Upload
baskoro-adi-prakoso
View
58
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERMINTAAN TENAGA KERJA
PENDAHULUAN
Tersedianya lapangan/kesempatan kerja baru untuk mengatasi peningkatan
penawaran tenaga kerja merupakan salah satu target yang harus dicapai dalam
pembangunan ekonomi daerah. Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui peningkatan
pertumbuhan ekonomi khususnya investasi langsung (direct investment) pada sektor-
sektor yang bersifat padat karya, seperti konstruksi, infrastruktur maupun industri
pengolahan. Sementara pada sektor jasa, misalnya melalui perdagangan maupun
pariwisata. Tenaga kerja adalah orang yang siap masuk dalam pasar kerja sesuai dengan
upah yang ditawarkan oleh penyedia pekerjaan. Jumlah tenaga kerja dihitung dari
penduduk usia produktif (umur 15 thn–65 thn) yang masuk kategori angkatan kerja
(labourforce).
Kondisi di negara berkembang pada umumnya memiliki tingkat pengangguran
yang jauh lebih tinggi dari angka resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini terjadi
karena ukuran sektor informal masih cukup besar sebagai salah satu lapangan nafkah bagi
tenaga kerja tidak terdidik. Sektor informal tersebut dianggap sebagai katup pengaman
bagi pengangguran.
Angka resmi tingkat pengangguran umumnya menggunakan indikator
pengangguran terbuka, yaitu jumlah angkatan kerja yang secara sungguh-sungguh tidak
bekerja sama sekali dan sedang mencari kerja pada saat survei dilakukan. Sementara yang
setengah pengangguran dan penganggur terselubung tidak dihitung dalam angka
pengangguran terbuka, karena mereka masih menggunakan waktu produktifnya selama
seminggu untuk bekerja meskipun tidak sampai 35 jam penuh.
Sumber data ketenagakerjaan seperti instansi yang bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan yang berada di daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota tidak
pernah lagi mau mengirim data dan informasi ke pusat .Kondisi ini telah mempengaruhi
keberadaan data dan informasi ketenagakerjaan, yang pada akhirnya data dan informasi
ketenagakerjaan yang dipergunakan saat ini masih bertumpu pada data dan informasi
ketenagakerjaan yang bersifat makro. Data dan informasi ketenagakerjaan makro
tersebut, sampai saat ini belum mampu untuk menjawab berbagai tantangan dan
masalah ketenaga-kerjaan yang dihadapi.
DEFINISI KESEMPATAN KERJA
Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan
kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi
dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat
menyerap pertambahan angkatan kerja.
Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang
menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan
sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan
keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan Kerja (demand for
labour) adalah suatu keadaan yang menggambarkan/ketersediaan pekerjaan (lapangan
kerja untuk diisi oleh para pencari kerja). Dengan demikian kesempatan kerja dapat
diartikan sebagai permintaan atas tenaga kerja.
Sementara itu, angkatan kerja (labour force) menurut Soemitro Djojohadikusumo
didefinisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau yang
sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif. Bisa juga
disebut sumber daya manusia.
Banyak sedikitnya jumlah angkatan kerja tergantung komposisi jumlah
penduduknya. Kenaikan jumlah penduduk terutama yang termasuk golongan usia kerja
akan menghasilkan angkatan kerja yang banyak pula. Angkatan kerja yang banyak
tersebut diharapkan akan mampu memacu meningkatkan kegiatan ekonomi yang pada
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada kenyataannya, jumlah
penduduk yang banyak tidak selalu memberikan dampak yang positif terhadap
kesejahteraan.
Usia Kerja adalah suatu tingkat umur seseorang yang diharapkan sudah dapat
bekerja dan menghasilkan pendapatannya sendiri. Usia kerja ini berkisar antara 14 sampai
55 tahun. Selain penduduk dalam usia kerja, ada juga penduduk di luar usia kerja, yaitu di
bawah usia kerja dan di atas usia kerja. Penduduk yang dimaksud yaitu anak-anak usia
sekolah dasar dan yang sudah pensiun atau berusia lanjut
. Bagian lain dari penduduk dalam usia kerja adalah bukan angkatan kerja. Yang
termasuk di dalamnya adalah para remaja yang sudah masuk usia kerja tetapi belum
bekerja atau belum mencari perkerjaan karena masih sekolah. Ibu rumah tangga pun
termasuk ke dalam kelompok bukan angkatan kerja.
Penduduk dalam usia kerja yang termasuk angkatan kerja, dikelompokkan menjadi
tenaga kerja (bekerja) dan bukan tenaga kerja (mencari kerja atau menganggur). Tenaga
Kerja (man power) adalah bagian dari angkatan kerja yang berfungsi dan ikut serta dalam
proses produksi serta menghasilkan barang atau jasa.
KONSEP ANGKATAN KERJA
Konsep dan definisi angkatan kerja yang digunakan mengacu kepada The Labor
Force Concept yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO). Konsep ini
membagi penduduk usia kerja (digunakan 15 tahun ke atas) dan penduduk bukan usia
kerja (kurang dari 15 tahun).Selanjutnya penduduk usia kerja dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Khusus untuk angkatan kerja meliputi antara lain:
a) Bekerja
b) Punya pekerjaan tapi sementara tidak bekerja
c) Mencari pekerjaan (pengangguran terbuka).
Mulai Tahun 2005, SAKERNAS dilaksanakan secara semester I (bulan Pebruari) dan
Semester II (bulan Agustus). Survei tersebut dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik di
seluruh Indonesia. Sumber utama data ketenagakerjaan adalah Survei Angkatan Kerja
Nasional (Sakernas). Survei ini khusus dirancang untuk mengumpulkan informasi/ data
ketenagakerjaan. Pada beberapa survei sebelumnya, pengumpulan data ketenagakerjaan
dipadukan dalam kegiatan lainnya, seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas),
Sensus Penduduk (SP), dan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas). Sakernas pertama kali
diselenggarakan pada tahun 1976, kemudian dilanjutkan pada tahun 1977 dan 1978. Pada
tahun 1986-1993, Sakernas diselenggarakan secara triwulanan di seluruh provinsi di
Indonesia, sedangkan tahun 1994 - 2001, Sakernas dilaksanakan secara tahunan yaitu
setiap bulan Agustus. Sejak tahun 2002 hingga sekarang, di samping Sakernas tahunan
dilakukan pula Sakernas Triwulanan. Sakernas Triwulanan ini dimaksudkan untuk
memantau indikator ketenagakerjaan secara dini di Indonesia, yang mengacu pada KILM
(the Key Indicators of the Labour Market) yang direkomendasikan oleh ILO
(theInternational Labour Organization). Hasil Sakernas tahunan pada 2003 disajikan
menurut provinsi karena jumlah sampel yang mencukupi (67.072 rumah tangga). Inflation
factor yang digunakan dalam penghitungan angka final hasil Sakernas 2003 didasarkan
pada total penduduk Indonesia berumur 0 tahun ke atas per provinsi hasil proyeksi
penduduk.
Sejak Sakernas 2001, konsep status pekerjaan dan pengangguran mengalami
perluasan dan penyempurnaan. Status pekerjaan yang pada Sakernas 2000 hanya 5
kategori, mulai tahun 2001 ditambahkan kategori baru yaitu: pekerja bebas di pertanian
dan pekerja bebas di non pertanian. Selain itu, dalam rangka menyesuaikan dengan
konsep ILO, konsep Pengangguran Terbuka diperluas yaitu di samping mencakup
penduduk yang aktif mencari pekerjaan, mencakup pula kelompok penduduk yang
sedang mempersiapkan usaha/pekerjaan baru, dan kelompok penduduk yang tidak
mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan serta
kelompok penduduk yang tidak aktif mencari pekerjaan dengan alasan sudah mempunyai
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Penduduk Usia Kerja adalah Penduduk yang berumur 15 tahun keatas.
Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja,
atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.
Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia
kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan.
Setengah penganggur adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu
yang masih mencari pekerjaan atau yang masih bersedia menerima pekerjaan lain.
Setengah pengangguran yang dimaksudkan defenisi itu disebut sebagai setengah
pengangguran terpaksa. Sedangkan orang yang bekerja dibawah 35 jam per minggu
namun tidak mencari pekerjaan dan tidak bersedia menerima pekerjaan lain
dikelompokkan sebagai setengah pengangguran sukarela. Tingkat pengangguran =
Tingkat pengangguran terbuka ( Pengangguran terbuka dibagi Angkatan kerja dikali 100)+
Tingkat pengangguran setengah pengangguran terpaksa Bekerja adalah melakukan
pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau
keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 jam secara terus menerus dalam
seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu
usaha/kegiatan ekonomi).
Pengangguran
Pengangguran adalah angkatan kerja yang belum dan sedang mencari pekerjaan.
Pengangguran terjadi karena jumlah penawaran tenaga kerja lebih besar daripada
permintaan tenaga kerja. Dengan kata lain, terjadinya surflus penawaran tenaga kerja di
pasar tenaga kerja.
Pengangguran seringkali menjadi salah satu permasalahan negera-negara
berkembang, disatu sisi jumlah penduduk dari tahun ketahun terus bertambah, disisi lain
peningkatan kemampuan ekonomi, baik pemerintah maupun swasta tidak secepat
peningkatan jumlah penduduk. Terjadinya ketimpangan antara laju permintaan lapangan
kerja dengan laju penawaran lapangan kerja mengakibatkan semakin meningkatnya
jumlah pengangguran.
Cara Cara Mengatasi Pengganguran:
a. Bagi penganggur sendiri, dapat mengembangkan kreativitasnya melalui
berwirausaha mandiri.
b. Pengembangan sekolah-sekolah yang mengarah kepada peningkatan kecakapan
hidup, seperti SMK.
c. Pengembangan program kerjama dengan luar negeri dalam pemanfaatan Tenaga
Kerja Indonesia (TKI)
d. Pengembangan sector informal seperti home industry.
e. Pengembangan program transmigrasi, untuk menyerap tenaga kerja di sektor
agraris dan sector informal lainya diwilayah tertentu.
f. Perluasan kesempatan kerja, misalnya melalui pembukaan industri padat karya di
wilayah yang banyak mengalami pengangguran.
g. Peningkatan investasi, baik yang bersifat pengembangan maupun investasi melalui
pendirian usaha-usahabaruyangdapatmenyeraptenagakerja.
h. Pembukaan proyek-proyek umum, hal ini bisa dilakukan oleh pemerintah seperti
pembangunan jalanraya,jembatandanlain-lain.
i. Mengadakan pendidikan dan pelatihan yang bersifat praktis sehingga seseorang
tidak harus menunggu kesempatan kerja yang tidak sebanding dengan para
pencari kerja, melainkan ia sendiri mengembangkan usaha sendiri yang
menjadikannya bisa memperoleh pekerjaan dan pendapatan sendiri.
PEMANFAATAN TENAGA KERJA
Masalah ketenaga kerjaan yang paling menonjol sampai saat ini masih berkisar
pada pengangguran. Tingkat pengangguran memang merupakan salah satu indikator
perekonomian yang penting. Maka tidak mengherankan bila itu dijadikan permasalahan
yang penting pula.Secara sederhana pengangguran disebabkan oleh dua hal yaitu
banyaknya tenaga kerja dan atau sempitnya kesempatan kerja. Hal lain di belakang itu
tentu saja tidak sederhana. Pada wilayah yang tingkat penganggurannya tinggi seperti kita
muncul masalah lain seperti penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan potensi
serta latar belakangnya dan upah yang rendah.
Dalam rangka pemerataan sering juga terjadi kerja dengan jam yang kecil dan
tentu saja upah yang kecil pula. Masalah seperti perlakuan terhadap pekerja yang tidak
semestinya bukan tidak mungkin pula. Secara umum bisa muncul masalah
underutilization, kurang termanfaatkannya tenaga kerja. Gejala ini biasanya diikuti
dengan ketidakpuasan pekerja dan usaha mencari kerja lain yang Iebih sesuai. Karena itu
terutama pada pekerja dengan jam kerja rendah, sering disebut kasus ini sebagai
setengah menganggur.Dari hasil telaah (Manning dan Papayungan, 1984) di tahun 1980
terdapat 7,5% tenaga kerja kurang termanfaatkan untuk seluruh Indonesia. Angka ini
diperkirakan lebih kecil dari keadaan sebenarnya. Persentase tersebut merupakan
gabungan dari beberapa karakteristik tenaga kerja diantaranya ada yang bekerja dibawah
35 jam seminggu.
Ada pula yang lebih banyak yang putus asa dengan pekerjaannya dan banyak pula
yang berusaha mencari pekerjaan lain.Kurang pemanfaatan tenaga kerja merupakan
gejala yang umum. Ini tidakhanya terjadi di negara-negara berkembang dengan tingkat
pengangguran yangsangat tinggi tetapi juga di negara-negara maju. Perbedaannya pada
spesifikasipenyebab dan proporsi. Di negara-negara maju penyebab utamanya adalah
terlalutinggi tingkat pendidikan atau over edukasi dan deskilling (O'Brien, 1986).
Tingkat pendidikan yang tinggi berarti memiliki kemampuan yang tinggi. Bi!a tidak
termanfaatkan kemampuan itu tidak terman ifestasikan dan berkembang,bahkan bisa
susut dan hilang. Tingkat pendidikan yang tinggi juga meningkatkan aspirasi, keinginan
memiliki otonomi dan variasi dalam kerja. Bila hal ini tidak tersalurkan dengan baik maka
efek negatif akan muncul.Padahal di sisi lain tidak seluruh pekerjaan menuntut
pandidikan yang tinggi.Untuk menjadi operator mesin misalnya, tamatan sekolah
menengah pertama bisa mengerjakannya. Anehnya ada kecenderungan menerima
pekerjaan yang tingkat pendidikannya lebih tinggi tanpa melihat pekerjaan. Sering
disyaratkan untuk tukangfotokopi saja lulusan SMA. Devaluasi tingkat pendidikan terjadi
pada penempatantenaga kerja.Tuntutan kemampuan yang lebih rendah akan
mengakibatkan deskilling, tidakhanya akan menambah jumlah tenaga kerja kurang
termanfaatkan, tetapi juga tingkatpengangguran. Komputerisasi dan robotisasi adalah
dua contoh yang cukupmenonjol. Juru gambar dan ahli farmasi merupakan contoh
menonjol bagi korban
kasus ini.
Pengertian Permintaan Tenaga Kerja ( Demand for Labour )
Jumlah tenaga kerja (TK) yang dibutuhkan oleh perusahaan/ instansi tertentu dan
merupakan kombinasi input lain yang tersedia, berhubungan erat dengan tingkat upah
dan gaji (wage & salary/ salaries).
Sebelum lebih jauh kita membahas tentang permintaan tenaga kerja, kita ingat
terlebih dahulu tentang fungsi produksi. Fungsi produksi dapat menggambarkan
kombinasi input, dan menggambarkan tehnologi yang dipakai perusahaan untuk
memproduksi barang dan jasa. Untuk penyederhanaan analisa, kita membuat asumsi
bahwa dalam memproduksi barang dan jasa, perusahaan memakai dua macam factor
produksi yaitu jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh tenaga kerja (E) dan capital
(K).sehingga fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai :
Q = f ( E,K )
Dimana Q adalah output. Permintaan perusahaan terhadap input merupakan
permintaan turunan ( derived demand), artinya permintaan perusaahaan terhadap
tenaga kerja dan capital ditentukan oleh permintaan konsumen terhadap produk
perusahaan. Jika permintaan terhadap output perusahaan besar, maka kemungkinan
AsumsiPerusahaan menjual output ke pasar yang benar-benar kompetitifPerusahaan membeli input di pasar yang benar-benar kompetitif
Faktor yang mempengaruhiNaik turunnya D pasar akan hasil produksi perusahaan yang bersangkutanPerubahan tingkat upah
Jangka panjangLebih responsif terhadap perubahan tingkat upahSemua input produksi dapat berubah
PERMINTAAN TK
Jangka pendekKurang responsif terhadap perubahan tingakat upahTidak semua input produksi bisa berubah
Kurva D TK menunjukkanPada tingkat upah berapa jumlah pekerja yang max akan dipekerjakan, pada waktu tertentuUntuk masing-masing Σ pekerja yang mungkin terdapat sebuah tingkat upah max bagi majikan untuk mempekerjakan sejumlah TK tertentu
permintaan terhadap tenaga kerja dan modal juga besar. Hal itu karena pengusaha
berproduksi karena ingin memenuhi permintaan konsumen.
Tujuan utama perusahaan pada umumnya adalah memaksimalkan laba. Laba
didapatkan dari selisih pendapatan dikurangi dengan biaya. Biaya yang dikeluaran oleh
perusahaan meliputi biaya modal dan biaya tenaga kerja. Dalam kaitannya dengan
penggunaan tenaga kerja, perusahaan akan melakukan pilihan mengenai pemakaian
jumlah tenaga kerja. Perusahaan akan berupaya menggunakan jumlah tenaga kerja yang
optimal. Dalam kaitannya dengan konsep permintaan, permintaan tenaga kerja diartikan
sebagai jumlah tenaga kerja yang diminta parusahaan pada berbagai macam alternative
harga tenaga kerja atau berbagai tingkat upah.
Produk Fisik Marjinal (MPP) dan Produk Fisik Rata-Rata (APP)
Produk fisik marjinal dibedakan antara produk fisik marjinal tenaga kerja (MPPL) dan
produk fisik marjinal modal (MPPK). Produk fisik marginal tenaga kerja (MPPL) yaitu perubahan
output karena tambahan satu orang yang bekerja, dengan asumsi ceteris paribus. Sedangkan
produk fisik marjinal modal (MPPK) yaitu perubahan output karena tambahan satu satuan input
modal, dengan asumsi ceteris paribus. Produk fisik marjinal tenaga kerja (MPPL) merupakan slope
dari kurva total produk. Kurva total produk yaitu jumlah output yang dihasilkan pada saat
perusahaan mempekerjakan lebih banyak orang.
Tabel Perhitungan TP, MPPL, APPL,VMPPL, VAPPL dengan P=$2
Jumlah Tk Output (unit)
MPP (unit) APP (unit) VMPP ($) VAPP ($)
1 16 16 16 32 32
2 36 20 16 40 32
3 57 21 19 42 38
4 80 23 20 46 40
5 95 15 19 30 38
6 109 14 18.17 28 36.34
Kurva produk fisik marjinal tenaga kerja menurun mengikuti hukum pertambahan hasil
yang semakin berkurang (the law of deminishing returns) dengan asumsi ceteris paribus. Mula-
mula, orang yang dipekerjakan mampu meningkatkan output secara signifikan, ketika jumlah
pekerja ditambahkan pada kondisi cadangan modal tetap (misal jumlah mesin tetap), maka
keuntungan dari spesialisasi turun sehingga produk fisik marjinal tenaga kerja menurun. Pada
tabel diatas, produk fisik marjinal tenaga kerja mula-mula mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya jumlah pekerja, lewat titik tertentu penambahan jumlah pekerja menghasilkan
penurunan output. Ketika menggunakan tenaga kerja sebanyak 4 orang MPPL sebesar 23 unit,
ketika ditambah satu orang lagi MPPL menjadi 15 unit (lihat tabel). Produk fisik rata-rata tenaga
kerja (APPL) merupakan jumlah output yang mampu diproduksi oleh tiap pekerja.
Dimana:
APPL= produk fisik rata-rata tenaga kerja
q = output perusahaan
L = jumlah tenaga kerja
Misalkan, perusahaan mampu menghasilkan 80 unit output pada saat mempekerjakan 4
orang sehingga produksi rata-ratanya sebesar 20 unit (lihat tabel). Hubungan antara kurva
produk fisik marjinal dan produk fisik rata-rata yaitu ketika kurva produk fisik marjinal (MPP)
berada diatas kurva produk fisik rata-rata (APP) terjadi saat APP menaik. Ketika kurva MPP berada
dibawah kurva APP terjadi saat kurva APP menurun. Kurva MPP berpotongan dengan kurva APP
pada saat kurva APP mencapai titik puncaknya. Asumsi pertambahan hasil yang semakin
berkurang (deminishing returns) menyebabkan kurva APP menurun pula.
Output TPP
APP
MPP
4 L
Hubungan Kurva MPP, APP dan TPP
Maksimisasi Keuntungan
Asumsi yang mendasari perilaku suatu perusahaan yaitu bahwa setiap perusahaan akan
berusaha memaksimalkan kepuasannya.
Dimana:
p = harga jual output perusahaan
w = tingkat upah
r = harga modal
q = output
APPL = q / L
Profit = pq – wL – rK
L= jumlah tenaga kerja
K = jumlah modal
Ketika perusahaan berada pada pasar persaingan sempurna, perusahaan tidak dapat
mempengaruhi harga pasar. Harga jual produk dan harga tenaga kerja adalah sudah tertentu bagi
perusahaan. Pengusaha dapat memilih berapa banyak harus menjual dengan harga pasar yang
unggul dan berapa tenaga kerja yang harus digunakan pada tingkat upah pasar yang unggul, akan
tetapi ia tidak dapat memilih harga yang mana harus dikenakan terhadap output yang dihasilkan
atau upah yang bagaimana harus dibayarkannya untuk tenaga kerja. Oleh karena itu, untuk
memaksimalkan keuntungan diperlukan jumlah tenaga kerja dan modal yang tepat.
Permintaan Tenaga Kerja dalam Jangka Pendek dan Jangka panjang
A. Permintaan jangka pendek
Yang dimaksud dengan jangka pendek adalah adalah jangka waktu dimana minimal
satu input dalam produksi tidak dapat diubah. Berkaitan dengan model di atas, kita
membuat asumsi bahwa :
1. modal tidak dapat diubah atau tetap sedang tenaga kerjanya dapat diubah.
2. perusahaan menjual outputnya dalam pasar persaingan sempurna, ia membeli
inputnya juga dalam pasar persaingan sempurna.
Fungsi produksi memperlihatkan hubungan yang terjadi antara berbagai input
faktor produksi dan output perusahaan. Dalam jangka pendek perusahaan dalam
memaksimumkan keuntungan tidak dapat mengubah jumlah modal, sehingga
peningkatan output hanya dapat dilakukan melalui penambahan jumlah TK. Pengaruh
kombinasi peningkatan jumlah pekerja dengan jumlah modal terhadap tingkat output
dapat ditunjukkan melalui gambar berikut.
Bila rasio biaya pekerja dan biaya modal berubah, maka kombinasi optimal antara
pekerja dan modal untuk setiap output tertinggi yang diproduksi berubah pula. Misalnya
bila terjadi kenaikan upah, maka perusahaan akan mengurangi jumlah pekerja dan
menambah penggunaan modal. Hal ini dapat dilihat pada gbr sbb:
Input Modal (K)
19
U2
K2
19
K1
U1
0 L0 L1 input Pekerja (L)
Keterangan:
Sebelum kenaikan upah kombinasi yang digunakan (K1, L1), seteah adanya
kenaikan upah sebesar tertentu (misal U1-U2) maka kombinasinya menjadi (L0,K2). Ini
berarti adanya kenaikan upah berakibat jumlah pekerja yang digunakan berkurang dari
OL1-OL0 (sebesar L1L0) dan perusahaan akan menambah input modal sebesar K1K2.
Sebagai reaksi kanaikan upah, dalam jangka pendek perusahaan akan mengurangi
pekerjanya. Sedang dalam jangka panjang perusahaan akan mensubstitusikan modal
untuk kerja dan substitusi ini akan mengurangi jumlah pekerja.
Upah
U2
U1
DK
NPFM
0 N0 N1’ N1 Jumlah Pekerja (L)
Keterangan:
Penurunan PFM dan DFR dalam gambar dapat diartikan sbb:
Secara umum dapat dikatakan bahwa setelah sejumlah TK digunakan output mulai
meningkat dengan tambahan yang lebih kecil. Hal ini merupakan ciri setiap produksi
dalam jangka pendek hasil yang mengecil ini memiliki implikasi yang penting dalam
analisis ekonomi. Implikasinya adalah perusahaan hanya mampu menggunakan tambahan
input pekerja dengan upah yang lebig rendah karena setelah adanya tambahan jumlah
pekerja yang digunakan, akan memberikan tambahan output yang lebih kecil. Oleh
karena itu kurva permintaan terhadap pekerja dalam jangka pendek memilki slope/
kemiringan yang negatif.
Berkaitan dengan hal tersebut kita dapat menyusun sebuah skedul yang
menunjukkan peningkatan penerimaan sejalan dengan peningkatan penggunaan pekerja.
Bila perusahaan menambah 1 unit pekerja, penerimaannya akan meningkat sejumlah
harga setiap unit output H dikalikan dengan tambahan unit output (PFM), yang biasa
disebut sebagai Nilai Produksi Fisik Marginal (NPFM).
NPFM
400
360
320
NPFM=H x PFM
80 S=PFM
0 1 2 3 11 InputPekerja
(L)
Gambar di atas menggambarkan skedul NPFM untuk perusahaan. Tiap tambahan
pekerja akan memberikan tambahan penerimaan yang makin menurun unit pertama
akan menambah penerimaan sebesar Rp 400, unit kedua sebesar Rp 360, unit ketiga
sebesar Rp 320. pada unit kesebelas mempunyai NPFM = 0, berarti penambahan pekerja
kesebelas tidak memberikan tambahan penerimaan bagi perusahaan. Skedul NPFM
adalah kurva permintaan perusahaan terhadap pekerja, bila tingkat upah Rp80 setiap
hari kerja, perusahaanakan mengahdapi kurva penawaran terhadap pekerja yang elastis
pada tingkat upah tersebut. Suatu upah yang sama dengan biaya faktor produksinya.
Input modal (K)6
5 52 54 55 191927 34 404549
4 K=3 K
2
1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Input pekerja (L)
Gambar 3.1 Pengaruh kombinasi peningkatan jumlah pekerja dan jumlah modal terhadap tingkat output
Pada gambar diatas terlihat bahwa perusahaan dapat meningkatkan outputnya
dari 10 menjadi 19 dan seterusnya hingga mencapai 55, dengan menambah jumlah
penggunaan modal maupun TK atau kombinasi keduanya. Perusahaan dapat
menggunakan kombinasi modal maupun TK yang memberikan biaya terendah. Namun
karena diasumsikan perusahaan berada dalam kondisi jangka pendek maka ia tidak dapat
mengubah jumlah modal, sehingga pertambahan output hanya bisa dilakukan dengan
menambah jumlah pekerja.
Bila perusahaan memiliki 3 unit modal, kita bisa melihat pengaaruh penambahan
pekerja secara terus-menerus terhadap output total dengan jumlah modal yang tetyap
(digambarkan dengan garis lurus K). Output total perusahaan jika menggunakan 1 unit
pekerja adalah 10. 2 unit pekerja output 19 dst. Dari segi permintaan terhadap pekerja,
perlu diperhatikan 2 hal yaitu output total yang diperoleh daari berbagai jumlah pekerja
dan penambahan dari output total akibat dari pertambahan jumlah pekerja yang
digunakan. Yang dikenal dengan istilah PFM (pertambahan terhadap output total akibat
dari penambahan jumlah pekerja yang digunakan sebesar 1 unit input). Sedangkan (PFR)
adalah output total dibagi dengan jumlah pekerja. Penurunan PFM dan PFR dapat dilihat
dalam gambar 3.2 sbb :
PFR dan PFM
10
PRF
PFM0 L Input pekerja (L)
Keterangan:Penurunan PFM dan PFR dalam gambar 3.2 dapat diartikan sbb :
Secara umum dapat dikatakan bahwa setelah sejumlah TK digunakan output mulai
meningkat dengan tambahan yang lebih kecil. Hal ini merupakan ciri setiap proses
produksi dalam jangka pendek. Hasil yang mengecil ini me,punyai implikasi yang penting
dalam analisis ekonomi. Implikasinya adalah perusahaan hanya mau menggunakan
tambahan input pekerja dengan upah yang lebih rendah karena setelah adanya
pertambahan jumlah pekerja yang digunakan, akan memberi tambahan output yang lebih
kecil. Oleh karena itu kurva permintaan terhadap pekerja dalam jangka pendek memiliki
slope/kemiringan yang negatif. Berkaitan dengan hal tersebut, kita dapat menyusun
sebuah skedul yang menunjukkan peningkatan penerimaan sejalan dengan peningkatan
penggunaan pekerja. Bila perusahaan menambah 1 unit pekerja, penerimaanya akan
meningkat sejumlah harga setiap unit output H dikalikan dengan tambahan unit output
(PFM), yang biasa disebut sebagai nilai produksi fisik maraginal (NPFM)
NPFM
Input Pekerja (L)
Gambar diatas menggambarkan skedul NPFM untuk perusahaan. Tiap tambahan
pekerja akan memberikan tambahan penerimaan yang makin menurun. Unit pertama
akan menambah penerimaan sebesar Rp 400, unit ke 2 sebesar Rp 360, unit ke 3 sebesar
Rp 320. Pada unit ke 11 mempunyai NPFM = 0, berarti pertambahan pekerja ke 11 tidak
memberi tambahan penerimaan bagi perusahaan. Skedul NPFM adalah kurva permintaan
perusahaan terhadap pekerja, bila tingkat upah Rp 80 setiap hari kerja, perusahaan akan
menghadapi kurva penawaran terhadap pekerja yang elastis, pada tingkat upah tersebut,
suatu upah yang sama dengan biaya faktor marginal (BFM) dari perusahaan. Perusahaan
akan memaksimalkan keuntungan dengan mempekerjakan 9 hari kerja. Jika perusahaan
mempekerjakan 8 pekerja harian, perusahaan belum mencapai keuntungan maksimum.
Karena penambahan pekerja akan menghasilkan penerimaan melebihi Rp 80 per hari. Jika
perusahaan mempekerjakan 10 pekerja perusahaan akan rugi, biaya lebih besar dari
penerimaan. Jika upah naik menjadi 120 per hari kerja maka 8 pekerja adalah pilihan
terbaik. Jika upah turun menjadi 40 per hari maka 10 pekerja harian merupakan pilihan
terbaik. Dengan demikian jumlah pekerja yang diminta perusahaan mempunyai hub. Yang
terbalik dengan tingkat upah. Perusahaan akan memaksimalkan tingkat keuntungan bila
NPFM = upah. Bila biaya pekerja berubah perusahaan dapat melakukan penyesuaian-
penyesuaian, misal jika upah naik, jumlah pekerja yang digunakan dikurangi, jika upah
turun jumlah pekerja dapat ditambah dengan asumsi perusahaan berada dalam jangka
pendek(input modal tetap)
B. PERMINTAAN JANGKA PANJANG
Perbedaan antara permintaan terhadap pekerja dalam jangka pendek dan jangka
panjang. Jangka panjang adalah suatu periode dimana perusahaan dapat melakukan
penyesuaian / perubahan terhadap input-inputnya. Baik itu input modal maupun tenaga
kerjanya. Adalah bahwa dalam jangka panjang semua input produksi dapat berubah.
Untuk jangka pendek tidak semua input produksi bisa berubah. Contoh grafiknya sbb:
Input Modal (K)
19
8
7
6
E
4 C
D 19
Rp 60
Rp70
Rp 80
0 1 2 3 Input Pekerja (L)
Keterangan:
Gambar di atas memperlihatkan perusahaan dapat memproduksi 19 ton barang
dgn berbagai kombinasipekerja dan modal. Dalam jangka panjang pengusaha bebas
memilih kombinasi pekerja dan modal dalam rangka memaksimumkan keutungan dengan
biaya yang terendah. Misal upah per pekerja Rp 20 ribu per pekerja harian, harga sewa
modal Rp 10 ribu per hari dan anggaran yang tersedia Rp 60 ribu. Jika seluruh anggaran
digunakan untuk pekerja maka 3 unit pekerja yang akan digunakan. Sedangkan jika
seluruh digunakan untuk membeli/ sewa modal maka 6 unit modala kan terbeli. Jml
pekerja dan jml modal seluruhnya dapat dibeli secara terpisah ditunjukkan oleh titik A
dan titik B. garis yang menghubungkan antara titik A dan titik B disebut Isocost, yaitu garis
yang menunjukkan kombinasi antara TK dan modal yg mampu dibeli leh perusahaan dgn
tingkat pengeluaran dan harga tertentu. Ganbar di atas menunjukkan bahwa untuk
memproduksi 19 ton barang, perusahaan akan menggunakan kombinasi input K dan L yg
mampu memaksimumkan π, dan ini dapat tercapai saat terjadinya persinggunagan antara
isocost dan isoquant yaitu pada titik C dengan kombinasi 1 input TK dan 4 input modal,
dengan jumlah anggaran yg dikeluarkan 60 ribu rupiah. Kombinasi titik D dan E terletak
pada isoquant 19 ton, anggaran yg dikeluarkan lebih besar yaitu Rp 70ribu rupiah.
Sehingga kombinasi D dan E tidak terpilih, Artinya :
Permintaan pekerja akan lebih responsif terhadap perubahan tingkat upah bila
keadaan tersebut terjadi dalam jangka panjang, hal ini ditunjukkan oleh
perubahan yang lebih besar dari jumlah pekerja yg diminta.
Kurva permintaan jangka panjang menunjukkan jumlah pekerja yang
menyebabkan perusahaan berada pada keseimbangan jangka panjang, maka tiap
titik pada kurva permintaan jangka panjang harus mempunyai suatu permintaan
jangka pendek (kurva NPFM) yang memotongnya.
FUNGSI PRODUKSI
Fungsi produksi dibeadakan menjadi:
1. Fungsi Produksi Linear
2. Fungsi Produksi Proporsi tetap
3. Fungsi Produksi Cob Douglas
FUNGSI PRODUKSI LINEAR
K
a slope/ kemiringan
a
0 L
Ciri Fungsi Produksi Linear
Tingkat penggantian L dan K sempurna
Elastisitas Substitusi = ~
Proses produksi sulit untuk dibayangkan/diprediksi
FUNGSI PRODUKSI PROPORSI TETAP
K
a3
a2
a1
0 L
Ciri Fungsi Produksi Proporsi tetap:
Elastisitas substitusi = 0
Dalam hal ini kita tidak bisa menambah input yg jmlnya lebih dari yg lain, sehingga
K = L, bila perusahaan ingin menambah outputnya maka harus menambah
jumlah K dan L dalam proporsi yang sama.
Proses produksi tidak sulit untuk dibayangkan
FUNGSI PRODUKSI COB DOUGLAS
K
A
B
0 L
Ciri Fungsi Produksi Cob Douglas:
Elastisitas substitusi = 1
K ≠ L, proporsi pertambahan K dan L akan menghasilkan Q lebih besar dari
pada K, sebaliknya bila berada pada titik B maka K akan menghasilkan Q lebih
banyak daripada L.
Bentuk matematis q = f (K,L) = AKaLb
ELASTISITAS KESEMPATAN KERJA
Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja
Elastisitas permintaan tenaga kerja yaitu persentase perubahan kesempatan kerja dalam
jangka pendek karena perubahan satu persen tingkat upah.
Contoh:
Jika suatu perusahaan mempekerjakan 40 orang pekerja pada tingkat upah sebesar $25 dan
mempekerjakan 50 orang pada saat upahnya $20, berapa besar elastisitas permintaannya?
Permintaan tenaga kerja diatas bersifat elastis karena memiliki elastisitas lebih dari satu
dalam nilai absolut. Besar kecilnya elastisitas permintaan tergantung dari substitusi tenaga kerja
dengan faktor produksi lain, elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan, proporsi
biaya tenaga kerja terhadap seluruh biaya produksi, dan elastisitas penawaran dari faktor
produksi pelengkap lainnya.
Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor seperti pertanian,
keuangan, perdagangan dan lain sebagainya. Tiap sektor mengalami laju pertumbuhan yang
berbeda. Laju pertumbuhan yang berbeda tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat
perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara
berangsur-angsur terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun
dalam kontribusinya terhadap pendapatan nasional. Perbedaan laju pertumbuhan pendapatan
regional dan kesempatan kerja tersebut, juga menunjukkan perbedaan elastisitas masing-masing
sektor untuk penyerapan tenaga kerja. Elastisitas kesempatan kerja (E) yaitu perbandingan laju
pertumbuhan kesempatan kerja ∆N/N dengan laju pertumbuhan ekonomi ∆Y/Y. Elastisitas
tersebut dapat dinyatakan untuk keseluruhan perekonomian atau masing-masing sektor atau
subsektor.
E =
E =
Tabel elastisitas kesempatan kerja sektoral di Provinsi Jatim (1993-2002)
Sektor
Pertumbuhan/tahun
ElastisitasJuml TK (%) PDRB (%)
Pertanian 0,818 0,910 0,898
Pertambangan -0,715 2,512 -0,285
Industri 1,196 2,652 0,451
LGA (Listrik, Gas dan Air) -0,457 5,429 -0,030
Konstruksi 1,628 -1,430 -1,139
Perdagangan 2,494 4,217 0,591
Komunikasi 3,852 6,878 0,560
Keuangan 5,992 0,586 10,227
Jasa -0,338 1,966 -0,172
Jumlah 1,608 3,747 0,429
Misalkan pertumbuhan jumlah tenaga kerja per tahun di Jatim tahun 1993-2002 adalah
1,608 dan pertumbuhan PDRB per tahun sebesar 3,747%. Berapa elastisitas kesempatan kerja
secara keseluruhan?
EJawa Timur (1993-2002) =
EJawa Timur (1993-2002) = =0,429
Artinya, apabila PDRB propinsi Jawa Timur bertambah satu persen, maka akan terjadi penciptaan
kesempatan kerja sebesar 0,429 persen.
Konsep elastisitas ini dapat digunakan untuk meperkirakan pertambahan kesempatan
kerja. Bila laju pertumbuhan kesempatan kerja adalah k, dan laju pertumbuhan PDRB adalah g
maka laju pertumbuhan kesempatan kerja dapat dirumuskan:
k = E x g
Misalkan pada tahun 2003, PDRB Jawa Timur tubuh sebesar 10%. Dengan asumsi bahwa
elastisitas kesempatan kerja sama dengan elastiistas selama tahun 1993-2002, maka laju
pertumbuhan kesempatan kerja 2003 adalah: 0,429 x 10% = 4,29%. Pertambahan kesempatan
kerja pada tahun 2003 adalah: 4,29% x 16,535 juta orang = 709.377 orang. Cara perhitungan ini
dapat dilakukan untuk menghitung pertambahan kesempatan kerja di masing-masing sektor dan
untuk beberapa tahun ke depan.
Elastisitas Kesempatan Kerja Merupakan gambaran mengenai seberapa jauh
kepekaan kesempatan kerja terhadap perubahan ekonomi.
adanya perubahan PDRB sebesar 1%
berakibat KK juga mengalami
perubahan sebesar 1%
Perubahan PDRB tidak berpengaruh
terhadap perubahan KK
Kenaikan PDRB sebesar 1% diikuti oleh
kenaikan KK>1%
Setiap ada perubahan PDRB, akan
didkuti perubahan KK ke arah yang
berlawanan
Kasus khusus (terdapat hubungan yg
negatif antara KK dan produktivitas
TK)
Bila indeks Ekk → bernilai + maka pertumbuhan ekonomi disertai dengan pert+an KK, sehingga dapat mengurangi jml pengangguran.
Bila indeks Ekk → bernilai - maka terjadi kemunduran dalam perekonomian akibatnya KK berkurang, sehingga jml pengangguran bertambah.
Hubungan antara Produktivitas, PDRB dan KK
Produktivitas TK naik, bila PDRB pertumbuhannya lebih cepat daripada pertumbuhan KK.Produktivitas TK turun, bila PDRB pertumbuhannya lebih lambat daripada pertumbuhan KK.
Keadaan tersebut merupakan kasus khusus dimana 0<EKK<1
Corak hubungan tersebut (P, KK, PDRB) merupakan corak hubungan yg paling ideal diantara berbagai kemungkinan yg terjadi. Artinya: Pertumbuhan ekonomi membawa dampak + terhadap KK, sekaligus kemampuan
produktivitas TK.Produktivitas TK, rumus:
EKK=
Ekk=1
Ekk=0
Ekk=>1
Ekk<0
0<Ekk<1
P = Produktivitas TK
KK = Kesempatan kerja
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
PROSES DERIVASI PERMINTAAN INDUSTRI TERHADAP PEKERJA
Permintaan industri thd pekerja asing dpt diturunkan dari fungsi produksi kendala
ongkos atau fungsi ongkos kendala produksi. Cara pertama bisa dilakukan bila input
faktor produksi yg diminta oleh industri tersedia dgn lengkap, smentara cara kedua biasa
dilakkan bila input faktor produksi terbatas jumlahnya. Dengan menggunakan Langrange
Multiplier (λ), derivasi permintaan industri thd pekerja ini dapat dilakukan dgn
menggunakan fungsi Produksi yg sudah dikenal, seperti fungsi produksi Cobb-Douglas,
fungsi produksi CES atau fungsi Translog.
1. Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan 3 input (kasus pekerja asing)
Dengan menggunakan cara kedua, derivasi permintaan industri thd pekerja asing
dapat dilakukan dgn menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas 3 input sbb:
Persamaan Ongkos (1)
Kendala (2)
Dimana:
C = Total ongkos
r = Tingkat bunga/ harga barang-barang modal
K = modal
wn = Upah pekerja lokal
Ln= Jumlah pekerja lokal
wm = Upah pekerja asing
Lm = Jumlah pekerja asing
Q = Output
A= Teknologi
α, β, δ = Elastisitas modal, tenaga kerja lokal dan tenaga kerja asing
Turunan pertama (first order condition) Persamaan (3) di bawah ini terhadap
K, Ln , Lm dan λ adalah sbb:
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Syarat keseimbangan penggunaan input dgn keuntungan maksimum dapat
dicari dgn menyelesaikan Persamaan (4) hingga (6). Penyelesaian persamaan ini
akan menghasilkan kombinasi keseimbangan penggunaan input pekerja asing dgn
modal, pekerja asing dgn pekerja lokal dan pekerja lokal dgn modal sbb:
(8)
(9)
(10)
Penyerderhanaan thd persamaan (7) hingga persamaan (9) akan menghasilkan
permintaan industri thd masing-masing input. Proses derivasi permintaan industri thd
pekerja asing dapat diteruskan dgn melakukan langkah-langkah sbb:
(11)
(12)
(13)
Pertama, substitusi persamaan (13) ke dalam persamaan (11) untuk
menghasilkan persamaan baru. Kemudian substitusikan persamaan baru tersebut ke
dalam persamaan (12) menghasilkan persamaan-persamaan berikut:
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
Dengan melakukan transformasi persamaan (21) ke dalam bentuk logaritma,
maka fungsi linier permintaan industri thd pekerja asing dapat ditulis kembali
menjadi:
(22)Dimana:Ln Lm = Log permintaan terhadap pekerja asingLn Q = Log outputLn r = Log harga barang-barang modalLn wm = Log Upah pekerja asingLn wn = log upah pekerja lokalα1,2,3,4 = Elastisitas permintaan output, harga barang modal, upah
pekerja asing dan upah pekerja lokalμ1 = Error term
2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan 2 input
Dengan cara yang sama dapat pula dilakukan derivasi permintaan industri terhadap
tenaga kerja untuk fungsi produksi Cobb-Douglas dgn 2 input sbb:
(23)
Dimana:K = ModalL = Tenaga kerjar = Tingkat bunga/ harga barang modalw = Tingkat upah/ harga tenaga kerjaY0 = Tingkat outputλ = Lagrangian multiplier
Turunan pertama (first order condition) dari persamaan (23) di atas terhadap K, L dan λ adalah sbb:
(24)
(25)
(26)Fungsi permintaan terhadap input yg diturunkan dari persamaan-persamaan di atas
secara simultaneously dapat ditulis sbb:
(27)(28)
Persamaan (27) dan persamaan (28) di atas memperlihatkan bahwa permintaan
industri terhadap input sangat ditentukan oleh harga input itu sendiri,harga input
lainnya dan tingkat output masing-masing industri. Estimasi terhadap fungsi
permintaan industri thd tenaga kerja dapat ditulis kembali menjadi:
(29)Dimana:Lij= Tenaga kerja dalam sektor I dan jemnispekerjaan jWij = Tingkat upah tenaga kerja dalam sektor I dan jenis pekerjaan jr = Tingkat bunga rata-rataYi = Tingkat output dalam sektor iμ2 = Error term
PROYEKSI KEBUTUHAN TENAGA KERJA
Proyeksi perluasan kesempatan kerja sektor industri di masa akan datang dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan Employment Elasticity dan
Employment-Output Ratio. Kedua, proyeksi perluasan kesempatan kerja ini sangat
tergantung kepada kondisi ekonomi dan skenario target pertumbuhan ekonomi yang
hendak dicapai di masa yang akan datang.
1. Proyeksi Menggunakan Employment Elasticity
Estimasi permintaan industri terhadap tenaga kerja seperti ditujukkan oleh
persamaan (29) dapat dilakukan dengan menggunakan data hasil survei industri
manufaktur yg dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Estimasi estimasi ini juga dapat
dilakukan dgn melakukan survei sendiri untuk mendapatkan daata tenaga kerja untuk
industri tertentu, tingkat upah menurut perbedaan jenis pekerjaan serta output. Hasil
perhitungan statistik persamaan (29) dapat digunakan sebagai dasar untuk
memproyeksikan kesempatan kerja ke depan. Formula yang dapat digunakan untuk itu
adalah:
(30)
Dimana
Lijt = Perluasan kesempatan kerja sektor I, jenis pekerjaan j dalam tahun t
Lijo = Stok tenaga kerja yang bekerja pada sektor I, jenis pekerjaan j pada
tahun 0 (tahun dasar proyeksi)
gi = Pertumbuhan output sektor i. pertumbuhan output ini sangat
tergantung kpd proyeksi pertumbuhan output nasional dan kondisi
ekonomi yg berlaku di masa yad. Untuk mengurangi bias dlm proyeksi
output ini biasanya digunakan 3 skenario perhitungan, yaitu skenario
rendah, sedang dan tinggi
Nt-0 = Perbedaan tahun dasar dan tahun proyeksi
dij = Elastisitas tenaga kerja untuk sektor I, jenis pekerjaan j yg dihasilkan
dari estimasi persamaan (29).
2. Proyeksi Menggunakan Employment-Output Ratio
Persamaan Employment- Output Ratio adalah:
(31)
Dimana:
Iij = j tipe keahlian yg diperlukan untuk memproduksi satu unit output
dalam sektor i. nilai Iij ini diasumsikan tidak berubah dgn tidak
berubahnya teknologi yg digunakan dlm proses produksi.
Lij = Tenaga kerja dalam sektor j dan jenis persamaan j
Yij = Output sektor
Perhitungan terhadap ratio output tenaga kerja persamaan (31) ini dapat
diperoleh dengan menggunakan data yang tersedia dari berbagai sumber, seperti laporan
yg dipublikasikan oleh BPS atau instansi-instansi lainnya. Perluasan kesempatan kerja
dimasa yad dapat diproyeksikan dgn menggunakan formula:
(32)
Dimana:
Lijt = Perluasan kesempatan kerja jenis pekerjaan j dalam sektor I tahun t
Pergeseran Permintaan Tenaga Kerja
Setelah memahami bagaimana kurva permintaan tenaga kerja jangka pendek dan
jangka panjang, pada bagian ini akan dipelajari kemungkinan terjadinya perubahan
terhadap permintaan tenaga kerja. Perubahan permintaan tenaga kerja dapat
digambarkan oleh pergeseran kurva tenaga kerja. Pertambahan permintaan tenaga kerja
akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke kanan sedang pengurangan
permintaan tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke kiri.
Perrtambahan permintaan tenaga kerja yang berakibat pada pergeseran kurva
permintaan tenaga kerja dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu :
Pertumbuhan ekonomi yang berarti peningkatan terhadap pendapatan nasional
akan berdampak pada peningkatan permintaan agregat. Peningkatan permintaan
tersebut akan menyebabkan peningkatan permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja
yang digambarkan oleh pergeseran kurva permintaan tenaga kerja ke kanan.
Peningkatan produktifitas, peningkatan produktifitas dapat mempengaruhi
kesempatan kerja yaitu dengan adanya peningkatan produktifitas maka untuk
menghasilkan jumlah output yang sama ,jumlah tenaga kerja yang diperlukan lebih
sedikit, hal itu menyebabkan berkurangnya permintaan terhadap tenaga kerja.
Peningkatan produktifitas juga berarti penurunan biaya produksi per unit barang.
Penurunan biaya produksi per unit barang akan menurunkan harga per unit barang. Jika
harga barang turun maka permintaan terhadap barang naik yang akan mendorong
pengusaha untuk menambah permintaan tenaga kerja.
Peningkatan produktifitas pekerja dapat pula meningkatkan upah pekerja.
Peningkatan upah tersebut berarti peningkatan daya beli yang akan mendorong
peningkatan pengeluaran konsumsi mereka. Selanjutnya peningkatan konsumsi tersebut
akan mendorong perusahaan untuk berproduksi lebih banyak dengan mempekerjakan
tenaga kerja lebih banyak pula.
Perubahan cara berproduksi , adanya metode produksi yang lebih modern yang
lebih banyak menggunakan mesin akan berdampak pada peningkatan permintaan tenaga
kerja yang menguasai teknologi dan menurunkan permintaan tenaga kerja yang
berketrampilan rendah.
Permintaan akan Tenaga Kerja di suatu Daerah (Analisis Pasar Tenaga Kerja di Tingkat
Regional )
Terdapat 2 pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami mekanisme pasar
tenaga kerja, yaitu pendekatan Neoklasik dan pendekatan Keynesian. Kurva permintaan
tenaga kerja memiliki kemiringan negatif, sedangkan kurva penawaran tenaga kerja
memiliki kemiringan positif. Perpotongan kurva permintaan tenaga kerja di pasar tenaga
kerja akan menentukan keseimbangan pasar tenaga kerja. Jika upah yang berlaku di pasar
lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat upah yang berlaku pada kondisi keseimbangan
maka akan menimbulkan terjadinya pengangguran tidak sukarela.
Menurut kaum Neoklasik cara untuk menurunkan pengangguran tidak sukarela
adalah dengan menurunkan upah yang berlaku di pasar, sedangkan menurut kaum
Keynesian cara untuk menghapus pengangguran tidak sukarela adalah dengan menggeser
kurva permintaan tenaga kerja ke atas. Beberapa hal yang dapat menyebabkan sulitnya
upah untuk turun adalah
(a) keberadaan serikat pekerja,
(b) penentuan upah minimum, dan
(c) adanya program subsidi.
Di tingkat regional, jika upah yang berlaku di pasar lebih tinggi daripada upah
keseimbangan pasar akan menyebabkan berbagai kemungkinan, yaitu:
(a) turunnya upah riil dan
(b) bekerjanya efek pendapatan-pengeluaran.
Pada pendekatan ke-2 tersebut penyesuaian pasar tenaga kerja bisa terjadi dalam
berbagai bentuk, yaitu:
(a) perusahaan menurunkan stok tenaga kerja dengan mempertahankan tingkat
upah tetap,
(b) perusahaan akan menurunkan upah dengan tetap mempertahankan tingkat
penggunaan tenaga kerja pada kondisi sekarang dan
(c) perusahaan akan menurunkan upah dan penggunaan tenaga kerja sekaligus
. Penyesuaian upah dalam jangka pendek tergantung ke mana output tersebut akan
dijual oleh perusahaan. Pada perusahaan yang produksinya hanya dijual ke pasar
domestik maka perusahaan akan mengurangi penggunaan tenaga kerja dan terkadang
juga perusahaan akan menurunkan juga upah pekerja atau melakukan keduanya
sekaligus. Bagi perusahaan yang output-nya sebagian besar diekspor maka penurunan
upah regional hanya akan berpengaruh kecil terhadap output pasar secara keseluruhan.
Bagi perusahaan ini, adanya penurunan upah berarti bahwa wilayah tersebut secara
aktual menjadi lebih menarik untuk perluasan output. Dalam jangka panjang, terjadinya
penurunan upah tenaga kerja di tingkat regional akan mendorong perusahaan untuk
meningkatkan stok modalnya. Secara regional hal ini akan menyebabkan pergeseran ke
kanan kurva permintaan tenaga kerja. Dampak akhir dalam jangka panjang adanya
peningkatan penggunaan kapital di suatu wilayah lokal akan meningkatkan upah lokal dan
tingkat penggunaan tenaga kerja di wilayah tersebut.
Permintaan akan tenaga kerja di daerah yang bersangkutan merupakan jumlah
permintaan dari tiap-tiap perusahaan yang ada. Misalkan terdapat hanya tiga perusahaan di suatu
daerah, yaitu perusahaan P1, P2, P3 dengan kurva permintaan masing-masing D1, D2, D3. Pada
tingkat upah W1 tidak ada permintaan dari perusahaan sehingga permintaan untuk seluruh
daerah yang bersangkutan sama dengan nol. Pada tingkat W2 yang lebih rendah dari W1,
permintaan dari perusahaan P1 dilukiskan dengan W2A, dari perusahaan P2 dengan W2B dan dari
perusahaan P3 dengan garis W2C. Jumlah permintaan akan tenaga kerja diseluruh daerah
dilukiskan dengan W2C’ yaitu W2A’ (yang sama W2A) ditambah A’B’ (yang sama W2B) ditambah
dengan B’C’ (yang sama W2C).
Tingkat upah Tingkat upah
W1 W1
W2 C A B W2 ●A’ ●B’ ●C’
D3 D1 D2 Dn
0 Jml jam, jml orang 0 Jml jam, jml orang
Kurva Permintaan satu Perusahaan Kurva Permintaan di suatu Daerah
Rigiditas Pasar Tenaga Kerja
Badan Pusat Statistik menunjukkan, selama periode Agustus 2004-Februari 2005, jumlah
tenaga kerja di sektor informal meningkat sekitar 1,4 juta orang atau dari 63,2 persen (Agustus
2004) menjadi 63,9 persen (Februari 2005). Meningkatnya pekerja di sektor informal pada satu
sisi dan tingkat upah riil sektor formal di sisi lain sebenarnya mencerminkan bahwa pasar tenaga
kerja Indonesia masih tidak luwes (rigidity). Pasar tenaga kerja Indonesia masih tidak luwes
(rigidity) membuat daya serap menjadi terbatas.
Rigiditas inilah yang menjelaskan mengapa elastisitas permintaan tenaga kerja Indonesia
yang diperkirakan sebesar 200.000-300.000, relatif lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan
sebelumnya yang sebesar 400.000-500.000. Jika elastisitas peningkatan tenaga kerja sebesar
200.000-300.000 untuk 1 persen pertumbuhan ekonomi, untuk menyerap tenaga kerja baru
dibutuhkan pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen. Jelas ini tak mungkin segera tercapai. Itu
sebabnya upaya yang dilakukan haruslah meningkatkan elastisitas penyerapan tenaga kerja dari
200.000-300.000 kembali menjadi 400.000 dan bahkan lebih, jika mungkin. Caranya?
Pengurangan rigiditas atau kekakuan pasar tenaga kerja, termasuk kekakuan kebijakan upah
minimum.
Rigiditas membuat pengusaha cenderung enggan dan khawatir untuk menyerap tenaga
kerja baru. Alasannya, peraturan ketenagakerjaan yang kaku dan juga aturan pesangon yang
memberatkan. Oleh karena itu, pilihannya adalah lebih memilih meningkatkan penggunaan
tenaga kerja yang ada ketimbang tenaga kerja baru. Penyediaan lapangan kerja di sektor formal
melalui pertumbuhan ekonomi memang menjadi jawaban. Karena itu, dalam jangka panjang,
kesinambungan pertumbuhan ekonomi akan tergantung kepada perbaikan kualitas tenaga kerja
—melalui reformasi pendidikan, termasuk mengubah paket standar (one size fits all ) ke variasi
berdasarkan kebutuhan sekolah dan daerah—serta perbaikan dalam total faktor produktivitas
dan peningkatan stok modal melalui investasi.
Pasar tenaga kerja yang luwes akan memungkinkan penyerapan tenaga kerja yang lebih
banyak. Selain itu, rekomendasi penting lain adalah pasar tenaga kerja migran (TKI). TKI
merupakan alternatif penyelesaian kondisi pasar kerja yang jenuh di satu daerah atau negara.
Pemerintah harus mendukung mekanisme migrasi dengan mengurangi berbagai biaya tinggi dan
pungutan yang membuat TKI memilih untuk menjadi pekerja gelap di negeri orang. Dan yang
paling penting, perlindungan tenaga kerja migran dan peningkatan kualitas pekerja. Jika ini
dilakukan, kita melihat wajah pasar tenaga kerja kita mungkin tak akan sesuram yang selalu kita
bayangkan.
Paradoks antara masih sempitnya arti kerja di satu sisi dan kurang
termanfaatkannya mereka yang berpotensi ada pada kita stekaligus. Bisa jadi secara
akumulatif keduanya akan memberi dampak negatif pada produktivitas. Kurang
produktifnya tenagi kerja kita sudah lama di permasalahkan dan tampaknya masihakan
menjadi masalah di masa yang akan datang.Maka kebijaksanaan yang mengarah pada
perluasan arti kerja dan pemanfaatan tenaga kerja potensial sangat urgen. Hal ini bukan
barang mudah,namun bukan juga sesuatu yang mustahil.Setelah paket-paket deregulasi
yang berkaitan dengan moneter merangsangpertumbuhan ekonomi idealnya masyarakat
Iuas bisa ikut menikmatinya. Satu hal yang sangat diharapkan adalah perluasan
kesempatan kerja. Makin luas kesempatanitu akan bisa menampung tenaga kerja. Terlebih
lagi bila bisa sesuai dengan bidangkeahlian dan yang diminta maka ada semacam
pengukuh yang mengembangkantenaga kerja pada suatu tingkat yang lebih baik. Tapi
bukan berarti pula pemerintah harus menyediakan semuanya. Yang lebih penting adalah
rangsangan ke arah itu dan masyarakat tahu sehingga dapat mengantisipasinya.
KESIMPULAN
Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia adalah
karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat pengangguran terselubung yang terlalu
tinggi dan terus melonjak. Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri dari orang-orang
yang sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan lapangan
pekerjaan sama sekali.
Elwin Tobing mengidentifikasikan bahwa meningkatnya pengangguran tenaga
terdidik merupakan gabungan beberapa penyebab:
Pertama, ketidakcocokkan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki
dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja) dan kesempatan kerja yang tersedia (sisi
permintaan tenaga kerja). Ketidakcocokan ini mungkin bersifat geografis, jenis pekerjaan,
orientasi status, atau masalah keahlian khusus. Memang juga bahwa tidak setiap lulusan
langsung mencari kerja.
Kedua, semakin terdidik seseorang, semakin besar harapannya pada jenis
pekerjaan yang aman. Golongan ini menilai tinggi pekerjaan yang stabil daripada
pekerjaan yang beresiko tinggi sehingga lebih suka bekerja pada perusahaan yang lebih
besar daripada membuka usaha sendiri. Hal ini diperkuat oleh hasil studi Clignet (1980),
yang menemukan gejala meningkatnya pengangguran terdidik di Indonesia, antara lain
disebabkan adanya keinginan memilih pekerjaan yang aman dari resiko. Dengan demikian
angkatan kerja terdidik lebih suka memilih menganggur daripada mendapat pekerjaan yang
tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Ketiga, terbatasnya daya serap tenaga kerja sektor formal, sementara angkatan
kerja terdidik cenderung memasuki sektor formal yang kurang beresiko. Hal ini
menimbulkan tekanan penawaran, yaitu tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar
memberi tekanan yang kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang jumlahnya
relatif kecil.
Keempat, belum efisiennya fungsi pasar kerja. Di samping faktor kesulitan
memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga kerja yang tidak sempurna dan tidak
lancar menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Denga begitu ada
banyak hal yang menyebabkan peningkatan pengangguran terdidik terutama dari sebab
faktor gengsi pendidikan menyebabkan lulusan akademi atau universitas memilih
menganggur, masalah skil lulusan serta sempitnya lowongan pekerjaan sektor formal.
Berdasarkan data yang disajikan tentang tingkat pengangguran menurut pendidikan
dari tahun 2004 sampai Februari 2008 yang bersumber dari BPS (lihat lampiran). Data-
data itu menunjukkan jumlah pengangguran di berbagai jenjang pendidikan yaitu jenjang
pendidikan di bawah SD, SD, SMP, SMU, Diploma dan Universitas. Data dimulai dari
tahun 2004, Februari 2005, November 2005, Februari 2006, Agustus 2006, Februari 2007,
Agustus 2007, dan Februari 2008. Data ini didapat dari Survey Angkatan kerja Nasional
yang dilakukan oleh BPS 2004, 2005, 2006 dan 2007. Untuk jenjang pendidikan di bawah
SD terjadi penurunan jumlah pengangguran setiap tahunnya di mana dari tahun 2004
sampai dengan Februari 2008 terjadi penurunan 50%. Untuk tamatan SD, terjadi fluktuasi
setiap tahunnya di mana besarnya fluktuasi tidak signifikan dan terjadi penurunan sebesar
4% dari tahun 2004 ke Februari 2008. Untuk tamatan SMP juga berfluktuasi tiap tahunnya
dan antara tahun 2004 ke Februari 2008 terjadi penurunan sebesar 19%.
EKONOMI SDM DAN KEPENDUDUKAN
PERMINTAAN TENAGA KERJA
DISUSUN OLEH:
ULI ARTA HARNANDA S (F0110125)
AJENG FAIZAH NIJMA ILMA (F0111004)
ANAM LUTFI (F0111005)
EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKKARTA
2013