105
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU DARI KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum Oleh: RAMADHANTI SAFIRRIANI FIRDAUS NIM. 135010119111001 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2017

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

  • Upload
    others

  • View
    21

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU DARI

KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar

Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

Oleh:

RAMADHANTI SAFIRRIANI FIRDAUS

NIM. 135010119111001

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

2017

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam
Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam
Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

IDENTITAS WISUDAWAN

1. Nama (sesuai ijazah SMA) : Ramadhanti Safirriani Firdaus

2. Nomor Induk Mahasiswa : 135010119111001

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Nama Ayah : Drs.Yulinar Firdaus,Msi

5. Nama Ibu : Irma Savyna Firdaus,SH

6. Pekerjaan Ayah : Pegawai Negeri Sipil (PNS)

7. Pekerjaan Ibu : Notaris & PPAT

8. Tempat / Tanggal Lahir : Tangerang, 11 Februari 1994

9. Agama : Islam

10. Alamat Asal/Kode Pos : Jalan Tanjung Duren Dalam 4 No 3

Jakarta Barat 11470

11. No.Hp/No.Telp Rmh : 082157000559 / (021)568568

12. Alamat di Malang : Jalan WatuMujur 1 No 1 Malang

65145

13. E-mail : [email protected]

DATA KEGIATAN AKADEMIK

14. Konsentrasi : Hukum Perdata Murni

15. Tanggal mulai menyusun skripsi/TA : 27 Desember 2016

16. Tanggal selesai menyusun skripsi/TA : 7 Maret 2017

17. No. SK Penetapan Pembimbing : 46 Tahun 2017

18. Judul Skripsi (dlm Bhs Indonesia) :

Perlindungan Hukum Bagi Tuna Rungu Ditinjau dari Kecakapan Bertindak

dalam Perjanjian Jual Beli Tanah

19. Judul Skripsi (dlm Bhs Inggris) :

Legal Protection For the Deaf Seem From The Ability To Act In the Land

Sale And Purchase Agreement

20. Instansi Tempat Penelitian Skripsi : -

21. Kota Lokasi Penelitian Skripsi : -

22. Dosen Pembimbing I : Prof.Dr.Mochammad Bakri,SH,MS

23. Dosen Pembimbing II : Shanti Riskawati,SH,M.Kn

DATA YUDISIUM

24. Semester saat lulus / yudisium : Semester 8

25. Tahun Akademik saat lulus/yudisium : 2017

26. Nomor SK Yudisium : 10709/UB/FH/S1/2017

27. Tanggal Yudisium : 12 April 2017

28. Predikat : Sangat Memuaskan

29. Nilai Ujian Skripsi : A

30. IPK : 3,51

31. Jumlah SKS Kumulatif : 144

32. Jumlah Mata Kuliah : 55

33. Semester Lulus : 8

34. Tanggal Ujian Skripsi : 21 Maret 2017

35. Jam ujian skripsi : 15.00

36. Gedung dan ruang ujian skripsi : Gedung A dan Ruang Perdata Barat

Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

37. Dosen Penguji :

1. Prof.Dr.Mochammad Bakri,SH,MS

2. Dr. Imam Koeswahyono,SH,MH

3. Dr.Reka Dewantara,SH,MH

4. Shanti Riskawati,SH,M.Kn

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof.Dr.Mochammad Bakri, SH.MS, selaku dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk mengarahkan Penulis dalam

penyusunan skripsi ini;

2. Shanti Riskawati, SH., M.Kn., selaku dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk mengarahkan Penulis dalam

penyusunan skripsi ini;

3. Notaris X,Y,dan Z, yang telah membantu Penulis memperoleh data yang

diperlukan;

4. Drs. Yulinar Firdaus, Msi., selaku Ayah yang selalu mendoakan dan

menanyakan perkembangan skripsi setiap pulang ke rumah, yang selalu

memberikan bantuan materiil.

5. Irma Savyna, SH., selaku Bunda yang selalu mendoakan dan menanyakan

perkembangan skripsi setiap pulang ke rumah, yang selalu memberikan bantuan

materiil.

6. Almarhumah Nenek yang selalu mensupport dalam keadaan apa pun.

7. Abang M. Syafril Firdaus, adik ketiga Rahmat Ali Dai’ Firdaus dan adik

keempat Nadira Anggrika Firdaus yang telah direpotkan selama Penulis

menyusun skripsi,terima kasih banyak.

8. Ryan Kristanto Sulaeman selaku calon suami Penulis luar biasa pada detik-detik

menjelang sidang hingga sudah tidak mengerti lagi melihat kondisi Penulis.

9. Kakak Emir Athira selaku Volunter PSLD Universitas Brawijaya, dan keluarga

komunitas Perdata Murni, Mereka yang telah bersama Penulis.

10. Sahabat dan teman-teman Penulis yang tinggal di Indonesia dan luar negeri

menemani Penulis baik suka dan duka melalui video call dan media sosial.

11. M. Joni Yulianto selaku Direktur Eksekutif Sasana Integrasi dan Advokasi

Difabel (SIGAB) selalu bersabar dan mendukung Penulis.

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

RAMADHANTI SAFIRRIANI FIRDAUS, Prof.Dr.Mochammad Bakri, SH.MS, Shanti Riskawati,

SH., M.Kn.

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

[email protected]

Abstrak

Perlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam perjanjian jual beli

tanah diharapkan akan mampu menyingkirkan rintangan fisik dan perilaku masyarakat yang tidak

inklusif serta kebijakan negara yang lebih adil dan bermartabat. Penelitian ini menggunakan metode

yuridis normatif dengan menganalisa ketentuan Pasal 433 KUHPerdata yang dikaitkan pula dengan

Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sah suatu perjanjian dan Pasal 1329 KUHPerdata tentang

kecakapan bertindak. Karena stigma bahwa disabilitas tuna rungu bukanlah orang yang cakap hukum

dikukuhkan dalam buku 1 KUHPerdata Pasal 433. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diketahui bahwa terdapat beberapa ketentuan dalam undang-undang Pasal 433 KUHPerdata, Pasal

1320 KUHPerdata tentang syarat sah suatu perjanjian dan Pasal 1329 KUHPerdata tentang

kecakapan bertindak kurang dapat mewadahi dan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap

hak-hak disabilitas tuna rungu dalam prose jual beli tanah di indonesia. Maka dari itu perlu dilakukan

upaya-upaya agar undang-undang tersebut dapat memberikan perlindungan hukum bagi disabilitas

tuna rungu dalam melakukan proses jual beli tanah. Adapun upaya-upaya tersebut meliputi : a)

menjelaskan secara detail batas atau derajat atau ukuran kecakapan secara lebih rinci, hal ini

disebabkan banyak terdapat disabilitas tuna rungu yang memiliki kecakapan hukum setara dengan

manusia normal pada umumnya, b) bentuk perlindungan hukum bagi disabilitas tuna rungu telah

jelas diatur dalam undang-undang, c) penerapan asas hukum/doktrin.

Abstract

Law protection for deaf people based on their capability to perform in land purchase and sale

agreement is to be expected to eliminate physical barrier and behavior of people who are not

inclusive, and also the policy of the state can be more justified and dignified. This research used

normative juridical method and analyzed article 433 of civil code which also linked to article 1320

of civil code about the valid requirement of an agreement and article 1329 civil code about the

capability to perform. Due to the stigma that people who loses their hearing ability is legally

incapacitated in law confirmed in book 1 of civil code article 433. Based on the research that had

been done, it can be known that there are some conventions in act article 433 of the civil code and

article 1320 of the civil code about the capability to perform. The civil code is less able to

accommodate and gives law protection towards deaf people in fulfilling their rights in the process of

land purchase and sale in Indonesia. Thus, several efforts need to be done, so the acts can give law

protection to the deaf in the process of land purchase and sale. Therefore, the efforts that can be done

are: a) explaining length about the limitation or degree or standard of capability at detail, b) the form

of law protection for deaf people has been clearly set out in the acts, c) implementing legal principle

or doctrine.

Keywords: deaf, legal capability, law protection, land purchase and sale

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil‟aalaaminn, segala puji bagi Allah subhanaahu wa

ta‟ala, Rabb semesta alam, yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, miliki-Nyalah

segala yang ada di langit dan bumi. Atas rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah shalallaahu „alaihi wassalam

beserta para sahabat dan para pejuang agama Allah. Penulisan skripsi ini dilakukan

dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang. Selama menyusun skripsi ini

begitu banyak pihak yang membantu Penulis baik materil maupun imateril.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka

saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi

penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya hanya kepada Allah kita kembalikan semua

urusan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi

penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah meridhoi dan dicatat

sebagai ibadah disisi-Nya, aamiin.

Malang, 6 Maret 2017

Penulis

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan…................................................................... ................... i

Lembar Pengesahan….................................................................... ................. ii

Kata Pengantar....................................................................................... .......... iii

Daftar Isi........................................................................................................... v

Ringkasan........................................................................................... .............. vii

BAB I PENDAHULUAN................................................................. ............ 1

A. Latar Belakang.......................................................................... ..... 1

B. Rumusan Permasalahan.................................................. ............... 10

C. Tujuan.................................................................................. .......... 10

D. Manfaat penelitian................................................................. ......... 11

1. Manfaat Teoritis................................................................... .... 11

2. Manfaat Aplikatif/Praktis......................................... ................ 11

E. Sitematika Penulisan................................................ ...................... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA................... .................................................... 14

A. Kajian Umum Tentang Hak-Hak Disabilitas ................................. 14

1. Berdasarkan CRPD.......................... ........................................ 14

2. Berdasarkan UURI No.19 Tahun 2011…................................ 17

B. Kajian Umum Tentang Perjanjian Jual Beli…........................... ... 18

C. Kajian Umum Tentang Perlindungan Hukum.................... ........... 29

D. Kecakapan Bertindak.............................. ....................................... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................... ........... 31

A. Jenis Penelitian…................................... ........................................ 31

B. Pendekatan Penelitian…................. ............................................... 31

C. Jenis dan Sumber Bahan Hukum…................................. .............. 32

1. Bahan Hukum Primer......................................... ...................... 32

2. Bahan Hukum Sekunder..................................... ..................... 32

3. Bahan Hukum Tersier........................................... ................... 32

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

D. Teknik Memperoleh Bahan Hukum...................... ......................... 33

E. Teknik Analisa Bahan Hukum.................................. ..................... 34

1. Interpretasi Gramatikal............................................................. 34

2. Interpretasi Sistematis…........................... ............................... 34

F. Definisi Konseptual…............................................ ........................ 35

1. Perlindungan Hukum......................... ...................................... 35

2. Perjanjian Jual Beli Tanah................................... .................... 35

3. Kecakapan Bertindak............................................... ................ 35

4. Disabilitas Tuna Rungu............................................ ................ 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…................................. .................. 36

A. Konsep Kecakapan Bertindak Disabilitas Tuna Rungu Dalam Jual Beli

Tanah….......................................................................................... 36

1. Hak-Hak Kaum Disabilitas….................................................. 38

2. Pengertian dan Konsep Kecakapan Menurut Teori............... .. 45

3. Konsep Kecakapan Menurut KUHPerdata…......................... . 50

4. Disabilitas Tuna Rungu Subyek Hukum yang Cakap.............. 52

B. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Tuna Rungu Ditinjau Dari

Kecakapan Bertindak Perjanjian Jual Beli Tanah…...................... 71

1. Perlindungan Hukum Preventif....................................... ......... 72

2. Perlindungan Hukum Represif…........................................... ... 83

Bab V PENUTUP…............... ..................................................................... 86

A. Kesimpulan…............................................. ................................... 86

B. Saran…........................................ ................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA….................................... .............................................. 88

LAMPIRAN-LAMPIRAN….................................... ....................................... 91

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

IQ Kategori Persentanse

140- ke atas

130- 139

120-129

110-119

90-109

80-89

70-79

50-69

25-49

Dibawah 25

Genius

Sangat cerdas

Cerdas

Di atas normal

Normal

Dibawah normal

Bodoh (dul)

Debil (moron)

Imbecil

idiot

0,25 %

0,75%

6%

13%

60%

13%

6%

0, 75%

0,20%

0,05%

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

DAFTAR GAMBAR

Page 15: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia pasti pernah melakukan perjanjian/akad jual beli,

mulaidari sistem yang tradisional (barter) hingga yang konvensional dengan

bertatap muka dan menggunakan media alat tukar berupa uang, bahkan hingga

yang tercanggih yaitu pembelian menggunakan sistem online yang mampu

untuk menembus jarak dan waktu.

Pada setiap kegiatan/perjanjian jual beli, maka akan melibatkan 2

orang/lebih didalamnya, yaitu penjual, pembeli, atau perantara. Menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan dengan

mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang,

dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.1Jual beli dianggap

telah terjadi antara kedua belah pihak, ketika masing-masing pihak yang terlibat

dalam penjualan mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta

harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.2

Transaksi jual beli juga berlaku pada transaksi yang berhubungan

dengan jual beli tanah. Transaksi jual beli ini mewajibkan pemilik

menggunakan nama aslinya sebagai nama yang tertera dalam sebuah

kesepakatan transaksi jual beli. Hal ini dikarenakan surat kepemilikan yang

1 Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2 Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Page 16: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

menjadi bukti adanya pertukaran kepemilikan menjadi dasar hukum dalam

transaksi jual beli, seperti penyerahan uang, penawaran harga, penukaran nama

kepemilikan serta kepemilikan. Meski demikian, surat kepemilikan tersebut

sering menjadi permasalahan dalam kehidupan masyarakat penyandang

disabilitas, khususnya disabilitas tuna rungu. Permasalahannya pembelian

masih menggunakan atas nama orang tua atau salah satu dari keluarganya

padahal penyandang tuna rungu membeli dengan uang sendiri.

Menurut Convention Rights of People with Dissabilities yang diakui

oleh seluruh negara di dunia, disabilitas fisik terutama tunarungu adalah

seseorang yang memiliki keterbatasan dalam mendengar dan menangkap

informasi melalui suara. Keterbatasan dalam mendengar tersebut tergantung

pada tingkat desibel suara yang mampu ditangkap, kemampuan alat bantu

dengar dan usia saat menjadi individu penyandang tunarungu.3 Dalam

penerapannya di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang nomor 8 tahun

2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Terdapat beberapa faktor yang menjadikan penyandang tuna rungu

kesulitan dalam melakukan transaksi jual-beli. Salah satunya adalah nama

kepemilikan yang berbeda dengan nama asli individu penyandang tunarungu

tersebut. Hal ini disebabkan pada proses pemberian nama pemilik dalam surat

kepemilikan, notaris ataupun pihak terkait menganggap individu penyandang

tuna rungu tidak cakap hukum.4 Penyandang tuna rungu ingin kepimilikan atas

nama sendiri, bukan dengan atas nama orang tua atau salah satu dari

3Pasal 1 ayat 1 Convention Rights of People with Dissabilities 4MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 3, Oktober 2008, hlm.565

Page 17: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

keluarganya. Berdasarkan 1 KUHPerdata Pasal 433 yang menegaskan bahwa

“Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata

gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang

cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di

bawah pengampuan karena keborosan”. Pada Pasal 1320 KUHPerdata juga

dinyatakan bahwa salah satu syarat sah suatu perjanjian adalah seorang yang

cakap hukum, dan yang dikualifikasi cakap hukum adalah setiap orang yang

dewasa dan sehat pikirannya.Orang yang dewasa adalah orang yang berusia 18

tahun dan sudah menikah.5 Dan orang sehat akal adalah orang yang tidak

memenuhi syarat yaitu;

a. Dungu atau idiot

b. Sakit otak atau gila

c. Mata gelap atau orang yang tidak dapat mengendalikan emosinya

d. Terkadang dapat berpikir normal kadang tidak, misalnya orang gila

menahun atau pemabuk boros atau orang selalu mengobral dan tidak

dapat mengelola kekayaannya.

Oleh karena itu, menurut KUHPerdata, individu penyandang tunarungu

tidak termasuk dalam seseorang yang tidak cakap hukum karena dapat

mengelola kekayaan dan juga memenuhi syarat sehat akal.

Kecakapan hukum adalah bagi orang-orang yang membuat perjanjian

harus cakap menurut hukum. Seorang telah dewasa atau akil balik, sehat

jasmani maupun rohani, dianggap cakap menurut hukum, sehingga dapat

5Pasal 330 ayat 1 BW

Page 18: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

membuat suatu perjanjian. Orang-orang yang dianggap tidak cakap menurut

hukum ditentukan dalam Pasal 1330 KUHPerdata yaitu orang yang belum

dewasa dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan.

Sehingga agar suatu kecakapan dalam perjanjian dapat menimbulkan

akibat hukum yang sempurna, maka orang yang cakap hukum, pada saat

kecakapan dilakukan, harus mempunyai kematangan berfikir yang secara

normal mampu menyadari telah dewasa atau akil balik, tidak ditaruh di bawah

pengampuan, sehat, jasmani maupun rohani, sepenuhnya tindakannya dan

akibat dari tindakannya. Orang yang secara normal mampu menyadari telah

dewasa atau akil balik, tidak ditaruh di bawah pengampuan, sehat secara

jasmani maupun rohani, tindakan dan akibat dari tindakannya dalam hukum

disebut dengan cakap hukum.

Penyandang tuna rungu seharusnya dapat membuat perjanjian karena

mereka mampu menyadari bahwa mereka telah dewasa, tindakan dan akibat

dari tindakannya dalam hukum sedangkan sehat secara jasmani maupun rohani,

tuna rungu termasuk bagian dari kekurangan fisik bukan berarti harus dianggap

sakit selamanya tetapi hanya kehilangan pendengaran namun secara fisik

mereka sehat dan dapat melakukan aktivitas seperti orang-orang yang normal

pada umumnya. Hanya saja halangannya adalah komunikasi karena biasanya

malas atau tidak mau berkomunikasi dengan penyandang tuna rungu sehingga

kesulitan membuat perjanjian meskipun negara ini mulai memasuki dunia

inklusif yaitu negara ramah terhadap masyarakat disabilitas seperti berbagai

negara yang maju dari Eropa, Amerika, Australia dan Asia Selatan. Misalnya di

Amerika sudah banyak ribuan penyandang tuna rungu menjadi pengacara

Page 19: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

sedangkan di Indonesia tidak ada satupun penyandang tuna rungu menjadi

pengacara juga notaris. Seperti halnya pada sebuah universitas Gallaudet

Washington, banyak melahirkan dan mempekerjakan staff dari kalangan

penyandang terutama tuna rungu, sehingga di negara bagian tersebut memiliki

rasio jumlah pegawai tuna rungu terbesar yaitu sebesar 50% dari total jumlah

pegawai yang ada dalam berbagai bidang.6

Maka penyandang tuna rungu tidak termasuk di bawah pengampuan

karena mereka dapat melakukan perbuatan untuk lapangan kekayaan, berpikir

secara matang, dan sadar tindakan maupun akibat dari tindakannya dalam

hukum. Namun boleh memilih salah satu pilihan dari menggunakan

pengampuan atau tidak karena pengampuan bisa digunakan untuk melindungi

penyandang tuna rungu dari hal-hal yang buruk terjadi seperti penipuan dan

sebagainya.

Dalam suatu penelitian diuraikan oleh Imma Indra Dewi W pada tahun

2007 yang diadakan di KabupatenSleman tentang bagaimanakah orang yang

tidak cakap hukum dapat melaksanakanhak dan kewajibannya secara perdata

memperlihatkan bahwa secara hukum orang yang tidak cakap hukum dalam

melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan hak dan kewajibannya secara

perdata harus diwakili oleh walinya atau pengampu.7

Dalam KUH Perdata tidak ditemukan pengertian tentang pengampuan.

Pasal 433 KUH Perdata hanya mengatur tentang siapa saja yang dimasukkan di

bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang:

6https://fookembug.wordpress.com/2008/01/23/percentage-of-deaf-staff-at-deaf-schools/

yang diakses pada tanggal 6 Februari 2017 pukul 04.27 7MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 3, Oktober 2008, loc it

Page 20: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

a. dungu atau idiot

b. sakit otak atau gila

c. mata gelap atau orang yang tidak dapat mengendalikan emosinya

d. kadang dapat berpikir normal kadang tidak, misalnya orang gila menahun

atau pemabuk boros atau orang selalu mengobral dan tidak dapat

mengelola kekayaannya.

Faktor lainnya yang menyebabkan individu penyandang

tunarungumengalami kesulitan dalam melakukan transaksi jual beli adalah

minimnya pengetahuan masyarakat mengenai cara berkomunikasi individu

penyandang tuna rungu sehingga menyebabkan masyarakat enggan untuk

melakukan transaksi jual beli. 8

Individu penyandang tunarungu memiliki 3 cara dalam berkomunikasi

yaitu;

a. Bahasa Isyarat, Bahasa Isyarat adalah kata-kata yang diungkapkan dengan

cara gerakan jemari, tangan maupun ekspresi wajah. Bahasa isyarat

merupakan media komunikasi yang paling banyak digunakan oleh individu

penyandang tunarungu di Indonesia.

b. Verbal(lisan), Verbal (lisan) adalah adalah seorang yang memiliki

kemampuan berbicara dan membaca gerakan bibir9.

c. Tulisan,Tulisan adalah seorang yang memiliki kemampuan menulis dan

memahami kalimatnya. Ketidakpahaman masyarakat mengenai bahasa

8MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 3, Oktober 2008, loc it.

9Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat, 7 Februari 2015, loc it.

Page 21: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

isyarat yang menyebabkan keengganan dalam bertransaksi jual beli

sebenarnya dapat diminimalisir dengan media interpreter/penerjemah

bahasa isyarat yang biasanya telah disediakan oleh komunitas/organisasi

yang bergerak di isu disabilitas, khususnya tunarungu.

Interpreter/penerjemah bahasa isyarat adalah orang yang memiliki

kemampuan menerjemahkan bahasa Isyarat secara tepat, simultan dan

akurat ke bahasa lisan dan sebaliknya.10

Permasalahan diatas menjadi landasan bahwa Indonesia belum

sepenuhnya menjalankan Amanat Pasal 5 ayat (1) CRPD yang berbunyi

“Negara-negara Pihak mengakui bahwa semua orang adalah setara di hadapan

hukum dan berhak atas perlindungan dan keuntungan yang sama dari hukum

tanpa diskriminasi apa pun”. Convention on The Rights of Person with

Disabilities/ CRPD adalah Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang

sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Undang-Undang No.19

tahun 2011.MelaluiCRPD diharapkan akan mampu menyingkirkan rintangan

fisik dan perilaku masyarakat yang tidak inklusif serta kebijakan negara yang

lebih adil dan bermartabat. Aplikasi amanat tersebut juga bisa membuat

Indonesia menjadi negara yang memiliki komitmen terhadap penegakan HAM

serta mengubah paradigma yang memiliki perspektif penyandang tuna rungu

yaitu dulu dianggap tidak bisa apa-apa bahkan tidak bisa beraktifitas seperti

orang-orang pada umumnya namun kenyataan mereka bisa melakukan

beraktifitas. Kontribusi negara secara komprehensif dan lintas sektoral masih

sangat kurang dalam upaya penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan bagi

10Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat, 7 Februari 2015, loc it.

Page 22: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

masyarakat tuna rungu; yang sebenarnya mampu mendukung keberadaan tuna

rungu untuk menjadi bagian dari aset pembangunan bangsa serta mampu

mendukung perubahan sosial yang lebih baik dan adil.

Penyandang tuna rungu mampu melakukan perbuatan hukum salah

satunya membuat perjanjian. Perjanjian atau kontrak yang berdasarkan pasal

1313 BW merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada

orang lain atau dua orang saling berjanji kepada orang lain untuk melakukan

atau tidak melakukan sesuatu. 11 Bentuk perjanjian:

1. Lisan

2. Tulisan, dibagi 2 (dua), yaitu:

1) Bukan Akta

Adalah setiap tulisan yang tidak sengaja dijadikan bukti tentang

suatu peristiwa dan/atau tidak ditandatangani oleh pembuatnya. Para

sarjana mengatakan bahwa kekuatan pembuktian tulisan-tulisan yang

bukan akta adalah sebagai alat bukti bebas, artinya hakim mempunyai

kebebasan untuk mempercayai atau tidak mempercayai tulisan-tulisan

yang bukan akta tersebut.12

2) Akta

Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk

dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani pihak yang

11 Salim H.S,S.H.,M.S.,Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar

Grafika, 2013, hlm 5.

12Ny. Retnowulan Sutantie, SH, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek,

Alumni, Bandung, Cet. I, 1979, hlm. 62

Page 23: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

membuatnya. Berdasarkan ketentuan pasal 1867 KUHPerdata suatu

akta dibagi menjadi 2 (dua), antara lain:

a. Akta Di bawah Tangan (Onderhands)

Adalah akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang

berwenang atau Notaris.Akta ini yang dibuat dan ditandatangani

oleh para pihak yang membuatnya. Apabila suatu akta di bawah

tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti mereka

mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada

akta di bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857

KUHPerdata akta di bawah tangan tersebut memperoleh kekuatan

pembuktian yang sama dengan suatu Akta Otentik.

b. Akta Resmi (Otentik)

Akta Otentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang

berwenang yang memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu

tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau

disaksikan oleh pejabat umum pembuat akta itu. Pejabat umum

yang dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu

pengadilan, pegawai pencatatan sipil, dan sebagainya.

Kecakapan bertindak yang berdasarkan Pasal 1329 KUHPerdata

adalah “semua orang adalah cakap bertindak, kecuali ditentukan tidak cakap

menurut undang-undang”.13 Maka dapat disimpulkan syarat-syarat agar

seseorang cakap bertindak untuk melakukan tindakan hukum:

1. Orang yang telah dewasa

Mengenai yang belum dewasa diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata,

yang menentukan:

13 Pasal 1329 KUHPerdata

Page 24: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

a) Telah berusia 21 tahun

b) Atau belum 21 tahun tetap sudah atau pernah kawin sebelumnya.

2. Tidak dibawah pengampuan

Pasal 433 KUHPerdata, “Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam

keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah

pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan

pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan dibawah

pengampuan karena keborosan”

3. Status perempuan bersuami yang tidak cakap bertindak hukum telah

menjadi sama dengan suami berdasarkan UUD 1945 , UU No. 1/1974

dan SEMA No.3 Tahun 1963.

Bertitik tolak pada uraian di atas maka seharusnya penyandang tuna

rungu dapat melakukan perjanjian jual beli tanpa hambatan. Oleh karena itu,

peneliti mengangkat judul “Perlindungan Hukum Bagi Tuna Rungu Ditinjau

dari Kecakapan Bertindak dalam Perjanjian Jual Beli Tanah” menjadi topik

penelitian yang akan peneliti teliti.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana konsep kecakapan bertindak kaum disabilitas dalam perjanjian

jual beli tanah?

2. Bagaimana bentuk perlindungan Hukum Bagi Tuna Rungu dalam

Perjanjian Jual Beli Tanah?

Page 25: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk dapat menjelaskan konsep Perlindungan Hukum Bagi Tuna Rungu

Ditinjau dari Kecakapan Bertindak dalam Perjanjian Jual Beli Tanah.

2. Untuk dapat mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh

negara kepada disabilitas tuna rungu dalam perjanjian jual beli tanah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum,

khususnya hukum acara perdata, hukum hak asasi manusia, dan hukum

lainnya, lebih khusus lagi terkait dengan penerapan teori-teori hukum terkait

pelaksanaan perlindungan hukum terhadap individu penyandang tuna rungu

dalam perjanjian jual beli tanah.

2. Manfaat Aplikatif/Praktis

1. Bagi individu penyandang tuna rungu, penelitian ini bisa menjadi bahan

pembelajaran dalam melakukan transaksi jual beli ataupun pembuatan

surat kepemilikan

2. Bagi pemerintah, penelitian ini bisa menjadi bahan masukan pada

prosespenyusunan peraturan pelaksana lebih lanjut terkait pelaksanaan

perlindungan hukum terhadap individu penyandang tuna rungu dalam

perjanjian jual beli tanah.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini bisa membantu masyarakat memahami

peran dan tanggungjawab dalam pencapaian sasaran pelaksanaan

Page 26: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

perlindungan hukum terhadap tuna rungu dalam perjanjian jual beli

tanah.

4. Bagi pihak yang terlibat dalam proses hukum transaksi jual beli,

penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai

kewajiban dan hak individu penyandang tuna rungu dalam proses

tersebut.

E. Sistematika Penulisan

Terdiri atas 4 Bab yang tersusun secara berurutam yang secara garis

besar akan diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan beberapa hal, yaitu berisi

tentang latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai pengertian-pengertian

yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti yaitu mengenai Perlindungan

Hukum Bagi Tuna Rungu Ditinjau dari Kecakapan Bertindak dalam Perjanjian

Jual Beli Tanah meliputi UU yang melindungi dan mengatur kehidupan

bermasyarakat kaum disabilitas tuna rungu, aturan serta pelaksanaan dalam

perjanjian jual beli tanah, dan teori perlindungan hukum yang digunakan

seperti hukum positifnya maupun aspek penunjang lainnya.

Page 27: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian normative yang

mengacu pada :

1. Pendekatan yang digunakan, karena bersifat normative maka pendekatan

yang digunakan yaitu pendekatan perundangan-undangan (statue

approach), pendekatan konsep (concept approach), pendekatan kasus (case

approach), dan lain lain.

2. Jenis data dan sumber bahan hukum

Untuk menunjang penelitian ini penulis menggunakan bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Sehingga akan mengemukakan hasil penelitian serta analisis dari hasil

penelitian berkaitan dengan masalah yang akan diteliti yaitu mengenai

Perlindungan Hukum Bagi Tuna Rungu Ditinjau dari Kecakapan Bertindak

dalam Perjanjian Jual Beli Tanah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam BAB IV mendeskripsikan bagaimana Perlindungan Hukum

Bagi Tuna Rungu Ditinjau dari Kecakapan Bertindak dalam Perjanjian Jual Beli

Tanah di Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan,

serta untuk menganalisa untuk menemukan formulasi penyelesaian dari aspek

hukum terhadap permasalahan yang terjadi.

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan-kesimpulan dari hasil pembahasa pada bab

sebelumnya sekaligus saran yang berisi beberapa masukan yang diharapkan

Page 28: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

menjadi pertimbangan bagi pihak-pihak terkait, khususnya pihak pemerintah

sebagai perumus kebijakan.

Page 29: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Hukum Tentang Hak-Hak Disabilitas

1. Berdasarkan CRPD

Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention On The Rights Of

Persons With Disabilities) Konvensi ini disepakati pada tanggal 13 Desember

2006 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa dengan Resolusi 61/106

dan terbuka untuk ditandatangani oleh Negara-negara anggota PBB pada

tanggal 30 Maret 2007.1 Indonesia mengirim delegasi untuk penandatanganan

yang dipimpin oleh departemen teknis yaitu Departemen Sosial Republik

Indonesia. Empat tahun kemudian Indonesia telah meratifikasi konvensi

tersebut ‘melalui Undang- undang No 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan

Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas pada tanggal 18 Oktober 2011.

Pasal 1

Tujuan Konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi dan

menjamin penikmatan secara penuh dan setara semua hak-hak asasi manusia

dan kebebasan fundamental oleh semua penyandang disabilitas, dan untuk

meningkatkan penghormatan atas martabat yang melekat pada mereka.

Penyandang disabilitas mencakupi mereka yang memiliki-penderitaan fisik,

mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana interaksi

1Konvensi hak-hak penyandang disabilitas (Convention On The Rights Of Persons With

Disabilities)

Page 30: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

dengan berbagai hambatan dapat menyulitkan partisipasi penuh dan efektif

dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.

Pasal 12

1. Negara-Negara Pihak menegaskan kembali bahwa penyandang disabilitas

memiliki hak untuk diakui dimana pun berada sebagai seorang manusia di

muka hukum.

2. Negara-Negara Pihak wajib mengakui bahwa penyandang disabilitas

memiliki kapasitas hukum atas dasar kesamaan dengan orang lain dalam

semua aspek kehidupan.

3. Negara-Negara Pihak wajib mengambil langkah yang tepat untuk

menyediakan akses bagi penyandang disabilitas terhadap bantuan yang

mungkin mereka perlukan dalam melaksanakan kapasitas hukum mereka.

4. Negara-Negara Pihak wajib menjamin bahwa’ seluruh langkah yang terkait

dengan pelaksanaan kapasitas hukum menyediakan ‘pengamanan yang

tepat dan efektif untuk mencegah penyalahgunaan, selaras dengan hukum

hak asasi manusia internasional. Pengamanan tersebut wajib menjamin

bahwa langkah yang terkaitdengan pelaksanaan kapasitas hukum

menghormati hak-hak, kehendak dan pilihan penyandang disabilitas

bersangkutan, bebas dari konflik kepentingan dan pengaruh yang tidak

semestinya, proporsional dan disesuaikan dengan keadaan penyandang

disabilitas bersangkutan, diterapkan dalam waktu sesingkat mungkin dan

dikaji secara teratur oleh otoritas atau badan judisial yang kompeten,

mandiri dan tidak memihak. Pengamanan wajib bersifat proporsional

Page 31: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

hingga pada tingkat dimana ketentuan semacam ini memberikan dampak

terhadap hak dan kepentingan penyandang disabilitas bersangkutan.

5. Merujuk dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal ini, Negara-Negara Pihak

wajib mengambil langkah yang tepat dan efektif untuk menjamin hak yang

sama bagi penyandang disabilitas dalam memilik: atau mewarisi properti,

dalam mengendalikan masalah keuangan mereka dan dalam memiliki

persamaan akses terhadap pinjaman bank, kredit perumahan, dan bentuk-

bentuk lain kredit keuangan, dan Negara-Negara Pihak wajib menjamin

bahwa penyandang disabilitas tidak dikurangi’ kepemilikannya secara

sewenang-wenang.

Kajian terhadap Hukum Tentang Hak-Hak Disabilitas adalah melihat isu

disabilitas dalam kerangka hukum dan perundang-undangan, sudah banyak

berkembang di berbagai negara. Hal itu berpengaruh langsung terhadap konsep

dan cara pandang terhadap disabilitas dalam berbagai produk hukum, baik di

suatu negara tertentu atau dalam suatu konvensi internasional. Ada perubahan

yang signifikan dari perkembangan itu, yaitu disabilitas sudah tidak lagi

dianggap sebagai suatu tragedi yang segala permasalahannya dapat hanya

diselesaikan dengan bantuan. Disabilitas sudah dipandang sebagai bagian dari

keragaman umat manusia dan kemanusiaan yang hadir ditengah masyarakat.

Selain itu, disabilitas sudah tidak lagi hanya dilihat dari aspek medis, yang

hanya akan mengarah kepada pemaknaan “normal” dan “tidak normal”, tetapi

sudah bergeser dengan dilihat dari aspek sosial, yaitu melihat dari hambatan

yang muncul dari hasil interaksi dan kondisi lingkungan sekitar.2

2 Kerangka Hukum Disabilitas di Indonesia: Menuju Indonesia Ramah Disabilitas,

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Jakarta, 2015, hlm 4.

Page 32: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

2. Berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2011

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang

Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi

Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) 3 Pokok-Pokok Isi Konvensi

adalah:

1. Pembukaan Pembukaan berisi pengakuan harga diri dan nilai serta hak

yang sama bagi penyandang disabilitas, yaitu orang yang memiliki

keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu

lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap

masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk

berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Oleh karena

itu, pengakuan bahwa diskriminasi berdasarkan disabilitas merupakan

pelanggaran terhadap martabat dan nilai yang melekat pada setiap

orang.

2. Tujuan

Tujuan konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi,dan

menjamin kesamaan hak dan kebebasan yang mendasar bagi semua

penyandang disabilitas, serta penghormatan terhadap martabat

penyandang disabilitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan (inherent

dignity).

3. Kewajiban Negara

3Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan

Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang

Disabilitas)

Page 33: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Kewajiban negara merealisasikan hak yang termuat dalam Konvensi,

melalui penyesuaian peraturan perundang-undangan, hukum dan

administrasi dari setiap negara, termasuk mengubah peraturan

perundang-undangan, kebiasaan dan praktik-praktik yang diskriminatif

terhadap penyandang disabilitas, baik perempuan maupun anak,

menjamin partisipasi penyandang disabilitas dalam segala aspek

kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, politik, olah raga,

seni dan budaya, serta pemanfaatan teknologi, informasi dan

komunikasi.

4. Hak-hak Penyandang Disabilitas

Setiap penyandang disabilitas harus bebas dari penyiksaan atau

perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat

manusia, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena,

serta memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas

mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain.

Termasuk didalamnya hak untuk mendapatkan perlindungan dan

pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan

darurat.

B. Kajian umum tentang perjanjian jual beli

Perjanjian atau kontrak merupakan suatu peristiwa hukum di mana

seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji kepada orang

lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.4 Biasanya kalau seorang

4 Salim H.S,S.H.,M.S.,Op cit, hlm.5

Page 34: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

berjanji kepada orang lain, kontrak tersebut merupakan kontrak yang biasa

diistilahkan dengan kontrak sepihak di mana hanya seorang yang wajib

menyerahkan sesuatu kepada orang lain, sedangkan orang yang menerima

penyerahan itu tidak memberikan sesuatu sebagai balasan (kontra prestasi) atas

sesuatu yang diterimanya. Berikut beberapa Aspek aspek hukum transaksi jual

beli tanah.

Berbicara mengenai transaksi jual beli, tidak terlepas dari konsep

perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313

KUHPerdata yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

atau lebih. Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III

KUHPerdata, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya dapat

dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Sifat terbuka dari

KUHPerdata ini tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang

mengandung asas Kebebasan Berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk

menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban

umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana

termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatakan bahwa, syarat sahnya

sebuah perjanjian adalah sebagai berikut:

1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian

2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Page 35: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang

membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh

ada paksaan, kekhilafan dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog). Kecakapan

hukum sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya bahwa para

pihak yang melakukan perjanjian harus telah dewasa yaitu telah berusia 18

tahun atau telah menikah, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh undang-

undang. Apabila orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah

perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya sedangkan orang

yang cacat mental dapat diwakili oleh pengampu atau kuratornya.

Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya

bahwa objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan

jenis dan jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang serta mungkin untuk

dilakukan para pihak. Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud

harus dilakukan berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata,

suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini

adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian.

Kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak merupakan syarat

sahnya perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila tidak tepenuhi, maka

perjanjian dapat dibatalkan artinya selama dan sepanjang para pihak tidak

membatalkan perjanjian, maka perjanjian masih tetap berlaku. Sedangkan suatu

hal tertentu dan suatu sebab yang halal merupakan syarat sahnya perjanjian

yang bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi

hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Pada

Page 36: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

kenyataannya, banyak perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian

secara keseluruhan, misalnya unsur kesepakatan sebagai persesuaian kehendak

dari para pihak yang membuat perjanjian pada saat ini telah mengalami

pergeseran dalam pelaksanaannya.

Pada saat ini muncul perjanjian-perjanjian yang dibuat dimana isinya

hanya merupakan kehendak dari salah satu pihak saja.Perjanjian seperti itu

dikenal dengan sebutan Perjanjian Baku (standard of contract). Pada dasarnya

suatu perjanjian harus memuat beberapa unsur perjanjian yaitu :

1. Unsur Esentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian,

seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan dalam suatu perjanjian,

termasuk perjanjian yang dilakukan jual beli secara elektronik

2. Unsur Naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian

walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik

dari masing-masing pihak dalam perjanjian.

3. Unsur Accedentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak

dalam perjanjian, seperti klausula tambahan yang berbunyi "barang yang

sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”.

Dalam suatu perjanjian harus diperhatikan pula beberapa macam asas

yang dapat diterapkan antara lain:

1. Asas Konsensualisme, yaitu asas kesepakatan, dimana suatu perjanjian

dianggap ada seketika setelah ada kata sepakat.

1. Asas Kepercayaan, yaitu bahwa yang harus ditanamkan diantara para pihak

yang membuat perjanjian.

Page 37: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

2. Asas kekuatan mengikat, yaitu bahwa para pihak yang membuat perjanjian

terikat pada seluruh isi perjanjian dan kepatutan yang berlaku.

3. Asas Persamaan Hukum, yaitu bahwa setiap orang dalam hal ini para pihak

mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum.

4. Asas Keseimbangan, yaitu bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus ada

keseimbangan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan

apa yang diperjanjikan.

5. Asas Moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para pihak

yang membuat dan melaksanakan perjanjian.

6. Asas Kepastian Hukum yaitu bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak

berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.

7. Asas Kepatutan, yaitu bahwa isi perjanjian tidak hanya harus sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi juga harus sesuai

dengan kepatutan, sebagaimana ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal

yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu

yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau

undang-undang.

8. Asas Kebiasaan, yaitu bahwa perjanjian harus mengikuti kebiasaan yang

lazim dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 KUHPerdata yang berbunyi

hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara

diam-diam dimasukkan ke dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas

dinyatakan. Hal ini merupakan perwujudan dari unsur naturalia dalam

perjanjian.

Page 38: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Semua ketentuan perjanjian tersebut diatas dapat diterapkan pula pada

perjanjian yang dilakukan melalui media internet, seperti perjanjian jual beli

secara elektronik, sebagai akibat adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu

kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara berhadapan langsung antara

penjual dengan pembeli, tetapi juga dapat dilakukan secara terpisah antara

penjual dan pembeli, sehingga mereka tidak berhadapan langsung, melainkan

transaksi dilakukan melalui media internet/secara elektronik.

Dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan

bahwa:5

Pasal 1338 KUHPerdata

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat

ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena

alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu

perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian

tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena

alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian

harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

5 R. Subekti SH dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Edisi Revisi,

1995, hlm.342

Page 39: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

tersebut diatas, maka tiap-tiap pihak dalam perjanjian wajib mematuhi hal-hal

yang telah diperjanjikan dan melaksanakan perjanjian dengan itikad baik.

Apabila ada pihak yang tidak mematuhi dan tidak melaksanakan perjanjian

dengan baik maka dapat dikatakan pihak tersebut tidak beritikad baik. Pihak

yang dirugikan oleh pihak yang tidak beritikad baik akan mendapat perlindungan

hukum. Perlindungan hukum yang dimaksud disini adalah perlindungan

terhadap hak-hak yang dimiliki oleh pihak yang dirugikan tersebut dalam

perjanjian.

Sementara itu, apabila dua orang saling berjanji, berarti masing-masing

pihak menjanjikan untuk memberikan sesuatu/berbuat sesuatu kepada pihak

lainnya yang berarti bahwa masing-masing pihak berhak untuk menerima apa

yang dijanjikan oleh pihak lain. Hal ini berarti bahwa masing-masing pihak

dibebankan kewajiban dan diberi hak sebagaimana yang dijanjikan.

Hukum kontrak adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang

mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat

untuk menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum adalah hubungan uang

menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban.

Hak merupakan sebuah kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban.

Bentuk perjanjian:

1. Lisan

2. Tulisan, dibagi 2 (dua), yaitu:

a) Bukan Akta

Adalah setiap tulisan yang tidak sengaja dijadikan bukti tentang

Page 40: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

suatu peristiwa dan/atau tidak ditandatangani oleh pembuatnya. Para

sarjana mengatakan bahwa kekuatan pembuktian tulisan-tulisan

yang bukan akta adalah sebagai alat bukti bebas, artinya hakim

mempunyai kebebasan untuk mempercayai atau tidak mempercayai

tulisan-tulisan yang bukan akta tersebut.6

b) Akta

Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat

untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani

pihak yang membuatnya. Berdasarkan ketentuan pasal 1867 KUH

Perdata suatu akta dibagi menjadi 2 (dua), antara lain:

1) Akta Di bawah Tangan (Onderhands)

Adalah akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang

berwenang atau Notaris.Akta ini yang dibuat dan ditandatangani

oleh para pihak yang membuatnya. Apabila suatu akta di bawah

tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti mereka

mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis

pada akta di bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857

KUHPerdata akta di bawah tangan tersebut memperoleh

kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu Akta Otentik.

2) Akta Resmi (Otentik).

Adalah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang

yang memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan

6Ny. Retnowulan Sutantie, SH, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek,

Alumni, Bandung, Cet. I, 1979, hlm.62

Page 41: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan

oleh pejabat umum pembuat akta itu. Pejabat umum yang

dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu pengadilan,

pegawai pencatatan sipil, dan sebagainya.

Pasal 1338 ayat 1 BW bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.7

Syarat sahnya perjanjian yang berdasarkan pada pasal 1320 BW8:

a) Adanya kesepakatan kedua belah pihak

b) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

c) Adanya objek, dan

d) Adanya kausa yang halal

Keempat hal itu dikemukakan sebagai berikut:

1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak

Kesepakatan ini diatur dalam pasal 1320 ayat 1

KUHPerdata.Yang dimaksud adalah persesuaian pernyataan kehendak

antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.Secara kenyataannya

kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui oleh orang lain, maka ada

lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:

a) Bahasa yang sempurna dan tertulis

b) Bahasa yang sempurna secara lisan

7 Ibid,hlm.9 8Ibid, hlm.33

Page 42: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

c) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak

lawan.Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang

menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi

dimengerti oleh pihak lawannya

d) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya

e) Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak’

lawannya.9

2) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

Adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan

perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan

menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan

perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai

wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan mempunyai

wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu orang yang

sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun

dan atau sudah kawin.

Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum:

a) Anak di bawah umur (minderjarigheid)

b) Orang yang ditaruh di bawah pengampuan

3) Adanya objek perjanjian (Ondwerp der Overeenskomst) , dan

Yang menjadi objek perjanjian adalan prestasi (pokok perjanjian).

Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang

menjadi hak kreditur. Prestasi terdiri atas:

9Salim H.S., Op cit.hlm.33

Page 43: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

a) Memberikan sesuatu

b) Berbuat sesuatu

c) Tidak berbuat sesuatu ( Pasal 1234 KUHPerdata)

4) Adanya kausa yang halal

Adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-

undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena

menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat

ketiga dan keempat disebut syarat onjektif, karena menyangkut objek

perjanjian.10

Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu

dapat dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada

pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Kecuali tidak

ada keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Sedangkan syarat ketiga

dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya,

bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.

C. Kajian Umum Tentang Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan

pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam

negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di

negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan.

10Ibid, hlm.35

Page 44: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis,

sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang

harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya.11

Prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah pengakuan dan

perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada

prinsip negara hukum yang berlandaskan Pancasila.12

Sarana perlindungan hukum yang digunakan bersifat preventif atau

bersifat melindungi sebagaimana diuraikan bahwa tindakan preventif menjamin

keadilan dan menjamin suatu pemerintahan. Hal ini dapat memungkinkan bagi

individu yang terkena tindak pemerintahan dapat mengemukakan hak-haknya

dan kepentingannya dan cara demikian menunjang suatu pertumbuhan suasana

saling percaya antara yang memerintah dan yang diperintah.13

Prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah pengakuan dan

perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada

prinsip negara hukum yang berlandaskan Pancasila.14

Bagi penyandang disabilitas di indonesia bentuk dari perlindungan

hukun telah diatur dalam UUD 1945 pasal 28 dan UU no.8 tahun 2016.

11 Philipus M. Hadjon I, Perlindungan hukum bagi rakyat di Indonesia, sebuah studi

tentang prinsip-prinsip penanganannya oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum

dan pembentukan peradilan administrasi, Peradaban, Surabaya, (selanjutnya disingkat Philipus

M. Hadjon I), hlm.205

12 Philipus M. Hadjon I, Op.cit. hlm.19 13 Philipus M. Hadjon I, Op.cit. hlm.4 14 Philipus M. Hadjon I, Op.cit. hlm.19

Page 45: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

D. Kecakapan Bertindak

Kecakapan bertindak yang berdasarkan Pasal 1329 KUHPerdata

adalah “semua orang adalah cakap bertindak, kecuali ditentukan tidak cakap

menurut undang-undang”.15 Maka dapat disimpulkan syarat-syarat agar

seseorang cakap bertindak untuk melakukan tindakan hukum:

1. Orang yang telah dewasa

Mengenai yang belum dewasa diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata,

yang menentukan:

a) Telah berusia 21 tahun

b) Atau belum 21 tahun tetap sudah atau pernah kawin sebelumnya.

2. Tidak dibawah pengampuan.

Pasal 433 KUHPerdata, “Setiap orang dewasa, yang selalu berada

dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah

pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya.

Seorang dewasa boleh juga ditempatkan dibawah pengampuan karena

keborosan”

3. Status perempuan bersuami yang tidak cakap bertindak hukum telah

menjadi sama dengan suami berdasarkan UUD 1945 , UU No. 1/1974 dan

SEMA No.3 Tahun 1963.

15 Pasal 1329 KUHPerdata

Page 46: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah peneilitian

yuridis normatif. Penelitian ini memfokuskan untuk mengkaji penalaran

kaidah-kaidah atau norma-norma hukum positif. Jenis yuridis normatif dalam

penelitian ini untuk menganalisis ketentuan Pasal 433KUHPerdata yang

dikaitkan pula dengan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sah suatu

perjanjian dan Pasal 1329 KUHPerdata tentang kecakapan bertindak. Karena

stigma bahwa disabilitas bukanlah orang yang cakap hukum dikukuhkan dalam

buku 1 KUHPerdata Pasal 433 yang menegaskan bahwa “Setiap orang dewasa,

yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus

ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap

menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah

pengampuan karena keborosan”. Pada Pasal 1320 KUHPerdata juga

dinyatakan bahwa salah satu syarat sah suatu perjanjian adalah seorang yang

cakap hukum, dan yang dikualifikasi cakap hukum adalah setiap orang yang

dewasa dan sehat pikirannya.

B. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini yakni peraturan

perundang-undangan (statue approach). Suatu penelitian normatif tentu harus

menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti

adalah berbagai aturan hukum yang akan menjadi fokus sekaligus tema sentral

Page 47: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

dari suatu penelitian.1 Aturan yang dimaksud di sini adalah aturan mengenai

Pasal 433KUHPerdata, Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sah suatu

perjanjian dan Pasal 1329 KUHPerdata tentang kecakapan bertindak sehingga

dengan memperhatikan aturan tersebut pembaca akan memahami relevansinya

dengan topik bahasan utama dalam metode penelitian.

C. Jenis Dan Sumber Bahan Hukum

Penelitian hukum normatif mengacu pada menggunakan bahan hukum.

Sedangkan bahan hukum yang digunakan peneliti bertumpu pada bahan hukum

primer, sekunder dan tersier.

1. Bahan hukum primer, adalah bahan hukum yang mengikat.2Beberapa

peraturan perundang-undangan yang perlu dikaji sebagai berikut:

a) Pasal 28 huruf C ayat 2, 28 huruf D ayat 1, 28 huruf F, 28 huruf G ayat

1, 28 huruf H ayat 4, 28 huruf I ayat 2 dan 5 Undang-Undang Dasar

Negara Repblik Indonesia 1945

b) Pasal 433, 1320 dan 1329 KUHPerdata

c) Pasal 1, 2, 5, 6, dan 8 Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 tentang

Penyandang Disabilitas jo Undang-Undang nomor 19 tahun 2011

d) Pasal 1, 2, 3 dan 4 Konvensi hak-hak penyandang disabilitas /

Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (CRPD)

2. Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer dan wawancara dengan notaris yang pernah

1 Johny Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia

Publishing:Malang, 2006, hlm.302

2 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali

Pers, Jakarta, 2010, hlm.13

Page 48: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

membuat akta untuk kaum penyandang disabilitas.3 Yang dibutuhkan oleh

peneliti sebagai bahan hukum pendukung dalam menguatkan bahan hukum

primer, berupa buku-buku literatur, makalah, jurnal, risalah, keputusan

pengadilan, pendapat para ahli, teori hukum dan artikel-artikel dari media

cetak maupun elektronik tentang Kecakapan Bertindak dalam Perjanjian

Jual Beli Tanah.

3. Dan bahan hukum tersier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder.4 Yang digunakan berupa kamus hukum, kamus besar bahasa

Indonesia, dan kamus besar bahasa Inggris-Indonesia.

D. Teknik Memperoleh Bahan Hukum

Peneliti menggunakan metode penelitian dengan pendekatan statue

approach, maka teknik pengumpulan bahan hukumnya dilakukan dengan studi

kepustakaan (library research). Studi kepustakaan, adalah serangkaian

kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan bahan hukum

pustaka,yaitu membaca dan mencatat buku-buku serta literature yang

berhubungan dengan tujuan penelitian kemudian.5 Yakni mencari dan

mengumpulkan peraturan perundang-undangan mengenai KUHPerdata, UU

no. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, CRPD, baik berupa undang-

undang dan atau peraturan lain yang sifatnya vertikal maupun horizontal.

Selain itu, pengumpulan bahan hukum juga dilakukan dengan membaca

3 Soerjono Soekanto, Loc. Cit. 4 Ibid

5 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008,

hlm.3

Page 49: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

literatur, makalah, jurnal, artikel dan essai yang berkaitan dengan ilmu

perundang-undangan dan wawancara.

E. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan

metode interpretasi.Intepretasi adalah salah satu teknik analisa dengan cara

menafsirkan atau mengetahui makna peraturan perundang-undangan. Metode

intepretasi yang akan digunakan adalah sebagai berikut:6

1. Intepretasi gramatikal adalah cara penafsiran untuk mengetahui makna

ketentuan dengan menguraikan menurut bahasa, susun kata atau bunyinya.

Intepretasi ini tidak mungkin tidak digunakan mengingat suatu peraturan

perundang-undangan terdiri dari susunan kata-kata yang terangkai.

Karena stigma bahwa disabilitas bukanlah orang yang cakap hukum

dikukuhkan dalam buku 1 KUHPerdata Pasal 433 yang menegaskan bahwa

“Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau

mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-

kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga

ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan”.Pada Pasal 1320

KUHPerdata juga dinyatakan bahwa salah satu syarat sah suatu perjanjian

adalah seorang yang cakap hukum, dan yang dikualifikasi cakap hukum

adalah setiap orang yang dewasa dan sehat pikirannya.

2. Intepretasi sistematis adalah cara penafsiran dengan jalan menghubungkan

dengan undang-undang (peraturan perundang-undangan) lain dengan tidak

6Sudikno mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Liberty,

Yogyakarta, 1999, hlm.153-156

Page 50: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

menyimpang dari sistem perundang-undangan. Interpretasi ini perlu

digunakan mengingat peraturan perundang-undangan merupakan satu

kesatuan yang saling terintegrasi.

Karena untuk memahami teks dan konteks dari Pasal 433 KUHPerdata, Pasal

1329 KUHPerdata tentang kecakapan bertindak dan Pasal 1320 KUHPerdata

tentang syarat sah suatu perjanjian.

F. Definisi Konseptual

Adalah penarikan batasan yang menjelaskan suatu konsep secara singkat,

jelas, dan tegas.7

1. Perlindungan hukum adalah perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki

oleh pihak yang dirugikan tersebut dalam perjanjian.

2. Perjanjian jual beli tanah adalah suatu peristiwa hukum di mana seorang

berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji kepada orang lain

untukmembayar harga yang dijanjikan dalam jual beli tanah

3. Kecakapan bertindak yang berdasarkan Pasal 1329 KUHPerdata adalah

“semua orang adalah cakap bertindak, kecuali ditentukan tidak cakap

menurut undang-undang”.

4. Disabilitas tunarungu adalah seseorang yang memiliki keterbatasan dalam

mendengar dan menangkap informasi melalui suara.

7Prof. Dr. M.A.S Imam Chourmain, M.Ed. 2008. Acuan Normatif Penelitian Untuk

Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Al-Haramain Publishing House. hlm.36

Page 51: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konsep Kecakapan Bertindak Kaum Disabilitas Tuna Rungu Dalam

Perjanjian Jual Beli Tanah

Pada dasarnya setiap subyek hukum mempunyai kewenangan hukum,

meskipun demikian tidak semua subyek hukum mempunyai kecakapan

berbuat. Kecakapan berbuat adalah kemampuan untuk melakukan perbuatan

hukum dengan akibat hukum yang sempurna. Kedudukan tiap manusia dimata

hukum adalah sama namun terdapat diskriminasi yang dilakukan ke kaum

disabilitas terutama dalam akses pemenuhan kebutuhan hukum yang sepadan

dengan manusia lainnya. Pada saat ini, 22.000 penyandang disabilitas di

indonesia, sebagian dewasa di atas umur 18 tahun tidak diberi hak dalam

membuat perjanjian di indonesia. Kebanyakan penyandang disabilitas merasa

dirugikan dengan stigma disabilitas.

Rekapitulasi Data Penyandang Disabilitas Berat 20151

Kode Propinsi Jumlah

11 ACEH 367

12 SUMATERA UTARA 933

1http://asodkb.org/data/rekap/diakses pada tanggal 10 Januari 2016.

Page 53: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

65 KALIMANTAN UTARA 45

71 SULAWESI UTARA 248

72 SULAWESI TENGAH 488

73 SULAWESI SELATAN 1135

74 SULAWESI TENGGARA 249

75 GORONTALO 115

76 SULAWESI BARAT 137

81 MALUKU 303

82 MALUKU UTARA 81

91 PAPUA 109

92 PAPUA BARAT 121

JUMLAH 22000

1. Hak-hak kaum disabilitas

Untuk melindungi dan mengayomi kebutuhan kaum disabilitas

Indonesia lebih lanjut negara Indonesia telah menjelaskan secara rinci

dalam undang-undang. Hak hak kaum disabilitas telah diatur dalam UU

no.8 tahun 2016 ‘yaitu:

Dalam ketentuan umum Pasal 1

“Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami

Page 54: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka

waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat

mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh

dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

2. Kesamaan Kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang

dan/atau menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas untuk

menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan

masyarakat.

3. Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian pembatasan,

pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau

berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan, penikmatan,

atau pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas.

4. Penghormatan adalah sikap menghargai atau menerima keberadaan

Penyandang Disabilitas dengan segala hak yang melekat tanpa

berkurang.

5. Pelindungan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk

melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak Penyandang Disabilitas.

6. Pemenuhan adalah upaya yang dilakukan untuk memenuhi,

melaksanakan, dan mewujudkan hak Penyandang Disabilitas.

7. Pemberdayaan adalah upaya untuk menguatkan keberadaan

Penyandang Disabilitas dalam bentuk penumbuhan iklim dan

pengembangan potensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang

menjadi individu atau kelompok Penyandang Disabilitas yang tangguh

Page 55: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

dan mandiri.

8. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk Penyandang

Disabilitas guna mewujudkan Kesamaan Kesempatan.

9. Akomodasi yang Layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat

dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua

hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk Penyandang

Disabilitas berdasarkan kesetaraan.

10. Alat Bantu adalah benda yang berfungsi membantu kemandirian

Penyandang Disabilitas dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

11. Alat Bantu Kesehatan adalah benda yang berfungsi mengoptimalkan

fungsi anggota tubuh Penyandang Disabilitas berdasarkan rekomendasi

dari tenaga medis.

12. Konsesi adalah segala bentuk potongan biaya yang diberikan oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang kepada

Penyandang Disabilitas berdasarkan kebijakan Pemerintah dan

Pemerintah Daerah.

13. Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka

pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas

barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh

penyelenggara pelayanan publik.

14. Unit Layanan Disabilitas adalah bagian dari satu institusi atau lembaga

yang berfungsi sebagai penyedia layanan dan fasilitas untuk

Penyandang Disabilitas.

Page 56: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

15. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum,

atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar

upah atau imbalan dalam bentuk lain.

16. Komisi Nasional Disabilitas yang selanjutnya disingkat KND adalah

lembaga nonstruktural yang bersifat independen.

17. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang

berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

18. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden

Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara

Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri

sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

19. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

di bidang sosial. ”

Dalam ketentuan umum Pasal 2

“Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Disabilitas berasaskan:

1. Penghormatan terhadap martabat;

2. Otonomi individu

3. Penyandang tanpa diskriminasi

4. Partisipasi penuh

5. keragaman manusia dan kemanusiaan;

Page 57: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

6. Kesamaan Kesempatan;

7. kesetaraan;

8. Aksesibilitas;

9. kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak;

10. inklusif; dan

11. perlakuan khusus dan Pelindungan lebih.”

Dalam ketentuan umum Pasal 5

“(1) Penyandang Disabilitas memiliki hak:

1. hidup;

2. bebas dari stigma;

3. privasi;

4. keadilan dan perlindungan hukum;

5. pendidikan;

6. pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi;

7. kesehatan;

8. politik;

9. keagamaan;

10. keolahragaan;

11. kebudayaan dan pariwisata;

12. kesejahteraan sosial;

13. Aksesibilitas;

14. Pelayanan Publik;

15. Pelindungan dari bencana;

16. habilitasi dan rehabilitasi;

Page 58: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

17. Konsesi;

18. pendataan;

19. hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat;

20. berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi;

21. berpindah tempat dan kewarganegaraan; dan

22. bebas dari tindakan Diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan

eksploitasi.

(2) Selain hak Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

perempuan dengan disabilitas memiliki hak:

1. atas kesehatan reproduksi;

2. menerima atau menolak penggunaan alat kontrasepsi;

3. mendapatkan Pelindungan lebih dari perlakuan Diskriminasi berlapis;

dan

4. untuk mendapatkan Pelindungan lebih dari tindak kekerasan,

termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual.

(3) Selain hak Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

anak penyandang disabilitas memiliki hak:

1. mendapatkan Pelindungan khusus dari Diskriminasi, penelantaran,

pelecehan, eksploitasi, serta kekerasan dan kejahatan seksual;

2. mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga

pengganti untuk tumbuh kembang secara optimal;

3. dilindungi kepentingannya dalam pengambilan keputusan;

4. perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak;

Page 59: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

5. Pemenuhan kebutuhan khusus;

6. perlakuan yang sama dengan anak lain untuk mencapai integrasi sosial

dan pengembangan individu; dan

7. mendapatkan pendampingan sosial.”

Dalam ketentuan umum Pasal 6

“Hak hidup untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:

1. atas Penghormatan integritas;

2. tidak dirampas nyawanya;

3. mendapatkan perawatan dan pengasuhan yang menjamin kelangsungan

hidupnya;

4. bebas dari penelantaran, pemasungan, pengurungan, dan pengucilan;

5. bebas dari ancaman dan berbagai bentuk eksploitasi; dan

6. bebas dari penyiksaan, perlakuan dan penghukuman lain yang kejam,

tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.”

Dalam ketentuan umum Pasal 8

“Hak privasi untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:

1. diakui sebagai manusia pribadi yang dapat menuntut dan memperoleh

perlakuan serta Pelindungan yang sama sesuai dengan martabat manusia di

depan umum;

2. membentuk sebuah keluarga dan melanjutkan keturunan melalui

perkawinan yang sah;

3. Penghormatan rumah dan keluarga;

4. mendapat Pelindungan terhadap kehidupan pribadi dan keluarga; dan

5. dilindungi kerahasiaan atas data pribadi, surat- menyurat, dan bentuk

Page 60: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

komunikasi pribadi lainnya, termasuk data dan informasi k’esehatan.”

2. Pengertian dan konsep kecakapan menurut teori

a) Menurut Thoha, kecakapan merupakan salah satu unsur dalam

kematangan berkaitan dengan pengetahuan atau keterampilan yang

dapat diperoleh dari pendidikan, pelatihan dan suatu pengalaman.2

b) Kecakapan atau Kemampuan(abilities) seseorang akan turut serta

menentukan perilaku dan hasilnya. Yang dimaksud kemampuan atau

abilities ialah bakat yang melekat pada seseorang untuk melakukan

suatu kegiatan secara phisik atau mental yang ia peroleh sejak lahir,

belajar, dan dari pengalaman.3

c) Sedangkan menurut Stepen P. Robbins dalam bukunya Perilaku

Organisasi kemampuan atau kecakapan adalah suatu kapasitas individu

untuk melaksanakan tugas dalam pekerjaan terrtentu. 4

d) Menurut Soelaiman, kemampuan adalah sifat yang dibawa lahir atau

dipelajari yang memungkinkan seseorang yang dapat menyelesaikan

pekerjaannya, baik secara mental ataupun fisik. Karyawan dalam suatu

organisasi, meskipun dimotivasi dengan baik, tetapi tdak semua

memiliki kemampuan untuk bekerja dengan baik. Kemampuan dan

keterampilan memainkan peranan utama dalam perilaku dan kinerja

individu. Keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan

2Miftah thoha, 1995, Kepemimpinan dalam Manajemen, PT Raja Grafindo Persada.

hlm.123

3Soehardi. 2003. Essensi Perilaku Organisasional. Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi

Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta. Hlm.24

4Stephen P. Robins. 2010. Pengantar Manajemen Dan Organisasi. Jakarta:Erlangga,

hlm.20

Page 61: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

tugas yang di miliki dan dipergunakan oleh seseorang padawaktu yang

tepat.5

e) Menurut Stephen P. Robins Kemampuan(ability) adalah kapasitas

individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu.

Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari

dua perangkat factor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan

phisik. 6

f) Sedangkan menurut Mc Shane dan Glinow dalam Buyung ability the

natural aptitudes and learned capabilities required to

successfullycomplete a task (kemampuan adalah kecerdasan-kecerdasan

alami dan kapabilitas dipelajari yang diperlukan untuk menyelesaikan

suatu tugas). Kecerdasan adalah bakat alami yang membantu para

karyawan mempelajari tugas-tugas tertentu lebih cepat dan

mengerjakannya lebih baik.7

g) C.P. Chaplin memberikan pengertian bahwa inteligensi atau kecakapan

itu adalah kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap

situasi baru secara cepat dan efektif.Kecakapan setiap orang memang

berbeda,dalam hal ini kecakapan seseorang bisa di lihat dari sikap dan

perilaku seseorang tersebut.8

h) Dalam Kurikulum 2004, kecakapan hidup adalah "Kecakapan yang

dimiliki seseorang untuk mampu memecahkan permasalahan hidup

5Soelaiman. 2007. Sumber Daya Manusia. PT. Indeks Jakarta. hlm.112 6Stephen P. Robins. Op cit. hlm.46 7Mc Shane dan Glinow dalam Buyung. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. hlm.37

8LN Yusuf Syamsu; 2010, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya. hlm.106

Page 62: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

secara wajar dan menjalani kehidupan secara bermartabat tanpa merasa

tertekan, kemudian secara proaktif mencari serta menemukan solusi,

sehingga akhirnya mampu mengatasinya".9

Berdasarkan pengertian di atas, kecakapan hidup (life skills) merupakan

kecakapan untuk memecahkan masalah secara inovatif dengan menggunakan

fakta, konsep, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari. Pemecahan masalah

tersebut dapat berupa proses maupun produk yang bermanfaat untuk

mempertahankan, meningkatkan, atau memperbaharui aataupun mempermudah

hidup. Pengertian kecakapan hidup di sini, tidak semata-mata berarti memiliki

kemampuan tertentu saja, namun ia harus memiliki kompetensi dasar

pendukungnya, seperti membaca, menulis, menghitung, merumuskan dan

memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bertindak secara individu,

bekerja dalam tim atau kelompok, terus belajar di tempat bekerja,

mempergunakan teknologi, dan lain sebagainya.

Kecakapan menunjuk pada berbagai ragam kemampuan seseorang

untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat di

dalam masyarakat tanpa adanya kesulitan serta mengetahui batasan antara yang

boleh untuk dilakukan dan yang tidak. Life skills merupakan kemampuan

sepanjang hayat, kepemilikan kemampuan berpikir yang kompleks,

kemampuan komunikasi secara efektif, kemampuan membangun kerjasama,

melaksanakan peranan sebagai warga negara yang bertanggungjawab, memiliki

9Kunandar,S.Pd., M.Si., 2009, Guru Profesional Implementasi Kurikiulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada, hlm.289

Page 63: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

kesiapan serta kecakapan untuk bekerja, memiliki karakter dan etika untuk

terjun ke masyarakat.

Selain itu kecakapan dalam hal ini mungkin lebih memperlihatkan

tentang sikap seseorang yang aktif dan kritis, cakap dalam hal ini seseorang

tersebut mampu menangkap setiap hal yang yang sedang di bicarakan dan tidak

segan-segan ikut berpartisipasi untuk mengeluarkan pendapatnya.Jadi

kecakapan seseorang bisa lebih baik itu tergantung dari masing-masing orang

tersebut,bagaimana dan sebisa mungkin seseorang tersebut untuk bisa lebih

mengoptimalkan kemampuannya dalam bidang akademik maupun dalam

pergaulannya sehari-hari.

Pengolongan kecakapan untuk mengkategorikan disabilitas tuna rungu

juga memiliki kecakapan yang sama dengan manusia pada umumnya dapat

dijelaskan sebagai berikut, Kecakapan dalam bahasa inggrisnya “ability”

dibedakan dalam dua hal, yaitu kecakapan potensial atau potencial ability

disebut juga kapasitas atau capacity dan kecakapan nyata atau actual ability

ataudisebut juga achievement. Kecakapan potensial merupakan kecakapan-

kecakapan yang masih tersembunyi, masih kuncup belum termanifestasikan

(ketahui), dan merupakan kecakapan- kecakapan yang dibawa dari

kelahirannya. Kecakapan nyata merupakan kecakapan yang sudah terbuka,

sudah termanifestasikan dalam berbagai aspek kehidupan dan perilaku, dan

berpangkal pada kecakapan potensial. Kecakapan ini sudah banyak mendapat

pengaruh dari lingkungan dan dapat dilihat dalam perilaku khusus atau pun

perilaku sehari- hari.

Page 64: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Kecakapan potensial atau kapasitas itu juga ada dua macam, ada

kapasitas umum yang sering dikenal dengan inteligensi atau intelligenceatau

kecerdasan, dan kapasitas khusus yang disebut juga bakat atau aptitude. Jadi

baik inteligensi maupun bakat masih bersifat potensial, tersembunyi, atau

kuncup, akan terbuka atau mekar dalam bentuk kecakapan- kecakapan nyata.

Kecakapan dalam komunikasi dapat dijelaskan sebagai berikut, Menurut

Dredge dan Croswhite, ada dua komponen penting dalam terciptanya

komunikasi secara efektif.10 Komponen pertama adalah kemampuan untuk

memahami pesan (pemahaman) yaitu kemampuan mendengarkan suara atau

melihat aksi, kemampuan mengolah pesan, dan menyimpannya dalam memori.

Komponen kedua adalah kemampuan berespon terhadap pesan (ekspresi) yaitu

kemampuan memilih kata atau aksi yang tepat, kemampuan menyusun kata-

kata dan aksi-aksi menjadi pesan yang dapat dimengerti. Dredge dan Croswhite

menjelaskan bahwa pada dasarnya komunikasi dapat dibedakan dalam

kemampuan komunikasi reseptif dan kemampuan komunikasi ekspresif .11

Kemampuan komunikasi reseptif ditunjukkan dengan kemampuan anak dalam

memahami dan mengerti instruksi atau perintah. Kemampuan komunikasi

reseptif ditunjukkan dalam bentuk isyarat, tindakan atau bahasa tubuh.

Sedangkan kemampuan komunikasi ekspresif adalah kemampuan seorang anak

dalam menjawab atau mengekspresikan pikiran dan perasaan. Kemampuan

komunikasi ekspresif biasanya ditunjukkan dalam bentuk verbal.

10Dredge, B and Croswhite. 1986. Communication Without Speech A Guide to Parent

and Proffesionals. Australia: Victoria, Commonwealth School Commission. hlm.2 11Dredge, B and Croswhite. Op cit. hlm.164

Page 65: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Sependapat dengan hal tersebut di atas Sabir menyebutkan bahwa

bahasa dibagi menjadi dua bagian yaitu bahasa reseptif/pemahaman dan bahasa

ekspresif/pengungkapan secara verbal. Bicara hanyalah salah satu dari cara

berkomunikasi.12 Disamping penggunaan bahasa verbal, banyak cara lain yang

dapat digunakan untuk dapat berkomunikasi dengan difabel tuna rungu yaitu

menggunakan ekspresi wajah, menggunakan gesture atau gerak-isyarat,

melakukan modifikasi pada intonasi nada suara sesuai kebutuhan, menunjuk

gambar, menunjuk tulisan, menggunakan papan komunikasi, dan

menggunakan simbol.13

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komponen

kemampuan komunikasi meliputi kemampuan dalam memahami pesan, yaitu

kemampuan mendengarkan suara/instruksi atau melihat aksi, kemampuan

mengolah pesan dan menyimpannya dalam memori. Dan kemampuan

memberikan respon terhadap pesan atau instruksi yang ditunjukkan dalam

dalam bentuk verbal, isyarat, tindakan atau bahasa tubuh.

3. Konsep kecakapan menurut hukum berdasarkan KUHPerdata

Berkaitan dengan kecakapan bertindak, hukum tidak mengaturnya

secara tegas. Undang-undang hanya mengatur tentang siapa saja yang

dinyatakan tidak cakap dalam Pasal 1330 KUHPerdata. Apabila dicermati

ketentuan dalam Pasal 1330 KUHPerdata tersebut memang hanya mengatur

tentang perjanjian, tetapi ketentuan ini dapat dianalogikan pula untuk semua

12Evi Sabir – Gitawan, Bsc. 2003. Gangguan Bahasa dan Bicara pada anak dengan

Autistic Spectrum Disorder.Yayasan Kailila Indonesia. hlm.233

13Sjah S, dan Fadillah. 2003. Membantu Anak Berkomunikasi Secara Efektif.

Konferensi Autisme Pertama: Rowards a Better Life For Autistic Individual. Jakarta, 3-4 Mei

2003. hlm.214

Page 66: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

perbuatan hukum, terutama perbuatan hukum yang bersifat perdata. Lebih

lanjut mengenai konsep kecakapan ditinjau dari KUHPerdata telah dijelaskan

dalam pasal ;

a) Pasal 330

“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh

satu tahun, dan lebih dahulu telah kawin.”

Berdasarkan pasal tersebut tidak berlaku karena hanya berlaku untuk

melakukan perbuatan hukum sepanjang yang objeknya mengenai tanah

maka batasan usia dewasa yang digunakan adalah usia 18 tahun sesuai

Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan

Nasional dalam Surat Edaran nomor 4/SE/I/2015 tentang Batasan Usia

Dewasa dalam Rangka Pelayanan Pertanahan.

b) Pasal 433

“Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau

mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-

kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga

ditempatkan dibawah pengampuan karena keborosan”

c) Pasal 1329

“semua orang adalah cakap bertindak, kecuali ditentukan tidak cakap

menurut undang-undang”.

d) Pasal 1330

“Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

1. Orang-orang yang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

Page 67: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-

undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang

telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu”

4. Kaum disabilitas tuna rungu adalah subyek yang hukum yang cakap

Untuk menetukan seorang disabilitas tuna rungu dapat dikatakan

memiliki kecakapan hukum dapat diketahui dengan beberapa indikator :

Carl Witherington, mengemukakan enam indikator dari perbuatan yang cerdas

(kecakapan) yaitu:

a) Memiliki kemampuan yang cepat dalam bekerja dengan bilangan.

b) Efisien dalam berbahasa. (tepat dan inti)

c) Kemampuan mengamati dan menarik kesimpulan dari hasi pengamatan

yang cukup cepat.

d) Kemampuan mengingat yang cukup cepat dan tahan lama.

e) Cepat dalam memahami hubungan dengan manusia lain.

f) Memiliki daya khayal atau imajinasi yang tinggi.14

Dasar seseorang dikatakan memiliki kecakapan atau tidak dapat diukur

dengan menggunakan Alat ukur kecakapan dasar (intelegensi) yang paling

banyak dikenal dan digunakandi Indonesia, ialah Test Binet Simon (verbal test)

yang dikembangkan sejak 1905 di Perancis dan direvisi serta dikembangkan di

Stanford (USA) mulai tahun 1916. Dalam konteks tes ini, indeks kecerdasan

14Nana Syaodih Sukmadinata, 2004, Landasan Psikologi Proses Pendidikan.

Bandung:Rosda Karya, hlm.94

Page 68: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

seseorang dinyatakan dengan IQ yang diperoleh dengan jalan membandingkan

hasil jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dipersiapkan untuk tingkat-

timgkat umur tertentu (yang disebut MA= mental age, umur kecerdasan)

dengan umur sebenarnya menurut kelahiran (CA= chronological age, umur

kronologis). Jadi, IQ=MA : CA x 100. Atas dasar hasil penilitian terhadap

sejumlah sampel yang dipandang mencerminkan populasinya telah dapat

dikembangkan suatu sistem norma ukuran kecerdasan dalam konteks tes ini

ialah sebagai berikut:15

IQ Kategori Persentanse

140- ke atas

130- 139

120-129

110-119

90-109

80-89

70-79

50-69

25-49

Genius

Sangat cerdas

Cerdas

Di atas normal

Normal

Dibawah normal

Bodoh (dul)

Debil (moron)

Imbecil

0,25 %

0,75%

6%

13%

60%

13%

6%

0, 75%

0,20%

15 Nur’aeni, S.Psi., M.Si. 2012. Tes Psikologi : Tes Inteligensi Dan Tes Bakat

,Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah (UM) Purwokerto Press. hlm.25

Page 69: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Dibawah 25 idiot 0,05%

Test Binet-Simon dipersiapkan untuk orang yang berusia mulai 3

sampai 15 tahun. Perhitungan IQ untuk orang yang berusia lebih dari 15, CA-

nya diperhitungkan menurut tingkat usia 15 tahun ini, dengan asumsi bahwa

perkembangan kecerdasan mencapai kemantapannya pada tingkat usia tersebut

. mengingat tes ini bersifat tes verbal, maka penggunaannya pun dipersiapkan

mulai untuk usia 3 tahun, dengan anggapan pula bahwa mulai usia tersebut

anak telah mengerti pertnyaan-pertanyaan atau perintah-perintah secara

verbal.16

Sehingga dari penjelasan diatas dapat diartikan selama kaum disabilitas

tuna rungu tersebut masih dalam batas IQ normal serta mampu untuk

mengidentifikasi, mengingat, mengamati, dan menarik kesimpulan dari sebuah

perbuatan. Maka disabilitas tunarungu tergolong dalam kategori manusia yang

cakap dan memiliki kecakapan.

Kecakapan subyek hukum menurut Pasal 1329 KUHPerdata, setiap

orang dianggap cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali jika yang

bersangkutan oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap melakukan

perbuatan hukum. Mengenai kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan

hukum dapat dilihat pada Pasal 330, 433, dan 1330 KUHPerdata. Pasal-pasal

ini tidak menyatakan secara tegas tentang seseorang yang dinyatakan cakap

16 Nur’aeni, S.Psi., M.Si. Op cit. hlm.25

Page 70: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

melakukan perbuatan hukum, tetapi dari isi pasal tersebut dapat disimpulkan

tentang siapa yang cakap melakukan perbuatan hukum.

Sedangkan dalam sisi hukum yang dimaksud dengan kecakapan dalam

hukum adalah telah diatur dalam pasal 433 KUHPerdata, dan pasal 1330

KUHPerdata.

Pada Pasal 433 KUH Perdata dinyatakan bahwa:

“Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila

atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia

kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga

ditempatkan dibawah pengampuan karena keborosan”

Berdasar ketentuan pada pasal tersebut maka dapat diketahui yang tidak

cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang belum dewasa, orang

yang ditaruh dibawah pengampuan, tetapi stigma ketidakcakapan disabilitas

tuna rungu masih berlangsung. Secara hukum orang yang tidak cakap hukum

dalam melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan hak dan kewajibannya

secara perdata harus diwakili oleh walinya atau pengampuan. Hal ini karena

menurut hukum mereka dimasukkan dalam lembaga perwalian ataupun

pengampuan sesuai dengan penyebab ketidakcakapannya.

Pada Pasal 1330 KUH Perdata dinyatakan bahwa:

Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

1. Orang-orang yang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

Page 71: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Dari isi Pasal 1330 KUH Perdata tersebut dapat ditafsirkan secara a

contrario bahwa yang cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang

sudah dewasa, orang yang tidak ditaruh di bawah pengampuan, orang-orang

perempuan dalam hal-hal tidak ditetapkan oleh undang-undang, dan orang-

orang yang tidak dilarang oleh undang-undang.

Mengenai siapa yang dikatakan dewasa dapat ditafsirkan dari ketentuan

Pasal 330 KUH Perdata yang menyatakan :

“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh

satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu

dibubarkan sebelum umur mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum

dewasa.” 17

Mereka yang tidak di bawah pengampuan dapat ditafsirkan secara a

contrario dari isi Pasal 433 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

“Setiap orang dewasa, yang selalu bearada dalam keadaan dungu, sakit otak

atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, pun jika ia kadang-

kadang cakap mempergunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga

ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya.”

Para advokat juga sepakat bahwa orang yang mengalami kekurangan

fisik tertentu dapat dimasukkan dalam kondisi tidak cakap melakukan

perbuatan hukum, meskipun untuk menyatakannya diperlukan ketetapan

hakim atau ketetapan Pengadilan Negeri. Cacat yang dikatagorikan tidak cakap

melakukan perbuatan hukum bukan hanya cacat mental saja, tetapi termasuk

cacat fisik, diantaranya para penderita tuna rungu (dengan pengecualian

17Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Page 72: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

apabila memiliki standar IQ dibawah normal) dan kelumpuhan, terutama

kelumpuhan total. Alasan yang dikemukan juga sama dengan yang dikemukan

oleh hakim, yaitu dalam kondisinya tersebut, orang-orang ini sudah sangat sulit

untuk memenuhi kepentingannya, apalagi melakukan perbuatan hukum. 18

Sebagai contoh penderita tuna rungu sangat sulit berkomunikasi dengan

orang lain, komunitas ini mempunyai bahasa khusus untuk melakukan

komunikasi dan tidak mudah dimengerti oleh semua orang di luar

komunitasnya. Bahasa tersebut disebut dengan bahasa isyarat. Menurut

keterangan para responden advokat, dalam melakukan perbuatan hukum

tertentu penderita tuna rungu, dengan ketetapan Pengadilan Negeri dapat

dimasukkan dalam golongan tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

Pertimbangan memasukkannya mereka dalam golongan tidak cakap

melakukan perbuatan hukum bukan berarti ada keinginan dari para penegak

hukum untuk mendiskriminasikan para penderita tuna rungu, tetapi semata-

mata hanya untuk melindungi kepentingan mereka agar tidak dimanfaatkan

oleh orang lain yang tidak bertanggung jawab. Menentukan penderita tuna

rungu dalam golongan tidak cakap melakukan perbuatan hukum juga harus

dilakukan berdasar ketetapan Pengadilan Negeri. Jadi tidak dapat dilakukan

dengan mudah dan sekehendak hati.

Mengenai orang yang berada dalam kondisi tidak sempurna mentalnya,

responden dari notaris tetap mengacu pada ketentuan. Sehingga mereka

termasuk dalam golongan tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Notaris

juga berpendapat bahwa orang-orang tertentu yang belum ditetapkan oleh

18MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 3, Oktober 2008, hlm.564

Page 73: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

undang-undang sebagai tidak cakap dengan putusan hakim dan pertimbangan

perlindungan kepentingan hukumnya dapat ditetapkan sebagai orang yang

tidak cakap melakukan perbuatan hukum, misalnya orang pikun, penderita

alzemeir, penderita stroke berat, dan penderita kelumpuhan total.

Salah satu dari notaris yang menjadi responden menyatakan tidak

sepakat bahwa orang yang mengalami kecacatan fisik, tuna rungu sekalipun,

dimasukkan dalam golongan tidak cakap melakukan perbuatan hukum, karena

pada dasarnya akal mereka tetap sehat dan mereka dapat bertanggung jawab

sendiri terhadap akibat perbuatan hukum yang dilakukannya, hanya saja pada

saat melakukan transaksi dalam lapangan harta kekayaan terutama perlu

didampingi saja.19

Berdasar hasil penelitian yang dilakukan terhadap hakim PN Sleman,

para advokat dan notaris dapat disimpulkan bahwa praktisi yang menjadi

responden di Kabupaten Sleman tetap mengacu pada ketentuan Pasal 433 KUH

Perdata untuk menentukan kecakapan subyek hukum. Jadi subyek hukum

dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum diukur dari: 20

a. kedewasaan yang dilihat dari ukuran usianya, yaitu 21 (dua puluh

satu) tahun atau sudah dewasa

b. kondisi mental yang dilihat dari segi mampu tidaknya seseorang itu

menggunakan akal sehat dalam melakukan perbuatan hukum dan

bertanggung jawab terhadap akibatnya, termasuk di dalamnya

adalah orang pikun.

19MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 3, Oktober 2008, hlm.566 20MIMBAR HUKUM Volume 20, Op.cit, hlm.566

Page 74: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Dalam KUH Perdata tidak ditemukan pengertian tentang pengampuan.

Pasal 433 KUH Perdata hanya mengatur tentang siapa saja yang dimasukkan di

bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang:

1. dungu atau idiot

2. sakit otak atau gila

3. mata gelap atau orang yang tidak dapat mengendalikan emosinya

4. kadang dapat berpikir normal kadang tidak, misalnya orang gila menahun

atau pemabuk

5. boros atau orang selalu mengobral dan tidak dapat mengelola kekayaannya

Menurut J. Satriyo, pengampuan adalah suatu keadaan, di mana orang

dewasa kedudukan hukumnya diturunkan menjadi sama dengan orang belum

dewasa, dengan konsekuensinya, kewenangannya untuk bertindak

dicabut.21Kansil menyatakan bahwa pengampuan adalah bimbingan yang

dilaksanakan oleh kurator yaitu keluarga sedarah atau orang yang ditunjuk

terhadap orang-orang dewasa yang karena sesuatu sebab dinyatakan tidak cakap

bertindak di dalam lalu lintas hukum.22

Vollmar menyatakan bahwa pengampuan adalah:

“Keadaan yang disitu seseorang (curandus) karena sifat-sifat pribadinya

dianggap tidak cakap atau di dalam segala hal tidak cakap untuk bertindak

sendiri (atau pribadi) di dalam lalu lintas hukum. Atas dasar itu orang tersebut

21J. Satrio, 1999, Hukum Pribadi Bagian I Persoon Alamiah, Citra Aditya Bakti,

Bandung, hlm.74

22C.S.T. Kansil, et. al, 2006, Modul Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm.138.

Page 75: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

dengan keputusan hakim dimasukkan ke dalam golongan orang yang tidak cakap

bertindak. Karenanya, orang tersebut lantas diberi seorang wakil menurut

undang-undang, yaitu yang disebut pengampu (curator atau curatele).” 23

Dari beberapa pengertian tersebut nampak bahwa pengampuan adalah

perwakilan terhadap kepentingan orang yang sudah dewasa tetapi tidak cakap

melakukan perbuatan hukum.

Akibat dimasukkannya seseorang dalam pengampuan maka

kedudukannya menjadi sama dengan seorang yang belum dewasa. Ketentuan ini

diatur dalam Pasal 452 KUH Perdata berkaitan dengan hak dan kewajiban,

hakim, advokat dan notaris yang menjadi responden, berpendapat bahwa orang

yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum tetap memiliki hak dan kewajiban,

hanya dalam menjalankannya perlu bantuan orang lain. Apabila orang yang tidak

cakap melakukan perbuatan hukum tersebut melakukan sendiri perbuatan

hukumnya dan merugikan, perbuatan hukum itu dapat dikenai pembatalan oleh

orang yang ditunjuk untuk mewakilinya atau apabila perbuatan hukum tersebut

justru merugikan pihak lain maka pihak yang dirugikan itu dapat meminta

pembatalan kepada wakil dari orang yang tidak cakap. Terutama dalam hal

perjanjian, apabila dibuat oleh pihak yang tidak cakap melakukan perbuatan

hukum maka perjanjian tersebut dikatakan tidak sah secara subyektif, dan dapat

diancam dengan pembatalan oleh pihak yang dirugikan.Sejauh tidak merugikan

maka perjanjian tersebut tetap berlaku sah dan mempunyai akibat hukum.

Di dalam buku 1 KUHPerdata Pasal 433 menimbulkan

23MIMBAR HUKUM Volume 20, Op.cit, hlm.568

Page 76: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

kesalahpahaman bahwa disabilitas haruslah di bawah pengampuan dan

dianggap tidak cakap hukum. Sehingga mereka tidak boleh melakukan

tindakan hukum apapun termasuk perjanjian. Padahal hanya beberapa jenis

disabilitas.Keadaan ini diperkuat oleh Pasal 1320 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa salah satu syarat sah suatu perjanjian adalah seorag yang

cakap hukum. Pasal 433 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:

“setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau

mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-

kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juha

ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan”.24

Hal ini tentu saja bertentangan dengan Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945

Amandemen kedua dan Pasal 12 ayat 2 Konvensi Hak Penyandang Disabilitas.

Pasal 12 ayat 2 Konvensi Hak-Hak penyandang Disabilitas mengemukakan

bahwa:

“ Negara-Negara Pihak harus mengakui bahwa penyandang disabilitas

merupakan subyek hukum yang setara dengan lainnya di semua aspek

kehidupan.”25

Ini semua menandakan perlunya perubahan sistem Hukum dan

Peradilan di Indonesia berpersektif disabilitas.Agar akses terhadap keadilan,

terpenuhinya nilai-nilai kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, dan

keseimbangan bagi disabilitas dapat terwujud.Adanya sistem hukum

24Pasal 433 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 25Pasal 12 ayat 2 Konvensi Hak-Hak penyandang Disabilitas

Page 77: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

berperspektif disabilitas dapat dikatakan sebagai universal legal capacity.

Maksudnya, apabila akses yang fairs bagi disabilitas dapat terpenuhi, berarti

hal yang sama juga berlaku untuk semua manusia di muka bumi.

Aksesibilitas yang fairs bagi disabilitas dimulai dari perlakuan yang

setara di dalam akses bagi disabilitas. Selain itu ketiadaan hambatan yang

dialami disabilitas dalam akses harus dipastikan. Menurut Komisi Hak Asasi

Manusia Australia, secara umum, ditimbang dari jenis-jenis disabilitasnya,

disabilitas mengalami 5 (lima) hambatan:

1. Tidak adanya dukungan dari masyarakat, program-program dan bantuan

untuk mencegah terjadinya kekerasan dan keadaan merugikan, dan

mengatasi kemungkinan tidak terpenuhnya berbagai factor kesehatan dan

sosial bagi disabilitas.

2. Disabilitas tidak menerima dukungan, aksesibilitas atau bantuan yang

mereka butuhkan untuk mendapatkan perlindungan, untuk memulai atau

mepertahankan persoalan-persoalan perdata, atau untuk berpartisipasi di

dalam proses peradilan perdata.

3. Stigma-stigma dan asumsi-asumsi negatif tentang disabilitas yang dilihat

sebagai seorang tidak mampu melakukan apa-apa, tidak dapat dimintai

pertanggungjawaban atau tidak dapat membuktikan, membuat

pertimbangan-pertimbangan hukum atau berpartisipasi dalam proses

hukum.

4. Hambatan dukungan spesialis, akomodasi dan program-program tidak

tersedia bagi disabilitas ketika mereka tidak mampu memahami atau

Page 78: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

menanggapi penuntutan perdata (tidak layak untuk mengajukan

permohonan).

5. Hambatan dukungan, penyesuaian diri dan tidak tersedianya alat bantu

untuk terdakwa yang disabilitas sehingga hak-hak dasar mereka terpenuhi

dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan.26

Sebelum membahas kebutuhan disabilitas dalam aksesbilitas yang fairs

ada baiknya perlu diketahui beberapa kategori besar pembagian kategori

disabilitas berdasarkan International Classification of Functioning Health and

Disability (ICF).27

1. Kategori Intelektual

2. Kategori Mobilitas

3. Kategori Komunikasi

4. Kategori Sensori

5. Kategori Psikososial

Disabilitas yang termasuk di dalam Kategori Intelektual adalah sebagai

berikut:

a) Retardasi mental (Tuna Grahita)

b) Lamban belajar (Slow Learner)

Sedangkan yang masuk di dalam kategori Mobilitas adalah sebagai

berikut:

26Australian Human Right Commision, 2014.Equal Before The Law:Towards Disability

Justice Strategies. Australian Human Rights Commision. hlm. 8 27 Jurnal Difabel,Vol. 1, Op.cit, hlm.8

Page 79: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

a) Gangguan anggota tubuh (kaki, tangan, dll)

b) Gangguan fungsi tubuh akibat cerebral palsy

c) Gangguan fungsi tubuh akibat spina bifida

d) Gangguan fungsi tubuh spinal cord injury (cedera tulang belakang)

e) Gangguan fungsi tubuh akibat amputasi

f) Gangguan fungsi tubuh akibat paraphlegia

g) Gangguan fungsi tubuh akibat hemiphlegia

Disabilitas Psikososial bisa dilihat di bawah ini:

a) Autism

b) Gangguan perilaku dan hiperaktivitas (ADHD)

c) Kleptomani

d) Bipolar

e) Gangguan kesehatan jiwa

Disabilitas yang termasuk kategori Komunikasi adalah

a) Gangguan wicara

b) Gangguan pendengaran

c) Autis

d) ADHD

e) Tuna Grahita berat

Yang termasuk kategori Sensorik adalah sebagai berikut:

a) Gangguan pendengaran

b) Gangguan penglihatan

Page 80: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

c) Kusta

Namun, di samping lima kategori besar yang ada juga terdapat kategori

multiple disabilitas, misalnya orang dengan gangguan pendengaran dan wicara,

orang dengan gangguan penglihatan dan pendengaran, cerebral palsy dengan

mental retardasi dan sebagainya. Adapun hambatan-hambatan yang dialami

dari masing-masing kategori bisa dijelaskan di bawah ini:

1. Kategori Intelektual memiliki hambatan terhadap akses yang fairs sebagai

berikut:

a) Memahami/penalaran terhadap perkara yang dihadapi

b) Menyampaikan

c) Umur kalender tidak sama dengan umur mental

d) Emosi yang tidak terkendali dan trauma

2. Kategori Mobilitas memiliki hambatan tidak teraksesnya bangunan fisik

sangat sering dirasakan oleh disabilitas yang masuk dalam kategori

mobilitas, misalnya saja bangunan yang mempunyai anak tangga. Lantai

licin akan menyulitkan mobilitas mereka. Apalagi apabila bangunan

tersebut mempunyai lebih darri satu. Disabilitas kategori mobilitas dengan

segala keterbatasannya tidak akan mampu menuju ruangan lantai dua dan

lantai-lantai di atasnya. Sehingga mereka membutuhkan bantuan orang lain

atau adanya assistive device seperti kursi roda ataupun fasilitas-fasilitas

gedung yang sesuai konsep universal design yaitu dengan pintu geser dan

lebar, ramp, lift.

Page 81: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

3. Kategori Psikososial memiliki hambatan sebagai berikut:

a) Tidak dapat mengontrol perilaku dan emosi

b) Tidak dapat fokus

c) Hambatan komunikasi

d) Hambatan menafsirkan

e) Banyak menghayal

f) Sensitive (terlalu peka)

g) Impulsif (tidak bisa menahan diri)

4. Kategori Sensorik memiliki hambatan sebagai berikut:

a) Aksesibilitas fisik dan non fisik

b) Tidak merasa sakit pada anggota gerak badan khusus penderita kusta

5. Kategori Komunikasi memiliki hambatan sebagai berkut:

a) Tidak mampu berkomunikasi lisan

b) Bahasa yang susah dipahami

c) Ketidakmampuan mendengar

Untuk mengatasi hambatan yang dialami oleh disabilitas dalam

aksesbilitas yang fairs, maka tentu saja harus dimulai dengan dipenuhinya

kebutuhan-kebutuhan difabel terhadap aksesibilitas yang fairs tersebut.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut seperti yang dijelaskan Internationa

Classification of Functioning Health and Disability (ICF) antara lain:

1. Pendamping

Pendamping diperlukan untuk kenyamanan disabilitas dalam proses.

Sehingga prosesnya dapat berjalan dengan lancar? Siapa yang dapat

Page 82: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

menjadi pendamping disabilitas dalam proses? Jawabannya adalah orang

terdekat, yaitu orang yang dipercaya disabilitas dan dia merasa nyaman

dengan adanya pendamping tersebut dalam proses.

2. Penerjemah

Penerjemah diperlukan oleh disabilitas. Terutama disabilitas dengan

gangguan pendengaran, gangguan wicara, gangguan pendengaran yang

disertai wicara (tuna rungu wicara), disabilitas dengan Celebral Palsy otot

mulut, disabilitas dengan gangguan penglihatan yang disertai gangguan

pendengaran (deaf/blind).

3. Lingkungan yang aksesibel

Lingkungan yang aksesibel memudahkan disabilitas untuk

menjangkau tempat. Lingkungan yang aksesisibel harus mencakup dua

aspek aksesbilitas, yaitu aksesbilitas fisik maupun non fisik.

Aksesbilitas fisik dimaknai sebagai tersedianya fasilitas bagi disabilitas

untuk menghampiri, memasuki, menjangkau lingkungan tanpa

hambatan.Ruang hendaknya dilengkapi dengan fasilitas fisik. Sehingga

disabilitas dapat mengakses ruang tanpa bantuan orang lain. Running text

yang menunjukkan jadwal disertai jam dan ruangan untuk kebutuhan tuna

rungu

Aksesibilitas non-fisik yang dimaksud adalah tersedianya kebijakan

afirmatif terhadap disabilitas dalam setiap layanan yang ada di ruang, yaitu

dengan mendahulukan pelayanan terhadap disabilitas.

4. Kapasitas pejabat, petugas maupun yang lainnya yang mengerti dan

Page 83: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

memahami disabilitas.

Richard Whittle mengungkapkan salah satu hal penting yang harus

dipenuhi berdasarkan Pasal 13 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas

adalah menyelenggarakan pelatihan kesetaraan hak disabilitas bagi pejabat,

petugas maupun yang lain. Hal ini dilakukan agar dapat memahami

hambatan akses yang dialami disabilitas dan dampak-dampak yang

ditimbulkan dari diskriminasi bagi disabilitas di berbagai sektor.28

5. Bantuan hukum

Bantuan hukum untuk disabilitas menurut Franchis

Gibsonmerupakan hak yang harus dipenuhi oleh negara.29 Secara tegas,

pasal 13 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas memberikan parameter

khusus tentang hak mendapatkan hukum bagi disabilitas.

Negara harus memenuhi kebutuhan disabilitas terhadap aksesibilitas yang fairs.

Bagaimanapun, disabilitas merupakan bagian dari entitas bangsa. Negara juga harus

membuat sistem hukum yang berpihak kepada disabilitas dengan memperhatikan

universal legal capacity.

Berdasarkan BW/Burgerlijk, Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata), setiap orang/manusia adalah subyek hukum yang mempunyai hak dan

kewajiban, namun tidak semua orang cakap dalam melakukan perbuatan hukum.

Pasal 1330 KUHPerdata menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak cakap

28 Richard Whittle. 2012. Access to Justice And Article 13 UNCRPD. Sheffiled Hallam

University), hlm.5

29Franchis Gibson, “Artivle 13 of the Convention on Rights of Persons with Disabilities-

a Right to Legal Aid?” (diakses pada 22 April 2014) dari

http://wwww.academia.edu/207906/Article_13_of_the_Convention_on_Rights_of_Persons_with_

Disabilities_-_A_Right_to_Legal_Aid.

Page 84: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

membuat perjanjian, yaitu diantaranya:30

a) Orang-orang yang belum dewasa (belum berusia 21 tahun dan belum

menikah sebagaimana terdapat dalam pasal 330 ayat 1 BW)

b) Mereka di bawah pengampuan sendiri, menurut pasal 433 BW, didasarkan

atas tiga alasan.31

1) Keborosan (verkwisting)

2) Lemah akal budinya (zwakheid vab vermongen) misalnya imbisil

atau debisil.

3) Kekurangan daya berpikir, sakit ingatan (krankzinnigheid), dungu

(onnozelheid), dan dungu disertai sering mengamuk (razernij).

Terkait disabilitas, orang-orang yang berada di bawah pengampuan

adalah mereka yang mengalami disabilitas mental intelektual.Mereka juga

sering dikategorikan sebagai orang-orang yang mengalami imbisil atau debisil,

kurang daya pikir, dan dungu.Sedangkan orang-orang yang mengalami

disabilitas mental psikosoial adalah mereka yang disebut orang yang sangat

pemboros.32

Sedangkan orang-orang yang mengalami disabilitas fisik/daksa, netra

ataupun bisu dan tuli tidak disebut sebagai orang yang tidak cakap hukum

sebagaimana tersebut dalam kriteria pasal 433 BW/KUHPerdata. Pasal 940 dan

941 KUHPerdata secara jelas menyebutkan bahwa wasiat harus ditulis sendiri

30 Jurnal Difabel,Vol. 1, Op.cit, hlm.103

31 R. Soetojo Prawirohamidjojo & Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga [

Personen en Familie-Recht], Surabaya:Airlangga University Press, 1991, hlm.237 32 Jurnal Difabel,Vol. 1, Op.cit, hlm.103

Page 85: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

oleh si pewaris atau menyuruh orang lain untuk menuliskannya. Bila si pewaris

adalah orang bisu, tetapi dapat menulis, maka wasiat atau testament tetap harus

ditulis, diberi tanggal dan ditandatangani oleh pewasiat.Kemudian wasiat atau

testament harus ditulis si pewaris di muka notaris dan para saksi.Lalu, tulisan

yang diserahkan itu diposisikan sebagai wasiatnya.33

Untuk ini, notaris membuat kata superscripsi dan menyebutkan di

dalamnya bahwa keterangan dari si pewaris itu ditulis di hadapan notaris dan

saksi-saksi. Notaris wajib memberitahukan adanya wasiat itu kepada orang

yang berkewajiban apabila si pewaris itu telah meninggal dunia. Suatu wasiat

atau testament tidak boleh dibuat oleh dua orang. Baik orang kedua, orang

ketiga, maupun dua orang yang saling menguntungkan. Dasar larangan ini

adalah agar penarikan kembali wasiat atau testament itu tidak terjadi.34 Ini

berarti disabilitas bisu pun merupakan seorang cakap untuk melakukan

perbuatan hukum, dalam konteks ini membuat wasiat. Seperti halnya juga

dianggap cakap hukum saat membuat perikatan, perjanjian, atau pengelolaan

harta waris.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa selama

disabilitas tuna rungu tersebut dewasa, dan memiliki kecakapan dan paham

akan konsekuensi dari segala tindakan yang dilakukan serta memiliki IQ

(derajat kecerdasan) minimal di tingkat normal, mampu untuk memahami

komunikasi yang dilakukan dengan orang lain dan bisa melakukan transaksi.

33 Jurnal Difabel,Vol. 1, Op.cit, hlm.104

34 Sembiring MU, Beberapa Bab Penting dalam Hukum Waris Menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata,Medan: Program Pendidikan Notariat Fakultas Hukum

USU,1989, hlm.45

Page 86: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Maka disabilitas tuna rungu tersebut masuk dalam kategori manusia / pribadi

yang cakap hukum sebagaimana yang tercantum di uu yang mengatur jual beli

tanah. Sedangkan dalam proses jual beli, disabilitas tuna rungu dapat

menggunakan haknya untuk menggunakan pendamping dan penerjemah

bahasa isyarat.

B. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Tuna Rungu Ditinjau Dari Kecakapan

Bertindak Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah

Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek

hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.Hak dan

kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh

hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan

kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat

diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang

akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga

yang bersangkutan merasa aman. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang

lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh

keadilan sosial.

Berdasarkan uraian di atas, orang yang lemah dimaksudkan yaitu

masyarakat yang awam tentang hukum dan juga bagi masyarakat yang tidak

mampu.Lemah disini artinya masyarakat memerlukan perlindungan dari

tindakan–tindakan yang bisa mengakibatkan kerugian bagi dirinya.

Perlindungan hukum yang dilakukan dalam wujud perlindungan hukum

preventif, artinya “ketentuan hukum dapat dihadirkan sebagai upaya

pencegahan atas tindakan pelanggaran hukum.

Page 87: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Upaya pencegahan ini diimplementasikan dengan membentuk aturan-

aturan hukum yang bersifat normatif.Ada dua macam bentuk perlindungan

hukum, yaitu perlindungan hukum yang bersifat preventif dan represif.

1. Perlindungan Hukum Preventif

Preventif artinya perlindungan yang diberikan sebelum terjadinya

sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan

untuk menyelesaikan sengketa yang muncul apabila terjadi suatu pelanggaran

terhadap norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan.

Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir

dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh

masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut

untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan

antara perseroan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan

masyarakat.

Selanjutnya, apabila dalam lingkup hukum perdata, penjual tanah yang

melakukan wanprestasi bisa dituntut dengan tuntutan ganti rugi, pembatalan

perjanjian, peralihan resiko dan pembayaran biaya perkara, maka dalam

lingkup hukum pidana, debitur yang wanprestasi bisa dituntut melakukan

tindakan penipuan, karena apa yang telah diperjanjikan ternyata tidak sesuai

dengan apa yang telah diberikan.

Brosur, pamflet atau sejenis selebaran yang berisi tentang spesifikasi

tanah atau rumah sebelum penerbitan PPJB yang berisi penawaran menarik

untuk menarik minat pembeli rumah juga bisa dijadikan perlindungan hukum

otentik untuk mengajukan tuntutan kepengadilan dengan Tindak Pidana

Page 88: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

penipuan yang tertera dalam syarat sahnya perjanjian dengan pokok perkara

apabila kondisi tanah (luas atau besar tanah, status tanah) beberapa tahun ke

depan kondisi yang ditawarkan pada awalnya tidak sesuai dengan kondisi tanah

(luas atau besar tanah, status tanah) sekarang telah diterima pembeli berbeda

jauh dengan apa yang telah ditawarkan oleh perusahaan pengembang maka

sahlah bukti tersebut diajukan ke pengadilan sebagaimana mestinya.35

Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa.Pada perlindungan hukum preventif kepada rakyat

diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau

pendapatnya sebelum keputusan pemerintah.Perlindungan hukum preventif

sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan kepada

kebebasan bertindak, karena dengan adanya perlindungan hukum yang

preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil

keputusan yang didasarkan pada diskresi.36

Manusia sesuai kodratnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa

dalam kedudukan yang sejajar. Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai

perbedaan yang didasarkan pada jenis kelamin, suku/ras, warna kulit, agama,

kebangsaan, paham politik, cacat tubuh, dan lain sebagainya. Pada masa

tertentu, perbedaan itu seringkali dijadikan dasar untuk memperlakukan

manusia secara berbeda dalam berbagai bidang kehidupan dan hal itu

menyebabkan manusia mengalami perlakukan yang tidak semestinya.

81Aldyan Vileza, NOTARIS dan PPAT, wawancara pribadi, MALANG, 1 Februari 2017,

pukul 10.00 wib. 36Philipus M. Hadjon I, Op.cit. hlm.2

Page 89: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana dinyatakan dalam pasal

1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.Hal ini

membawa konsekwensi bahwa Negara sudah semestinya melindungi segenap

tumpah darah Indonesia.Negara Indonesia wajib memberikan perlindungan

kepada setiap warga Negara Indonesia tanpa membedak-bedakan apapun.

Menurut John Dicey, negara hukum memiliki 3 unsur, yaitu:

1. Hak asasi manusia dijamin lewat Undang-Undang

2. Persamaan kedudukan di muka hukum (equality before the law)

3. Supremasi aturan-aturan hukum dan tidak ada kesewenang-wenangan

tanpa aturan hukum yang jelas.37

Dengan mengacu pada pandangan Dicey, negara sudah semestinya

memperlakukan setiap warga negaranya sama di hadapan hukum dan menjamin

serta melindungi hak asasinya, dengan kata lain negara wajib menghormati (to

respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfill) hak asasi manusia

(HAM) setiap warga negaranya tanpa terkecuali. Negara diasusmsikan

memiliki kewajiban untuk secara aktif melindungi dan memastikan

terpenuhinya hak-hak dan kebebasan-kebebasan.

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa perlindungan hukum

merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi

manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam negara hukum dengan

berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna

mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada

umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat

37 Jurnal Difabel, Vol. 1, No. 1, Mei, 2014, hlm.12

Page 90: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak

yang melanggarnya. 38

Prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah pengakuan dan

perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada

prinsip negara hukum yang berlandaskan Pancasila.39

Apabila dikaitkan dengan isu-isu disabilitas, pada dasarnya setiap

disabilitas berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Berdasarkan Perjanjian

Hak-hak Fundamental Uni Eropa yang disahkan pada tahun 2000 dan

merupakan yang paling progresif dalam hal hak-hak penyandang disabilitas, di

dalam perjanjian tersebut memuat prinsip anti-diskriminasi dalam ayat 21 yang

menyatakan dilarang melakukan diskriminasi dengan dasar apa pun, termasuk

jenis kelamin, ras warna kulit, asal-usul etnis atau sosial, fitur genetik, bahasa,

agama atau kepercayaan, politik atau perbedaan opini, keanggotaan dalam

minoritas nasional tertentu, properti, keturunan, disabilitas, umur atau orientasi

seksual.40Bangsa indonesia senantiasa menempatkan penghormatan terhadap

harkat dan martabat manusia dalam segala aspek berbangsa, bernegara dan

bermasyarakat. Hal ini dikukuhkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 hasil

amandemen. Dalam Pasal 28 h ayat 2 berbunyi: “Setiap orang berhak mendapat

kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat

yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.” Sedangkan pada Pasal 28I

38 Philipus M. Hadjon I, Op.cit. hlm.205 39 Philipus M. Hadjon I, Op.cit. hlm.19

40http://www2.agendaasia.org/index.php/id/perpustakaan/album-foto/9-2nd-

conference/detail/159-img-2274-jpg?tmpl=component yang diakses pada tanggal 22 februari 2017

Page 91: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

ayat (2) diatur bahwa: “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat

diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan

terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

Hal ini juga diperkuat di dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Konvensi Hak-

Hak Penyandang Disabilitas (Convention on The Rights of Person with

Disabilities/CRPD) yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan

Undang-Undang No.19 tahun 2011. Di dalam realitanya para difabel seringkali

mengalami praktik diskriminasi, termasuk dalam hal aksesibilitas di lingkup

penegakan hukum (sejak tahan penyidikan sampai dengan di pengadilan)

maupun di bidang hukum perdata, seperti hukum perkawinan dan hukum waris.

Realitanya, disabilitas secara sosial ekonomi merupakan komunitas

kelas menengah ke bawah, karena ada beberapa situasi kondisi yang secara

sistematis dan structural dapat memiskinkan disabilitas serta memposisikan

disabilitas, merupakan bagian dari “orang yang tidak cakap hukum”. Disabilitas

mau tidak mau harus diletakkan di bawah pengampuan, karena bukan termasuk

orang yang cakap hukum.Hal inilah yang dapat melanggar hak penyandang

disabilitas, khususnya ketika diletakkan di bawah pengampuan, pengampunya

tidak jujur dan melanggar hak-hak disabilitas.

Pada saat ini, 22.000 penyandang disabilitas di indonesia, sebagian

dewasa di atas umur 18 tahun tidak diberi hak dalam membuat perjanjian di

indonesia. Kebanyakan penyandang disabilitas merasa dirugikan dengan stigma

disabilitas.

Khusus dalam kasus hukum perdata, disabilitas juga seringkali

terpojokkan. Disabilitas dengan segala variannya di stigma sebagai pribadi

Page 92: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

yang tidak memiliki kecakapan hukum. Maka tidak aneh, disabilitas yang

hendak menjalin relasi keperdataan selalu terdiskriminasi, seperti tidak

diperkenankan menjadi pihak dalam perjanjian perbankan, asuransi, dan

ataupun praktek keperdataan yang lain seperti tidak mendapatkan hak waris

karena berada di bawah pengampuan, tidak boleh menikah bagi disabilitas

mental intelektual karena mentalnya yang dianggap seperti anak-anak, dan

ataupun seorang disabilitas yang boleh diceraikan karena disabilitasnya.41

Potret difabel di atas adalah sedikit contoh yang menggambarkan

bagaimana seorang disabilitas kerap terpojokan ketika berproses di depan

hukum. Karenanya, tidak banyak disabilitas yang bertaruh untuk

menyelesaikan kasusnya di depan hukum, sebab ujung prosesnya seringkali

ironis dan menyakitkan. Terdapat beberapa contoh kasus yang melibatkan

disabilitas baik sebagai korban, terdakwa atau pihak dalam kasus

keperdataan, dan proses hukum selalu melemahkan posisi disabilitas.

Berkaitan dengan pemenuhan hak para disabilitas tuna rungu untuk

memiliki dengan menggunakan atas nama sendiri dalam hal properti,

ataupun tanah. Para disabilitas tuna rungu mendapatkan perlindungan

hukum dalam melakukan proses jual beli tanah. Para disabilitas tuna rungu

dapat mengacu pada Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya.Perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain

dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh

undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian harus dilaksanakan

41Jurnal Difabel, Vol. 1, No. 1, Mei, 2014, hlm.8

Page 93: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

dengan itikad baik.

Berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

tersebut diatas, maka tiap-tiap pihak dalam perjanjian wajib mematuhi hal-

hal yang telah diperjanjikan dan melaksanakan perjanjian dengan itikad

baik. Apabila ada pihak yang tidak mematuhi dan tidak melaksanakan

perjanjian dengan baik maka dapat dikatakan pihak tersebut tidak beritikad

baik. Pihak yang dirugikan oleh pihak yang tidak beritikad baik akan

mendapat perlindungan hukum implementasi dari UU no.19 tahun 2011

pasal 13 yaitu Hak atas Akses terhadap Keadilan dan “Hak atas Melindungi

Integritas Penyandang Disabilitas(Pasal 17), yang menjadi tugas dan

tanggung jawab Kementerian Hukum dan HAM RI. Perlindungan hukum

yang dimaksud disini adalah perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki

oleh pihak yang dirugikan tersebut dalam perjanjian.Selain itu pada

realitanya banyak terdapat difabel tuna rungu yang dalam kapasitasnya

memiliki kemampuan untuk berpikir, memutuskan dan bertindak secara

benar (tidak melawan hukum). Karena pada dasarnya para difabel

tunarungu hanya mengalami keterbatasan dalam pendengaran tapi tidak

dalam pemikiran secara rasional. Sehingga sudah sepatutnya mereka

mendapatkan perlakuan yang sama dengan orang lainnya untuk

mendapatkan haknya dalam proses jual beli tanah. Bentuk perlindungan

hukum yang diberikan oleh negara kepada disabilitas tuna rungu dalam

melakukan proses jual beli tanah, negara menunjuk PPAT dalam

mekanismenya. Dasar mengeluarkan hukum yang digunakan untuk

menguatkan proses jual beli dan kepemilikan atas tanah yaitu notaris

Page 94: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

mengeluarkan AJB (akta jual beli) dan mengesahkan perubahan pada SHM

(sertifikat hak milik) atas tanah tersebut yaitu selama disabilitas tuna rungu

tidak dalam pengampuan seperti yang termaksud dalam pasal 433

KUHPerdata maka notaris berhak untuk melakukan pengesahan proses jual

beli tanah tersebut adalah PP 24/1997 jo PMNA/3/1997 yang menyebutkan

kewenangan PPAT membuat akta untuk siapapun dengan syarat syarat

formal dan materiil. Sedangkan untuk meminimalkan terjadinya sengketa di

kemudian hari, notaris dan advokat sepakat untuk memberikan perlakuan

khusus yaitu pada proses jual beli bisa didampingi oleh penerjemah yang

bisa menjembatani antara orang normal dengan difabel tunarungu. Sehingga

sejauh tidak merugikan maka perjanjian tersebut tetap berlaku sah dan

mempunyai akibat hukum.

Dari aspek struktur dan budaya hukum, belum sepenuhnya

menunjang bagi perwujudan kemandirian dan kesejahteraan para disabilitas

tuna rungu, sehingga banyak ketentuan yang ada dalam peraturan

perundnag-undangan belum dapat dilaksanakan. Untuk itu perlu dilakukan

suatu Affirmation Action.42

Affirmation Action untuk mewujudkan kesamaaan kesempatan

dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan bagi disabilitas tuna rungu.

Aksi ini mengarah pada penyadaran publik akan hak-hak disabilitas tuna

rungu dan kewajiban mereka untuk berperan aktif dalam berinteraksi social

yang sehat dan wajar. Aksi tersebut membutuhkan strategi sosialisasi yang

42 Prof. Dr. H. Muladi, SH., 2009, Hak Asasi Manusia Hakekat, konsep dan

Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Aditama, Bandung, hlm.262

Page 95: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

efektif, menyangkut:43

a) Pola penyadaran integral antar pemerintah, disabilitas tuna rungu dan

masyarakat pada umumnya sehingga memunculkan suatu sinergi. Pola

tersebut meliputi:

1. Peningkatan pengetahuan disabilitas tuna rungu akan hak-haknya

misalnya melalui seminar, penyebaran lembar informasi (info

sheet), dialog publik, media center, memasukan materi perundang-

undangan disabilitas tuna rungu ke dalam kurikulum pendidikan dan

sebagainya.

2. Implementasi perundang-undangan dari tingkat pusat hingga

daerah.

3. Melakukan advokasi hukum disabilitas tuna rungu dalam

memperjuangkan hak-haknya.

b) Pola pembudayaan dari sosialisasi sinergis di atas. Pola pembudayaan

ini sepertinya yang tersulit. Karena bercermin dari kasus-kasus yang

terjadi di negeri ini, memerlukan waktu yang lama dan dengan strategi

pembudayaan yang kontinyuserta simultan dengan melibatkan

masyarakat yang sudah “tersadarkan”

Menurut J. Satriyo, pengampuan adalah suatu keadaan, di mana

orang dewasa kedudukan hukumnya diturunkan menjadi sama dengan

orang belum dewasa, dengan konsekuensinya, kewenangannya untuk

43Prof. Dr. H. Muladi, SH., 2009, Op.cit., hlm.263

Page 96: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

bertindak dicabut.44 Kansil menyatakan bahwa pengampuan adalah

bimbingan yang dilaksanakan oleh kurator yaitu keluarga sedarah atau

orang yang ditunjuk terhadap orang-orang dewasa yang karena sesuatu

sebab dinyatakan tidak cakap bertindak di dalam lalu lintas hukum.45

Vollmar menyatakan bahwa pengampuan adalah:

“Keadaan yang disitu seseorang (curandus) karena sifat-sifat

pribadinya dianggap tidak cakap atau di dalam segala hal tidak cakap untuk

bertindak sendiri (atau pribadi) di dalam lalu lintas hukum. Atas dasar itu

orang tersebut dengan keputusan hakim dimasukkan ke dalam golongan

orang yang tidak cakap bertindak. Karenanya, orang tersebut lantas diberi

seorang wakil menurut undang-undang, yaitu yang disebut pengampu

(curator atau curatele).”46

Dari beberapa pengertian tersebut nampak bahwa pengampuan

adalah perwakilan terhadap kepentingan orang yang sudah dewasa tetapi

tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

Sebetulnya aturan dalam Kitab Undang-Undang hukum Perdata

sudah berusaha melakukan perlindungan terhadap disabilitas tuna rungu

dari penipuan.

Alur proses pengajuan pengampu di peradilan

44J. Satrio, 1999, Hukum Pribadi Bagian I Persoon Alamiah, Citra Aditya Bakti,

Bandung, hlm.74

45C.S.T. Kansil, et. al, 2006, Modul Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm.138 46MIMBAR HUKUM Volume 20, Op.cit, hlm.568

Page 97: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Menurut pasal 449 KUHPerdata, setiap keputusan Pengadilan

terhadap pengampuan yang telah berkekuatan tetap, maka pengangkatan

pengampu harus segera mungkin diberitahukan kepada Balai Harta

Peninggalan selaku pengampu Pengawas.

Dalam hal kedudukan dan peranan Balai Harta Peninggalan sebagai

pengampu pengawas adalah sama dengan perwalian pengawas, Tugas

Pengampuan Pengawas berakhir apabila seseorang yang ditaruh dalam

pengampuan sembuh atau meninggal.

Syarat-syarat Pendukung :

1. Penetapan Pengadilan Negeri;

2. Identitas Pengampu

3. Identitas orang yang ditaruh dibawah Pengampuan;

4. Bukti Kekayaan orang yang ditaruh dibawah Pengampuan.

Page 98: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

2. Perlindungan Hukum Represif

Dalam garis besar, sistem hukum di dunia modern terdiri atas dua

sistem induk, yaitu “civil law system” (modern Roman) dan “common law

system”. Sistem hukum yang berbeda melahirkan perbedaan mengenai bentuk

Page 99: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

dan jenis sarana perlindungan hukum bagi rakyat, dalam hal ini sarana

perlindungan hukum represif.47

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan

sengketa. Di Indonesia bentuk implementasi dari hukum represif adalah adanya

badan-badan yang sudah ada dan memiliki wewenang masing-masing. Prinsip-

prinsip perlindungan hukum bagi rakyat. “Prinsip” didahulukan karena atas

dasar prinsip, baru dibentuk sarananya, karena tanpa dilandaskan pada prinsip,

pembentukan sarana menjadi tanpa arah. Prinsip perlindungan dengan hukum

bagi rakyat (di Indonesia) adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap

harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip

negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Pengakuan dan perlindungan

terhadap harkat dan martabat manusia dikatakan bersumber pada Pancasila,

karena pengakuan dan perlindungan terhadapnya secara intrinsic melekat pada

pancasila dan seyogianya memberi warna dan corak serta isi negara hukum

yang berdasrakan Pancasila.48

Dalam praktek, dengan menelaah putusan-putusan pengadilan,

disimpulkan bahwa ada tiga dasar yang digunakan oleh pengadilan untuk

menyatakan kewenangannya namun tiga dasar itu tidak digunakan secara

bersama-sama namun secara tidak konsisten, yaitu: menggunakan ketentuan

pasal 2 RO dengan mendasarkan pada ketentuan pasal 11 Aturan Peralihan

UUD 1945, dalam putusan lain, yurisprudensi, di ketengahan sebagai dasar dan

82Philipus M. Hadjon I, Op.cit. hlm.5 83Philipus M. Hadjon I, Op.cit. hlm.20

Page 100: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

dalam putusan lainnya di ketengahann sebagai dasar ialah karena belum adanya

peradilan administrasi negara.49

Dari penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa bentuk perlindungan

hukum represif bagi disabilitas tuna rungu telah diatur dengan jelas, hal ini

sesuai dengan adanya UUD 1945 pasal 28, UU no.8 tahun 2016, serta adanya

putusan yang lain yang mampu digunakan sebagai landasan perlindungan

hukum bagi disabilitas tuna rungu. Selanjutnya apabila terjadi sengketa

dikemudian hari yang timbul akibat adanya perjanjian jual beli tanah yang

dilakukan dengan pihak disabilitas tuna rungu, maka disabilitas tuna rungu

dilindungi hak haknya oleh hukum untuk melakukan gugatan ke badan hukum

yang berkaitan.

49Philipus M. Hadjon I, Op.cit. hlm.21

Page 101: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Kecakapan bertindak

Berdasarkan hasil penelitian, maka difabel tuna rungu yang dianggap memiliki

kecakapan hukum adalah orang dewasa yang berusia 18 tahun atau 21 tahun,

sudah menikah, dapat bertransaksi dan dapat menggunakan akal pikiran dan

minimal IQ 109 yang dapat ditarik kesimpulan bahwa kaum disabilitas tuna

rungu tersebut masih dalam batas IQ normal serta mampu untuk

mengidentifikasi, mengingat, mengamati, dan menarik kesimpulan dari sebuah

perbuatan. Maka disabilitas tunarungu tergolong dalam kategori manusia yang

cakap dan memiliki kecakapan.

2. Perlindungan hukum

Perlindungan hukum untuk para pihak apabila salah satu pihak melakukan

wanprestasi dibagi menjadi dua. Pertama perlindungan hukum secara preventif

atau pencegahan, sebelum terjadi wanprestasi. Perlindungan hukum secara

represif yang dilakukan setelah terjadinya sengketa atau permasalahan.

Perlindungan hukum secara preventif dapat diberikan dengan cara penambahan

klausula dalam perjanjian untuk memberatkan pihak yang melakukan

wanprestasi. Perlindungan hukum secara represif dilakukan setelah terjadinya

wanprestasi dengan menempuh jalur penyelesaian di luar lembaga peradilan

atau penyelesaian melalui lembaga peradilan. Penyelesaian sengketa dalam

perjanjian jual beli dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu jalur non litigasi dan

Page 102: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

jalur litigasi. Non litigasi merupakan penyelesaian sengketa di luar peradilan,

cara-cara yang digunakan adalah negosiasi dan mediasi. Negosiasi atau

berunding dilakukan untuk berkompromi guna menyelesaikan suatu sengketa

untuk mencapai kata sepakat. Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa

yang hampir sama dengan mediasi amun ada pihak ketiga sebagai penengah dan

tujuannya sama dengan negosiasi yaitu untuk mencapai kata sepakat. Jalur

litigasi atau penyelesaian sengketa melalui jalur peradilan, dapat ditempuh bila

upaya negosiasi dan mediasi tidak memberikan hasil.

SARAN

1. Penyandang Tuna Rungu seharusnya dapat memiliki akta dan memperoleh hak

atas kepemilikannya sendiri serta memperoleh pendamping dan penerjemah

bahasa isyarat selama bertransaksi dan menerjemahkan.

2. Lebih lanjut diharapkan dengan adanya penelitian ini hak hukum untuk

memperoleh akta jual beli tanah pada penyandang Tuna rungu. Akan dijelaskan

lebih rinci di masa mendatang.

Page 103: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

C.S.T. Kansil, et. al, Modul Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006.

Evi Sabir – Gitawan, Bsc. Gangguan Bahasa dan Bicara pada anak

dengan Autistic Spectrum Disorder.Yayasan Kailila Indonesia, 2003.

Kunandar,S.Pd., M.Si., Guru Profesional Implementasi Kurikiulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi

Guru, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009.

J. Satrio, Hukum Pribadi Bagian I Persoon Alamiah, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1999.

Johny Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia

Publishing:Malang, 2006.

Mc Shane dan Glinow dalam Buyung. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007.

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Indonesia,

Jakarta, 2008.

Miftah thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen, PT Raja Grafindo

Persada, 1995.

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan.

Bandung:Rosda Karya, 2004.

Nur’aeni, S.Psi., M.Si. Tes Psikologi : Tes Inteligensi Dan Tes Bakat,

Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah (UM) Purwokerto Press,2012.

Ny. Retnowulan Sutantie, SH, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan

Praktek, Alumni, Bandung, Cet. I, 1979.

Page 104: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

Philipus M. Hadjon I, Perlindungan hukum bagi rakyat di Indonesia, sebuah

studi tentang prinsip-prinsip penanganannya oleh pengadilan dalam

lingkungan peradilan umum dan pembentukan peradilan

administrasi, Peradaban, Surabaya, (selanjutnya disingkat Philipus M.

Hadjon I), 1987.

Prof. Dr. H. Muladi, SH., Hak Asasi Manusia Hakekat, konsep dan

Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika

Aditama, Bandung, 2009.

Prof. Dr. M.A.S Imam Chourmain, M.Ed. Acuan Normatif Penelitian Untuk

Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Al-Haramain

Publishing House, 2008.

R. Soetojo Prawirohamidjojo & Marthalena Pohan, Hukum Orang dan

Keluarga [ Personen en Familie-Recht], Surabaya:Airlangga University

Press, 1991.

R. Subekti SH dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Edisi Revisi, 1995.

Salim H.S,S.H.,M.S.,Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,

Sinar Grafika, 2013.

Sembiring MU, Beberapa Bab Penting dalam Hukum Waris Menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, Medan: Program Pendidikan Notariat

Fakultas Hukum USU, 1989.

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan

Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.

Soehardi. Essensi Perilaku Organisasional. Bagian Penerbit Fakultas

Ekonomi Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta, 2003.

Stephen P. Robins. Pengantar Manajemen Dan Organisasi. Jakarta:Erlangga,

2010.

Sudikno mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Liberty,

Yogyakarta, 1999.

Page 105: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TUNA RUNGU DITINJAU ...repository.ub.ac.id/3407/1/Ramadhanti Safirriani Firdaus.pdfPerlindungan hukum bagi tuna rungu ditinjau dari kecakapan bertindak dalam

PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan

Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi

Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas)

Konvensi Hak-Hak penyandang Disabilitas (Convention On The Rights Of

Persons With Disabilities)

JURNAL

Jurnal Difabel, Vol. 1, No. 1, Mei, 2014

MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 3, Oktober 2008

Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat, 7 Februari 2015

Sjah S, dan Fadillah. Membantu Anak Berkomunikasi Secara Efektif.

Konferensi Autisme Pertama: Rowards a Better Life For Autistic

Individual. Jakarta, 3-4 Mei 2003.

INTERNET

Franchis Gibson, “Artivle 13 of the Convention on Rights of Persons with

Disabilities-a Right to Legal Aid?” (diakses pada 22 April 2014) dari

http://wwww.academia.edu/207906/Article_13_of_the_Convention_on_Ri

ghts_of_Persons_with_Disabilities_-_A_Right_to_Legal_Aid.

https://fookembug.wordpress.com/2008/01/23/percentage-of-deaf-staff-at-deaf-

schools/