Upload
syahida-sulaiman
View
94
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Refarat pneumonia
Citation preview
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. 1
DAFTAR ISI.................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
EPIDEMIOLOGI …………………………………………………………... 3
KLASIFIKASI ............................................................................................... 4
ETIOLOGI ....................................................................................................... 5
PATOFISIOLOGI ........................................................................................... 7
TANDA DAN GEJALA................................................................................... 8
DIAGNOSIS..................................................................................................... 9
PENATALAKSANAAN.................................................................................. 12
PENCEGAHAN............................................................................................... 13
KOMPLIKASI.................................................................................................. 13
PEMANTAUAN.............................................................................................. 14
PROGNOSIS.................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 15
LAMPIRAN REFERENSI………………………………………………….. 16
1
I. PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitial. Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab
kematian utama pada balita. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan
mendapatkan pneumonia sebagai penyebab kejadian dan kematian tertinggi pada
balita.(1)
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus dan
bakteri. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya dan
beratnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi,
polusi, GER, aspirasi dan lain-lain.(1)
II. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, sekitar 150 juta kasus baru pneumonia terjadi setiap tahun di
kalangan anak-anak muda yang usia di bawah 5 tahun, yaitu sekitar 10-20 juta yang
di rawat inap. Publikasi dari WHO Kesehatan Anak Epidemiologi Reference Group
mengutip kejadian komunitas-pneumonia (community-acquired pneumonia) antara
anak-anak muda dari 5 tahun di negara-negara maju sekitar 0,026 per anak-tahun, dan
sebuah studi yang dilakukan di Inggris menunjukkan bahwa 59% kematian akibat
pertusis berhubungan dengan pneumonia. (2)
Pneumonia mempengaruhi anak-anak dan keluarga di mana-mana, tetapi yang
paling umum di Asia Selatan dan sub-Sahara Afrika. Anak-anak dapat dilindungi dari
pneumonia, dapat dicegah dengan intervensi sederhana, dan dirawat dengan biaya
yang rendah, pengobatan dan perawatan berteknologi rendah. (3)
2
III. KLASIFIKAS
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru (4)
a) Pneumonia lobaris
b) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
c) Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)
2. Berdasarkan asal infeksi (4)
a) Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired
pneumonia=CAP)
b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital acquired
pneumonia/nosocomial pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab (5)
a) Pneumonia bakteri:
Diplococcus pneumoniae, Pneumococus, Streptococcus aureus,
Streptococcus hemolyticus, Hemophilus influenza, Bacillus
Friedlander, Mycobacterium tuberculosis
b) Pneumonia virus:
Respiratory syncytical virus, virus influenza, adenovirus, virus
sitomegalo
c) Pneumonia mikoplasma
d) Pneumonia jamur:
Histolplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Blastomyces
dermatitides, Coccidoides immitis, Aspergillus species, Candida
albicans
3
4. Berdasarkan karakteristik penyakit (4)
a) Pneumonia tipikal
b) Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit (4)
a) Pneumonia akut
b) Pneumonia persisten
IV. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai agen infeksi (misalnya bakteri, virus,
jamur, riketsia dan organisme parasit), proses peradangan (misalnya SLE,
sarkoidosis, dan histiositosis) dan bahan toksik (misalnya hidrokarbon, asap, jamur,
bahan kimia, gas, isi lambung) yang terinhalasi atau teraspirasi. Penyebab pneumonia
yang paling lazim pada anak adalah infeksi virus; infeksi bakteri hanya menyebabkan
10-30% pneumonia pada pediatri.(6) Berdasarkan hasil penilitian, 48-85% CAP
disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu
patogen.(4)
Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung:
Usia
Status imunologis
Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
Status imunisasi
Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi) (4)
4
Table 1
Penyebab Pneumonia yang Lazim pada Berbagai Usia
Usia Bakteri Virus Lain-lain
Neonatus Streptococcus grub
B, bakteri
koliformis
CMV, herpesvirus,
enterovirus
Mycoplasma
hominis,
Ureaplasma
urealyticum
4-6 minggu Staphylococcus
aureus, Hemophilus
influenza,
Streptococcus
pneumoniae
CMV, RSV, virus
influenza, virus
para influenza
Chlamydia
trachomatis, U.
urealyticum
Sampai dengan 5 tahun S. pneumoniae, S.
aureus, H.
influenza,
streptococcus grup
A
RSV, adenovirus,
virus influenza
Di atas 5 tahun S. pneumoniae, H.
influenza
Virus influenza,
varisela,
adenovirus
Mycoplasma
pneumonia,
Chlamydia
pneumonia,
Legionella
pneumophila
CMV, sitomegalovirus; HIV, virus imunodefisiensi manusia; RSV, respiratory synsytial
virus.
* Permasalahan yang sangat penting adalah Mycobacterium tuberculosis Pneumocystis
carinii harus selalau dipertimbangkan pada pasien terinfeki-HIV
* H. influenza tipe b invasive sekarang jarang terjadi pada populasi yang diimunisasi.
(dikutip dari kepustakaan 6)
5
V. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan yang normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring
sampai parenkim paru adalah steril. Paru terlindung dari infeksi bakteri oleh
berbagai mekanisme perlindungan yang meliputi barier anatomis dan mekanis,
serta faktor imunologis local dan sistemik. Infeksi paru terjadi apabila lebih dari
atau sama dengan 1 dari mekanisme tersebut berubah atau mikroorganisme yang
masuk sangat banyak dan virulen. (4)
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan napas, aliran darah, aspirasi
benda asing, atau transplasental selama persalinan pada neonatus.(7) Inhalasi
mikrooraganisme atau masuknya kuman flora normal saluran respiratorik atas,
sebagian kecil melalui hematogen kedalam alveoli hiperaemia, eksudasi
cairan intra-alveolar, deposisi fibrin, serta infiltrasi neutrofil (red hepatization)
konsolidasi eksudatif lobuler (bronkopneumonia), lobar (pneumonia lobaris), atau
interstitial peningkatan aliran darah ke daerah yang terkena sehingga
menyebabkan ventilation-perfusion mismatching dhipoksemia penurunan
compliance dan kapasitas vital paru desaturasi oksigen akan menyebabkan
meningkatnya kerja jantung deposisi fibrin dan disintegrasi sel inflamasi
makin meningkat secara progresif (gray hepatization) resolusi terjadi seletah 8-
10 hari bila berlangsung digesti eksudat secara ensimatik reabsorbsi dan
pengeluaran oleh mekanisme batuk. (4)
Faktor predisposisi terjadinya pneumonia adalah aspirasi, gangguan imun,
septikemia, malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, kontaminasi
perinatal, dan gangguan klirens mucus/selresi seperti pada cystic fibrosis, benda
asing, atau disfungsi silier.(7)
6
Gambar 1.
(dikutip dari kepustakaan 8)
VI. TANDA DAN GEJALA
Gambaran klinis pneumonia karena virus atau bakteri biasaya berbeda,
walaupun perbedaan tidak selalu jelas pada pasien tertentu. Takipea, batuk,
malaise, demam, nyeri dada pleuritis dan retraksi sering terjadi pada keduanya.
Pneumonia virus lebih sering disertai dengan batuk, mengi, atau stridor,
demam kurang menonjol dibanding dengan pneumonia bakteri. Roentgenogram
dada menunjukkan infiltrat bronkopneumonia bergaris-garis difus, dan jumlah
leukosit sering tidak meningkat (limfosit merupakan tipe sel yang dominan).
Pneumonia bakteri biasanya disertai dengan batuk, demam tinggi,
menggigil, dispnea, dan temuan-temuan auskultasi berupa konsolidasi paru
(misalnya, penurunan suara pernapasan atau pernapasan bronchial, perkusi redup,
dan egofoni pada daerah terlokalisasi). Roentgenogram dada sering menunjukkan
konsolidasi lobari (pneumonia bundar) serta efusi pleura (10-30%), dan jumlah
leukosit perifer meningkat (>15.000-20.000/mm3), dengan dominasi neutrofil.
7
Banyak kasus pneumonia mempunyai sifat-sifat yang berada antara dua
gambaran khas pneumonia virus dan bakteri. Pneumonia lobus bawah dapat terasa
seperti nyeri abdomen.(6)
VII. DIAGNOSIS
Anamnesis
Non-respiratorik
Demam, sakit kepala, kuduk kaku terutama bila lobus kanan atas yang
terkena, anoreksia, letargi, muntah, diare, sakit perut dan distensi abdomen
terutama pada bayi. Pada bayi, gejalanya tidak khas, seringkali tanpa
demam dan batuk.
Respiratorik
Batuk, sesak napas, sakit dada. (1,4)
Pemeriksaan fisis
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Takipnea, grunting, pernapasan cuping hidung, retraksi subkostal, sianosis,
auskultasi paru crackles.
Takipnea berdasarkan WHO:
Usia < 2 bln : ≥ 60 x/mnt
Usia 2-12 bln : ≥ 50 x/mnt
Usia 1-5 thn : ≥ 40 x/mnt
Frekuensi pernapasan normal usia 6 thn - pubertas : 16-20x/mnt (4)
Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis.Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering
terlihat adalah takipneu, sianosis, batuk, panas dan iritabel. (1)
8
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif/produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding
dada. Pada kelompok anak sekolahan dan remaja, dapat dijumpai demam, batuk (non
produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua
kelompok umur, akan dijumpai adanya pernapasan cuping hidung. (1)
Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernapasan menurun. Fine crackles (ronki
basah halus) yang khas pada anak besar, biasa tidak ditemukan pada bayi. Gejala lain
pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vocal fremitus menurun, suara
napas menurun, dan terdengar fine crackles (ronki basah halus) di daerah yang
terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada. Bila berat, gerakan dada
menurun waktu inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa
nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.(1)
Hepatomegali terjadi akibat perubahan letak diafragma yang tertekan kebawah
oleh hiperinflasi paru atau sekunder akibat gagal jantung kongestif. (4)
Pemeriksaaan penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis
utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan,
misalnya efusi pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran radiologi sering
kali tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemui
apa-apa tetapi gambaran foto thoraks menunjukkan pneumonia berat.(1)
Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri dari
pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedakan menjadi tiga
macam:
9
Konsolidasi lobar atau segmental disetai adanya air bronchogram, biasanya
disebabkan infeksi akibat atau bakteri lain.
Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau mycoplasma; gambaran
berupa corakan bronchovaskular bertambah, peribronchial cuffing, dan
overeaciation; bila berat terjadi patchy consolidation karena atelektasis.
Gambaran pneumonia karena S.aureus dan bakteri lain biasanya
menunjukkan gambaran bilateral yang difus, corakan peribronchial yang
bertambah, dan tampak infiltrate halus sampai ke perifer.
Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan pneumatocelle
dan efusi pleura (empiema), sedangkan mycoplasma akan memberikan
gambaran berupa infiltrat retikulat atau retikulonoduler yang terlokalisasir di
satu lobus.(1)
Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih dipertanyakan,
namun para ahli sepakat adanya infiltrate alveolar menunjukkan penyebab bakteri,
sehingga pasien perlu diberi antibiotik.(1)
Laboratorium
Hitung lekosit dapat membantu membedakan antara pneumonia viral dan
pneumonia bakteri. Pada pneumonia viral, hasil pemeriksaan leukosit bisa normal
atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3), limfosit predominan. Pada
pneumonia bakteri, hasil pemeriksaan leukosit meningkat (15.000-40.000/mm3),
neutrofil predominan.(1,4)
Laju endap darah (LED) dan C reactive protein juga tidak menunjukkan
gambaran khas. Trombositopeni biasa didapatkan pada 90% penderita pneumonia
dengan empiema.(1)
10
Pemeriksaan sputum kurang sempurna, biakan darah jarang positif, hanya
positif pada 3-11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H.Influenza
kemungkinan positif adalah 25-95%. Rapid test digunakan untuk deteksi antigen
bakteri mempunyai spesifitas dan sensitivitas rendah. Pemeriksaan serologi juga
kurang manfaat.(1)
Diagnosis definitif pneumonia bakterial adalah dengan isolasi
mikroorganisme dari paru, cairan pleura, atau darah. Namun pengambilan
specimen dari paru sanagt invasif dan tidak rutin diindikasikan. (4)
VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk dilakukan sehingga pemberian
antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering, yaitu
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza.(1)
Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur.Untuk bayi dibawah 3 bulan
diberikan golongan penisilin dan aminoglikosida. Untuk usia> 3 bulan, ampisilin
merupakan obat pilihan utama. Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema,
antibiotik pilihan adalah golongan sefalosporin.(1)
Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan
dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah
S.aureus, dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan
cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan untuk staphylococcus
adalah 3-4 minggu.(1)
11
Bedah
Pada umunya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi
pneumothoraks/ pneumomediastinum.(1)
Suportif
Pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya. Nutrisi parenteral diberikan selama
pasien masih sesak.(1)
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)
Pada umumnya tidak memerlukan rujukan subspesialis.Jika terjadi atelektasis perlu
rujukan ke rehabilitasi medik.(1)
IX. PENCEGAHAN
Pencegahan untuk Pneumococcus dan H.influenza dapat dilakukan dengan vaksin
yang sudah tersedia. Efektivitas vaksin pneumococcus adalah sebesar 70% dan
H.Influenza 95%. Infeksi H.Influenza bisa dicegah dengan rifampicin bagi kontak di
rumah tangga atau ditempat penitipan anak.(1)
X. KOMPLIKASI
Pneumonia Stafilokokus
Curiga ke arah ini jika terdapat perburukan klinis secara tepat walaupun
sudah diterapi yang ditandai dengan adanya pneumatokel atau pneumotoraks
dengan efusi pleura pada foto dada, ditemukannya kokus Gram positif yang
banyak pada sediaan apusan sputum. Adanya infeksi kulit yang disertai
pus/pustule mendukung diagnosis.
12
Empiema
Curiga kearah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda
klinis dan gambaran foto dada yang mendukung.
Bila massif terdapat tanda pedorongan organ intratorakal
Pekak pada perkusi
Gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi
dada
Jika terdapat empiema, demam menetap meskipun sedang diberi antibitik
dan cairan pleuramenjadi keruh atau purulen (9)
XI. PEMANTAUAN
Terapi
Bila dalam 48-72 jam tidak ada respon klinis (sesak dan demam tidak membaik),
lakukan penggatian antibiotik dengan golongan sefalosporin.(1)
Tumbuh kembang
Pneumonia pada umumnya tidak mempengaruhi tumbuh kembang pasien.(1)
XII. PROGNOSIS
Secara keseluruhan, prognosis adalah bagus. Sebagian besar kasus dari
pneumonia viral sembuh tanpa pengobatan. Patogen dari bakteri dan organisme
atipikal memberi reaksi terhadap terapi antimikroba. Pada jangka waktu yang
panjang, perubahan terhadap fungsi paru jarang terjadi, bahkan pada anak yang
dengan pneumonia dan empiema atau abses paru juga jarang mengalami gangguan
pada fungsi paru. (2)
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Daud D., Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. In Standar pelayanan Medik
Respirologi; Pneumonia. Department Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unhas/
SMF anak RS DR.Wahidin Sudirrohusodo. Makassar, Januari 2013. p.33-36
2. Bennett N.J., Pediatric Pneumonia (Article on internet) Updated on: 16/02/2013. Cited on: 15/04/2013. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#showall
3. World Health Organization. Pneumonia. (Article on internet) Updated on: April 2013. Cited on: 15/04/2013. Available at: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/
4. Garna H., dan Nataprawira H.M.D., Pedoman Diagnosis Dan Terapi; Ilmu Kesehatan
Anak.. In Pulmologi; Pneumonia. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran, RS Dr Hassan Bandung, Jl. Pasteur No. 38 Bandung. Edisi ke-3.
2005. p. 403-409
5. Hassan R., dan Alatas H., Buku Kuliah 3; Ilmu Kesehatan Anak. In BAB 35;
Pulmonologi: Pneumonia. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. 2007. p. 1228-1233.
6. Behrman R.E., dan Kliegman R.M., Nelson Esenso Pediatri. In Sistem Pernapasan;
Pneumonia. Penerbit Buku Kedokteran EGC, P.O. Box 4276/ Jakarta 10042. Edisi ke-4.
2010. p. 585-587.
7. Kampono N., Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. In
Pneumonia. RSUP. Nasional Dr. Ciptomangumkusumo. Jakarta. September 2007.
8. Mayo Clinic. Pneumonia. Image; Pneumonia and your lungs. (Article on internet)
Updated on: May 10, 2010. Cited on: 15/04/2013. Available
at:http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM03416
14
9. World Health Organization. Buku Saku; Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit;
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukaan Tingkat Pertama Di Kabupaten/kota. In Bab 4:
Batuk dan atau Kesulitan Bernapas; Pneumonia. World Health Organization 2009.
Gedung Bina Mulia 1 lt. 9 Kuningan, Jakarta. Edisi Pertama. 2009. p 86-93.
15