Pertemuan Ke 3.Teori Struktural Fungsional Sebagai Acuan Analisis Sistem Sosial

Embed Size (px)

Citation preview

Pertemuan ke-3. Abdul Kholek

Pentingnya

pemamahan teoritis digunakan untuk mengkerangkai setiap analisis yang akan dilakukan khususnya dalam perkuliahan system social dan system budaya Indonesia. Aktulasisasi dari pemahaman teori ini akan memberikan pengkayaan dan pendalaman persfektif bagi rekan-rekan mahasiswa dalam melihat fenomena yang berkembang khususnya sistem sosial dan budaya.

Bagaimana historisasi teori system (structural

fungsional) Apa yang menjadi asumsi dasar dari teori system (structural fungsional) Bagaimana relevansi teori tersebut dalam bahasan system social dan budaya Indonesia.

Perkembangan

awal teori sistem (structural fungsional) tidak terlepas dari dominasi ilmu alam pada perkembangan ilmu sosial dan politik. Adanya asumsi bahwa suatu pengetahuan harus memenuhi syarat-syarat ilmiah (mekanisme ilmu alam) untuk menjadi sebuah ilmu pengetahuan. Sehingga kajian mengenai masyarakat dianalogikan sebagai organisme biologis, sehingga disebut juga sebagai arganismic approach.

Aguste Comte (1798-1857), ia mengatakan bahwa

masyarakat sebagai organisme hidup. Sehingga masyarakat harus dikaji melalui kerangka acuan seperti ilmu alam. Herbert Spancer (1820-1903), ia mengasumsikan bahwa masyarakat sebagai organisme biologis, tetapi tidak terlalu sama dan melihat bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai suatu system yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung satu sama lainnya.

Emile

Durhkeim (1858-1917), mengatakan bahwa masyarakat sebagai keseluruhan organisme. Didalamnya memiliki seperangkat kebutuhan dan fungsi-fungsi yang harus dipenuhi agar tetap langgeng. Jika kebutuhan terntentu tidak dipenuhi akan terjadi patologi social (anomie). Pada akhir 1930-an teori structural fungsional mulai mendominasi kajian-kajian mengenai system social dan budaya (masyarakat), Talcott Parson dan Robert K. Merton merupakan era kemajuan teori tersebut.

Masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan para

anggotanya akan nilai-nilia kemasyarakatan, suatu general agreements yang memiliki daya mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan diantara anggotanya. Masyarakat sebagai suatu system yang secara fungsional terintegrasi kedalam suatu bentuk ekulibrium (keseimbangan). Pendekatan ini sering juga disebut integration approach, equilibrium approach atau dengan kata yang paling populer yaitu structural funcitional approach.

Masyarakat dan organisme hidup sama-sama mengalami

pertumbuhan Pertambahan ukuran struktur atau tubuh social dan tubuh organisme hidup, semakin komplesknya sistem. Setiap bagian dalam tubuh organisme hidup dan organisme social memiliki fungsi dan tujuan tententu. Perubahan pada suatu bagian baik organisme hidup maupun system social akan mengalami gangguan secara keseluruhan. Bagian-bagian tersebut bisa dipelajari secara terpisah, misal sistem ekonomi, politik, budaya.

1. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu system

dari bagian-bagian yang saling berhubungan. 2. Hubungan yang terjadi saling mempengaruhi dan bersifat ganda dan timbale balik. 3. Secara fundamental system cenderung bergerak menuju ekuilibrium (keseimbangan) >> sosialisasi dan pengawasan social (control social), menanggapi perubahan yang datang dari luar.

Difungsi, ketegangan-ketangan dan penyimpangan akan senantiasa terjadi tetapi dalam jangka waktu yang panjang akan teratasi melalui institusional dan kelembagaan. 6. didalam masyarakat secara gradual, melalui penyesuaian-penyesuaian tidak secara revolusioner. 7. Perubahan didalam masyarakat terjadi karena, penyesuaian, pertumbuhan, penemuan-penemuan baru. 8. Adanya consensus yang memberikan kekauatan masyarakat untuk terintegrasi.5.

Adaptasi,

system harus mengatasi kebutuhan situasional yang dating dari luar. Goal system harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Integrasi system harus mengatur setiap kompenen system. Latensi; pemeliharaan pola yang menjadi dasar bagi keseimbangan system tersebut.

Latency

Adatation

Integration

Goal

Birokrasi merupakan struktur social yang terorganisir

secara rasional dan formal. Memiliki pola kegiatan dengan batas-batas yang jelas. Kegiatan diarahkan untuk tujuan organisasi. Jabatan-jabatan dalam organisasi disesuaikan dengan struktur birokratis. Status dalam birokrasi tersusun secara herarkis. Adanya aturan-aturan yang jelas dalam pelaksanaan kewajiban dan hak. Otoritas pada jabatan bukan pada orang. Hubungan-hubungan antara orang-orang dibatasi secara formal.

Asumsi-asumsi dasar dari teori structural fungsional

(system) tersebut bisa dituangkan dalam melihat bagaimana system social dan budaya Indonesia. Misalkan jika kita akan mengkaji integrasi masyarakat di daerah transmigrasi (jalur), kita dapat menggunakan asumsi-asumsi teori tersebut untuk melihat bagaimana tatanan masyarakat, integrasinya, pola hubungan antar masyarakat, tujuan dari masyarakat setempat, serta melihat nilai-nilia yang mewujudkan integrasi tersebut.

Contoh yang lain : Integrasi Indonesia, kondisi ini bisa

juga dilihat secara deatail unsur-unsur apa saja yang memberikan sumbangsih terhadap integrasi tersebut, misalkan latar belakang tujuan, hubungan masyarakat, konsensus seperti apa yang melatari misalkan adanya UUD dan Pancasila. Jadi realita system social dan budaya Indonesia bisa dikaji dengan menggunakan perfektif structural fungsional. Baik kajian secara makro ataupun kajian secara mikro. Hal inilah yang melatari mengapa kajian teoritis ini sangat penting untuk didiskusikan bersama-sama

Sistem Sosial Indonesia. Nasikun

Teori Sosiologi; dari klasik sampai perkembangan

muktahir teori social post modern. George Ritzher. Sosiologi Kontemporer. Margaret Poloma.

Terima Kasih Kerjasamanya!!!