

KOMODITI PaDI | PeNINgKaTaN aKSeS PeMaSaraNBaB VII – KeSIMPULaN DaN SaraN

7.1. KesimPULaN

BawaNG merah merupakan bahan bumbu/rempah utama berbagai masakan Indonesia. Karena itu permintaan terhadap komoditi ini cenderung stabil dan meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Nilai ekonomi tinggi yang dimiliki bawang merah menjadi magnet penggerak bagi petani untuk menanam bawang merah. Prospek dan peluang usaha yang tinggi dapat diarahkan sebagai unit bisnis yang mampu meningkatkan pendapatan dan memberikan nilai tambah produk bawang merah. Melalui kajian pola pembiayaan usaha budidaya bawang merah ini, dapat disimpulkan beberapa poin penting antara lain:

1. Usaha budidaya bawang merah memiliki prospek dan peluang usaha yang cukup baik di masa yang akan datang. Hal ini menjadi salah satu faktor pihak lembaga keuangan baik perbankan maupun lembaga pembiayaan non-bank untuk memberikan kredit kepada petani bawang merah. Kredit yang dikucurkan dapat berupa kredit investasi ataupun kredit modal kerja. Namun sebagian besar petani bawang merah yang mengajukan permohonan bantuan pembiayaan untuk modal kerja karena modal investasi untuk budidaya bawang merah sudah diadakan sendiri oleh petani.

2. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam budidaya bawang merah antara lain pemilihan lokasi tanam, penentuan musim tanam, pengetahuan mengenai cara budidaya bawang merah, pengadaan bibit dan pengendalian hama penyakit bawang merah. Lokasi yang ideal bagi budidaya bawang merah adalah dataran rendah dengan bulan basah yang cenderung pendek namun kebutuhan air tanaman dapat tercukupi. Faktor angin juga menjadi penentu dalam keberhasilan budidaya bawang merah. Daerah sentra bawang merah pada umumnya mempunyai angin lokal yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman bawang merah. Faktor-faktor tersebut bisa ditemui di daerah Brebes yang merupakan sentra bawang merah terbesar di Indonesia.

3. Keterbatasan lahan perlu diperhatikan dalam pengembangan usaha budidaya bawang merah dengan mempertimbangkan ketersediaan air tanah, jenis tanah, dan cuaca. Budidaya bawang merah juga tidak dapat dilakukan secara kontinyu pada lahan yang sama karena lahan membutuhkan fase istirahat. apabila dipaksakan penanaman pada lahan yang sama selama satu tahun penuh maka mengancam keseimbangan hara tanah yang mengakibatkan penurunan hasil produksi.

4. Dalam praktik budidaya bawang merah, bibit merupakan faktor penentu

terutama dalam hal ketersediaannya, mutu dan harga bibit. Bibit menyumbang hampir separuh dari total dana modal kerja, sehingga

58

pemilihan bibit yang bermutu tinggi merupakan syarat mutlak agar produksi dan budidaya bawang merah bisa optimal.

5. Usaha budidaya bawang merah membutuhkan dana yang besarannya tergantung pada penggunaan lahan (luasan dan kepemilikan). Total modal kerja yang digunakan untuk budidaya bawang merah per hektar per tahun (dengan asumsi 3 musim tanam) adalah sebesar rp111.130.000,- dengan biaya investasi sebesar rp26.323.000,-. Biaya investasi pada umumnya menggunakan dana pribadi dari petani bawang merah dan kredit perbankan. Dengan asumsi bahwa 60% modal kerja bersumber dari kredit dari lembaga keuangan/perbankan, maka kredit modal kerja yang diperlukan adalah sebesar rp66.678.000,-, sedangkan selebihnya rp44.452.000,- merupakan dana milik petani. Bunga untuk kredit sebesar 18% per tahun dengan grace period 3 bulan untuk setiap musim tanamnya dengan jangka pinjaman selama 1 tahun.

6. Usaha budidaya bawang merah per hektar sesuai dengan asumsi yang ada menghasilkan NPV rp103.630.364,- pada tingkat suku bunga 18% dengan nilai Irr adalah 118,50% dan net B/C ratio 4,94. Berdasarkan kriteria dan asumsi yang ada menunjukkan bahwa usaha budidaya bawang merah per hektar selama masa proyeksi sudah layak untuk dilakukan dengan Pay Back Period (PBP) selama 1,51 tahun.

7. Dari hasil budidaya bawang merah, petani-petani di Brebes dapat meningkatkan pendapatan dan status sosial di masyarakat. Laba yang cukup besar dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan dasar rumah tangga serta untuk membeli barang-barang kebutuhan sekunder dan tersier. Petani dan pengusaha bawang merah yang bekerja secara profesional mampu menjalankan ibadah haji dan memiliki pendapatan yang cenderung stabil. Untuk petani dan pengusaha yang memiliki rencana pengembangan lahan, keuntungan yang didapat dari usaha budidaya bawang merah digunakan untuk membeli tanah atau perluasan areal tanam. Namun usaha budidaya bawang merah yang intensif juga memiliki resiko terutama berkaitan dengan lingkungan. Pengembangan budidaya bawang merah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan perlu dipertimbangkan dan ditindaklanjuti.

7.2. saraN

Berdasarkan profil agribisnis bawang merah saat ini dan mengacu pada profil agribisnis bawang merah yang ingin diwujudkan pada masa yang akan datang, maka program revitalisasi agribisnis dan budidaya bawang merah dapat dirancang mencakup beberapa kegiatan utama, yaitu:

BaB VII – KeSIMPULaN DaN SaraN

59

1. Pengembangan sarana dan prasarana agribisnis bawang merah. Sarana dan prasarana yang perlu dikembangkan mencakup: pengadaan dan perbaikan jaringan irigasi, perbaikan dan penambahan jalan desa, penyediaan sarana produksi, pembangunan gudang-gudang penyimpanan, perbaikan dan penyediaan fasilitas pasar, pembangunan jaringan informasi (periode panen, prediksi pasokan, kelas/varietas, dan harga), serta sarana diseminasi dan transfer teknologi (sumberdaya manusia dan fisik).

2. Pengembangan industri benih bawang merah. Pembenahan sistem perbenihan bawang merah perlu dimulai dari fase perakitan varietas. Pada saat ini, rangkaian kegiatan pemuliaan dilakukan berdasarkan pendekatan program pemuliaan yang disusun oleh lembaga penyelenggara pemuliaan. Di masa depan, semua tahapan tersebut di atas dilakukan dengan pendekatan industri, yang pelaksanaannya dapat distandarisasikan mengacu pada sistem mutu. Mekanisme baru ini membutuhkan transformasi sistem perakitan varietas dari pendekatan program pemuliaan ke industri pemuliaan. Transformasi ini membawa konsekuensi perubahan penyelenggaraan kegiatan pemuliaan yang semula didominasi oleh lembaga pemerintah selanjutnya secara bertahap diserahkan kepada pihak swasta.

3. Pemberdayaan sentra produksi bawang merah. Sentra produksi bawang merah secara bertahap direvitalisasi menjadi sentra agribisnis bawang merah yang dicirikan oleh: (a) pengusahaan bawang merah yang memiliki economies of scale melalui penerapan konsolidasi pengelolaan lahan usaha, (b) kelembagaan petani yang tangguh, tidak saja dalam menangani aspek produksi, tetapi juga aspek pemasaran hasil dan pendanaan usahatani, (c) penerapan SPO (Standar Prosedur Operasional) bawang merah spesifik lokasi yang berbasis gaP (Good Agricultural Practices), dan (d) terintegrasi dengan pelayanan pasar input serta industri pengolahan.

4. Penambahan sentra produksi baru bawang merah. Perluasan sentra produksi/agribisnis baru terutama ditempuh dengan mengacu pada kesesuaian agroklimat bawang merah, bukan pada pemanfaatan lahan marjinal.

5. Pembangunan pabrik pengolahan produk bawang merah. Pengolahan produk bawang merah harus dirancang tidak hanya untuk mengatasi masalah surplus produksi saja. Pengembangan pabrik pengolahan harus diarahkan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah melalui diversifikasi produk, dengan menggunakan bahan baku berkualitas prima (sesuai persyaratan olah).

Beberapa strategi untuk menunjang program-program sesuai saran di atas adalah:

BaB VII – KeSIMPULaN DaN SaraN

60

1. Strategi pengembangan di lini on-farm mencakup: perakitan varietas unggul, penguatan sistem produksi benih sumber, pengelolaan hara dan air terpadu, pengendalian hama penyakit terpadu, serta perbaikan mutu dan daya simpan produk. Langkah-langkah strategis tersebut diarahkan untuk meningkatkan efisiensi usahatani bawang merah dan daya saing produk.

2. Strategi pengembangan di lini off-farm diawali dengan perbaikan teknologi pengolahan untuk mendukung pengembangan industri hilir bawang merah (skala rumah tangga maupun industri), misalnya industri irisan kering, irisan basah/utuh, pickles/acar, bawang goreng, bubuk bawang merah, tepung bawang merah, oleoresin, minyak bawang merah, dan pasta. Pengembangan industri hilir diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan bawang merah.

3. Strategi pengembangan di lini kebijakan pemerintah mencakup: (a) dukungan kebijakan perlindungan harga produsen termasuk proteksi bea masuk atas membanjirnya bawang merah dari luar negeri, (b) pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi harga, (c) permodalan skim kredit lunak dan mudah bagi petani, (d) pengawasan karantina atas lalu lintas komoditas antar negara, (e) penyediaan sarana pengairan/irigasi sederhana, (f) pengembangan sarana dan prasarana pendukung operasionalisasi kelembagaan usahatani dan pemasaran, serta (g) jaminan keamanan dan insentif bagi calon investor. Berbagai dukungan kebijakan tersebut terutama diarahkan untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi peningkatan investasi dan perbaikan distribusi.

4. Strategi pengembangan di lini pemasaran dan perdagangan mencakup pengembangan unit usaha bersama (koperasi atau usaha berbadan hukum lain) serta pengembangan sistem informasi (harga, penawaran dan permintaan produk) untuk mendukung upaya menangkap peluang pasar. Pengembangan pasar bawang merah harus dilakukan sejalan dengan perkembangan di sisi on-farm, sehingga manfaat penuh bagi produsen dan konsumen dapat tercapai. Langkah strategis pengembangan pasar yang didukung kebijakan pemerintah, terutama pemberian skim kredit usaha mikro, kecil dan menengah dapat mengarah pada peningkatan efisiensi pemasaran bawang merah.

Langkah-langkah strategis di atas, pada dasarnya diarahkan untuk meningkatkan efisiensi produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran bawang merah. Hal ini perlu ditempuh dalam upaya mencapai kondisi ideal profil agribisnis bawang merah masa depan yang memiliki karakteristik: (a) sebagai produsen dan eksportir terbesar di asia Tenggara, (b) sebagai sumber pendapatan tinggi bagi semua partisipan di sepanjang rantai pasokan, (c) tingkat produktivitas tinggi, serta (d) daya saing produk tinggi. n

BaB VII – KeSIMPULaN DaN SaraN

61

62

PaDa website Bank Indonesia www.bi.go.id terdapat minisite Info UMKM yang menyediakan informasi terkait pengembangan UMKM, termasuk simulasi pola pembiayaan (lending model) usaha kecil menengah sebagaimana dicantumkan dalam buku ini.

http://jktbiwfe/id/umkm/Default.aspxInfO UmKm paDa WebsIte banK InDOnesIa

Padawebmenyediamodel)usa

INF

bsite Baakaninformaaha kecil me

Be

FO UMKMhtt

ank Indasiterkaitpeenengahseb

eberapa me

M PADAtp://jktbiwf

donesia engembangabagaimanad

enu informa

 WEBSITfe/id/umkm

 

www.bi.goan UMKM,dicantumkan

asi yang ters

TE BANK m/Default.as

o.idterdapa,termasuksimndalambuku

sediapadaI

INDONEspx 

atminisiteInfmulasipolapuini.

Info UMKM

Tent

> Koo

> Kons

∨ Kela

> Dat

> Kre

> Kisa

> Pen

> Dat

Link 

SIA 

fo UMembiayaan

M

Info UMKtangLayananI

rdinasidanKe

sultasi Usaha

ayakan Usaha

KomoditiUng

PolaPembia

SistemPenunsanUntukInve

tabase Profil

edit UMKM

ahSuksesPemb

nelitian

ta Komoditi

k Web UMKM

MKMyang (lending

KM Ini

erjasama

a

ggulan

ayaan

njangKeputuestasi

UMKM

biayaan

M

Padawebmenyediamodel)usa

INF

bsite Baakaninformaaha kecil me

Be

FO UMKMhtt

ank Indasiterkaitpeenengahseb

eberapa me

M PADAtp://jktbiwf

donesia engembangabagaimanad

enu informa

 WEBSITfe/id/umkm

 

www.bi.goan UMKM,dicantumkan

asi yang ters

TE BANK m/Default.as

o.idterdapa,termasuksimndalambuku

sediapadaI

INDONEspx 

atminisiteInfmulasipolapuini.

Info UMKM

Tent

> Koo

> Kons

∨ Kela

> Dat

> Kre

> Kisa

> Pen

> Dat

Link 

SIA 

fo UMembiayaan

M

Info UMKtangLayananI

rdinasidanKe

sultasi Usaha

ayakan Usaha

KomoditiUng

PolaPembia

SistemPenunsanUntukInve

tabase Profil

edit UMKM

ahSuksesPemb

nelitian

ta Komoditi

k Web UMKM

MKMyang (lending

KM Ini

erjasama

a

ggulan

ayaan

njangKeputuestasi

UMKM

biayaan

M

Beberapa menu informasi yang tersedia pada info UmKm

INFO UMKM

63

Penelitian lengkap POLa PeMBIaYaaN (LENDING MODEL) USaHa KeCIL MeNeNgaH oleh Bank Indonesia dapat diunduh pada Info UMKM: http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx(Menu: Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan).

Beberapa pola pembiayaan (lending model) usaha kecil menengah tersebut dapat disimulasikan secara interaktif dan dinamis dengan aplikasi SPKUI pada Info UMKM: http://www.bi.go.id/spkui(Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi).

POLa PEMBIayaaN (LENDING MODEL) Usaha KECIL MENENGah

sIsTEM PENUNJaNG KEPUTUsaN UNTUK INVEsTasI (sPKUI)

POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH  

PenelitianlengkapPOLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAHoleh Bank Indonesia dapatdiunduhpada Info UMKM: http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx

(Menu: Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan)

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI) 

Beberapa pola pembiayaan (lending model) usaha kecil menengah tersebut dapat disimulasikansecara interaktif dan dinamis denganaplikasiSPKUIpada Info UMKM: http://www.bi.go.id/spkui

(Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi)

Simulasi SPKUI dilakukan dengan mengakses sub menu yang tersedia secara bertahap, yaitu

Setiap pengguna SPKUI dapat melakukan simulasi perhitungan analisis kelayakan usaha/proyek dengan melakukan perubahan (editing) terhadap variabel/parameter yang terdapat pada Tabel Asumsi Usaha, Tabel Biaya Investasi Usaha dan Tabel Biaya Operasi Usaha, untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah dimana pengguna akan melaksanakan usahanya.

Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi utama dalam penentuan kelayakan suatu usaha dalam SPKUI, yaitu:

- Net Present Value (NPV), - Interest Rate of Return (IRR), - Net B/C, dan - Payback Period (PBP).

Home  Komoditi  Asumsi  BiayaInv  Biaya Ops  Sumber Dana  R/L  ArusKas  Kelayakan 

POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH  

PenelitianlengkapPOLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAHoleh Bank Indonesia dapatdiunduhpada Info UMKM: http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx

(Menu: Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan)

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI) 

Beberapa pola pembiayaan (lending model) usaha kecil menengah tersebut dapat disimulasikansecara interaktif dan dinamis denganaplikasiSPKUIpada Info UMKM: http://www.bi.go.id/spkui

(Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi)

Simulasi SPKUI dilakukan dengan mengakses sub menu yang tersedia secara bertahap, yaitu

Setiap pengguna SPKUI dapat melakukan simulasi perhitungan analisis kelayakan usaha/proyek dengan melakukan perubahan (editing) terhadap variabel/parameter yang terdapat pada Tabel Asumsi Usaha, Tabel Biaya Investasi Usaha dan Tabel Biaya Operasi Usaha, untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah dimana pengguna akan melaksanakan usahanya.

Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi utama dalam penentuan kelayakan suatu usaha dalam SPKUI, yaitu:

- Net Present Value (NPV), - Interest Rate of Return (IRR), - Net B/C, dan - Payback Period (PBP).

Home  Komoditi  Asumsi  BiayaInv  Biaya Ops  Sumber Dana  R/L  ArusKas  Kelayakan 

n Simulasi SPKUI dilakukan dengan mengakses sub menu yang tersedia secara bertahap, yaitu

n Setiap pengguna SPKUI dapat melakukan simulasi perhitungan analisis kelayakan usaha/proyek dengan melakukan perubahan (editing) terhadap variabel/parameter yang terdapat pada Tabel asumsi Usaha, Tabel Biaya Investasi Usaha dan Tabel Biaya Operasi Usaha, untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah dimana pengguna akan melaksanakan usahanya.n Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi utama dalam penentuan kelayakan suatu usaha dalam SPKUI, yaitu: - Net Present Value (NPV), - Interest Rate of Return (Irr), - Net B/C, dan - Payback Period (PBP).

INFO UMKM

64

DaftarpUstaKa

65

DaFTar PUSTaKa

aak. 2004. Pedoman Bertanam Bawang. Kanisius. Yogyakarta.

agustina, L. 2004. Nutrisi Tanaman. UB Press. Malang.

anonymous. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah. CV. Yrama Widya. Bandung. p. 24 – 59.

ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya Edisi Revisi. UI Press. Jakarta. p. 199 – 206.

BPPT. 2013. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan. htpp//www.iptek.net.id/ind/teknologi-pangan/index.php id=244.

Chiu, C. dan Sudjiman. 1993. Tanah dan Pupuk. Agriculture technical mission Republic of China. p. 24 – 113.

Deptan. 2013a. Pengenalan dan Pengendalian Beberapa OPT Benih Hortikultura.

______, 2013b. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah.

gunadi, N dan Suwandi. 1989. Dosis dan Waktu Aplikasi Pemupukan Fosfat pada Tanaman Bawang Merah. Bulletin Penelitian Hortikultura Vol. XVIII. 1.

Hairiah, K, Widianto, S. r. Utami, D. Suprayono, Sunaryo, S. M. Sitompul, B. Lusiana, r. Mulia, Meine van Noordwijk, dan g. Cadish. 2002. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi (refleksi pengalaman Lampung Selatan). SM grafika Desa Petera. Jakarta. p. 63 -91.

Handayanto, e. 1996. Dekomposisi dan Mineralisasi Bahan Organik. Habitat 7 (96): 26 – 30.

Haryati, Y. dan a. Nurawan. 2009. Peluang Pengembangan Feromon Sex dalam Pengendalian Hama Ulat Bawang (Spodoptera exigua) pada Bawang Merah. Jurnal Litbang Pertanian 28 (2): 72 – 73.

Irwan. 2007. Bawang Merah dan Pestisida. http://www.waspada.co.id/serba-serbi/kesehatan/artikel php article-id=7849811.

Lingga, P. dan Marsono. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. p. 58 – 85.

Nugraha, Sigit. 2009. Teknologi Pengeringan-Penyimpanan Bawang Merah 2 (1): 1 – 3.

66

Miskiyah dan S. J. Munarso. 2009. Kontaminasi Residu Pestisida pada Cabai Merah, Selada dan Bawang Merah (Studi Kasus di Bandungan dan Brebes Jawa Tengah dan Cianjur Jawa Barat). J. Hort. 19(1):101-111.

Moekesan, T. K., Prabaningrum, L. dan Meitha, L. r. 2000. Penerapan PHT pada Sistem Tanaman Tumpang Gilir Bawang Merah dan Cabai. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Prihmantoro, H. 1996. Memupuk Tanaman Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta. p. 14-15.

rahayu, e. dan Berlian, N. V. a. 1999. Bawang Merah. Penebar swadaya. Jakarta.

rinsema, W. T. 1986. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhanrantar Karya aksara. Jakarta. p. 4 - 29.

rukmana, r. 1995. Bawang Merah Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius. Jakarta.

Sarief, e. S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. p. 30-41.

Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia. gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sitompul, S. M. dan B. guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. gadjah Mada University Press. Yogyakarta. p. 81 - 104.

Sudiarso. 2007. Pupuk Organik dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan. UB Press. Malang. p. 104 - 197.

Sugito, Y., Y. Nuraini dan e. Nihayati. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. pp. 83.

Suhardi. 1998. Jurnal Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta.

Suwandi dan Hilman. 1990. Pengaruh Pemupukan N dan Dosis P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah. Bulletin Pertanian (1) : 30 – 39.

DaFTar PUSTaKa

67

Wibowo, S. 1994. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta.

Yunus, a. 2007. Pengaruh IAA dan Kinetin Terhadap Pertumbuhan Eksplan Bawang Merah secara in vitro. Jurnal akta agrosia edisi Khusus (1): 53 - 58.

DaFTar PUSTaKa

68

lampIran

69

 

Lampiran 1 : Asumsi Untuk Analisis Keuangan

No. Asumsi Satuan Nilai 1 Periode produksi bulan 12 Periode proyeksi tahun 3 2 Musim tanam kali/tahun 3 Lama per musim tanam bulan 4 3 Luas lahan ha 1 Produktivitas kg/ha 10.000 4 Harga tetap a Bibit bawang merah Rp/kg 25.000 b Jual bawang merah Rp/kg 15.000 c Jual bawang merah (off-grade) Rp/kg 12.000 d Kenaikan harga jual bawang merah %/th 0% 5 Off Grade % 2,5% 6 Suku bunga per tahun (flat) % 18% 7 Jangka waktu kredit a Modal kerja bulan 12 b Investasi bulan 12

8 Proporsi modal kerja a Modal sendiri % 40% b Kredit % 60% 9 Proporsi modal usaha a Modal sendiri % 40% b Kredit % 60%

10 Discount Factor % 18% 11 Pembayaran pinjaman setiap Bulan ke 4

LaMPIraN

Lampiran 1 : asumsi Untuk analisis Keuangan

70

LaMPIraN

Lam

pira

n 2.

Bia

ya In

vest

asi

No.

K

ompo

nen

Bia

ya

Jum

lah

Har

ga

Satu

an

(Rp)

To

tal (

Rp)

Um

ur

Ekon

omis

(t

h)

Nila

i Pe

nyus

utan

Pe

r Tah

un

(Rp)

Nila

i Sis

a pa

da A

khir

Tahu

n ke

-3

(Rp)

A

Als

inta

n

1 Po

mpa

air

mes

in d

iese

l 1

unit

10.0

00.0

0010

.000

.000

5

2.00

0.00

04.

000.

000

2 Te

rpal

(has

il pa

nen)

42

m2

238.

000

9.99

6.00

0 15

666.

400

7.99

6.80

0

B.

Pera

lata

n Pe

nunj

ang

1

Para

ng

10un

it 50

.000

500.

000

510

0.00

020

0.00

02

Can

gkul

10

unit

95.0

0095

0.00

0 5

190.

000

380.

000

3 Se

lang

air

21m

2 25

.000

525.

000

510

5.00

021

0.00

04

Sum

ur b

or

8m

50

.000

400.

000

1040

.000

280.

000

5 Ke

ranj

ang

bam

bu

piku

lan

120

unit

3.00

036

0.00

0 1

360.

000

06

Kore

d

40un

it 15

.000

600.

000

512

0.00

024

0.00

07

Embe

r 10

unit

5.00

050

.000

2

25.0

0025

.000

8 H

and

spra

yer

5un

it 55

0.00

02.

750.

000

555

0.00

01.

100.

000

9 Te

rpal

(sau

ng)

12m

2 16

.000

192.

000

538

.400

76.8

00Ju

mla

h B

iaya

Inve

stas

i 26

.323

.000

4.19

4.80

014

.508

.600

Lam

pira

n 2.

Bia

ya In

vest

asi

71

LaMPIraN

Lampiran 2. Biaya Investasi

72

Lampiran 4. Sumber Dana

No Komponen Biaya Proyek % Total Biaya

1 Biaya Investasi - Bersumber dari kredit 60% 15.793.800 - Dari dana sendiri 40% 10.529.200 Total Biaya Investasi 26.323.000 2 Biaya Modal Kerja - Bersumber dari kredit 60% 66.678.000 - Dari dana sendiri 40% 44.452.000 Total Biaya Modal Kerja 111.130.000 3 Total Dana Proyek - Bersumber dari kredit 60% 82.471.800 - Dari dana sendiri 40% 54.981.200 Jumlah Dana Proyek 137.453.000

LaMPIraN

Lampiran 4. Sumber Dana

73

Lam

pira

n 5.

Pro

yeks

i Pro

duk

si d

an P

end

apat

an

Prod

uk

Tahu

n ke

-1

Tahu

n ke

-1

Tahu

n ke

-2

Tahu

n ke

-2

Mus

im

Tana

m k

e-1

Mus

im

Tana

m k

e-2

Mus

im

Tana

m k

e-3

Mus

im

Tana

m k

e-1

Mus

im

Tana

m k

e-2

Mus

im

Tana

m k

e-3

Prod

uk :

Baw

ang

Mer

ah

- Ju

mla

h Pr

oduk

si (k

g)

a

. Baw

ang

mer

ah o

n g

rad

e 9.

750

9.75

0 9.

750

29.2

50

9.75

0 9.

750

9.75

0 29

.250

b. B

awan

g m

erah

off

gra

de

250

250

250

750

250

250

250

750

- H

arga

(Rp/

kg)

a

. Baw

ang

mer

ah o

n g

rad

e 15

.000

15

.000

15

.000

15

.000

15

.000

15

.000

15

.000

15

.000

b. B

awan

g m

erah

off

gra

de

12.0

00

12.0

00

12.0

00

12.0

00

12.0

00

12.0

00

12.0

00

12.0

00

- N

ilai P

enju

alan

(Rp)

a. B

awan

g m

erah

on

gra

de

146.

250.

000

146.

250.

000

146.

250.

000

438.

750.

000

146.

250.

000

146.

250.

000

146.

250.

000

438.

750.

000

b

. Baw

ang

mer

ah o

ff g

rad

e 3.

000.

000

3.00

0.00

0 3.

000.

000

9.00

0.00

0 3.

000.

000

3.00

0.00

0 3.

000.

000

9.00

0.00

0

TOTA

L 14

9.25

0.00

0 14

9.25

0.00

0 14

9.25

0.00

0 44

7.75

0.00

0 14

9.25

0.00

0 14

9.25

0.00

0 14

9.25

0.00

0 44

7.75

0.00

0

Prod

uk

Tahu

n ke

-3

Tahu

n ke

-3

Mus

im

Tana

m k

e-1

Mus

im

Tana

m k

e-2

Mus

im

Tana

m k

e-3

Prod

uk :

Baw

ang

Mer

ah

- Ju

mla

h Pr

oduk

si (k

g)

a

. Baw

ang

mer

ah o

n g

rad

e 9.

750

9.75

0 9.

750

29.2

50

b

. Baw

ang

mer

ah o

ff g

rad

e 25

0 25

0 25

0 75

0 -

Har

ga (R

p/kg

)

a. B

awan

g m

erah

on

gra

de

15.0

00

15.0

00

15.0

00

15.0

00

b

. Baw

ang

mer

ah o

ff g

rad

e 12

.000

12

.000

12

.000

12

.000

-

Nila

i Pen

jual

an (R

p)

a

. Baw

ang

mer

ah o

n g

rad

e 14

6.25

0.00

0 14

6.25

0.00

0 14

6.25

0.00

0 43

8.75

0.00

0

b. B

awan

g m

erah

off

gra

de

3.00

0.00

0 3.

000.

000

3.00

0.00

0 9.

000.

000

TO

TAL

149.

250.

000

149.

250.

000

149.

250.

000

447.

750.

000

LaMPIraN

Lam

pira

n 5.

Pro

yeks

i Pro

duks

idan

Pen

dapa

tan

74

Lampiran 6. Angsuran Kredit Investasi

Suku Bunga 18%

Periode Kredit Angsuran

Pokok Bunga Total Saldo Awal Saldo Akhir

Tahun 0 15.793.800 15.793.800 15.793.80

0 MT ke-1

Bulan ke-1 0 0 0 Bulan ke-2 0 0 0 Bulan ke-3 0 0 0 Bulan ke-4 5.264.600 947.628 6.212.228 15.793.800 10.529.200

MT ke-2 Bulan ke-5 0 0 0 Bulan ke-6 0 0 0 Bulan ke-7 0 0 0 Bulan ke-8 5.264.600 947.628 6.212.228 10.529.200 5.264.600

MT ke-3 Bulan ke-9 0 0 0 Bulan ke-10 0 0 0 Bulan ke-11 0 0 0 Bulan ke-12 5.264.600 947.628 6.212.228 0

Tahun 1 15.793.800 2.842.884 18.636.684

LaMPIraN

Lampiran 6. angsuran Kredit Investasi

75

Lampiran 7. Angsuran Kredit Modal Kerja

Suku Bunga 18%

Periode Kredit Angsuran

Pokok Bunga Total Saldo Awal Saldo Akhir

Tahun 0 66.678.000

66.678.000 66.678.000 MT ke-1

Bulan ke-1

0 0 0 Bulan ke-2

0 0 0

Bulan ke-3

0 0 0 Bulan ke-4

22.226.000 4.000.680 26.226.680 66.678.000 44.452.000

MT ke-2 Bulan ke-5

0 0 0 Bulan ke-6

0 0 0

Bulan ke-7

0 0 0 Bulan ke-8

22.226.000 4.000.680 26.226.680 44.452.000 22.226.000

MT ke-3 Bulan ke-9

0 0 0 Bulan ke-10

0 0 0

Bulan ke-11

0 0 0 Bulan ke-12

22.226.000 4.000.680 26.226.680 0

Tahun 1

66.678.000 12.002.040 78.680.040

Tahun 2 66.678.000

66.678.000 66.678.000 MT ke-4

Bulan ke-1

0 0 0 Bulan ke-2

0 0 0

Bulan ke-3

0 0 0 Bulan ke-4

22.226.000 4.000.680 26.226.680 66.678.000 44.452.000

MT ke-5 Bulan ke-5

0 0 0 Bulan ke-6

0 0 0

Bulan ke-7

0 0 0 Bulan ke-8

22.226.000 4.000.680 26.226.680 44.452.000 22.226.000

MT ke-6 Bulan ke-9

0 0 0 Bulan ke-10

0 0 0

Bulan ke-11

0 0 0 Bulan ke-12

22.226.000 4.000.680 26.226.680 0

Tahun 2

66.678.000 12.002.040 78.680.040

Catatan. ¥ Pembayaran angsuran (pokok dan bunga) dilakukan setiap bulan ke-4 dari setiap musim tanam (bayar panen)

¥ Pada awal tahun ke-2 (musim tanam ke-3) memperoleh kembali pinjaman modal kerja untuk 1 musim tanam

LaMPIraN

Lampiran 7. angsuran Kredit Modal Kerja

76

Lam

pira

n 8.

Pro

yeks

i rug

i Lab

a U

saha

(rp)

LaMPIraN

77

Lam

pira

n 9.

Pro

yeks

i aru

s Ka

s

LaMPIraN

78

Lam

pira

n 10

. ana

lisis

Sen

sitiv

itas

: Pen

dapa

tan

Turu

n 10

%

LaMPIraN

79

Lam

pira

n 11

. ana

lisis

Sen

sitiv

itas

: Pen

dapa

tan

Turu

n 11

%

LaMPIraN

80

Lam

pira

n 12

. ana

lisis

Sen

sitiv

itas

: Bia

ya V

aria

bel N

aik

15%

LaMPIraN

81

Lam

pira

n 13

. ana

lisis

Sen

sitiv

itas

: Bia

ya V

aria

bel N

aik

16%

LaMPIraN

82

Lam

pira

n 14

. ana

lisis

Sen

sitiv

itas

Kom

bina

si :

Biay

a Va

riabe

l Nai

k 6%

dan

Pen

dapa

tan

Turu

n 6%

LaMPIraN

83

Lam

pira

n 15

. ana

lisis

Sen

sitiv

itas

Kom

bina

si :

Biay

a Va

riabe

l Nai

k 7%

dan

Pen

dapa

tan

Turu

n 7%

LaMPIraN

84

Lampiran 16. rumus dan Cara Perhitungan untuk analisis aspek Keuangan

1. Menghitung Jumlah angsuran. angsuran kredit terdiri dari angsuran pokok ditambah dengan pembayaran

bunga pada periode angsuran. Jumlah angsuran pokok tetap setiap bulannya. Periode angsuran (n) adalah selama 36 bulan untuk kredit investasi dan 12 bulan untuk kredit modal kerja.

Cicilan pokok = Jumlah Pinjaman dibagi periode angsuran (n). Bunga = i% x jumlah (sisa) pinjaman. Jumlah angsuran = Cicilan Pokok + Bunga.

2. Menghitung Jumlah Penyusutan/Depresiasi dengan Metode Garis Lurus dengan Nilai sisa 0 (nol).

Penyusutan = Nilai Investasi /Umur ekonomis.

3. Menghitung Net Present Value (NPV). NPV merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value

dari biaya. adapun rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:

n B1 – Ct

NPV = ∑ ––––-----------––––– t = 1 (1 + i)t

Keterangan : Bt = Benefit atau manfaat (keuntungan) proyek yang diperoleh pada

tahun ke-t. Ct = Biaya atau ongkos yang dikeluarkan dari adanya proyek pada

tahun ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap merupakan modal atau dana rutin/operasional.

i = Tingkat suku bunga atau merupakan social opportunity cost of capital.

n = Umur Proyek. Untuk menginterpretasikan kelayakan suatu proyek, dapat dilihat dari hasil

perhitungan NPV sebagai berikut:a. apabila NPV > 0 berarti proyek layak untuk dilaksanakan secara finansial;b. apabila NPV = nol, berarti proyek mengembalikan dananya persis sama

besar dengan tingkat suku bunganya (Social Opportunity of Capital-nya). c. apabila NPV < 0, berarti proyek tidak layak untuk dilanjutkan karena

proyek tidak dapat menutupi social opportunity cost of capital yang digunakan.

4. Menghitung Internal Rate of Return (IRR). Irr merupakan nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama

LaMPIraN

85

dengan 0 (nol). Irr dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dari suatu proyek, sepanjang setiap benefit bersih yang diperoleh secara otomatis ditanamkan kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan i yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. Cara perhitungan Irr dapat didekati dengan rumus dibawah ini:

NPV1

Irr = i1 + (i2 – i1) X –––-------–––––––––– (NPV1 – NPV2)

Keterangan : Irr = Nilai Internal Rate of Return, dinyatakan dalam %. NPV1 = Net Present Value pertama pada DF terkecil NPV2 = Net Present Value kedua pada DF terbesar i1 = Tingkat suku bunga /discount rate pertama. i2 = Tingkat suku bunga /discount rate kedua. Kelayakan suatu proyek dapat didekati dengan mempertimbangkan nilai Irr

sebagai berikut:a. apabila nilai Irr sama atau lebih besar dari nilai tingkat suku bunganya

maka proyek tersebut layak untuk dikerjakan. b. apabila nilai Irr lebih kecil atau kurang dari tingkat suku bunganya maka

proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dikerjakan.

5. Menghitung Net B/C. Net benefit-cost ratio atau perbandingan manfaat dan biaya bersih suatu

proyek adalah perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit bersih itu bersifat positif, sedangkan penyebut terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit itu bersifat negatif.

Cara menghitung Net B/C dapat menggunakan rumus dibawah ini:

NPV B-C Positif

Net B/C = ––––––––------------–– NPV B-C Negatif

Keterangan : Net BC = Nilai benefit-cost ratio. NPV B-C Positif. = Net present value positif. NPV B-C Negatif. = Net present value negatif.

LaMPIraN

86

Hasil perhitungan Net B/C dapat diterjemahkan sebagai berikut:a. apabila nilai Net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan. b. apabila nilai Net B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

6. Menghitung Titik Impas (Break Even Point). Titik impas atau titik pulang pokok atau Break Even Point (BeP) adalah suatu

keadaan dimana tingkat produksi atau besarnya pendapatan sama dengan besarnya pengeluaran pada suatu proyek, sehingga pada keadaan tersebut proyek tidak mendapatkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian.

Terdapat beberapa rumus untuk menghitung titik impas yang dapat dipilih, namun dalam buku ini digunakan rumus pada huruf a, b dan c di bawah ini :

Biaya Tetap a. Titik Impas (rp.) = ———————————————— Total Biaya Variabel 1 - ———————————————— Hasil Penjualan

Titik Impas (rp) b. Titik Impas (satuan) = ———————————————— Harga satuan Produk

c. Jika biaya variabel dan biaya tetap tidak dipisahkan maka pencarian titik impas dapat menggunakan prinsip total pendapatan = total pengeluaran. Total Pendapatan = Harga x Jumlah produk yang dihasilkan. Total Pengeluaran = Jumlah semua biaya yang diperlukan proyek. Jadi harga produk x jumlah produk yang dihasilkan = Total Pengeluaran.

Titik Impas (rp.)d. Titik Impas (n) = ————------------—————— x Total Produksi. Hasil Penjualan (rp.)

7. Menghitung PBP (Pay Back Period atau Lama Pengembalian Modal). PBP digunakan untuk memperkirakan lama waktu yang dibutuhkan proyek

untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam.

Cara menterjemahkan PBP untuk menetapkan kelayakan suatu proyek adalah sebagai berikut:a. apabila nilai PBP lebih pendek dari jangka waktu proyek yang ditetapkan

maka suatu proyek dinyatakan layak. b. apabila nilai PBP lebih lama dari jangka waktu proyek maka suatu proyek

dinyatakan tidak layak.

LaMPIraN

87

8. Menghitung Discount Factor (DF). DF dapat didefinisikan sebagai: Faktor yang dipergunakan untuk

memperhitungkan nilai sekarang dari suatu jumlah yang diterima di masa dengan mempertimbangkan tingkat bunga yang berlaku atau disebut juga “faktor nilai sekarang (present worth factors)” DF diperhitungkan apabila suatu proyek bersifat multi-period atau periode lebih dari satu kali. Dalam hal ini periode lazim diperhitungkan dengan semester atau tahun. Nilai dari DF berkisar dari 0 sampai dengan 1.

Cara memperhitungkan DF adalah dengan rumus sebagai berikut :

1 rumus DF per tahun = —------——— , dimana (1+ r) n

r = suku bunga n = tahun 0, 1, ……….. n ; sesuai dengan tahun proyek

LaMPIraN

88

89

90