95
i PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU JUAL BELI PERUMAHAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : TIARA AGUSTAVIA NIM : 1112048000040 K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1437H/2016M

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

  • Upload
    lybao

  • View
    253

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

i

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU JUAL BELI PERUMAHAN

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

TIARA AGUSTAVIA NIM : 1112048000040

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1437H/2016M

Page 2: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

ii

Page 3: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

iii

Page 4: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

iv

Page 5: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

v

ABSTRAK Tiara Agustavia. NIM 1112048000040. PERLINDUNGAN KONSUMEN

TERHADAP PERJANJIAN BAKU PADA JUAL BELI PERUMAHAN.

Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1437 H/2016M. Isi

: ix+84 halaman + lampiran, 27 daftar pustaka (1980-2013)

Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah perjanjian yang mengandung

klausula merugikan yang terdapat pada transaksi jual beli perumahan yang

berakibat pada hangusnya uang konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui akibat hukum atas perjanjian jual beli perumahan dengan klausula

baku.

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kepustakaan bersifat yuridis

normatif. Yuridis normatif artinya penelitian yang digunakan mengacu pada

norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan norma-

norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang

berlaku di masyarakat.

Kesimpulan dari analisis yang dilakukan adalah klausul yang menyebabkan uang

muka hangus pada jual beli perumahan adalah klausul baku yang dilarang pada

pasal 18 ayat (1) karena klausula baku yang terdapat pada jual beli perumahan

menjadikan konsumen tidak memiliki bargaining power/ daya tawar pada saat

proses jual beli tersebut.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Klausula Baku

Pembimbing I : Dr. M. Ali Hanafiah, S.H, M.H

Pembimbing II : Dr. H. Nahrowi, S.H, M.H

Sumber Rujukan dari tahun 1980 sampai 2013.

Page 6: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulilahirrabil ‘alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam

yang dengan rahmat dan karunia-Nya memberikan kesempatan bagi kita semua

untuk mengenyam pendidikan. Shalawat serta salam penulis tujukan kepada Nabi

SAW, yang telah membawa zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Banyak ujian dan cobaan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan

skripsi ini, namun atas izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Perlindungan Konsumen Terhadap Perjanjian Baku Jual Beli Perumahan

dengan baik. Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari keilmuan yang penulis

dapatkan dari jenjang pendidikan yang komprehensif, serta dukungan banyak

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Asep Saefudin Hidayat, S.H, M.H, dan Drs. Abu Tamrin, S.H, M.Hum,

Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

vii

3. Dr. M. Ali Hanafiah, S.H,M.H, dan Dr. H. Nahrowi, S.H,M.H, Dosen

Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi yang telah

dengan sabar telah memberikan ilmu dan arahan kepada penulis.

4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu

yang bermanfaat selama kuliah kepada penulis, dan tidak lupa kepada seluruh

staf dan karyawan Fakultas Syariah dan Hukum.

5. Iklaswan dan Neneng Mujaenah selaku Ayahanda dan Ibunda yang penulis

sangat cintai, yang telah mencurahkan segala cinta dan kasih sayangnya

kepada penulis, memberikan nasehat dan do’a, semangat serta dukungan

sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

6. Nenek dan Kakek penulis yang dari kejauhan selalu merindukan, tetap

mendoakan dan memberikan semangatnya kepada penulis.

7. Rizki Ichlaswan, S.Kom, Winda Putria, S.S, Syifa Kamila, dan Septya Riani,

S.Si selaku Kakak dan Adik dari Penulis yang selalu mencintai penulis dan

memberikan semangat kepada penulis dalam keadaan apapun.

8. Sahar Afra Fauziyyah, Juwita Daningtyas, Tiffani Ratna Suri, selaku sahabat

penulis yang memberikan keceriaan dan semangat di setiap perjalanan kuliah

penulis. Bersama mereka penulis berproses bersama menjadi keluarga.

Terimakasih atas bantuan, pengalaman, dan kenangan yang indah selama

masa kuliah.

9. Mochammad Indriansyah, selaku teman dekat penulis yang memberikan

banyak motivasi, bantuan dan semangat yang sangat berarti dalam penyusunan

skripsi penulis.

Page 8: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

viii

viii

10. Teman-teman Ilmu Hukum Angkatan 2012 UIN Jakarta, baik konsentrasi

Hukum Bisnis maupun konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara.

11. Teman-teman Saman Ilmu Hukum, Tabloid Justitia, dan Angkatan Muda

Peduli Hukum (AMPUH) yang telah memberikan banyak warna dan

kenangan indah selama masa kuliah.

12. Teman-teman KKN Melodi 2015, yang telah memberikan pengalaman dan

arti solidaritas dan kerjasama yang sesungguhnya.

13. Serta semua pihak yang membantu proses penulisan yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

Tidak ada yang penulis bisa berikan kecuali do’a dan ucapan terima kasih

kepada kalian, semoga Allah membalas segala kebaikan kalian semua. Akhir kata

penulis berharap semoga skripsi yang penulis buat ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan semua pembacanya.

Wassalamu’alaikum, Wr.Wb

Page 9: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

ix

DAFTAR ISI

Judul Skripsi… ................................................................................................................. i Lembar Pengesahan Pembimbing .................................................................................... ii Lembar Pengesahan Panitia ............................................................................................. ii Lembar Pernyataan ......................................................................................................... iii Abstrak…….. .................................................................................................................. v Kata Pengantar ............................................................................................................... vi Daftar Isi ……. .............................................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 5 C. Pembatasan dan Rumusan Masalah .................................................... 5 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 6 E. Kerangka Konseptual ......................................................................... 7 F. Kajian (Review) Terdahulu ................................................................. 8 G. Metode Penelitian ............................................................................... 9 H. Sistematika Penulisan ....................................................................... 12

BAB II TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN ....................... 14 A. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ..................................... 14 B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ........................................ 16 C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ............................ 18 D. Penyelesaian Sengketa ...................................................................... 22

a. Penyelesaian Sengketa di Pengadilan ............................................ 23 b. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan ................................... 27

E. Sanksi-Sanksi ................................................................................... 30 BAB III TINJAUAN PERJANJIAN BAKU DAN UANG MUKA ...................... 34

A. Perjanjian pada Umumnya ................................................................ 34 B. Perjanjian Baku pada Umumnya ....................................................... 35 C. Definisi Perjanjian Baku ................................................................... 37 D. Ciri-Ciri Perjanjian Baku .................................................................. 39 E. Jenis Perjanjian dengan Klausula Baku ............................................. 42 F. Perjanjian yang Dilarang .................................................................. 43 G. Uang Muka....................................................................................... 47

BAB IV ANALISIS AKIBAT HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI PERUMAHAN DENGAN KLAUSULA BAKU ............................................................ 49 A. Kasus Perjanjian Jual Beli Perumahan dengan Klausula Perjanjian

Baku .................................................................................................. 49

Page 10: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

x

B. Upaya Hukum yang dapat Dilakukan Konsumen Terhadap

Pelanggaran yang Dilakukan Oleh Pelaku Usaha .............................. 51 C. Analisis Akibat Hukum Perjanjian Jual Beli Perumahan dengan

Klausula Baku .................................................................................. 54 BAB V PENUTUP ............................................................................................. 62

A. Kesimpulan ...................................................................................... 62 B. Saran ................................................................................................ 63

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 65 LAMPIRAN…………………………………………………...……………………...… 68

Page 11: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

alinea ke-empat memiliki cita-cita luhur yakni melindungi segenap bangsa

Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. Menjabarkan arti dan makna

melindungi segenap bangsa Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum

tersebut dituangkanlah dalam pasal-pasal melalui ketentuan yang

berhubungan dengan hak asasi manusia dalam Bab X huruf A Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen yang Ke-

4, yang terdiri dari Pasal 28 huruf A sampai Pasal 28 huruf J.

Pada Pasal 28 huruf H mengamanatkan bahwa ;

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”

Indonesia, kesejahteraan umum biasanya dikaitkan dengan tiga hal

yakni, pangan, sandang, papan. Sebagian besar masyarakat, selain sandang,

pangan, dan papan atau rumah sudah menjadi kebutuhan dasar yang tidak

dapat ditunda dalam menjalankan kehidupan sehari-hari1. Salah satu

kebutuhan pokok atau primer adalah kebutuhan akan papan atau rumah.

Perumahan merupakan representasi untuk memenuhi kebutuhan dasar

manusia. Setiap warga negara berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

1 Sudaryatmo, Kiat Menghindari Perumahan Bermasalah, (Jakarta: Piramedia, 2004), h.1

Page 12: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

2

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,

yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang

sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai

salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri,

mandiri, dan produktif.

Berbagai kota besar di Indonesia, pesatnya peningkatan populasi manusia

mengharuskan pemerintah untuk berperan serta meningkatkan kualitas

perumahan bagi warga yang layak untuk dihuni. Sisi lain permasalahan

pemerintah yakni dalam pembangunan perumahan mengalami berbagai

kendala salah satunya adalah keterbatasan lahan perumahan.

Pesatnya pembangunan perumahan menimbulkan permasalahan lain

yang sering muncul dalam pemenuhan kebutuhan akan perumahan yakni hak-

hak konsumen yang dirugikan. Meningkatnya pembangunan perumahan,

seringkali tidak diselaraskan dengan pemenuhan kewajiban oleh pelaku usaha.

Permasalahan dalam bisnis perumahan yang sering muncul adalah

ketentuan mengenai pernyataan dan persetujuan untuk menerima segala

persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan secara sepihak dan

ketentuan-ketentuan penandatanganan atas dokumen-dokumen yang telah

dipersiapkan lebih awal oleh pelaku usaha, tercantum dalam surat pemesanan

yang sering disebut perjanjian baku atau klausula baku.

Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul-

klausulanya dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya

Page 13: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

3

tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan2.

Perjanjian baku yang selanjutnya disebut sebagai klausula baku, diadakan

dengan maksud untuk mencapai tujuan efisiensi, kepastian dan lebih bersifat

praktis meskipun kadang-kadang mengandung faktor negatif, karena dapat

merugikan pihak lain yaitu pihak konsumen yang lemah. Pada klausula baku,

konsumen dalam hal ini, hanya mempunyai dua pilihan yaitu menerima atau

menolak perjanjian yang disodorkan kepadanya.

Praktik perjanjian baku sering dibuat dalam kondisi yang tidak berimbang.

Produsen (Pelaku Usaha) memanipulasi perjanjian yang dibuat dalam

ketentuan klausula baku. Biasanya perjanjian tersebut lebih menguntungkan

salah satu pihak yaitu pelaku usaha3.

Selain itu, pihak pengembang properti juga tidak jarang mencantumkan

klausula baku dalam perjanjian jual beli perumahan. Klausula baku dalam

bidang perumahan misalnya terdapat dalam perjanjian jual beli perumahan

dalam klausula down payment (dp) atau booking fee yang menyebutkan bahwa

“…..seluruh uang yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak

kesatu menjadi hangus dan tidak dapat dituntut kembali….”

Rendahnya kesadaran dan pengetahuan konsumen, tidak mustahil

dijadikan lahan bagi pelaku usaha dalam transaksi yang tidak mempunyai

itikad baik dalam menjalankan usaha, yaitu berprinsip untuk mencari

2 Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1994), h.66

3 Abdul Hakim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media,2010), h.53

Page 14: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

4

keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memanfaatkan minimnya

pengetahuan konsumen.

Konsumen memiliki risiko yang lebih besar daripada pelaku usaha,

dengan kata lain hak-hak konsumen sangat rentan4. Disebabkan posisi tawar

konsumen yang lemah, maka hak-hak konsumen sangat riskan untuk

dilanggar5.

Posisi konsumen tersebut, ia harus dilindungi oleh hukum, karena

salah satu sifat sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan

(pengayoman) kepada masyarakat6. Perlindungan kepada masyarakat tersebut

harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum menjadi hak konsumen7.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dalam skripsi yang hasilnya akan dituangkan

dalam judul : Perlindungan Konsumen Terhadap Perjanjian Baku Jual

Beli Perumahan

4 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2003), h.242

5 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum.………, h.243 6 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi (Jakarta:

Grasindo,2004), h.112 7 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum………., h.316

Page 15: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka identifikasi masalah dari

penelitian ini adalah:

1. Apa sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku usaha perumahan yang

mencantumkan klausula baku yang merugikan konsumen dalam perjanjian

jual beli.

2. Apa kriteria suatu perjanjian disebut sebagai perjanjian baku

3. Apa sajakah jenis perjanjian yang menggunakan klausula baku

4. Bagaimana penyelesaian sengketa dalam bidang hukum perlindungan

konsumen.

5. Apakah perbedaan antara perjanjian pada umumnya dengan perjanjian

baku.

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

pembahasan penelitian ini mengalami pembatasan masalah,

pembahasannya akan dibatasi pada perlindungan konsumen terhadap

perjanjian baku jual beli perumahan.

2. Rumusan Masalah

Untuk lebih mengerucutkan pokok permasalahan yang akan diteliti,

maka perlu untuk dibuat perumusan masalah terlebih dahulu. Berdasarkan

uraian latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan

dalam penelitian ini meliputi :

Page 16: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

6

a. Bagaimanakah akibat hukum atas perjanjian jual beli perumahan yang

mengandung klausula baku yang merugikan konsumen?

b. Upaya-upaya apa yang dapat dilakukan konsumen terhadap pelaku

usaha yang merugikan dalam ketentuan Undang-undang Perlindungan

Konsumen?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui akibat hukum atas perjanjian jual beli

perumahan dengan klausula baku.

b. Untuk mengkaji dan menganalisa perlindungan konsumen terhadap

perjanjian dengan klausula baku.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

1) Dengan dilakukannya penelitian ini penulis berharap dapat

memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.

2) Dengan dilakukan penelitian ini penulis berharap dapat

menambah wawasan dan memberikan ilmu pengetahuan

khususnya hukum perlindungan konsumen.

b. Manfaat Praktis

1) Diharapkan dapat memberikan masukan tentang bagaimana

perlindungan terhadap konsumen terhadap perjanjian baku

jual beli perumahan yang mengandung klausula baku.

Page 17: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

7

2) Diharapkan dapat ikut membantu untuk lebih

mengembangkan dan menginpirasi masyarakat dan mahasiswa

lainnya.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan

antara konsep-konsep khusus yang ingin diteliti atau akan diteliti8. Istilah-

istilah yang penulis perlu jelaskan adalah:

1. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen (Lihat

Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen).

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan

(Lihat Pasal 1 Angka 2 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen).

3. Jual Beli adalah suatu perjanjian yang mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain

membayarkan harga yang telah dijanjikan. (Lihat Pasal 1457 KUH

Perdata)

4. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman,

baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana,

8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press, 1986), h.133

Page 18: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

8

sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang

layak huni. (Lihat Pasal 1 Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang

Perumahan dan Kawasan Pemukiman)

F. Kajian (Review) Terdahulu

No Nama Penulis/ Judul

Skripsi/Tahun

Substansi Perbedaan

dengan Penulis

1. Marwan/ Perlindungan

Konsumen dalam

Kontrak Jual Beli

Rumah di Perumahan

Harapan Indah Bekasi/

Skripsi, UIN Jakarta,

2015.

Skripsi tersebut

membahas mengenai

perlindungan konsumen

terhadap tidak

dipenuhinya janji-janji

dalam kontrak jual beli

pada Perumahan

Harapan Indah Bekasi.

Penulis

membahas

mengenai

perlindungan

konsumen

terhadap

perjanjian baku

yang

menyebabkan

hangusnya uang

konsumen pada

praktik jual beli

perumahan.

2. Diana Sarawati

Purnamasari/

Perjanjian Baku dalam

kredit pemilikan rumah

Tesis tersebut

membahas tentang

klausula yang tidak

boleh dimuat dalam

Penulis

memfokuskan

penulisan

terhadap salah

Page 19: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

9

(KPR) : Studi kasus

analisis perjanjian

antara PT. Bank Panin

tbk dengan X/ Tesis,

Universitas Indonesia,

2011.

perjanjian KPR serta

bagaimanakah proses

penyelesaian sengketa

yang dilakukan salah

satu pihak dalam

perjanjian baku KPR

bank Panin.

satu klausula baku

yang

menyebabkan

hangusnya uang

konsumen ditinjau

dari hukum

perlindungan

konsumen.

G. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan metode pendekatan yuridis normatif (law in book).

Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan mengacu

pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan

keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau

juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat.9

2. Pendekatan Masalah

Berkaitan dengan tipe penelitian penulis menggunakan penelitian

yuridis normatif, maka pendekatannya menggunakan pendekatan

9 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan

di dalam Penelitian Hukum, (Jakarta:Pusat Dokumen Universitas Indonesia, 1979), h.18

Page 20: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

10

perundang-undangan (Statute Approach)10 khususnya pada Undang-

Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

a. Sumber Data

Berkaitan dengan data yang digunakan, bahan hukum yang

digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer,

sekunder, dan tersier.

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat berupa peraturan perundang-undangan.

Selain peraturan perundang-undangan, yang termasuk dalam

hukum primer yaitu catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.11

Dalam penelitian peraturan perundang-undangan yang

digunakan yaitu;

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen Lembaran Negara Republik

Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia No. 3821 .

3) Putusan Mahkamah Agung Nomor 937 K/Pdt.Sus/2010

10 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet. III,

(Jawa Timur : Bayumedia Pubishing, 2007), h.302.

11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet.IV (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2010), h.141

Page 21: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

11

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya

dengan bahan hukum primer dan dapat membantu

menganalisa, memahami, dan menjelaskan bahan hukum

primer. Bahan hukum yang paling banyak digunakan dalam

penelitian ini adalah teori atau pendapat sarjana hukum, hasil

karya dari kalangan ahli hukum, skripsi, tesis, disertasi, artikel

ilmiah, jurnal, majalah, surat kabar, makalah, penelusuran

internet dan sebagainya.

3. Bahan non-hukum (tersier), yaitu bahan hukum yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan atau bahan hukum

primer dan sekunder, misalnya Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), ensiklopedia, dan lain-lain.

b. Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan

data secara library research (studi kepustakaan) dalam hal ini penulis

menggunakan buku-buku berkaitan dengan perlindungan konsumen.

c. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Dari bahan hukum yang telah terkumpul tersebut baik bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier

di klasifikasikan sesuai dengan masalah hukum yang dibahas. Setelah

itu bahan hukum tersebut diuraikan dan diteliti secara sistematis. Dan

pengelolaan data dapat dilakukan dengan cara deduktif, yakni

Page 22: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

12

menarik kesimpulan dari pembahasan masalah yang ada. Sehingga

pertanyaan atas masalah dapat teruraikan dan terjawab.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi

Fakutas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

yang telah direvisi pada tahun 2014 dengan sistematika yang terdiri dari

lima bab”. Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab sesuai

pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai

berikut:

BAB I: Bab ini merupakan bagian pendahuluan penulisan yang

memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, kerangka

konseptual, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: Bab ini memuat tentang hukum perlindungan konsumen

yang terbagi ke dalam beberapa sub bab. Di dalamnya

dibahas tentang Pengertian Hukum Perlindungan

Konsumen, dilanjutkan dengan Asas-Asas serta Tujuan

hukum Perlindungan Konsumen, Hak serta Kewajiban bagi

Pelaku Usaha dan Konsumen, Penyelesaian Sengketa, serta

Sanksi-Sanksinya.

BAB III: Bab ini memuat tentang tinjauan perjanjian baku yang

terbagi ke dalam beberapa sub bab. Di dalamnya dibahas

tentang Perjanjian Pada Umumnya, Perjanjian Baku Pada

Page 23: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

13

Umumnya, Definisi Perjanjian Baku, Ciri-ciri Perjanjian

Baku, Jenis Perjanjian dengan Klausula Baku, dan

Perjanjian Yang Dilarang, Uang Muka.

BAB IV: Bab ini memuat tentang Analisis Perlindungan Konsumen

Terhadap Perjanjian Jual Beli Perumahan dengan Klausula

Baku. Pembahasan dalam bab ini dimulai dengan uraian

tentang Kasus Perjanjian Jual Beli Perumahan yang

Mengandung Klausula Baku, Upaya Hukum yang dapat

Dilakukan oleh Konsumen terhadap Pelanggaran yang

Dilakukan oleh Pelaku Usaha, dan Analisis Akibat Hukum

terhadap Perjanjian Jual Beli Perumahan dengan Klausula

Baku.

BAB V: Bab ini merupakan bab penutup dari skripsi ini. Untuk itu

penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian,

disamping itu penulis memberikan pendapat dan saran yang

dianggap perlu.

Page 24: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

14

BAB II

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen

merupakan dua bidang hukum yang sulit di pisahkan dan ditarik

batasannya. Pada intinya hukum perlindungan konsumen merupakan

bagian dari hukum konsumen dan tidak dapat dipisahkan1. Dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (1) tentang

Perlindungan Konsumen, menyebutkan bahwa “Perlindungan konsumen

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen”.

Menurut Az. Nasution Hukum Konsumen adalah sebagai

keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan

masalah penyediaan penggunaan produk (barang dan/jasa) antara

penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan

hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-

kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungannya

dengan masalah penyediaan dan pengunaan produk (barang dan/jasa)

antara penyedia dan penggunaanya dalam kehidupan bermasyarakat2.

1 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007), h.20-21

2 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen………., h.22

Page 25: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

15

Menurut N.H.T Siahaan sesungguhnya baik istilah hukum

konsumen dan hukum perlindungan konsumen tidak perlu dibedakan,

dengan dua alasan/pertimbangan yaitu3:

1. Jika membicarakan hukum dalam hubungannya dengan konsumen atau

hukum dalam hubungannnya dengan perlindungan konsumen, maka

keduanya tentu tidak luput dari pembahasan mengenai hak-hak

konsumen, kepentingannya, upaya-upaya pemberdayaannya, atau

kesetaraannya dalam hukum dengan pelaku usaha.

2. Seluruh kaidah hukum di negeri ini dapat hadir dan tunduk dibawah

sebuah payung hukum dasar yang bersumber dari Pancasila dan

Undang-undang Dasar 1945. Pancasila dan Undang-undang Dasar

1945 merupakan segala sumber hukum nasional, yang secara filosofis

memberikan perlindungan keadilan bagi semua bangsa dan golongan

di negeri ini termasuk dalam hukum konsumen. Jadi pada hakikatnya

hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen tidak perlu

dibedakan.

Perlindungan hukum kepada konsumen ini dapat berasal dari

lingkup berbagai disiplin hukum, diantaranya Hukum Privat (Hukum

Perdata), maupun dari Hukum Publik (Hukum Pidana dan Hukum

Administrasi Negara). Keterlibatan berbagai disiplin hukum ini

mempertegas kedudukan hukum perlindungan konsumen berada dalam

kajian hukum ekonomi. Hal ini sesuai dengan sifat hukum ekonomi, yang

3 N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, (Jakarta: Panta Rei, 2005) , h.33

Page 26: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

16

tidak hanya melibatkan aspek hukum perdata namun pada saat yang

bersamaan juga melibatkan aspek hukum publik4.

B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Sudikno Mertokusumo mendefinisikan asas hukum bukan sebagai

hukum konkrit merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak atau

merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam dan

dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-

undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif5 dan dapat

ditemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam

peraturan konkrit tersebut6.

Pada penjelasan pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

dijelaskan tentang asas-asas dalam perlindungan Konsumen. Perlindungan

Konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 asas yang

relevan dalam pembangunan nasional yaitu:

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha

secara keseluruhan.

4 Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo, 2000), h.2-3

5 Ius constitutum adalah hukum positif. Ius constitutum merupakan hukum yang dibentuk dan berlaku dalam suatu masyarakat negara pada suatu saat. Soerjono Soekanto, Purnadi Purbacaraka, Aneka Cara Pembedaan Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994), h.5

6 Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen dan Tindak Pidana Korporasi, cet.1 (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2002), h.25

Page 27: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

17

2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan

kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil

ataupun spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen

dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum7 dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian

hukum.

Selain merumuskan asas dalam Perlindungan Konsumen, Undang-undang

Perlindungan Konsumen juga merumuskan tujuan Perlindungan Konsumen

yang terdapat pada pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, yaitu;

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri;

7 Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta:Sinar Grafika,2013), h.14

Page 28: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

18

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi;

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berusaha;

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,

dan keselamatan konsumen:

C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

1. Hak dan Kewajiban Konsumen

Menurut ketentuan pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen memiliki hak sebagai berikut:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan;

Page 29: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

19

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang dipergunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen secara

patut;

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.

Selain memperoleh hak tersebut, sebagai balance, konsumen juga

mempunyai diwajibkan untuk;

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

Page 30: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

20

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Undang-undang dalam Perlindungan Konsumen juga mengatur

mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha. Hal ini karena pada dasarnya

hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha memiliki saling

ketergantungan satu sama lain dan saling membutuhkan, sehingga sudah

seharusnya kedudukan konsumen dan pelaku usaha berada pada posisi

yang seimbang.

Namun pada kenyataannya, kedudukan konsumen seringkali berada

pada posisi yang lemah bila dibandingkan dengan pelaku usaha8. Dalam

undang-undang Perlindungan Konsumen hak-hak pelaku usaha diatur

dalam Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu;

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

8 Zumrotin K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, cet.1, (Jakarta: Puspa Suara, 1996), h.11

Page 31: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

21

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Sedangkan kewajiban-kewajiban bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal

7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yakni;

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang

diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan;

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

Page 32: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

22

D. Penyelesaian Sengketa

Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 45 ayat

1, setiap konsumen yang dirugikan bisa menggugat pelaku usaha melalui

lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan

pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan

umum.

Ada empat kelompok penggugat yang bisa menggugat atas

pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha sebagai berikut;

1. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan.

2. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.

3. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang

memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang

dalam anggaran dasar menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan

didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan

perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai

dengan aggaran dasarnya.

4. Pemerintah dan atau instansi terkait yang jika barang dan/atau jasa

yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi

yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

Hal ini hanya merupakan aturan umum. Karena itu, dalam

ketentuan pasal 46 ayat (2) ditentukan lebih lanjut bahwa gugatan yang

diajukan sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen

Page 33: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

23

swadaya masyarakat, atau pemerintah, sebagaimana dimaksud pada huruf

b, c, dan huruf d diatas, hanya dapat diajukan ke peradilan umum9.

Menurut Undang-Undang Perlindugan Konsumen Pasal 45 ayat 2

“Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau

diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang

bersengketa”. Berdasarkan ketentuan ini, bisa dikatakan bahwa ada dua

bentuk penyelesaian sengketa konsumen yaitu melalui jalur pengadilan

ataupun diluar jalur pengadilan10.

a. Penyelesaian Sengketa di Pengadilan

Beberapa kasus sengketa di bidang perumahan, seperti tidak

direalisasinya fasos dan fasum, konsumen sebagai korban bersifat

massal. Apabila diselesaikan melalui pengadilan dengan prosedur

konvensional, menjadi tidak praktis. Jalan keluarnya adalah dengan

mekanisme gugatan perwakilan. Di mana gugatan secara formal

cukup diwakili beberapa korban sebagai wakil kelas. Namun apabila

gugatan dikabulkan dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap,

korban lain yang secara formal tidak ikut menggugat dapat langsung

menuntut ganti rugi berdasarkan putusan pengadilan tersebut11.

9 Gunawan Widjaja&Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Gramedia,2000), h.75

10 Abdul Halim Barkatullah, Hak-hak Perlindungan………., h.85

11 Sudaryatmo, Kiat Menghindari Perumahan Bermasalah, (Jakarta: Piramedia, 2004), h.40

Page 34: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

24

Dari peraturan perundang-undangan yang ada, untuk pertama kali

secara eksplisit kata class action terdapat dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen. Dalam penjelasan pasal 46 ayat (1) huruf b

disebutkan, undang-undang ini mengakui gugatan kelompok atau

class action. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh

konsumen yang benar-benar merasa dirugikan dan dapat dibuktikan

secara hukum, salah satunya adalah bukti transaksi.

Selain Undang-Undang Perlindungan Konsumen, gugatan class

action juga diatur dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi. Dalam

pasal 38 ayat (1) huruf c disebutkan, masyarakat yang dirugikan

akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan

gugatan ke Pengadilan secara kelompok orang tidak dengan kuasa

melalui gugatan perwakilan12.

Selain itu ketentuan mengenai pembuktian berdasarkan diatur

dalam pasal 163 HIR dan pasal 1865 KUH Perdata dapat dikatakan

bahwa setiap pihak mendalilkan suatu hak, (yang dalam hal ini,

konsumen sebagai pihak yang dirugikan), maka pihak konsumen

harus dapat membuktikan bahwa13:

1. Konsumen secara aktual telah mengalami kerugian;

12 Sudaryatmo, Kiat Menghindari Perumahan,………., h.41

13Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Gramedia,2000), h.68-69

Page 35: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

25

2. Konsumen juga harus membuktikan bahwa kerugian tersebut

sebagai akibat dari penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian

barang dan/atau jasa tertentu yang tidak layak;

3. Bahwa ketidaklayakan dari penggunaan, pemanfaatan, atau

pemakaian dari barang dan/atau jasa tersebut merupakan tanggung

jawab dari pelaku usaha tertentu;

4. Konsumen tidak berkontribusi, baik secara langsung maupun tidak

langsung atas kerugian yang dideritanya tersebut.

Dua pasal yang mengatur beban pembuktian pidana dan perdata

atas kesalahan pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, yaitu dalam pasal 22 dan pasal 28, kewajiban pembuktian

tersebut “dibalikan” menjadi beban dan tanggung jawab dari pelaku

usaha sepenuhnya. Dalam hal demikian selama pelaku usaha dapat

membuktikan bahwa kesalahan tersebut bukan merupakan kesalahan

yang terletak pada pihaknya, maka demi hukum pelaku usaha

bertanggung jawab dan wajib mengganti kerugian yang diderita

tersebut14.

Usaha-usaha penyelesaian sengketa secara cepat terhadap tuntutan

ganti kerugian oleh konsumen terhadap produsen telah dilakukan di

Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-undang Perlindungan

Konsumen yang memberikan kemungkinan konsumen untuk

mengajukan penyelesaiannya sengketanya diluar pengadilan, yaitu

14 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan………., h.69

Page 36: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

26

melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yang putusannya

dinyatakan final dan mengikat (Pasal 54 Ayat 3 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen), sehingga tidak dikenal lagi upaya hukum

banding maupun kasasi dalam Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen15.

Penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis diharapkan sedapat

mungkin tidak merusak hubungan bisnis selanjutnya dengan siapa ia

pernah terlibat suatu sengketa. Hal ini tentu sulir ditemukan apabila

para pihak yang bersangkutan membawa sengketanya ke pengadilan,

karena proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi),

akan berakhir dengan kekalahan salah satu pihak dan kemenangan

dipihak lainnya. Disamping itu secara umum dapat dikemukakan

berbagai kritikan terhadap penyelesaian sengketa melalu pengadilan,

yaitu karena16:

1. Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan Sangat Lambat;

2. Biaya Perkara yang Mahal;

3. Pengadilan Pada Umumnya Tidak Responsif;

4. Putusan Pengadilan Tidak Menyelesaikan Masalah;

5. Kemampuan Para Hakim yang Bersifat Generalis.

15 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan………., h.239

16 Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), h.239-247

Page 37: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

27

Diantara sekian banyak kelemahan dalam penyelesaian sengketa

melalui pengadilan tersebut, yang termasuk banyak dikeluhkan oleh

pencari keadilan adalah lamanya penyelesaian perkara, karena pada

umumnya para pihak yang mengajukan perkaranya ke pengadilan

mengharapkan penyelesaian yang cepat, lebih-lebih kalau yang

terlibat dalam perkara tersebut adalah dari kalangan dunia usaha17.

b. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah lembaga

yang memeriksa dan memutus sengketa konsumen, yang bekerja

seolah-olah sebagai suatu pengadilan. Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen dibentuk oleh pemerintah di Daerah Tingkat II dengan

susunan yang terdiri dari satu orang ketua merangkap anggota, satu

wakil ketua merangkap anggota, serta sembilan sampai lima belas

anggota. Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terdiri

dari unsur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha yang masing-

masing diwakili setidaknya tiga orang dan sebanyak-banyaknya lima

orang yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen merupakan bukti

permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan,

dan dapat dimintakan eksekusinya ke Pengadilan Negeri di wilayah

tempat konsumen yang bersangkutan18.

17 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan ………., h.237

18 Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen………., h.236

Page 38: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

28

Uraian mengenai kelembagaan dan keanggotaan, tugas dan

wewenang serta penyelesaian sengketa oleh Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen dapat ditemukan secara khusus dalam Bab XI

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang dimuat dari pasal 49

sampai pasal 5819 dan diatur lebih lanjut pada Keputusan Menteri

Nomor 350/MPP/KEP/2001 tentang pelaksanaan tugas dan

wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Pada dasarnya penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar

pengadilan dapat dilakukan secara damai atau melalui Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Yang dimaksud

penyelesaian sengketa secara damai yaitu penyelesaian yang

dilakukan oleh kedua belah pihak baik dengan ataupun tanpa bantuan

pihak ketiga, untuk mencapai suatu kesepakatan yang menguntungkan

dan tanpa yang merasa dirugikan atas kesepakatan tersebut. Biasanya

perundingan perdamaian dapat dibantu oleh pihak ketiga lainnya,

yang dapat berfungsi sebagai mediator, misalnya Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia (YLKI). Cara penyelesaian sengketa damai ini

maka diharapkan adanya suatu penyelesaian sengketa secara mudah,

murah dan cepat. Dasar hukum dari penyelesaian sengketa secara

damai diatur dalam Buku III, Bab 18, pasal 1851-1854 KUHPerdata

19 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan………., h.76

Page 39: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

29

mengenai perdamaian/dading20 dan pasal 45 ayat (2)jo. Pasal 47

Undang-Undang Perlindungan Konsumen21.

Mekanisme penyelesaian sengketa di Badan Penyelesaian

Sengkera Kosumen, baik secara konsiliasi, mediasi atau arbitrase

dilakukan melalui majelis, dengan tahapan/tata cara penyelesaian

sengketa sebagai berikut22:

1. Sidang pertama dilaksanakan pada hari kerja ke 7 (tujuh) terhitung

sejak diterimanya permohonan pengaduan secara benar dan

lengkap.

2. Bilamana dalam sidang I (pertama), konsumen dan pelaku usaha,

bukti-bukti yang ada dianggap cukup, dan tidak memerlukan

keterangan tambahan saksi dan saksi ahli, maka majelis wajib

memproses dan memberi putusan, selambat-lambatnya dalam

waktu 21 (dua puluh satu) hari, terhitung sejak diterimanya.

3. Tetapi jika konsumen dan pelaku usaha tidak hadir pada sidang ke

I (pertama), maka majelis memanggil dan bila perlu dengan

bantuan penyidik agar hadir pada sidang ke II (kedua), yang

dilaksanakan selambat-lambatnya pada hari kerja ke 5 (lima)

setelah sidang ke I (pertama).

20 Perdamaian/Dading adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau pun mencegah timbulnya suatu perkara. (Lihat Pasal 1851 KUH Perdata)

21 Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen……….,h.233-234

22 BPSK DKI Jakarta, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, (Jakarta : BPSK DKI Jakarta, 2010), h.19

Page 40: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

30

4. Sidang ke II (kedua), jika konsumen tidak hadir, maka gugatannya

gugur demi hukum, sebaliknya, jika pelaku usaha tidak hadir,

maka gugatan konsumen dikabulkan tanpa hadirnya pelaku usaha.

5. Bilamana dalam sidang berikutnya, yaitu sidang untuk mendengar

putusan, konsumen dan pelaku usaha, tidak hadir maka putusan

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen wajib disampaikan

selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung

sejak putusan dibacakan.

6. Pelaku usaha yang menerima isi putusan Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen wajib melaksanakan, dalam waktu 7 (tujuh)

hari kerja terhitung sejak menyatakan menerima putusan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen, jika menolak wajib

mengajukan keberatan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja,

terhitung sejak menerima putusan Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen.

E. Sanksi-Sanksi

Setiap perselisihan mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku

usaha atas pelaksanaan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen

yang menerbitkan kerugian bagi konsumen, harus diselesaikan secara perdata.

Dalam Bab IX telah dijelaskan bahwa putusan Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen yang tidak dilaksanakan oleh pelaku usaha dapat dijadikan bukti

permulaan bagi penyidik. Ini berarti bahwa selain hubungan keperdataan

antara pelaku usaha dan konsumen, Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Page 41: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

31

juga mengenakan sanksi pidana bagi pelanggar Undang-Undang Perlindungan

Konsumen tersebut23.

Sanksi yang dapat dikenakan pada pelaku usaha yang melanggar ketentuan

dapat ditemukan dalam bab XIII Undang-Undang Perlindungan Konsumen,

yang dimulai dari pasal 60 samapai dengan pasal 63.

Sanksi yang dapat dikenakan terdiri dari:

1) Sanksi administratif;

Sanksi administratif merupakan suatu “hak khusus” yang diberikan

oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen kepada Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen atas tugas dan/atau kewenangan yang

dibeikan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen kepada Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk menyelesaikan persengketaan

konsumen diluar pengadilan24.

Menurut kententuan pasal 60 ayat (2) jo. Pasal 60 ayat (1) Undang-

Undang Perlindungan Konsumen sanksi administratif yang dapat

dijatuhkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah berupa

penetapan ganti rugi sampai setinggi-tingginya Rp.200.000.000,00 (dua

ratus juta rupiah) terhadap para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran

terhadap/dalam rangka;

23 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama,2000), h.82

24 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan………,h.83

Page 42: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

32

a) Tidak dilaksanakannya pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha kepada

konsumen, dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian barang

dan/atau jasa yang sejenis, maupun perawatan kesehatan atau

pemberian santunan atas kerugian yang diderita oleh konsumen;

b) Terjadinya kerugian sebagai akibat kegiatan produksi iklan yang

dilakukan oleh pelaku usaha periklanan;

c) Pelaku usaha yang tidak dapat menyediakan fasilitas jaminan

purnajual, baik dalam bentuk suku cadang maupun pemeliharaannya,

serta pemberian jaminan atau garansi yang telah ditetapkan

sebelumnya; baik berlaku terhadap pelaku usaha yang

memperdagangkan barang dan/atau jasa.

2) Sanksi Pidana Pokok

Sanksi pidana pokok adalah sanksi yang dapat dikenakan dan

dijatuhkan oleh pengadilan atas tuntutan jaksa penuntut umum terhadap

pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Undang-Undang

Perlindungan Konsu memungkinkan dilakukannya tuntutan pidana

terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Ketentuan ini jelas

memperlihatkan suatu bentuk pertanggungjawaban pidana yang tidak saja

dapat dikenakan kepada pengurus tetapi juga kepada perusahaan25.

Rumusan Pasal 62 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

menentukan bahwa pelaku usaha dan/atau pengurusnya yang melakukan

pelanggaran terhadap:

25 Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan………, h.276

Page 43: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

33

1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam;

a) Pasal 8, mengenai barang dan/jasa yang tidak memenuhi standar

yang telah ditetapkan;

b) Pasal 9 dan pasal 10, mengenai informasi yang tidak benar;

c) Pasal 13 ayat (2), mengenai penawaran obat-obatan dan hal-hal yang

berhubungan dengan kesehatan;

d) Pasal 15, mengenai penawaran barang secara paksaan (fisik);

e) Pasal 17 ayat (1) huruf a, b,c, dan e mengenai iklan yang memuat

informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan atau menyesatkan;

f) Pasal 17 ayat (2), mengenai peredaran iklan yang dilarang; dan

g) Pasal 18, mengenai pencantuman klausula baku;

Dapat dikenakan sanksi pidana dengan penjara paling lama 5

(lima) tahun atau pidana denda sebanyak Rp.2000.000.000,00 (dua

milyar rupiah)

2. Ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam:

a) Pasal 11, mengenai penjualan secara obral atau lelang;

b) Pasal 12, mengenai penawaran dengan tarif khusus;

c) Pasal 13 ayat (1) mengenai pemberian hadiah secara cuma-cuma;

d) Pasal 14, mengenai penawaran dengan memberikan hadiah melalui

undian;

e) Pasal 16, mengenai penawaran melalui pesanan;

Page 44: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

34

f) Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f, mengenai produksi iklan

yang bertentangan dengan etika, kesusilaan dan ketentuan hukum

yang berlaku;

Dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun

atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

3. Pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat

tetap, atau kematian, maka akan diberlakukan ketentuan pidana

yang berlaku secara umum.

3) Sanksi pidana tambahan

Ketentuan pasal 63 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

memungkinkan diberikannya sanksi pidana tambahan diluar sanksi

pidana pokok yang dapat dijatuhkan berdasarkan ketentuan pasal 62

Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Sanksi-sanksi pidana tambahan yang dapat dijatuhkan berupa:

a) Perampasan barang tertentu;

b) Pengumuman keputusan hakim;

c) Pembayaran ganti kerugian;

d) Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan

timbulnya kerugian konsumen;

e) Kewajiban penarikan barang dari peredaran;

f) Pencabutan izin usaha.

Page 45: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

34

BAB III

TINJAUAN PERJANJIAN BAKU

A. Perjanjian pada Umumnya

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua

pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang

berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, munculah suatu hubungan antara

dua orang tersebut yang dinamakan perikatan1.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan,

definisi, maupun istilah “perikatan”. Diawali dengan ketentuan Pasal 1233,

yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap Perikatan dilahirkan baik karena

persetujuan, baik karena undang-undang”, ditegaskan bahwa setiap kewajiban

perdata dapat terjadi karena dikehendaki oleh pihak-pihak terkait dalam

perikatan yang secara sengaja dibuat oleh mereka, ataupun karena ditentukan

oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, berarti

perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih orang (pihak

dalam bidang/lapangan harta kekayaan, yang melahirkan kewajiban pada

salah satu pihak dalam hubungan hukum tersebut.

1 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa,2010), h.1

Page 46: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

35

Perjanjian berdasarkan definisi yang diberikan dalam pasal 1313 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perbuatan yang mengikatkan

dirinya antara satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih.

Sedangkan menurut Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani pengikatan, seperti

telah diuraikan dalam Bab IV buku III KUH Perdata oleh pasal 1320 KUH

Perdata dirumuskan dalam bentuk2:

1. Kesepakatan yang bebas;

2. Dilakukan oleh pihak yang demi hukum dianggap cakap untuk bertindak;

3. Untuk melakukan suatu prestasi tertentu;

4. Prestasi tersebut haruslah suatu prestasi yang diperkenankan oleh hukum,

kepatuhan, kesusilaan, ketertiban umum dan kebiasaan yang berlaku dalam

masyarakat luas (atau biasa disebut dengan suatu klausa yang halal).

Undang-undang memberikan hak kepada setiap orang untuk secara bebas

membuat dan melaksanakan perjanjian, selama keempat unsur di atas

terpenuhi. Pihak-pihak dalam perjanjian adalah bebas menentukan aturan

main yang mereka kehendaki dalam perjanjian tersebut, dan selanjutnya untuk

melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan yang telah tercapai diantara

mereka.

B. Perjanjian Baku pada Umumnya

Perjanjian baku telah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Plato (423-

347SM) pernah memaparkan praktik penjualan makanan yang harganya

ditentukan secara sepihak. Dalam perkembangannya, penentuan secara

2 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan………,h.52

Page 47: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

36

sepihak oleh produsen/penyalur produk (penjual), tidak sekadar masalah harga

tetapi sudah mencakup syarat-syarat yang lebih detail3.

Setelah terjadi revolusi industri di Eropa Barat pada abad ke-19,

kebutuhan perjanjian baku makin berkembang. Jumlah transaksi perdagangan

makin meningkat, konsentrasi modal makin besar, sehingga penggunaan

kontrak-kontrak baku makin mendesak. Pada abad ke-20 pembakuan syarat-

syarat perjanjian makin meluas. Terjadilah penumpukan modal besar pada

kelompok golongan ekonomi kuat yang disebut kapitalis4.

Penggunaan perjanjian baku sudah dikenal secara umum oleh masyarakat

dalam kehidupan sehari, hari baik untuk pemasangan instalasi listrik, telepon,

air maupun pembukaan rekening di bank. Walaupun tidak diatur secara

khusus dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian baku telah

menjadi salah satu dari jenis-jenis perjanjian yang dikenal dalam sistem

hukum Indonesia.

Perjanjian baku sebagai perjanjian sepihak di mana satu pihak hanya

menuntut haknya saja dan membebaskan diri dari tanggungjawabnya dan

pihak lain harus melaksanakan kewajibannya saja sementara hak-haknya

dihilangkan. Pada perjanjian yang sepihak selalu timbul kewajiban-kewajiban

hanya bagi satu dari para pihak.

3 Adrian Sutendi, Tanggung Jawab Produk dan Tinjauan Hukum Publik dan Perdata, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008),h.46

4 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan,

(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,1992),h.2

Page 48: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

37

Meskipun sifatnya sepihak namun Perjanjian baku sudah diterima dalam

hubungan hukum antar subyek hukum terutama sangat dibutuhkan dalam

hubungan hukum antara produsen dalam menjual produksinya dan atau

jasanya memerlukan transaksi yang cepat, efektif, dan efisien sehingga

nampak jelas bahwa yang diutamakan adalah prinsip ekonomi.

C. Definisi Perjanjian Baku

Perjanjian Baku berasal dari dua kata yaitu kata “Perjanjian” dan kata

“Baku” yang menurut KBBI masing-masing berarti;

Perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat

oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat dalam menaati apa

yang disebut dalam persetujuan itu5.

Baku adalah tolak ukur yang berlakku untuk kuantitas atau kualitas yang

ditetapkan berdasarkan kesepakatan;standar6;

Menurut Prof.Sutan Remi Sjahdeni, S.H mengemukakan Perjanjian

baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya sudah

dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak

mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan7.

Menurut Prof. Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku artinya

perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau

pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan

5 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta:Balai Pustaka, 2002), h.458

6 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia………., h.94

7Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan………., h.66

Page 49: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

38

pengusaha. Yang dibukukan dalam perjanjian baku ialah meliputi model,

rumusan dan ukuran8.

Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Perjanjian baku tetap

merupakan perjanjian yang mengikat para pihak yang menandatanganinya,

walaupun harus diakui bahwa klausula yang terdapat dalam perjanjian baku

banyak mengalihkan beban tanggung gugat dari pihak perancang perjanjian

baku kepada pihak lawannya, namun setiap kerugian yang timbul di kemudian

hari akan tetap ditanggung oleh para pihak yang bertanggung jawab

berdasarkan kalusula perjanjian tersebut, kecuali jika klausula tersebut

merupakan klausula yang dilarang berdasarkan pasal 18 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen9.

Menurut Boyke A Sidharta, S.H, Perjanjian baku adalah perjanjian yang

menjadi standar bagi setiap transaksi yang dibuat oleh dan diantara pihak yang

dominan dengan pihak lain yang seluruh atau sebagian besar substansinya

telah ditentukan sebelumnya secara sepihak demi meletakkan kepastian

hukum, keamanan dan kontrol dipihak yang dominan10.

Menurut Munir Fuadi, Kontrak Baku adalah sutu kontrak tertulis yang

dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak tersebut bahkan seringkali

kontrak tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk formulir-formulir

8 Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, Pemberdayaan Hak-Hak Konsumen di Indonesia, (Jakarta:Direktorat Perlindungan Konsumen,2001), h.183

9Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan………., h.118

10 Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, Pemberdayaan Hak-Hak ……….h.183

Page 50: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

39

tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut di

tandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif

tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya,

dimana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau

hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausula-

klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya

kontrak baku sangat berat sebelah11.

D. Ciri-Ciri Perjanjian Baku

Sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, maka ciri-ciri

perjanjian baku mengikuti dan menyesuaikan dengan perkembangan tuntutan

masyaratkat. Ciri-ciri tersebut yakni12;

1. Bentuk Perjanjian Tertulis

Yang dimaksud dengan perjanjian ialah naskah perjanjian keseluruhan

dan dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku. Kata-kata

atau kalimat pernyataan kehendak yang termuat dalam syarat-syarat baku

dibuat secara tertulis berupa akta otientik atau akta di bawah tangan.

Karena dibuat secara tertulis maka, perjanjian yang memuat syarat-syarat

baku itu menggunakan kata-kata atau susunan kalimat yang teratur dan

rapi. Jika huruf yang dipakai kecil-kecil kelihatan isinya sangat padat dan

sulit dibaca dalam waktu singkat. Contoh perjanjian baku ialah perjanjian

jual beli, perjanjian polis asuransi, charter party, kredit dengan jaminan

11 Munir Fuadi, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Buku Kedua (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003), h.76

12Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku………., h.6-9

Page 51: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

40

sedangkan contoh dokumen bukti perjanjian ialah konosemen, nota

pesanan, nota pembelian, tiket pengangkutan.

2. Format Perjanjian Dibakukan

Format perjanjian meliputi model, rumusan dan ukuran. Format ini

dibakukan artinya sudah ditentukan model, rumusan, dan ukurannya,

sehingga tidak dapat diganti, diubah atau dibuat dengan cara lain karena

sudah dicetak. Model perjanjian dapat berupa blanko, naskah perjanjian

lengkap, atau blanko formulir yang dilampiri dengan naskah syarat-syarat

perjanjian yang memuat syarat-syarat baku. Contoh format perjanjian baku

ialah polis asuransi, akta pejabat pembuat akta tanah, perjanjian sewa beli,

penggunaan kartu kredit dan sertifikat obligasi.

3. Syarat-Syarat Perjanjian Ditentukan oleh Pengusaha

Syarat-syarat perjanjian yang merupakan pernyataan kehendak

ditentukan sendiri oleh pengusaha atau organisasi pengusaha. Karena

syarat-syarat perjanjian itu dimonopoli oleh pengusaha, maka sifatnya

cenderung lebih menguntungkan pengusaha daripada konsumen. Hal ini

tergambar dari klausula eksonerasi berupa pembebasan tanggung jawab

pengusaha, tanggung jawab tersebut menjadi beban konsumen. Penentuan

secara sepihak oleh pengusaha dapat diketahui melalui format perjanjian

yang sudah siap pakai, jika konsumen setuju, maka di tanda tanganilah

perjanjian tersebut.

Page 52: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

41

4. Konsumen Hanya Menerima atau Menolak

Jika konsumen bersedia menerima syarat-syarat perjanjian yang

disodorkan kepadanya, maka ditandatanganilah perjanjian tersebut.

Penandatanganan itu menunjukan bahwa konsumen bersedia memikul

beban tanggung jawab walaupun mungkin ia tidak bersalah. Jika

konsumen tidak setuju dengan syarat-syarat perjanjian yang disodorkan

itu, ia tidak boleh menawar syarat yang sudah dibakukan itu. Menawar

syarat-syarat baku berarti menolak perjanjian.

5. Penyelesaian Sengketa Melalui Musyawarah/Peradilan

Syarat-syarat perjanjian terdapat standar baku mengenai penyelesaian

sengketa. Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, maka

penyelesaiannya dilakukan melalui arbitrase. Tetapi jika ada pihak yang

menghendaki, tidak tertutup kemungkinan penyelesaian sengketa melalui

Pengadilan Negeri.

6. Perjanjian Baku Menguntungkan Pengusaha

Kenyataan menunjukkan bahwa kencenderungan perkembangan

perjanjian ialah dari lisan ke bentuk tulisan, dari perjanjian tertulis biasa ke

perjanjian tertulis yang dibakukan, syarat-syarat baku dimuat lengkap

dalam naskah perjanjian atau ditulis sebagai lampiran yang tidak terpisah

dengan formulir perjanjian, atau ditulis dalam dokumen bukti perjanjian.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perjanjian baku yang dirancang

secara sepihak oleh pengusaha menguntungkan pengusaha berupa;

Page 53: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

42

a. Efisiensi biaya,waktu dan tenaga;

b. Praktis karena sudah tersedia naskah yang dicetak berupa formulir atau

blanko yang siap diisi dan ditandatangani;

c. Penyelesaian cepat karena konsumen hanya menyetujui dan atau

menandatangani perjanjian yang disodorkan kepadanya;

d. Homogenitas perjanjian yang dibuat dalam jumlah yang banyak.

E. Jenis Perjanjian dengan Klausula Baku

Pada prakteknya perjanjian baku yang terdapat di masyarakat dibedakan

dalam beberapa jenis, sebagai berikut13;

a. Perjanjian baku sepihak, adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh

pihak yang kedudukannya kuat dalam perjanjian tersebut. Pihak yang kuat

dalam hal ini ialah pihak pelaku usaha, yang lazimnya memiliki posisi

kuat dibandingkan pihak konsumen.

b. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah adalah perjanjian baku

yang isinya ditentukan oleh pemerintah terhadap perbuatan hukum

tertentu. Dalam bidang agraria misalnya, dapat dilihat formulir-formulir

perjanjian sebagaimana yang diatur dalam SK Menteri Dalam Negeri

tanggal 6 Agustus 1977 mengenai akta jual-beli model 1156727 dan akta

hipotik model 1945055.

c. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat adalah

perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk

memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan

13 Mariam Darus, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku (Standar), (Bandung: Bina Cipta, 1986), h.63

Page 54: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

43

notaris atau advokat yang bersangkutan, yang dalam kepustakaan Belanda

disebut dengan “contract model”.

F. Perjanjian yang Dilarang

Jenis-jenis perjanjian yang dilarang oleh Undang-undang Anti monopoli

diatur dalam pasal 4 sampai dengan Pasal 16. Dilarangnya jenis-jenis

perjanjian sebagaimana diuraikan dibawah ini karena dapat mengakibatkan

terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. adapun

perjanjian tersebut adalah;

1. Perjanjian yang bersifat oligopoli, dari rumusan Pasal 4 dari Undang-

undang Anti Monopoli terlihat bahwa suatu perjanjian yang menimbulkan

oligopoli dilarang jika terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut14:

a. Adanya suatu perjanjian

b. Perjanjian tersebut dibuat antara pelaku usaha

c. Tujuan dibuatnya perjanjian tersebut adalah untuk secara bersama-

sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang

atau jasa

d. Perjanjian tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan curang.

e. Praktek monopoli atau persaingan curang patut diduga telah terjadi

jika dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha

menguasai lebih dari 75% pangsa pasar dari satu jenis barang atau

jasa.

14 Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1999), h.53

Page 55: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

44

Jadi dapat dikatakan bahwa pasar oligopoli adalah pasar yang dikuasai

oleh beberapa produsen saja (untuk produksi satu jenis barang). Bagi pihak

yang melakukan bisnis secara oligopolis berlaku rumusan bahwa aksi-aksi

yang bersifat interdepedensi jauh lebih baik dari tindakan yang bersifat

“indepedensi”.

2. Perjanjian penetapan Harga tertentu atas suatu barang dan atau jasa yang harus

dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama

(pasal 5 ayat (1)), dengan pengecualian:

a. Perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau

b. Perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku (pasal 5 ayat (2))

3. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan

harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk

barang dan atau jasa yang sama (pasal 6)

4. Menetapkan harga dibawah pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya

persaingan usaha tidak sehat (pasal 7);

5. Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa

tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang telah

diterimanya tersebut, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang

telah diperjanjikan sehingga dapat menimbulkan terjadinya persaingan usaha

tidak sehat (pasal 8);

6. Penjelasan atas pasal 9 Undang-undang Anti Monopoli, maka yang dimaksud

dengan pembagian wilayah pemasaran atau alokasi pasar disini adalah:

Page 56: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

45

a. Membagi wilayah untuk memperoleh atau memasok barang dan/jasa;

atau

b.Menetapkan dari siapa saja dapat memperoleh atau memasok barang

dan/atau jasa.

Adapun yang menjadi tujuan dilarangnya perjanjian membagi wilayah

pemasaran atau alokasi pasar adalah karena perjanjian yang demikian,

sebagaimana juga perjanjian yang dilarang lainnya, dapat meniadakan atau

membatasi persaingan pasar, sehingga pihak konsumen maupun pihak

persaing usaha akan sangat dirugikan karenanya15.

7. Perjanjian pemboikotan, terdapat dua macam perjanjian yang dilarang oleh

Pasal 10 dari Undang-undang Anti Monopoli sehubungan perjanjian

pemboikotan tersebut, yaitu sebagai berikut;

a. Perjanjian yang dapat menghalangi pelaku usaha lain (pihak ketiga)

untuk melakukan usaha yang sama; dan

b. Perjanjian yang menolak menjual setiap barang dan/atau jasa dari

pelaku usaha lain (pihak ketiga) , jika:

1) Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain

tersebut; atau

2) Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap

barang dan/atau jasa dari pasar yang bersangkutan.

15 Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1999), h.53

Page 57: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

46

8. Perjanjian yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi

dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 11);

9. Perjanjian untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan

perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan

mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau

perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau

pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 12)

10. Persaingan yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian

atau penerimaan pasokan barang dan atau jasa tertentu agar dapat

mengendalikan harga atas barang dan atau jasa tertentu tersebut dalam pasar

bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan

atau pesaingan usaha tidak sehat (pasal 13 ayat (1));

11. Perjanjian yang bertujuan menguasai sejumlah produk. Yang dimaksud

dengan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian

produksi atau yang lazim disebut dengan integrasi vertical adalah penguasaan

serangkaian proses produksi atas barang tertentu mulai dari hulu sampai hilir

atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku usaha

tertentu16.

12. Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang

dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan

16 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Anti Monopoli, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h.26

Page 58: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

47

atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada suatu tempat tertentu

(pasal 15 ayat (1));

13. Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang

dan atau jasa tertentu harus bersedia untuk membeli barang dan atau jasa lain

dari pelaku usaha pemasok (Pasal 15 ayat (2));

14. Perjanjian mengenai pemberian harga atau potongan harga tertentu atas

barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang

menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:

a. Harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha

pemasok;atau

b. Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari

pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok

(Pasal 15 ayat (3)).

15. Perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang

dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak

sehat (pasal 16).

G. Uang Muka

Banyaknya istilah-istilah menyerupai uang muka seperti down payment,

booking fee dan uang panjar seringkali membuat keliru konsumen utamanya

dalam hal jual beli perumahan. Dalam beberapa bahan bacaan, di Indonesia

lebih sering menggunakan istilah uang muka. Beberapa istilah uang muka

tersebut dalam beberapa literatur memiliki perbedaan meskipun inti artinya

adalah sama. Berikut beberapa pengertian mengenai uang muka;

Page 59: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

48

1. Down payment, uang muka adalah Pembayaran sebagian sebagai

pendahuluan atau tanda jadi atas suatu transaksi; panjar17.

2. Uang muka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yakni uang yang

dibayarkan terlebih dahulu sebagai tanda jadi pembelian dan sebagainya;

panjar; persekot:18

3. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/10/PBI/2015 Uang Muka

adalah pembayaran di muka sebesar persentase tertentu dari harga

pembelian Properti atau kendaraan bermotor yang sumber dananya berasal

dari debitur atau nasabah.

Perturan mengenai uang muka untuk kredit properti diatur dalam peraturan

Bank Indonesia Nomor 17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value atau

Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang

Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Dengan PBI yang

baru ini, nasabah bank dapat mendaptkan fasilitas kredit kepemilikan rumah

hanya dengan uang muka atau Down Payment (DP) sebesar 20 persen19.

17 Elips, Kamus Hukum Ekonomi Elips, (Jakarta: Proyek Elips, 1997), h.53

18 http://kbbi.web.id/uang diakses pada tanggal 15 Mei 2016 jam 20:56 WIB

19 http://bisnis.liputan6.com/read/2258724/tak-semua-bank-bisa-berikan-fasilitas-uang-muka-kpr-20 diakses pada tanggal 15 Mei 2016 jam 22.12 WIB

Page 60: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

49

BAB IV

ANALISIS PERJANJIAN JUAL BELI PERUMAHAN DENGAN

KLAUSULA BAKU

A. Kasus Perjanjian Jual Beli Perumahan dengan Klausul Perjanjian Baku1

Kasus perjanjian jual beli perumahan dengan klausula baku marak terjadi,

salah satu penyebabnya adalah kurangnya kewaspadaan konsumen ketika akan

membeli rumah. Salah satu kasus klausula baku pada perjanjian jual beli

perumahan terjadi di Kota Surabaya pada tahun 2007 yang dialami oleh

Martinus Teddy Arus Bahterawan yang memesan rumah pada Perumahan

Palm Residence, Jambangan Surabaya dari Pengembang Perumahan yakni PT.

Solid Gold.

Pada saat itu, Martinus menggunakan angsuran Kredit Perumahan Rakyat

(KPR) seharga Rp. 180.000.000,- dan telah memberikan uang muka sebesar

Rp.54.000.000,- dan telah menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli.

Setelah menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Martinus

menginginkan perubahan desain rumahnya dan dikenakan biaya sebesar Rp.

24.625.000,- dan telah dibayar lunas oleh Martinus kepada PT. Solid Gold.

Selanjutnya, realisasi akad KPR dengan Bank Mandiri setelah Bank

Mandiri mengeluarkan Surat Penawaran Putusan Kredit (SPPK) pada tanggal

8 Agustus 2008. Tetapi Martinus tidak dapat hadir ketika akad kredit tersebut

dikarenakan sedang bekerja di Kalimantan. Secara sepihak, PT. Solid Gold,

1 Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 937/K/Pdt.Sus/2010

Page 61: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

50

menyurati Martinus pada tanggal 29 Oktober 2009, jika Martinus

membatalkan pembelian rumah maka Martinus harus membayar denda kepada

PT. Solid Gold sebesar Rp. 84.700.936.000,- dan jika Martinus berniat

meneruskan pembelian rumah maka harus membayar sebesar Rp. 48.888.000,-

dengan alasan bahwa ketentuan mengenai denda telah diatur pada Surat

Pemesanan Rumah dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah.

Surat jual beli tenyata mengandung beberapa klausula baku yang tidak di

sadari oleh Martinus akan merugikan haknya sebagai konsumen. Pada Surat

Pemesanan Rumah contohnya, menyatakan bahwa “….maka seluruh uang

yang telah dibayarkan menjadi hak milik PT. Solid Gold dan tidak dapat

dituntut kembali….” Selain itu pada surat perjanjian Pengikatan Jual Beli juga

terdapat klausula baku yang menyatakan “….seluruh uang yang telah

dibayarkan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Kesatu menjadi hangus dan tidak

dapat dituntut kembali….”

Total uang Martinus yang telah diserahkan kepada PT. Solid Gold adalah

sejumlah Rp.87.167.900,- dan pihak pengembang perumahan menolak

mengembalikan uang tersebut dengan alasan bahwa tidak dikembalikannya

uang tersebut merupakan denda bagi konsumen dan telah dicantumkan pada

surat pemesanan rumah dan surat perjanjian pengikatan jual beli.

Penyelesaian atas kasus ini adalah PT.Solid Gold dinyatakan bersalah

telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu melakukan pencantuman

klausula baku, dan menyatakan bahwa Surat Pemesanan Rumah tertanggal 17

Juli 2007 dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli tertanggal 16 Mei 2008

Page 62: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

51

B. Upaya Hukum yang dapat Dilakukan Konsumen terhadap Pelanggaran

yang Dilakukan oleh Pelaku Usaha

Pada dasarnya penyelesaian ganti rugi dapat dilakukan secara damai antara

konsumen dengan pelaku usaha. Namun, apabila upaya damai tersebut gagal

ditempuh maka upaya yang dilakukan konsumen adalah penyelesaian

sengketa sesuai yang diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Pasal 45 ayat (1) disebutkan bahwa konsumen dapat menggugat pelaku

usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara

konsumen dan pelaku usaha atau melalui lingkungan peradilan umum.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan hak untuk menggugat

pelaku usaha, dan menyelesaikan perselisihan yang timbul melalui Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen, atau dengan cara mengajukan gugatan

kepada peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana di maksud pada pasal 45

ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, ini tidak menutup

kemungkinan dilakukannya penyelesaian secara damai oleh para pihak yang

bersengketa. Pada umumnya dalam setiap tahap proses penyelesaian sengketa,

selalu diupayakan untuk menyelesaikannya secara damai di antara kedua

belah pihak yang bersengketa.

Penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh

kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa

Page 63: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

52

melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan tidak

bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen2.

Saat menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen membentuk majelis, dengan jumlah

anggota yang harus berjumlah ganjil, yaitu terdiri dari sedikitnya 3 orang yang

mewakili semua unsur, dan dibantu oleh seorang panitera. Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa konsumen

yang diserahkan kepadanya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari terhitung

sejak gugatan diterima Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Selain itu pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen

dikatakan bahwa putusan yang dijatuhkan majelis Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen bersifat final dan mengikat. Walaupun demikian, para

pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan

kepada Pengadilan Negeri untuk diputus. Terhadap putusan Pengadilan Negeri

ini, meskipun dikatakan bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen

hanya memberikan hak kepada pihak yang tidak merasa puas atas putusan

tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Selain itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga telah

memberikan jangka waktu yang pasti bagi peyelesaian perselisihan konsumen

yang timbul, yakni 21 (dua puluh satu) hari untuk proses pada tingkat

Pengadilan Negeri, dan 30 (tiga puluh) hari untuk diselesaikan oleh

Mahkamah Agung, dengan “jeda” masing-masing 14 (empat belas) hari untuk

2 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan ………., h.63

Page 64: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

53

mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri maupun kasasi ke Mahkamah

Agung3.

Mengenai ketentuan sanksi dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen mencantumkan tiga sanksi yakni sanksi administratif, sanksi

pidana dan sanksi tambahan. Sanksi pidana pokok bagi pelaku usaha yang

melanggar ketentuan pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

tentang klausula baku, terdapat pada pasal 62 Undang-undang Perlindungan

Konsumen yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

Selain itu sanksi tambahan bagi pelanggar ketentuan mengenai klausula baku

yakni dapat berupa sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62,

dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:

a. Perampasan barang tertentu;

b. Pengumuman keputusan hakim;

c. Pembayaran ganti rugi;

d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya

kerugian konsumen;

e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau

f. Pencabutan izin usaha.

3 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan………., h.78-79

Page 65: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

54

C. Analisis Akibat Hukum Perjanjian Jual Beli Perumahan dengan

Klausula Baku

Hadirnya klausula baku dalam perjanjian jual beli perumahan

dalam bentuk “…..seluruh uang yang telah dibayarkan oleh pihak kedua

kepada pihak kesatu menjadi hangus dan tidak dapat dituntut kembali….”

Ditinjau dari hukum perlindungan konsumen klausula pada perjanjian

baku tersebut melanggar ketentuan pasal 18 ayat (1) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen.

Ketentuan pasal 18 ayat (1) dikatakan bahwa para pelaku usaha

dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangakan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku

pada setiap dokumen dan/atau perjanjian dimana klausla tersebut akan

mengakibatkan:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali barang yang dibeli konsumen;

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang

dibeli oleh konsumen;

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha

baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan

segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli

oleh konsumen secara angsuran;

Page 66: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

55

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa

atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek

jual beli jasa;

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa

aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang

dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen

memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha

untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan

terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Pasal 1320 KUH Perdata menentukan bahwa syarat sahnya

perjanjian diperlakukan empat syarat:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya adalah asas esensial

dalam hukum perjanjian, asas ini dinamakan asas konsensualisme. Arti

asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang

timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.

Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat

Page 67: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

56

mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas4.

Asas konsensualisme yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata

mengandung arti kemauan (will) para pihak untuk saling berprestasi, ada

kemauan untuk saling mengikat diri5.

Pada klausula yang terdapat pada perjanjian jual beli perumahan

terdapat perbedaan posisi para pihak ketika perjanjian baku tersebut

diadakan karena tidak memberikan kesempatan pada debitur untuk

mengadakan real bargaining dengan pelaku usaha. Konsumen tidak

mempunyai kekuatan untuk mengutarakan kehendak dan kebebasannya

dalam menentukan isi perjanjian baku.

Hukum perjanjian dikenal adanya asas kebebasan berkontrak yang

terdapat pada pasal 1338 KUH Perdata ayat (1) yang berbunyi: “semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya”.

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan

kebebasan kepada para pihak untuk6:

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian.

b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun,

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya dan

d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

4 Subekti, Hukum Perjanjian, ………., h.15

5 Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen ………., h.66

6 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori&Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta:Sinar Grafika, 2013), h.9

Page 68: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

57

Allah SWT menganjurkan bentuk perjanjian adalah tertulis

sebagaimana firman Allah SWT pada Surah Al-Baqarah ayat 282 yakni;

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).

Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua

orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)

Page 69: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

58

keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”(QS. Al- Baqarah:282)

Selain itu, pada pasal 1337 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu

sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila

berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Hal tersebut

merupakan penegasan kembali akan sifat kebebasan berkontrak yang

diatur pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

Kebebasan berkontrak pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata

harus memperhatikan pasal 1337 KUH Perdata yang berisi bahwa suatu

sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-undang, atau apabila

berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.

Selain itu, dari pasal 1320 KUH Perdata dapat ditarik kesimpulan

bahwa klausula baku pada perjanjian seperti halnya suatu perjanjian pada

umumnya harus memenuhi baik syarat-syarat obyektif maupun syarat-

syarat subyektif dari sahnya suatu perjanjian serta memenuhi asas

kebebasan berkontrak, asas konsensualisme serta kedudukan yang

seimbang dari para pihak yang membuat perjanjian. Jika salah satu syarat

obyektif dari sahnya perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut

adalah batal demi hukum, yang berarti bahwa perjanjian tersebut dianggap

tidak pernah ada sejak semula.

Page 70: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

59

Sedangkan jika syarat subyektif yang tidak terpenuhi maka

perjanjian tersebut terancam dengan kebatalan, dengan pengertian bahwa

setiap salah satu pihak perjanjian tersebut dapat memohon agar perjanjian

tersebut dibatalkan7. Artinya, menurut pasal 1320 KUH Perdata perjanjian

antara para pihak dalam jual beli perumahan yang mengandung klausula

baku tidak memenuhi syarat objektif karena di dalam perjanjian jual beli

yang mengandung klausula baku tersebut tidak mengandung syarat sahnya

perjanjian yakni suatu sebab yang halal. Suatu sebab halal yang dimaksud

adalah melingkupi segala ketentuan pada pasal 1337 KUH Perdata.

Ketentuan pasal 18 ayat (1) dikatakan bahwa para pelaku usaha

dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangakan dilarang membuat atau mencantumkan klausula

baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian dimana klausla tersebut

akan mengakibatkan:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali barang yang dibeli konsumen;

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang

dibeli oleh konsumen;

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha

baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan

7 David M.L. Tobing, Parkir & Perlidungan Hukum Konsumen, (Jakarta: PT. Timpani Agung, 2007), h.41

Page 71: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

60

segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli

oleh konsumen secara angsuran;

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa

atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek

jual beli jasa;

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa

aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang

dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen

memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha

untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan

terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Selanjutnya, dalam pasal 18 ayat (2) dijelaskan bahwa pelaku

usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya

sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulit dimengerti.

Akibat atas pelanggaran terhadap pasal 18 ayat (1) dan ayat (2),

pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan

setiap perjanjian atau klausula baku yang memenuhi ketentuan pasal 18

ayat (1) dan pasal 18 ayat (2) dinyatakan batal demi hukum dan pelaku

Page 72: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

61

usaha harus menyesuaikan dengan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen.

Artinya, perjanjian jual beli perumahan dengan klausula baku yang

memuat isi sebagaimana di larang dalam pasal 18 ayat (1) dan 18 ayat (2)

dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat para pihak. Para pihak

tersebut yakni, pelaku usaha dan konsumen yang melaksanakan transaksi

jual beli perumahan tersebut.

Atas kebatalan demi hukum dari klausula sebagaimana disebutkan

dalam pasal 18 ayat (3), pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen selanjutnya mewajibkan para pelaku usaha untuk

menyesuaikan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini8.

8 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan………., h.57

Page 73: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Bahwa klausula pada perjanjian jual beli perumahan melanggar ketentuan

Undang-undang Perlindungan Konsumen. Adapun klausula baku yang

melanggar kententuan Undang-undang Perlindungan Konsumen adalah

“…seluruh uang yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak

kesatu menjadi hangus dan tidak dapat dituntut kembali…” klausula

tersebut sangat merugikan konsumen, dan melanggar ketentuan pasal 18

ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen huruf c. Akibat hukum

atas pencantuman klausula baku pada perjanjian jual beli perumahan,

sebagaimana pasal 18 ayat (3) maka perjanjian tersebut dinyatakan batal

demi hukum (nietigheid van rechtswege)

2. Konsumen menderita kerugian akibat pencantuman klausula baku, sesuai

dengan pasal 45 Undang-Undang Perlindungan Konsumen konsumen

yang merasa dirugikan dapat menggugat ganti rugi baik melalui lembaga

pengadilan maupun lembaga di luar pengadilan yaitu melalui Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Page 74: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

63

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan beberapa

saran yang diharapkan dapat berguna bagi upaya perlindungan konsumen,

khususnya dalam hal perlindungan konsumen terhadap klausula baku yang

merugikan. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bahwa diperlukan adanya keseragaman kosa kata mengenai penyebutan

dan pengertian “uang muka” sehingga kata tersebut tidak disalah artikan

dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak serta tidak merugikan konsumen.

2. Bahwa pelaku usaha dalam hal ini adalah pihak pengembang perumahan

dalam menjalankan usahanya dengan cara-cara yang baik dan

professional, serta memiliki pemahaman yang baik tentang hukum,

utamanya tentang hukum perlindungan konsumen. Pengetahuan

mengenai hukum perlindungan konsumen yang baik, menjadikan pelaku

usaha paham akan kewajiban dan hak pelaku usaha dan konsumen.

Pelaku usaha dalam menjalankan usahanya diharapkan tidak hanya

melindungi kepentingannya sendiri tetapi juga secara bersamaan

menjamin kepentingan konsumen.

3. Bahwa seluruh lapisan masyarakat, baik pemerintah, lembaga swadaya

konsumen serta konsumen harus lebih aktif melakukan penelitian dan

pengawasan terhadap klausula baku yang merugikan konsumen.

4. Bahwa advokasi dan edukasi perlindungan konsumen harus lebih

disosialisaikan dan ditingkatkan. Hal ini bertujuan agar masyarakat

paham akan hak dan kewajibannya sebagai konsumen maupun sebagai

Page 75: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

64

pelaku usaha. Selain itu, konsumen juga dapat mengetahui upaya-upaya

apa sajakah yang bisa dilakukan ketika terjadi pelanggaran hukum yang

dilakukan oleh pelaku usaha.

Page 76: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

65

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Badrulzaman, Mariam Darus. Perlindungan Terhadap Konsumen dilihat

Dari Sudut Perjanjian Baku (Standar). Jakarta:BPHN,1980

Barkatullah,Abdul Hakim. Hak-Hak Konsumen. Bandung: Nusa

Media,2010

Fuady, Munir. Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan

Sehat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999

---------------- Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Buku

Kedua. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003

Harahap, Yahya. Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan

Penyelesaian Sengketa. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997

H.S, Salim. Hukum Kontrak Teori&Teknik Penyusunan Kontrak.

Jakarta:Sinar Grafika, 2013

Johnny Ibrahim. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet. III,

Jawa Timur : Bayumedia Pubishing, 2007

K. Susilo, Zumrotin. Penyambung Lidah Konsumen, cet.1. Jakarta: Puspa

Suara, 1996

Makarim.Edmon, Kompilasi Hukum Telematika. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2003.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Prenada

Group, 2010

Muhammad, Abdulkadir. Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan

Perdagangan, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,1992

M.L. Tobing, David. Parkir & Perlidungan Hukum Konsumen.

Jakarta:PT. Timpani Agung,2007

Nasution, Az. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta:

Diadit Media, 2007

Remy Sjahdeni, Sutan. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang

Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia,.

(akarta: Institut Bankir Indonesia,1994

Page 77: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

66

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi.

Jakarta: Grasindo, 2004

Shofie, Yusuf. Pelaku Usaha, Konsumen dan Tindak Pidana Korporasi,

cet.1 Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002

Siahaan, N.H.T. Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan

Tanggung Jawab Produk. Jakarta: Panta Rei, 2005

Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta:Intermasa,2010

Sudaryatmo. Kiat Menghindari Perumahan Bermasalah. Jakarta:

Piramedia, 2004

Sutendi, Adrian. Tanggung Jawab Produk dan Tinjauan Hukum Publik

dan Perdata, Bogor: Ghalia Indonesia, 2008

Soekanto, Soejono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986

Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja. Anti Monopoli. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2002

----------------------------------------.Hukum tentang Perlindungan

Konsumen. Jakarta: Gramedia,2000

Yodo, Sutarman dan Ahmadi Miru. Hukum Perlindungan Konsumen.

Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000

Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana Prenada

Media, 2013

Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 setelah

amandemen ke-4

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821 .

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Lembaran Negara Republik

Indonesia tahun 1999 No. 33 Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia No. 3817

Page 78: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

67

Internet:

http://kbbi.web.id/uang

http://bisnis.liputan6.com/read/2258724/tak-semua-bank-bisa-berikan-

fasilitas-uang-muka-kpr-20

Page 79: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

P U T U S A N

Nomor 937 K/Pdt.Sus/2010

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

M A H K A M A H A G U N G

memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada tingkat kasasi telah

memutuskan sebagai berikut dalam perkara antara:

MARTINUS TEDDY ARUS BAHTERAWAN, bertempat tinggal di Jalan

Tenggumung Karya Lor No. 73 Surabaya, dalam hal ini memberi kuasa

kepada Achmad Fauzan, SH.,LLM., Advokat, berkantor di Jalan Wonorejo

Asri XII/23 Rungkut Surabaya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 6

April 2010,

Pemohon Kasasi dahulu Pemohon Keberatan/Penggugat ;

m e l a w a n

PT. SOLID GOLD, berkedudukan di Jalan Kertajaya VF-331 Surabaya,

dalam hal ini memberi kuasa kepada Soetardjo, SH., Advokat, berkantor di

Jalan Nginden Baru III No. 19 Surabaya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus

tanggal 15 April 2010;

Termohon Kasasi dahulu Termohon Keberatan/Tergugat ;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Pemohon

Kasasi dahulu sebagai Pemohon Keberatan/Penggugat telah mengajukan keberatan

terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor 35/BPSK/III/2010.

tanggal 31 Maret 2010 yang amarnya sebagai berikut:

• Tidak ada kesepakatan karena pihak PT. Solid Gold selaku pihak usaha

(Tergugat) tidak dapat memenuhi pengaduan konsumen (Sdr. Martinus

Teddy Arus B);

Bahwa, terhadap amar putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tersebut,

Pemohon Keberatan/Penggugat telah mengajukan keberatan di muka persidangan

Pengadilan Negeri Surabaya yang pada pokoknya sebagai berikut:

Bahwa Pemohon keberatan menerima putusan Badan Penyelesaian Sengketa No.

35/BPSK/III/2010 pada tanggal 31 Maret 2010 (vide bukti P-1);

Bahwa atas putusan tersebut Pemohon Keberatan telah menyatakan gagal dengan

Surat pernyataan tertanggal 6 April 2010 (vide bukti P-2);

Hal. 1 dari 17 hal Put. Nomor 937 K/Pdt.Sus/2010

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 80: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Bahwa Pemohon Keberatan mengajukan keberatan ini pada tanggal 7 April 2010,

atau dalam tenggang waktu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang No. 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

Bahwa dengan demikian adalah beralasan jika Pemohon Keberatan mohon agar

keberatan Pemohon Keberatan dinyatakan diterima;

Bahwa lebih lanjut alasan Pemohon Keberatan atas putusan badan Penyelesaian

sengketa tersebut adalah sebagaimana terurai berikut;

Bahwa pada tanggal 17 Juli 2007 di Surabaya Pemohon Keberatan membeli atau

memesan satu unit rumah dengan luas bangunan 39 m² dan luas tanah 84 m² yang

terletak di Kav. B No. 23 Perumahan Palm Residence, Jambangan Surabaya dari

Termohon Keberatan dengan melalui angsuran Kredit Perumahan Rakyat (KPR)

seharga Rp180.000.000,- dengan uang muka Rp54.000.000,- sebagaimana tercantum

dalam Surat pemesanan Ruko/Rumah No. 01/VII/2007 (vide bukti P-3) dan selanjutnya

pada tanggal 16 Mei 2008 Pemohon Keberatan dan Termohon Keberatan

menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual beli (vide bukti P-4);

Bahwa Pemohon Keberatan telah membayar lunas uang muka sebesar Rp

54.000.000,- kepada Termohon Keberatan (vide bukti P-5);

Bahwa Pemohon Keberatan menghendaki perubahan desain rumah tersebut yang

disetujui Termohon dengan biaya Rp24.625.000,- dan Pemohon Keberatan telah

membayar lunas biaya perubahan desain tersebut kepada Termohon Keberatan (vide

bukti P-6 s/d P-11);

Bahwa dengan demikian Pemohon Keberatan telah melaksanakan kewajibannya

kepada Termohon Keberatan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 Undang-Undang

No. 8 Tahun 1999 tentang V, Perlindungan Konsumen dan Termohon Keberatan telah

menerima haknya dari Pemohon Keberatan seperti ditentukan dalam Pasal 6 undang-

undang tersebut;

Bahwa karena Pemohon Keberatan telah memenuhi semua kewajiban membayar

uang muka dan biaya perubahan desain, maka tahap selanjutnya adalah realisasi akad

KPR dengan Bank Mandiri setelah Bank Mandiri mengeluarkan Surat penawaran

Putusan Kredit (SPPK);

Bahwa Bank Mandiri telah mengeluarkan SPPK No. 8.CLBC/SPPK.GRM/ 2917/

VIII/2008 pada tanggal 8 Agustus 2008 dan No. 8.CLBC/SPPK.GRM/ 2550/IX/2009

tanggal 9 September 2009, adapun Termohon Keberatan telah memberitahu Pemohon

Keberatan secara tertulis melalui surat tanggal 24 Agustus 2008 No. 42/SGP/EKS/

VIII/2009 dan 20 Oktober 2009 No. 45/SGP/ EKS/X/2009, tapi oleh karena Pemohon

Hal. 2 dari 17 hal Put. Nomor ..... K/Pdt.Sus/.....

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 81: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Keberatan saat itu sedang bekerja di Kalimantan, maka Pemohon Keberatan tidak dapat

melakukan akad kredit dimaksud;

Bahwa Termohon Keberatan menyatakan kepada Pemohon Keberatan melalui

suratnya tanggal 29 Oktober 2009 No. 46/SGP/EKS/2009 bahwa jika Pemohon

Keberatan membatalkan pembelian rumah dimaksud maka Pemohon Keberatan harus

membayar denda kepada Termohon Keberatan sebesar Rp 84.700.936.000,-

dan jika Pemohon Keberatan berniat meneruskan pembelian rumah dimaksud maka

Pemohon Keberatan harus membayar denda kepada Termohon Keberatan sebesar

Rp48.888.000,- (vide bukti P-12);

Bahwa Termohon keberatan dalam suratnya sebagaimana dimaksud bukti P-12

menyatakan bahwa Termohon Keberatan tidak pernah memaksakan adanya denda

dengan berdalih bahwa ketentuan denda sudah diatur dalam Surat Pemesanan Rumah

dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah (sebagaimana dimaksud bukti P-3 dan P-4);

Bahwa Pemohon Keberatan sangat tidak setuju dan karena itu menolak keras dalil

Termohon Keberatan tersebut di atas karena Surat Pemesanan Rumah dan Perjanjian

Pengikatan Jual Beli Rumah (vide Bukti P-3 dan P-4) adalah sangat merugikan

Pemohon Keberatan karena posisi Pemohon keberatan selalu lemah berdasarkan hasil

penelitian Badan dan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) seperti dikutip N.H.T.

Siahaan (Happy Susanto (2008:30) dan Pemohon Keberatan sebagai konsumen tidak

memiliki posisi tawar yang setara dan sederajat dengan Termohon Keberatan sebagai

pelaku usaha sehingga mau tidak mau Pemohon Keberatan menandatangani Surat

Pemesanan Rumah dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli tersebut yang format dan

sebagian besar isinya telah disiapkan dan ditentukan sendiri oleh Termohon Keberatan,

atau yang lebih dikenal dengan perjanjian standar atau ketentuan klausula baku;

Bahwa Surat pemesanan Rumah dimaksud (vide bukti P-3) Pasal III menyatakan:

“....maka seluruh uang yang telah dibayarkan menjadi hak milik PT.Solid Gold dan

tidak dapat dituntut kembali;

Bahwa uang yang telah dibayarkan adalah uang Pemohon Keberatan sebesar

Rp54.000.000,- (lima puluh empat juta rupiah);

Bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli dimaksud (vide bukti P-4) Pasal 2

menyatakan: “....seluruh uang yang telah dibayarkan oleh Pihak Kedua kepada Pihak

Kesatu menjadi hangus dan tidak dapat dituntut kembali....”;

Bahwa Pihak Kesatu dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli tersebut adalah

Termohon Keberatan dan Pihak Kedua adalah Pemohon Keberatan sedangkan seluruh

uang yang telah dibayar Pemohon Keberatan kepada Termohon Keberatan berdasarkan

Hal. 3 dari 17 hal Put. Nomor 937 K/Pdt.Sus/2010

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 82: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

bukti P-5 s/d P11 adalah Rp54.000.000,- + Rp24.625.000,- + biaya Notaris

Rp3.000.000,- + BPHTB Rp5.542.900,- = Rp87.167.900,- (delapan puluh tujuh

juta seratus enam puluh tujuh ribu sembilan ratus rupiah);

Bahwa Pasal V surat tersebut dan pasal 2 Perjanjian dimaksud juga

mencantumkan adanya benda masing-masing sebesar 2 dan 3%;

Bahwa ini berarti bahwa Termohon Keberatan dalam Surat Pemesanan Rumah

dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (vide bukti P-3 dan P-4) telah menyatakan menolak

menyerahkan kembali uang, yang telah dibayar pemohon keberatan serta penerapan

sanksi Benda bagi Pemohon keberatan, atau dengan kata lain Termohon Keberatan telah

mencantumkan klausula baku dalam Surat pemesanan Rumah dan Perjanjian

Pengikatan Jual Beli tersebut;

Padahal pencantuman klausula baku merupakan suatu larangan bagi Termohon

Keberatan yang harus ditaati oleh Termohon Keberatan karena sudah ditentukan oleh

hukum yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal

18 ayat (1) huruf c yang berbunyi: “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau

jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan membuat atau mencantumkan klausula baku

pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila menyatakan bahwa pelaku usaha

berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa

yang dibeli oleh konsumen;

Bahwa dengan demikian adalah jelas bahwa Termohon Keberatan telah

melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen yang ditentukan dalam

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999;

Bahwa oleh karena itu adalah beralasan jika Pemohon Keberatan mohon agar

Termohon Keberatan dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan atau melanggar

hukum yaitu terhadap Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dan adalah beralasan pula jika Pemohon Keberatan mohon agar Surat

Pemesanan Rumah No. 01/VI/2007 tertanggal 17 Juli 2007 dan Perjanjian Pengikatan

Jual Beli tertanggal 16 Mei 2008 dinyatakan batal demi hukum sepanjang mengenai

klausula baku dan proses transaksi pembelian rumah dimaksud antara Pemohon

Keberatan dan Termohon Keberatan tetap dilanjutkan tanpa ada sanksi denda dan/atau

bunga apapun;

Bahwa oleh karena Termohon Keberatan telah melakukan pelanggaran terhadap

Undang-Undang atau hukum yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, maka berarti Termohon Keberatan melakukan perbuatan

melanggar atau melawan hukum atas diri Pemohon Keberatan;

Hal. 4 dari 17 hal Put. Nomor ..... K/Pdt.Sus/.....

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 83: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Bahwa akibat perbuatan melanggar atau melawan hukum yang dilakukan

Termohon Keberatan atas diri Pemohon Keberatan, maka Termohon Keberatan

mengalami kerugian baik material maupun immaterial;

a Kerugian material berupa uang yang sudah diserahkan Pemohon Keberatan

kepada Termohon Keberatan tersebut di atas sebesar Rp87.167.900,-

(delapan puluh tujuh juta seratus enam puluh tujuh ribu sembilan ratus rupiah);

b Kerugian immateriel berupa Pemohon Keberatan harus pindah kerja dari

Kalimantan ke Surabaya dengan segala efek atau dampak psikis setara dengan

Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);

Bahwa oleh karena itu adalah beralasan jika Pemohon Keberatan mohon agar

Termohon Keberatan dihukum untuk membayar ganti rugi kepada Pemohon Keberatan

untuk kerugian material sebesar Rp87.167.900,- (delapan puluh tujuh juta seratus enam

puluh tujuh ribu sembilan ratus rupiah) dan kerugian immateriel Rp500.000.000,- (lima

ratus juta rupiah);

Bahwa, berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Pemohon Keberatan/

Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Surabaya agar memberi putusan sebagai

berikut:

1 Menerima dan mengabulkan seluruh keberatan Pemohon Keberatan untuk

seluruhnya;

2 Menyatakan Termohon Keberatan telah melakukan perbuatan melawan atau

melanggar hukum;

3 Menyatakan Surat Pemesanan Rumah No. 01/VII/2007 tertanggal 17 Juli 2007

dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli tertanggal 16 Mei 2008 sepanjang mengenai

pencantuman klausul baku mengenai tidak dapatnya Pemohon Keberatan untuk

menuntut atau meminta kembali uang yang telah dibayar Pemohon Keberatan

kepada Termohon Keberatan dan penerapan denda adalah batal demi hukum;

4 Menghukum Termohon Keberatan untuk terus memproses transaksi pembelian

rumah sebagaimana dimaksud Surat Pemesanan Rumah No. 01/ VII/2007

tertanggal 17 Juli 2007 dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli tertanggal 16 Mei

2008 tanpa denda dan/atau bunga apapun;

5 Menghukum Termohon Keberatan untuk membayar ganti rugi kepada Pemohon

Keberatan untuk kerugian materiel sebesar Rp 87.167.900,- (delapan puluh tujuh

juta seratus enam puluh tujuh ribu sembilan ratus rupiah) dan kerugian

immateriel Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dalam waktu 7 hari sejak

putusan perkara ini dibacakan;

Hal. 5 dari 17 hal Put. Nomor 937 K/Pdt.Sus/2010

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 84: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

ATAU setidak-tidaknya Pemohon Keberatan mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex

aequo et bono);

Bahwa, terhadap keberatan tersebut di atas, Termohon Keberatan/ Penggugat

mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:

Bahwa UU No. 8/th 1999 adalah UU Lex Spesialis yang menjadi kewenangan

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk memutus. Dan atas putusan

BPSK tersebut tidak ada banding, sehingga apabila sengketa antara Konsumen dengan

Pelaku Usaha yang telah diputus oleh BPSK, maka tidak benar apabila keberatan-

keberatan atas putusan BPSK diajukan pada Pengadilan Negeri sebagai Pemohon

Keberatan dan Termohon Keberatan, yang materi perkaranya dibawa ke Pengadilan

Negeri masih memakai “Baju” (menyandang) Pemohon Keberatan dan Termohon

Keberatan, yang sama dengan upaya banding, padahal Pengadilan Negeri bukan

peradilan banding;

Bahwa seharusnya calon user atau konsumen, yang merasa dirugikan quod non

oleh Pengembang, kalau perkaranya ini mau diajukan sebagai gugatan pada Pengadilan

Negeri harus menyebut sebagai Penggugat dan Tergugat;

Bahwa tidak ada RIB (HIR) yang mengatur tata cara berperkara perdata di

Pengadilan yang berwenang, menyebut dirinya sebagai Pemohon Keberatan melawan

Termohon Keberatan, sebab tata cara berperkara di Pengadilan yang berwenang, sudah

diatur dalam RIB (HIR) yang sama sekali tidak diatur dalam UU Lex Spesialis yang

khusus untuk Sengketa Konsumen dengan Pelaku Usaha saja, yang tempat pengaduan

tersebut diajukan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagaimana yang diatur

dalam UU No. 8 Th 1999;

Bahwa karena salah dalam menyebut pihak Penggugat sebagai Pemohon

Keberatan, dan Tergugat sebagai Termohon Keberatan yang tidak diatur sama sekali

dalam RIB (HIR) sebagai hukum acara pada Pengadilan Negeri, maka selanjutnya

mohon gugatan Martinus Teddy Arus Bahterawan yang salah dalam format/tata cara,

mohon untuk ditolak atau setidak-tidaknya gugatan tidak bisa diterima;

Bahwa gugatan/permohonan keberatan atas suatu putusan BPSK (Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen) No. 5/BPSK/III/2010 ;

Bahwa Pengadilan Negeri adalah bukan lembaga lain (BPSK) yang memutus

berdasar UU Lex Spesialis;

Bahwa karena itu apabila hendak mengajukan gugatan perkara sengketa perdata

ke PN yang awalnya berdasar dari putusan lembaga peradilan ad hoc, khusus seperti

BPSK, pihak yang merasa dirugikan quod non atas putusan tersebut harus mengajukan

Hal. 6 dari 17 hal Put. Nomor ..... K/Pdt.Sus/.....

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 85: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

gugatan biasa sebagaimana yang diatur dalam hukum acara dalam RIB/HIR, yaitu

sebagai Penggugat dan Tergugat saja;

Bahwa sedang atas putusan BPSK tersebut dapat dipakai sebagai bukti alasan

yang mendukung dalil-dalil gugatannya tersebut. Dan sama sekali pihak yang

mengajukan gugatan tidak boleh menyebut sebagai Pemohon Keberatan melawan

Termohon Keberatan, karena Pengadilan Negeri bukan lembaga peradilan banding;

Karena itu permohonan dari Pemohon Keberatan seharusnya ditolak atau mohon dapat

dinyatakan niet ontvankelijk verklaard;

Bahwa yang benar adalah pihak Pemohon Keberatan, haruslah mengikuti tata cara

sesuai RIB/HIR, yaitu sebagai Penggugat melawan Tergugat (Pelaku Usaha PT. Solid

Gold) dan pihak BPSK harus ditarik sebagai salah satu Tergugat yang telah memutus

tidak sesuai dengan keinginan Pengadu;

Bahwa hal tersebut itu baru betul karena Pengadilan Negeri bukan Pengadilan

banding yang meneruskan memeriksa atas putusan peradilan yang lebih bawah yang

diminta bandingnya, sebab BPSK bukan peradilan yang berada di bawah yurisdiksi

Pengadilan Negeri, BPSK adalah Lembaga Penyelesaian Perselisihan antara pihak

Konsumen dengan pihak Pelaku Usaha yang undang-undangnya diatur khusus sebagai

peraturan perundangan lex spesialis;

Bahwa PT. Solid Gold merasa bingung atas model gugatan yang memaksa

Pengadilan Negeri untuk memeriksa perkara atas putusan dari lembaga yang tunduk

pada perundangan Lex Spesialis, sehingga seolah-olah Pengadilan Negeri “dipaksa”

untuk “memeriksa banding” dengan Undang-Undang No. 8 Th 1999 yang “miliknya”

BPSK, sehingga si Penggugat menyebut pihaknya sebagai Pemohon Keberatan “quod

non” yang seolah-olah telah meminta bandingnya, dengan menyalahkan putusan BPSK;

Hal itu salah besar;

Bahwa oleh sebab itu Termohon Keberatan (yang semestinya Tergugat) mohon

agar gugatan Martinus Teddy Bahterawan ditolak atau setidak-tidaknya gugatan

dinyatakan tidak bisa diterima;

a Bahwa pengajuan permohonan keberatan terdaftar dalam No. 274. Ternyata

Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surabaya rupanya bingung juga dari

kolom No. …./Pdt.G.P/…. mana yang harus dicoret G atau P, ternyata yang

dicoret P, sehingga lengkapnya menjadi 274/Pdt.G/2010/PN.Sby, padahal

pengajuan tentang permohonan dari Pemohon, semestinya pengajuan

permohonan dari Pemohon harus tanpa pihak, tetapi dalam pengajuan Pemohon

Hal. 7 dari 17 hal Put. Nomor 937 K/Pdt.Sus/2010

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 86: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

oleh Pemohon ternyata ada pihak/lawan, jadi nomor perkara menjadi perkara

gugatan atau G bukan P atau permohonan;

Dan apabila pengajuan perkara gugatan, maka yang mengajukan perkara

tersebut sebagai Penggugat, sedangkan pihak yang digugat sebagai Tergugat;

b Konstelasi permohonan oleh Pemohon harus diajukan tanpa pihak. Sedang

gugatan perkara No. 274/Pdt.G/2010 yang diajukan sebagai Pemohon Keberatan

atau sebagai Pemohon terdapat pihak dalam permohonannya tersebut. Maka

yang terjadi “Kebingungan” dalam hukum acara;

I Satu sisi, Pemohon Keberatan sebagai Pemohon ada. Pihak;

II Sisi lain, permohonan Pemohon sebagai Pemohon Keberatan atas

putusan BPSK, diajukan acara “mentah-mentah” untuk “dimintakan

banding” pada Pengadilan Negeri Surabaya. Padahal Pengadilan

Negeri bukan peradilan banding. Dengan demikian bubarlah sudah

Hukum Acara Perdata (RIB/HIR) ini;

Bahwa karena gugatan salah yang dicampur dalam permohonan oleh Pemohon

atas suatu permohonan yang semestinya tanpa pihak, maka atas gugatan yang salah

dalam aturan/tatacara sebagaimana yang diatur dalam Hukum Acara, seharusnya ditolak

atau setidak-tidaknya gugatan tidak bisa diterima;

Bahwa dalam pengajuan berperkara pada Pengadilan, hanya ada 2 (dua) yaitu

perkara gugatan jadi ada pihak di dalamnya dan permohonan yang tidak ada pihak di

dalamnya;

Bahwa jadi apabila dalam suatu permohonan ternyata ada pihak lawan di

dalamnya, maka permohonan itu salah, yang untuk itu seyogyanya ditolak atau

pengajuan permohonan tidak bisa diterima;

Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat telah menyangkal dalil-

dalil gugatan tersebut dan sebaliknya mengajukan gugatan balik (rekonvensi) yang pada

pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut :

Bahwa apa yang tertuang dalam Eksepsi maupun dalam Konvensi merupakan

bagian utuh dan diulang dalam rekonvensi ini;

Penggugat Rekonvensi atau Pemohon Keberatan Rekonvensi hanya mohon agar

apabila Penggugat Konvensi atau Tergugat Rekonvensi atau Termohon Keberatan

Rekonvensi, hendak melaksanakan Akad Nikah baru mulai lagi kepada Pengembang

Palm Residence, harus memenuhi denda keterlambatan selama 2½ tahun (mulai Juli

2007 s/d April 2010) sebesar Rp106.092.000,- (seratus enam juta sembilan

Hal. 8 dari 17 hal Put. Nomor ..... K/Pdt.Sus/.....

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 87: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

puluh dua ribu rupiah) yang harus dibayar kontan (tunai) sekaligus, bertepatan Akad

Kredit BPR (Bank Graha Mandiri) merealisasinya;

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat dalam Rekonvensi

menuntut kepada Pengadilan Negeri Surabaya supaya memberikan putusan sebagai

berikut:

I Menolak seluruh gugatan Pemohon Keberatan untuk seluruhnya;

II Menghukum Termohon Keberatan Rekonvensi untuk membayar denda

keterlambatan sebesar Rp106.092.000,- (seratus enam juta sembilan puluh

dua ribu rupiah) yang harus sekaligus dengan pelaksanaan Akad Kredit BPR

direalisir bertepatan dengan pembayaran denda keterlambatan sebesar

Rp106.092.000,-;

III Menghukum Termohon Keberatan Rek. Untuk membatalkan Pemesanan

Rumah Blok B-3, Karah, Jambangan, Surabaya dengan menerima

pengembalian 50% Uang muka (50% x Rp54.000.000,-) = Rp27.000.000,-

(dua puluh tujuh juta rupiah);

Bahwa, terhadap keberatan tersebut, Pengadilan Negeri Surabaya telah memberi

putusan Nomor 274/Pdt.G/2010/PN.Sby tanggal 25 Mei 2009 yang amarnya sebagai

berikut:

• Menyatakan putusan BPSK Kota Surabaya No. 35/BPSK/III/2010 tertanggal 31

Maret 2010 tidak berkekuatan hukum;

MENGADILI SENDIRI:

DALAM EKSEPSI:

• Menolak Eksepsi dari Termohon Keberatan atau Tergugat ;

DALAM KONVENSI:

• Menolak gugatan Pemohon Keberatan atau Penggugat/Tergugat Rekonvensi;

DALAM REKONVENSI:

• Mengabulkan gugatan dari Tergugat/Penggugat Rekonvensi sebagian;

DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI:

• Menghukum Penggugat/Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya-biaya

yang timbul dalam perkara ini;

MENGADILI:

- Menyatakan putusan BPSK Kota Surabaya No. 35/BPSK/III/2010 pada tanggal 31

Maret 2010 tidak berkekuatan hukum;

Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Negeri Surabaya tersebut telah diucapkan

dengan hadirnya Pemohon Keberatan/Penggugat pada tanggal 25 Mei 2009 terhadap

Hal. 9 dari 17 hal Put. Nomor 937 K/Pdt.Sus/2010

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 88: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

putusan tersebut, Pemohon Keberatan/Penggugat dengan perantaraan kuasanya

berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 6 April 2010 mengajukan permohonan kasasi

pada tanggal 8 Juni 2010, sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor

274/Pdt.G/2010/PN.Sby yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Surabaya,

permohonan mana diikuti dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 22 Juni 2010;

Bahwa, setelah itu, oleh Termohon Keberatan/Tergugat yang pada tanggal 15 Juli

2010 telah disampaikan salinan memori kasasi dari Pemohon Kasasi (Pemohon

Keberatan/Penggugat), diajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 23 Juli 2010;

Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah

diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu

dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu

permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima;

Menimbang, bahwa alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/

(Pemohon Keberatan/Penggugat) pada pokoknya sebagai berikut:

DALAM KONVENSI.

1 Bahwa Judex Facti telah salah menerapkan atau keliru dalam

menerapkan hukum dan memberikan pertimbangan hukum, terutama

dalam mempertimbangkan ada tidaknya klausul baku sebagai berikut:

2 Bahwa Pemohon Kasasi mengajukan keberatan kepada Pengadilan

Negeri Surabaya dengan Nomor Register perkara No. 274/Pdt.G/2010/

PN.Sby atas putusan badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surabaya

tersebut pada tanggal 7 April 2010 (Mohon Periksa Keberatan Pemohon

Kasasi) akan tetapi Judex Facti baru memberikan putusan atas keberatan

dimaksud pada tanggal 25 Mei 2010 (vide Putusan Pengadilan Negeri

Surabaya No. 274/ Pdt.G/2010/PN.Sby halaman 34);

3 Bahwa berarti Judex Facti memberikan putusan dimaksud dalam waktu

46 (empat puluh enam) hari sejak diterimanya keberatan, padahal

undang-undang No. Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal

58 ayat (1) menyatakan: “Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan

putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2)

dalam waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterimanya

keberatan”;

Hal. 10 dari 17 hal Put. Nomor ..... K/Pdt.Sus/.....

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Page 89: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

4 Bahwa dengan demikian Judex Facti telah salah menerapkan hukum atau

tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya;

5 Bahwa sidang pertama perkara a quo adalah tanggal 20 April 2010

(mohon periksa relaas dalam perkara a quo) akan tetapi Judex Facti baru

memberikan putusan atas keberatan dimaksud pada tanggal 25 Mei 2010

(vide Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 274/Pdt.G/2010/PN.Sby

halaman 34);

6 Bahwa berarti Judex Facti memberikan putusan dimaksud dalam waktu

35 (tiga puluh lima) hari sejak sidang pertama. Hal ini bertentangan

dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen Pasal 6 ayat 7 menyatakan: “Majelis

hakim harus memberikan putusan dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari

sejak sidang pertama dilakukan;

7 Bahwa dengan demikian Judex Facti telah salah menerapkan dalam

menerapkan hukum atau tidak menerapkan hukum sebagaimana

mestinya.

8 Bahwa alasan lebih lanjut Pemohon Kasasi adalah sebagai berikut:

dalam perkara a quo Pemohon Kasasi mempersoalkan adanya klausul

baku yang tercantum dalam Surat Pemesanan Rumah – (vide bukti P-3)

Pasal III – yang menyatakan: “….maka seluruh uang yang telah

dibayarkan menjadi hak milik PT. SOLID Gold dan tidak dapat dituntut

kembali.” Dan berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli – (vide bukti

P-4) Pasal 2 – yang menyatakan: “….seluruh uang yang telah dibayarkan

oleh pihak kedua kepada pihak kesatu menjadi hangus dan tidak dapat

dituntut kembali…”;

9 Bahwa pihak kesatu dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli tersebut

adalah Termohon Keberatan/Termohon Kasasi dan Pihak Kedua adalah

Pemohon Keberatan/Pemohon Keberatan sedangkan seluruh uang yang

telah dibayar Pemohon Keberatan/Pemohon Kasasi kepada Termohon

Keberatan/ Termohon Kasasi berdasarkan bukti P-5 s/d P-11 adalah

Rp54.000.000,- + Rp24.625.000,- + biaya Notaris Rp3.000.000,- +

BPHTB Rp5.542.900,- = Rp87.167.900,- (delapan puluh tujuh juta

seratus enam puluh tujuh ribu sembilan ratus rupiah) yang merupakan

kerugian materiel yang diderita Pemohon Kasasi. Kerugian immateriel

Hal. 11 dari 17 hal Put. Nomor 937 K/Pdt.Sus/2010

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

Page 90: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

juga diderita Pemohon Kasasi sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta

rupiah);

10 Bahwa Pasal V Surat Pemesanan Rumah tersebut dan Pasal 2 perjanjian

dimaksud juga mencantumkan adanya denda masing-masing sebesar 2

dan 3%;

11 Bahwa ini berarti bahwa Termohon Kasasi dalam Surat Pemesanan

Rumah dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (vide bukti P-3 dan P-4)

telah menyatakan menolak menyerahkan kembali uang yang telah

dibayar Pemohon Kasasi, serta penerapan sanksi denda bagi Pemohon

Kasasi atau dengan kata lain Termohon Kasasi telah mencantumkan

klausula baku dengan Surat Pemesanan Rumah dan Perjanjian

Pengikatan Jual Beli tersebut;

12 Bahwa pencantuman klausula baku merupakan suatu larangan bagi

Termohon Kasasi yang harus ditaati oleh Termohon Kasasi karena sudah

ditentukan oleh hukum yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat (1) yang menyatakan:

“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan

untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula

baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali barang yang dibeli konsumen;

b Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang

dibeli oleh konsumen;

c Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara

langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang

berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

d Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau

mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.

e Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang bertugas aturan baru,

tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh

pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya”;

1 Bahwa dengan demikian adalah jelas bahwa Termohon Kasasi telah

memenuhi ketentuan Pasal 18 ayat 1 UU dimaksud sehingga melakukan

Hal. 12 dari 17 hal Put. Nomor ..... K/Pdt.Sus/.....

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

Page 91: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

pelanggaran terhadap perlindungan konsumen yang ditentukan dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999;

2 Bahwa pencantuman klausul baku yang dilarang tersebut berakibat

bahwa klausul baku menjadi batal demi hukum berdasarkan UU No.

8/1999 Pasal 18 ayat 3 yang menyatakan: “Setiap klausula baku yang

telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dinyatakan batal demi hukum”;

3 Bahwa selain dari pada itu Judex Facti telah salah atau keliru dalam

menerapkan hukum karena Judex Facti di satu sisi telah mengakui dan

menerapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen ketika memberikan pertimbangan hukum

menyangkut hal yang bersifat formil mengenai hukum acara dalam

perkara a quo (vide putusan Judex Facti halaman 26 dan 28), dengan

merujuk pada UU tersebut Pasal 56 angka 2, Pasal 54 dan 50 (vide

putusan Judex Facti halaman 27), Akan tetapi di sisi lain Judex Facti

tidak menerapkan UU yang sama ketika memberikan pertimbangan

tentang substansi atau materi perkara (vide putusan Judex Facti halaman

28, 29 dan 30);

4 Bahwa begitu pula Judex Facti salah atau keliru dalam menerapkan

hukum atau tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya karena

Judex Facti dalam memberikan pertimbangan hukum tentang perjanjian

sebagaimana dimaksud dalam bukti P-4 tidak memperhatikan atau

menerapkan syarat sahnya suatu perjanjian yaitu unsur “adanya sebab

atau klausul yang halal” dalam hal ini tidak bertentangan dengan hukum

atau peraturan perundangan yang ada yaitu UU No. 8 tahun 1999 yang

melarang adanya klausul baku dalam semua dokumen dan/atau

perjanjian. Sedangkan dalam Perjanjian dan Surat pemesanan Rumah

sebagaimana dimaksud bukti P-3 dan P-4 terdapat klausul baku yang

dilarang dan memenuhi ketentuan dilarangnya klausul baku oleh UU

tersebut, Apalagi Judex Facti sendiri menyatakan: “….kebebasan

berkontrak adalah kebebasan seluas-luasnya yang oleh undang-undang

diberikan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa

saja asal tidak bertentangan dengan perundang-undangan, kepatutan dan

ketertiban umum” (vide putusan Judex Facti halaman 29);

Hal. 13 dari 17 hal Put. Nomor 937 K/Pdt.Sus/2010

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

Page 92: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

5 Bahwa oleh karena itu adalah beralasan jika Pemohon Kasasi mohon

agar Termohon Kasasi dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan

atau melanggar hukum yaitu terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen dan adalah beralasan jika

Pemohon Kasasi mohon agar Surat Pemesanan Rumah No. 01/VII/2007

tertanggal 17 Juli 2007 dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli tertanggal 16

Mei 2008 dinyatakan batal demi hukum sepanjang mengenai klausul

baku, dan proses transaksi pembelian rumah dimaksud antara Pemohon

Kasasi dan Termohon Kasasi tetap dilanjutkan tanpa ada sanksi denda

dan/atau bunga apa pun;

6 Bahwa oleh karena Termohon Kasasi telah melakukan pelanggaran

terhadap undang-undang atau hukum yaitu Undang-Undang Nomor 8

tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka berarti Termohon

Kasasi melakukan perbuatan melanggar atau melawan hukum atas diri

Pemohon Kasasi. Oleh karena itu adalah beralasan pula jika Pemohon

Kasasi mohon agar Termohon Kasasi dihukum untuk membayar ganti

rugi kepada Pemohon Kasasi untuk kerugian materiel sebesar Rp

87.167.900,- (delapan puluh tujuh juta seratus enam puluh tujuh ribu

sembilan ratus rupiah) dan kerugian immateriel Rp500.000.00,- (lima

ratus juta rupiah);

DALAM REKONVENSI.

7 Bahwa Pemohon Kasasi menolak keras dalil Termohon Kasasi kecuali

apa yang secara tegas diakui Pemohon Kasasi;

8 Bahwa alasan Termohon Kasasi mengajukan gugatan rekonvensi adalah

mengada-ada dan tanpa dasar hukum yang kuat dan bahkan tanpa

disertai bukti sama sekali (mohon periksa putusan Judex Facti halaman

10 sampai dengan 22);

9 Bahwa dengan demikian adalah beralasan jika Pemohon Kasasi mohon

agar gugatan rekonvensi Termohon Kasasi ditolak atau dikesampingkan

atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima;

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut, Mahkamah Agung

berpendapat:

mengenai alasan ke 1 s/d 21:

Bahwa, alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti

secara saksama memori kasasi tanggal 22 Juni 2010 dan kontra memori kasasi tanggal

Hal. 14 dari 17 hal Put. Nomor ..... K/Pdt.Sus/.....

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14

Page 93: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

23 Juli 2010 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan

Negeri Surabaya telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

• Bahwa Pengadilan Negeri/Judex Facti salah menerapkan hukum karena

telah mengenyampingkan ketentuan Pasal 18 ayat (1) c UU No. 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen yang melarang dibuat atau

dicantumkan klausula baku, terutama tentang larangan pelaku usaha

berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang

dan jasa, padahal klausula yang demikian sudah dicantumkan dalam

Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Pemesanan Rumah, sehingga

perjanjian tersebut seharusnya dinyatakan batal demi hukum dan

Termohon Keberatan terbukti melakukan perbuatan melawan hukum;

• Bahwa Pemohon Keberatan masih tetap berkehendak melanjutkan

transaksi pembelian rumah/perjanjian jual beli sehingga petitum ini dapat

dikabulkan;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung

berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari

Pemohon Kasasi: MARTINUS TEDDY ARUS BAHTERAWAN tersebut dan

membatalkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 274/Pdt.G/2010/PN.Sby

tanggal 25 Mei 2009 yang membatalkan putusan Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen Nomor 35/BPSK/III/2010 tanggal 31 Maret 2010 serta Mahkamah Agung

akan mengadili sendiri perkara a quo dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan

di bawah ini;

Menimbang, bahwa karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penggugat

dikabulkan, maka Termohon Kasasi/Tergugat harus dihukum untuk membayar biaya

perkara pada semua tingkat peradilan;

Memperhatikan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain

yang bersangkutan;

M E N G A D I L I

Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: MARTINUS TEDDY

ARUS BAHTERAWAN tersebut;

Hal. 15 dari 17 hal Put. Nomor 937 K/Pdt.Sus/2010

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15

Page 94: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 274/Pdt.G/ 2010/

PN.Sby tanggal 25 Mei 2009;

MENGADILI SENDIRI

1 Mengabulkan keberatan Pemohon Keberatan untuk sebagian;

2 Menyatakan Termohon Keberatan telah melakukan perbuatan melawan

hukum yaitu telah melakukan pencantuman klausula baku;

3 Menyatakan Surat Pemesanan dan Pengikatan Jual Beli batal demi

hukum;

4 Menyatakan Surat Pemesanan Rumah No. 01/VII/2007 tertanggal 17 Juli

2007 dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli tertanggal 16 Mei 2008 sepanjang

mengenai pencantuman klausula baku mengenai tidak dapatnya Pemohon

Keberatan untuk menuntut atau meminta kembali uang yang telah dibayar

Pemohon Keberatan kepada Termohon Keberatan dan penerapan denda adalah

batal demi hukum;

5 Menghukum Termohon Keberatan untuk terus memproses transaksi

pembelian rumah sebagaimana dimaksud Surat Pemesanan Rumah No. 01/

VII/2007 tertanggal 17 Juli 2007 dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli tertanggal

16 Mei 2008 tanpa denda dan/atau bunga apapun;

6 Menolak keberatan Pemohon Keberatan untuk selain dan selebihnya;

Menghukum Termohon Kasasi/Tergugat untuk membayar biaya perkara pada

semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat kasasi ditetapkan sebesar Rp500.000,00

(lima ratus ribu rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada

hari Kamis tanggal 30 Mei 2013 oleh Dr.H. Abdurrahman, SH.,MH. Hakim Agung

yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, H. Mahdi

Soroinda Nasution, SH.,M.Hum. dan Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH.,LL.M.

Hakim Agung masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut diucapkan

dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua dengan dihadiri oleh

Anggota-Anggota tersebut dan dibantu oleh Ferry Agustina Budi Utami, SH.,MH.

Panitera Pengganti, dengan tidak dihadiri oleh para pihak;

Anggota-anggota K e t u a

Ttd./H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.,M.Hum. Ttd./

Ttd./Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH.,LL.M. Dr.H. Abdurrahman, SH.,MH.

Hal. 16 dari 17 hal Put. Nomor ..... K/Pdt.Sus/.....

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16

Page 95: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Panitera Pengganti

Ttd./

Ferry Agustina Budi Utami, SH.,MH.

Biaya-biaya: 1. Meterai : Rp 6.000,002. Redaksi : Rp 5.000,00 3. Administrasi Kasasi : Rp489.000,00 +

Jumlah : Rp500.000,00

Untuk Salinan

MAHKAMAH AGUNG R.I.

An. Panitera

Panitera Muda Perdata Khusus

( RAHMI MULYATI, SH.MH. )

NIP : 19591207 1985 12 2 002

Hal. 17 dari 17 hal Put. Nomor 937 K/Pdt.Sus/2010

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17