62
Laporan Kasus BRONKOPNEUMONIA Oleh : Maria Ulfah NIM. I1A006042 Pembimbing : Prof. DR. dr. Ruslan Muhyi, Sp.A (K)

Pneumoni lapsusk

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pneumoni lapsusk

Laporan Kasus

BRONKOPNEUMONIA

Oleh :

Maria UlfahNIM. I1A006042

Pembimbing :

Prof. DR. dr. Ruslan Muhyi, Sp.A (K)

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAKFK UNLAM – RSUD ULIN

BANJARMASIN

Maret, 2012

Page 2: Pneumoni lapsusk

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan masalah kesehatan utama pada anak terutama di

negara berkembang.1,2 Bronkopneumonia merupakan infeksi saluran nafas bagian

bawah yang serius serta sering ditemukan pada bayi. Diperkirakan hampir

seperlima kematian anak diseluruh dunia disebabkan oleh pneumonia, lebih

kurang 2 juta anak balita meninggal tiap tahunnya dan sebagian besar di Afrika

dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6%

kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia karena pneumonia.

Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok

umur 0-6 bulan.4

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang ditandai

dengan keadaaan klinis dengan gejala demam, batuk, sesak nafas dan ditandai

oleh adanya ronki basah halus serta gambaran infiltrat pada foto polos dada.3

Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam etiologi seperti bakteri, virus,

mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang teraspirasi.1,3

Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, pneumonia dibagi dua yaitu

pneumonia masyarakat (community-acquired pneumonia) dan pneumonia

nosokomial (hospital-acquired pneumonia) Secara anatomis pneumonia

diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia intersisial dan pneumonia

lobularis (bronkopneumonia), di antaranya jenis yang terbanyak diderita neonatus

dan anak adalah bronkopneumonia .1

1

Page 3: Pneumoni lapsusk

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus pnemonia pada seorang bayi laki-

laki berumur 2 bulan yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.

2

Page 4: Pneumoni lapsusk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru dimana asinus terisi dengan

cairan dan sel radang dengan atau tanpa diserta infiltrasi sel radang ke dalam

dinding alveoli dan rongga interstinum. Secara anatomis pneumonia

diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia intersisial dan pneumonia

lobularis (bronkopneumonia).1,5

II. Etiologi

Dalam Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA

dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia

dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak

berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan

napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.2

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme

(virus/bakteri) dan sebagian kecil oleh hal lain misalnya bahan kimia

(hidrokarbon) atau benda asing yang teraspirasi.4

Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan

distribusi umur pasien. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh virus,

sebagai penyebab tersering adalah respiratory syncytial virus (RSV),

parainfluenza virus, influenza virus, dan adenovirus. Secara umum bakteri yang

berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia,

3

Page 5: Pneumoni lapsusk

Haemophillus influenza, Staphyloccocus aureus, Streptococcus grup B, serta

kuman atipik Chlamidia dan mikoplasma.6

Pada masa neonatus Streptococcus grup B dan Listeriae monocytogenes

merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak

pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Terapi

yang diberikan pada penyakit ini biasanya pemberian antibiotik walaupun

kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus yang dapat sembuh dengan sendirinya

tanpa pemberian obat-obatan terapeutik, pemberian antibiotik dapat mempercepat

penyembuhan penyakit ini dibandingkan hanya pemberian obat-obatan

simptomatik, selain itu dengan pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya

infeksi lanjutan dari bakterial, pemberian, pemilihan antibiotik pada penyakit ini

harus diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi resistensi kuman/baterial di

kemudian hari. Namun pada penyakit ISPA yg sudah berlanjut dengan gejala

dahak dan ingus yang sudah menjadi hijau, pemberian antibiotik merupakan

keharusan karena dengan gejala tersebut membuktikan sudah ada bakteri yang

terlibat.6,7

III. Epidemiologi

Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering

didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak.

Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia

anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Sterptococcus

pneumonia dan Staphylococcus aureus, tetapi dinegara berkembang juga

berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan.

4

Page 6: Pneumoni lapsusk

Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia disebabkan

oleh pneumonia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal tiap tahunnya dan

sebagian besar di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional

(SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia karena

pneumonia.

Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar

antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian

dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 %; Kabupaten Indramayu adalah

9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap

tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang

dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya

berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat

pada kelompok umur 0-6 bulan.4

IV. Faktor Risiko

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka

mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang, yaitu berat badan

lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang

adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri

patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara.

V. Patogenesis Pnemonia

Bronkopneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada

di udara, aspirasi mikroorganisme dari nasofaring atau penyebaran dari fokus

infeksi yang jauh. Proses peradangan dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu : 7,8

5

Page 7: Pneumoni lapsusk

1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)

Bakteri yang memasuki paru-paru melalui saluran pernapasan masuk ke

bronkhioli dan alveoli, menimbulkan peradangan berat, menghasilkan cairan

edema yang kaya protein berupa eksudat jernih di dalam alveoli dan jaringan

interstitial, sehingga kapiler melebar dan kongesti. Di alveoli juga terdapat

beberapa neutrofil dan makrofag.

2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Timbul akibat perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler

paru. Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara,

warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, dalam alveolus di

dapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman,

sehingga kapiler alveoli menjadi lebar.

3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)

Aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan fibrin serta

sedikit eritrosit. Kuman difagosit oleh leukosit, makrofag masuk ke dalam alveoli

dan menelan leukosit bersama dengan kuman di dalamnya. Permukaan pleura

suram karena diliputi oleh fibrin. Lobus masih tetap padat dan warna merah

menjadi pucat kelabu. Kapiler tidak lagi kongesti.

4. Stadium resolusi (7-11 hari)

Eksudat berkurang, di dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit

mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.

Secara patologi anatomi, distribusi bercak-bercak pada bronkopneumonia tidak

teratur.

6

Page 8: Pneumoni lapsusk

V. Diagnosis

WHO mengajukan pedoman dan diagnosis dan tatalaksana yang lebih

sederhana seperti yang juga tertera dalam MTBS:\8

1. Bronkopneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup

minum, harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.

2. Bronkopneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup

minum, harus dirawat dirumah sakit dan diberi antibiotik.

3. Bronkopneumonia ringan: bila tidak ada retraksi, tetapi napas cepat :

- 60 kali/menit pada bayi < 2 bulan

- >50 kali/menit pada anak 2 bulan – 1 tahun

- > 40 kali/menit pada anak 1-5 tahun

- >28 kali/menit pada anak usia 5-16 tahun

Tidak perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral

4. Bukan bronkopneumonia : hanya batuk tanpa ada gejala dan tanda seperti

di atas, tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik.

Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun adalah tidak

dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk; sedaangkan

tanda bahaya untuk bayi usia dibawah 2 bulan adalah malas minum menurun,

kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi dan demam atau badan teraba

dingin.

VI. Diagnosis Banding

7

Page 9: Pneumoni lapsusk

Diagnosis banding untuk pneumonia adalah bronkiolitis dan tuberculosis

paru (TB paru). Daignosa banding bronkiolitis dapat disingkirkan dengan melihat

gejala bronkiolitis, yaitu batuk pilek untuk beberapa hari tanpa disertai kenaikan

suhu atau hanya subfebril, dan didapatkan adanya wheezing, sedangkan pada

bronkopneumonia, gejala batuk pilek disertai dengan panas tinggi turun naik, dan

pada pemeriksaan fisik tidak terdapat wheezing. Hasil pemeriksaan foto thoraks

pada kasus ini mengarah pada tanda bronkopneumoia. 6,10

Pada anak, gejala umum atau tanda-tanda yang dicurigai adanya infeksi

TB antara lain berupa : berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik

dalam 1 bulan penanganan gizi, anoreksia (sulit makan), dengan gagal tumbuh

dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to thrive), demam lama dan

berulang tanpa sebab yang jelas, dapat disertai keringat malam, pembesaran

kelenjar getah bening yang tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari, diare

menetap yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. Adapun gambaran

radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar hilus, paratrakeal dan

mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusi pleura, kavitas, dan gambaran milier.6

TB paru disingkirkan dengan melihat gejala klinis pada anamnesa, temuan pada

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis, dimana semuanya mengarah pada

diagnosis bronkopneumonia.5,11

VI. Pemeriksaan Penunjang

Temuan-temuan laboratorium biasanya menunjukkan jumlah leukosit

yang meningkat (leukositosis) mencapai 15.000-40.000/mm3 dengan jumlah sel

polimorfonuklear terbanyak (pergeseran ke kiri atau shift to the left). Angka sel

8

Page 10: Pneumoni lapsusk

darah putih < 5000/mm3 sering disertai dengan prognosis yang jelek. Kadar Hb

biasanya tetap normal atau sedikit menurun, dan laju endap darah biasanya

meningkat dan mungkin amat tinggi. 3,7,10

Sedangkan pada pemeriksaan radiologis, gambaran bronkopneumonia

akan tampak putih pada foto roentgen, karena terdapat eksudat fibrinosa terutama

terdapat pada bronkiolus, dimana penyebaran daerah infeksi berupa bercak

konsolidasi merata, dengan diameter sekitar 3-4 cm, yang mengikutsertakan

alveoli secara tersebar. Pada daerah terjadinya konsolidasi dapat ditemukan

adanya bronchogram udara. 1,4,12

Juga harus dilakukan penilaian terhadap kemungkinan terjadinya hipoksia

dan asidosis respiratorik. Pulsasi oksimetri <95% menunjukkan adanya hipoksia.2

VII. Komplikasi

Bakteri mempunyai kemampuan menghancurkan jaringan paru dan

membentuk abses, kemudian menyebabkan kerusakan paru yang permanen seperti

bronkiektasis, fibrosis, dan bronkostenosis. Selain itu, bakteri mempunyai

kecenderungan meluas ke perifer, ke rongga pleura, menimbulkan empiema,

fistula bronkopleura, dan piopneumotoraks, keadaan umum penderita menjadi

jelek dengan sesak napas dan nyeri pleura yang hebat. Komplikasi bakteriemia

dapat disertai meningitis, otitis media, sinusitis, abses otak, abses ginjal, abses

hati, endokarditis bakterialis yang umumnya berhubungan dengan prognosis yang

buruk. Selain itu, pada bronkopneumonia harus diwaspadai adanya kematian

karena gagal nafas dan septikemia.7,13

9

Page 11: Pneumoni lapsusk

VIII. Penatalaksanaan

Pada umumnya penatalaksanaan penderita dengan bronkopneumonia

sama dengan penatalaksanaan pada pasien pneumonia yaitu terdiri dari:

1. Medikamentosa

Sebaiknya pengobatan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi

berhubung hal ini tidak selalu dapat dikerjakan dan memakan waktu, maka

dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi. Pemilihan antibiotik

didasarkan pada usia, gambaran klinis dan pola resistensi lokal bakteri

patogen yang dominan. Terapi simtomatik, untuk panas dapat diberikan

antipiretik, dan untuk batuk dapat diberikan antitusif.15,16,17

2. Terapi suportif atau perawatan khusus :9,18

- Istirahat ditempat tidur (tirah baring)

- Posisi semi fowler bila sesak sekali

- Oksigen dengan kebutuhan cukup

- Isap lendir (suction). Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi

dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor

mukosilier.

- Nebulisasi

- Diet harus cukup kalori dan protein

- Bila anak sangat sesak, puasakan dulu. Nutrisi dapat diberikan dengan

NGT/ OGT.

3. Koreksi gangguan keseimbangan asam dan basa

Penatalaksanaan pneumonia berdasarkan berat ringan penyakit :

10

Page 12: Pneumoni lapsusk

1. Pneumonia ringan

Anak di rawat jalan

Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg /kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3

hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari.

Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.19

Tindak lanjut

Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa

kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak

memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu.19

Ketika anak kembali

Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu

makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.19

2. Pneumonia Berat

Anak dirawat di rumah sakit

a. Terapi Antibiotik

Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6

jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila

anak member respons yang baik maka diberikan selama 5 hari.

Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan

amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari

berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau

terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan,

atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,

11

Page 13: Pneumoni lapsusk

sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol

(25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).19

Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen

dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-

gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM

atau IV sekali sehari). Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka

bila memungkinkan buat foto dada. Apabila diduga pneumonia

stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk pneumonia stafilokokal), ganti

antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan

kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin

(15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik,

lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari

sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin

secara oral selama 2 minggu.10,19,20

b. Terapi Oksigen

Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat Bila tersedia

pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen

(berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia

oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap

harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila

saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak

berguna Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter

nasofaringeal. Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk

12

Page 14: Pneumoni lapsusk

menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker

kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-

menerus setiap waktu. Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda

hipoksia (seperti tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang

berat atau napas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.19,20

VIII. Prognosis.

Prognosis ISPA sangat bervariasi tergantung dari etiologi yang

mendasarinya. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat

ditekan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan terlambat dan malnutrisi

energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih

tinggi. Pada kasus yang disertai bakteremia, leukopenia, atau proses pneumonia

mengenai beberapa lobus, maka mortalitas naik menjadi sekitar 10%.12,17

XI. Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan:3,9,20

• Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

• Immunisasi.

• Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

• Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pemberantasan yang dilakukan adalah :

• Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.

• Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

• Immunisasi.

13

Page 15: Pneumoni lapsusk

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

1. Identitas penderita :

Nama penderita : By. N

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 2 bulan

2. Identitas Orang tua/wali

AYAH : Nama : Tn. M

Pendidikan : lulus sederajat SMA

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl. A. Yani RT I RW I Kab. Bati-bati

IBU : Nama : Ny. M

Pendidikan : Lulus sederajat D2

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jl. A. Yani RT I RW I Kab. Bati-bati

II. ANAMNESIS

Kiriman Dari : Puskesmas Bati-bati

Diagnosa : Pneumonia

Aloanamnesis dengan : Ibu kandung penderita

Tanggal/jam : 29 Februari 2012/ 18.30 WITA

1412

Page 16: Pneumoni lapsusk

1. Keluhan Utama : Sesak nafas

2. Riwayat penyakit sekarang :

Sejak + 2 hari sebelum masuk rumah sakit, bayi mulai mengalami

sesak nafas yang disertai batuk berdahak yang sulit dikeluarkan. Sesak

nafas semakin bertambah berat dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas atau

cuaca. Saat sesak, dada bayi tertarik ke dalam dan hidung bayi bergerak

kembang kempis. Sejak sesak, bayi menjadi malas menyusu dan rewel dan

sempat ada muntah 2 kali, keluar air susu yang diminum. Bayi kemudian

dibawa ke RSUD Ulin dan dianjurkan untuk rawat inap. Sebelum sesak

anak mengalami batuk berdahak + 5 hari dan pilek, anak juga mengalami

panas + 2 hari yang timbul perlahan dan terus menerus, tidak ada

menggigil, dan tidak ada kejang. Bayi telah mendapat pengobatan

paracetamol dan demam bisa turun Tidak ada riwayat bepergian ke luar

kota. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) anak normal

seperti biasa. Bayi tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya

serta tidak ada orang disekitar anak yang menderita batuk lama dan

mengikuti pengobatan selama 6 bulan.

3. Riwayat Penyakit dahulu

Anak pernah menderita diare, batuk dan pilek. Anak tidak pernah masuk

RS sebelumnya.

15

Page 17: Pneumoni lapsusk

4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat antenatal :

Selama kehamilan ibu sebulan sekali memeriksakan kehamilan ke bidan.

Selama hamil ibu ada tidak ada riwayat tekanan darah tinggi, mengaku

tidak menderita kencing manis namun dikeluarga ada riwayat kencing

manis, ada pembengkakan di kaki. Ibu tidak menderita demam tinggi,

tidak ada mengalami keputihan gatal berbau, tidak ada mengkonsumsi

jamu dan obat-obatan. Selama kehamilan nafsu makan ibu cukup besar,

mual-muntah tidak terlalu hebat. Mendapatkan suplemen besi, kalsium dan

imunisasi TT dua kali.

Riwayat Natal :

Spontan/tidak spontan : spontan

Nilai APGAR : langsung menangis

Berat badan lahir : 4 kg

Panjang badan lahir : 52 cm

Lingkar kepala : saat lahir bayi tidak diukur

Penolong : bidan puskesmas

Tempat : rumah sendiri

Riwayat Neonatal : gerak aktif, kulit kemerahan, menangis

kuat.

5. Riwayat Perkembangan

Tiarap : - bulan

Merangkak : - bulan

Duduk : - bulan

16

Page 18: Pneumoni lapsusk

By. M

Berdiri : - bulan

Berjalan : - bulan

Saat ini : anak sudah bisa menoleh ke arah suara yang

memanggilnya.

6. Riwayat Imunisasi : belum pernah di imunisasi

Nama Dasar(umur dalam hari/bulan)

Ulangan(umur dalam bulan)

BCG 3 hari -

Polio - - - - -

Hepatitis B 0 bulan - - -

DPT - - - -

Campak - -

7. Makanan

0 – sekarang : ASI eksklusif sesuai dengan kemauan anak.

8. Riwayat Keluarga

Ikhtisar keturunan :

17

Page 19: Pneumoni lapsusk

Keterangan:

: laki-laki

: perempuan

: sakit

Susunan keluarga :

No. Nama Umur L/P Keterangan

1. Tn M 30 th L Sehat

2. Ny M 33 th P Sehat

3. An.AL 3 th L Sehat

4. By. N 2 bulan L Sakit

9. Riwayat Sosial Lingkungan

Anak tinggal bersama orang tua di rumah asrama guru berukuran +

6 x 8 m2 dengan satu kamar dan satu dapur, terbuat dari tembok. Kamar

mandi/WC berada di belakang rumah, terpisah dengan jarak + 5 meter .

Mandi, mencuci dan memasak menggunakan air PDAM. Penerangan

dan ventilasi cukup. Tempat pembuangan sampah + 5 m dari rumah.

Rumah jauh dari jalan raya maupun pabrik.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : tampak sesak

Kesadaran : komposmentis

GCS : 4-5-6

2. Pengukuran

18

Page 20: Pneumoni lapsusk

Tanda vital : Denyut Jantung : 128 x/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 36,7 °C

Respirasi : 62 x/menit

Saturasi O2 tanpa Oksigen: 94%

Saturasi O2 dengan Oksigen: 99%

CRT : 2 detik

Berat badan : 4600 g

Panjang/tinggi badan : 58 cm

Lingkar Lengan Atas (LLA) : - cm

Lingkar kepala : 38 cm

3. Kulit : Warna : putih

Sianosis : tidak ada

Hemangioma : tidak ada

Turgor : Cepat kembali

Kelembaban : Cukup

Pucat : Agak pucat

4. Kepala : Bentuk : mesosefali

UUB : datar, belum menutup

UUK : datar, sudah menutup

- Rambut : Warna : Hitam

Tebal/tipis : Tipis

Distribusi : Merata

- Mata : Palpebra : Edema (-)

19

Page 21: Pneumoni lapsusk

Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut

Konjungtiva : anemis (sulit dievaluasi)

Sklera : Tidak ikterik

Produksi air mata : Cukup

Pupil : Diameter : 2 mm/ 2 mm

Simetris : Isokor

Reflek cahaya : +/+

Kornea : Jernih

- Telinga : Bentuk : Simetris

Sekret : Tidak ada

Serumen : Minimal

Nyeri : Tidak ada Lokasi : -

- Hidung : Bentuk : Simetris

Pernafasan cuping hidung : Ada

Epistaksis : Tidak ada

Sekret : Ada

- Mulut : Bentuk : Simetris

Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis (-)

Gusi : Tidak mudah berdarah

Gigi-geligi : Gigi belum tumbuh

- Lidah : Bentuk : Simetris

Pucat/tidak

Tremor/tidak

20

Page 22: Pneumoni lapsusk

Kotor/tidak

Warna : Merah muda

- Faring : Hiperemi : Sulit dievaluasi

Edem : Sulit dievaluasi

Membran/pseudomembran : Sulit dievaluasi

- Tonsil : Warna : Sulit dievaluasi

Pembesaran : Sulit dievaluasi

Abses/tidak : Sulit dievaluasi

Membran/pseudomembran : Sulit dievaluasi

5. Leher :

- Vena Jugularis : Pulsasi : tidak terlihat

Tekanan : tidak meningkat

- Pembesaran kelenjar leher : tidak ada

- Kaku kuduk : tidak ada

- Massa : tidak ada

- Tortikolis : tidak ada

5. Toraks :

a. Dinding dada/paru

Inspeksi : - Bentuk : simetris

- Retraksi : ada Lokasi : intracostal, subcostal

- Dispnea : ada

- Pernafasan : abdominal

Palpasi : Fremitus fokal : Sulit dievaluasi

21

Page 23: Pneumoni lapsusk

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara Napas Dasar : broncovesikuler

Suara Tambahan : Ronki (+/+) basah halus,

Wheezing (-/-)

b. Jantung :

Inspeksi : Iktus : tidak terlihat

Palpasi : Apeks : teraba Lokasi : ICS V LMK Sinistra

Thrill + / - : -

Perkusi : Batas kanan : tidak dikerjakan

Batas kiri : tidak dikerjakan

Batas atas : tidak dikerjakan

Auskultasi : Frekuensi : 112 x/menit, Irama : Reguler

Suara Dasar : S1 dan S2 Tunggal

Bising : tidak ada Derajat : -

Lokasi : -

Punctum max : -

Penyebaran : -

6. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : cembung

Palpas Hepar : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Massa : tidak teraba

22

Page 24: Pneumoni lapsusk

. Perkusi : Timpani/pekak : timpani

Asites : tidak ada

Auskultasi : bising usus (+) normal

7. Ekstremitas : - Umum : akral hangat, tidak edema dan tidak ada

parese.

- Neurologi

8. Susunan Saraf : N I – XII sulit di evaluasi

9. Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan

10. Anus : positif, tidak ada kelainan

IV. RESUME

Nama : By. N

Jenis kelamin : Laki-laki

23

Lengan Tungkai

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Normal Normal normal Normal

Tonus Eutoni Eutoni eutoni Eutoni

Trofi Eutrofi Eutrofi eutrofi Eutrofi

Klonus - - - -

Reflek fisiologis BPR

TPR

BPR

TPR

KPR

APR

KPR

APR

Reflek patologis Hoffman (-)

Tromner (-)

Hoffman (-)

Tromner (-)

Babinsky (-)

Chaddock (-)

Babinsky (-)

Chaddock (-)

Sensibilitas Normal Normal normal Normal

Tanda meningeal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Page 25: Pneumoni lapsusk

Umur : 2 bulan

Berat badan : 4600 gram

Keluhan Utama : Sesak nafas

Uraian :

Sejak + 2 hari sebelum masuk rumah sakit sesak nafas (+), batuk

berdahak(+).

Saat sesak, dada bayi tertarik ke dalam dan hidung bayi bergerak

kembang kempis.

bayi menjadi malas menyusu dan rewel

muntah 2 kali

panas + 2 hari yang timbul perlahan dan terus menerus,

tidak ada menggigil,

tidak ada kejang.

telah mendapat pengobatan paracetamol dan demam bisa turun

Tidak ada riwayat bepergian ke luar kota.

Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) anak normal

tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya

tidak ada orang disekitar anak yang menderita batuk lama dan

mengikuti pengobatan selama 6 bulan.

Pemeriksaaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sesak

Kesadaran : Komposmentis GCS : 3- 4 -5

Frekuensi Jantung : 112 kali/menit, reguler, kualitas kuat

24

Page 26: Pneumoni lapsusk

angkat

Frekuensi Pernafasan : 62 kali/menit

Suhu : 36,7 °C

Kulit : kelembaban cukup, turgor cepat kembali,

Agak anemis pada telapak tangan.

Kepala : Mesosefali

Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)

Hidung : Simetris, Sekret (+/+) cair warna

keputihan, PCH (+)

Telinga : Sekret (-) Serumen minimal

Mulut : Mukosa bibir basah, sianosis (-)

Toraks/Paru : Simetris, brokovesikuler retraksi (+)

subcostal dan intracostal, Ronki basah

halus (+/+) seluruh lapangan paru

Jantung : S1 dan S2 tunggal, bising (-)

Abdomen : Cembung, Supel, H/L/M tidak teraba,

Bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, edem (-), parese (-)

Susunan saraf : N I – N XII sulit dievaluasi

Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan

Anus : ada, tidak ada kelainan

25

Page 27: Pneumoni lapsusk

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (27 Februari 2012)

PEMERIKSAAN RADIOLOGISFoto thorax (27 Februari 2012): Tampak gambaran infiltrat pneumonia,

tampak dextrocardia, AV-Shunt (-)

VI. DIAGNOSA

1. Diagnosa banding : 1. Pneumonia

2. Bronkiolitis

2. Diagnosa Kerja : Pneumonia

3. Status Gizi

CDC 2000 = 4,6 x 100% = 78,4% (moderate malnutririon)5,2

CGS TB/U = 0 < SD < 2 (Normal)

BB/U = -2 < SD < 0 (Normal)

BMI/U = -3 < SD < -2 (Kurus)

VIII. PENATALAKSANAAN26

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Leukosit

Eritrosit

Hematokrit

Trombosit

RDW-CV

MCV

MCH

MCHC

9,2

15 200

3,38

29,9

347

14.2

88.5

27.2

30.7

10.0 – 17.0

4000-10500

3,90-5,50

35 – 45

150 – 350

11.5 – 14.7

80.0 – 97.0

27 – 32

32.0 – 38.0

g/dl

/ul

juta /u l

vol%

ribu /u l

%

fl

pg

%

Page 28: Pneumoni lapsusk

- Kebutuhan cairan : 150 cc/kgBB/hari

o Infus: IVFD D5 ¼ NS 4,6 x 105 = 483 cc (20 tetes per

menit mikro drip)

o P.O Puasa, pasang NGT

- Oksigenasi : O2 kanul nasal 1-2 liter per menit

- Obat-obatan:

- iv : Ampicilin 150 mg/8 jam

Gentamicin 25 mg/24 jam

- Nebulisasi ventolin 1,25 mg diencerkan dalam 2 cc NaCl

Program : Observasi tiap 4 jam

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

I X. PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

• Menjaga keadaan umum tetap baik.

• Immunisasi.

• Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

• Mencegah anak berhubungan dengan penderita pneumonia.

27

Page 29: Pneumoni lapsusk

X. FOLLOW UP

Hari Subject(S)

Object(O)

Assesment(A)

Planning(P)

HP I(28/2/12)

- Batuk berdahak

- Sesak (-)- Muntah (+)

1x- Demam (-)

HR: 122 x/mRR : 48 x/mT : 36,8 oCCRT: 2SaO2: 99%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (+/+)

Bronkopneumonia

- Kebutuhan cairan 150 cc/kgBB/hari

- Infus: IVFD D5 ¼ NS 4,6 x 105 = 483 cc (20 tetes per menit mikro drip)

- P.O minum sedikt sedikit (10 cc 1 jam 10 cc sesak (-), bebas minum

- Oksigenasi : O2

kanul nasal 1-2 liter per menit

- Obat-obatan: - Ab iv (H.II) :

Ampicilin 150 mg/8 jam

Gentamicin 25 mg/24 jam

- Nebulisasi ventolin 1,25 mg diencerkan dalam 2 cc NaCl

HP II (29/2/12)

- Batuk berdahak

- Sesak (-)- Muntah (+)

1xDemam (-)

HR: 112 x/mRR : 43 x/mT : 36,8 oCCRT: 2SaO2: 99%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (</<)

Bronkopneumonia

- Kebutuhan cairan 150 cc/kgBB/hari

o Infus: IVFD D5 ¼ NS 4,6 x 105 = 483 cc (20 tetes per menit mikro drip)

o P.O ASI on demand

- Oksigenasi (-) Obat-obatan:

- Ab H.III iv : Ampicilin 150 mg/8 jam

Gentamicin 25 mg/24 jam

- Nebulisasi ventolin 1,25 mg diencerkan dalam 2 cc NaCl

- Pro Rontgen Thorax ulang

HP.III (01/3/12)

- Batuk berdahak

HR: 118 x/mRR : 43 x/m

Bronkopneumonia membaik

- Kebutuhan cairan 150 cc/kgBB/hari

28

Page 30: Pneumoni lapsusk

- Sesak (-)- Muntah (+)

1xDemam (-)

T : 36,5 oCCRT: 2SaO2: 99%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (</<)

o Infus: IVFD D5 ¼ NS 4,6 x 105 = 483 cc (20 tetes per menit mikro drip)

o P.O ASI on demand

- Oksigenasi: O2(-)- Obat-obatan:

- Ab H.IV iv : Ampicilin 150 mg/8 jam

Gentamicin 25 mg/24 jam

- Nebulisasi ventolin 1,25 mg diencerkan dalam 2 cc NaCl

- Konsul Jantung

HP IV (02/3/12)

- Batuk berdahak

- Sesak (-)- Muntah (+)

1x- Demam (-)

HR: 105 x/mRR : 42 x/mT : 36,6 oCCRT: 2SaO2: 99%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (-/-)

Bronkopneumonia membaik

- Kebutuhan cairan 150 cc/kgBB/hari

o Infus: IVFD D5 ¼ NS 4,6 x 105 = 483 cc (20 tetes per menit mikro drip)

o P.O ASI on demand

- Oksigenasi (-)- Obat-obatan:

- Ab H.III iv : Ampicilin 150 mg/8 jam

Gentamicin 25 mg/24 jam

- BLPL- Pro EKG &

Echocardiografi

29

Page 31: Pneumoni lapsusk

BAB IV

DISKUSI

Dilaporkan seorang bayi laki-laki umur 2 bulan dengan berat badan 4,6

kg. Anak dirawat di bangsal RSUD Ulin selama 4 hari dengan keluhan utama

sesak nafas yang terjadi sejak 1 hari sebelum dirawat.

Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebagian besar mengarah pada penyakit

bronkopneumonia. Diagnosis bronkopneumonia ditegakan berdasarkan kriteria

WHO dan program pemberantasan ISPA dengan ditemukannya gejala sebagai

berikut panas tinggi, batuk, pilek dan sesak nafas. Pada ISPA gejala klinis pada

sistem pernafasan anak berlangsung kurang dari 14 hari.12

Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak terlihat sesak, demam dan nafas

agak cepat disertai dispneu, retraksi subcostal dan intercostal. Pada auskultasi

ditemukan ronki pada kedua lapang paru. Pemeriksaan penunjang berupa hasil

laboratorium menunjukkan peningkatan jumlah leukosit yang merupakan pertanda

infeksi.

Dalam kasus ini diagnosa pneumonia sulit untuk ditegakkan hanya

berdasarkan gambaran foto rontgen paru. Pada foto rontgen ditemukan gambaran

yang sesuai dengan pneumonia. Pada kasus ini pneumonia didiagnosis banding

dengan bronkhiolitis.

Pada dasarnya bronkiolitis didahului ISPA dengan batuk pilek, tanpa

demam atau hanya subfebris. Terdapat sesak dan nafas yang cepat dan dangkal.

30

Page 32: Pneumoni lapsusk

Namun pada bronkhiolitis, auskultasi terdengar wheezing sedang suara perkusi

paru hipersonor disebabkan adanya obstruksi parsial atau total dari bronkiolus dan

bila dilakukan foto thoraks AP dan lateral terdapat gambaran hiperinflasi paru

diameter anteriorposterior membesar.13,14 Dari beberapa perbedaan gejala ini

diagnosis bronkiolitis dapat disingkirkan dan anak hanya mengalami ISPA saja.

Pada kasus ini diberikan terapi berupa:

1. Terapi Suportif

IVFD D5 ¼ NS yang ditujukan untuk menjaga status hidrasi pasien,

serta sebagai jalur pemberian obat parenteral.

Oksigen diberikan untuk mencegah terjadinya hipoksia karena dipsnue

dan gagal nafas yang mungkin terjadi.

Nebulisasi

2. Terapi Kausatif

Injeksi ampicillin 3 x 150 mg diberikan selama 4 hari sebagai antibiotik

untuk mencegah penyebaran radang yang lebih luas, untuk kuman gram

positif .

Injeksi gentamisin 25 mg/24 jam digunakan bersama dengan ampicilin

selama 4 hari sebagai antibiotik untuk infeksi kuman gram negatif karena

Pseudomonas, Proteus dan Staphilokokus yang resisten terhadap

penisilin.16

Idealnya, sebelum dilakukan pemberian antibiotik terlebih dahulu

dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Pada kasus ini, pemeriksaan mikrobiologis

tidak dapat dilakukan karena dapat memakan biaya besar dan waktu lama. Pada

31

Page 33: Pneumoni lapsusk

penyakit yang disertai panas yang tinggi untuk penyelamatan nyawa

dipertimbangkan pemberian antibiotik walaupun kuman belum dapat diisolasi.17

Tidak ada komplikasi untuk pneumonia yang terjadi pada kasus ini.

Prognosisnya adalah dubia ad bonam, dimana telah dilakukan penanganan segera

sehingga keadaan anak membaik.

Bayi dapat dipulangkan dari RS setelah perawatan selama 4 hari dengan

alasan secara klinis membaik dimana sesak nafas dan demam tidak ditemukan

lagi, tanda vital stabil, keadaan umum baik serta batuk yang berkurang.

32

Page 34: Pneumoni lapsusk

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus pneumonia pada seorang anak laki-laki berusia 2

bulan yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin. Pasien datang dengan keluhan

sesak nafas. Tanda klinis, fisik dan laboratorium mengarah pada pneumonia.

Penatalaksanaan pasien selama perawatan di Rumah Sakit Ulin Banjarmasin

sesuai dengan terapi yang diperlukan untuk penanganan pneumonia. Pasien

dipulangkan dari RS setelah perawatan selama 4 hari dengan keadaan membaik.

33

Page 35: Pneumoni lapsusk

DAFTAR PUSTAKA1. Hasan R, Alatas H. Pneumonia. Dalam: buku Kuliah Ilmu kesehatan

anak jilid 2. Jakarta: Bagian FKUI, 2000. h. 1228-33.

2. Nelson, W. Pneumonia. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 volume 2. Jakarta: EGC, 2000. h. 883-9.

3. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2000.

4. Stephen J. Pneumonia, Bacterial 2005. (online). (http://www.emedicine.com/ EMERG/topic465.htm, diakses 3 Maret 2012)

5. King B. Pediatrics, Pneumonia 2004. (online). (http://www.emedicine.com/ emerg/topic396.htm, diakses 3 Maret 2012)

6. Departemen Kesehatan RI. Bimbingan ketrampilan dalam penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan akut pada anak. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006. h. 10

7. Santosa, G. Gawat darurat di bidang pulmonologi. Simposium gawat darurat pada anak. Surabaya: FK UNAIR, 2007.

8. Anonim. Lokakarya dan rakernas pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,2002.

9. Ranuh, IG. Pendekatan risiko tinggi dalam pengelolaan pelayanan kesehatan anak. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: FK UNAIR, 2010.

10. Anonim. Penuntun praktikum mikrobiologi kedokteran I. Banjarbaru: Laboratorium Mikrobiologi FK UNLAM, 2003.

11. Anonim. Infeksi saluran nafas atas. Emedicine [serial online] 2012 Jan [cited 2012 Mar 4 Mar; I(1)8 screens]. Available from: URL: http://www.emedicine.com.

12. Departemen Kesehatan RI. Pendekatan epidemiologi dan dasar-dasar surveilans. Untuk Pelatihan Prajabatan Umum dan Khusus Tenaga Paramedis di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2002

13. Rendie J. Ikhtisar penyakit anak. Alih bahasa: Eric Gultom. Jakarta: Binarupa Aksara, 2004.

34

Page 36: Pneumoni lapsusk

14. Ohashi M, Murakami H, Kudoh Y, Sakai S. Manual for the laboratory diagnosis of bacterial food poisoning and the assesment of the sanitary quality of food. Tokyo: Seamic, 2007

15. Jawetz. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan. Jakarta: EGC, 1986

16. IDAI. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Edisi I. Jakarta: PP IDAI, 2004

17. IDAI Cabang Yogyakarta. Seminar: Tuberkulosis anak, Tatalakana terkini. Yogyakarta: IDAI, 2004

18. Tjay T, Rahardja K. Obat-obat penting: khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Edisi 5. Jakarta: PT. Elex Media Komputerindo Kelompok Gramedia, 2002

19. Anonim. Pneumonia among Children in Developing Countries 2003. (online). (http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/ pneumchilddevcount_t.htm, diakses 3 Maret 2012)

20. Budyatmoko B, Sutarto A. Radang Paru yang Tidak Spesifik. Dalam : Radiologi Diagnostik. Bagian Radiologi FKUI, Jakarta ; 2000 : 101

35

Page 37: Pneumoni lapsusk

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………………............... i

DAFTAR ISI ……………………………………………………............... ii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3

BAB III LAPORAN KASUS …………………………………................ 14

I. IDENTITAS ....................................................................................... 14

II. ANAMNESIS ..................................................................................... 14

III. PEMERIKSAAN FISIK .................................................................... 18

IV. RESUME...................................................................... ..................... 23

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................. 26

VI. DIAGNOSIS.................... ................................................................... 26

VII. PENATALAKSANAAN..................................................................... 27

VIII. PROGNOSIS ....................................................................................... 27

IX. PENCEGAHAN .................................................................................. 27

X. FOLLOW UP ...................................................................................... 28

BAB IV. DISKUSI ......................................................................................... 31

BAB V. PENUTUP…………………………………………................…….. 34

DAFTAR PUSTAKA

36

Page 38: Pneumoni lapsusk

DAFTAR PUSTAKA

1. Raharjoe N N, Supriyatno B, Budi D. Pneumonia dalam buku ajar repirologi anak edisi pertama. 2010, Jakarta : Badan penerbit IDAI.

2. Ayieko P, English M, Mulholland K. What are the common causes of childhood pneumonia in developing cauntries. Internaional Child Health Review Collaboration, 2006;71:1-3

3. Staf Pengajar IKA FKUI. Pneumonia dalam Buku Ajar 3 IKA FKUI, 2000, Jakarta: BPFKUI.

4. Bennett N J, Domachowske J. Pediatrics Pneumonia. 2011. (online). (http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview, diakses 31 Januari 2012)

5. Isselbacher K, Braunwald E, Wilson J, Martin J, Fauci A, Kasper D. Pneumonia. Dalam : Asdie A (Alih Bahasa). Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 3. EGC, Jakarta ; 2000 : 1331-1343

6. Mansjoer A. Triyanti K, Savitri R, Wardhani W I, Setiowulan W. Pneumonia. Dalam : Kapita Selekta Kedoktera, 2001, Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

7. Prasad R. Community Acquired pneumonia manifestation .Supplement To Japi.2012;60:10-12.

8. Nelson, W. Pneumonia. Dalam : Wahab S (alih Bahasa). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. 2000, Jakarta : EGC.

9. Sembiring M. Pneumonia dalam Pedoman Diagnostik dan Terapi. 2004, Banjarmasin : Bagian/SMF Ilmu Kesehantan Anak FK UNLAM/RSUD Ulin Banjarmasin.

10. Amin, M, Alsagaff, H., & Saleh, T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. . 1989,Surabaya : Airlangga University Press.

37

Page 39: Pneumoni lapsusk

11. Black R, Pinto CB, Bryce J et al. Pneumonia. The Forgotten Killer of Children. The United Nation Children’s Fund (UNICEF)/ World Health Organization (WHO), 2006.

12. Widmann, F. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 9. 1995, Jakarta : EGC.

13. Blackman S C, Rey J A G D. Hematologic emergencies : acute anemia. Clinical Pediatric Emergency Medicine.2005;6:124-137

14. Muhammad A, Sianipar O. Penentuan defisiensi besi anemia penyakit kronis menggunakan oeran indeks sTfR-F. Indonesian Journal of Clinical Pathalogy and Medical Labolatory,2005;12(1):9-15.

15. Mansjoer A. Triyanti K, Savitri R, Wardhani W I, Setiowulan W. Pneumonia. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran, 2000, Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

16. Soeparman, Waspadji S. Pneumonia Bakterialis. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 1998, Jakarta : FKUI.

17. Brown Medical School. Bronchopneumonia 2002. (online). (http://www.brown.edu/Courses/Digital_Path/Lungs/bronchopneumonia.htm, diakses 31 Januari 2012).

38

ii