21
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................... i LEMBAR PENGESAHAN ................................. 1 DAFTAR ISI......................................... 2 PENDAHULUAN ....................................... 3 EPIDEMIOLOGI …………………………………………………………... 3 KLASIFIKASI ..................................................... .......................................... 4 ETIOLOGI .......................................... 5 PATOFISIOLOGI ..................................... 7 TANDA DAN GEJALA................................... 8 DIAGNOSIS.......................................... 9 PENATALAKSANAAN.................................... 12 PENCEGAHAN......................................... 13 KOMPLIKASI......................................... 13 PEMANTAUAN......................................... 14 PROGNOSIS.......................................... 14 DAFTAR PUSTAKA..................................... 15 LAMPIRAN REFERENSI………………………………………………….. 16 1

Pneumonia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Refarat pneumonia

Citation preview

Page 1: Pneumonia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. 1

DAFTAR ISI.................................................................................................... 2

PENDAHULUAN ........................................................................................... 3

EPIDEMIOLOGI …………………………………………………………... 3

KLASIFIKASI ............................................................................................... 4

ETIOLOGI ....................................................................................................... 5

PATOFISIOLOGI ........................................................................................... 7

TANDA DAN GEJALA................................................................................... 8

DIAGNOSIS..................................................................................................... 9

PENATALAKSANAAN.................................................................................. 12

PENCEGAHAN............................................................................................... 13

KOMPLIKASI.................................................................................................. 13

PEMANTAUAN.............................................................................................. 14

PROGNOSIS.................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 15

LAMPIRAN REFERENSI………………………………………………….. 16

1

Page 2: Pneumonia

I. PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan

interstitial. Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara

terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab

kematian utama pada balita. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan

mendapatkan pneumonia sebagai penyebab kejadian dan kematian tertinggi pada

balita.(1)

Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus dan

bakteri. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya dan

beratnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi,

polusi, GER, aspirasi dan lain-lain.(1)

II. EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia, sekitar 150 juta kasus baru pneumonia terjadi setiap tahun di

kalangan anak-anak muda yang usia di bawah 5 tahun, yaitu sekitar 10-20 juta yang

di rawat inap. Publikasi dari WHO Kesehatan Anak Epidemiologi Reference Group

mengutip kejadian komunitas-pneumonia (community-acquired pneumonia) antara

anak-anak muda dari 5 tahun di negara-negara maju sekitar 0,026 per anak-tahun, dan

sebuah studi yang dilakukan di Inggris menunjukkan bahwa 59% kematian akibat

pertusis berhubungan dengan pneumonia. (2)

Pneumonia mempengaruhi anak-anak dan keluarga di mana-mana, tetapi yang

paling umum di Asia Selatan dan sub-Sahara Afrika. Anak-anak dapat dilindungi dari

pneumonia, dapat dicegah dengan intervensi sederhana, dan dirawat dengan biaya

yang rendah, pengobatan dan perawatan berteknologi rendah. (3)

2

Page 3: Pneumonia

III. KLASIFIKAS

1. Berdasarkan lokasi lesi di paru (4)

a) Pneumonia lobaris

b) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

c) Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)

2. Berdasarkan asal infeksi (4)

a) Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired

pneumonia=CAP)

b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital acquired

pneumonia/nosocomial pneumonia)

3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab (5)

a) Pneumonia bakteri:

Diplococcus pneumoniae, Pneumococus, Streptococcus aureus,

Streptococcus hemolyticus, Hemophilus influenza, Bacillus

Friedlander, Mycobacterium tuberculosis

b) Pneumonia virus:

Respiratory syncytical virus, virus influenza, adenovirus, virus

sitomegalo

c) Pneumonia mikoplasma

d) Pneumonia jamur:

Histolplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Blastomyces

dermatitides, Coccidoides immitis, Aspergillus species, Candida

albicans

3

Page 4: Pneumonia

4. Berdasarkan karakteristik penyakit (4)

a) Pneumonia tipikal

b) Pneumonia atipikal

5. Berdasarkan lama penyakit (4)

a) Pneumonia akut

b) Pneumonia persisten

IV. ETIOLOGI

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai agen infeksi (misalnya bakteri, virus,

jamur, riketsia dan organisme parasit), proses peradangan (misalnya SLE,

sarkoidosis, dan histiositosis) dan bahan toksik (misalnya hidrokarbon, asap, jamur,

bahan kimia, gas, isi lambung) yang terinhalasi atau teraspirasi. Penyebab pneumonia

yang paling lazim pada anak adalah infeksi virus; infeksi bakteri hanya menyebabkan

10-30% pneumonia pada pediatri.(6) Berdasarkan hasil penilitian, 48-85% CAP

disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu

patogen.(4)

Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung:

Usia

Status imunologis

Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

Status imunisasi

Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi) (4)

4

Page 5: Pneumonia

Table 1

Penyebab Pneumonia yang Lazim pada Berbagai Usia

Usia Bakteri Virus Lain-lain

Neonatus Streptococcus grub

B, bakteri

koliformis

CMV, herpesvirus,

enterovirus

Mycoplasma

hominis,

Ureaplasma

urealyticum

4-6 minggu Staphylococcus

aureus, Hemophilus

influenza,

Streptococcus

pneumoniae

CMV, RSV, virus

influenza, virus

para influenza

Chlamydia

trachomatis, U.

urealyticum

Sampai dengan 5 tahun S. pneumoniae, S.

aureus, H.

influenza,

streptococcus grup

A

RSV, adenovirus,

virus influenza

Di atas 5 tahun S. pneumoniae, H.

influenza

Virus influenza,

varisela,

adenovirus

Mycoplasma

pneumonia,

Chlamydia

pneumonia,

Legionella

pneumophila

CMV, sitomegalovirus; HIV, virus imunodefisiensi manusia; RSV, respiratory synsytial

virus.

* Permasalahan yang sangat penting adalah Mycobacterium tuberculosis Pneumocystis

carinii harus selalau dipertimbangkan pada pasien terinfeki-HIV

* H. influenza tipe b invasive sekarang jarang terjadi pada populasi yang diimunisasi.

(dikutip dari kepustakaan 6)

5

Page 6: Pneumonia

V. PATOFISIOLOGI

Pada keadaan yang normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring

sampai parenkim paru adalah steril. Paru terlindung dari infeksi bakteri oleh

berbagai mekanisme perlindungan yang meliputi barier anatomis dan mekanis,

serta faktor imunologis local dan sistemik. Infeksi paru terjadi apabila lebih dari

atau sama dengan 1 dari mekanisme tersebut berubah atau mikroorganisme yang

masuk sangat banyak dan virulen. (4)

Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan napas, aliran darah, aspirasi

benda asing, atau transplasental selama persalinan pada neonatus.(7) Inhalasi

mikrooraganisme atau masuknya kuman flora normal saluran respiratorik atas,

sebagian kecil melalui hematogen kedalam alveoli hiperaemia, eksudasi

cairan intra-alveolar, deposisi fibrin, serta infiltrasi neutrofil (red hepatization)

konsolidasi eksudatif lobuler (bronkopneumonia), lobar (pneumonia lobaris), atau

interstitial peningkatan aliran darah ke daerah yang terkena sehingga

menyebabkan ventilation-perfusion mismatching dhipoksemia penurunan

compliance dan kapasitas vital paru desaturasi oksigen akan menyebabkan

meningkatnya kerja jantung deposisi fibrin dan disintegrasi sel inflamasi

makin meningkat secara progresif (gray hepatization) resolusi terjadi seletah 8-

10 hari bila berlangsung digesti eksudat secara ensimatik reabsorbsi dan

pengeluaran oleh mekanisme batuk. (4)

Faktor predisposisi terjadinya pneumonia adalah aspirasi, gangguan imun,

septikemia, malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, kontaminasi

perinatal, dan gangguan klirens mucus/selresi seperti pada cystic fibrosis, benda

asing, atau disfungsi silier.(7)

6

Page 7: Pneumonia

Gambar 1.

(dikutip dari kepustakaan 8)

VI. TANDA DAN GEJALA

Gambaran klinis pneumonia karena virus atau bakteri biasaya berbeda,

walaupun perbedaan tidak selalu jelas pada pasien tertentu. Takipea, batuk,

malaise, demam, nyeri dada pleuritis dan retraksi sering terjadi pada keduanya.

Pneumonia virus lebih sering disertai dengan batuk, mengi, atau stridor,

demam kurang menonjol dibanding dengan pneumonia bakteri. Roentgenogram

dada menunjukkan infiltrat bronkopneumonia bergaris-garis difus, dan jumlah

leukosit sering tidak meningkat (limfosit merupakan tipe sel yang dominan).

Pneumonia bakteri biasanya disertai dengan batuk, demam tinggi,

menggigil, dispnea, dan temuan-temuan auskultasi berupa konsolidasi paru

(misalnya, penurunan suara pernapasan atau pernapasan bronchial, perkusi redup,

dan egofoni pada daerah terlokalisasi). Roentgenogram dada sering menunjukkan

konsolidasi lobari (pneumonia bundar) serta efusi pleura (10-30%), dan jumlah

leukosit perifer meningkat (>15.000-20.000/mm3), dengan dominasi neutrofil.

7

Page 8: Pneumonia

Banyak kasus pneumonia mempunyai sifat-sifat yang berada antara dua

gambaran khas pneumonia virus dan bakteri. Pneumonia lobus bawah dapat terasa

seperti nyeri abdomen.(6)

VII. DIAGNOSIS

Anamnesis

Non-respiratorik

Demam, sakit kepala, kuduk kaku terutama bila lobus kanan atas yang

terkena, anoreksia, letargi, muntah, diare, sakit perut dan distensi abdomen

terutama pada bayi. Pada bayi, gejalanya tidak khas, seringkali tanpa

demam dan batuk.

Respiratorik

Batuk, sesak napas, sakit dada. (1,4)

Pemeriksaan fisis

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur

tertentu. Takipnea, grunting, pernapasan cuping hidung, retraksi subkostal, sianosis,

auskultasi paru crackles.

Takipnea berdasarkan WHO:

Usia < 2 bln : ≥ 60 x/mnt

Usia 2-12 bln : ≥ 50 x/mnt

Usia 1-5 thn : ≥ 40 x/mnt

Frekuensi pernapasan normal usia 6 thn - pubertas : 16-20x/mnt (4)

Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan

sianosis.Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering

terlihat adalah takipneu, sianosis, batuk, panas dan iritabel. (1)

8

Page 9: Pneumonia

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non

produktif/produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding

dada. Pada kelompok anak sekolahan dan remaja, dapat dijumpai demam, batuk (non

produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua

kelompok umur, akan dijumpai adanya pernapasan cuping hidung. (1)

Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernapasan menurun. Fine crackles (ronki

basah halus) yang khas pada anak besar, biasa tidak ditemukan pada bayi. Gejala lain

pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vocal fremitus menurun, suara

napas menurun, dan terdengar fine crackles (ronki basah halus) di daerah yang

terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada. Bila berat, gerakan dada

menurun waktu inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa

nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.(1)

Hepatomegali terjadi akibat perubahan letak diafragma yang tertekan kebawah

oleh hiperinflasi paru atau sekunder akibat gagal jantung kongestif. (4)

Pemeriksaaan penunjang

Pemeriksaan Radiologi

Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis

utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan,

misalnya efusi pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran radiologi sering

kali tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemui

apa-apa tetapi gambaran foto thoraks menunjukkan pneumonia berat.(1)

Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri dari

pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedakan menjadi tiga

macam:

9

Page 10: Pneumonia

Konsolidasi lobar atau segmental disetai adanya air bronchogram, biasanya

disebabkan infeksi akibat atau bakteri lain.

Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau mycoplasma; gambaran

berupa corakan bronchovaskular bertambah, peribronchial cuffing, dan

overeaciation; bila berat terjadi patchy consolidation karena atelektasis.

Gambaran pneumonia karena S.aureus dan bakteri lain biasanya

menunjukkan gambaran bilateral yang difus, corakan peribronchial yang

bertambah, dan tampak infiltrate halus sampai ke perifer.

Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan pneumatocelle

dan efusi pleura (empiema), sedangkan mycoplasma akan memberikan

gambaran berupa infiltrat retikulat atau retikulonoduler yang terlokalisasir di

satu lobus.(1)

Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih dipertanyakan,

namun para ahli sepakat adanya infiltrate alveolar menunjukkan penyebab bakteri,

sehingga pasien perlu diberi antibiotik.(1)

Laboratorium

Hitung lekosit dapat membantu membedakan antara pneumonia viral dan

pneumonia bakteri. Pada pneumonia viral, hasil pemeriksaan leukosit bisa normal

atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3), limfosit predominan. Pada

pneumonia bakteri, hasil pemeriksaan leukosit meningkat (15.000-40.000/mm3),

neutrofil predominan.(1,4)

Laju endap darah (LED) dan C reactive protein juga tidak menunjukkan

gambaran khas. Trombositopeni biasa didapatkan pada 90% penderita pneumonia

dengan empiema.(1)

10

Page 11: Pneumonia

Pemeriksaan sputum kurang sempurna, biakan darah jarang positif, hanya

positif pada 3-11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H.Influenza

kemungkinan positif adalah 25-95%. Rapid test digunakan untuk deteksi antigen

bakteri mempunyai spesifitas dan sensitivitas rendah. Pemeriksaan serologi juga

kurang manfaat.(1)

Diagnosis definitif pneumonia bakterial adalah dengan isolasi

mikroorganisme dari paru, cairan pleura, atau darah. Namun pengambilan

specimen dari paru sanagt invasif dan tidak rutin diindikasikan. (4)

VIII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk dilakukan sehingga pemberian

antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering, yaitu

Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza.(1)

Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur.Untuk bayi dibawah 3 bulan

diberikan golongan penisilin dan aminoglikosida. Untuk usia> 3 bulan, ampisilin

merupakan obat pilihan utama. Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema,

antibiotik pilihan adalah golongan sefalosporin.(1)

Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan

dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah

S.aureus, dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan

cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan untuk staphylococcus

adalah 3-4 minggu.(1)

11

Page 12: Pneumonia

Bedah

Pada umunya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi

pneumothoraks/ pneumomediastinum.(1)

Suportif

Pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya. Nutrisi parenteral diberikan selama

pasien masih sesak.(1)

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)

Pada umumnya tidak memerlukan rujukan subspesialis.Jika terjadi atelektasis perlu

rujukan ke rehabilitasi medik.(1)

IX. PENCEGAHAN

Pencegahan untuk Pneumococcus dan H.influenza dapat dilakukan dengan vaksin

yang sudah tersedia. Efektivitas vaksin pneumococcus adalah sebesar 70% dan

H.Influenza 95%. Infeksi H.Influenza bisa dicegah dengan rifampicin bagi kontak di

rumah tangga atau ditempat penitipan anak.(1)

X. KOMPLIKASI

Pneumonia Stafilokokus

Curiga ke arah ini jika terdapat perburukan klinis secara tepat walaupun

sudah diterapi yang ditandai dengan adanya pneumatokel atau pneumotoraks

dengan efusi pleura pada foto dada, ditemukannya kokus Gram positif yang

banyak pada sediaan apusan sputum. Adanya infeksi kulit yang disertai

pus/pustule mendukung diagnosis.

12

Page 13: Pneumonia

Empiema

Curiga kearah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda

klinis dan gambaran foto dada yang mendukung.

Bila massif terdapat tanda pedorongan organ intratorakal

Pekak pada perkusi

Gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi

dada

Jika terdapat empiema, demam menetap meskipun sedang diberi antibitik

dan cairan pleuramenjadi keruh atau purulen (9)

XI. PEMANTAUAN

Terapi

Bila dalam 48-72 jam tidak ada respon klinis (sesak dan demam tidak membaik),

lakukan penggatian antibiotik dengan golongan sefalosporin.(1)

Tumbuh kembang

Pneumonia pada umumnya tidak mempengaruhi tumbuh kembang pasien.(1)

XII. PROGNOSIS

Secara keseluruhan, prognosis adalah bagus. Sebagian besar kasus dari

pneumonia viral sembuh tanpa pengobatan. Patogen dari bakteri dan organisme

atipikal memberi reaksi terhadap terapi antimikroba. Pada jangka waktu yang

panjang, perubahan terhadap fungsi paru jarang terjadi, bahkan pada anak yang

dengan pneumonia dan empiema atau abses paru juga jarang mengalami gangguan

pada fungsi paru. (2)

13

Page 14: Pneumonia

DAFTAR PUSTAKA

1. Daud D., Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. In Standar pelayanan Medik

Respirologi; Pneumonia. Department Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unhas/

SMF anak RS DR.Wahidin Sudirrohusodo. Makassar, Januari 2013. p.33-36

2. Bennett N.J., Pediatric Pneumonia (Article on internet) Updated on: 16/02/2013. Cited on: 15/04/2013. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#showall

3. World Health Organization. Pneumonia. (Article on internet) Updated on: April 2013. Cited on: 15/04/2013. Available at: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/

4. Garna H., dan Nataprawira H.M.D., Pedoman Diagnosis Dan Terapi; Ilmu Kesehatan

Anak.. In Pulmologi; Pneumonia. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran

Universitas Padjajaran, RS Dr Hassan Bandung, Jl. Pasteur No. 38 Bandung. Edisi ke-3.

2005. p. 403-409

5. Hassan R., dan Alatas H., Buku Kuliah 3; Ilmu Kesehatan Anak. In BAB 35;

Pulmonologi: Pneumonia. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta. 2007. p. 1228-1233.

6. Behrman R.E., dan Kliegman R.M., Nelson Esenso Pediatri. In Sistem Pernapasan;

Pneumonia. Penerbit Buku Kedokteran EGC, P.O. Box 4276/ Jakarta 10042. Edisi ke-4.

2010. p. 585-587.

7. Kampono N., Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. In

Pneumonia. RSUP. Nasional Dr. Ciptomangumkusumo. Jakarta. September 2007.

8. Mayo Clinic. Pneumonia. Image; Pneumonia and your lungs. (Article on internet)

Updated on: May 10, 2010. Cited on: 15/04/2013. Available

at:http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM03416

14

Page 15: Pneumonia

9. World Health Organization. Buku Saku; Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit;

Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukaan Tingkat Pertama Di Kabupaten/kota. In Bab 4:

Batuk dan atau Kesulitan Bernapas; Pneumonia. World Health Organization 2009.

Gedung Bina Mulia 1 lt. 9 Kuningan, Jakarta. Edisi Pertama. 2009. p 86-93.

15