Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM
PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI
KEPAILITAN (STUDI KASUS NOMOR 5/PDT.SUS-
PAILIT/2016/PN.MDN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
ANDIKA PRIBADI WARUWU
NIM: 140200508
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PASIF DALAM
PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI
KEPAILITAN (STUDI KASUS NOMOR 5/PDT.SUS-
PAILIT/2016/PN.MDN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
ANDIKA PRIBADI WARUWU
NIM: 140200508
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, M.H
NIP. 195603291986011001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum Dr. Detania Sukarja, SH, LL.M
NIP. 196302151989032002 NIP. 198309112006042002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Andika Pribadi Waruwu
Nim : 140200508
Adalah mahasiswa pada departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis
dengan judul : “Pertanggungjawaban Sekutu Pasif Dalam Persekutuan
Komanditer Yang Mengalami Kepailitan (Studi Kasus Nomor 5/Pdt.Sus-
Pailit/2016/PN.Mdn)”.
Adalah hasil penulisan saya sendiri, saya bersedia menanggung segala akibat yang
ditimbulkan jika skripsi ini sebagian atau seluruhnya adalah hasil karya orang
lain.
Medan, Januari 2018
Andika Pribadi Waruwu
140200508
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T berkat
limpahan rahmat dan karunian-Nya yang maha pemurah lagi maha penyayang,
penulis dapat menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H)
di Fakultas Hukum Sumatera Utara dengan judul penelitian yaitu,
“Pertanggungjawaban Sekutu Pasif Dalam Persekutuan Komanditer Yang
Mengalami Kepailitan (Studi Kasus Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn)”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan.
Hal ini disebabkan karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sekalian sangat
penulis harapkan demi kebaikan karya penulis dimasa yang akan dating. Dalam
menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari bukan hanya bersandar pada
kemampuan penulis semata tetapi tidak terlepas dari bantuan semua pihak yang
diberikan kepada penulis. Terkhusus kepada kedua orang tua Penulis, Ayahanda
Syamsuddin Waruwu dan Ibunda Nisma Warni Mendrofa atas segala jerih payah
dan pengorbanannya yang tiada terhingga dalam mengasuh, mendidik,
membimbing Penulis sejak lahir, serta senantiasa mengiringi Penulis dan keluarga
dengan doa yang tiada putus.. Dan tidak lupa pula dengan kerendahan hati yang
tulus dan ikhlas, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr.
Budiman Ginting, S.H., M.Hum dan sekaligus selaku pembimbing I yang
Universitas Sumatera Utara
telah banyak memberikan petunjuk serta saran yang bermanfaat dan sangat
mendukung dalam penyelesaian Skripsi ini;
2. Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak
Prof. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum
3. Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Ibu
Puspa Melati, S.H., M.Hum
4. Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak
Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum
5. Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H
6. Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H
7. Terima kasih kepada Pembimbng I Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum
yang telah banyak memberikan petunjuk serta saran yang bermanfaat dan
sangat mendukung dalam penyelesaian Skripsi ini.
8. Terima kasih kepada Pembimbng II Ibu Dr. Detania Sukarja, S.H, LL.M
yang telah banyak memberikan petunjuk serta saran yang bermanfaat dan
sangat mendukung dalam penyelesaian Skripsi ini.
9. Bapak/ Ibu dosen pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah berjasa menyumbangkan Ilmunya yang sangat berarti
bagi masa depan saya,
10. Kakak dan adik yang Penulis sayangi yaitu Putri Desi Perdana, Indra Febri
Tri Syaputra dan Natasya Salsabila atas kasih sayang dan dukungan
semangat yang diberikan kepada Penulis;
Universitas Sumatera Utara
11. Kepada sahabat terbaik, Luthfiya Nazla Marpaung yang selalu menjadi
teman dalam suka dan duka, yang memberikan dukungan, motivasi, kasih
sayang dan mendengarkan keluh kesah Penulis serta membantu Penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Kepada sahabat WR, Prasetyo, Aldrian, Hanif, Mahdi, Dias, Michael,
Ilham, Rahmad, Rifqy, Reno, Dt Ananda, Rachwi, Ajir, Juli, Fajar, sayyid,
dan Aris atas semangat, canda tawa, kebersamaan dan dukungan yang
telah diberikan kepada Penulis.
13. Kepada Sahabat Penulis, Fachri Huseini, Rizky, Ardiansyah Marbun atas
dukungan, semanagat dan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
14. Teman-teman seperjuangan pada Grup D Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara 2014, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
15. Seluruh keluarga besar alumni/senioren Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) Komisariat Fakultas Hukum USU yang memberikan semangat,
canda tawa, serta motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi
Penulis.
16. Seluruh keluarga Besar BTM Alladinsyah, S.H., yang telah meberikan
semangat serta motivasi kepada Penulis.
17. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu Penulis dalam menyelesesaikan skripsi.
Demikianlah sebagai kata pengantar, mudah-mudahan penelitian ini
memberi manfaat bagi semua pihak dalam menambah dan memperkaya wawasan
Universitas Sumatera Utara
Ilmu Pengetahuan. Khusus kepada penulis, mudah-mudahan dapat memadukan
dan mengimplementasikan ilmu serta mampu menjawab tantangan atas
perkembangan hukum yang ada dalam maasyarakat.
Penulis menyadari pula, bahwa substansi Skripsi ini tidak luput dari
berbagai kekhilafan, kekurangan dan kesalahan, dan tidak akan sempurna tanpa
bantuan, nasehat, bimbingan, arahan, kritikan. Oleh karenanya, apapun yang
disampaikan dalam rangka penyempurnaan Skripsi ini, penuh sukacita Peneliti
terima dengan tangan terbuka.
Semoga Skripsi ini dapat memenuhi maksud penulisannya, dan dapat
bermanfaat bagi semua pihak, sehingga Ilmu yang telah diperoleh dapat
dipergunakan untuk kepentingan bangsa.
Medan, Januari 2018
Penulis,
Andika Pribadi Waruwu
Universitas Sumatera Utara
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI .............................................................................................. i
ABSTRAK ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 5
D. Keaslian Penulisan ................................................................. 6
E. Tinjauan Kepustakaan ............................................................ 7
F. Metode Penelitian .................................................................. 10
G. Sistematika Penulisan ............................................................ 11
BAB II KEDUDUKAN HUKUM PERSEKUTUAN KOMANDITER
DALAM KEPAILITAN
A. Kedudukan Hukum mengenai Badan Usaha ......................... 13
1. Bentuk Badan Usaha ......................................................... 15
2. Kedudukan Hukum Persekutuan Komanditer ................... 19
B. Kepailitan Badan Usaha ......................................................... 27
C. Kedudukan Hukum Persekutuan Komanditer Apabila
Terjadinya Pailit ..................................................................... 36
BAB III AKIBAT HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DARI
KEPAILITAN
A. Akibat Hukum dari Kepailitan ............................................... 39
1. Akibat Hukum terhadap Putusan Pengadilan .................... 40
2. Akibat Hukum terhadap Harta Kekayaan ......................... 50
Universitas Sumatera Utara
ii
B. Tanggung Jawab atas Terjadinya Kepailitan
1. Tanggung Jawab Sekutu atas Kepailitan Persekutuan
Komanditer ........................................................................ 56
BAB IV ANALISA PUTUSAN HUKUM DALAM KEPAILITAN
CV OLEH PUTUSAN PENGADILAN (PUTUSAN
NO. 5/PDT.SUS-PAILIT/2016/PN.MDN)
A. Duduk Perkara
1. Perkara Nomor 5/PDT.SUS-PAILIT/2016/PN.MDN....... 62
2. Pertimbangan Hakim ......................................................... 64
3. Putusan .............................................................................. 65
B. Analisa ................................................................................... 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 73
B. Saran ...................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
iii
ABSTRAK
Pertanggungjawaban Sekutu Pasif Dalam Persekutuan Komanditer Yang
Mengalami Kepailitan (Studi Kasus Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn)
Andika Pribadi Waruwu *
Sunarmi **
Detania Sukarja ***
Dalam kepailitan terhadap CV, maka akan ada pengurus CV yang akan
bertanggungjawab atas pailitnya CV. Dalam pertanggungjawabannya terdapat dua
(2) sekutu yang akan bertanggungjwab atas pailitnya CV. Adapun sekutu tersebut
adalah sekutu koplementer (aktif) yaitu sekutu yang bertanggungjawab samapi
kepada harta pribadi atas pailitnya CV sedangkan sekutu komanditer (pasif) yaitu
sekutu yang bertanggungjawab hanya sebatas modal yang diberikan kepada CV.
Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah Bagaimana kedudukan hukum
CV terhadap kepailitan dan sistem hukum di Indonesia, Bagaimana akibat hukum
dan tanggungjawab sekutu dalam kepailitan CV, Bagaimana putusan hukum
dalam kepailitan CV oleh putusan nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini
adalah penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka.
Adapun pengumpulan secara studi pustaka yaitu dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder serta mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis
yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini misalnya buku-buku ilmiah,
peraturan perundang-undngan, tesis, jurnal hukum dan internet dan lainlain yang
memiliki keterkaitan dengan skripsi ini.
Di dalam institusi yang berbentuk CV, diantara kedua macam sekutu
hanya sekutu komplemeter atau pengurus saja yang dapat mengadakan hubungan
hukum ekstern dengan pihak luar, sedangkan sekutu komanditer tidak mempunyai
kewenangan mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga. Perbedaan
kewenangan ini mewakili dan tanggung jawab yang ada pada kedua sekutu.
Sehingga dalam pertanggungjawab antara sekutu komanditer dan komplementer
atas kepailitan CV ialah berbeda. Akibatnya sekutu komplementer akan
menanggung atas pailitnya CV sampai kepada harta pribadi, berbeda dengan
sekutu komanditer hanya sebatas modal yang diberikan.
Kata Kunci : Kepailitan , Tanggung Jawab, Sekutu
*) Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**) Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***) Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang hidup memerlukan uang atau dana untuk membiayai keperluan
hidupnya. Demikian halnya juga dengan suatu badan usaha, uang diperlukan
untuk membiayai perusahaannya. Sebelum orang mengenal uang sebagai alat
pembayaran, apabila seseorang memerlukan sesuatu dari alam maka orang itu
akan mendapatkannya secara langsung. Namun apabila barang tersebut tidak
dapat diperoleh juga, maka orang akan melakukan barter yaitu menukar barang
yang dimilikinya dengan barang yang diperlukan orang lain. Setelah orang
mengenal uang sebagai alat pembayaran, ia tidak lagi melakukan barter dan
berusaha untuk memperoleh uang sebagai alat pembayaran bagi barang yang
dibutuhkannya.1
Dewasa ini perkembangan perekonomian dan perdagangan di Indonesia
mengakibatkan adanya persoalan di dalam masyarakat. Masyarakat untuk
memenuhi suatu kebutuhan hidup memerlukan nilai tukar atau yang disebut
“uang” untuk dapat membeli sesuatu agar dapat melangsungkan kegiatan
berkehidupan. Dalam melakukan kegiatan usaha tentu ada kebutuhan yang harus
dipenuhi, yang mana kegiatannya untuk memenuhi kebutuhan usaha yang
dijalankan. Jadi sama halnya dengan orang, usaha juga memerlukan uang untuk
dapat menggerakkan suatu kegiatan usahanya agar usaha tersebut tetap berjalan.
1 Sutan Remi Sjahdeini, “Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 tahun
2004 tentang Kepailitan”, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), hlm. 2
Universitas Sumatera Utara
2
Sebelum Indonesia merdeka, pemerintah Belanda pernah menjalakan
usaha di Indonesia dalam bentuk badan usaha yang bermacam-macam. Bentuk-
bentuk badan usaha tersebut pun menjadi salah satu peninggalan pemerintah
Belanda yang masih ada hingga saat ini. Di antaranya ada yang telah berganti
nama kedalam bahasa Indonesia dan masih ada juga yang mempergunakan nama
aslinya. Nama-nama yang masih asli dan terus digunakan sesuai fungsinya yaitu
Maatschap (Persekutuan Perdata), Firma, dan Persekutuan Komanditer(“CV”).
Nama yang sudah diubah menjadi bahasa Indonesia seperti Perseroan Terbatas
(“PT”) yang berasal dari Naamloze Vennootschapatau yang disebut (“NV”).2
Selama menjalankan usaha, suatau badan usaha terkadang tidak mencapai
tujuan dalam mencari keuntungan sesuai harapan kadang kala membuat akibat
yang mana badan usaha mengalami kerugian. Apabila suatu badan usaha
mengalami kerugian, maka para pengurus berupaya sedapat mungkin
meminimalisir kerugian sehingga tidak mengalami kerugian yang lebih besar.
Adapun upaya-upaya tersebut yaitu :3
1. Pergeseran bidang usaha yang dijalankan
2. Fokus menjalankan satu bidang usaha
3. Efisiensi kerja dan tenaga kerja
4. Efisiensi permodalan dibeberapa bidang (missal untuk bidang
pemasaran ataupun produksi); dan
5. Meminjam (modal uang atau barang) dari pihak lain atau pihak ketiga
guna menunjang keberlangsungan usaha.
2I.G. Rai Widjaya, “Hukum Perusahaan (Undang-Undang dan Peraturan Pelaksana
Undang-Undang di Bidang Usaha)”, (Bekasi: Kesain Blanc, 2005), hlm. 1 3 Firman Gusri, Tesis : “Tanggung Jawab Sekutu Commanditaire Venootschap dalam
Kepailitan” (Semarang: Universitas Diponegoro Semarang, 2010), hlm 14.
Universitas Sumatera Utara
3
Suatu keadaan dimana si pengusaha tidak mampu lagi membayar utang-
utangnya, apabila keadaan seperti itu terjadi maka baik atas kesadaran pihak
pengusaha ataupun atas perkarsa dari pihak lain dapat meminta pengembalian
utang dengan kompensasi sesuai dengan kesepakatan kedua pihak, namun jika hal
itu tidak tercapai maka pihak yang memberikan pinjaman (kreditor) dapat
menempuh jalur lain yaitu mengajukan permohonan pernyataan pailitperusahaan
yang berutang (debitor).4 Selain hal tersebut, lembaga kepailitan juga
menyediakan mekanisme yang terbuka, baik oleh pihak debitur maupun kreditur,
sehingga dapat dicapai suatu putusan yang adil, cepat, dan efektif dalam
penyelesaian utang piutang.5
Di Indonesia, CV telah dikenal badan usaha untuk menjalankan suatu
bisnis. Dalam menjalankan usaha maka perlu seseorang atau beberapa orang
untuk menjalakannya yaitu pengusaha. CV masih memiliki eksistensi di kalangan
pengusaha di Indonesia, karena sistem kerja yang ramah terutama untuk
pengusaha yang baru menapaki jejak di dunia usaha. Meskipun begitu, CV juga
tidak kalah bernilai jika dibandingkan dengan PT. Namun, tidak semua kalangan
pengusaha maupun orang awam terbiasa dengan perbedaan antara CV dengan PT.
Secara yuridis, CV dan persekutuan firma memiliki persamaan sifat dan
karakteristik, baik dari sisi pendirian, hubungan antar sekutu, maupun persamaan
dari sisi pembubaran badan usaha. Perbedaannya hanya terletak pada adanya
keberadaan sekutu komanditer sebagai sekutu yang hanya memberikan modal
kepada persekutuan tanpa ikut serta dalam pelaksanaan kegaiatan usaha.
4Ibid., hlm 16.
5 R.Anton Suyatno, “Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”, (Jakarta:
Kencana, 2012), hlm. 22.
Universitas Sumatera Utara
4
Sekutu komanditer tersebut tidak ikut serta dalam mengurus jalannya CV,
melainkan hanya sekutu komplementer sebagai sekutu aktif yang mengurus
jalannya CV tersebut. Sekutu komplementer juga diartikan sebagai sekutu aktif
yang mengurus dan menjalankan perusahaan serta mengadakan hubungan hukum
dengan pihak ketiga, sedangkan sekutu komanditer dapat diartikan juga sebagai
sekutu yang tidak memiliki wewenang dalam menjalankan perusahaan tetapi
memiliki kewajiban memberi pemasukan modal kepada perusahaan.6
Status hukum seorang sekutu komanditer dapat disamakan dengan
seseorang yang meminjamkan atau menanamkan modal pada suatu perusahaan.
Yang diharapkan dari penanaman modal tersebut yaitu hasil keuntungan dari
modal yang ditanamnya. Sekutu komanditer sama sekali tidak ikut terlibat
mencampuri pengurusan dan pengelolaan CV yakni seolah-olah tidak berbeda
dengan pelepas uang.7
Sebagai badan usaha yang menjalankan kegiatannya dalam bidang
ekonomi, CV juga dapat mengalami kepailitan. Kepailitan dalam CV dapat terjadi
oleh beberapa sebab, misalnya CV yang mempunyai banyak utang sehingga jatuh
pailit, dan harta benda CV tidak mencukupi untuk pelunasan utang-utangnya.
Dalam hal CV mengalami kepailitan, terdapat pertanggungjawaban dari para
sekutu, baik dari sekutu komplementer maupun sekutu komanditer.8
Namun adakalanya ketika sekutu komanditer bertindak lebih jauh untuk
mencampuri kegiatan pengurusan, ia ikut bertanggung jawab secara pribadi
6 Rr. Dijan Widijowati, “Hukum Dagang”, (Yogyakarta: Andi Offset, 2012), hlm. 62
7 Yahya Harahap, “Hukum Perseroan Terbatas”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 17
8 Novita Diana Safitri dan Made Mahartayasa, “Pertanggungjawaban Sekutu Dalam
Persekutuan Komanditer Yang Mengalami Kepailitan”, diakses dari ojs.unud.ac.id pada tanggal
10 Januari 2018 pukul 17.10
Universitas Sumatera Utara
5
memikul seluruh utang CV secara solider.9Berdasarkan uraian diatas, maka studi
kasus dalam skripsi ini adalah pailitnya sekutu komanditer pada CV sesuai
putusan pengadilan Negeri Medan Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan hukum CVterhadap kepailitan dan sistem hukum di
Indonesia?
2. Bagaimana akibat hukum dan tanggungjawab sekutu dalam kepailitanCV ?
3. Bagaimana putusan hukum dalam kepailitanCVoleh putusan nomor
5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah :
a. Untuk kedudukan hukum CVterhadap kepailitan dan sistem hukum di
Indonesia
b. Untuk mengetahui tentang akibat hukum dan tanggungjawab sekutu
dalam kepailitanCV
c. Untuk mengetahui dan menganalisaputusan hukum dalam
kepailitanCV boleh putusan nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn.
9Indonesia (KUHD), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 21, LN Tahun 1938
Nomor 276.
Universitas Sumatera Utara
6
2. Manfaat Penulisan
Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan
skripsi ini adalah:
a. Secara teoritis tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan
memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu
hukum pada umumnya, perkembangan hukum ekonomi dan
khususnya di bidang kedudukan hukum CVterhadap kepailitan dan
sistem hukum di Indonesia
b. Secara praktis uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan
secara khusus bagi penulis dan secara umum bagi masyarakat tentang
akibat hukum dan tanggungjawab sekutu dalam kepailitanCV
c. Sebagai bahan kajian untuk para akademisi dan peneliti lainnya yang
ingin Universitas Sumatera Utara mengadakan penelitian yang lebih
mendalam lagi mengenai akibat hukum dan putusan hukum terhadap
kepailitan CV
D. Keaslian Penulisan
Sepanjang pengamatan dan penelusuran yang telah dilakukan, belum ada
penelitian tentang Pertanggungjawaban Sekutu Pasif Dalam CV Yang Mengalami
Kepailitan (Studi Kasus Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn),sesuai dengan
judul skripsi ini. Telah dilakukan juga pemeriksaan judul skripsi tersebut kepada
Universitas Sumatera Utara
7
Arsip Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU/ Pusat
Dokumentasi dan Informasi Fakultas Hukum USU, yang menyatakan bahwa
”Tidak Ada Judul yang Sama”. Maka berdasarkan hal itu wajarlah bila penelitian
terhadap judul skripsi tersebut tetap dilanjutkan. Diadakan juga penelusuran
mengenai berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang
penelusuran yang dilakukan belum ada yang pernah mengangkat topik tersebut.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian dan Pengaturan tentang Debitur dan Kreditur
Pengertian kreditor dan debitor yang terdapat di dalam Pasal 1 angka 2 dan
3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (“UUKPKPU”) yaitu Pertama, Pasal 1 angka 2
yang berbunyi kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian
atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Kedua, Pasal 1
angka 3 yang berbunyi debitor adalah orang yang mempunyai uang karena
perjanjian atau Undang-Undang yang dapat pelunasannya dapat ditagih dimuka
pengadilan.10
2. Pengertian dan Pengaturan Tentang Kepailitan
Hukum kepailitan di Indonesia diatur dalam Faillismentsverordening (S.
1905 No. 217 jo S. 1906 No. 438) kemudian diubah dan ditambah dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 yang
kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan
10
Indonesia (Kepailitan), Undang-Undang tentang Kepailitan Undang-Undang No.
37/2004 tentang Kepailitan, Pasal 1, LN Tahun 2004 Nomor 131, TLN Nomor 4443.
Universitas Sumatera Utara
8
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998Tentang
Perubahan atas Unadang-Undang Tengang Kepailitan Menjadi Undang-Undanng,
yang kemudian diganti dengan UUKPKPU.
Secara etimologi, istilah kepailitan berasal dari kata “pailit”. Bila ditelusuri
lebih mendasar, istilah “pailit” dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda,
Prancis, Latin, dan Inggris, dengan istilah yang berbeda-beda. Dalam Bahasa
Belanda, pailit berasal dari istilah “failliet” yang mempunyai arti ganda yaitu
sebagai kata bendadan kata sifat. Dalam Bahasa Prancis, pailit berasal dari kata
“failliet” yaitu pemogokan atau kemacetan pembayaran; sedangkan orang yang
mogok atau berhenti membayar dalam bahasa Prancis dinamakan “lefali”. Kata
kerja “failir” berarti gagal. Dalam bahasa Inggris dikenal kata “to fail” dengan
arti yang sama; dalam bahasa Latin disebut “failure”. Didalam Negara-negara
yang berbahasa Inggris pailit dan kepailitan dikenal dengan kata ”bankrupt” dan
“bankruptcy”.11
Dalam Black’s Law Dictionary pailit atau “Bankrupt adalah “the state or
condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is
unable to pay its debt as they are or become due”. The term includes a person
against whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary
petition, or who has been adjudged a bankrupt.12
Filosofi hukum kepailitan adalah untuk mengatasi permasalahan apabila
harta seluruh harta debitor tidak cukup untuk membayar seluruh utang-utangnya
kepada seluruh kreditornya. Hakikat tujuan adanya kepailitan adalah proses
11
Rachmadi Usman, “Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia”, (Jakarta: PT. Gramedia
Pusataka Utama, 2004), hlm, 11. 12
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, “Seri Hukum Bisnis dalam Kepailitan”, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Pustaka, 1999) hlm. 11
Universitas Sumatera Utara
9
pembagian harta kekayaan dari debitor terhadap para kreditornya. Kepailitan
merupakan jalan keluar untuk pendistribusian hartake kayaan debitor yang
nantinya merupakan boedel pailit secara pasti dan adil. Kepailitan merupakan exit
from financial distress yaitu suatu jalan keluar dari persoalan yang membelit yang
secara finansial tidak bisa diselesaikan.13
Kepailitan adalah sita umum atas harta
kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas.14
Sementara itu, menurut UUKPKPU tujuan kepailitan ialah :
a. Memberikan forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari berbagai
penagih terhadap asset debitor yang tidak mencukupi untuk membayar
utang.
b. Menjamin pembagian yang sama dan seimbang terhadap harta debitor
sesuai dengan asas ”paripassu”.
c. Mencegah agar debitor tidak melakukan tindakan yang merugikan para
kreditor.
d. Melindungi kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka.
e. Memberikan kesempatan pada debitor dan pada kreditornya untuk
melakukan restrukturisasi utang debitor.
f. Memberikan perlindungan pada debitor yang beritikad baik dengan cara
pembebasan utang.15
13
Sunarmi, “Hukum Kepailitan”, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2010), hlm. 19 14
Indonesia (Kepailitan), op.cit, Pasal 1 15
Titik Tejaningsih, “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Separatis Dalam
Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Yogyakarta: FH UII PRESS, 2016), hlm. 6
Universitas Sumatera Utara
10
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian untuk penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode
penelitian hukum normatif, dengan menggunakan menggunakan penelitian hukum
kepustakaan (library research) yang mengacu pada data sekunder. Penelitian ini
bersifat deksriptif bermaksud untuk menjabarkan secara detail aturan-aturan
hukum yang ada, dan mengkaitkannya dengan realita yang sedang terjadi. Data
sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari masyarakat atau
berupa bahan-bahan kepustakaan. Dilihat dari segi kekuatan hukumnya, maka
data sekunder yang dipakai dalam penulisan ini berupa :
a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang
terkait, antara lain Kitab Hukum Undang-undang Dagang (“KUHD”),
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Per”),UUKPKPU.
b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan
judul skripsi, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian, laporan-
laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya yang
diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik.
c. Bahan hukum tersier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia,
dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk
melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
11
G. SistematikaPenulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus
diuraikan secara sistematis. Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa
tahapan yang disebut dengan bab. Dimana masing-masing bab dibagi dalam
beberapa sub bab yang masing-masing bab diuraikan masalahnya secara
tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan
yang lainnya. Secara sistematis penulis menempatkan materi pembahasan
keseluruhan kedalam 5 (lima) bab terperinci. Adapun sistematika penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
BAB I ini Memuat latar belakang pembuatan penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
keaslian penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian
dan sistematika penulisan penelitian ini.
BAB II : KEDUDUKAN HUKUM PERSEKUTUAN
KOMANDITER DALAM KEPAILITAN
BAB II ini terdiri dari tiga sub-bab, yaitu: kedudukan
hukum mengenai badan usaha di Indonesia, kepailitan
badan usaha, dan kedudukan Hukum Persekutuan
Komanditer Apabila Terjadinya Pailit. Kedudukan hukum
mengenai badan usaha di Indonesia terdiri dari; bentuk
Universitas Sumatera Utara
12
badan usaha dan kedudukan hukum persekutuan
komanditer.
BAB III : AKIBAT HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DARI
KEPAILITAN CV
BAB III ini terdiri dari dua sub-bab, yaitu: akibat hukum
dari kepailitan, dan tanggung jawab atas terjadinya
kepailitan. Sub-bab 1 terdiri dari akibat hukum terhadap
putusan pengadilan dan terhadap harta kekayaan, sub-bab 2
terdiri dari tanggung jawab sekutu atas kepailitan Perseroan
Komanditer
BAB IV : ANALISA PUTUSAN HUKUM DALAM
KEPAILITAN CV OLEH PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI MEDAN (PUTUSAN NO. 5/PDT.SUS-
PAILIT/2016/PN.MDN)
BAB IV ini membahas dari tiga sub yaitu tentang duduk
perkara yaitu terdiri dari perkara no. 5/PDT.SUS-
PAILIT/2016/PN.MDN dan pertimbangan hakim, serta
analisis putusan
BAB V : PENUTUP
BAB V Merupakan bab penutup yang membahas
kesimpulan dari seluruh pembahasan serta saran-saran.
Universitas Sumatera Utara
13
Universitas Sumatera Utara
14
BAB II
KEDUDUKAN HUKUM PERSEKUTUAN KOMANDITER DALAM
KEPAILITAN
A. Kedudukan Hukum mengenai Badan Usaha di Indonesia
Badan usaha adalah suatu organisasi yang merupakan kesatuan yuridis
(hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba/keuntungan.16
Badan
usaha merupakan perusahaan yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan
penyatuan modal untuk mencapai tujuan tertentu yang memiliki kepentingan,
kehendak, dan usaha yang sama diantara pendiri perusahaan.17
Badan usaha sering kali disamakan dengan perusahaan, padahal badan
usaha dengan perusahaan merupakan wadah yang berbeda. Perusahaan adalah
setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan,
bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk
memperoleh keuntungan atau laba.18
Ketika badan usaha adalah lembaga atau
organisasi, maka perusahaan adalah tempat dimana badan usaha mengolah faktor-
faktor produksi.19
Berkaitan dengan pengertian perusahaan ada dua aliran yang berbeda,
pertama, membedakan pengertian “Perusahaan” dan “Badan usaha” sedangkan
yang kedua, aliran yang tidak membedakanhal tersbut.20
Bagi yang menganut
aliran pertama, maka pengertian badan usaha adalah suatu badan organisasi yang
16
Endra Murti Sagoro, “Bentuk Badan Usaha”, diakses dari staffnew.uny.ac.id pada
tanggal 11 Januari 2018 pukul 18.24 WIB. 17
Rr. Dijan Widiojawati, op.cit, hlm. 20 18
Indonesia (Wajib Daftar Perusahaan), Undang-Undang tentang wajib Daftar
Perusahaan, Undang-Undang No. 3/1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Pasal 1 huruf b, LN
Tahun 1982 Nomor 7, TLN Nomor 3214 19
Rr. Dijan Widiojawati, op.cit, hlm. 19. 20
HMN. Purwosutjipto,op.cit, hlm. 15-16
Universitas Sumatera Utara
15
dengan mempergunakan factor-faktor produksi berusaha mencari laba sedangkan
perusahaan adalah tempat dimana factor-faktor produksi tersebut dipadukan
dengan mana dapat diprodusir hasil atau jasa. Maka apabila ada badan usaha tanpa
perusahaan berarti hanya ada organisasi formil, tetatpi tidak melakukan kegiatan
yang produktif dan dengan demikian usaha untuk mencari laba tidak dijalankan.
Sebaliknya apabila perusahaan tanpa badan usaha berarti ada kegiatan produktif
tetapi tidak ada organisasi yang menentukan kebijakan (policy), dan yang
mengaturnya.21
Aliran kedua tidak membedakan pengertian seperti pada pendapat yang
pertama. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang bertujuan mencari laba
dengan mempergunakan faktor-faktor produksi menghasilkan barang atau jasa
untuk keperluan masyarakat.22
Dengan kata lain badan usaha adalah suatu lembaga, sedangkan
perusahaan adalah tempat badan usaha tersebut beroprasi untuk mencapai tujuan.
Sebuah badan uaha bisa memiliki lebih dari satu perusahaan untuk
memaksimalkan laba. Sederhananya, perbedaan badan usaha dengan
perusahaan:23
a. Perusahaan menghasilkan barang dan jasa, sedangkan badan usaha
akan menghasilkan untung/rugi.
b. Perusahaan bisa dalam bentuk instansi, toko, pabrik, sedangkan badan
usaha bentuknya CV, PT, Firma, Koperasi, Yayasan.
21
Komarudin, “Ekonomi Perusahaan dan Menejemen” ( Bandung : Alumni, 1979), hlm.
72. 22
Ibid., 23
Max Manroe, “Pengertian Badan Usaha”, diakses dari
http://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-badan-usaha.html pada tanggal 11 Januari 2018
pukul 19.10
Universitas Sumatera Utara
16
c. Perusahaan adalah alat yang digunakan oleh badan usaha untuk
memperoleh barang dan jasa yang dapat menghasilkan laba atau
kerugian
1. Bentuk badan Usaha
Badan usaha ada dua yaitu badan usaha yang berbadan hukum dan badan
usaha yang tidak berbadan hukum. Sebelum menjelaskan pengertian keduanya,
suatu badan usaha dapat dilakukan oleh perseorangan atau beberapa orang sebagai
suatu perkumpulan. Perkumpulan berarti kumpulan tersebut terdiri dari beberapa
orang. Perkumpulan di sini mempunyai arti luas dan mempunyai empat unsur
yaitu :24
a. adanya unsur kepentingan bersama
b. adanya unsur kehendak bersama
c. adanya unsur tujuan
d. adanya unsur kerjasama yang jelas
Keempat unsur ini selalu ada pada tiap-tiap perkumpulan baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Perbedaan yang sangat
mencolok antara bentuk usaha yang berbadan hukum dan bentuk usaha yang tidak
berbadan hukum, tampak sekali dari prosedur pendirian badan usaha tersebut.
Untuk mendirikan suatu badan hukum, mutlak diperlukan pengesahan dari
pemerintah, misalnya dalam hal mendirikan PT, mutlak diperlukan pengesahan
akta pendirian dan anggaran dasarnya oleh pemerintah (Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia cq. Direktorat Perdata).Sementara bentuk usaha yang tidak
24
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Bisnis (Edisi Revisi), (Jakarta:Rineka Cipta,
2007), hlm. 3
Universitas Sumatera Utara
17
berbadan hukum,syarat adanya pengesahan akta pendirian oleh pemerintah tidak
diperlukan. Misalnya untuk mendirikan CV walaupun didirikan dalam sebuah
aktanotaris, di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, tetapi tidak
diperlukan adanya pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia cq.
Direktorat Perdata.25
Secara teoritis badan usaha dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu
badan usaha yang berbentuk badan hukum dan badan usaha yang bukan berbentuk
badan hukum. Secara sepintas kedua golongan badan usaha ini tidak memiliki
perbedaan, namun jika dilihat dari perspektif hukum perusahaan maka kedua
golongan badan usaha ini memiliki perbedaan yang mendasar yaitu mengenai
tanggung jawab.26
Tanggung jawab badan usaha dibedakan antara badan usaha yang
berbentuk badan hukum dan badan usaha yang bukan berbentuk badan hukum.
Namun menurut Komarudin, jika dilihat dari tanggung jawab peserta badan usaha
yakni dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Badan usaha yang anggota-anggotanya bertanggung jawab penuh
dengan seluruh harta bendanya, yang termasuk kedalam golongan ini
adalah usaha seseorang (eenmanszaak) dan Firma
2. Badan usaha yang anggota-anggotanya tidak bertanggung jawab
dengan seluruh kekayaannya, yang termasuk dalam golongan ini
adalah PT
3. Bentuk peralihan, yang termasuk dalam golongan ini adalah CVyaitu
CV memiliki 2 jenis kemitraan yaitu mitra yang dapat disamakan
25
Ibid, hal 3 26
Mulhadi, “Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia”, (Bogor :
Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 23.
Universitas Sumatera Utara
18
dengan PT yaitu adanya sekutu pasif, dan adanya sekutu aktif yang
bertanggung jawab hingga kepada harta kekayaan pribadinya. 27
Badan usaha yang berbentuk badan hukum memiliki unsur yaitu28
Pertama, harta kekayaan sendiri, artinya adanya pemisahan harta kekayaan antara
para pendiri badan usaha dengan para pengurus badan usaha. Ketika terjadinya
utang dari badan usaha ini kepada pihak ketiga, para pihak tidak bertanggung
jawab hingga ke harta pribadinya melainkan hanya sebatas seluruh jumlah harta
kekayaan badan usaha tersebut meskipun tidak mencukupi pembayaran utang
yang ada. Kedua, badan usaha ini memiliki hak dan kewajiban yang jelas tertuang
dalam Anggaran Dasar maupun Peraturan Perundang-Undangan yang ada di
Indonesia, misalnya kewajiban direksi yang ada dalam Undang-Undang Nomor
40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). Ketiga, dapat melakukan
perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum
(rechtsbetrekking), yaitu misalnya dapat digugat dan menggugat di depan
pengadilan. Yaitu Perusahaan Terbatas, Perusahaan Umum, Perusahaan
Perseroan, Perusahaan Daerah, Koperasi, dan Yayasan.
Sedangkan untuk badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum yaitu29
Pertama, tidak dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hukum karena
bukan merupakan subjek hukum. Adapun subjek hukum yaitu manusia dan badan
hukum.30
Manusia sebagai pembawa hak sejak ia dilahirkan hingga ia meninggal
dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum, bagi yang belum atau tidak cakap
hukum dapat diwakili oleh orang lain. Badan hukum sebagai subjek hukum adalah
27
Komarudin,op.cit, hlm. 74. 28
Law File, “Perbedaan Bentuk Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum”
diakses dari lawfile.blogspot.id pada tanggal 13 Januari 2018 pukul 11.00 WIB. 29
Ibid, 30
Rr. Dijan Widijowati, op.cit, hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
19
pembawa hak yang tak berjiwa tetapi dapat melakukan persetujuan-persetujuan,
memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya.
Kedua, kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum diletakkan pada mitra
atau sekutu dari badan usaha tersebut, dengan pembatasan peraturan yang
ditetapkan oleh undang-undang. Ketiga, harta kekayaan perusahaan dan pribadi
tidak terpisah dengan jelas atau pada prinsipnya usaha ini tidak memiliki
kekayaan sendiri. Berbeda dengan badan usaha berbentuk badan hukum yang
pembayaran utang kepada pihak ketiga tergantung pada harta kekayaan yang ada,
namun pada badan usaha bentuk ini dapat melibatkan harta kekayaan pribadi dari
pengurusnya hingga lunasnya utang tersebut. Keempat, tidak mempunyai hak dan
kewajiban. Kelima, tidak dapat digugat dan menggugat bada usaha ini tetapi dapat
dilakukan pada pemilik atau pengurusnya karena merekalah secara tidak langsung
yang melakukan hubungan hukum. Yaitu Perusahaan Perseorangan, Persekutuan
Perdata, Firma, dan CV.31
Dalam menentukan badan hukum untuk sebuah bisnis ada hal-hal yang
perlu diperhatikan Pertama, perlu dilihat kebutuhan dari pemilik bisnis. Karena
ada bisnis yang membutuhkan badan usaha yang spesifik, sehingga harus riset
terlebih dahulu usahanya, kemudian perlu badan usaha yang spesifik atau tidak.
Kalau perlu, maka ia tidak memiliki aturan lain selain mengikuti aturan tersebut.
Misalnya rumah sakit harus PT atau Yayasan, berarti tidak boleh CV atau
Yayasan. Sehingga harus mengikuti aturan yang mengatur mengenai usaha yang
dijalankannya dalam bisnis yang sedang dijalankan. Keduapahami perlu adanya
hukum atau tidak. Jika sebuah usaha berbadan hukum akan ada pemisah yang
31
C.S.T Kansil, “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1996), hlm. 118.
Universitas Sumatera Utara
20
menghalangi antara bisnis dengan pribadi. Karena apabila ada transaksi dengan
pihak ketiga maka yang dilihat bukan lagi tanggung jawab pribadi. Ketiga, budget
merupakan hal yang sangat penting dalam pendirian sbuah PT atau CV. Bentuk
usaha bisnis berbadan hukum atau tidak cukup berpengaruh terhadap kemajuan
dari sebuah bisnis. Salah satunya ketika pihak tersebut melakukan kerjasama
dengan pihak ketiga, juga ketika suatu usaha berbentuk badan hukum maka lebih
terkesan professional dan bonafit.32
2. Kedudukan Hukum Persekutuan Komanditer
Sesuai dengan penjelasan mengenai bentuk badan usaha, maka CV
merupakan badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum. Dasar hukum dari
CV hanya ada pada KUHDPasal 19-21. Dilihat dari Pasal 19 ayat (2), CV
memiliki hubungan hukum secara internal sebagai CVdan hubungan hukum
sebagai persekutuan firma secara internal.33
CV merupakan perseroan firma yang mempunyai satu atau lebih persero
sebagai pemberi pinjaman uang, ini diuraikan dalam Pasal 19 KUHD :34
Perseroan yang terbentuk dengan cara meminjamkan uang atau disebut
juga perseroan komanditer, didirikan antara seseorang atau beberapa orang
persero yang bertanggung jwab secara tanggung-renteng untuk keseluruhannya,
dan satu orang atau lebih sebagai pemberi pinjaman uang. Suatu perseroan dapat
sekaligus berwujud perseroan firma terhadap perseroan-perseoan firma di
dalamnya dan perseroan komanditer terhadap pemberi pinjaman uang.
Rumusan Pasal 19 KUHD mendapat perhatian khusus dari kalangan ahli
hukum berkenaan dengan istilah “Geldschieters” terhadap pengertian
32
HAG, “Menentukan Badan Usaha Untuk Bisnis”, diakses dari
http://m.hukumonline.com/berita/baca/it575022048e656/3-hal-ini-perlu-diperhatikan-sebelum-
sebelum-menentukan-badan-hukum-untuk-bisnis pada tanggal 13 Januari 2018 pukul 08.00 33
Indonesia (KUHD),op.cit, Pasal 19. 34
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
21
“Commanditaire” yang memberikan suatu pengertian bahwa komanditer adalah
identik dengan tiap-tiap orang yang meminjamkan uang (gelduittener), oleh sebab
itu ia akan menjadi seorang penagih (schuldeiser). Pada hal pengertian
komanditer dalam CV bukanlah menjadi seorang penagih atas uang yang telah
dilepaskannya. Seorang komanditer adalah sebagai peserta dalam suatu
perusahaan yang memiliki hak dan kewajiban untuk memperoleh keuntungan dan
pembagian sisa dari harta kekayaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
Disamping itu memikul resiko apabila perusahaan mengalami kerugian sesuai
dengan jumlah modal yang dimasukkannya. Sebaliknya ia juga tidak
diperbolehkan menarik modal yang telah diserahkan selama perusahaan masih
berjalan/berlangsung.35
Para pakar hukum mengatakan bahwa KUHD telah “salah” mengunakan
perkataan “Geldschieter” untuk menunjuk sekutu komanditer.36
Digunakannya
istilah geldschieter untuk sekutu komanditer telah menimbulkan kesalahpahaman
yang cukup prinsipil, oleh karena perbuatan hukum dari kedua istilah tersebut
mempunyai akibat hukum yang berbeda. CV juga bisa dikatakan mempunyai
bentuk yang mirip dengan firma sehingga dianggap merupakan bentuk khusus
dari firma, kekhususan ini karena adanya sekutu komanditer di mana sekutu ini
tidak terdapat dalam konstruksi firma.37
Sumber modal CV dalam menjalankan usahanya dapat ditinjau dari segi
internal maupun eksternal CV itu sendiri. Sumber modal internal yaitu dari
pemasukan modal (inbreng) para pengurus dan sumber modal eksternal misalnya
35
Soekardono, “Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 Bagian Kedua”, (Jakarta: Rajawali
Pers, 1991), hal 102 36
Ibid, hal 101 37
Abdul Kadir Muhammad, “Hukum Perusahaan Indonesia”, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1999), hlm. 55
Universitas Sumatera Utara
22
melalui pinjaman dari lembaga perbankan maupun lembaga non perbankan
dengan jaminan tertentu. Apabila pinjaman tersebut ternyata tidak dapat
dikembalikan saat jatuh tempo dan telah dapat ditagih maka CV tersebut dapat
diajukan pailit ke Pengadilan Niaga baik oleh Kreditor maupun oleh Debitor.38
Pembentukan CV diawali dengan adanya sekutu komplementer (sekutu
aktif) sebagai pendiri baik seorang maupun beberapa orang yang telah saling
kenal dan percaya, kadangkala para sekutu komplementer ini merupakan suatu
keluarga atau kerabat. Oleh karena dominannya unsur kekeluargaan di dalam
konstruksi CV sehingga turut mempengaruhi sistem yang ada dalam perusahaan.
Secara ekonomis hal ini berarti sebagai suatu institusi bisnis, perasaan, emosional
dan mentalitas para pribadi cenderung turut memberi pengaruh pada penentuan
kendali usaha. Secara yuridis, walaupun unsur kekeluargaan dominan tetapi tidak
berarti jika terjadi kerugian bisa melepaskan tanggung jawab.39
Undang-undang hanya menganggap adanya hubungan internal dari suatu
CV karena adanya keterbatasan hubungan sekutu komanditer yang tidak
berhubungan kepada pihak ketiga. Sekutu komanditer hanya memiliki hubungan
secara internal terhadap CV, yaitu adanya sejumlah pemasukan yang disepakati
olehnya dan persekutuan.40
Maka sekutu komanditer wajib menanggung
pelunasan seluruh kewajibannya terhadap perseroan. Karena hanya memiliki
hubungan secara internal, sekutu komanditer juga tidak memikul kerugian yang
38
Muhammad Reza, “Analisa Terhadap Kepailitan Persekutun Komanditer dan Akibat
Hukumnya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailita dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan Pengadilan Medan Nomor :
(01/PAILIT/2006/PN.Niaga.Mdn), diakses dari https://media.neliti.com/media/publictions/13953-
ID-analisis-terhadap-kepailitan-persekutuan-komanditer-dan-akibat-hukumnya-berdasa.pdf. pada
tanggal 13 Januari 2018 pukul 15.00 WIB. 39
Hexxy Nurbaiti Ariesi, ”Tanggung Jawab Pengurus Persekutuan Komanditer dalam
Keadaan Pailit”, diakses dari eprints.undip.ac.id pada tanggal 11 Januari 2018 pukul 19.20 40
Gunawan Widjaja, “Seri Aspek Hukum dalam Bisnis”, (Jakarta:Prenada Media, 2004),
hlm. 247
Universitas Sumatera Utara
23
lebih dari jumlah uang yang telah dimasukkan olehnya sebagai modal dalam
persekutuan dan tidak mengembalikan keuntungan yang dinikmati sebagai harta
pribadinya.41
CV merupakan persekutuan firma dengan memiliki bentuk khusus, yaitu
terletak pada keberadaan sekutu komanditer yang tidak ada pada persekutuan
firma.42
Persekutuan firma hanya memiliki sekutu aktif (persekutuan firmant),
sedangkan CV memiliki sekutu aktif (sekutu komplementer) dan sekutu pasif
(sekutu komanditer atau sleeping partner). Hal ini selaras dengan Pasal 19
KUHD43
yang menyebutkan “perseroan secara melepas uang yang juga
dinamakan persekutuan komanditer, didirikan antara satu orang atau beberapa
orang yang secara tanggung-menanggung bertanggungjawab untuk seluruhnya
pada pihak satu, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak
lain”.44
Ciri khusus dari persekutuan komanditer adalah keberadaan sekutu
komanditer sebagai sekutu pemberi modal yang tidak ikut serta dalam mengurus
jalannya CV, selain sekutu komplementer sebagai sekutu yang aktif dalam
mengurus jalannya CV. Sekutu komplementer dapat diartikan juga sebagai sekutu
yang aktif mengurus dan menjalankan perusahaan serta mengadakan hubungan
hukum dengan pihak ketiga, sedangkan sekutu komanditer dapat diartikan juga
sebagai sekutu yang tidak memiliki wewenang dalam menjalankan perusahaan,
tetapi hanya mempunyai kewajiban memberi pemasukan modal kepada
perusahaan. Dengan kata lain, sekutu komanditer berfungsi seolah-olah sebagai
41
Mulhadi, op.cit, hlm. 62. 42
Rr. Dijan Widijowati, op.cit, hlm. 58 43
Indonesia (KUHD),op.cit, Pasal 19 44
Indonesia (KUHD), loc.cit
Universitas Sumatera Utara
24
pemegang merek pada bentuk CV, sehingga CV yang tidak memiliki sekutu
komanditer bukan merupakan CV. 45
Dari penjelasan diatas dapat kita tarik unsur-unsur dari Sekutu Pasif, yaitu:
tidak ikut campur dalam kepengurusan, pengusahaan, maupun kegiatan usaha
perusahaan dan jika perusahaan menderita rugi, mereka hanya bertanggung jawab
sebatas modal yang disertakan dan begitu juga apabila untung. Sekutu pasif
(komanditer) mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :46
a. Wajib menyerahkan uang atau kekayaan lainnya kepada CV;
b. Wajib bertanggungjawab atas kewajiban persekutuan terhadap pihak
ketiga terbatas pada jumlah pemasukan yang telah disetor untuk modal
persekutuan;
c. Berhak memperoleh pembagian keuntungan; dan
d. Sekutu komanditer dilarang untuk melakukan pengurusan meskipun
dengan menggunakan surat kuasa. Akan tetapi, sekutu komanditer
boleh melakukan pengawasan jika ditetapkan dalam akta pendirian.
Apabila sekutu komanditer melakukan pengurusan persekutuan maka
tanggungjawabnya diperluas menjadi sama dengan sekutu
komplementer, yaitu tanggungjawab secara renteng.
Sekutu Pasif bertugas47
:
a. Wajib menyerahkan uang, benda ataupun tenaga kepada persekutuan
sebagaimana yang telah disanggupkan;
b. Berhak menerima keuntungan;
c. Tanggung jawab terbatas pada jumlah pemasukan yang telah
disanggupkan; dan
d. Tidak boleh campur tangan dalam tugas sekutu aktif (Pasal 20
KUHD), bila dilanggar maka tanggung jawabnya menjadi tanggung
jawab secara pribadi untuk keseluruhan (tanggung jawab sekutu aktif)
berdasarkan pasal 21 KUHD.
Sekutu aktif atau sekutu Komplementer (Pengurus), merupakan sekutu
yang menjalankan perusahaan dan berhak melakukan perjanjian dengan pihak
45
Sentosa Sembiring, “Hukum Dagang”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008), hlm.
52-53 46
Sugi Arto, “Jenis, Tanggungjawab, Hak, dan Kewajiban Sekutu Pada Persekutuan
Komanditer”, diakses dari aritonang.blogspot.co.id pada tanggal 14 Januari 2018 pukul 11.00 47
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
25
ketiga. Artinya, semua kebijakan perusahaan dijalankan oleh sekutu aktif. Sekutu
aktif sering juga disebut sebagai persero kuasa atau persero pengurus atau sekutu
aktif adalah sekutu yang bertanggung jawab penuh terhadap jalannya perusahaan
termasuk bertanggungjawab atas utang piutang (harta pribadinya).48
Jadi unsur-
unsur dari Sekutu Aktif (Persero Pengurus)adalah berhak menjalankan perusahaan
dan melakukan perjanjian dengan pihak ketiga, semua kebijakan perusahaan
dijalankan oleh sekutu aktif dan jika perusahaan menderita rugi, tanggung jawab
persero aktifnya sampai dengan harta pribadi.
Sekutu aktif (komplomenter) mempunyai hak dan kewajiban sebagai
berikut :49
a. Wajib mengurus CV;
b. Wajib bertanggungjawab secara tanggung-renteng atas kewajiban CV
terhadap pihak ketiga;
c. Berhak memasukan uang atau kekayaan lainnya kepada CV; dan
d. Berhak menerima pembagian keuntungan.
Sekutu Aktif bertugas :50
a. Mengurus CV;
b. Berhubungan hukum dengan pihak ketiga; dan
c. Bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan
Sekutu dalam CV yang bertindak ke luar adalah anggota yang melakukan
pengurusan. Mereka inilah yang disebut ”Sekutu Komplementaris” (daden van
beheer). Sekutu Komplementaris berbeda kedudukannya dengan Sekutu
Komanditer. Dimana bahwa Sekutu Komplementaris dapat bertindak ke luar dan
48
Indonesia (KUHD), op.cit, Pasal 18 49
Sugi Arto, op.cit. 50
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
26
sebagai pengurus CV sedangkan Sekutu Komanditer hanya sebagai penanam
modal. Sehubungan dengan itu, dapat dikemukakan beberapa patokan51
:
a. Hanya anggota penguruslah yang dapat bertindak ke luar dari CV
yang disebut dengan ”Sekutu Komplementaris”
b. Apabila anggota Sekutu Komanditer ikut mencampuri pengurusan
CV, maka anggota tersebut harus mamikul akibat hukumnya yakni
dianggap dengan sukarela ikut mengikatkan diri terhadap semua
tindakan pengurusan CV. Oleh karena itu, anggota tersebut ikut
bertanggung jawab secara pribadi memikul seluruh utang CV secara
solider; dankepada mereka berlaku ketentuan mengenai keanggotaan
Firma (Fa), sehingga ikut bertanggung jawab terhadap tindakan yang
dilakukan anggota Fa lainnya sebab mereka mencampuri pengurusan
itu.
Tidak ada ketentuan yang jelas di dalam KUHD mengenai tata cara
pendirian CV. Landasan berdirinya suatu badan usaha adalah perjanjian, yaitu
para pihak yang membuat perjanjian dapat membuat apa yang mereka inginkan
sepanjang tidak melanggar undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Dalam praktik pendirian CV, yakni dibuat dalam kerangka anggaran dasar
perseroan atas acuan dibuatnya akta autentik sebagai akta pendirian oleh notaris.52
Meskipun boleh dengan tidak menggunakan akta autentik melalui notaris, tetapi
demi mencapai kepastian hukum maka lebih baik digunakan akta autentik.
51
Indonesia (KUHD), op.cit, Pasal 21 52
Ibid, hlm. 47
Universitas Sumatera Utara
27
CV merupakan perseroan pasif, nama persero komanditer tidak boleh
digunakan sebagai nama perseroan. Ini menjadikan persero komanditer tidak
boleh mengelola dan mengurus perseroan tersebut secara aktif, meskipun
mendapat surat kuasa sekalipun. Dan juga apabila seorang persero komanditer
ditunjuk menjadi komisiaris maka sekutu tersebut tetap berstatus sebagai
komanditaris, hal ini tetap membuat persero komanditer dilarang untuk campur
dalam pengelolaan dan pengurusan persero yang dijalankan oleh komplementaris.
Batas kerugian persero komanditer tidak akan melebih modal yang
dimasukkannya.53
ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 20 KUHD sebagai
berikut :54
Dengan tidak mengurangi kekecualian yang terdapat dalam pasal 30 alinea
kedua, maka nama persero komanditer tidak boleh digunakan dalam firma.
Persero ini tidak boleh melakukan tindakan pengurusan atau bekerja
dalam perusahaan perseroan tersebut, biar berdasarkan pemberian kuasa
sekalipun. Ia tidak ikut memikul kerugian lebih dari pada jumlah uang
yang telah dimasukkanya dalam perseroan atau yang harus dimasukkannya
tanpa diwajibkan untuk mengembalikan keuntungan yang telah
dinikmatinya.
CV dapat berakhir disebabkan faktor-faktor yang sama dengan faktor-
faktor yang mengakibatkan suatu persekutuan perdata dan persekutuan firma
berakhir, yaitu :55
1. Jangka waktu yang telah berakhir sesuai dengan yang telah ditentukan
dalam akta pendirian
53
Ibnu Khayat, “Badan Usaha Perseroan, Firma, dan Komanditer” diakses dari
http://ibnukhayathfarisanu.files.wordpress.com/2017/03/03-badan-usaha-perseroan-firma-
komanditer.pdf pada tanggal 13 Januari 2018 pukul 18.30 WIB. 54
Indonesia (KUHD), op.cit, Pasal 20. 55
Indonesia (Burgelijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblaad
Nomor 23 Tahun 1847, Pasal 1646.
Universitas Sumatera Utara
28
2. Musnahnya barang atau telah selesainya usaha yang menjadi tujuan
CV
3. Adanya kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu
4. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau berada dibawah
pengampuan atau dinyatakan pailit.
Bentuk usaha CV ada 3 (tiga) macam yaitu :56
1. CV diam-diam, yaitu CV yang belum menyatakan dirinya dengan
terang-terangan kepada pihak ketiga.
2. CV terang-terangan, yaitu CV yang dengan terang-terangan
menyatakan dirinya sebagai CV kepada pihak ketiga.
3. CV dengan saham, yaitu CV terang-terangan yang modalnya terdiri
dari saham-saham. Persekutuan bentuk ini sama sekali tidak diatur
dalam KUHD.
B. Kepailitan Badan Usaha
Dasar hukum kepailitan yaitu ada pada Pasal 1131 dan Pasal 1132KUH
Per,Faillissements Verordening stbl 1905 jo.stbl 1906;348, UUKPKPU, UUPT,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (“UUPM”), Undang-
Undang Nomor. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (“UUHT”).
1. Azas Kepailitan
Kepailitan merupakan suatu lembaga hukum perdataEropa, sebagai
realisasi dua asas hukum yang terkandungdalam Pasal 1131 dan Pasal 1132KUH
Per.
56
H.M.N. Purwositjipto, “Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2 : Bentuk- Bentuk
Perusahaan”, (Jakarta: Djambatan, 2005), hlm. 76
Universitas Sumatera Utara
29
Pasal 1131 KUH Per, bahwa:57
“Segala kebendaan si berhutang, baik yangbergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yangsudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian
hari, menjadi tanggungan untuk segalaperikatan perseorangan”.
Pasal 1132 KUH Perdata, bahwa:58
“Benda-benda itu dimaksudkan sebagai jaminanbagi para kreditornya
bersama-sama dan hasilpenjualan benda-benda itu akan dibagi di
antaramereka secara seimbang, menurutimbangan/perbandingan tagihan-
tagihan merekakecuali bilamana di antara para kreditor terdapatalasan-
alasan pendahulu yang sah”
Kepailitansebagai perwujudan dari Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Per,
memiliki azas-azas yaitu:59
1. Apabila debitur tidak mebayar utangnya dengan sukarela walaupun
telah ada putusan pengadilan yang menghukumnya supaya melunasi
utangnya, atau karena tidak mampu untuk membayar seluruh
hutangnya, maka seluruh harta bendanya disita untuk dijual dan hasil
penjualan itu dibagi-bagikan kepada semua krediturnya menurut besar
kecilnya piutang masing-masing, kecuali ada alasan-alasan yang sah
untuk didahulukan
2. Semua kreditur mempunyai hak yang sama
3. Tidak ada nomor urut dari para kreditur yang didasarkan atas
timbulnya piutang mereka
Adapun azas-azas yang terdapat pada hukum kepailitan menurut
UUKPKPU60
yaitu Pertama adanya azas keseimbangan, yaitu fungsi kepailitan
adalah dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan
oleh debitur yang tidak jujur, dan di lain pihak dapat mencegah kreditur yang
tidak beritikad baik. Kedua, azas kelangsungan usaha, dimaksudkan memberi
kesempatan yang memungkinkan perusahaan debitur yang memiliki prospektif
tetap dilangsungkan. Ketiga, azas keadilan,ketentuan mengenai kepailitan dapat
57
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), op.cit, Pasal 1131. 58
Ibid, Pasal 1132. 59
Materi Mata Kuliah Hukum Kepailitan oleh Bu Tri Murti, 2017 60
Sutan Remi Sjahdeini, op.cit, hlm. 51
Universitas Sumatera Utara
30
memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Azas ini mencegah
terjadi kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran
atas tagihan-tagihan masing-masing terhadap debitur dengan tidak
memperdulikan krediturnya. Keempat, azas integrasi, undang-undang kepailitan
mengintegrasikan sistem hukum formil dan materilnya merupakan kesatuan yang
utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
Prinsip hukum merupakan ratio legis dari norma hukum. Prinsip hukum
merupakan jantungnya peraturan hukum dan ia merupakan landasan yang paling
luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, yang berarti bahwa peraturan hukum
tersebut pada akhirnya bisa dikembalikan kepada prinsip-prinsip hukum
tersebut.61
Prinsip hukum juga merupakan parameter untuk mengukur suatu
norma yang sudah pada jalur yang benar. Tak terkecuali dengan hukum
kepailitan, ada 3 prinsip hukum kepailitan yang menjadi prinsip utama
penyelesaian utang dari debitur terhadap krediturnya, yaitu :
1. Prinsip Paritas Creditorium, yaitu adanya keseteraan kedudukan para
kreditur yang menentuka bahwa kreditur mempunyai hak yang sama
terhadap semua harta benda debitur. Apabila debitur tidak mampu
membayar utangnya, maka harta kekayaan debitur menjadi sasaran
kreditur.62
2. Prinsip Pari Pasu Pronata Parte, yaitu harta kekayaan tersebut
merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasil-hasilnya
harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali jika antara
para kreditur itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan
dalam menerima pembayaran tagihannya.63
3. Prinsip Structured Pronata, yaitu prinsip yang mengklasifikasikan dan
mengelompokkan berbagai macam debitur sesuai dengan kelasnya
masing-masing.64
Adanya dikenal kreditur preferen, yaitu kreditur
yang menurut undang-undang harus didahulukan pembayaran
piutangnya seperti pemegang hak previlege, pemegang hak retensi,
61
M. Hadi Shubhan, “Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan”,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hlm. 25 62
Ibid., hlm. 27 63
Ibid., hlm. 29 64
Ibid., hlm. 31.
Universitas Sumatera Utara
31
dan lain sebagainya. Sedangkan kreditur yang memiliki jaminan
kebendaan diklasifikasikan sebagai kreditur separatis.
Ratio legis dari ketentuan ini adalah bahwa kepailitan antara lain ditujukan
untuk menghindari dan menghentikan perebutan harta baik saling mendahului
maupun yang saling adu kekuatan, sehingga dengan adanya putusan pailit ini,
maka saling mendahului atau saling adu kekuatan dapat dihindari dan bahkan jika
hal itu sudah terlanjur terjadi, maka dapat dihentikan dengan putusan pailit ini.
Makna dari filosofis ini adalah demi perlindungan baik terhadap debitor pailit itu
sendiri maupun terhadap kreditornya.65
Perlindungan terhadap debitor akan
bermakna bahwa dengan adanya putusan pailit, maka eksekusi yang tidak legal
(unlawfull execution) dapat dihindari dan bahkan bisa dihentikan, demikian pula
eksekusi harta debitor yang kendatipun dalam koridor hukum akan tetapi dapat
lebih menguntungkan salah satu kreditor saja pun dapat dihindari misalnya,
dengan lebih dahulu melakukan aksi hukum terhadap debitor dibanding dengan
kreditor lain. 66
Sedangkan perlindungan terhadap para kreditor akan bermakna bahwa
kondisi masing-masing kreditor dapat bermacam-macam ada kreditor yang
memiliki piutang yang sangat besar akan tetapi, dari segi kondisi lain (misalnya,
power) ia lemah, ada kreditor yang memiliki piutang yang sangat besar dan
sekaligus memiliki kondisi (power) yang besar pula, ada kreditor yang
memilikipiutang kecil akan tetapi, memiliki kekuatan lain yang besar, dan ada
pula kreditor yang memiliki piutang kecil sekaligus hanya memiliki kekuatan
(power) yang kecil. Kondisi kreditor yang beraneka raga mini akan menimbulkan
65
Ibid, hlm. 168. 66
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
32
suatu keadaan chaotic (kacau), jika tidak ada rezim hukum yang menetralisasinya,
yakni hukum kepailitan ini. Bayangkan seorang kreditor yang memiliki utang
yang sangat besar akan tetapi, dia memiliki kekuatan (power) apa-apa seperti
kekuatan fisik, kekuatan lobi, dan kekuatan akses informasi, maka akan sangat
dirugikan kreditor lainnya yang memiliki kekuatan tersebut.67
2. Syarat Pengajuan Pailit
Syarat pengajuan pailit sesuaiUUKPKPU,yaitu :68
1. Debitur mempunyai 2 (dua) orang atau lebih kreditur. Berarti kalau
debitur mempunyai seorang kreditur saja, tidak dapat menggunakan
ketentuan kepailitan
2. Debitur tidak membayar sedikitnya 1 (satu) utang yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih. Pengertian utang yang telah jatuh tempo dan
dapat ditagih memiliki makna yang berbeda.69
Utang yang telah jatuh
tempo (expired) adalah utang yang telah sampai kepada tempo yang
diperjanjikan dalam perjajian dengan sendirinya menjadi utang yang
dapat ditagih. Tetapi utang yang dapat ditagih belum tentu telah jatuh
tempo.
3. Pihak-Pihak dalam Kepailitan
Dalam pengajuan permohonan kepailitan, UUKPKPUmengatur tidak
hanya subjek hukum yaitu orang perseorangan dan badan hukum yang dapat
67
Ibid, hlm. 169. 68
Indonesia (Kepailitan), op.cit, Pasal 2 69
Sunarmi, op.cit, hlm. 37
Universitas Sumatera Utara
33
mengajuakan permohonan pailit dan yang dapat dinyatakan pailit. Yang dapat
mengajukan permohonan pailit yaitu:70
1. Debitur sendiri
2. Seorang atua beberapa orang kreditur
3. Kejaksaan demi kepentingan umum
4. Bank Indonesia dalam hal menyangkut debitur merupakan bank,
Badan Pengawas Pasar Modal dalam hak merupakan Perusahaan
Efek, Bursa Efek, Lembaga Kriling dan Lembaga Penjaminan,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
5. Menteri Keuangan dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi,
perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha negara yang
bergerak dibidang kepentingan publik
Koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam
permohonan pailit berdasaarkan analisis peran Bank Indonesia ketika legal
standing permohonan pernyataan pailit terhadap bank tetap berada pada Bank
Indonesia. OJK hanya memberikan pertimbangan status bank apakah memiliki
dampak sistematik ketika bank yang dapat dimohonkan pernyataan pailit. Karena
pengaturan substansial bahwa bank yang dapat dimohonkan pernyataan pailit
adalah bank yang tidak berdampak sistemik. Sehingga OJK dalam hal ini dapat
memberikan pertimbangan atau berkoordinasi dengan BI dalam penentuan damak
sistemik suatu bank gagal. Hal ini berdasar bahwa BI masih memiliki kewenangan
di bidang macroprudentials. Sehingga kepastian hukum tentang kewenangan
untuk mempailitkan bank ada di Bank Indonesia sedangkan OJK hanya
memberikan pertimbangan status bank apakah memiliki dampak sistemik atau
tidak.71
70
Indonesia (Kepailitan),loc.cit 71
Rikki Josua Silitonga, “Kedudukan Bank Indonesia sebagai Pemohon Pailit Bank
setelah Berdirinya Otoritas Jasa Keuangan”, diakses dari media.neliti.com pada tanggal 22 Januari
2018 pukul 13.34 WIB
Universitas Sumatera Utara
34
Sedangkan pihak yang dapat dinyatakan pailit yaitu :72
1. Orang perseorangan, yaitu baik orang yang telah menikah atau belum
menikah. Untuk perseorangan yang telah menikah, UUKPKPU
mencampurkan harta kekayaan antara suami dan istri kecuali telah
ditentukan lain dalam perjanjian pemisahan harta kekayaan
2. Badan hukum, yaitu badan usaha yang berbadan hukum yang memiliki
pemisahan harta kekayaan dan pengurusannya sendiri. Seperti PT,
Yayasan, Koperasi
3. Badan usaha tidak berbentuk badan hukum, yaitu dalam pengajuan
permohonan pailitnya harus memuat nama dan tempat kediaman
masing-masing sekutu yang secara tanggung renteng terikat pada
seluruh utang
4. Harta peninggalan, terkhusus bagi orang meninggal yang memiliki
utang kepada pihak ketiga namun hingga ia meninggal utang tersebut
tidak dapat terlunasi.
Dalam kepailitan badan usaha, maka badan usaha berbentuk badan
hukumlah yang dapat dinyatakan pailit secara ke-organisasi-an atau ke-lembaga-
an. Adanya pemisahan harta kekayaan badan usaha berbentuk badan hukum yang
mengisyaratkan bahwa ketika dinyatakan pailit, badan usaha berbentuk badan
hukum tersebut tidak dapat melanjutkan segala kegiatan perusahaan. Tidak lagi
adanya perusahaan dengan nama yang sama dan anggaran dasar yang sama.
Sedangkan untuk badan usaha tidak berbentuk badan hukum, karena tidak adanya
72
Indonesia (Kepailitan), op.cit, Pasal 3
Universitas Sumatera Utara
35
pemisahan harta kekayaan, maka yang diajukan permohonan pailit bukanlah
perusahaannya melainkan para sekutunya.73
Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus (daden van
behooren) dan melakukan perbuatan kepemilikan (daden van beschikking)
terhadap harta kekayaannya yang termasuk dalam kepailitan.74
Kehilangan hak
bebasnya tersebut hanya terbatas pada harta kekayaannya dan tidak terhadap
status diri pribadinya. Debitor yang dalam status pailit tidak hilang hak-hak
keperdataan lainnya serta hak-hak lain selaku warga negara seperti hak politik dan
hak privat lainya.75
Menurut Pasal 21 UUKPKPU, kepailitan meliputi seluruh kekayaan
debitor baik yang sudah ada pada saat pernyataan pailit diucapkan oleh majelis
hakim pengadilan niaga serta segala sesuatu yang baru akan diperoleh oleh
debitor selama berlangsungnya kepailitan.76
Pengertian yang dimaksudkan dengan
"selama berlangsungnya kepailitan" adalah sejak putusan pailit diucapkan oleh
majelis hakim pengadilan niaga sampai dengan selesainya tindakan pemberesan
atau likuidasi oleh kurator sepanjang putusan pengadilan niaga itu tidak diubah
sebagai akibat upaya hukum berupa kasasi atau peninjauan kembali.
Lengkapnya bunyi Pasal 21 UUKPKPU adalah sebagai berikut:
“Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat
putusanpernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang
diperolehselama kepailitan.”
Ketentuan Pasal 21 UUKPKPU tersebut merupakan pelaksanaan dari dan
oleh karena itu sejalan dengan, ketentuanPasal 1131 KUH Perdata.
73
Rr. Dijan Widijowati, op.cit, hlm. 25. 74
Indonesia (Kepailitan),op.cit, Pasal 24 ayat (1) 75
Sutan Remy Sjahdeini, op.cit, hlm. 190. 76
Indonesia (Kepailitan), op.cit., Pasal 21
Universitas Sumatera Utara
36
Mengingat ketentuan Pasal 1131 KUH Per tersebut, harta kekayaan
debitor bukan saja terbatas kepada harta kekayaan berupa barang-barang tetap
seperti tanah, tetapi juga barang-barang bergerak, seperti perhiasan, mobil, mesin-
mesin, bangunan, Oleh karena berlakunya asas pemisahan horisontal dalam
hukum pertanahan (agraria) Indonesia, maka bangunan merupakan barang
bergerak. Sebagai konsekuensinya terhadap bangunan dapat dibebani dengan hak
jaminan berupa fidusia. Terhadap bangunan bahkan dapat pula dibebani dengan
hak jaminan berupa gadai asalkan bangunan tersebut diserahkan ke dalam
kekuasaan kreditor pemegang hak gadai yang bersangkutan.77
Termasuk pula barang-barang yang berwujud maupun yang tidak
berwujud seperti piutang atau tagihan. Termasuk bila di dalamnya terdapat
barang-barang, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang berada di dalam
penguasaan orang lain yang terhadap barang-barang itu debitor memiliki hak.
Barang-barang tersebut misalnya berupa barang-barang debitor yang disewa oleh
pihak lain atau yang dikuasai oleh orang lain secara melawan hukum atau tanpa
hak.
Setiap permohonan kepailitan, baik yang diajukan oleh debitur sendiri
maupun oleh pihak ketiga diluar debitur harus diajukan melalui pengacara yang
memiliki ijin beacara dipengadilan. Bahwa didalam ketentuan pasal 4 ayat (1)
menyatakan bahwa setiap permohonan pernyataan pailit yang diajukan kepada
pengadilan melalui panitera, untuk selanjutnya diproses berdasarkan ketentuan
yang berlaku.78Didalam UUKPKPU menyatakan bahwa “khusus untuk perkara-
perkara yang berhubungan dengan masalah kepailitan dan penundaan kewajiban
77
Sutan Remy Sjahdeni, op.cit, hlm.180. 78
Indonesia (Kepailitan), op.cit. Pasal 4 ayat (1)
Universitas Sumatera Utara
37
pembayaran utang, pengadilan niaga memeriksa dan memutuskan perkara pada
tingkat pertama dengan hakim majelis”.79
Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum ditetapkan,
setiap yang kreditur atau kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepada
pengadilan. Walaupun demikian, permohonan penyitaan tesebut akan dikabulkan
oleh pengadilan jika penyitaan tersebut ternyata dikabulkan.80
Dalam undang-
undang kepailitan juga mengenal hak banding yang diberikan sesuai dengan pasal
8 UUKPKPU, sehingga hanya upaya hukum kasasi yang dapat diajukan oleh
pihak yang keberatan atau tidak puas dengan putusan peradilan tingkat pertama
(Pengadilan Niaga). Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan
oleh pengadilan, debitur yang dinyatakan pailit tidak lagi diperkenankan untuk
melakukan pengurusan atas harta kekayaan yang dinyatakan pailit.81
C. Kedudukan Hukum Persekutuan Komanditer Apabila Terjadinya Pailit
CV sebagai badan usaha tidak berbentuk badan hukum memiliki
pertanggungjawabannya hingga ke harta kekayaan para sekutunya. Termasuk
kedalam pailit, yang dinyatakan pailit dalam CV adalah para pengurusnya bukan
badan usaha CV tersebut. Artinya CV yang dinyatakan pailit oleh keputusan
Pengadilan Niaga bukan berarti persekutuan tersebut berhenti sama sekali dalam
urusan persekutuan. Dalam kepailitan CV tentunya CV tidak dapat dinyatakan
pailit karena CV bukanlah badan hukum. Dalam CV terjadinya kepailitan
79
Bernadette Waluyo, “Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang”, (Bandung: Mandar Maju, 1999) hlm.94. 80
Sunarmi, op.cit, hlm. 72. 81
Indonesia (Kepailitan), op.cit, Pasal 8
Universitas Sumatera Utara
38
dikarenakan sekutu yang ada pada CV tersebut. Sekutu yang meminjam utang-
utang kepada para kreditor menyebabkan CV dikatakan pailit.82
Karena suatu CV bukanlah badan hukum, jadi tidak mungkin dinyatakan
pailit. Kepailitan CV berarti kepailitan dari sekutunya, bukan dari persekutuannya.
Para sekutu masing-masing bertanggung jawab sepepnuhnya terhadap perikatan-
perikatan persekutuan komanditernya. Utang-utang yang tidak dibayar oleh CV
adalah utang-utang dari para pengurus CV tersebut. 83
Adapun yang bertanggung jawab penuh atas pailitnya suatu CV adalah
sekutu komplementer karena sekutu komplementer yang melaksanakan tugas
kepengurusan dalam persekutuan. Dan sekutu komplementer dalam bertanggung
jawab atas kepailitan suatu CV sampai dengan kekayaan yang dimiliki dan harta
kekayaan pribadi. Berbeda dengan sekutu komanditer, tanggung jawab sekutu
komanditer terhadap pailitnya suatu CV hanya sebatas modal yang
dimasukkannya.84
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Badan
usaha adalah suatu organisasi yang menjadi tempat suatu perusahaan dalam
melakukan kegiatan demi mencapai tujuan. Badan usaha terbagi atas 2 (dua) yaitu
badan usaha yang berbentuk badan hukum dan badan usaha yang tidak berbentuk
badan hukum. Untuk mendirikan badan usaha yang berbadan hukum diperlukan
pengesahan dari pemerintah seperti akta pendirian dan anggaran dasar dari
pemerintah (Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia) sedangkan dalam pendirian
82
Adrian Sutedi, “Hukum Kepailitan”, (Bogor:Ghalia Indonesia,2009), hlm. 26 83
Novita Diana Safitri dan Made Mahartayasa, loc.cit 84
Mulhadi, “Hukum Perusahaan : Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia”, (Bogor:
Ghalia Indonesia,2010), hlm 59.
Universitas Sumatera Utara
39
badan usaha tidak berbadan hukum akta pendirian tidak diperlukan dalam
persyaratannya.
CV merupakan badan usaha yang tidak berbadan hukum dimana memiliki
sekutu didalamnya. Yang membedakan CV dengan persekutuan lainnya dalam
badan usaha tidak berbadan hukum yaitu adanya sekutu komanditer selain adanya
sekutu komplementer sebagai pengurus aktif dalam CV tersebut. Sekutu
komplementer betugas menjalankan kepengurusan pada CV sedangkan sekutu
komanditer hanya bertugas memberikan modal yang telah diperjanjikan kepada
CV. Termasuk dengan kerugian yang akan dihadapi CV, sekutu komplementer
akan menanggung kerugian tersebut hingga ke harta kekayaan pribadinya.
Berbeda dengan sekutu komanditer sebagai pemberi modal, sekutu komanditer
hanya dapat menanggung kerugian sebesar modal yang ia berikan kepada CV
tersebut. Berikut juga dengan keadaan apabila mengalami kepailitan yang
disebabkan tidak dibayarnya utang-utang minimal 2 (dua) kreditur dan telahjatuh
tempo, maka yang bertanggungjawab atas kepailitan tersebut adalah para sekutu
baik yaitu sekutu komplementer. Sekutu komplementer juga bertanggung jawab
sepenuhnya sampai dengan harta kekayaan pribadi sedangkan sekutu komanditer
tidak dapat dinyatakan pailit namun ia juga tetap tidak dapat meminta kembali
modal yang telah ia serahkan kepada CV sebagai pemberi modal.
Universitas Sumatera Utara
40
BAB III
AKIBAT HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DARI KEPAILITAN
A. Akibat Hukum dari Kepailitan
Kepailitan sebagai keadaan yang secara umum memiliki akibat hukum
kepada para pihak pailitnya sebuah badan usaha tersebut. Akibat hukum tersebut
dapat berupa akibat yuridis yaitu secara khusus. Akibat yuridis berlaku kepada
debitur dengan 2 (dua) metode pemberlakuan, yaitu sebagai berikut:85
1. Berlaku demi hukum
Ada beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum baik setelah
pernyataan pailit maupun sesudah berakhirnya kepailitan maka pernyataan pailit
masih tetap mempunyai kekuatan hukum. Dalam hal seperti ini, pengadilan niaga,
hakim pengawas, curator, kreditur, dan siapapun yang terlibat dalam proses
kepailitan tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat
yuridis tersebut.
2. Berlaku secara Rule of Reason
Untuk akibat-akibat hukum tertentu dari kepailitan berlaku Rule of
Reason. Maksudnnya adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku,
tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu, setelah
mempunyai alasan-alasan yang wajar untuk diberlakukan. Pihak-pihak yang mesti
mempertimbangkan berlakunya akibat-akibat hukum tertentu tersebut, misalnya
curator, pengadilan niaga, hakim pengawas, dan lain-lain.86
85
Munir Fuady, “Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek”, (Bandung:PT.Citra Adytia
Bakti, 2005), hlm. 61 86
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
41
1. Akibat Hukum terhadap Putusan Pengadilan
Adanya putusan pailit yang diucapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri setempat memiliki akibat hukum sebagai berikut :
a. Putusan Pailit Serta Merta
Pada asasnya, putusan kepailitan adalah serta-merta dan dapat
dijalankan terlebih dahulu meskipun pada pada putusan tersebut masih
dilakukan upaya hukum lebih lanjut. putusan pailit secara serta-merta
adalah kepailitan yang pada dasarnya sebagai alat untuk mempercepat
likuidasi terhadap harta debitor untuk pembayaran utangnya. Dalam
hal ini akibat-akibat pailit mutatis mutandis berlaku walaupun sedang
ditempuh upaya hukum lebih lanjut. kurator yang didampingi oleh
Hakim pengawas dapat langsung melakukan pengurusan dan
pemberesan pailit.87
Sebagaimana yang telah diterangkan diatas bahwa ratio legis dari
pemberlakuan putusan pailit secara serta-merta adalah sebagai alat
untuk mempercepat likuidasi terhadap harta-harta debitor untuk
pembayaran utang-utangnya. Kepailitan adalah sarana untuk
menghindari perebutan harta kekayaan debitor pailit dari eksekusi
yang tidak legal dari para kreditor serta menghindari dari perlombaan
memperoleh harta kekayaan debitor siapa cepat ia dapat dan kreditor
yang datang terlambat tidak akan kebagian harta kekayaan tersebut,
dan untuk mengindari penguasaan harta kekayaan debitor dari kreditor
yang memiliki kekuatan fisik dan kekuasan yang membuat kreditor
87
M. Hadi Shubhan, op,cit, hlm. 163
Universitas Sumatera Utara
42
yang lemah tidak kebagian harta debitor tersebut. Disamping itu,
pemberlakuan putusan pailit secara serta-merta tidak memiliki
implikasi negative yang dalam berkaitan dengan pembesaran harta
kekayaan untuk membayar utang-utang kreditor terhadap debitor.
Misalnya, putusan pailit sudah dijalankan secara serta-merta da nada
sebagian kreditor yang sudah dibayar utang-utangnya, dan kemudian
putusan pailit tersebut dibatalkan dalam suatu upaya hukum, maka
debitor tidak dalam posisi rugi Karena baik dalam keadaan pailit atau
tidak pailit suatu utang adalah tetap dibayar.88
b. Terhadap Gugatan
Akibat dari putusan pailit membawa konsekuensi bahwa gugatan-
gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta
kekayaan debitur pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.89
Ketika seorang debitor dinyatakan pailit, bukan berarti debitor yang
bersangkutan dikatakan tidak cakap lagi unruk melaukan perbuatan
hukum dalam rangka mengadakan hubungan hukum tertentu dalam
hukum kekeluargaan, misalnya melakukan perkawinan, mengangkat
anak, dan sebagainya. Debitor pailit dapat diatakan tidak cakap lagi
dalam melakukan perbuatan hukum dalam kaitannya dengan
penguasaan dan pengurusaan harta kekayaannya. Karena dengan
sendirinya segala gugatan hukum yang bersumber pada hak dan
kewajiban kekayaan debitor pailit harus diurus oleh kuratornya.
Selanjutnya, bila gugatan-gugatan hukum yang diajukan atau
88
Ibid, hal 163 89
Sunarmi, op.cit, hlm. 97
Universitas Sumatera Utara
43
dilanjutkan terhadap debitor pailit tersebut mengakibatkan
penghukuman debitor pailit, menurut Pasal 24UUKPKPU
penghukuman itu tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta
kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam pernyataan pailit. Begitu
pula ditentukan dalam Pasal 25 UUKPKPU, segala gugatan hukum
dengan tujuan memenuhi perikatan harta pailit selama dalam kepailitan
walaupun diajukan kepada debitor pailit sendiri hanya dapat diajukan
dengan laporan untuk pencocokan.90
Ketentuan dalam Pasal 25 UUKPKPU tidak hanya meliputi perikatan
yang timbul dari perjanjian saja, tetapi juga yang timbul dari undang-
undang. Sudah tentu termasuk yang timbul dari putusan hakim, baik
hakim perdata untuk membayar ganti rugi maupun putusan hakim
pidana untuk membayar pidana denda (kepada negara). Perikatan
tersebut hanya meliputi perikatan yang terbit sesudah pernyataan pailit
diucapkan. Frasa tidak lagi dibayar dari harta pailit, yaitu hanya
meliputi perikatan yang menimbulkan kewajiban debitur untuk
membayar utang dan tidak meliputi hak debitur pailit untuk
memperoleh sesuatu atau memperoleh pembayaran dari pihak lain
karena hak tersebut bukan merupakan utang debitur tetapi piutang
debitur91
seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 Undang-
UUKPKPUyaitu :
“kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang
baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara
langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen,
yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib
90
Rachmadi Usman, op. Cit, hal. 32 91
Indonesia (Kepailitan),op.cit, Pasal 25
Universitas Sumatera Utara
44
dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada
Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan
Debitor”92
Sebagai konsekuensi hukum dari Pasal 25 UUKPKPU tersebut, maka
apabila setelah putusan pernyataan pailit debitur masih juga tetap
melakukan perbuatan hukum yang menyangkut harta kekayaannya
yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit, maka perbuatan hukum
itu tidak mengikat kecuali apabila perikatan-perikatan yang dibuatnnya
itu mendatangkan keuntungan bagi harta pailit tersebut.93
Demikian, maka jika pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan
ada terdapat ;94
a. Perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian
dilaksanakan, maka pihak dengan siapa debitor tersebut memuat
perjanjian dapat diminta kepastian pada curator tentang kelanjutan
pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati
olrh curator dan pihak tersebut. Jika tidak tercapai kesepakatan
mengenai jangka waktu tersebut.95
Selanjutnya apabila ukurator
tidak membri jawaban atau menyatakan tidak bersedia ememenuhi,
maka perjanjian tersebut berakhir dan pihak yang membuat
perjanjian dengan debitor dapat menuntut ganti rugi dan
diperlakukan sebagai kreditor konkuren.96
Namun apabila kreditor
menyanggupi untuk perjanjian tersebut, pihak lawan dapat meminta
kurator menyediakan jaminan untuk itu.97
Hal tersebut diatas, tidak
menyediakan jaminan terhadap perjanjian yang mewajibkan debitor
pailit melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikannya.
b. Perjanjian dengan janji penyerahan barang di kemudian hari (future
traiding), yang penyerahannya akan jatuh pada waktu setelah
pernyataan pailit atau selama kepailitan berlangsung, maka
perjanjian tersebut menjadi hapus dan pihak yang meras dirugikan
dapat mengajukan diri sebagai kredit or konkuren.98
Hal ini, karena
pasar barang komoditas mensyaratkan suatu kepastian mengenai
berakunya perjanjian masa mendatang. Namun bila karena
92
Ibid, Pasal 1 angka 6 93
Sutan Remi Syahdeni, op.cit, hlm. 195. 94
Titik Tejaningshi, op.cit, hlm. 66. 95
Indonesia (Kepailitan),op.cit, Pasal 36 ayat (3 ). 96
Ibid, Pasal 36 ayat (4 ). 97
Ibid, Pasal 36 ayat (5 ). 98
Ibid,Pasal 37 ayat (2 ).
Universitas Sumatera Utara
45
hapusnya persetujuan tersebut harta pailit akan dirugikan, maka
pihak lawan wajib mengganti kerugian tersebut;
c. Perjanjian sewa menyewa dengan debitor sebagai penyewa mak
pihak yang menyewakam maupun kurator dapat menghentikan sewa
menyewa tersebut sesuai adat kebasaan setempat, tapi
menghentikan 90 (sembila puluh)hari sebelumnya selalu dainggap
cukup. Dalam hal melakukan penghentian harus pula diindahkan
pemberitahuan penghentian menurut perjanjian atau menurut
kelaziman dalam jangka waktu paling singkat 90 (sembila puluh)
hari.99
Sejak tanggal putusan pailit diucapkan, uang sewa menjadi
utang harta pailit.
c. Terhadap Eksekusi
Pasal 32 UUKPKPUmenegaskan bahwa putusan pernyataan pailit
akan membawa akibat : segala keputusan hakim yang menyangkut
setiap bagian harta kekayaan debitor yang telah diadakan sebelum
diputuskan pernyataan pailit harus dihentikan ; sejak saat yang sama
tidak satu putusan pun mengenai hukuman paksaan badan yang dapat
dilaksanakan. Segala putusan mengenai penyitaan baik yang sudah
dilaksakan maupun belum dilaksanakan dibatalkan demi hukum. Bila
dianggap perlu, hakim pengawas bisa memerintahkan untuk
melakukan pencoretan. Sejak putusan pernyataan kepailitan
ditetapkan, eksekusi-eksekusi putusan hakim yang menyangkut harta
kekayaan debitor pailit harus dihentikan. Demikian pula dengan
penyitaan yang dilakukan ; hal ini harus dibatalkan demi hukum dan
debitor yang sedang ditahan harus dilepaskan seketika itu juga. Dalam
hal debitor yang dipenjarakan dia harus dilepaskan seketika itu, setelah
putusan pernyataan pailit memperoleh kekuatan hukum tetap.100
99
Ibid, Pasal 38 ayat (2 ). 100
Titik Tejaningsih, op.cit, hlm. 72
Universitas Sumatera Utara
46
d. Pembayaran Piutang Debitur Pailit
Pembayaran piutang dari si pailit setelah adanya putusan pailit tidak
boleh dibayarkan kepada si pailit. Semua transaksi hukum baik yang
memberikan nilai kurang (debit) maupun yang memberikan nilai
tambah (kredit) tidak dapat ditujukan kepada debitur pailit, melainkan
kepada harta kekayaan pailit yang sejak putusan pailit tersebut
diucapkan penguasaannya berada dibawah kurator.101
Putusan
pernyataan pailit memiliki akibat hukum terhadap gugatan-gugatan
yang sedang berjalan, baik dalam kapasitas Debitur sebagai Penggugat
maupun Tergugat, yaitu gugatan ditunda atau ditangguhkan, kurator
mengambil alih perkara dengan menggantikan kedudukan debitur,
perkara digugurkan, dan gugatan diteruskan.
Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan
pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitur
yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan dan sejak saat
itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk juga
dengan menyandera debitur. Semua penyitaan yang telah dilakukan
menjadi hapus dan jika diperlukan Hakim Pengawas harus
memerintakan pencoretannya. Debitur yang sedang dalam penahanan
harus dilepaskan seketika setelah putusan pernyataan pailit diucapkan.
e. Hubungan dengan Pekerja
Didalam perusahaan sudah pasti adanya pekerja yang bekerja pada
perusahaan tersebut. Dengan adanya pekerja tersebut tentu pihak
101
M. Hadi Shubhan, op.cit, hlm. 167.
Universitas Sumatera Utara
47
perusaah yang mengalami kepailitan harus dipikirkan nasibnya.
Pekerja yang bekerja pada debitor dapat memutuskan hubungan kerja.
Dalam pemberhentinyaa sidebitor harus memberitahu kepada para
pekerja sebelum 45 (empat puluh lima) hari sebelumnya bahwa
hubungan kerja diputuskan.102
Dalam UUKPKPUsecara tersurat
menyamakan PHK oleh pengusahan dengan PHK oleh buruh padahal
didalam KUHPer sudah diubah. Dalam pemutusan hubungan kerja
terdapat mcam-macam ragamnya yaitu:
Didalam hukum perburuhan pemutusan hubungan kerja dibedakan
menjadi empat macam :
1) Pemutusan hubungan kerja demi hukum.
2) Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha.
3) Pemutusan hubungan kerja oleh buruh, dan
4) Pemutusan hubungan kerja oleh hakim
Sedangkan pemutusan hubungan kerja karena putusan pengadilan
adalah terjadi jika mempekerjakan pekerja anak dibawah umur dengan
tidak memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku. Masing-masing
pemutusan hubungan kerja tersebut memiliki konsekuensi yuridis yang
berbeda. Kosekuensi yuridis tersebut berupa prosedur PHK serta hak-
hak normative yang diterima oleh pekerja/buruh. Antara pekerja/buruh
yang mengundurkan diri dengan pekerja yang di PHK karena
perusahan dinyatakan pailit hak-hak normative yang diterimanya akan
berbeda. Apabila pekerja mengundurkan diri dimana perusahaan
102
Indonesia (Kepailitan),op.cit, Pasal 39 ayat (1)
Universitas Sumatera Utara
48
sedang dinyatakan pailit atau tidak sedang dinyatakan pailit maka
pekerja atau buruh akan mendapatkan uang penggantian hak dan uang
pisah.103
Dan apabila pekerja/buruh di PHK dengan alasan perusahan
pailit maka perlu penetapan dari lembaga berwenang dan pekerja/buruh
memperoleh uang pasongan, uang penghargaan dan hak-hak lainnya.104
Jika terjadi perselisihan terhadap PHK yang ada kaitannya dengan
kepailitan, maka penyelesaiannya adalah melalui hakim pengawas dan
sejauh mana perlu melalui Pengadilan Niaga. Maka dari itu perlu
dipahami juga bahwa pekerja suatu perusahaan pailit juga merupakan
kreditur preferen, karena persoalan pemenuhan hak-hak pekerja adalah
persoalan pendistribusian harta pailit kepada para krediturnya.105
f. Action Paulina dalam Kepailitan
Action paulina adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada
seorang kreditor untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan
untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk
dilakukan oleh debitor perbuatan terhadap harta kekayaannyan yang
diketahui oleh debitor perbuatan tersebuut merugikan kreditor. Hak
tersebut merupakan prtlindungan yang diberikan oleh hukum kepada
kreditor atas perbuatan debitor yang dapat merugikan kreditror. Hak
tersebut diatur oleh KUHPer dalam Pasal 1341.Action paulina berasal
dari bahas Romawi yang menunjukkepada semua upaya hukum yang
dapat menghasilkan batalnya perbuaan debitor yang meniadakan
103
Indonesia (Ketenagakerjaan), Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan,Undang-
Undang Nomor 13/2003, Pasal 162 ayat (1) jo. 156 ayat (4). LN Tahun 2003 Nomor 39, TLN
Nomor 4279 104
Ibid, Pasal 165 105
M. Hadi Shubhan, op.cit, hlm. 172.
Universitas Sumatera Utara
49
tujuan Pasal 1131 KUHPer. Adapun yang berkaitan dengan kepailitan
misalnya, tindak debitor, yang mengetahui akan dinyatakan pailit,
melakukan perbuatan hukum berupa memindahkan haknya atas
sebagian dari harta kekayaannya kepada pihak lain dan perbuatan
tersebut dapat merugikan para kreditornya.106
Lembaga action paulina diadakan untuk melindungi hak kreditor dari
perbuatan hukum yang dilakukan debitor yang dapat merugikan
kepentingannya. Pengaturannya terdapat didalam Pasal 1341 KUHPer
yang menentukan bahwa segala perbuatan hukum yang dilakukan
debitor yang dapat merugikan kepentingan debitor dapat dibatalkan
oleh kreditornya. Kreditor harus dapat membuktikan bahwa perbuatan
hukum yang dilakukan debitor tersbut merupakan perbuatan hukum
yang tidak wajib dilakukan debitor dengan nama apapun juga, yang
merugikan kreditor. Debitor dan pihak ketiga mengaetahui perbuatan
tersebut akan mendatangkan kerugian bagi para kreditornya. Lembaga
action paulinadiatur lebih khusus didalam hukum kepailitan didalam
Pasal 41 samapai Pasal 44 UUKPKPU. Ketentuan action pauliana
yang dimaksud inijauh lebih menyeluruh dibandingkan dengan
KUHPer dan ketentuan kepailitan yang lama.107
Syarat suatu action
paulina dapat dilakukan dengan adanya suatu “perbuatan hukum” yang
dilakukan oleh debitur. Perbuatan hukum yang dimaksud adalah setiap
tindakan dari debitur yang mempunyai akibat hukum. Misalnya,
debitur menjual hartanya dan melakukan hibah atas hartanya, baik
106
Sutan Remy Sjahdeny, op.cit, hal. 248. 107
Rachmadi Usman,op.cit, hal. 62.
Universitas Sumatera Utara
50
perbuatan tersebut bersifat timbal balik (seperti jual beli) atau bersifat
unilateral (seperti hibah atau waiver). Agar perbuatan tersebut
dikatakan perbuatan hukum maka ada 2 (dua) elemen yang harus
dipenuhi. Pertama, berbuat sesuatu dan kedua, mempunyai akibat
hukum. Dan ada tindakan yang tidak dapat dibatalkan dengan action
paulina karena tidak memenuhui elemen “suatu perbuatan hukum”
yaitu pertama, debitor memusnahkan asetnya, kedua, Debitormenolak
menerima sumbangan atau hibah, ketiga, Debitur tidak mengeksekusi
(tidak memfinalkan) suatu kontrak yang sudah terlebih dahulu
diperjanjikan.108
Sedangkan dalam UUKPKPU, action paulina daiatur dalam Pasal 4-
47 UUKPKPU. Berbeda dengan action paulina dalam KUHPer yang
diajukan oleh kreditor, maka action paulina dalam kepailitan diajukan
oleh curator dan kurator hanya dapat mengajukan gugatan action
paulina atas persetujuan hakim pengawas. Adapun kriteria yang harus
dipenuhi untuk gugatan action paulina dalam kepailitan yaitu :109
1. Merupakan perbuatan yang merugikan kreditor yang dilakukan
dalam jangka waktu 1 tahun sebelum putusan pailit;
2. Merupakan perbuatan yang merugikan kreditor yangtidak wajib
dilakukan oleh debitor pailit.
3. Merupakan perbuatan yang merugikan kreditor yang merupakan
perjanjian perbuatan di mana kewajiban debitor jauh melebihi
kewajiban pihak dengan sisapa perjanjian itu dibuat.
4. Merupakan perbuatan yang merugikan kreditor yang merupakan
pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang belum
jatuh tempo dan/atau belum dapat ditagih.
5. Merupakan perbuatan yang merugikan kreditor yang dilakukan
terhadap pihak terafiliasi. Pihak yang terafiliasi ditentukan
sebagaiman dalam Pasal 42 UUKPKPU.
108
Munir Fuady,op.cit, hal. 89. 109
M. Hadi Shubhan, op.cit, hal. 176.
Universitas Sumatera Utara
51
2. Akibat Hukum terhadap Harta Kekayaan
Akibat hukum kepailitan CV terhadap harta kekayaan adalah sitaan umum,
kehilangan wewenang dalam pengurusan harta kekayaan, diberikannya hak
eksekusi pada kreditur separatis setelah masa tangguh 90 (sembilan puluh) hari
sejak putusan pailit, dan dilakukan pengurusan dan pemberesan oleh kurator yang
didampingi hakim pengawas.
a. Sitaan umum
Pada prinsipnya, kepailitan terhadap seorang debitur berarti meletakkan
sitaan umum terhadap seluruh aset debitur.110
Artinya, penyitaan
tersebut berlaku untuk siapapun bukan hanya berlaku bagi pihak
tertentu seperti halnya sita jaminan yang diputuskan oleh hakim perdata
berkenaan dengan permohonan penggugat dalam sengketa perdata
karena sitaan-sitaan yang lain kalau ada harus dianggap gugur karena
hukum.111
UUKPKPU mengecualikan beberapa hal yang tidak
termasuk dalam harta pailt yakni:112
1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur
sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis
yang digunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya
yang digunakan oleh debitur dan keluarganya, dan bahan makanan
untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitur dan keluarganya, yang
terdapat di tempat itu
2. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sebagai
penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah pensiun, uang
tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim
Pengawas, atau
3. Utang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu
kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang
110
Munir Fuady, op.cit, hlm. 66-67. 111
Sutan Remy Sjahdeini, op.cit, hlm. 193. 112
M. Hady Subhan, op.cit, hlm. 164.
Universitas Sumatera Utara
52
b. Kehilangan wewenang dalam pengurusan harta kekayaan
Salah satu konsekuensi hukum yang cukup fundamental dari kepailitan
adalah bahwa debitur pailit kehilangan haknya untuk menguasai dan
mengurus kekayaannya terhitung sejak pukul 00.00 dari hari putusan
pailit diucapkan.113
Penguasaan dan pengurusan atas harta kekayaan
debitur pailit dialihkan kepada kurator yang nantinya akan melakukan
tindakan atas harta kekayaan debitur pailit tersebut. Namun demikian,
sesudah pernyataan kepailitan ditetapkan debitur pailit masih
memungkinkan untuk melakukan perikatan dari harta pailit miliknya.
Tidak segala perikatan dapat dilaksanakan, melainkan perikatan yang
dapat memberikan keuntungan bagi harta kekayaan pailit tersebut.114
Dalam Pasal 1133 KUHPer dinyatakan bahwa hak untuk didahulukan
di antara orang-orang yang berpiutang yang diistimewakan, gadai an
hipotek.115
Kemudian dalam Pasal 1137 KUHPer dinyatakan bahwa hak
kas Negara, kantor lelang, dan lain-lain badan umum yang dibentuk
oleh pemerintah, harus didahulukan.116
Tata tertib untuk melaksanakan
hak tersebut dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut diatur
dalam berbagai undang-undang khusus mengenai hal-hal-hal tersebut.
Setiap kreditor yang memegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak
agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-
olah tidak terjadi kepailitan. Namun, bila penagihan dilakukan dengan
syarat tangguh atau suatu piutang yang masih belum tentu kapan boleh
113
Indonesia (Kepailitan),op.cit, Pasal 24. 114
Ibid., Pasal 25. 115
Indonesia (Burgerlijk Wetboek), op.cit, Pasal 1133. 116
Ibid., Pasal 1137.
Universitas Sumatera Utara
53
ditagih, mereka diperkenankan berbuat demikian hanya sesudah
penagihan mereka dicocokkan, dan tidak dimanfaatkan untuk tujuan
lain selain mengambil pelunasan jumlah yang diakui dan penagihan
tersebut. Setiap pemegang ikatan panenan juga diperbolehkan
melaksanakan haknya, seolah-olah tidak ada kepailitan. Pada dasarnya,
para kreditor berkedudukan sama dan mereka mempunyai hak yang
sam atas eksekusi harta kepailitan, sesuai dengan besar tagihan masing-
masing. Hal ini hanya berlaku bagi para kreditor yang konkuren saja.117
c. Diberikannya hak eksekusi pada kreditur separatis setelah masa
tangguh 90 (sembilan puluh) hari sejak putusan pailit
Para kreditur separatis yaitu kreditur yang memegang hak jaminan atas
utang, dapat memenuhi sendiri piutangnya dengan mengeksekusi
jaminan utang tersebut seolah-olah tidak terjadi kepailitan.118
Namun,
hak eksekusi ini tidak setiap saat dapat dilaksanakan oleh kreditur
separatis. Ada yang dikenal dengan penangguhan eksekusi jaminan ata
yang disebut dengan stay selama 90 (sembilan puluh) hari yaitu masa-
masa tertentu bagi kreditur separatis untuk tidak dapat mengeksekusi
jaminan utang yang ada ditangan kreditur separatis tersebut.119
Selama jangka waktu penangguhan berlangsung, segala tuntutan hukum
untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan
dalam sidang badan peradilan. Bnaik kreditur maupun pihak ketiga
117
Titik Tejaningsih, op.cit, hlm. 3. 118
Indonesia (Kepailitan), op,cit,Pasal 55. 119
Ibid, Pasal 56 ayat (1) .
Universitas Sumatera Utara
54
yang dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas
barang yang dijadikan jaminan.120
Waktu sebelum kreditor separatis atau pihak ketiga
tersebutmengeksekusi, harus diperhatikan Pasal 56 ayat (1)
UUKPKPUyang menentukan bahwa hak eksekusi kreditordan hak
pihak ketiga untuk menuntut hartanya yangberada dalam penguasaan
Debitor pailit atau kurator, ditangguhkan untukjangka waktu paling
lama 90 hari sejak tanggal putusan pernyataan pailitdiucapkan.
penangguhan ini bertujuan, antara lain untuk:
1. memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian; atau
2. memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit; atau
3. memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal.
d. Harta Kekayaan Suami Istri
Meskipun Pasal 23 UUKPKPUmenentukan bahwa meliputi seluruh
harta persatuan perkawinan, namun pasal ini mengatur beberapal hal
yang cukup penting yang berkaitan dengan barang-barang yang tidak
jatuh persatuan harta, ketentuan tersebut ialah;
1. Apabila suami atau isteri dinyatakan pailit maka istri atau suami
berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak
bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan
harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan.
2. Jika benda milik isteri atau suami telah dijual oleh suami atau istri
dan harganya belum dibayar atau uang hasil penjualan belum
120
Rachmadi Usman, op,cit, hlm. 56-57.
Universitas Sumatera Utara
55
tercampur dalam harta pailit maka istri atau suami berhak
mengambil kembali uang hasil tersebut.
3. Untuk tagihan yang bersifat pribadi terhadap istri atau suami maka
kreditor terhadap harta pailit adalah suami atau istri.121
Istri atau suami tidak berhak menuntut keuntungan yang diperjanjikan
dalam perjanjian perkawinan terhadap harta suami atau istri yang
dinyatakan pailit, demikian juga kreditor suami atau istri yang
dinyatakan pailit tidak berhak menuntut keuntungan yang diperjanjikan
dalam perjanjian perkawinan kepada suamit atau istri yang dinyatakan
pailit.122
e. Dilakukan Pengurusan dan Pemberesan oleh Kurator yang Didampingi
Hakim Pengawas
Kurator mulai bertugas sejak kepailitan diputuskan, karena debitor tidak
berhak lagi untuk melakukan pengurusan atas harta kekayaannya.
Kurator merupakan satu-satunya pihak yang akan menangani seluruh
kegiatan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Adapun tahap-tahap
dalam pemberesan dan pengurusan harta pailit yaitu :
Tahap pengurusan :
1) Mengumumkan ikhwal kepailitan, yaitu melalui Berita Negara RI
paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh
Hakim Pengawas
2) Melakukan penyegelan harta pailit, yang dilakukan oleh jurusita
dengan dihadiri 2 (dua) saksi yaitu salah satunya adalah wakil dari
Pemerintah Daerah setempat
3) Pencatatan/pendaftaran harta pailit, yaitu pencatatan harta pailit
oleh kurator paling lambat 2 (dua) hari setelah menerima surat
pengangkatan sebagai kurator. Kurator perlu memanggil debitur
pailit untuk memberikan keterangan-keterangan dan melibatkannya
memberikan petunjuk dalam pendaftaran harta tersebut.
121
Indonesia (Kepailitan),op.cit, Pasal 63. 122
Sunarmi, op.cit, hlm. 119.
Universitas Sumatera Utara
56
4) Melanjutkan usaha debitur, yaitu atas persetujuan panitia kreditur
sementara atau memerlukan izin dari Hakim Pengawas
5) Membuka surat-surat dan telegram debitur pailit, yaitu untuk
menguasai dan mengurus harta pailit maka pembukuan, catatan,
rekening bank, dan simpanan debitur dari bank yang bersangkutan
beralih kepada kurator
6) Mengalihkan harta pailit, yaitu untuk menutup biaya kepailitan atau
apabila penahanannya mengakibatkan kerugian pada harta pailit
7) Melakukan penyimpanan, yaitu penyimpanan seluruh aset debitur
pailit oleh kurator. Terkhusus untuk uang disimpan dalam bank,
dan efek atau surat berharga disimpan oleh kustodian dengan
menggunakan nama debitur pailit
8) Mengadakan perdamaian guna mengakhiri suatu perkara yang
sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara
9) Melakukan pemanggilan kepada kurator, yaitu hakim pengawas
akan menentukan batas akhir pengajuan tagihan kreditur untuk
mengadakan pencocokan piutang
10) Mendaftarkan tagihan para kreditur, yaitu kurator akan
mencocokkan dengan catatn yang telah dibuat oleh debitur pailit
dengan merundingkannya bersama kreditur
11) Menghadiri rapat pencocokan piutang, yaitu nantinya akan dikenal
dengan “daftar piutang yang diakui sementara” dan “daftar tagihan
yang dibantah” oleh kurator beserta alasan-alasannya. Juga
kedudukan para kreditur sebagai preferen atau konkuren
12) Memberitahukan hasil rapat pencocokan piutang kepada kreditur
Tahap pemberesan :
1) Mengusulkan dan melaksanakan penjualan harta pailit, yaitu dalam
melaksanakan penjualan harta pailit ini, kurator harus terlebih
dahulu meminta izin dari Hakim Pengawas. Izin ini nantinya akan
dituangkan dalam suatu penetapan, setelah itu mengajukan
permohonan untuk melaksanakan penjualan harta pailit di depan
umum maupun dibawah tangan. Penjualan harta pailit di bawah
tangan adalah untuk menghemat waktu dan dana yang akan
dibebankan kepada harta pailit
2) Membuat daftar pembagian, yaitu daftar pembagian yang memuat
rincian penerimaan dan pengeluaran termasuk di dalamnya upah
kurator, nama kreditur, jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap
piutang dan bagian yang wajib diterima diberikan kepada kreditur.
Daftar pembagian ini dapat dilawan oleh kreditur dengan
mengajukan surat keberatan disertai alasan kepada panitera
pengadilan dengan menerima tanda bukti penerimaan paling lambat
dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari majelis hakim sudah
memberikan putusan pengadilan. Setelah kurator selesai
melaksanakan pembayaran kepada masing-masing kreditur
berdasarkan daftar pembagian maka dianggap berakhirlah
kepailitan dan harus diumumkan dalam Berita Negara RI dan surat
kabar
Universitas Sumatera Utara
57
3) Membuat daftar perhitungan dan pertanggungjawaban pengurusan
dan pemberesan kepailitan kepada hakim pengawas, yaitu
menyerahkan segala buku dan dokumen paling lama 30 (tiga
puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan. Pertanggungjawaban
kurator tidak hanya sebatas laporan tersebut, apabila ada kesalahan
dan kelalaian dalam melaksanakan tugas maka kurator harus
bertanggungjawab atas kerugian yang timbul. 123
B. Tanggung Jawab atas Terjadinya Kepailitan
1. Tanggung Jawab Sekutu atas Kepailitan Perseroan Komanditer
Kemampuan bertanggung jawab sebagai keadaan batin orang yang normal
dan sehat. Dalam kemampuan bertanggung jawab harus ada kemampuan untuk
membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk. Kemudian
perbuatan yang sesuai hukum dan melawan hukum. Di samping itu kemampuan
tersebut juga menentukan kehendaknya menurut keinsafan tentang baik dan
buruknya perbuatan tersebut.124
Tanggung jawab pengurus CV erat kaitanya dengan hubungan hukum
yang terjadi pada CV, baik secara intern maupun secara ekstern. Hubungan
hukum secara intern yang terjadi pada adalah hubungan hukum yang mengenai
perikatan-perikatan yang ada di antara sekutu komplementer dan sekutu
komanditer. Hubungan ini didasari dari hal-hal yang telah disepakati para sekutu
baik sekutu komplementer dan sekutu komanditer yang dimuat dalam Anggaran
Dasar CV sehingga nantinya akte pendirian tersebut dapat dijadikan sebagai
aturan intern yang mengikat para sekutu.125
123
Sunarmi, op.cit, hlm. 133-140. 124
Moeljatno, “Asas-asas Hukum Pidana”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), hlm. 178. 125
Mulhadi, op.cit, hlm. 64.
Universitas Sumatera Utara
58
Pengaturan dalam hubungan intern terdapat dalam Buku III KUHPer Bab
VIII yaitu :
a. Pemasukan Modal
Diatur dalam pasal 1625 KUHPer, benda pemasukan dapat berupa
benda fisik, uang dan tenaga manusia (fisikdan/ataupikiran).126
b. Pembagian Untung Rugi
Diatur dalam pasal 1633 dan 1634 KUHPer, mengatur mengenai
perjanjian pendirian persekutuan. Kalau dalam perjanjian pendirian
persekutuan tidak diatur barulah aturan diatas tersebut dapat
berlaku.127
Sekutu komplementer merupakan sekutu yang bertugas mengurus
perusahaan dan bertanggungjawab tidak terbatas atas harta pribadi. Sekutu
komplementer memiliki tugas yang sama seperti tugas dari anggota direksi,
karena sekutu komplementer memiliki tanggung jawab tidak terbatas pada tiap-
tiap anggota secara tanggung-menanggung dan bertanggungjawab untuk
seluruhnya atas perikatan perusahaan.128
Sekutu komanditer merupakan sekutu yang hanya bertugas untuk
menitipkan modalnya pada suatu perusahaan dan dalam modal yang dititipkannya
tentunya sekutu komanditer rmengharapkan keuntungan yang akan
didapatkannya. Hal inilah yang dinantikan oleh sekutu komanditer. Sekutu
komanditer merupakan peserta dalam suatu perseroan komanditer yang memiliki
hak dan kewajiban untuk mendapatkan keuntungan dan pembagian sisa dari harta
kekayaan, apabila persekutuan komanditer dilikuidasi, selain CV menanggung
126
Indonesia (Burgelijk Wetboek),op.cit, Pasal 1625 127
Ibid, Pasal 1633 dan 1634. 128
Farida Hasyim, “Hukum Dagang”, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 144.
Universitas Sumatera Utara
59
resiko, apabila CV mengalami kerugian sesuai dengan jumlah modal yang
dimasukkannya dan tidak boleh menarik modal yang telah diserahkan selama CV
masih berjalan.129
Apabila CV mengalami kerugian maka para sekutu komanditer juga akan
menanggung beban kerugian itu tetapi tidak perlu membayar kerugian sampai
melebihi batas pemasukannya, berbeda dengan sekutu komplementer, beban
tersebut sampai menjangkau harta kekayaan pribadinya dapat digunakan sebagai
jaminan pelunasan hutang-hutang persekutuan.130
Di Indonesia, CV belumlah merupakan badan hukum, artinya bahwa
badan usaha tersebut dalam lalu lintas hukum belum merupakan suatu subjek
hukum tersendiri terlepas dari anggota persero pengurusnya, yang dapat
melakukan perbuatan hukum tersendiri. Melainkan yang dapat melakukan
perbuatan-perbuatan hukum dalam perdagangan adalah anggota-anggota
pengurusnya. Sehingga dengan demikian, dalam hal CV akan menggugat di
pengadilan atau juga bila digugat, maka yang menggugat bukanlah CVnya, tetapi
anggota pengurusnya. 131
Sekutu Pasif atau sekutu Komanditer (Tidak Kerja), merupakan sekutu
yang hanya menyertakan modal dalam persekutuan. Jika perusahaan menderita
rugi, mereka hanya bertanggung jawab sebatas modal yang disertakan dan begitu
juga apabila untung, uang mereka memperoleh terbatas tergantung modal yang
mereka berikan. Status Sekutu Komanditer dapat disamakan dengan seorang yang
menitipkan modal pada suatu perusahaan, yang hanya menantikan hasil
129
Mulhadi, op.cit, hlm. 62. 130
Indonesia (Burgelijk Wetboek), op.cit, Pasal 1131-1132. 131
Sentosa Sembiring, op.cit, hlm. 47.
Universitas Sumatera Utara
60
keuntungan dari inbreng yang dimasukan itu, dan tidak ikut campur dalam
kepengurusan, pengusahaan, maupun kegiatan usaha perusahaan132
Kedudukan sekutu komanditer mengenai keuntungan dan kerugian
perusahaan, tidak diperbolehkan dituntut agar menambah pemasukannya serta
tidak berhak meminta kembali keuntungannya yang telah diterimanya.133
Sedangkan kedudukan sekutu komplementer dapat disamakan dengan kedudukan
para firmant dalam persekutuan firma, yaitu mempunyai beban tanggungjawab
saling tanggung-menanggung secara penuh diantara para sekutu firma.134
Rasio adanya ketentuan tersebut adalah untuk menjaga kemungkinan
apabila terjadi salah paham antarasekutu komanditer dengan sekutu komplementer
bilamana sekutu komanditer diperkenankan melakukan tugas kepengurusan.
Tanggung jawab yang ada pada sekutu komanditer adalah tanggung jawab yang
terbatas sifatnya, dengan begitu pihak ketiga akan rugi atas perbuatan dari sekutu
komanditer. Apabila sekutu komanditer tetap menjalankan kepengurusan
perusahaan maka tanggung jawabnya tidak hanya terbatas pada modal yang
ditanamkan, akan tetapi sampai dengan kekayaan yang dimiliki bahkan harta
kekayaan pribadi.135
Kepailitan CV berarti kepailitan dari sekutunya, bukan dari
persekutuannya. Para sekutu masing-masing bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap perikatan-perikatan CV. Dalam hal CV mengalami kepailitan yang
bertanggung jawab secara hukum adalah sekutu komplementer, artinya sampai
kepada harta kekayaan pribadi, karena sekutu komplementer merupakan sekutu
132
Indonesia (KUHD), op.cit, Pasal 21. 133
Indonesia (Burgelijk Wetboek),op.cit, Pasal 1625. 134
Mulhadi, op.cit, hlm. 58. 135
Indonesia (KUHD), loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
61
pengurus yang bertanggung jawab atas jalannya persekutuan. Apabila sekutu
komplementer lebih dari satu, maka tanggung jawab menjadi tanggung renteng.
Tanggung jawab sekutu komanditer hanya terbatas pada sejumlah modal yang
disetorkan saja.136
Dari pembahasan BAB ini, dapat ditarik kesimpulan bahwayang
dinyatakan pailit ketika diajukannya permohonan pailit terhadap CV bukanlah
pailitnya CV sebagai Badan Usaha, melainkan pailitnya sekutu CV secara
perorangan. Akibathukum terhadap pailitnya sekutu CV yaitu memiliki dampak
terhadap putusan pailit yang dikeluarkan oleh pengadilan atas hubungan
hukumnya terhadap pihak-pihak yang lain seperti putusan pailit bersifat serta
merta, gugatan yang diajukan kepada debitur yang telah pailit harus melalui
kurator, eksekusi selain berhubugan dengan kasus pailit tersebut harus dihentikan,
pembayaran piutang debitur, hubungan dengan pekerja, dan pembatalan segala
perbuatan yang tidak wajib dilakukan oleh debitur atas harta kekayaannya yang
memiliki kemungkinan dikemudian hari untuk dapat merugikan kreditur (action
paulina). Selain itu akibat hukum tersebut juga berdampak terhadap harta
kekayaan debitur, yaitu mengenai sita umum, pengambil alihan kekuasaan harta
kekayaan debitur kepada kurator, penangguhan eksekusi jaminan kreditur
separatis, harta kekayaan suami istri, dan pemberesan harta pailit oleh kurator.
Mengenai pertanggungjawaban sekutu atas kepailitan, para sekutu masing-
masing bertanggungjawab terhadap perikatan-perikatan CV tersebut. Yang
bertanggungjawab disini artinya sekutu komplementer sebagai pengurus,
sedangkan sekutu komanditer terbatas pada modal yang disetornya dan tidak
136
Novita Diana Sari dan Made Mahartayasa, loc.cit
Universitas Sumatera Utara
62
berhak meminta kembali keuntungan yang telah diterimanya. Kecuali apabila
sekutu komanditer ikut melakukan perikatan dan perbuatan yang dapat disamakan
dengan sekutu komplementer seperti dalam Pasal 21 KUHD, maka sekutu
komanditer pun harus ikut bertanggungjawab secara tanggung renteng dengan
sekutu komplementer lainnya. Sekutu komplementer bertanggung jawab sampai
kepada harta pribadinya secara tanggung renteng dengan sekutu komplementer
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
63
BAB IV
PUTUSAN HUKUM DALAM KEPAILITAN CV OLEH PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI MEDAN NOMOR
5/PDT.SUS-PAILIT/2016/PN.MDN
A. Duduk Perkara
1. Perkara Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn
Bahwa Kreditur dengan surat Permohonannya tertanggal 21 April 2016,
mengajukan permohonan pailit terhadap Debitur yang telah didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan tanggal 21 April
2016 dengan Register Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Niaga.Mdn. Kreditur yaitu
LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA (EKSIMBANK), adalah
sebuah Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Undang-undang Republik
Indonesia No. 2 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Eksport
Indonesiaberkedudukan di Jakarta dan beralamat di Gedung Bursa Efek
Indonesia, Menara II, lantai 8, Kawasan Sudirman Central Business District, Jalan
Jendral Sudirman, Kav. 52-53 Jakarta.Dalam hal pengajuan permohonan pailit
tersebut, Kredituryaitu Arif Setiawan dan Omar Baginda Pane, yang keduanya
masing-masing selaku Direktur Pelaksana IV dan Direktur Pelaksana V Lembaga
Pembiayaan Eksport Indonesia, berdasarkan Surat Kuasa dari Direktur Eksekutif
Nomor KU.0002//DE/2015 Tanggal 04 Maret 2015 yang dalam hal ini memberi
kuasa kepada Nartojo, S.H, M.H., Indra Kusuma, SH, LLM, masing-masing
Advokat dan Pengacara berkantor pada Firma Hukum Nartojo & Co. beralamat di
Plaza Basmar, Lt 2 Suite 2-12, Jl Mampang Prapatan Raya No 106 Jakarta Selatan
12760, berdasarkan Surat Kuasa NO.KU.0039/DP/04/2016, tertanggal 07 April
2016.
Universitas Sumatera Utara
64
Kreditur Pailit telah memberikan Fasilitas Kredit Modal Kerja Ekspor
sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyah Rupiah) kepada CV. ANUGRAH
PRIMA selaku Debitur dan dijamin oleh Debitur Pailit – II berdasarkan bukti-
bukti berupa Akta Perjanjian Kredit Modal Kerja Ekspor tertanggal 13April 2012
dan Surat Sanggup No 0639/AP/IV/2012 tertanggal 13 April 2012, yang
keduanya dibuat dihadapan notaris bernama H. Marwansyah Nasution, SH.
Kemudian adanya Akta Perubahan Perjanjian Kredit Modal Kerja Ekspor dan
Akta Personal Guarantee yang ditanda tangani oleh Debitur Pailit I dan Debitur
Pailit II pada tanggal 11 April 2013. Akta Perubahan Perjanjian Kredit Modal
Kerja Eksportersebut telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan hingga pada tanggal
12 Juni 2013, keseluruhan akta perubahan tersebut dilakukan dihadapan notaris
bernama Lila Meutia, SH.
Dengan berdasarkan ketentuan yang terdapat pada Pasal 3 angka 4 Akta
Perubahan Ketiga Perjanjian Kredit Modal Kerja Ekspor tertanggal 12 Juni 2013,
Jatuh Tempo utang Fasilitas Kredit CV. ANUGRAH PRIMA yang dijamin oleh
Debitur Pailit - II kepadaKreditur adalah tanggal 13 Juni 2014. Keseluruhan
Utang CV. ANUGRAH PRIMA/ Debitur Pailit - I adalah sebesar Rp.
2.714.458.188,00,- (Dua milyar tujuh ratus empat belas juta empat ratus lima
puluh delapan ribu seratus delapan puluh delapan) hingga pada tanggal 18 April
2016.
setelah adanya tanggal jatuh tempo yang telah lewat berdasarkan akta
tersebut, Kreditur telah memberikan teguran secara tertulis kepada para Debitur
pailit sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pada tanggal 17 April 2014, 05 Mei 2014, dan
22 Agustus 2014. Namun tidak adanya itikad baik dari para Debitur pailit untuk
Universitas Sumatera Utara
65
membayar hutang CV. ANUGERAH PRIMA hingga diberikan Somasi
Pembayaran Hutang Pinjaman CV Anugrah Prima kepada Lembaga Pembiayaan
Ekspor Indonesia atau Indonesia Eksimbank 14 April 2016, akan tetapi Para
Debitur Pailit tetap tidak melaksanakan kewajibannya tersebut.
2. Pertimbangan Hakim
Berdasarkan pertimbangan hakim, bahwa benar Kreditur mempunyai
tagihan piutang terhadap CV. ANUGERAH PRIMA yang telah jatuh tempo pada
tanggal 13 Juni 2013, namun sampai permohonan ini diajukan di Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Medan CV. ANUGERAH PRIMA belum
membayar utangnya tersebut yang per tanggal 18 April 2016 keseluruhannya
sebesar Rp. 2.714.458.188,00,- (dua miliar tujuh ratus empat belas juta empat
ratus lima puluh delapan ribu seratus delapan puluh delapan rupiah). Maka sesuai
dengan Pasal 18 KUHD, Debitur pailit-I selaku persero pengurus dari CV.
ANUGERAH PRIMA berkewajiban untuk melunasi utang CV. ANUGERAH
PRIMA tersebut kepada Kreditur.
Berdasarkan pertimbangan lain, bahwa sesuai Akta Personal Guarantee
tertanggal 11 April 2013 yang ditanda tangani oleh Debitur Pailit- II, maka
dengan ini Debitur Pailit-II telah mengikatkan diri sebagai penanggung
(guarantor) utang CV. ANUGERAH PRIMA. Berdasarkan Pasal 1831 dan 1832
KUHPer maka dapat dinyatakan bahwa Debitur Pailit-II sebagai penanggung
utang CV.ANUGERAH PRIMA secara tegas telah menyatakan melepas dan
mengesampingkan hak-hak istimewanya sebagai penanggung utang. Maka dapat
disimpulkan bahwa secara hukum pemohon pailit berhak untuk melakukan
Universitas Sumatera Utara
66
penagihan utang terlebih dahulu kepada para termohon pailit, maka Debitur pailit-
I dan Debitur pailit-II dinyatakan sebagai debitor.
kemudian, bahwa berdasarkan bukti- bukti yang ada, DebituPailit-I
memiliki piutang kepada PT. Bank Sumut sebesar Rp. 7.675.596.509,89- (tujuh
miliar enam ratus tujuh puluh lima juta lima ratus sembilan puluh enam rupiah
delapan puluh sembilan sen). Selain itu Debitur Pailit-I memiliki piutang kepada
PT. Bank Syariah Mandiri dengan masing-masing memiliki piutang sebesar Rp.
252.390.140,36 (dua ratus lima puluh dua juta tiga ratus sembilan puluh ribu
seratus empat puluh rupiah tiga puluh enam sen) dan Rp. 284.197.440,45 (dua
ratus delapan puluh empat juta seratus sembilan puluh tujuh ribu empat ratus
empat puluh ribu empat puluh lima sen). Maka dari itu unsur adanya 2 (dua)
kreditur atau lebih telah terpenuhi.
lalu, CV. ANUGERAH PRIMA tidak membayar utangnya tersebut yang
telah jatuh tempo pada tanggal 18 April 2016 dengan jumlah keseluruhannya
sebesar Rp. 2.714.458.188,00,- (dua miliar tujuh ratus empat belas juta empat
ratus lima puluh delapan ribu seratus delapan puluh delapan rupiah). Dengan
terpenuhinya unsur 2 (dua) kreditur atau lebih dan CV. ANUGERAH PRIMA
tidak membayar hutang yang telah jatuh tempo, maka unsur tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan tepat ditagih juga terpenuhi.
3. Putusan
Berdasarkan uraian-uraian mengenai duduk perkara dan pertimbangan
hukum hakim di atas, Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Medan yang memeriksa dan mengadili perkara a-quo memutuskan putusan yaitu
Universitas Sumatera Utara
67
Pertama, mengabulkan pailit yang diajukan oleh Kreditur untuk seluruhnya.
Kedua, menyatakan Debitur Pailit – I, H. Prima Kurniawan sebagai Persero
Pengurus atau disebut juga sebagai Pesero Firma dari CV. ANUGRAH PRIMA,
dahulu beralamat di Jl. Senam No 10 Medan, kelurahan Pasar Merah Barat,
kecamatan Medan Kota, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara, sekarang tidak
diketahui lagi keberadaannya di wilayah hukum NKRI, Dan Debitur Pailit – II,
Tuan Dedi Novianto, sebagai Sekutu pasif CV Anugrah Prima wiraswasta, dahulu
beralamat di Jl Senam No 10, Kelurahan Pasar Merah Barat, Kecamatan Medan
Kota, Medan Sumatera Utara, sekarang tidak diketahui lagi keberadaannya di
wilayah hukum NKRI, Debitur Pailit – I, H. Prima Kurniawan, dan Debitur Pailit
- II Tuan Dedi Novianto masing – masing sebagai Personal Gurantee dari CV.
ANUGRAH PRIMA, berada dalam keadaan PAILIT dengan segala akibat
hukumnya. Ketiga, menunjuk dan mengangkat Saudara : Didik. S. Handono, SH.
M.H, .sebagai Hakim Pengawas untuk mengawasi proses Pailit Debitur Pailit - I
dan Debitur Pailit – II. Keempat, menunjuk dan mengangkat, Saudara : Marolop
Tua Sagala, SH., Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang tercatat dengan Surat Bukti
Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor: AHU.AH.04.03-13 tanggal 24 Maret
2014 berkantor pada Kantor Klinik Hukum Merdeka beralamat kantor Komplek
Bina Marga Jalan Pramuka Raya No. 56 Jakarta 13140 dan Setia Budi Business
Point Blok BB No. 7, Jalan Setia Budi Medan –Sumut, selaku Kurator dalam
proses Pailit dari Debitur Pailit – I dan Debitur Pailit – II. Kelima, menghukum
Para Debitur Pailit untuk membayar biaya perkara ini, yang sampai saat ini
Universitas Sumatera Utara
68
ditaksir sebesar Rp 17.373.100,- (Tujuh belas juta tiga ratus tujuh puluh tiga ribu
seratus rupiah).
B. Analisis
Di dalam institusi yang berbentuk CV, diantara kedua macam sekutu
hanya sekutu komplemeter atau pengurus saja yang dapat mengadakan hubungan
hukum ekstern dengan pihak luar, sedangkan sekutu komanditer tidak mempunyai
kewenangan mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga. Perbedaan
kewenangan ini mewakili dan tanggung jawab yang ada pada kedua sekutu.
Mengenai sekutu komanditer diatur secara khusus dalam KUHD yang
menentukan bahwa sekutu komanditer tidak boleh menggunakan namanya
sebagai nama CV tersebut, kemudian dinyatakan bahwa sekutu komanditer tidak
boleh melaksanakan tugas pengurusan atau bekerja dalam CV tersebut walaupun
dengan menggunakan surat kuasa. Dalam KUHD juga tercantum penjelasan
khusus mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh sekutu komanditer yaitu
melakukan tindakan kepengurusan, maka sekutu komanditer harus bertanggung
jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya terhadap semua utang dan
perikatan yang ada. 137
Seiring berjalannya CV maka CV akan menghadapi rintangan dan
keperluan CV yang harus dipenuhi oleh para sekutu baik sekutu komplementer
maupun sekutu komanditer. Termasuk salah satunya membutuhkan kredit dana
dari lembaga pembiayaan. Dalam kasus tersebut, pihak termohon dari CV.
ANUGERAH PRIMA melakukan kredit dana dari Lembaga Pembiayaan Ekspor
137
Indonesia (KUHD), op.cit, Pasal 20-21
Universitas Sumatera Utara
69
Indonesia (EKSIMBANK). Dalam melakukan kredit dana tersebut, sekutu
komplementer yaitu Termohon I menjadi debitur, dan Termohon II menjadi
Penanggung Pribadi (Personal Guarantee) yang mana Termohon II ini
merupakan sekutu komanditer. Adapun tindakan melakukan kredit dana dari
lembaga pembiayaan merupakan tindakan wajar yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan persero.
Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan nama seorang pihak ketiga
guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si
berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.138
Penanggung sebagai
jaminan dari debitur kepada kreditur mengenai utangnya kepada kreditur.
Penanggungan dalam perkembangannya dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Pertama,
penanggungan yang diberikan oleh perorangan disebut penanggung pribadi
(personal guarantee), penanggungan yang diberikan oleh perusahaan disebut
penanggung perusahaan (corporate guarantee), dan penanggungan yang diberikan
oleh bank disebut penanggungan bank (bank guarantee). 139
Penanggung utang baik secara pribadi, korporasi maupun bank memiliki
hak istimewa yang disebut dengan hak untuk menuntut terlebih dahulu (voorrecht
van uitwinning). Hak istimewa ini bermaksud untuk menuntut benda-benda
debitur terlebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi pinjaman debitur yang
bersangkutan.140
Namun, tidak dalam setiap penanggungan hak istimewa ini dapat
diberlakukan. Adakalanya dalam sebuah perikatan, hak istimewa ini dilepaskan
138
Indonesia (Burgelijk Wetboek), op.cit, Pasal 1820. 139
BEM UI, “JAMINAN PERORANGAN” diakses dari bem.law.ui.ac.id, pada tanggal
11 Januari pukul 00.52 140
Indonesia (Burgelijk Wetboek), op.cit, Pasal 1831 .
Universitas Sumatera Utara
70
dan debitur dinyatakan tidak dapat dituntut apabila ditentukan secara khusus
dalam surat jaminannya.
Pada jaminan perorangan jika terjadi kepailitan, kreditur mempunyai hak
menuntut pemenuhan piutangnya selain kepada debitur yang utama juga kepada
penanggung atau dapat menuntut pemenuhan kepada debitur lainnya. Jaminan
perorangan demikian dapat terjadi jika kreditur mempunyai seorang penjamin
(borg) atau jika ada pihak ketiga yang mengikatkan diri secara tanggung
menanggung dalam debitur. Hal ini terjadi jika ada perjanjian penanggungan
(borgtocht) atau pada perjanjian tanggung menanggung sekutu pasif. Kecuali
karena adanya perjanjian yang sengaja diadakan, pihak ketiga juga dapat
mengikatkan diri secara perorangan pada kreditur untuk pemenuhan perutangan
berdasarkan ketentuan undang-undang. 141
Penanggung yang telah melepaskan hak-hak istimewanya terlebih dahulu
maka dalam kedudukan hukumnya disamakan dengan debitur karena telah
mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur secara tanggung
menanggung.142
Termasuk dalam kasus tersebut yang memandang Termohon II
sebagai penanggung pribadi yang kedudukan hukumnya disamakan dengan
debitur.
Kedudukan sekutu komanditer yang melakukan tindakan diluar
kewenangannya atau dianggap menjalankan perusahaan maka harus bertanggung
jawab secara tanggung renteng. Termohon II tidak seharusnya melakukan
141
Meiska Veranita, “Kedudukan Hukum Penjamin Perseorangan (Personal Guarantee)
dalam Hal Debitur Pailit menurut Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”, diakses dari Jurnal.hukum.uns.ac.id pada tanggal 10
Januari 2018 pukul 08.15 WIB 142
Indonesia (Burgelijk Wetboek), op.cit, Pasal 1832 ayat (2).
Universitas Sumatera Utara
71
perikatan keluar dengan pihak ketiga (kreditur/lembaga pembiayaan ekspor
Indonesia) yang bukan menjadi kewenangannya dan melanggar aturan dalam
KUHD. Maka sesuai dengan Pasal 20 KUHD, sekutu komanditer yaitu Termohon
II harus bertanggung jawab secara tanggung renteng dengan Termohon I. Tidak
adanya asas atau norma hukum yang bertolak belakang antara kedua norma
hukum tersebut. Maka menurut penulis, penulis sepakat dengan pertimbangan
hakim yang menyatakan bahwa penanggung pribadi kedudukan hukumnya
disamakan dengan debitur (Termohon II disamakan dengan Termohon I).
Namun berdasarkan analisa penulis, meskipun norma hukum antara
hukum penanggungan dalam KUHPer dan hukum mengenai sekutu komanditer
dalam KUHD tidak bertentangan atau bertolak belakang, dianggap tidak memiliki
batasan yang terang antara kedudukan sekutu komanditer dengan sekutu
komplementer dalam hukum penanggungan. Artinya, bahwa dengan melanggar
sebuah norma hukum dan menuruti hukum pengecualiannya, siapapun baik sekutu
komanditer dengan sekutu komplementer dapat melakukan perbuatan
penanggungan. Pada dasarnya hal ini tidak sesuai mengingat adanya pemisahan
tanggung jawab sekutu yang terdapat dalam CV khususnya. Maka dari itu
menurut penulis, pemerintah harus memberikan batasan yang jelas mengenai
tanggung jawab para sekutu baik sekutu komplementer dan sekutu komanditer
bukan hanya dalam tanggung jawab internal dalam CV tersebut melainkan dengan
tanggung jawab eksternal kepada pihak ketiga dan lainnya. Disamping memang
kurangnya aturan yang ada terkhusus mengatur CV, tetapi perlu adanya suatu
peraturan perundang-undangan yang akan membatasi tanggung jawab para sekutu
Universitas Sumatera Utara
72
terutama dengan hubungan hukum yang akan timbul dalam kegiatan yang
dilakukan CV tersebut.
Selain itu juga membenahi peraturan yang telah ada yang mungkin akan
mendukung tanggung jawab para sekutu dalam melakukan mitra kerja mengingat
hubungan hukum tersebut masih belum menunjukkan batasan tanggung jawab
para sekutu yang jelas. Misalnya, adanya aturan dalam hukum penanggungan
yang melarang pihak untuk menjadi penanggung secara pribadi dengan keadaan
pihak yang akan menjadi penanggung tersebut tidak dalam kuasanya untuk
melakukan penanggungan. Termasuk orang yang menjadi sekutu komanditer
dalam sebuah CV yang seharusnya dilarang untuk menjadi penanggung pribadi
dalam Perseroannya tersebut karena bukan kekuasaannya dan kewenangannya
untuk melakukan penanggungan tersebut, melainkan oleh sekutu
komplementernya saja.
Dari pembahasan BAB ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa Putusan
hukum dalam kepailitanCV oleh putusan nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Mdn
telah menetapkan debitur pailit II selaku sekutu komanditer dapat dinyatakan
pailit karena dianggap berkedudukan hukum yang sama dengan debitu pailit I
selaku sekutu komplementer. Sekutu komanditer berlaku sebagai penjamin
perorangan pada perjanjian tersebut yang pada asasnya jaminan perorangan jika
terjadi kepailitan, kreditur mempunyai hak menuntut pemenuhan piutangnya
selain kepada debitur yang utama juga kepada penanggung atau dapat menuntut
pemenuhan kepada debitur lainnya. Dengan ketentuan yang telah termuat dalam
surat tersebut untuk mengenyampingkan hak-hak khusus untuk dimintakan
pertanggung jawaban debitur atau sekutu komplementer terlebih dahulu, maka
Universitas Sumatera Utara
73
sekutu komanditer tersebut dinyatakan bertanggung jawab secara tanggung
renteng atas segala akibat hukum atas kepailitan tersebut. Debitur Pailit - II selaku
sekutu komanditer telah melanggar ketentuan Pasal 21KUHD dengan cara
menandatangani Akte-Akte Perjanjian Kredit dan Akta Penanggungan Pribadi
/Akta Personal Guarantee, yang mana pada hakikatnya hal tersebut tidak dapat
dilakukan oleh seorang sekutu komanditer.
Universitas Sumatera Utara
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. CV merupakan badan usaha yang tidak berbadan hukum dimana memiliki
sekutu didalamnya. Yang membedakan CV dengan persekutuan lainnya
dalam badan usaha tidak berbadan hukum yaitu adanya sekutu komanditer
selain adanya sekutu komplementer sebagai pengurus aktif dalam CV
tersebut. Sekutu komplementer betugas menjalankan kepengurusan pada
CV sedangkan sekutu komanditer hanya bertugas memberikan modal yang
telah diperjanjikan kepada CV. Termasuk dengan kerugian yang akan
dihadapi CV, sekutu komplementer akan menanggung kerugian tersebut
hingga ke harta kekayaan pribadinya. Berbeda dengan sekutu komanditer
sebagai pemberi modal, sekutu komanditer hanya dapat menanggung
kerugian sebesar modal yang ia berikan kepada CV tersebut. Berikut juga
dengan keadaan apabila mengalami kepailitan yang disebabkan tidak
dibayarnya utang-utang minimal 2 (dua) kreditur dan telah jatuh tempo,
maka yang bertanggungjawab atas kepailitan tersebut adalah para sekutu
baik yaitu sekutu komplementer. Sekutu komplementer juga bertanggung
jawab sepenuhnya sampai dengan harta kekayaan pribadi sedangkan
sekutu komanditer tidak dapat dinyatakan pailit namun ia juga tetap tidak
dapat meminta kembali modal yang telah ia serahkan kepada CV sebagai
pemberi modal.
2. Akibat hukum terhadap pailitnya sekutu CV yaitu memiliki dampak
terhadap putusan pailit yang dikeluarkan oleh pengadilan atas hubungan
Universitas Sumatera Utara
75
hukumnya terhadap pihak-pihak yang lain seperti putusan pailit bersifat
serta merta, gugatan yang diajukan kepada debitur yang telah pailit harus
melalui kurator, eksekusi selain berhubugan dengan kasus pailit tersebut
harus dihentikan, pembayaran piutang debitur, hubungan dengan pekerja,
dan pembatalan segala perbuatan yang tidak wajib dilakukan oleh debitur
atas harta kekayaannya yang memiliki kemungkinan dikemudian hari
untuk dapat merugikan kreditur (action paulina). Selain itu akibat hukum
tersebut juga berdampak terhadap harta kekayaan debitur, yaitu mengenai
sita umum, pengambil alihan kekuasaan harta kekayaan debitur kepada
kurator, penangguhan eksekusi jaminan kreditur separatis, harta kekayaan
suami istri, dan pemberesan harta pailit oleh kurator. Mengenai
pertanggungjawaban sekutu atas kepailitan, para sekutu masing-masing
bertanggungjawab terhadap perikatan-perikatan CV tersebut. Yang
bertanggungjawab disini artinya sekutu komplementer sebagai pengurus,
sedangkan sekutu komanditer terbatas pada modal yang disetornya dan
tidak berhak meminta kembali keuntungan yang telah diterimanya.
Kecuali apabila sekutu komanditer ikut melakukan perikatan dan
perbuatan yang dapat disamakan dengan sekutu komplementer seperti
dalam Pasal 21 KUHD, maka sekutu komanditer pun harus ikut
bertanggungjawab secara tanggung renteng dengan sekutu komplementer
lainnya. Sekutu komplementer bertanggung jawab sampai kepada harta
pribadinya secara tanggung renteng dengan sekutu komplementer lainnya.
3. Putusan hukum dalam kepailitanCV oleh putusan nomor 5/Pdt.Sus-
Pailit/2016/PN.Mdn telah menetapkan debitur pailit II selaku sekutu
Universitas Sumatera Utara
76
komanditer dapat dinyatakan pailit karena dianggap berkedudukan hukum
yang sama dengan debitu pailit I selaku sekutu komplementer. Sekutu
komanditer berlaku sebagai penjamin perorangan pada perjanjian tersebut
yang pada asasnya jaminan perorangan jika terjadi kepailitan, kreditur
mempunyai hak menuntut pemenuhan piutangnya selain kepada debitur
yang utama juga kepada penanggung atau dapat menuntut pemenuhan
kepada debitur lainnya. Dengan ketentuan yang telah termuat dalam surat
tersebut untuk mengenyampingkan hak-hak khusus untuk dimintakan
pertanggung jawaban debitur atau sekutu komplementer terlebih dahulu,
maka sekutu komanditer tersebut dinyatakan bertanggung jawab secara
tanggung renteng atas segala akibat hukum atas kepailitan tersebut.
Debitur Pailit - II selaku sekutu komanditer telah melanggar ketentuan
Pasal 21 KUHD dengan cara menandatangani Akte-Akte Perjanjian Kredit
dan Akta Penanggungan Pribadi /Akta Personal Guarantee, yang mana
pada hakikatnya hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh seorang sekutu
komanditer.
B. Saran
1. Pemerintah harus memberikan batasan yang jelas mengenai tanggung
jawab para sekutu baik sekutu komplementer dan sekutu komanditer
bukan hanya dalam tanggung jawab internal dalam CV tersebut melainkan
dengan tanggung jawab eksternal kepada pihak ketiga dan lainnya. Dan
pemerintah seharus membuat aturan hukum lebih khusus mengenai
tanggung jawab sekutu dalam CV
Universitas Sumatera Utara
77
2. Mengingat masih besarnya eksistensi CV dalam kegaitan bisnis para
pengusaha, dan kurangnya aturan hukum mengenai CV selain dalam
KUHD, maka diperlukan adanya peraturan perundang-undangan khusus
yang mengatur tentang CV. Sama halnya seperti UU PT, maka pemerintah
khususnya bidang eksekutif membuat peraturan perundang-undangan
tentang CV.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Fuady, Munir. 2005. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Harahap, Yahya. 2009. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika.
Hasyim, Farida. 2009. Hukum Dagang. Jakarta: Sinar Grafika.
Kansil, C.S.T. 1996. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indaonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Komarudin. 1979. Ekonomi Perusahaan dan Menejemen. Bandung: Alumni.
Mulhadi. 2010. Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Purwosijipto, H.M.N. 2005. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2 :
Bentuk-Bentuk Perusahaan. Jakarta: Djambatan
Sembiring, Sentosa. 2008. Hukum Dagang. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Shubhan, M. Hadi. 2008. Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik
Peradilan. Jakarta: Prenada Media Group.
Simatupang, Richard Burton. 2007. Aspek Hukum Bisnis (Edisi Revisi). Jakarta:
Rineka Cipta.
Universitas Sumatera Utara
Sjahdeini, Sutan Remi. 2009. Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang
No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti.
Soekardono. 1991. Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Sunarmi. 2010. Hukum Kepailitan. Jakarta: PT. Sofmedia.
Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Suyatno, R Anton. 2012. Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Jakarta: kencana.
Tejaningsih, Titik. 2016. Perlidungan Hukum Terhadap Kreditor Separatis
dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit. Yogyakarta: FH UII
PRESS
Usman, Rachmadi. 2004. Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Waluyo, Bernadette. 1999. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Bandung: Mandar Maju.
Widjaya , I.G Rai.2005. Hukum Perusahaan (Undang-Undang dan Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha. Bekasi: Kesain
Blanc.
Widijowati, Rr Dijan. 2012. Hukum Dagang. Yogyakarta: Andi Offset.
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. 1999. Seri Hukum Bisnis dalam
Kepailitan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pustaka.
Universitas Sumatera Utara
B. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undnag Hukum Dagang
Kitab Undang-Undnag Hukum Perdata
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Lembaga
Negara Tahun 2004, Nomor 131. Sekretaris Negara Republik
Indonesia. Jakarta.
Repulik Indonesia. 1982. Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan. Lembaga Negara Tahun 1982, Nomor 7.
Menteri/Sekretaris Negara Republik Indonesia.
C. Tesis
Gusri, firman. 2010. “Tanggung Jawab Sekutu Commanditaire Venootschap
dalam Kepailtan”. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.
D. Jurnal
Safitri, Novita Diana dan Made Mahartayasa. 2017. “Pertanggungjawaban
Sekutu dalam Persekutuan Komanditer Yang Menglami Kepailitan”,
Volume 02
Reza, Muhammad. 2014. “Analisis Terhadap Kepailitan Persekutuan
Komanditer dan Akibat Hukumnya Berdasarkan Undang-Undang No.
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban dan
Universitas Sumatera Utara
Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan Pengadilan Niaga Medan
Nomor : 01/PAILIT/2006/PN.Niaga.Mdn).
E. Website
Sagoro Endra Murti. Bentuk Badan Usaha. (staffnew.uny.ac.id, diakses pada
tanggal 11 Januari 2018)
File Law. Perbedaan Bentuk Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan
Hukum. (lawfile.blogspot.id, diakses pada tanggal 13 Januari 2018)
HAG. Menentukan Badan Usaha Untuk Bisnis.
(http://m.hukumonline.com/berita/baca/it575022048e656/3-hal-ini-
perlu-diperhatikan-sebelum-menentukan-badan-hukum-untuk-bisnis,
diakses pada tanggal 13 Januari 2018)
Khayat Ibnu. Badan Usaha Perseroan, Firma, dan Komanditer.
(http://ibnukhayatfarisanu.files.wordpress.com/2017/03/03-badan-
usaha-perseroan-firma-komanditer.pdf, diakses pada tanggal 13
Januari 2018)
Arto, Sugi. Jenis Tanggung Jawab Hak, dan Kewajiban Sekutu pada Persekutuan
Komanditer. (aritonang.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 14
Januari 2018)
Safitri, Novita Diana dan Made Mahartayasa. 2017. “Pertanggungjawaban
Sekutu dalam Persekutuan Komanditer Yang Menglami Kepailitan”,
Volume 02
Universitas Sumatera Utara