pidana militer BARU

Embed Size (px)

Citation preview

HUKUM PIDANA KHUSUS

HUKUM PIDANA MILITER

Dosen pembimbing : Chairuni Nst,SH.,MHum

Kelompok : II

Anggota

: LILIS SURYANI SINAGA DEVI ASTRIPA NINGRUM SUNGGUL SITUMORANG PUTRI KEMALA SARI WENDRA

Kelas

:

IV E

UNIVERSITAS RIAU TA 2011/2012KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagaimana mestinya. Makalah yang penulis beri judul PIDANA MILITER, bertujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah HUKUM PIDANA KHUSUS. Dalam penulisan makalah ini penulis dibimbing dan diarahkan oleh berbagai pihak sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu Chairuni Nst ,SH.,M.Hum selaku dosen mata kuliah Hukum Pidana Khusus Fakultas Hukum Universitas Riau, beserta temanteman kelas IV E yang senantiasa memberi semangat dan motivasi kepada kelompok kami. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu penulis mengharapkan kritik, saran, dan tanggapan demi kesempurnaan makalah ini dapat diterima dan dilanjutkan serta memberi manfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan semua pihak yang membaca.

Pekanbaru, Maret 2012 Kelompok 11

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ....................... DAFTAR . BAB I PENDAHULUANA. Latar

ISI

Belakang

.. 1B. Rumusan

Masalah

.. 2C. Metode

Penelitian

.. 3D. Tujuan

Penelitian

. 3E. Manfaat

Penelitian

. 3 BAB II PEMBAHASANA.

Pengertian

Hukum Dasar

Pidana

Militer Hukum

4B.

.. 4C. Jenis-jenis

Hukum Yang Diberlakukan Bagi Pelaku Tindak

Kejahatan .. . 7

D. Peranan

Hukum Peradilan Bagi Polisi dan

Militer Militer

.9E.

Sistem

..11F.

Kebijakan Legislatif Mengenai Hukum Pidana Militer Di Indonesia .12

BAB III PENUTUPA.

Kesimpulan .

B.

Saran ..

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Peralihan kekuasaan kehakiman secara organisasi, administrasi dan financial dari lembaga eksekutif ke Mahkamah Agung RI berdampak adanya restrukturisasi struktur organisasi yang ada di Mahkamah Agung RI.

Restrukturisasi yang terjadi di Mahkamah Agung RI setelah berlangsungnya peradilan satu atap di Mahkamah Agung RI berkonsekewensi logis adanya pengembangan organisasi yang ada di Mahkamah Agung RI. Gambaran umum sebelum berlakunya peradilan satu atap Mahkamah Agung RI hanya melaksanakan pembinaan organisasi, administrasi dan financial untuk Mahkamah Agung RI, namun setelah adanya Peradilan satu atap di Mahkamah Agung RI, beban kerja yang harus ditanggung meliputi pembinaan organisasi, administrasi dan financial dari pengadilan tingkat pertama, banding maupun kasasi pada 4 (empat) lingkungan peradilan (Umum, Agama, Militer dan Tata Usaha Negara), dengan jumlah kurang lebih 750 Pengadilan (tingkat pertama sampai dengan tingkat banding). Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara merupakan unit organisasi baru pada Mahkamah Agung, adalah unit eselon I yang mempunyai tugas antara lain merumuskan dan melaksanakan kebijaksanaan dan standarisasi teknis dibidang administrasi, keuangan dan organisasi ketatalaksanaan bagi tenaga teknis peradilan militer dan tata tusaha negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Sekretariat Mahkamah Agung dan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor MA/SEK.07/SK/III/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Mahkamah Agung RI. Sebelum adanya Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2005 tersebut, struktur organisasi/unit kerja yang menangani teknis administrasi perkara pidana Militer dan perkara Tata Usaha Negara pada Mahkamah Agung berada di 2 unit kerja yaitu, untuk perkara pidana militer berada dibawah Direktorat Pidana yang di bawahnya terdapat Sub Direktorat Kasasi & PK Pidana Militer, yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi Direktorat Pidana Militer tersendiri. Sedangkan untuk unit kerja yang menangani perkara Tata Usaha Negara telah terbentuk Direktorat Tata Usaha Negara tersendiri. Tupoksi yang diemban oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha sebagaimana diuraikan diatas yaitu merumuskan dan

melaksanakan kebijaksanaan dan standarisasi teknis dibidang administrasi, keuangan dan organisasi ketatalaksanaan bagi tenaga teknis Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara, tidak ada salahnya jika kita mengetahui juga sedikit perkembangan dan perjalanan terbentuknya Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah ini sebagai berikut :1. Pengertian Hukum Pidana Militer

2. Dasar hukum pidana militer 3. Jenis-jenis hukum yang diberlakukan bagi pelaku tindak kejahatan 4. Peranan hukum militer 5. Sistem peradilan bagi Polisi dan Militer 6. Kebijakan legislatif mengenai hukum pidana militer di Indonesia

C. METODE PENELITIAN Dalam pembuatan media cetak. makalah ini penulis menggunakan metode

pengumpulan data dari berbagai sumber, baik media elektronik maupun

D. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu : Untuk melengkapi tugas Hukum Pidana Khusus dengan dosen pembimbing Ibu Chairuni Nst, SH.,M.Hum1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Hukum Pidana Militer 2. Untuk mengetahui dasar-dasar hukum dari hukum pidana militer 3. Untuk mengetahui jenis-jenis hukum yang diberlakukan bagi pelaku

tindak kejahatan4. Untuk mengetahui peranan hukum militer 5. Untuk mengetahui sistem peradilan bagi polisi dan militer 6. Untuk mengetahui kebijakan legislatif mengenai hukum pidana

militer di Indonesia

E. MANFAAT PENELITIAN Dengan adanya makalah ini, penulis berharap agar makalah ini dapat berguna : 1. Untuk menambah wawasan bagi setiap pembaca dan penulis khususnya 2. Makalah ini dapat digunakan bagi setiap kalangan yang membutuhkan referensi mengenai hukum pidana militer 3. Kita dapat mengetahui jenis-jenis hukuman bagi tindak pidana kejahatan 4. Kita dapat mengetahui peranan hukum militer 5. Agar kita semua bisa membedakan antara kejahatan yang dilakukan oleh kalangan masyarakat umum dengan kejahatan yang dilakukan oleh kalangan militer 6. Mengetahui perbedaaan sistem peradilan bagi polisi dengan militer

BAB II PEMBAHASAN

A Pengertian Hukum Pidana Militer Hukum Pidana Militer adalah ketentuan hukum yang mengatur seorang militer tentang tindakan-tindakan mana yang merupakan pelanggaran atau kejahatan atau merupakan larangan atau keharusan dan diberikan ancaman berupa sanksi pidana terhadap pelanggarnya.Hukum Pidana Militer bukanlah suatu hukum yang mengatur norma, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh prajurit TNI atau yang menurut ketentuan undang-undang dipersamakan dengan prajurit TNI. B Dasar Hukum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) terdiri dari 2 buku, yaitu :

1. Buku I terdiri atas : Bab Pendahuluan Penerapan Hukum Pidana Umum sebanyak 3 pasal (Pasal 1 s/d pasal 3)

Bab I Batas-Batas Berlakunya Ketentuan Pidana Dalam Perundang-Undangan sebanyak 2 pasal (pasal 4 s/d pasal 5)

Bab II Pidana sebanyak 16 pasal (pasal 6 s/d pasal 21)

Bab III Peniadaan, Pengurangan dan Penambahan Pidana sebanyak 2 pasal (pasal 32 s/d pasal 33)

Bab IV Perbarengan Tindak Pidana sebanyak 1 pasal (pasal 39)

Bab V Tindak Pidana Yang Hanya Dapat Dituntut Karena Pengaduan sebanyak 1 pasal (pasal 40)

Bab VI Hapusnya Hak Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana sebanyak 1 pasal (pasal 41)

Bab VII Pengertian Beberapa Istilah Dalam Kitab Undang-Undang Ini, Perluasan Penerapan Beberapa Ketentuan sebanyak 1 pasal (pasal 45)

2. Buku II (Kejahatan-Kejahatan)

terdiri atas : Bab I Kejahatan Terhadap Keamanan Negara sebanyak 1 pasal (pasal 64)

Bab II Kejahatan Dalam Melaksanakan Kewajiban Perang, Tanpa Bermaksud Untuk Memberi Bantun sebanyak 2 pasal (pasal 73 s/d pasal 81)

Bab III Kejahatan Yang Merupakan Suatu Cara Bagi Seseorang Militer Untuk Menarik Diri Dari Pelaksanaan Kewajiban-Kewajiban Dinas sebanyak 3 pasal (pasal 85 s/d pasal 87)

Bab IV Kejahatan Terhadap Pengabdian sebanyak 2 pasal (pasal 97 s/d pasal 98)

Bab V Kejahatan Tentang Pelbagai Keharusan Dinas sebanyak 1 pasal (pasal 118)

Bab VI Pencurian Dan Penadahan sebanyak 2 pasal (pasal 140 s/d pasal 141)

Bab VII Perusakan, Pembinasaan Atau

Penghilangan Angkatan Perang

Barang-Barang

Keperluan

Sebanyak 2 pasal (pasal 147 s/d pasal 148)

Ketentuan Penutup (pasal 150)

C

Jenis Hukuman Yang Dapat Diberlakukan Bagi Pelaku Tindak

Kejahatan Menurut Pasal 6 KUHPM terbagi atas 2 jenis hukuman, yaitu :

1. Pidana-pidana utama, terdiri atas :

ke-1, Pidana Mati ke-2, Pidana Penjara ke-3, Pidana Kurungan ke-4, Pidana Tutupan (UU No. 20 Tahun 1946)2. Pidana-pidana tambahan, terdiri atas :

Ke-1, Pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan haknya untuk memasuki angkatan bersenjata Ke-2, Penurunan pangkat Ke-3, Pencabutan hak-hak yang disebutkan pada pasal 35 ayat pertama pada nomor-nomor ke1, ke-2 dan ke-3 Kitab UndangUndang Hukum Pidana D Peranan Hukum Pidana Militer Dalam Rangka Menegakkan Ketertiban Dan Ketataan Dalam Lingkungan Militer1. Peranan Hukum Pidana Militer Dalam Proses Penyelesaian

Perkara Peranan hukum pidana militer dalam proses penyelesaian perkara pidana militer terbagi atas beberapa tahap yang meliputi : Tahap Penyidikan Tahap Penuntutan Tahap Pemeriksaan di Pengadilan Militer Proses Eksekusi Adanya tahapan-tahapan tersebut terkait pula dengan

pembagian tugas dan fungsi dari berbagai institusi dan satuan

penegak hukum dilingkungan TNI yang pengaturan kewenangannya adalah sebagai berikut : a. Komandan Satuan selaku Ankum dan atau Papera b. Polisi Militer sebagai Penyidik c. Oditur Militer selaku Penyidik, Penuntut Umum dan Eksekutord. Hakim Militer di Pengadilan Militer yang mengadili, memeriksa

dan memutus perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI atau yang dipersamakan sebagai prajurit TNI menurut UndangUndang Ditinjau dari perannya dalam fungsi penegak hukum militer, Komandan selaku Ankum adalah atasan yang oleh atau atas dasar UU No. 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit, diberi kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada setiap prajurit TNI yang berada dibawah wewenang komandonya apabila prajurit TNI tersebut melakukan pelanggaran hukum disiplin. Dalam hal bentuk pelanggaran hukum tersebut merupakan tindak pidana, maka komandan-komandan tertentu yang berkedudukan setingkat komandan korem dapat bertindak sebagai Perwira Penyerah Perkara (Papera) yang oleh Undang-Undang diberi kewenangan menyerahkan perkara setelah mempertimbangkan saran pendapat Oditur Militer. Saran pendapat hukum dari Oditur Militer ini disampaikan kepada Papera berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hasil pennyidikan Polisi Militer. Peran Oditur Militer dalam proses hukum pidana militer selain berkewajiban menyusun berita acara pendapat kepada Papera untuk terangnya suatu perkara pidana, juga bertindak selaku pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penyidik untuk melakukan pemeriksaan tambahan guna melengkapi hasil pemeriksaan penyidik Polisi Militer apabila dinilai belum lengkap.Apabila Papera telah menerima berita acara pendapat dari Oditur Militer, selanjutnya Papera dengan kewenangannya mempertimbangkan untuk

menentukan perkara pidana tersebut diserahkan kepada atau diselesaikan di Pengadilan Militer,Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Penyerahan Perkara (Skepera) tersebut, menunjukkan telah dimulainya proses pemeriksaan perkara di Pengadilan Militer. 2 Peran Hukum Pidana Dalam Membangun Budaya Sadar

Hukum Prajurit TNI adalah bagian dari suatu masyarakat hukum yang memiliki peran sebagai pendukung terbentuknya budaya hukum dilingkungan mereka. Kesadaran hukum dilingkungan TNI tidak dapat diharapkan akan tegak jika para prajurit TNI sebagai pendukung budaya hukum tidak memberikan kontribusi dengan berusaha untuk senantiasa mentaati segala peraturan yang berlaku serta menjadikan hukum sebagai acuan dalam berperilaku dan bertindak,Pemahaman tentang kesadaran hukum perlu terus ditingkatkan sehingga terbentuk perilaku budaya taat hukum dalam diri masing-masing individu prajurit TNI. Prinsip supremasi hukum yang menempatkan hukum diatas segala tindakan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia harus terus-menerus disosialisasikan kepada seluruh prajurit TNI secara meluas sehingga dapat menjadi perilaku budaya baik dalam kedinasan maupun kehidupan sehri-hari. Peningkatan kesadaran dan penegakan hukum bagi prajurit TNI perlu dijadikan sebagai prioritas kebijakan dalam pembinaan personil TNI, karena kurangnya pemahaman hukum dikalangan prajurit TNI merupakan salah satu penyebab terjadinya pelanggaran hukum disamping pengaruh-pengaruh lainnya, baik yang bersifat internal maupun eksternal,Penegakan hukum dalam organisasi TNI merupakan fungsi komando dan menjadi salah satu kewajiban komando selaku pengambil keputusan. Menjadi keharusan bagi para komandan di setiap tingkat kesatuan untuk mencermati kualitas kesadaran hukum dan disiplin para prajurit TNI yang berada di bawah wewenang komandonya.

Perlu juga diperhatikan bahwa konsep pemberian penghargaan dan penjatuhan sanksi hukuman harus benar-benar diterapkan berkaitan Pemberian dengan penyelenggaraan haruslah fungsi penegakan pada hokum, setiap penghargaaan ditekankan

keberhasilan pelaksanaan kinerja sesuai bidang tugasnya, bukan berdasarkan aspek lain yang jauh dari penilaian profesionalisme banyak mengalami kegagalan dalam pelaksanaan tugas, lamban dalam kinerja, memiliki kualitas disiplin yang rendah sehingga melakukan perbuatan yang melanggar hukum,maka kepada mereka sangat perlu untuk dijatuhi sanksi hukuman.Penjatuhan sanksi ini harus dilakukan dengan tegas dan apabila perlu diumumkan kepada lingkungan tugas sekitarnya untuk dapat dijadikan contoh. Setiap penjatuhan sanksi hukuman harus memiliki tujuan positif, artinya dapat memberikan pengaruh positif dalam periode waktu yang panjang terhadap perilaku prajurit TNI yang bersangkutan dan menimbulkan efek cegah terhadap prajurit TNI lainnya. Ramburambu sebagai batasan yang perlu dipedomani dalam meneruskan kebijakan untuk meningkatkan profesionalisme prajurit TNI haruslah bersifat dinamis serta peka terhadap perubahan social. Penyelenggaraan kebijakan dibidang penegakan hukum harus

dilaksanakan dengan berpedoman kepada arah gerak reformasi. Menjadi sangat penting untuk diperhatikan bhwa upaya peningkatan profesionalisme prajurit TNI haruslah dilaksanakan dengan tetap menerapkan nilai-nilai dasar kejuangan dan jati diri TNI sebagai Prajurit Pejuang Sapta Marga. Langkah strategis yang harus dilakukan adalah melalui pembangunan kesadaran dan penegakan hukum sebagai upaya yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas moral dan disiplin prajurit TNI. Konsepsi ini diharapkan akan dapat mengantisipasi dan menjawab permasalahan yang timbul, yaitu menurunnya profesionalisme sebagai akibat meningkatnya kualitas dan kuantitas pelanggaran hukum yang dilakukan prajurit TNI. Untuk lebih memberi arah terhadap pelaksanaan konsepsi tersebut, maka

rumusan kebijakan perlu diarahkan dengan prioritas sasaran yaitu meningkatnya kesadaran hukum dan terselenggaranya penegakan hukum yang mantap serta terbentuknya budaya patuh hukum dikalangan prajurit TNI. TNI setiap merupakan TNI organisasi diharapkan yang berperan sebagai alat

pertahanan Negara. untuk dapat melaksanakan peran tersebut, prajurit mampu memelihara tingkat profesionalismenya yaitu sebagai bagian dari komponen utana kekuatan pertahanan Negara dalam rangka menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Untuk memelihara tingkat profesionalisme prajurit TNI agar selalu berada pada kondisi yang diharapkan, salah satu upaya alternative yang dilakukan adalah dengan tetap menjaga dan meningkatkan kualitas moral prajurit melalui pembangunan kesadaran dan penegakan hukum. Konsepsi penyadaran dan penegakan hukum sebagaimana diuraikan diatas bertujuan untuk membentuk postur prajurit TNI profesionalisme yang mampu mengembangkan tatanan kehidupan pribadi dan sosial dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara yang lebih demokratis guna mewujudkan kemampuan profesional sebagai alat pertahanan Negara. adapun sasaran yang diharapkan adalah tercapainya kadar kesadaran hukum dan penegakan hukum yang mantap, dengan indikator adanya keserasian dan keseimbangan antara tuntutan hak dan pelaksanaan kewajiban dikalangan prajurit TNI.Terbentuknya kualitas pribadi prajurit TNI memiliki budaya patuh hukum sebagai landasan kemampuan profesionalisme dengan indikator rendahnya angka pelanggaran hukum, baik secara kualitas maupun kuantitas, dan terwujudnya prajurit TNI yang profesional memiliki kesadaran hukum yang cukup mantap dilandasi dengan nilai-nilai kejuangan, dengan indikator tingkat disiplin yang cukup tinggi di dalam pelaksanaan tugas maupun kehidupan sehari-hari.

3 Peran Hukum Pidana Militer Hal Ketertiban Penyidikan & Pelanggaran Tahanan Militer Pemeliharaan ketertiban militer meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan pembinaan dan operasional pemeliharaan, penegakan disiplin, hukum tata tertib, pengendalian lalu lintas militer dan pengurusan SIM TNI AD serta penagwalan protokoler kenegaraan. Penyidikan meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan pembinaan dan operasional penyidikan perkara pidan serta penyelenggaraan laboratorium kriminalistik. Pengurusan tahanan militer meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan pembinaaan dan pengurusan tahanan dan instansi tahanan militer, pengurusan tahanan operasi militer, tahanan keadaan bahaya, tawanan perang serta interniran perang. E Sistem Peradilan Bagi Polisi Dan Militer (Perspektif

Perbandingan) Pemisahan antara tugas dan fungsi polisi dan militer merupakan gejala yang sama di Thailand, Filipina, Singapura dan Malaysia. Hal ini membawa konsekuensi kepada status, struktur kelembagaan dan administrasi peradilan bagi polisi maupun militer. Di Negara-negara tersebut anggota angkatan bersenjata tunduk pada 2 badan Peradilan, yaitu :1. Pengadilan Sipil, jika mereka melakukan tinpidum (civil offences) 2. Pengadilan Militer, jika mereka melakukan tindak pidana militer

(military offences)

1. Pemisahan Polisi Militer

Kedudukan polisi dengan Angkatan Bersenjata (militer) di Thailand telah dipisahkan sejak awal. Angkatan bersenjata yang bertanggung Negara jawab terhadap masalah-masalah Dalam pertahanan Negeri dan berada dibawah Departemen

bertanggung jawab untuk masalah-masalah keamanan Negara. polisi Thailand termasuk kategori orang civil (civilians). Filipina juga telah memisahkan secara tegas antara bidang Kepolisian dan Militer sejak merdeka. Kepolisian Negara (National Police) merupakan badan yang terpisah dari Angkatan Bersenjata. Kepolisian Negara bertanggung jawab terhadap masalah-masalah keamanan dalam negeri dan terdiri dari beberapa police constabulary. Kepolisian Filipina erada dibawah Departemen Dalam Negeri. Kepolisian Negara merupakan badan yang tidak terlibat di dalam masalah pertahanan. Masalah pertahanan merupakan bidang yang menjadi tanggung jawab ABRI yang dikepalai oleh seorang kepala Staf ABRI dibawah Presiden. 2. Sistem Peradilan Sipil Militer Secara kategoris konstitusi Thailand menyebutkan 3

macam lembaga Peradilan, yaitu :1. Peradilan Sipil (courts of justice) 2. Peradilan Tata Usaha (administrative courts) 3. Peradilan Militer (military courts)

Peradilan militer disebut secara eksplisit dalam konstitusi Thailand. Hal ini menunjukkan peranan militer sangat dominan dalam sistem politik di negara tersebut. Sejak tahun 1932 militer Thailand, khususnya Angkatan Darat mempunyai peran yang sangat signifikan dalam sistem politik di Thailand. Menurut konstitusi Thailand, Peradilan Militer berwenang untuk mengadili semua jenis perkara pidana militer (military

criminal cases) dan kasus-kasus lain yang diatur menurut hukum nasional Thailand. Dengan pengaturan tersebut setiap anggota Angkatan Bersenjata Thailand yang melakukan tindak pidana akan diadili oleh Peradilan Militer. Yurisdiksi Peradilan Militer meliputi semua jenis perkara pidana yang dilakukan oleh anggota Angkatan Bersenjata, baik perkara pidana yang berhubungan dengan kedinasan atau jabatan militer (military offences) maupun perkara pidana umum (civil offences). Peradilan militer tidak mewakili wewenang mengadili polisi, karena statusnya sipil. Kepolisian Filipina bukan merupakan bagian dari Angkatan Bersenjata. Status polisi sebagai orang sipil (civilians) menempatkan mereka dalam yurisdiksi peradilan sipil (courts of justice). Semua jenis tindakan kriminal yang dilakukan oleh anggota Kepolisian diadili oleh pengadilan ini. Polisi juga bertindak sebagai penyidik untuk semua jenis pelanggaran hukum pidana. Sistem tahun 1972 peradilan bagi anggota Angkatan Bersenjata

Filipina berbeda dari anggota Kepolisian. Sejak merdeka hingga terdapat 2 badan peradilan yang berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Angkatan Bersenjata yaitu: Peradilan Militer (military courts) dan Peradilan Sipil (courts of justice). Semua pelanggaran hukum yang berhubungan dengan tugas dan jabatan kedinasan Angkatan Bersenjata (military law) diadili oleh Peradilan Militer. Sedangkan untuk semua jenis tindak pidana umum (civil offences) yaitu yang tidak berhubungan dengan kedinasan dan atai disiplin militer, diadili oleh Pengadilan (pidana) Sipil (courts of justice). Keadaan ini mengalami interupsi semasa pemerintahan Ferdinan Marcos. Sejak Pemerintahan di bawah Cory Aquino (1986) sistem peradilan Filipina mengalami reformasi. Peradilan Sipil kembali memiliki kompetensi untuk mengadili semua jenis tindakan

kriminal yang dilakukan oleh siapapun. Berarti anggota Angkatan Bersenjata yang melakukan tindak pidana umum (civil offences) diadili oleh Pengadilan Sipil. Sedangkan eksistensi Pengadilan Militer yang diubah menjadi Court Martial oleh Marcos tetap diakui tapi disempitkan yurisdiksinya. Pengadilan Militer dikembalikan kepada fungsi sebelum tahun 1972 yaitu hanya berwenang mengadili tindak pidana yang berhubungan dengan disiplin dan aturan kedinasan atau jabatan dilingkungan Angkatan Bersenjata (military offences). Anggota Kepolisian dan Angkatan Bersenjata Singapura tunduk pada yurisdiksi peradilan yang sesuai dengan status masing-masing. Polisi sepenuhnya berstatus sipil, tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Sipil. Untuk anggota Angkatan Bersenjata Singapura terdapat 2 badan peradilan yang berwenang mengadili. Tindak pidana militer (military offences), yang berkaitan dengan tugas-tugas kedinasan dan jabatan kemiliteran tunduk pada hukum pidana sipil dan diadili oleh Pengadilan Sipil. Malaysia mewarisi tradisi administrasi pemerintahan dan administrasi peradilan dari Inggris. Sistem peradilan pidana di Malaysia tidak membedakan pelaku (subyek) tindak pidana umum, karena itu orang sipil maupun militer yang terlibat dalam tinpidum diadili oleh Pengadilan Sipil. Namun anggota Angkatan Bersenjata Malaysia yang melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan tugas kedinasan dan jabatan dalam Angkatan Bersenjata diadili oleh Peradilan Militer (military courts). F Kebijakan Legislatif Mengenai Hukum Pidana Militer Di

Indonesia Pada prinsipnya ide dasar yang melatar belakangi adanya perlakuan khusus mengenai hukum pidana bagi anggota militer dilandasi oleh beberapa pokok pemikiran yakni:

1. Adanya tugas khusus yang menjadi tanggung jawab anggota militer dalam suatu negara dan kekhususan-kekhususan yang melekat dalam kehidupan militer.2. Kecendrungan

dunia

internasional

yang

memasukkan

hukum

(pidana) militer sebagai bagian dari tata hukum negara yang bersangkutan. 3. Hukum pidana militer merupakan hukum pidana khusus yang telah dikenal dan diakui dalam lapangan hukum pidana. Kebijakan legislatif mengenai hukum pidana militer dalam hukum positif di Indonesia saat ini diatur dalam KUHP Militer. Ruang lingkup tindak pidana dalam KUHP Militer dapat diklasifikasikan menjadi tindak pidana militer murni dan tindak pidana militer campuran. Dalam kaitannya dengan sistem pertanggung jawaban pidana diketahui bahwa subjek pertanggung jawaban pidana dalam KUHP Militer hanya menunjuk pada orang dalam pengertian natuurlijke persoon yang dapat mencakup anggota militer maupun non militer, sedangkan prinsip pertanggung jawaban pidana yang dianut dalam KUHP Militer adalah pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan dan pertanggung jawaban secara individual. Dalam kaitannya dengan sistem pidana dan pemidanaan, khususnya perumusan jenis sanksi pidana, diketahui bahwa KUHP Militer menganut model single track system dengan mengedepankan pada kekhususan yang melekat dalam kehidupan kemiliteran. Kebijakan legislatif mengenai hukum pidana militer di Indonesia yang akan datang adalah terpisah dari hukum pidana umum, dalam kaitannya dengan ruang lingkup tindak pidana. Ada 3 alternatif kebijakan kriminalisasi yang dapat dirumuskan : 1. Tindak pidana militer murni saja 2. Tindak pidana militer campuran3. Tindak pidana umum dalam locus delicti militer

Dalam kaitannya dengan sistem pertanggung jawaban pidana, perlu dipastikan dulu subyek pertanggung jawaban pidana terutama siapa yang

dimaksud pembuat tindak pidana atau pengertian militer itu sendiri dan perlu tidaknya perluasan subyek pertanggung jawaban pidana. Selanjutnya perlu dipikirkan kemungkinan penerapan prinsip pertanggung jawaban komando dalam hukum pidana militer, karena mempunyai hubungan yang signifikan dengan kehidupan kemiliteran. Masalah sistem pidana dan pemidanaan perlu memperhatikan konsep KUHP Baru dengan tetap mengedepankan kekhususan yang melekat dalam kehidupan kemiliteran.

BAB III

PENUTUP

A KESIMPULAN Pengertian Hukum Pidana Militer Hukum Pidana Militer adalah ketentuan hukum yang mengatur seorang militer tentang tindakan-tindakan mana yang merupakan pelanggaran atau kejahatan atau merupakan larangan atau keharusan dan diberikan ancaman berupa sanksi pidana terhadap pelanggarnya. Dasar Hukum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) terdiri dari 2 buku, yaitu : 1. Buku I 2. Buku II Jenis Hukuman Yang Dapat Diberlakukan Bagi Pelaku Tindak Kejahatan Menurut Pasal 6 KUHPM terbagi atas 2 jenis hukuman, yaitu :1. Pidana-pidana utama, terdiri atas :

ke-1, Pidana Mati ke-2, Pidana Penjara ke-3, Pidana Kurungan ke-4, Pidana Tutupan (UU No. 20 Tahun 1946)

3. Pidana-pidana tambahan, terdiri atas :

Ke-1, Pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan haknya untuk memasuki angkatan bersenjata Ke-2, Penurunan pangkat Ke-3, Pencabutan hak-hak yang disebutkan pada pasal 35 ayat pertama pada nomor-nomor ke1, ke-2 dan ke-3 Kitab UndangUndang Hukum Pidana Peranan Hukum Pidana Militer Dalam Rangka Menegakkan

Ketertiban Dan Ketataan Dalam Lingkungan Militer 1. Peranan Hukum Pidana Militer Dalam Proses Penyelesaian Perkara 2. Peran Hukum Pidana Dalam Membangun Budaya Sadar Hukum3. Peran Hukum Pidana Militer Dalam Hal Ketertiban Penyidikan Dan

Pelanggaran Tahanan Militer Ada 3 alternatif kebijakan kriminalisasi yang dapat dirumuskan, yaitu : 1. Tindak pidana militer murni saja 2. Tindak pidana militer campuran 3. Tindak pidana umum dalam locus delicti militer.

B

SARAN Sehubung dengan kewenangan peradilan militer yang akan

berwenang mengadili pelanggaran terhadap hukum pidana militer yang akan mengalami perkembangan tentang tindak pidana militer, untuk dapat menampung perkembangan ini maka KUHPM disarankan untuk dirubah, oleh karena itu pembaharuan sistem hukum pidana militer, harus juga disertai dengan pembaharuan budaya hukum militer, yang antara lain mencakup pembaharuan aspek budaya perilaku hukum dan kesadaran hukum yang terkait dengan Budaya Militer dan pembaharuan aspek pendidikan atau ilmu militer. Selain dari hal tersebut karena keterkaitan erat antara hukum pidana formal dengan hukum pidana materil maka pembahasan RUU peradilan militer seharusnya berbarengan atau berpasangan dalam satu paket dengan RUU KUHPM. Apabila dilakukan terpisah maka dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah yuridis.

DAFTAR PUSTAKA Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) http:/id.wikipedia.org/wiki/hukum pidana militer