126
TB PARU YANG DISERTAI DENGAN EFUSI PLEURA Disusun oleh : dr. Dessy Vinoricka Andriyana Pembimbing: dr. Didit Tri Setyo Budi, Sp. P Laporan

Pneumonia Dan Efusi Pleura Dengan Tuberkulosis Paru

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TB Paru, Efusi pleura, Pneumonia

Citation preview

Laporan Kasus

TB PARU YANG DISERTAI DENGAN EFUSI PLEURA

Disusun oleh :dr. Dessy Vinoricka Andriyana

Pembimbing:dr. Didit Tri Setyo Budi, Sp. P

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGASANGATTA201561

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI1BAB I LAPORAN KASUS41.1IDENTITAS PASIEN41.2ANAMNESIS41.3PEMERIKSAAN FISIK (status present)61.4PEMERIKSAAN PENUNJANG91.5RESUME121.6DIAGNOSIS SEMENTARA141.7PENATALAKSANAAN (IGD)141.8PROGNOSIS141.9FOLLOW UP15BAB II TINJAUAN PUSTAKA272.1 TUBERKULOSIS PARU272.2EFUSI PLEURA372.3PNEUMONIA57BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS KASUS813.1TB Paru BTA (-) Rontgen (+)813.2Efusi Pleura833.3Pneumonia Komunitas853.4Penatalaksanaan86DAFTAR PUSTAKA88

BAB ILAPORAN KASUS

1.1IDENTITAS PASIENNama: Ny. RNo. RM: 146989Umur: 29 tahunJenis kelamin: PerempuanStatus pernikahan: MenikahPekerjaan: Ibu Rumah TanggaAlamat: Jl. Margo Rukun Gg. Masjid No. 35 SangattaAgama: IslamPendidikan: SMATanggal masuk RS: 23 Maret 2015

1.2ANAMNESISDilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis (keluarga pasien) pada tanggal 23 Maret 2015 jam 20.30 WITA.

1.2.1 Keluhan Utama Sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit namun terasa menghebat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan sesak ini pertama kali dirasakan. Pasien mengeluh sesak nafas saat melakukan aktifitas biasa. dada terasa berat saat bernafas. Pasien tidak dapat berjalan lebih dari 10 meter dikarenakan sesak nafasnya. Sesak nafas tidak dipengaruhi cuaca, emosi, dan debu.1.2.2 Riwayat Penyakit SekarangPasien mengeluhkan batuk, berdahak sejak + 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, awalnya dahak kental berwarna putih. Kemudian sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, batuk berdahak kental menjadi berwarna putih kekuningan. Riwayat batuk dahak bercampur darah tidak ada. Sudah minum obat batuk dari praktek dokter swasta, pasien lupa nama obatnya, namun keluhan batuk tidak berkurang.Selain itu pasien mengeluhkan demam, yang dirasakan awalnya sejak + 1 bulan yang lalu, awalnya tidak tinggi, hanya sumer-sumer. Namun sejak 1 minggu terakhir, demam terasa meninggi. Riwayat keringat malam ada, mual ada, muntah tidak ada, nyeri dada tidak ada, penurunan nafsu makan, hingga pasien merasa mengalami penurunan berat badan dalam 1 bulan terakhir, dari berat badan 54 kg menjadi 48 kg. Badan terasa lemas. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Akhirnya pasien berobat ke UGD RSUD Kudungga dan dirawat di IRNA RSUD Kudungga.

1.2.3Riwayat Penyakit DahuluSebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang serupa. Pasien tidak pernah memiliki riwayat penyakit paru. Pasien tidak mempunyai riwayat kencing manis dan hipertensi. Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan disangkal.

1.2.4Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarga pasien yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien. Tidak ada riwayat kencing manis, asma, dan keganasan pada keluarga pasien. Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat sakit paru-paru.

1.2.5Riwayat SosioekonomiPasien merupakan seorang ibu rumah tangga, yang memiliki dua orang anak yang berusia 5 tahun dan 2 tahun. Suami pasien bekerja serabutan. Awalnya pasien dan keluarga tinggal di Palu kemudian baru pindah ke Sangatta 2 hari sebelum pasien masuk rumah sakit. Kondisi lingkungan rumah pasien di Palu yaitu pasien tinggal di lingkungan padat penduduk, namun ventilasi dan penerangan di rumah pasien baik.1.2.6Riwayat PengobatanPasien tidak memiliki riwayat pengobatan TB atau pengobatan rutin seelumnya. Pasien biasa megkonsumsi obat-obatan warung saat ada keluhan seperti demam dan sakit kepala.

1.3PEMERIKSAAN FISIK (status present)Status GeneralisKeadaan Umum: sakit sedangKesadaran: Composmentis, E4 V5 M6Antoprometri: BB : 42 kg, TB : 155 cmKesan gizi: kurang (BMI : 17,48)Tanda-tanda Vital: Tekanan Darah: 130/90 mmHgNadi : 149 x/menit, reguler, equal, isi cukupFrekuensi Napas : 52 x/menitTemperatur: 39,1oCSpO2: 92%

KulitWarna kuning langsat, eflorosensi (-), scar (+), pigmentasi normal, ikterus (-), sianosis (-), spider nevi (-), temperatur kulit dingin, keadaan kulit lembab, pertumbuhan rambut normal, telapak tangan dan kaki pucat (-).

KepalaBentuk oval, simetris, ekspresi tampak sakit, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-), deformitas (-).

MataEksophtalmus (-), endophtalmus (-), edem palpebra (-), konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke segala arah baik.

HidungPernafasan cuping hidung (+), deformitas (-), epistaksis (-).TelingaKedua meatus acusticus externus normal, pendengaran baik.MulutSariawan (-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), bau pernafasan khas (-).LeherPembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tyroid, JVP (5-2) cm H2O, kaku kuduk (-).

ThoraxParu (anterior)Inspeksi: statis: simetris kanan dan kiri dinamis: sisi kiri tertinggal daripada kananPalpasi: fremitus raba kiri kurang daripada kanan.Stem Fremitus :NormalN

N

N

Perkusi: kanan sonor, kiri redup, mulai ICS 2 redup sampai arcus costae.

VBV+VV BVBV------+---++Auskultasi : suara nafas vesikuler menurun pada sisi kiri, tidak ada wheezing. Ronki basah kasar pada daerah apex dan medial paru. Ronki :Wheezing :

Paru (posterior)Inspeksi: statis: simetris kanan dan kiri dinamis: sisi kiri tertinggal dari sisi kanan.Palpasi: fremitus kiri kurang daripada kanan.Stem Fremitus :NN

N

N

Perkusi: kanan sonor, kiri redup, mulai ICS 2 redup sampai arcus costae.

VBV+VV BVBV------+---++Auskultasi : suara nafas vesikuler menurun pada sisi kiri, tidak ada wheezing.Ronki : Wheezing :

JantungInspeksi : Ictus cordis tidak terlihatPalpasi : Ictus cordis teraba Perkusi : Batas kanan: linea sternalis dextra,Batas kiri: linea midclavicula sinistra ICS 5, Batas atas ICS IIAuskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

AbdomenInspeksi: datar, venektasi (-)Palpasi: Soefl, nyeri tekan (+) di daerah epigastrium, hepar dan lien tidak teraba.Perkusi: Timpani, shifting dullness (-), fluid wave (-), nyeri ketok tidak ada.Auskultasi: Bising usus normal.

GenitalTidak diperiksa

EktremitasEkstremitas atas: Palmar eritema (-), nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi (-), jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-), hangat, crt 7,2 dapat diharapkan untuk sembuh tanpa drainase kecuali bila berlokusi. Keadaan dengan pH < 7,0 menunjukkan infeksi yang memerlukan drainase atau adanya robekan esophagus.

Dapat mengidentifikasi neoplasmaPada cairan efusi yang banyak darahnya, dapat membantu membedakan hemotoraks dari torasentesis traumatikDapat rendah pada lupus eritematosus sistemikBila positif, mempunyai korelasi yang tinggi dengan diagnosis lupus aritematosus sistemik

7. BronkoskopiBronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-kasus neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain8. Scanning IsotopScanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli paru.9. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau tuberculosis pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan dengan memakai penghisap dan udara dimasukkan supaya bias melihat kedua pleura. Dengan memakai bronkoskop yang lentur dilakukan beberapa biopsy.

2.2.9Diagnosa1. Anamnesis dan gejala klinisKeluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa dahak. Berat ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya 2. Pemeriksaan fisisPada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal melemah, redup sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Bila tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh keganasan3. Pemeriksaan radiologikPemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis efusi pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan yang kurang dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila jumlah cairan di atras 300 ml. Foto toraks dengan posisi Posterioe Anterior akan memperjelas kemungkinan adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi yang sehat.4. Torakosentensi Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik juga sebagai terapeutik.

2.2.10PenatalaksanaanEfusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah sebagai berikut : 7,8,91. Obati penyakit yang mendasarinyaa. Hemotoraks Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahanb. Kilotoraks Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening.c. Empiema Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).d. Pleuritis TB. Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH, Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis diturunkan). 82. Torakosentesis Keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega); jangan lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit. Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya. Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa indikasi.a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan tertekan pada dada. b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba. c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah menjadi pyotoraks.d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu, namun cairan masih tetap banyak. 3. Chest tube Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam sebelum 500 ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan distres pada pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru. 84. Pleurodesis Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena keganasan Sebelum dilakukan pleurodeSis cairan dikeluarkan terlebih dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga digunakan pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama 30 menit dan selama itu posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut.85. Pengobatan pembedahan mungkin diperukan untuk :a. Hematoraks terutama setelah traumab. Empiemac. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang dilakukan kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan setelah mendapat tindakan WSD, pleurodesis kimiawi, radiasi dan kemoterapi sistemik, penderita dengan prognosis yang buruk atau pada empiema atau hemotoraks yang tak diobatid. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu menghubungkan rongga pleura dengan rongga peritoneum sehingga cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini dilakukan terutama bila tindakan torakosentesis maupun pleurodesis tidak memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor atau trauma pada kelenjar getah bening.8

2.2.11Komplikasi1. Infeksi. Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkaninfeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelahtindakan torasentesis {empiema sekunader). Empiema primer dan sekunder harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah hasil biakan diketahui. 82. Fibrosis Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi dengan membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena selama jangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah. 7,9

2.2.12PrognosisPrognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini. Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari kanker paru-paru atau mesothelioma.Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis konstriktif. 7,8

2.3PNEUMONIA2.3.1 Definisi Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).1Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.2

2.3.2EpidemiologiPneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang terbanyak di dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja, meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Di Amerika Serikat pneumonia mencapai 13% dari penyakit infeksi saluran nafas pada anak di bawah 2 tahun.2UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena penyakit pneumonia setiap tahun. Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian pada anak dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang. Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di negara dengan 4 musim, banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, dinegara tropis pada musim hujan. 2Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan, prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan ( morbiditas ) pneumonia pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian ( mortalitas ) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%. 3

2.3.3Etiologi PneumoniaPneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi. 2 Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. 2Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun. Communityy-acquired acute pneumonia sering disebabkan oleh streptokokkus pneumonia atau pneumokokkus, sedangkan pada Community-acquired atypical pneumonia penyebab umumnya adalah Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan batang gram negatif seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia.2

Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan terjadinya infeksi. 2UmurPenyebab yang seringPenyebab yang jarang

Lahir-20 hari

Bakteria Escherichia colli Group B streptococci Listeria monocytogenesBakteria Group D streptococci Haemophillus influenzae Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticumVirus Cytomegalovirus Herpes simplex virus

3 minggu 3 bulan

Bakteria Clamydia trachomatis Streptococcus pneumoniaeVirus Respiratory syncytial virus Influenza virus Para influenza virus 1,2 and 3 AdenovirusBakteria Bordetella pertusis Haemophillusinfluenza type B & non typeable Moxarella catarrhalis Staphylococcus aureus Ureaplasma urealyticumVirus Cytomegalovirus

4 bulan 5 tahunBakteria Streptococcus pneumoniae Clamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniaeVirus Respiratory syncytial virus Influenza virus Parainfluenza virus Rhinovirus Adenovirus Measles

Bakteria Haemophillus influenza type B Moxarella catarrhalis Neisseria meningitis Staphylococcus aureusVirus Varicella zoster virus

5 tahun dewasaBakteria Clamydia pneumonia Mycoplasma pneumonia Streptococcus pneumoniae

Bakteria Haemophillus influenza type B Legionella species Staphylococcus aureusVirus Adenovirus Epstein barr virus Influenza virus Parainfluenza virus Rhinovirus Respiratory syncytial virus Varicella zoster virus

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut keadaan klinis terjadinya infeksi. 2 Communityy-acquired acute pneumonia

Streptococcus pneumoniaHaemophilus influenzaeMoraxella catarrhalisStaphylococcus aureusLegionella pneumophilaEnterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.

Community-acquired atypical pneumonia

Mycoplasma pneumoniaChlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)Coxiella burnetii (Q fever)Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A and B (adults); adenovirus(military recruits); SARS virus

Hospital-acquired pneumonia

Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens, Escherichia coli) andPseudomonas spp.Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)

Pneumonia kronis

NocardiaActinomycesGranulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma capsulatum,Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis

2.3.4Klasifikasi Pneumonia1. Menurut sifatnya, yaitu:a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak mempunya faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu Staphylococcus pneumoniae ( pneumokokus), Hemophilus influenzae, juga Virus penyebab infeksi pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang tidak khas( atypical) yaitu mykoplasma, chlamydia, dan legionella.b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi, selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi mereka yang mempunyai penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV, dan kanker,dll. 42. Berdasarkan Kuman penyebaba. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydiac. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virusd. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 53. Berdasarkan klinis dan epidemiologia. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) pneumonia yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang dari 48 jam. 5b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) merupakan pneumonia yang terjadi di rumah sakit, infeksi terjadi setelah 48 jam berada di rumah sakit. Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di temukan yaitu Staphylococcus aureus atau bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat resistensi obat tergolong tinggi untuk bakteri penyebab HAP. 6c. Pneumonia aspirasi

4. Berdasarkan lokasi infeksia. Pneumonia lobarisPneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses keganasan. 5b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. 5c. Pneumonia interstisial Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata. 5

2.1.5PatofisiologiPneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.1Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.1Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 51. Inokulasi langsung2. Penyebaran melalui pembuluh darah3. Inhalasi bahan aerosol4. Kolonisasi dipermukaan mukosaDari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). 5Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. 5Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:1. Stadium Kongesti (4 12 jam pertama)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 22. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 23. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.24. Stadium Akhir (Resolusi)Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.2

2.3.6Diagnosis Pneumonia2.3.6.1Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik Gejala-gejala meliputi:

Gejala Mayor: 1.Batuk2.Sputum produktif3.Demam (suhu>38 0c)

Gejala Minor: 1. sesak napas2. nyeri dada3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik4. jumlah leukosit >12.000/L

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.5Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. 5

2.3.6.2 Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. 6

2.3.6.3 Gambaran RadiologisGambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain: Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara anantomis. Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis. Silhouette sign(+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura. Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena. Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler. Pada masa resolusi sering tampakAir Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada bronkus karena tidanya pertukaran udara pada alveolus).Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.6

1.Pneumonia LobarisFoto Thorax

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer. 2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)Foto Thorax

Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.CT Scan Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai perifer.

3. Pneumonia InterstisialFoto Thorax

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)

2.3.6.4Pemeriksaan BakteriologisBahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi. 5Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. 5

2.3.7Diagnosis Banding PneumoniaA.Tuberculosis Paru (TB)Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.3

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA

B.Atelektasis Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris. 3

Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA

C.Efusi PleuraMemberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+) tanda khas pada efusi pleura. 3

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

2.3.8PenatalaksanaanPengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 1 1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : 1,51. Pemberian Antibiotik Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP) Golongan Penisilin TMP-SMZ MakrolidPenisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP) Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan) Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi Marolid baru dosis tinggi Fluorokuinolon respirasiPseudomonas aeruginosa Aminoglikosid Seftazidim, Sefoperason, Sefepim Tikarsilin, Piperasilin Karbapenem : Meropenem, Imipenem Siprofloksasin, LevofloksasinMethicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA) Vankomisin Teikoplanin LinezolidHemophilus influenzae TMP-SMZ Azitromisin Sefalosporin gen. 2 atau 3 Fluorokuinolon respirasiLegionella Makrolid Fluorokuinolon RifampisinMycoplasma pneumoniae Doksisiklin Makrolid FluorokuinolonChlamydia pneumoniae Doksisikin Makrolid Fluorokuinolon

Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8

Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I Usia penderita < 65 tahun-Penyakit Penyerta (-)-Dapat berobat jalan -S.pneumonia-M.pneumonia-C.pneumonia-H.influenzae-Legionale sp-S.aureus-M,tuberculosis-Batang Gram (-) Klaritromisin 2x250 mg -Azitromisin 1x500mg Rositromisin 2x150 mg atau 1x300 mg Siprofloksasin 2x500mg atau Ofloksasin 2x400mg Levofloksasin 1x500mg atau Moxifloxacin 1x400mg Doksisiklin 2x100mg

Kategori II -Usia penderita > 65 tahun- Peny. Penyerta (+)-Dapat berobat jalan -S.pneumonia H.influenzae Batang gram(-) Aerob S.aures M.catarrhalis Legionalle sp -Sepalospporin generasi 2-Trimetroprim +Kotrimoksazol-Betalaktam -Makrolid-Levofloksasin-Gatifloksasin-Moxyfloksasin

Kategori III-Pneumonia berat.- Perlu dirawat di RS,tapi tidak perlu di ICU-S.pneumoniae-H.influenzae-Polimikroba termasuk Aerob-Batang Gram (-)-Legionalla sp-S.aureusM.pneumoniae - Sefalosporin Generasi 2 atau 3- Betalaktam +Penghambat Betalaktamase +makrolid-Piperasilin + tazobaktam-Sulferason

Kategori IV-Pneumonia berat-Perlu dirawat di ICU-S.pneumonia-Legionella sp-Batang Gram (-) aerob-M.pneumonia-Virus-H.influenzae-M.tuberculosis-Jamur endemic Sefalosporin generasi 3 (anti pseudomonas) + makrolid Sefalosporin generasi 4 Sefalosporin generasi 3 + kuinolon-Carbapenem/ meropenem -Vankomicin-Linesolid-Teikoplanin

2. Terapi Suportif Umum1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.44. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan. 5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik.6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia adalah:a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan pulmonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.9b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau didapat asidosis respiratorik.c. Respiratory arrest.d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.8. Drainase empiema bila ada.9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan CO2 yang berlebihan.4

3. Terapi Sulih (switch therapy)Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki saluran pencernaan berfungsi normal. 4Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah : 51. Temp 37,8 C, Kesadaran baik2. Denyut jantung 100 denyut / menit,3. Respirasi rate 24 napas / menit4. Tekanan darah sistolik 90 mmHg5. Saturasi O2 arteri 90% atau pO2 60 mmHg pada ruang udara,6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.

2.3.9Komplikasi Pneumonia1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti Pseudomonas aeruginosa.6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans. 3

2.3.10Prognosis PneumoniaAngka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek. 10Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa ( 60 tahun.b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30 x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (30.000)

BAB IIIPEMBAHASAN DAN ANALISIS KASUS

Os atas nama Ny. R dengan usia 29 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama sesak nafas dan keluhan tambahan batuk berdahak awalnya berwarna putih sejak 1 bulan terakhir, dan 1 minggu terakhir dahak berwarna kekuningan, demam meninggi sejak 1 minggu terakhir, badan terasa lemas, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun 1 bulan terakhir. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang. Akhirnya Os didiagnosa mengalami TB Paru dengan BTA (-) Rontgen (+), efusi pleura kiri, pneumonia komunitas. Didiagnosis TB Paru BTA (-) Rontgen (+) dikarenakan pada pemeriksaan sputum BTA didapatkan hasil negatif (-) namun terdapat gambaran TB pada hasil foto rontgen Thoraks. Untuk menangani keluhan Os tersebut, selain diberikan terapi medikamentosa, Os juga sempat menjalani pungsi pleura sebanyak 3 kali hingga akhirnya keluhan sesak pasien berkurang.

3.1 TB Paru BTA (-) Rontgen (+)KasusTeori

Anamnesis Demam, 3 minggu pertama dirasakan hanya seperti sumer-sumer, tidak tinggi Batuk, berdahak awalnya dahak berwarna putih selama + 3 minggu Dada terasa berat saat bernafas Badan terasa lemas, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun selama 1 bulan terakhir Riwayat pengobatan TB sebelumnya tidak ada. Demam subfebril, hilang timbul Batuk, sifatnya dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif, batuk darah pada keadaan lebih lanjut Nyeri dada, timbul bila infiltrate radang sudah sampai pleura pleuritis Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, malaise, berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan Kasus baru belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT atau sudah pernah minum OAT < 1 bulan

Pemeriksaan Fisik Kepala/leher: Konjungtiva anemis (+)Status Lokalis Thoraks : Perkusi : kiri redup, mulai ICS 2 sampai arcus costae Auskultasi : suara nafas vesikuler menurun di sisi kiri, ronki basah kasar di apex paru dan medial paru.

Konjungtiva anemis, badan kurus, berat badan menurun Pada kondisi ilnfiltrat yang luas, maka perkusi didapatkan meredup, auskultasi bronchial, dan suara nafas tambahan ronki basah, kasar. Tetapi bila infiltrate diliputi dengan penebalan pleura maka suara nafas akan menjadi vesikuler melemah.

Pemeriksaan PenunjangLaboratorium Darah lengkapLeukosit : 8.200/lHb : 10 mg/dlLED : 98 () mm/jam Kimia darahAlbumin : 2,8 () g/dl (I) 2,7 (I) Sputum BTA : negatif (-)RadiologiRontgen Thorax (23 Maret 2015)Tampak perselubungan yang mengawan di daerah basal paru kiri. Tampak Infiltrat di apex pulmo. Corakan Bronkovaskular meningkat. Laboratorium : Sputum BTA SPS Radiologi : Rontgen Thoraks bercak-bercak seperti awan batas tidak tegas, biasanya pada apex paru. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat, maka banyangan terlihat berupa bulatan batas tegas, dikenal tuberkuloma.

3.2Efusi PleuraKasusTeori

Anamnesis Sesak nafas

Dada terasa berat saat bernafas Sesak nafas bila lokasi efusi luas Rasa berat pada dada

Pemeriksaan FisikStatus Lokalis Thoraks : Inspeksi :Statis : simetris kanan kiriDinamis : sisi kiri tertinggal, retraksi ICS Palpasi : fremitus raba kiri < kanan Perkusi : kiri redup, mulai ICS 2 sampai arcus costae Auskultasi : suara nafas vesikuler menurun di sisi kiri, ronki basah kasar di apex paru dan medial paru.

Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal Vocal fremitus menurun

Perkusi dull sampai flat

Bunyi pernafasan menurun sampai menghilang

Pemeriksaan PenunjangRadiologiRontgen Thorax (23 Maret 2015)I : Tampak perselubungan yang mengawan di daerah basal paru kiri. Sudut kostofrenikus kiri sulit dievaluasi. USG Thorax ( 30 Maret 2015)Perkiraan kedalaman cairan pleura 2,1 cm dari marker.

Radiologi Rontgen Thoraks sudut costophrenikus tumpul

USG Dada USG bisa membantu menentukan lokasi pengumpulan cairan. Jumlahnya sedikit dalam rongga pleuraCT Scan Dada Menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan menentukan adanya efusi pleura Torakosentetis Dapat berfungsi sebagai diagnostic atau teraupetikAnalisa cairan pleura Warna cairan Biokimia : transudat dan eksudat bisa untuk menentukan kemungkinan penyebab

3.3Pneumonia KomunitasKasusTeori

Anamnesis Sesak nafas Batuk berdahak 1 minggu berwarna kekuningan Demam, 1 minggu terakhir demam meninggiGejala mayor : 1. Batuk2. Sputum produktif, mukoid atau purulen3. Demam (>380C)Gejala minor :1. Sesak nafas2. Nyeri dada

Pemeriksaan Fisik Suhu : 39,1oCStatus Lokalis Thoraks : Inspeksi :Statis : simetris kanan kiriDinamis : sisi kiri tertinggal Palpasi : fremitus raba kiri < kanan Perkusi : kiri redup, mulai ICS 2 sampai arcus costae Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, ronki basah kasar di apex paru dan medial paru.

Dada terlihat bagian yang tertinggal waktu bernafas Fremitus dapat mengeras

Perkusi redup

Auskultasi terdengar suara nafas bronkovesikular sampai bronchial yang kadang melemah, dapat disertai ronki halus, kemudian menjadi ronki kasar pada stadium resolusi.

Pemeriksaan PenunjangLaboratorium Darah lengkapLeukosit : 8.200/l

Radiologi Rontgen Thorax (23 Maret 2015)I : Tampak perselubungan yang mengawan di daerah basal paru kiri. Tampak Infiltrat di apex pulmo. Corakan Bronkovaskular meningkat. Laboratorium Leukosit meningkat >10.000/ul AGD menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut terjadi asidosis respiratorikRadiologi Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segmen paru yang terkena Batasnya tegas, walaupun mulanya kurang jelas Silhouette sign (+)

3.4PenatalaksanaanKasusTeori

Plan DiagnosisEvakuasi Cairan Pleura torakosentesis digunakan sebagai terapi juga Plan Terapi O2 3 lpm nasal canul IVFD RL/D5 20 tpm Inj. Ranitidin 50 mg 2 x 1 amp iv Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr iv Combivent nebu 2 x 1 amp OAT FDC 1 X 3 tab Vitamin B6 2 X 1 tab Parasetamol 3 x 1 tab prn Ambroxol 3 x 1 tab Salbutamol 3 x tab 2 mg Vip albumin 3 x 2 tabTB PARUOAT kategori I diberikan untuk pasien baru dengan : Pasien baru TB paru BTA positif Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra paru Dosis OAT FDC kategori I :BB 38-54 kg 3 tab 4FDC (2bulan) / 3 tab 2FDC (4 bulan)

EFUSI PLEURA Obati penyakit yang mendasarinya Torakosentesis Chest tube, bila cairan efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak.

Pneumonia Komunitas Antibiotik dan pengobatan suportif Pemilihan antibiotik diberikan sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan uji kepekaan Berdasar dara empiris, kategori III dapat diberikan golongan sefalosporin gen. 2 atau 3 / beta laktam+makrolid

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.2. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.3. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.4. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.20036. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.20037. Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar Lampung.8. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Jilid II, edisi ke-3, Gaya Baru.Jakarta.2001; 927-389. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI10. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007.11. Sudoyo, W. Aru. et. al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007.